PelakuSubjek Hukum yang Dapat Dimintakan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana

Perbuatan si pembuat dalam kenyataannya telah memenuhi unsur tindak pidana, tetapi karena hapusnya sifat melawan hukum pada perbuatan itu, si pembuat tidak dapat dipidana. 117

B. PelakuSubjek Hukum yang Dapat Dimintakan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana

Undang-undang tidak melarang jaksa penuntut umum untuk menghadapkan tersangka ke sidang pengadilan dalam hal adanya dasar peniadaan pidana. Berbeda dengan adanya dasaralasan peniadaan penuntutan, maka majelis hakim tidak perlu memeriksa dan memutus pokok perkara, tetapi memutus tidak berwenangnya negara in casu JPU menuntut perkara. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, dengan terpenuhinya unsur-unsur pertanggungjawaban pidana, yaitu adanya kesalahan, kemampuan bertanggung jawab, dan tidak adanya dasaralasan yang dapat menghapuskan pidana, berarti bahwa terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana dapat dikenakan pemidanaan. Sejarah perundang-undangan hukum pidana pernah dikenal bahwa subjek dari sesuatu tindak pidana bukan hanya manusia saja, tetapi juga hewan. Demikianlah pada abad pertengahan tahun 1571 pernah dipidana seekor banteng sapi, karena membunuh seorang wanita. Pernah dikenal dipertanggungjawabkan badan hukum sebagai subjek, tetapi atas ajaran- ajaran Von Savigny dan Feuerbach yang kesimpulannya bahwa badan-badan hukum tidak melakukan delik societas delinquere non potest, maka 117 Ibid., hal 19. Universitas Sumatera Utara pertanggungjawaban badan hukum tersebut sudah tidak dianut lagi. 118 Subjek hukum tindak pidana adalah manusia natuurlijke persoonen, sedangkan hewan dan badan-badan hukum rechtspersonen tidak dianggap sebagai subjek hukum. Hanya manusialah yang dianggap sebagai subjek tindak pidana, ini tersimpulkan antara lain dari: Pengurus badan hukumlah yang dimintakan pertanggungjawaban pidananya. 119 1. Perumusan delik yang selalu menentukan subjeknya dengan istilah barang siapa, warga negara Indonesia, nahkoda, pegawai negeri, dan lain sebagainya. Penggunaan istilah tersebut selain daripada ditentukan dalam rumusan delik yang bersangkutan, dapat ditemukan dasarnya pada pasal- pasal: 2 sampai dengan pasal 9 KUHP. Istilah barang siapa, dalam pasal 2, pasal 3, pasal 4 KUHP digunakan istilah “een ieder” dengan terjemahan “setiap orang”. 2. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban pidana seperti diatur, terutama dalam pasal-pasal: 44, 45, 49 KUHP yang antara lain mensyaratkan “kejiwaan” verstandelijke vermogens yang kemudian dianggap sebagai geestelijke vermogens dari petindak. Unsur kesalahan dolusculpa yang merupakan hubungan kejiwaan antara petindak dengan tindakannya juga disyaratkan dalam pertanggungjawaban pidana. 3. Ketentuan mengenai pidana yang diatur dalam pasal 10 KUHP, terutama mengenai pidana denda, hanya manusialah yang mengerti nilai uang. 118 S.R. Sianturi, Op.Cit., hal 214. 119 Ibid., hal 215. Universitas Sumatera Utara Manusia adalah penyandang hak dan kewajiban. Hukum menentukan pilihannya sendiri tentang manusia-manusia mana hendak diberinya kedudukan sebagai pembawa hak dan kewajiban. Hukum bisa tidak menerima dan mengakuinya sebagai orang dalam arti hukum meskipun mereka adalah manusia. Apabila kepentingan hukum memerlukan, bisa saja terjadi sebaliknya bahwa sesuatu yang bukan manusia, oleh hukum diterima sebagai orang dalam arti hukum dengan segala kelanjutan yang mengikutinya. 120 Perkembangan hukum pidana selanjutnya menentukan bahwa bukan hanya manusia yang dianggap sebagai subjek hukum. Penentuan atau perluasan badan hukum sebagai subjek hukum tindak pidana adalah karena suatu kebutuhan, terutama dalam hal perpajakan, perekonomian dan keamanan negara, yang disesuaikan dengan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan manusia. Manusia pada hakikatnya yang merasakanmenderita pemidanaan itu. Ketentuan mengenai pemidanaan terhadap suatu badan hukum atau perserikatan dapat disimpulkan antara lain: 121 1. Pemidanaan itu pada prinsipnya bukan ditujukan kepada badan hukum atau perserikatan, tetapi sebenarnya kepada sekelompok manusia yang bekerja sama untuk sesuatu tujuan atau yang mempunyai kekayaan bersama untuk sesuatu tujuan yang tergabung dalam badan tersebut. 120 Satjipto Rahardjo, Op.Cit., hal 67-68. 121 S.R. Sianturi, Op.Cit., hal 218. Universitas Sumatera Utara 2. Adanya beberapa ketentuan yang harus menyimpang dari penerapan hukum pidana umum, terhadap badan-badan tersebut dalam hal badan- badan itu dapat dipidana, atau dalam hal tujuan dari badan-badan itu terlarang dan dapat dipidana, seperti tidak mungkinnya menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan padanya, dan tidak mungkin pidana denda diganti dengan pidana kurungan dan lain sebagainya. Hubungan antara perbuatan pidana dan orang yang melakukannya subjek hukum sangat erat. Perbuatan pidana tidak mungkin ada jika tidak ada orang yang melakukan perbuatan tersebut. Perbuatan pidana tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena perbuatan pidana yang ditimbulkan olehnya. 122 Seseorang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, apabila tidak melakukan perbuatan pidana. Ada dua kemungkinan mengenai hal ini, bagaimanakah akan mempertanggungjawabkan seseorang, menariknya ke depan sidang pengadilan apabila dia tidak melakukan sesuatu perbuatan pidana? Apakah posita yang akan diajukan sebagai dasar daripada tuntutan untuk mempertanggungjawabkan? Apakah yang akan dipertanggungjawabkan itu? Menurut konsepsi pemisahan antara perbuatan pidana dan orang yang melakukannya dapat disimpulkan, pertama, bahwa tidak mungkin orang dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana apabila tidak melakukan perbuatan pidana. Kedua, meskipun melakukan perbuatan pidana belum tentu orang itu dijatuhi pidana. 122 Moeljatno, Op.Cit., hal 59. Universitas Sumatera Utara Bukankah orang hanya dapat dipertanggungjawabkan atas sesuatu perbuatan atau kejadian? Dan bagaimanakah ini bisa terjadi jika perbuatan itu sendiri tidak ada? Ini kemungkinan yang pertama. 123 Seseorang melakukan perbuatan pidana, tidak selalu dapat dipidana. Apa yang telah dilakukan oleh seseorang itu adalah mencocoki rumusan delik. Seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan dipertanggungjawabkan karena melakukan perbuatan pidana itu. Perbuatannya tercela, selanjutnya dirinya juga dicela. dengan mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya, maka celaan akan diteruskan terhadap diri si pembuat. Kemungkinan lain adalah, bukan sama sekali tidak ada kejadian. Kejadian atau perbuatan pidana ada dan mungkin sekali kalau seseorang lalu disangka telah melakukan perbuatan yang lalu menimbulkan kejadian tersebut. Akibat sangkaan tersebut, maka orang sebagai tersangka dapat diperiksa tentang kebenaran apakah memang dia telah melakukan perbuatan pidana. 124 Simons mengatakan, bahwa kesalahan adalah keadaan psikis orang yang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan perbuatan yang dilakukan. Seseorang tidak dapat dipidana jika tidak ada kesalahan, sehingga meskipun ada perbuatan tetapi tidak ada kesalahan mengakibatkan seseorang tidak dapat dipidana. Dasar tidak dipidana seseorang adalah suatu asas hukum yang tidak tertulis yang umum dianut oleh negara-negara hukum, yaitu “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”. Unsur kesalahan dapat ditentukan dengan meninjau sifat- sifat dari orang yang melakukan perbuatan tersebut. 123 Roeslan Saleh, Op.Cit., hal 135. 124 Ibid., hal 137. Universitas Sumatera Utara Perbuatan dan orang yang melakukannya tidak dapat dipisahkan. Pertama, ditinjau tentang perbuatannya, kemudian mengenai orangnya. 125

C. Pertanggungjawaban Pidana Notaris Terhadap Akta yang Dibuatnya

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Perkawinan Poligami Tanpa Persetujuan Istri Yang Sah (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 330K/Pid/2012)

2 54 126

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam pemalsuan Akta Otentik (Studi tentang putusan Mahkamah Agung republik Indonesia Nomor:1014k/Pid/2013) Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam pemalsuan Akta Otentik (Studi tentang putusan Mahkamah Agung republik Ind

0 1 11

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 17

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 2

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 17

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 5 62

Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1014 K Pid 2013)

0 0 9

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA A. Jabatan Notaris - Tanggung Jawab Werda Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya

6 44 38