Kajian Strategi Peningkatan Efisiensi Air Irigasi melalui Metode System of Rice Intensification dengan Pendekatan Eksperimental
EKSPERIMENTAL
OLEH
MERIANI PUSPA WARDANI H14070037
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
MERIANI PUSPA WARDANI. Kajian Strategi Peningkatkan Efisiensi Air Irigasi melalui Metode System Of Rice Intensification dengan Pendekatan Eksperimental (dibimbing oleh BAMBANG JUANDA).
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk serta pertumbuhan ekonomi, kebutuhan air irigasi untuk memproduksi padi semakin meningkat. Namun di sisi lain, ketersediaan air irigasi sering dalam keadaan tidak menentu. Pada saat musim hujan, ketersediaan air irigasi cenderung berlebih, sebaliknya pada musim kemarau suplai air sangatlah terbatas. Meningkatnya kelangkaan sumber daya air dapat memicu terjadinya kekeringan sehingga menyebabkan penurunan produksi padi. Untuk mengatasi masalah tersebut, peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi perlu dilakukan.
Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi akan lebih mudah jika apresiasi terhadap nilai ekonomi air terbentuk. Untuk itu diperlukan suatu penentuan harga air yang tepat yang mencerminkan keinginan membayar atas air irigasi. Penerapan budidaya padi metode System of Rice Intensification (SRI) juga dapat meningkatkan efisiensi air irigasi. Selain itu metode SRI dapat meningkatkan produksi padi. Namun penerapan metode SRI masih belum banyak dilakukan. Risiko kerugian, anggapan air irigasi murah dan berlimpah serta tidak sempurnanya informasi yang diperoleh membuat petani belum bersedia menerapkan metode SRI. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi yang mampu mendorong petani agar menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Hal tersebut dapat dikaji dengan menggunakan metode percobaan ekonomi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih jauh WTP (Willingness to Pay/kesediaan petani untuk membayar) air irigasi jika ada peningkatan pelayanan air irigasi serta faktor–faktor yang mempengaruhinya. Tujuan lainnya ialah merumuskan suatu strategi yang tepat yang dapat mendorong petani untuk menerapkan metode SRI. Lokasi penelitian mengenai analisis Willingness to Pay di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang.
Jenis data yang digunakan adalah data primer yang bersumber dari petani pengguna air irigasi anggota P3A yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Selain itu data primer juga ada yang dihasilkan dari percobaan ekonomi. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis Willingness to Pay, analisis regresi linier berganda serta analisis ragam (ANOVA). Rancangan percobaan penelitian ini yaitu Rancangan Acak Kelompok Tiga Faktor. Faktor yang akan dilihat pengaruhnya yaitu ganti rugi dari pemerintah, pembayaran air irigasi dan informasi proyeksi produksi padi. Respon yang akan diamati yaitu jumlah luas lahan yang diterapkan metode SRI.
Dari hasil analisis, faktor yang secara nyata mempengaruhi WTP petani pemakai air dalam membayar iuran air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang adalah faktor luas lahan. Nilai WTP rata-rata responden di Kabupaten Cianjur ialah sebesar Rp. 209.206 per hektar per musim tanam.
(3)
hanya faktor informasi proyeksi produksi padi yang memengaruhi keputusan petani dalam menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Sedangkan faktor ganti rugi, pembayaran air serta kombinasi antara ketiganya tidak berpengaruh nyata. Dengan demikian strategi yang dapat mendorong petani untuk menerapkan metode SRI adalah dengan memberikan informasi yang lengkap dan menyeluruh mengenai metode SRI.
(4)
EKSPERIMENTAL
Oleh
MERIANI PUSPA WARDANI H14070037
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(5)
Eksperimental Nama : Meriani Puspa Wardani
NRP : H14070037
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. NIP. 19640101 198803 1 061
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
(6)
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2011
Meriani Puspa Wardani H14070037
(7)
Penulis bernama Meriani Puspa Wardani lahir pada tanggal 16 Agustus 1989 di Bogor. Penulis anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Amirudin Aidin Beng dan Tartini. Pada tahun 1996 penulis memulai pendidikan dasar di SDN Pengadilan III Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2007.
Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan pengembangan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan kota Bogor. Penulis diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga tercatat sebagai penerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa).
(8)
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Kajian Strategi Peningkatan Efisiensi Air Irigasi melalui Metode System of Rice
Intensification dengan Pendekatan Eksperimental”. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, antara lain :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2. Tanti Novianti, M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Dr. Alla Asmara, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.
4. Kedua orang tua penulis, Ayahanda dan Ibunda tercinta, Amirudin Aidin Beng dan Tartini atas semua pengorbanan, doa dan dukungannya. Serta tidak lupa untuk kakakku tersayang Rey dan Ika.
5. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.
6. Teman-teman S1 yang telah bersedia hadir menjadi pelaku percobaan ekonomi ini.
7. Elvha Aditia Sidik, Ibu Luh Putu Suciati, Sondang Marini, Sahabat IE’44 (Destia, Ida, Riri, Risya), dan semua mahasiswa IE’44, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Serta teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Mudah-mudahan kita semua sukses amin.
(9)
penelitian-penelitian selanjutnya.
Bogor, September 2011
Meriani Puspa Wardani
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 9
2.1.1. Pengertian dan Peran Irigasi ... 9
2.1.2. Iuran Air Irigasi ... 10
2.1.3. Lembaga Pengelola Sumber Daya Air ... 11
2.1.4. Budidaya Padi System of Rice Intensification ... 12
2.1.5. Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay). 15 2.1.6. Identifikasi dan Seleksi Faktor - faktor yang Memengaruhi Willingness to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi . ... 17
2.1.7. Identifikasi Faktor - faktor yang Mendorong Petani Untuk Menerapkan Budidaya Padi Metode SRI . ... 19
2.1.8. Percobaan Ekonomi ... 21
2.1.9. Rancangan Acak Kelompok ... 23
2.2. Penelitian Terdahulu ... 24
2.3. Kerangka Pemikiran ... 26
(11)
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu penelitian ... 29
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 29
3.3. Metode Pengambilan Sampel ... 30
3.4. Rancangan Percobaan ... 31
3.5. Metode Analisis ... 35
3.5.1. Nilai Willingness to Pay (WTP) Rata-rata Petani Pemakai Air. ... 35
3.5.2. Analisis Willingness to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi ... 36
3.5.3. Rancangan Acak Kelompok (RAK). ... 37
3.6. Prosedur Percobaan Ekonomi ... 40
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 42
4.1.1. Kabupaten Cianjur ... 42
4.1.2. Kabupaten Karawang ... 43
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah Penelitian ... 44
4.2.1. Kabupaten Cianjur ... 44
4.2.2. Kabupaten Karawang ... 45
4.3. Penetapan Iuran Air Irigasi Wilayah Penelitian ... 46
4.4. Pengembangan Sistem Budidaya Padi ... 47
4.4.1. Kabupaten Cianjur ... 47
4.4.2. Kabupaten Karawang ... 47
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden ... 49
5.1.1. Tingkat Pendidikan ... 49
5.1.2. Pendapatan ... 50
5.1.3. Luas Lahan ... 50
5.1.4. Pengalaman Bertani ... 51
5.1.5. Pengalaman Budidaya Padi SRI ... 52
5.1.6. Status Lahan ... 53
(12)
5.2. Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Petani Pemakai
Air ... 54
5.2.1. Nilai WTP Petani Pemakai Air Kabupaten Cianjur .. 54
5.2.2. Nilai WTP Petani Pemakai Air Kabupaten Karawang 55 5.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi ... 57
5.3.1. Kabupaten Cianjur ... 57
5.3.2. Kabupaten Karawang ... 59
5.4. Implikasi Strategi terhadap Lahan Sawah yang Diterapkan Metode SRI... 60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 64
6.2. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 66
(13)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1 Hasil Proyeksi Produksi Padi ... 4
3.1 Variasi Penerapan Budidaya Padi ... 31
4.1 Nama Desa dan Luas Areal Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Leungsir ... 43
4.2 Nama Desa Yang Diairi Oleh Saluran Sekunder Telagasari ... 44
5.1 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 49
5.2 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan ... 50
5.3 Sebaran Responden Menurut Luas Lahan ... 51
5.4 Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani... 52
5.5 Sebaran Responden Menurut Pengalaman Budidaya SRI ... 53
5.6 Sebaran Responden Menurut Status Lahan ... 53
5.7 Sebaran Responden Menurut Penilaian Pelayanan Irigasi ... 53
5.8 Hasil Analisis Kesediaan Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi Kabupaten. Cianjur ... 57
5.9 Hasil Analisis Kesediaan Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi Kabupaten Karawang ... 59
(14)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran ... 27 5.1 Pengaruh Informasi terhadap Luas Lahan yang Diterapkan
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Sebaran Data Karakteristik Responden Kabupaten Cianjur ... 69
2. Sebaran Data Karakteristik Responden Kabupaten Karawang ... 70
3. Olahan Data Statistik Kabupaten Cianjur dengan Minitab for Windows Release 15 ... 71
4. Olahan Data Statistik Kabupaten Karawang dengan Minitab for Windows Release 15... 73
5. Data Hasil Percobaan ... 75
6. Instruksi Percobaan Ekonomi ... 77
(16)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang paling esensial dalam keberlangsungan kehidupan manusia. Air juga memegang peranan penting dalam menunjang perkembangan sosial dan ekonomi suatu wilayah. Sebagian sumber daya air digunakan untuk pertanian sebagai air irigasi. Peranan air irigasi sangat penting dalam usahatani padi. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk serta pertumbuhan ekonomi, kebutuhan air irigasi untuk memproduksi padi semakin meningkat. Tetapi di sisi lain, air irigasi kini semakin terbatas (Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air, 2007). Ketersediaan air irigasi sering dalam keadaan tidak menentu. Pada saat musim hujan, ketersediaan air irigasi cenderung berlebih, sebaliknya pada musim kemarau suplai air sangatlah terbatas.
Meningkatnya kelangkaan sumber daya air dapat memicu terjadinya kekeringan yang akan berakibat pada penurunan produksi padi. Berdasarkan data dari Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (2006), pada tahun 2005, lahan padi yang mengalami kekeringan di Propinsi Jawa Barat yaitu seluas 13.140 hektar dengan 891 hektar yang mengalami gagal panen. Kemudian pada tahun 2006 terjadi peningkatan yang sangat tajam. Luas lahan tanaman padi yang terkena kekeringan mencapai 123.527 hektar dengan lahan yang mengalami gagal panen seluas 48.659 hektar.
Menteri Pertanian menjelaskan bahwa selama lima tahun terakhir lahan yang terkena dampak kekeringan rata-rata mencapai 228.095 hektar. Lahan yang terkena puso rata-rata lima tahun terakhir seluas 50.068 hektar. Di tahun 2010,
(17)
yang terkena kekeringan mencapai 96.721 hektar, tapi yang puso hanya 20.856 hektar1.
Salah satu solusi mengatasi persoalan kelangkaan air ialah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan air. Adanya anggapan bahwa air irigasi merupakan barang publik menyebabkan penggunaannya menjadi kurang efisien. Menurut sudut pandang ekonomi, peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi akan lebih mudah jika apresiasi terhadap nilai ekonomi air terbentuk. Ketidakefisienan penggunaan air irigasi juga disebabkan karena metode budidaya padi yang digunakan. Selama ini, sebagian besar petani di wilayah Indonesia menerapkan metode konvensional dalam usaha taninya. Penerapan metode konvensional pada usahatani memerlukan air yang lebih banyak. Padahal terdapat metode alternatif yang lebih hemat dalam penggunaan air yaitu metode System of Rice Intensification (SRI).
Budidaya padi metode SRI adalah usahatani padi sawah irigasi secara intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal serta berbasis pada kaidah ramah lingkungan (Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air, 2007). Secara umum, dalam konsep metode SRI, tanaman padi diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya. Penanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Pada prinsipnya budidaya SRI ialah budidaya padi dengan menanam satu benih padi (umur 7 hari sampai 12 hari), dengan perlakuan yang berbeda yakni jarak tanaman yang lebih lebar (25 cm x 25
1
Sandiyu Nuryono, Agustus, Kekeringan Landa 95.851 Hektar Lahan, EKONOMI Inilah.Com [online] http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1775949/agustus-kekeringan-landa-95851-hektar-lahan [diakses 26 September 2011].
(18)
cm , 30 cm x 30 cm ) serta pemberian air terputus (irigasi berselang)2. Budidaya padi metode SRI juga menekankan pada penggunaan pupuk organik. Untuk pengendalian hama pada metode SRI didasarkan pada konsep pengendalian hama terpadu seperti menggunakan pestisida nabati. Namun pada prakteknya, penerapan budidaya padi SRI sangat bervariasi yaitu dalam hal penggunaan sarana produksi (pupuk dan pestisida), jumlah benih dalam satu lubang, serta pemberian air.
Budidaya padi metode SRI telah terbukti menghemat penggunaan air. Inggit (2009) menjelaskan bahwa metode SRI mampu menghemat air hingga 60 persen dari kebutuhan padi sawah biasa. Pemberian air irigasi pada metode konvesional dalam budidaya padi dilakukan dengan cara menggenangi sawah. Sedangkan pada budidaya SRI, pemberian air irigasi dilakukan secara macak-macak, artinya kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air. Dengan begitu petani hanya memakai kurang dari setengah kebutuhan air pada sistem konvensional (Berkelaar, 2001). Kelebihan air yang diperoleh karena menerapkan metode SRI dapat digunakan untuk kebutuhan atau kegiatan ekonomi lainnya, sehingga penggunaan air irigasi dapat lebih efisien.
Selain dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi, metode SRI juga telah terbukti meningkatkan produktivitas areal persawahan (Berkelaar, 2001). Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bandung Ir. H. A Tisna Umaran, mengatakan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, metode SRI mampu meningkatkan produksi padi serta memperbaiki kualitas lingkungan dibandingkan dengan teknik budidaya secara konvensional.
2
Arief Imansyah, SRI Sebagai Penghemat Air, [online]
(19)
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa di Kabupaten Bandung, metode SRI dapat menghasilkan produksi padi rata-rata hingga 8,8 ton. Sementara dengan metode konvensional yang hanya menghasilkan 6,5 ton per hektar3
. Budidaya padi metode SRI menekankan pada penggunaan input organik seperti pupuk organik dan pestisida nabati. Penambahan unsur organik pada lahan sawah akan memperbaiki kondisi lahan sehingga lahan dapat menjadi lebih subur. Dengan demikian, produktivitas lahan sawah akan meningkat. Berbeda dengan metode SRI, budidaya padi metode konvensional menggunakan input sintetis. Hal ini semakin lama membuat sifat fisik tanah semakin memburuk. Penggunaan input sintetis serta berkurangnya penggunaan input organik menyebabkan lahan sawah menjadi lebih keras dan liat sehingga sulit diolah.
Tabel.1.1. Hasil Proyeksi Produksi Padi
MusimTanam Proyeksi produksi padi SRI per ha (Kg)
Proyeksi produksi padi Konvensional per ha (Kg)
1 Musim 5925 6170 kg
2 Musim 6936 6170 kg
3 Musim 7948 6170 kg
4 Musim 8959 6170 kg
5 Musim 9970 6170 kg
Sumber : Laporan Akhir: Rancang Bangun Sistem Insentif Untuk Peningkatan Pendapatan Petani, Efisiensi Penggunaan Air Dan Ketahanan Pangan Nasional, 2010 (diolah).
Berdasarkan Tabel 1.1, proyeksi produksi padi metode SRI, hasilnya cenderung dibandingkan proyeksi produksi padi metode konvensional. Selain itu, pada metode SRI terjadi peningkatan produksi padi. Peningkatan tersebut terjadi setelah beberapa kali musim tanam.
3
Redaksi Wartapedia.com, Metode SRI: Satu Hektar Hasilkan 8,8 Ton, Wartapedia.com [online] http://wartapedia.com/bisnis/potensi/2696-metode-sri-satu-hektar-hasilkan-88-ton.html [diakses 26 September 2011]
(20)
1.2. Perumusan Masalah
Budidaya padi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air irigasi. Namun belakangan ini kinerja irigasi kian menurun. Pada umumnya, menurunnya kinerja irigasi disebabkan oleh memburuknya jaringan irigasi serta menurunnya ketersediaan air irigasi. Salah satu solusi untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi. Pentingnya peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi terkait kondisi berikut, yaitu : (a) air semakin langka ; (b) 80 persen sumber daya air digunakan untuk irigasi ; (c) tingkat efisiensi selama ini masih rendah sehingga potensi peningkatan efisiensi air irigasi cukup besar (Sumaryanto, 2006).
Iuran untuk layanan irigasi yang selama ini dibayar oleh petani belum mampu mendorong petaniu ntuk menggunakan air irigasi secara efisien. Selama ini sumber daya air irigasi dipandang sebagai barang publik. Pengambilan dan pemanfaatan sumber daya secara berlebihan pada akhirnya dapat menimbulkan degradasi dan penyusutan sumber daya. Untuk itu peningkatan kontribusi petani dalam membiayai operasi dan pemeliharaan irigasi di tingkat tersier sangat dibutuhkan guna mendukung kinerja irigasi yang efisien, sehingga diperlukan suatu penentuan harga air irigasi yang tepat yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air. Penentuan harga ini dapat tercermin dari kemauan membayar petani pemakai air atas air irigasi.
Penerapan budidaya padi metode SRI yang hemat air juga dapat menjadi solusi dalam meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi. Metode SRI mampu menghemat penggunaan air irigasi hingga 60 persen. Selain itu penerapan metode
(21)
SRI dapat memperbaiki kualitas lahan menjadi lebih subur sehingga hasil produksi padi menjadi lebih tinggi dari pada metode konvensional.
Tetapi masih banyak petani yang belum bersedia untuk menerapkan budidaya padi metode SRI. Berdasarkan fakta di lapangan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kekhawatiran akan penurunan produksi, tidak adanya jaminan kerugian, anggapan air berlimpah dan murah sehingga tidak perlu dihemat, tidak adanya jaminan pasar akan gabah organik, tingginya serangan hama dan sebagainya. Oleh karenanya perkembangan luasan lahan budidaya padi metode SRI masih relatif terbatas. Penerapan metode SRI masih dilakukan secara bertahap. Sebagian besar petani masih belum berani menerapkan metode SRI secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi yang dapat mendorong petani untuk menerapkan budidaya padi SRI.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini ingin mengkaji lebih jauh mengenai nilai air irigasi yang dapat dilihat dari kesediaan petani dalam membayar iuran air irigasi (Willingness to Pay). Lokasi penelitian untuk analisis kemauan membayar petani atas iuran air irigasi berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Selain itu dengan menggunakan percobaan ekonomi, peneliti ingin mengetahui dan mengkaji faktor yang dapat memengaruhi keputusan petani dalam menerapkan metode SRI pada usaha taninya.
Sehubungan dengan uraian diatas, perumusan masalah pokok yang akan diteliti dapat diidentifikasi sebagai berikut :
(22)
1 Berapakah estimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani pengguna air terhadap pelayanan air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang?
2 Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang?
3 Strategi apa saja yang dapat mendorong petani untuk menerapkan budidaya padi metode System Rice of Intensification (SRI)?
1.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengestimasi besarnya nilai WTP petani terhadap pelayanan air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang.
2. Menentukan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang.
3. Menentukan strategi yang tepat agar metode SRI diterapkan oleh petani melalui pendekatan eksperimental.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan :
1. Pemerintah Daerah untuk mengupayakan pengembangan pemeliharaan dan pengelolaan irigasi serta kebijakan penerapan mekanisme pasar dalam
(23)
alokasi air dan sistem harga sebagai usaha dalam rangka mempertahankan kecukupan pangan.
2. P3A Mitra Cai dalam menentukan besarnya iuran air irigasi yang adil. 3. Petani agar menggunakan air secara efisien serta menerapkan pola tanam
SRI dalam kegiatan usaha tani.
4. Kalangan akademisi untuk pengembangan teori dan menambah khanasah ilmu pengetahuan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan mempunyai batasan-batasan yaitu :
1. Penelitian yang dilakukan mengkaji pada dua wilayah yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Hal ini dikarenakan kedua wilayah merupakan sentra pertanian.
2. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder dan data primer hasil percobaan ekonomi.
3. Peserta percobaan ekonomi adalah dari kalangan mahasiswa, Institut Pertanian Bogor (IPB).
4. Penelitian menggunakan asumsi–asumsi tertentu agar memudahkan perhitungan.
(24)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori-Teori
2.1.1. Pengertian dan Peran Irigasi
Pembangunan sistem irigasi ialah penyediaan prasarana dalam menghantarkan air dari sumber air ke lahan pertanian. Sistem irigasi akan mempunyai nilai ekonomi apabila air yang dihantarkan menuju lahan pertanian yang produktif4. Irigasi berperan sebagai sarana produksi dalam memenuhi kebutuhan pangan5. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah :
1. Siklus hidrologi.
2. Kondisi fisik dan kimiawi lahan. 3. Kondisi biologis tanaman. 4. Aktivitas manusia.
Irigasi mempunyai peranan penting yaitu :
1. Untuk menyediakan air bagi tanaman serta untuk mengatur kelembapan tanah.
2. Membantu menyuburkan tanah karena kandungan yang dibawa oleh air. 3. Dapat menekan pertumbuhan gulma.
4. Dapat memudahkan pengolahan tanah6.
4
Effendi Pasandaran, Irigasi di Indonesia: Strategi dan Pengembangan, (Jakarta : LP3ES, 1991), hlm 186.
5
Ibid,149. 6
(25)
2.1.2. Iuran Air Irigasi
Iuran air irigasi berawal dari suatu usaha untuk memecahkan masalah yang terkait dengan operasi dan pemeliharaan. Tanggung jawab operasional atas jaringan tersier serta keperluan iuran dari pemakai air menimbulkan keterikatan finansial antara pemakai air dan pengelola. Iuran dapat berupa pungutan yang telah ditetapkan maupun pungutan atas dasar “perasaan”, dimana jumlah yang dibayar oleh petani bergantung perasaannya terhadap kualitas pelayanan irigasi ataupun bergantung pada hasil produksinya7.
Iuran air ini diharapkan dapat menjamin keinginan membayar dari semua pemakai air irigasi. Oleh karenanya, iuran air irigasi merupakan suatu pelayanan, bukan suatu pajak. Konsep iuran air irigasi sebaiknya menggabungkan sejumlah pertimbangan, yaitu :
1. Iuran yang lebih tinggi untuk pelayanan yang baik, sebaliknya bila pelayanannya buruk maka iuran akan semakin rendah.
2. Iuran harus berbeda berdasarkan perbedaan suplai air yang disepakati atas areal sistem.
Konsep iuran air irigasi mendukung pengembangan fungsi dari Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yakni:
1. Penentuan pelayanan dan keinginan untuk membayar iuran. 2. Pengembangan dan pemeliharaan sistem irigasi.
3. Pemecahan konfik terkait pembagian air irigasi.
4. Pengelolaan keuangan tentang biaya operasional dan pemeliharaan8.
7
Ibid, 359.
8
(26)
2.1.3. Lembaga Pengelola Sumber Daya Air
Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Irigasi,pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dikelola oleh Pemda dan masyarakat petani pemakai air. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Sedangkan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat petani pemakai air. Pengaturan air irigasi dan jaringan irigasi beserta bangunannya yang berada dalam wilayah daerah, diserahkan kepada Pemerintah Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah yang bersangkutan.
Pemerintah bertanggung jawab dalam penyediaan dan pengadaan pembangunan infrastruktur sumber daya air. Pengembangan sistem irigasi berperan penting dalam program ketahanan pangan nasional. Air irigasi tidak diberi harga karena merupakan barang publik. Untuk itu menjadi bagian dari sektor publik yang alokasinya menjadi tugas pemerintah. Lembaga yang termasuk ke dalamnya diantaranya ialah Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Gubernur, Bupati atau Walikota, BPDAS (Balai Pengelola DAS) dibawah koordinasi Departemen Kehutanan, Perum Jasa Tirta II dan BBWS Citarum (Balai Besar Wilayah Sungai Citarum).
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) merupakan kelompok yang ada di masyarakat dimana anggotanya adalah petani yang menggunakan air sebagai sarana pengairan sawah mereka. P3A dibentuk untuk memfasilitasi dan mengatur
(27)
pembagian air bagi petani dimana pembentukannya berdasarkan pada luasan areal sawah dan di daerah irigasi setempat. P3A merupakan suatu lembaga formal yang dibentuk dalam rangka meningkatkan pemanfaatan air irigasi secara efisien. P3A ini ditetapkan dan dikembangkan oleh Pemerintah Daerah untuk mengelola serta memelihara jaringan irigasi berserta bangunannya.
Pengembangan P3A sangatlah diperlukan. P3A dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi penggunaan air pada tingkat usaha tani, mengelola pelaksanaan jadwal tanam dan pola tanam yang telah ditentukan oleh pemerintah, menyalurkan air secara merata serta menghilangkan konflik terkait pembagian air. Namun tidak sedikit pula lembaga P3A yang tidak berfungsi dilapangan. P3A yang kuat sulit dikembangkan di daerah yang basah atau daerah yang kelebihan air dibandingkan di daerah yang sering kekurangan air.
2.1.4. Budidaya Padi System of rice Intensification
System Of Rice Intensification (SRI) yaitu cara budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran dengan berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air (Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2010). Metode SRI pertama kali dikembangkan di Madagaskar pada tahun 1980 oleh Fr Henri de Laulanie, S.J. Kemudian pada tahun 1990 metode SRI di uji coba di wilayah Asia dengan hasil yang positif (Setiajie, et al., 2008). Di Indonesia gagasan SRI juga telah di uji coba dan diterapkan di beberapa Kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi serta Papua. Prinsip-prinsip budidaya padi SRI yaitu:
1. Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun 2 helai.
(28)
2. Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih jarang.
3. Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.
4. Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus).
5. Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari.
6. Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau)9.
Metode SRI mengedepankan pemberdayaan kerifan lokal yaitu dengan memanfaatkan serta mengelola kekuatan sumber daya alam di wilayah sekitar secara terpadu untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi secara berkelanjutan. Pada dasarnya konsep metode SRI adalah tanam benih muda dengan pola tanam tunggal (satu benih untuk satu lubang) dan menggunakan sistem irigasi berselang (terputus). Namun di masing-masing wilayah metode SRI yang diterapkan cukup bervariasi.
Tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Penggunaan input-input organik sangat ditekankan pada budidaya metode SRI sehingga dapat meningkatkan kesuburan lahan sawah. Dengan begitu produksi padi menjadi lebih tinggi. Melalui penerapan metode SRI diharapkan para petani memperoleh hasil panen 30 persen lebih banyak jika dibandingkan dengan metode konvensional.
9
Hanungekop, METODE SRI (System of Rice Intensification), [online] http://hanungekop.wordpress.com/metode-sri-system-of-rice-intensification/ [diakses 9 Mei 2011]
(29)
Dalam budidaya padi metode SRI pemberian air irigasi dilakukan secara terputus (intermitten) berdasarkan alternasi antara periode basah dan kering. Berbeda dengan metode konvensional, pemberian air irigasi dilakukan dengan cara digenangi. Untuk itu kebutuhan air pada metode SRI lebih sedikit dibandingkan metode konvensional. Dengan metode SRI, petani hanya memakai sekitar 50 persen kebutuhan air pada metode konvensional yang biasa menggenangi tanaman padi. Selain itu dengan kondisi tanah tidak tergenang akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah sehingga akar berkembang lebih besar. Dengan demikian akar dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi.
Keunggulan metode SRI dibandingkan metode konvensional :
1. Lebih hemat air. Pada metode SRI, selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air maksimal 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( Irigasi terputus).
2. Hemat waktu. Ditanam bibit muda 5 – 12 HSS (hari setelah semai), dan waktu panen akan lebih awal.
3. Produksi meningkat, di beberapa tempat bahkan dapat mencapai 11 ton/ha. 4. Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikro Organisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida10
Namun metode SRI juga memiliki beberapa kelemahan. Kekhawatiran terhadap risiko penurunan produksi menjadi kendala dalam menerapkan SRI.
10
Hanungekop, METODE SRI (System of Rice Intensification), [online] http://hanungekop.wordpress.com/metode-sri-system-of-rice-intensification/ [diakses 9 Mei 2011]
(30)
Hasil produksi padi dengan metode SRI memang pada awal musim tanam cenderung akan menurun. Dengan metode SRI, penggunaan pupuk sintetis diminimalisir atau bahkan dihilangkan dan diganti dengan mengggunakan pupuk organik. Untuk itu lahan sawah masih belum dapat “beradaptasi” sehingga produksi padi biasanya langsung menurun. Tetapi sebenarnya peningkatan produksi padi yang lebih tinggi akan dapat tercapai setelah beberapa musim tanam. Beberapa kendala lainnya yaitu :
1. Tidak adanya jaminan kerugian apabila petani mengalami penurunan produksi.
2. Anggapan air irigasi berlimpah dan murah sehingga tidak perlu dihemat. 3. Tidak adanya jaminan pasar untuk hasil produksi.
4. Harga jual Gabah Kering Panen (GKP) SRI sama dengan harga jual GKP konvensional.
5. Metode SRI tidak dapat diterapkan untuk semua jenis sawah, jika topografi datar, maka aliran air tidak akan lancar, jika posisi sawah di atas saluran air, maka metode pemberian air yg intermiten tidak dapat dilakukan.
6. Adanya inovasi tidak serta merta direspon baik oleh petani, sekalipun petani tersebut diberi pelatihan.
7. Kurang lengkapnya informasi mengenai metode SRI.
2.1.5. Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay)
Willingness to Pay atau kesediaan untuk membayar adalah jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi, 2006).
(31)
Dalam WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Menurut Hanley dan Spash dalam Fauzi (2006), penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survei dan secara tidak langsung (indirect method) yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi. Dalam penelitian ini, perhitungan WTP dilakukan secara langsung yaitu dengan melakukan survei langsung dari responden.
Menurut Hanley dan Spash dalam Fauzi (2006), dalam menentukan besarnya nilai WTP responden dapat dilakukan dengan teknik :
1. Teknik Tawar Menawar (Bidding Game)
Teknik ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden secara berulang-ulang apakah bersedia membayar / menerima sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal (starting point). Nilai tersebut kemudian bisa dinaikkan atau diturunkan sampai ke tingkat yang disepakati. Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai tertentu. Kelemahannya adalah nilai yang ditawarkan dapat memengaruhi nilai yang diberikan sehingga dapat hasilnya dapat bias. 2. Teknik Pertanyaan Terbuka (Open-Ended Question)
Teknik ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimal uang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa memengaruhi nilai yang
(32)
diberikan. Sementara kelemahan metode ini adalah kurangnya akurasi nilai yang diberikan dan terlalu besar variasinya.
3. Teknik Kartu Pembayaran (Payment Card)
Nilai diperoleh dengan menggunakan suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan untuk menerima dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang sesuai dengan preferensinya.
4. Teknik Pilihan Dikotomi (Close-Ended Referendum)
Teknik ini menawarkan responden jumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar / tidak sejumlah uang untuk memperoleh kualitas lingkungan tertentu atau apakah responden mau menerima / tidak sejumlah uang sebagai kompensasi atau diterimanya atas penurunan nilai kualitas lingkungan.
2.1.6. Identifikasi dan Seleksi Faktor-faktor yang Memengaruhi Willingness
to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi.
Seleksi faktor-faktor yang diduga memengaruhi Willingness to Pay (WTP) petani pemakai air terhadap pelayanan air irigasi mengambil dari penelitian Joewo (2003) dan Juanda et al. (2010). Faktor-faktor tersebut yaitu :
1. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir petani terhadap penilaian sumber daya alam sebagai barang publik. Variabel ini dianggap berpengaruh karena umumnya petani dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memahami nilai ekonomi dari sumberdaya yang semakin lama semakin terbatas jumlahnya dan menjadi barang ekonomi akibat kelangkaan yang terjadi.
(33)
Asumsinya adalah semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin besar pula WTP yang akan dibayarkan untuk iuran air irigasi.
2. Pendapatan
Pendapatan sangat memengaruhi kemauan petani dalam membayar iuran air irigasi. Asumsinya semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi nilai WTP petani atas iuran air irigasi.
3. Luas Lahan
Luas kepemilikan lahan sawah merupakan faktor penting dalam proses produksi. Kepemilikan lahan sawah yang sempit menjadi kurang efisien dibandingkan dengan lahan sawah yang lebih luas. Asumsinya semakin luas kepemilikan lahan sawah, maka kemauan petani membayar iuran air irigasi akan semakin meningkat. Petani yang memiliki lahan yang lebih luas, akan membutuhkan air irigasi yang lebih banyak pula. Sehingga petani rela membayar lebih untuk layanan irigasi yang lebih baik.
4. Pengalaman Bertani
Pengalaman bertani diduga berpengaruh positif terhadap kemauan membayar petani atas pelayanan air irigasi. Semakin lama pengalaman petani, semakin tinggi pula pembayaran atas iuran air irigasi. Umumnya petani yang telah lama menekuni usaha tani, tentu lebih memahami pentingnya air dalam usaha tani.
5. Pengalaman Budidaya Padi SRI
Pengalaman metode SRI diduga berpengaruh positif terhadap nilai WTP yang bersedia dibayarkan petani. Semakin lama pengalaman SRI, semakin tinggi nilai WTP yang bersedia dibayarkan. Budidaya padi SRI menggunakan sistem
(34)
irigasi berselang, sehingga pengaturan serta pendistribusian air yang baik sangat dibutuhkan. Untuk itu petani yang telah melakulan budidaya padi SRI lebih lama akan bersedia membayar iuran lebih tinggi.
6. Penilaian terhadap Pelayanan Air Irigasi
Asumsi yang berlaku adalah semakin baik penilaian petani akan pelayanan air irigasi maka semakin tinggi pula nilai WTP yang bersedia dibayarkan. Penilaian dimasukkan dalam kategori baik jika kondisi dan pengaturan irigasi baik serta volume kebutuhan air tercukupi serta debit air yang mengalir ke petani dapat mencukupi kebutuhan pada lahan sawahnya. Kondisi irigasi dinyatakan baik apabila kondisi jaringan irigasi tidak atau sedikit yang mengalami kerusakan. Pangaturan dinyatakan baik apabila distribusi lancar.
7. Status Lahan
Status lahan menjadi salah satu faktor yang sangat memengaruhi petani dalam mengambil keputusan dalam membayar iuran air. Asumsinya kemauan membayar iuran air irigasi semakin kecil apabila petani berstatus sebagai penggarap. Sedangkan apabila petani sebagai pemilik, kemauan membayar iuran air irigasi cenderung lebih tinggi.
2.1.7. Identifikasi Faktor-faktor yang Mendorong Petani untuk Menerapkan Budidaya Padi Metode SRI.
Menemukan suatu strategi yang tepat sangat diperlukan dalam upaya untuk mendorong petani agar bersedia untuk menerapkan metode SRI. Untuk merumuskan strategi tersebut, dapat melihat dari faktor-faktor yang diduga dapat mendorong petani untuk menerapkan metode SRI. Identifikasi faktor tersebut berdasarkan proposal penelitian Juanda et al. (2010). Faktor-faktor tersebut yaitu : 1. Adanya jaminan kerugian dari pemerintah.
(35)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil produksi padi metode SRI pada awal musim tanam cenderung menurun. Selain itu penanaman padi untuk setiap lubang hanya satu benih, sehingga meningkatkan risiko tanaman padi tidak ada yang tumbuh jika terserang hama. Hal tersebut meningkatkan peluang terjadinya penurunan produksi padi yang akan berakibat pada penurunan pendapatan. Kekhawatiran akan penurunan produksi padi membuat petani enggan untuk menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Untuk itu apabila ada ganti rugi dari pemerintah jika terjadi penurunan produksi, maka kemungkinan petani akan bersedia untuk menerapkan metode SRI. Semakin besar jaminan kerugian yang ditawarkan pemerintah, maka semakin luas lahan yang besedia petani terapkan metode SRI.
2. Adanya pembayaran air irigasi sesuai volume kebutuhan air.
Adanya anggapan air berlimpah dan murah, membuat petani tidak berinisiatif untuk lebih hemat dalam penggunaan air. Petani merasa tidak perlu menggunakan metode SRI dan memilih metode konvensional karena air banyak dan kadang tidak bayar. Fakta di lapangan menunjukan bahwa metose SRI hanya digunakan apabila ketersediaan air irigasi kurang (pada musim kemarau). Sedangkan jika air irigasi berlebih (pada musim hujan), petani lebih memilih metode konvensional, sehingga penerapan metode SRI sering tidak kontinu.
Oleh karena itu, apabila air irigasi diberi harga berdasarkan volume kebutuhan air, maka kemungkinan petani akan bersedia menerapkan metode SRI. Sumaryanto (2006) menjelaskan bahwa valuasi air irigasi berdasarkan volumetric pricing memang yang paling efektif. Namun dibutuhkan sarana serta kelembagaan yang memadai. Kebutuhan air irigasi pada metode SRI yaitu sebesar
(36)
3.566 m3 per hektar. Sedangkan pada metode konvensional kebutuhan air irigasi lebih tinggi yaitu sebesar 6.601 m3 per hektar. Dengan menetapkan biaya air sesuai volume kebutuhan air, maka biaya air untuk metode SRI akan lebih rendah dibandingkan biaya air metode konvensional.
3. Adanya informasi yang lengkap mengenai metode SRI.
Sebagian besar petani memang sudah mengetahui metode SRI secara umum. Tetapi tidak semuanya mengetahui serta memahami secara mendalam. Sebagian besar petani hanya mengetahui bahwa metode SRI dapat meningkatkan hasil produksi serta dapat meningkatkan kesuburan tanah. Namun sedikit yang mengetahui bahwa penerapan metode SRI pada awal musim tanam, hasil produksinya akan menurun. Karena merasa kecewa dengan hasil produksinya, petani tidak bersedia untuk mencobanya lagi. Padahal peningkatan produksi padi yang dijanjikan metose SRI akan terjadi setelah beberapa kali musim tanam. Hal ini diakibatkan tidak lengkapnya informasi tentang metode SRI yang diperoleh. Untuk itu penting bagi petani untuk memahami metode SRI secara lengkap.
2.1.8. Percobaan Ekonomi
Rancangan percobaan (Experimental Design) merupakan suatu metode pengumpulan data yang efektif dalam mengkaji hubungan sebab akibat antar peubah (Juanda, 2009).
Metode eksperimental ekonomi juga dapat digunakan untuk mengumpulkan data sampel metode percobaan (Aktif). Tujuan penerapan metode eksperimental ekonomi dalam penelitian ini adalah untuk melihat faktor apa saja yang dapat memengaruhi petani dalam keputusan penerapan metode SRI.
(37)
Teori “Induced Value”, yang dikembangkan oleh Smith (1976) dalam Juanda (2009) dipercaya menjadi suatu inovasi metodologi andalan yang mampu memberikan pengarahan kepada pelaksanaan eksperimen ekonomi terkendali. Ide dasar dari teori ini adalah bahwa penggunaan medium imbalan (reward medium) yang tepat memungkinkan seorang experimenter atau peneliti untuk memunculkan induce (karakteristik) pelaku ekonomi tertentu dan karakteristik bawaannya menjadi tidak berpengaruh lagi (irrelevant). Apabila karakteristik dasar pelaku ekonomi (eksperimental unit) sama atau homogen maka peneliti dapat melakukan percobaan karena prinsip dasar ”pengendalian lingkungan” sudah dilakukan.
Terdapat tiga persyaratan yang dianggap mencukupi untuk memunculkan karakteristik diatas yaitu
1. Monotonicity. Pelaku percobaan harus selalu menyukai imbalan yang lebih
besar,
2. Salience. Imbalan yang diterima pelaku tergantung dari tindakan mereka
(dan pelaku-pelaku lain) dalam percobaan sesuai aturan institusi yang mereka fahami
3. Dominance. Adanya dominasi kepentingan pelaku di dalam pelaksanaan
percobaan, yaitu mereka lebih mengutamakan imbalan dan mengabaikan hal-hal lain.
Kelebihan metode percobaan dibandingkan dengan metode survei (Juanda, 2009), antara lain:
1. Peneliti memiliki keleluasaan untuk melakukan pengawasan terhadap sumber-sumber keragaman data.
(38)
2. Dapat menciptakan jenis perlakuan yang diinginkan dan kemudian mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada responnya.
3. Telaahnya bersifat analitik, yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antar berbagai faktor.
Dalam Mattjik dan Sumertajaya (2006) disebutkan ada tiga prinsip dasar dalam perancangan percobaan, yaitu:
1. Ulangan, yang fungsinya untuk:
Menghasilkan nilai dugaan bagi galat (kekeliruan) percobaan.
Meningkatkan ketepatan percobaan dengan memperkecil simpangan baku nilai tengah percobaan.
Mengendalikan galat percobaan. 2. Pengacakan
Sebelum percobaan, pengalokasian subjek ke kelompok yang akan dicobakan dengan pengacakan (randomization). Dengan pengacakan ini, dapat dianggap bahwa subjek-subjek tersebut hanya berbeda karena faktor kebetulan dalam peubah yang dikaji. Tujuan pengacakan ini untuk mendapatkan dugaan tak bias bagi galat percobaan dan nilai tengah perlakuan.
3. Pengelompokkan (kontrol lingkungan)
Peneliti harus mengontrol faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi respon (outcome).Tujuan pengendalian lingkungan ini untuk mengurangi galat percobaan.
2.1.9 Rancangan Acak Kelompok
Rancangan Acak Kelompok adalah suatu rancangan acak yang dilakukan dengan pengelompokan satuan percobaan ke dalam grup-grup yang homogen
(39)
yang dinamakan kelompok yang kemudian ditentukan secara acak perlakuan di masing-masing kelompok. Tujuan dari pengelompokan ini adalah untuk membuat keragaman-keragaman satuan percobaan di dalam masing-masing kelompok sekecil mungkin sedangkan perbedaan antar kelompok sebesar mungkin (Setiawan, 2009).
Setiawan (2009) menjelaskan mengenai beberapa keuntungan RAK yaitu : 1. Lebih efisien dan akurat. Pengelompokan yang efektif akan menurunkan
Jumlah Kuadart Galat dan akan meningkatkan tingkat ketepatan.
2. Lebih fleksibel. Ualngan serta perlakuan dapat di tambah sesuai kebutuhan percobaan.
3. Penarikan kesimpulan lebih luas. Kerugian RAK diantaranya adalah :
1. Memerlukan asumsi tambahan untuk beberapa uji hipotesis. 2. Interaksi antar kelompok dan perlakuan sangat sulit.
3. Peningkatan ketepatan pengelompokan akan menurun dengan semakin meningkatnya jumlah satuan percobaan dalam kelompok.
2.2. Penelitian Terdahulu
Gusty (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui WTP masyarakat terhadap peningkatan pelayanan dan perbaikan aliran air dengan proyek WSLIC. Alat analisis yang digunakan adalah menggunakan data kuantitatif dengan dua pendekatan yaitu : (1) untuk mengetahui nilai WTP rata-rata dengan menggunakan rumus nilai tengah dan (2) untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam membayar iuran WSLIC untuk
(40)
peningkatan pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai rata-rata WTP yang diberikan pelanggan berbeda menurut kelompok pengguna. Untuk nilai WTP rata-rata kelompok pertama adalah sebesar Rp. 1000,00, nilai rata-rata kelompok kedua adalah sebesar Rp. 703,0303 dan nilai rata-rata kelompok ketiga sebesar Rp. 498,7273. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhinya adalah faktor tingkat pendapatan dan faktor kelompok masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC. Faktor-faktor lainnya yaitu umur ,tingkat pendidikan, penilaian masyarakat terhadap tingkat pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC, tingkat pengetahuan masyarakat mengenai iuran air , dan jumlah pemakaian air tidak berpengaruh.
Joewo (2003) meneliti mengenai kemauan dan kemampuan petani dalam membayar IPAIR serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Analisis data yang digunakan adalah analisis regeresi logit multinominal. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa penghasilan bersih merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kemauan petani dalam membayar IPAIR. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kemampuan petani dalam membayar IPAIR adalah jumlah pendapatan bersih petani dan presentase besarnya volume air yang terpenuhi.
Juanda, et al. (2010) meneliti mengenai nilai air irigasi melalui pendekatan shadow price dengan lokasi penelitian di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Selain itu, dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan tarif iuran air irigasi yang fair dengan menggunakan formula indeks pemakaian air. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa harga bayangan air (shadow price) irigasi berdasarkan optimasi memaksimalkan pendapatan petani di Kabupaten Cianjur sebesar Rp. 3,712/m3 (SRI) dan Rp. 1,125/m3 (konvensional). Sedangkan harga
(41)
bayangan air irigasi di Kabupaten Karawang sebesar Rp 1.138/m3 (konvensional) dan untuk metode SRI tidak terdapat harga bayangan. Kemudian berdasarkan formula indeks pemakaian air, tarif ipair yang fair di Kabupaten Cianjur berkisar antara Rp. 123.000 sampai Rp. 136.000 per hektar per musim tanam, sedangkan di Kabupaten Karawang berkisar antara Rp. 55.000 sampai Rp. 61.000 per hektar per musim tanam.
2.3. Kerangka Pemikiran
Sebagian besar sumber daya air dimanfaatkan untuk irigasi pertanian tanaman pangan. Air irigasi selama ini dianggap sebagai barang publik yang bersifat sosial sehingga penentuan harga air masih mengalami hambatan. Karena sumber daya air tidak memiliki nilai maka ada kecenderungan untuk menggunakannya secara berlebihan. Untuk itu perlu perlu adanya penelitian tentang nilai ekonomi mengenai air irigasi dengan menggunakan pendekatan Willingness to Pay (WTP). Pendekatan Willingness to Pay (WTP) mencerminkan keinginan membayar petani terhadap air irigasi. Penentuan kemauan membayar petani dalam membayar air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP petani digunakan analisis regresi linear berganda.
Budidaya padi metode SRI yang hemat air juga berperan dalam mendukung efisiensi air irigasi. Tidak hanya hemat air, metode SRI juga dapat meningkatkan produksi padi yang lebih tinggi serta dapat memperbaiki kualitas lingkungan. Tetapi penerapan SRI masih diterapkan pada lahan yang relatif terbatas. Masih banyak petani yang belum bersedia untuk menerapkan metode
(42)
SRI. Adanya risiko kerugian, adanya anggapan air murah dan berlimpah sehingga tidak perlu dihemat serta tidak lengkapnya informasi mengenai metode SRI menjadi beberapa pemicu diantaranya. Untuk memahami lebih jauh fenomena tersebut, dilakukan percobaan ekonomi yang bertujuan untuk melihat keputusan petani dalam menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Dari hasil percobaan ekonomi, dapat dirumuskan suatu strategi yang tepat agar petani bersedia menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya.
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Pola Tanam at A Hem ir : Budidaya Padi SRI
Kendala Budidaya SRI: • Khawatir merugi
• Anggapan air murah dan berlimpah
• Minimnya informasi mengenai metode SRI
Ekonomi Eksperimental Penilaian ekonomi :
Penentuan harga air irigasi
Pendekatan Willingness to pay
(WTP)
Air sebagai barang publik : Penggunaan air
tidak efisien 80% air
untuk irigasi
Efisiensi air irigasi
Estimasi nilai WTP dan Faktor‐faktor yang memengaruhinya
Rumusan strategi yang mendorong penerapan
(43)
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah untuk penelitian dapat dikembangkan hipotesis penelitian, yaitu:
1. Pilihan petani dalam membayar iuran air irigasi diduga akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman usaha tani, pengalaman budidaya padi metode SRI, penilaian terhadap pelayanan irigasi dan status lahan.
2. Diduga petani akan menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya apabila adanya jaminan kerugian dari pemerintah, apabila air irigasi diberi harga (ada biaya air sesuai volume kebutuhan air) serta apabila petani mengetahui proyeksi produksi padi metode SRI setiap musim tanam.
(44)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan didaerah aliran sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat yakni wilayah hulu dan wilayah hilir DAS Citarum. Lokasi penelitian ditekankan pada wilayah sentra pertanian khususnya berbasis tanaman pangan yaitu padi. Oleh karena itu wilayah hulu diwakili oleh Kabupaten Cianjur sedangkan wilayah hilir diwakili oleh Kabupaten Karawang. Penelitian terkait metode SRI dengan menggunakan simulasi percobaan ekonomi dilakukan di Ruang Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD), Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga, Bogor pada tanggal 4 dan 5 Agustus 2011.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Untuk penelitian mengenai analisis Wiillingness to Pay dan
faktor-faktor yang memengaruhinya mengacu pada data hasil penelitian Juanda, et al.
(2010) yang berjudul Rancang Bangun Sistem Insentif Untuk Peningkatan Pendapatan Petani, Efisiensi Penggunaan Air Dan Ketahanan Pangan Nasional. Data primer tersebut bersumber dari petani pengguna air irigasi anggota P3A yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Selain itu data primer juga ada yang dihasilkan dari percobaan ekonomi. Data sekunder diperoleh dari instansi pengelola sumber daya air maupun instansi lain yang terkait serta literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.
(45)
3.3. Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah petani pemakai air yang berada di sekitar Daerah Irigasi (DI) Cihea dan Ciraden Leuwi Leungsir (Kabupaten Cianjur) serta di sekitar Saluran Sekunder Telagasari (Kabupaten Karawang). Responden yang digunakan sebagai sampel ialah sebanyak 29 petani di Kabupaten Cianjur dan 18 petani di Kabupaten Karawang. Responden dipilih
secara purposive dengan metode snowball sampling. Purposive sampling
merupakan penarikan contoh berdasar beberapa pertimbangan dan tujuan tertentu (Juanda, 2009). Metode tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan banyaknya variasi penerapan budidaya padi seperti penerapan metode SRI dan variasinya.
Metode snowball sampling dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang
populasi penelitiannya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengetahui satu atau dua orang Ketua Kelompok Tani di kedua kabupaten. Untuk itu peneliti meminta kepada Ketua Kelompok Tani (sampel pertama) untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel (anggota kelompok tani).
(46)
Tabel 3.1. Variasi Penerapan Budidaya Padi
No Variasi metode
budidaya padi Pupuk organik Pestisida organik Penerapan air Tanam tunggal keterangan
1. SRI murni 1 v v v v Pupuk dan
pestisida buatan sendiri
2. SRI murni 2 v v v v Pupuk dan
pestisida pabrikan
3. SRI tanpa
tanam tunggal
v v v -
4. SRI campuran
1
½ ½ - v
5. SRI campuran
2
½ ½ - -
6. Konvensional - - - -
Keterangan tanda :
v : menerapkan secara penuh
½ : menerapkan sebagian
- : tidak menerapkan
Sumber : Laporan Akhir: Rancang Bangun Sistem Insentif Untuk Peningkatan Pendapatan Petani, Efisiensi Penggunaan Air Dan Ketahanan Pangan Nasional, 2010.
3.4. Rancangan Percobaan
Percobaan ekonomi pada penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu strategi yang tepat agar petani mau menerapkan metode SRI dalam budidaya padinya. Untuk itu dalam simulasi ini, dikombinasikan dengan tiga faktor yang diduga memengaruhi keputusan petani dalam menerapkan metode SRI pada usaha taninya. Ketiga faktor tersebut yaitu :
1. Faktor pertama adalah adanya penggantian kerugian dari pemerintah jika
terjadi penurunan produksi pada saat menggunakan metode SRI. Dalam simulasi, ganti rugi yang diterima berdasarkan besarnya penurunan keuntungan yang diperoleh apabila menerapkan metode SRI. Ada lima skenario yaitu pergantian sebesar 25%, 50%, 75%, 100% dan tidak ada
(47)
ganti rugi. Semakin besar persentase pergantian (ganti rugi) dari pemerintah, semakin besar luas lahan yang bersedia diterapkan metode SRI. Hal ini disebabkan hasil produksi padi yang menggunakan metode SRI pada awal musim tanam kemungkinan besar akan menurun. Kekhawatiran ini membuat petani tidak berminat mengganti pola tanam padinya. Untuk itu adanya pergantian dari pemerintah, membuat petani merasa aman dan mau menerapkan SRI pada lahan sawahnya.
2. Faktor kedua adanya pembayaran air irigasi. Biaya air irigasi diduga akan
memengaruhi petani dalam menerapkan metode SRI. Dalam simulasi penelitian ini, biaya air irigasi berdasarkan volume kebutuhan air. Skenario terkait biaya air irigasi ini dibagi dua, yaitu bayar dan tidak bayar.
3. Faktor ketiga terkait dengan informasi yang diperoleh responden mengenai
produktivitas metode SRI. Skenario dibagi 2 yaitu responden mengetahui informasi lengkap dan tidak lengkap. Pada responden yang mengetahui informasi lengkap diberikan informasi mengenai proyeksi produksi padi kedua metode (SRI dan konvensional) dari musim pertama hingga musim kelima. Sedangkan pada responden yang mendapat informasi tidak lengkap, tidak diberikan informasi proyeksi produksi. Diduga responden yang mengetahui proyeksi produksi cenderung mau menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya.
Percobaan ekonomi dalam penelitian ini melibatkan 20 orang mahasiswa sebagai responden pelaku percobaan. Seluruh responden berperan sebagai seorang petani. Kemudian responden diminta untuk menuliskan berapa luas lahan yang ingin diterapkan metode SRI. Percobaan ekonomi dalam penelitian ini melibatkan
(48)
20 kombinasi perlakuan yang berbeda didasarkan pada ketiga faktor yang telah disebutkan. Setiap perlakuan diamati sebanyak tiga periode percobaan. Perlakuan tersebut adalah :
1. Responden mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi dari
pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
2. Responden mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi dari
pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
3. Responden mengetahui informasi secara lengkap , adanya ganti rugi 25 %
dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
4. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 25 %
dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
5. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 50 %
dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
6. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 50 %
dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
7. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 75 %
dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air) .
(49)
8. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 75 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
9. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 100
% dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
10. Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 100
% dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
11. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi
dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
12. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi
dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
13. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap , adanya ganti rugi
25 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
14. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi
25 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
15. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi
50 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
(50)
16. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 50 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
17. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi
75 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air) .
18. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi
75 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
19. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi
100 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
20. Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi
100 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
3.5. Metode Analisis
3.5.1. Nilai Willingness to Pay (WTP) Rata-rata Petani Pemakai Air
Dalam penelitian ini, perhitungan WTP dilakukan secara langsung yaitu dengan melakukan survei langsung dari responden. Penentuan besarnya nilai
WTP responden dilakukan dengan Teknik Tawar Menawar (Bidding Game).
Teknik dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden secara berulang-ulang apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai
(51)
x
Dalam mencari nilai rata-rata dari contoh atau sampel dapat menggunakan rumus (Elfa, 2009) :
x ∑ i
n
Keterangan:
x = nilai tengah contoh
xi = nilai sampel atau contoh ke i
n = banyaknya sampel atau contoh
3.5.2. Analisis Willingness to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi
Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kemauan membayar petani atas pelayanan air irigasi digunakan model ekonometrika sebagai berikut :
WTP = 0 + 1PDKNi + 2PDTNi + 3LLi + 4PTNi + 5PSRIi + 6 DPLYNi +
7DSTSL + ei
Keterangan:
WTP = WTP petani pemakai air (Rp/org/MT)
0 = Konstanta
1, 2,… 7 = Koefisien Regresi
PDKNi = Tingkat pendidikan responden petani ke-i (SD = 6 ; SLTP = 9 ;
SLTA = 12)
PDTNi = Pendapatan responden petani ke-i (Rp/org/MT)
LLi = Luas lahan responden petani ke-i (m2)
PTNi = Pengalaman bertani responden petani ke-i (tahun)
PSRIi = Pengalaman SRI responden petani ke-i (MT)
DPLYNi = Penilaian terhadap pelayanan irigasi responden petani ke-i.
(52)
DSTSLi = Status lahan responden petani ke-i ( milik sendiri = 1 ; sewa = 0 )
i = Responden ke-i
e = Galat
Pengujian hipotesis regresi berganda dari hasil print out komputer dapat
dilakukan dengan cara:
1. Dengan melihat thitung atau Fhitung dan dibandingkan dengan nilai T dan F.
jika thitung atau Fhitung lebih besar daripada t atau F maka keputusannya
adalah menolak hipotesis nol (H0). Sebaliknya jika thitung atau Fhitung lebih
kecil daripada t atau F maka keputusannya adalah menerima hipotesis nol
(H0).
2. Dengan menggunakan nilai signifikan (nilai-P) lebih kecil daripada taraf
signifikan yang disyaratkan maka H0 ditolak dan jika nilai-P lebih besar
daripada taraf signifikansi yang disyaratkan maka H0 diterima.
3.5.3. Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Model rancangan percobaan ekonomi dalam penelitian ini tergolong dalam Rancangan Acak Kelompok. Percobaan dalam penelitian ini melihat pengaruh tiga faktor, yaitu jaminan ganti rugi, pembayaran air, dan informasi untuk itu rancangan percobaan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Tiga Faktor.
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Yijk = µ + αi + βj + γk +λp + αβij + αγik + βγjk + αβγijk +εijk
Keterangan :
(53)
µ = rataan umum
αi = pengaruh ganti rugi ke-i
βj = pengaruh pembayaran ke-j
γk = pengaruh informasi ke-k
λp = pengaruh kelompok ke-p
αβij = pengaruh interaksi ganti rugi ke-i dan pembayaran ke-j
αγik = pengaruh interaksi ganti rugi ke-i dan informasi ke-k
βγjk = pengaruh interaksi pembayaran ke-j dan informasi ke-k
αβγijk = pengaruh interaksi ganti rugi ke-i, pembayaran ke-j, dan informasi ke-k
εijk = pengaruh dari komponen acak perlakuan
i = 1, 2, 3, 4, 5
j = 1, 2
k = 1, 2
p = 1, 2, 3
Metode analisis yang digunakan untuk rancangan percobaan adalah dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Sebelum analisis ragam, dilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi. Ada tiga asumsi yang harus dipenuhi, antara lain kenormalan, kebebasan, dan kehomogenan.
1. Galat percobaan saling bebas. Ini berarti tidak ada korelasi antar galat.
2. Galat percobaan menyebar normal. Galat harus menyebar normal karena
uji yang digunakan adalah uji-F.
(54)
mal ada satu 1 dimana αi ≠ 0
2. ruh terhadap respon yang diamati)
(informasi tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati)
espon)
sang ganti rugi dan pembayaran
(interaksi ganti rugi dan informasi tidak berpengaruh
ada sepasang ganti rugi dan informasi
interaksi pembayaran dan informasi tidak berpengaruh
a sepasang pembayaran dan informasi
(interaksi ganti rugi, pembayaran, dan informasi tidak Apabila data yang diolah tidak memenuhi asumsi-asumsi ANOVA tersebut maka data harus ditransformasikan dan kembali diuji dengan ANOVA. Adapun hipotesis yang akan diuji dari percobaan di atas adalah sebagai berikut :
1. H0 : αi = 0 (ganti rugi tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati)
H1 : Mini
H0 : j = 0 (pembayaran tidak berpenga
H1 : Minimal ada satu 1 dimana j≠ 0
3. H0 : k = 0
H1 : Minimal ada satu 1 dimana k≠ 0
4. H0 : (α )ij =0 (interaksi ganti rugi dan pembayaran tidak berpengaruh
terhadap r
H1 : (α )ij = 1 (minimal ada sepa
berpengaruh terhadap respon).
5. H0 : (α )ik = 0
terhadap respon)
H1 : (α )ik = 1 (minimal
berpengaruh terhadap respon).
6. H0 : ( )jk = 0 (
terhadap respon).
H1 : ( )jk = 1 (minimal ad
berpengaruh terhadap respon).
7. H0 : (α )ijk = 0
(55)
8.
mal ada satu 1 dimana ρl≠ 0
percob dian disusun prosedurnya (instruksi
cobaan Ekonomi
. Peserta terdiri dari 20 orang.
bar keputusan.
aca dan memahami intruksi percobaan yang secara rinci
elah ditentukan kondisi awalnya.
nnya. pa petak lahan yang ingin
anam
H1 : (α )ijk = 1 (minimal ada sepasang (i,j,k) berpengaruh terhadap
respon).
H0 : ρl = 0 (periode tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati).
H1 : Mini
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dari perancangan aan. Rancangan percobaan dibuat kemu
percobaan). Setelah itu percobaan ekonomi siap dilakukan dengan melibatkan 20 mahasiswa. Hasil percobaan ekonomi selanjutnya di analisis dengan analisis ragam (ANOVA).
3.6. Prosedur Per
1
2. Peserta diberikan instruksi percobaan dan lem
3. Peserta terlebih dahulu memb
diberikan oleh peneliti. Peneliti juga menjelaskan intruksi untuk membantu peserta yang masih kurang jelas.
4. Percobaan terdiri dari 20 perlakuan dengan 3 kali ulangan setiap
perlakuannya.
5. Pada percobaan ini, peserta berperan sebagai seorang petani.
6. Setiap peserta t
7. Setiap peserta diberikan perlakuan yang berbeda setiap ulanga
8. Peserta kemudian diminta untuk menuliskan bera
(56)
mnya.
diberikan kepada peneliti.
i kelima. Keputusan tersebut dipengaruhi oleh kombinasi faktor sesuai dengan perlakuan yang didapat.
9. Peserta kemudian menghitung total produksi serta total keuntungan bersih
yang diperoleh setiap musim tana
10. Setelah semua terisi, selanjutnya peserta masuk pada ulangan berikutnya.
11. Pada akhir percobaan, lembar keputusan
12. Kompensasi yang didapat masing-masing peserta akan dihitung penelit
(57)
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian ditentukan berdasarkan karakteristik lokasi yaitu wilayah hulu DAS Citarum dan wilayah hilir aliran sungai. Lokasi penelitian ditekankan pada wilayah sentra pertanian tanaman padi. Wilayah hulu diwakili oleh Kabupaten Cianjur sedangkan wilayah hilir diwakili Kabupaten Karawang. Luas DAS Citarum yaitu 6.614 km² dengan panjang 269 km, berasal dari Mata Air Gunung Wayang.
4.1.1. Kabupaten Cianjur
Kabupaten Cianjur yang memiliki luas daerah 350.148 hektar dengan luas tanah sawah 62.894 hektar dan tanah darat 287.254 hektar. Pekerjaan penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian sebanyak 62,99 persen. Lokasi penelitian di Kabupaten Cianjur mengambil Daerah Irigasi (DI) Cihea dan Daerah irigasi Ciraden Leuwi Leungsir sebagai sampel penelitian. Daerah irigasi Cihea memiliki luas 5.484 hektar dan pembinaannya masih dilakukan oleh pemerintah pusat. Sistem pembagian airnya dibagi menjadi tiga golongan, golongan I seluas 1.863 hektar, golongan II seluas 1.852 hektar dan golongan III seluas 1.769 hektar. Pembagian tersebut dimaksudkan untuk membuat klasifikasi dalam pergiliran pelaksanaan pola tanam sesuai dengan SK Bupati Cianjur tentang Pola Tanam di Kabupaten Cianjur.
Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Leungsir merupakan daerah irigasi teknis, yang lokasi bendungannya berada di kampung Jogja Desa Majalaya Kecamatan Cikalong Kulon, Kabupaten Cianjur. DI Ciraden/Leuwi Leungsir memiliki 2 saluran induk dan 2 saluran sekunder serta berada di bagian hilir sumber air
(58)
sungai Cikundul. Sedangkan Kecamatan Cikalong kulon sendiri luas daerahnya 126,02 km2 dengan luas tanah sawah mencapai 4.683 hektar. DI Ciraden Leuwi Leungsir mengairi sawah seluas 809 hektar yang meliputi 8 wilayah desa yaitu :
Tabel 4.1. Nama Desa dan Luas Areal Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Leungsir
No Desa Luas Areal (Ha)
1 Desa Padajaya 26
2 Desa Cinangsi 35
3 Desa Cinangsi 100
4 Desa Mekargalih 158
5 Desa Sukagalih 188
6 Desa Lembahsari 73
7 Desa Warudoyong 134
8 Desa Gudang 95
Total Luas Areal 809
Sumber : Bappeda Kabupaten Cianjur, 2009 B.
Sumber air Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Lengsir adalah sungai Cikundul dengan posisi bendung hilir dengan ketersediaan air sampai saat ini masih cukup untuk MT I dan MT II sedangkan MT III ada jadwal gilir giring dengan debit air 1744 liter/detik yang sebelumnya sekitar kurang lebih 2500 liter/detik. Sumber utama sungai Cikundul adalah Gunung Gede dengan posisi daerah irigasi dari hulu sampai hilir yaitu DI Cinangka - DI Cisalak Batusahulu, DI Leuwi Bokor, DI Ciraden Leuwi Lengsir. Adapun alokasi air DI Ciraden Leuwi Leungsir 80 persen digunakan untuk pertanian dan 20 persen untuk kolam dan lain-lain.
4.1.2. Kabupaten Karawang
Luas lahan di Kabupaten Karawang adalah 175.327 hektar terdiri dari lahan sawah 97.529 hektar dan kahan kering/darat 77.798 hektar. Luas tersebut merupakan 3,73 persen dari luas Provinsi Jawa Barat. Dari luas Kabupaten
(59)
Karawang, sebesar 55 persen di antaranya berbentuk pesawahan yang memasok 23 persen pengadaan beras di Jawa Barat.
Lokasi sebagai sampel penelitian di Kabupaten Karawang berada di Saluran Sekunder (SS) Telagasari. SS Telagasari termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Telagasari. Kecamatan Telagasari sendiri memiliki luas wilayah yaitu 4.368 hektar yang terdiri dari 443 hektar tanah darat dan 3.925 hektar tanah sawah. Komposisi jumlah penduduk Kecamatan Telagasari sebanyak 64.289 jiwa terdiri dari laki - laki sebanyak 32.368 jiwa dan perempuan sebanyak 31.921 jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 19.203 KK.
Saluran Sekunder Telagasari mengairi sawah di Kecamatan Telagasari seluas 1.782,5 hektar yang meliputi 7 desa yaitu :
Tabel 4.2. Nama Desa Yang Diairi Oleh Saluran Sekunder Telagasari
No Desa Luas Areal (Ha)
1 Talagasari 138
2 Pasirtalaga 168
3 Pasirmukti 300
4 Pasirkamuning 286
5 Kalibuaya 430
6 Talagamulya 196
7 Cariumulya 264
Total Luas Areal 1782
Sumber : Pemerintah Kabupaten Karawang, 2011
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah Penelitian 4.2.1. Kabupaten Cianjur
Mata pencaharian masyarakat baik di DI Ciraden Leuwi Leungsir maupun DI Cihea mayoritas sebagai petani. Ada pula yang menjadi pegawai pemerintah, pedagang, buruh dan guru. Untuk status kepemilikan lahan, sebagian besar petani
(60)
di DI Cihea sebagai penggarap yaitu sebesar 65 persen dari total lahan garapan. Sedangkan petani di DI Ciraden mayoritas sebagai pemilik penggarap yaitu sebesar 70 persen.
Tingkat pendidikan masyarakat di kedua daerah irigasi pada umumnya masih rendah. Mayoritas berpendidikan Sekolah Dasar. Ada pula yang sama sekali tidak bersekolah. Persentase masyarakat DI Cihea yang menamatkan hingga perguruan tinggi hanya 5 persen. Minimnya pendidkan yang diperoleh masyarakat di kedua daerah irigasi disebabkan mahalnya biaya pendidikan serta kurangnya sarana yang mendukung.
4.2.2. Kabupaten Karawang
Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang menjadi gudang beras nasional. Oleh karena itu sangat wajar beberapa desa di kabupaten ini merupakan penghasil beras. Pada tahun 2009 produksi padi mengalami peningkatan sebesar 5,20 kw/hektar. Dengan demikian peningkatan produksi padi sawah yang tercapai adalah 108.326 ton GKP atau 8,71 persen dari 1.244.070 ton GKP pada tahun 2008 menjadi 1.352.396 ton GKP pada tahun 2009.
Catatan rata-rata curah hujan di Kabupaten Karawang selama tahun 2005 mencapai 2.534 mm dengan rata-rata curah hujan per bulan sebesar 127 mm. Pada tahun 2004 rata-rata curah hujan sebesar 1.677 mm dengan rata-rata curah hujan per bulannya mencapai 104 mm. Pada tahun 2005 rata-rata curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Tegalwaru yaitu mencapai 318 mm per bulan, dan yang terendah terjadi di Kecamatan Telagasari yaitu hanya 51 mm.
(61)
Prasarana sumberdaya air yang ada di Kabupaten Karawang berupa saluran-saluran irigasi teknis yang berfungsi menunjang kegiatan pertanian lahan sawah sebagai kegiatan penduduk yang dominan. Saluran induk yang ada terdiri dari :
• Saluran Induk Tarum Utara • Saluran Induk Tarum Tengah • Saluran Induk Tarum Barat
Pengairan untuk sawah di Kabupaten Karawang terbagi dua yaitu : 1. Daerah pengairan Jatiluhur, meliputi areal sawah seluas 101.951 hektar 2. Di luar daerah pengairan Jatiluhur meliputi areal sawah seluas 1.950
hektar
Sistem pengairan yang ada dibagi lagi menurut golongan dan pemberian debit airnya. Selain itu diatur pula menurut musim tanam dan umur tanaman padi sehingga secara keseluruhan terdapat 5 (lima) daerah irigasi yang meliputi beberapa saluran sekunder (SS). Sekitar 82 persen saluran irigasi teknis di Kabupaten Karawang dinyatakan rusak. Penyebabnya antara lain sedimentasi pada saluran air, munculnya tanaman-tanaman pengganggu, penyadapan air, dan pencurian pipa dam dengan merusak saluran irigasi.
4.3. Penetapan Iuran Air Irigasi Wilayah Penelitian
Iuran air irigasi di kedua wilayah penelitian sudah tidak diberlakukan. Namun sebelumnya di Kabupaten Cianjur penetapan iuran air irigasi rata-rata sebesar Rp. 107.143 per hektar per musim tanam. Sedangkan di Kabupaten Karawang sebelumnya menetapkan iuran air irigasi sebesar Rp. 15.000 per hektar
(62)
per tahun. Tetapi pemberlakuan iuran air irigasi sering tidak berjalan lancar. Terkadang petani tidak mau membayar iuran irigasi dengan alasan harga input pertanian semakin mahal. Selain itu pembayaran iuran air bergantung dari hasil panen yang diperoleh.
4.5. Pengembangan Sistem Budidaya Padi 4.5.1. Kabupaten Cianjur
Pengembangan sistem budidaya padi di Kabupaten Cianjur umumnya masih mengunakan metode konvensional. Namun sejak tahun 2006 mulai berkembang inovasi budidaya padi yaitu budidaya padi metode SRI (system of rice intensification). Penerapan budidaya padi metode SRI di lapang sangat bervariasi terkait resiko petani dalam penerapan suatu inovasi. Beberapa variasi yang dilakukan adalah penerapan metode SRI menggunakan pupuk campuran organik/kompos dengan anorganik, penggunaan pupuk organik buatan sendiri atau pabrikan, aplikasi pemberantasan OPT menggunakan pestisida nabati atau tetap menggunakan pestisida kimia. Petani di Kabupaten Cianjur umumnya membuat sendiri pupuk organik dari bahan-bahan dan limbah alam disekitarnya (misalnya : kotoran domba, sapi dan itik peliharaan serta tanaman hijauan disekitarnya).
4.5.2. Kabupaten Karawang
Penerapan budidaya padi metode SRI di Kabupaten Karawang bertujuan terutama untuk memperbaiki struktur tanah. Hal ini disebabkan tanah di Kabupaten Karawang secara umum bertekstur lengket dan kering yang menandakan bahan organik (BO) rendah. Namun upaya penerapan metode SRI sulit diterima atau dilakukan oleh petani. Hal ini terutama disebabkan sebagian besar petani sulit untuk mengubah perilaku serta enggan mencoba sesuatu yang
(63)
baru. Namun demikian, petani tetap berusaha memanfaatkan bahan-bahan disekitarnya untuk membuat kompos dengan memanfaatkan kotoran hewan (ayam), jerami sisa panen, arang sekam dan sebagainya.
Dalam upaya untuk membasmi hama padi melalui metode SRI di Kabupaten Karawang yaitu wereng, tikus, hama penggerek batang dan keong mas menggunakan pestisida nabati dan cara alamiah. Salah satunya adalah dengan menggunakan bawang putih dan dicampur sereh yang kemudian difermentasikan. Selain itu pembasmian hama seperti tikus dilakukan dengan membuat alat penembak tikus.
(1)
metode tersebut. Pada musim tanam pertama, lahan yang diterapkan metode SRI produksi padinya akan menurun. Namun setelah beberapa musim tanam, produksi padi akan menjadi lebih tinggi dibandingkan bila menggunakan metode konvensional.
Secara garis besar, keunggulan metode SRI dibandingkan dengan metode konvensional :
1. Hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( Irigasi terputus)
2. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 - 12 hst (hari setelah tanam), dan waktu panen akan lebih awal
3. Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha
4. Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikro-organisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida.
Namun keunggulan SRI belum mampu mendorong petani untuk menerapkan SRI pada lahan sawahnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
1. Pada awal musim tanam penerapan SRI, produksi padi merurun, sehingga petani khawatir jika produksinya turun akan mengurangi pendapatan. Peningkatan produksi baru terjadi setelah 3 sampai 4 musim tanam.
2. Air melimpah, sehingga tidak perlu dihemat-hemat. Untuk itu biasanya SRI hanya diterapkan pada musim kemarau saja.
3. Tidak ada jaminan pasar untuk hasil produksi. Harga gabah SRI sama dengan harga gabah konvensional.
4. Risiko besar untuk tanam tunggal. Karena 1 lubang 1 tanaman, petani khawatir bila tanaman mati.
5. Risiko terserang hama semakin besar.
Untuk itu percobaan kali ini bertujuan untuk melihat berapa luas lahan pertanian yang bersedia diterapkan metode SRI yang dikombinasikan dengan berbagai faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan SRI pada lahan sawahnya.
Instruksi :
• Anda berperan sebagai pemilik lahan sawah.
• Anda memiliki 10 petak lahan sawah dengan luas masing-masing 1000 m2. Sehingga total lahan yang anda miliki yaitu 10.000 m2 = 1 hektar.
(2)
• Lahan yang anda miliki sama sekali belum pernah diterapkan budidaya padi dengan metode SRI (seluruh lahan sebelumnya memakai metode konvensional).
• Anda diminta untuk menuliskan berapa petak lahan yang bersedia anda terapkan metode SRI dengan kombinasi faktor-faktor yang akan di uji coba. Anda menulisnya pada lembar keputusan yang telah disediakan.
• Metode SRI yang akan diterapkan ialah SRI murni. Artinya seluruh kegiatan budidaya padi sesuai dengan metode SRI.
1. Irigasi terputus macak-macak atau genangan dangkal (± 2 cm) sampai retak rambut
2. Tanam benih muda (10 hari setelah semai) dan satu lubang satu 3. Jarak tanam lebar 30 cm x 30 cm, 40 cm x 40 cm
4. Penggunaan pupuk organik (kompos)
5. Penyiangan minimal empat kali pada umur tanaman 10, 20, 30 dan 40 Hari Setelah Tanam (HST)
6. Pengendalian hama terpadu (dengan menggunakan pestisida nabati dan musuh alami)
• Musim tanam yang disimulasikan dimulai dari musim tanam pertama hingga musim tanam kelima. Asumsinya setiap musim tanam tidak ada yang mengalami gagal panen. Produktivitas lahan sawah setiap musim akan selalu maksimal.
• Sebagai pemilik lahan sawah, anda bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan dengan memaksimalkan produksi padi.
• Anda akan diberikan 3 lembar keputusan (dalam amplop) dan lembar instruksi, serta lembar infromasi.
• Terdapat tabel kosong pada lembar keputusan. Mulai dari petak 1 hingga petak 10 dan dari musim ke 1 hingga musim ke 5. Kemudian isi kotak tersebut dengan ketentuan : tulis huruf S apabila petak tersebut ingin diterapkan metode SRI. Dan tulis huruf K apabila petak tersebut ingin diterapkan metode konvensional.
• Asumsinya anda bebas memilih metode SRI atau konvensional. Tidak harus sama pada setiap petak atau pada setiap musim tanam.
(3)
• Percobaan dimulai pada musim tanam ke 1. Setelah semua petak terisi pada musim tanam ke 1, anda akan diberi tahu oleh peneliti tentang total produksi dan keuntungan bersih yang anda peroleh. Kemudian informasi mengenai total produksi dan keuntungan bersih ditulis di kolom yang disediakan. Hal ini bertujuan sebagai acuan dalam memutuskan metode yang akan dipilih pada musim tanam selanjutnya. Setelah itu barulah anda mengisi petak musim tanam ke 2. Demikian seterusnya.
Petak 1
Petak 2
Petak 3
Petak 4
Petak 5
Petak ...
Petak 10
Total Produk
si
Total π (RP)
Total π Bersih (RP) MT
1 S1 K S1 S1 K .... K
MT 2
K S1 K S2 K ....
MT 3 MT
4 MT
5 Total
• Anda dilarang saling menukar informasi dan berdiskusi serta memperlihatkan lembar keputusan kepada peserta lain.
Petak MT
• Keputusan Anda dalam percobaan ini akan menentukan besarnya kompensasi yang akan Anda terima di akhir percobaan.
(4)
Lembar Informasi
• Fungsi Laba
π = TR –TC
= {P.(KgnX)} – TC(X) Ket:
π = Keuntungan per ha (Rp)
TR = Total Penerimaan per ha (Rp)
TC = Total Pengeluaran (biaya saprodi dan tenaga kerja ) per ha (Rp) P = Harga padi dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) per ha (Rp) kg = Jumlah produksi padi per ha (kg)
X = luas lahan (ha) n = musim tanam ke –n
• Fungsi laba setiap pola tanam
π konvensional = {P. (KgnX)} – TCkonvensional(X) πSRI = {P. (KgnX)} – TCSRI(X)
Dengan asumsi harga padi dalam bentuk GKP dan luas lahan tetap, maka untuk memperoleh keuntungan maksimal, Anda harus memaksimumkan produksi padi dengan memilih metode tanam yg mampu memberikan hasil produksi padi yang tinggi. Selain itu, Anda juga harus meminimumkan total pengeluaran produksi
padi Anda dengan mempertimbangkan metode tanam yang memiliki total
pengeluaran lebih kecil.
Pola tanam Harga padi dalam GKP
Total pengeluaran per petak (tidak ada/ tanpa
biaya air)
Total Pengeluaran per petak (ada /termasuk
biaya air) Konvensional Rp. 3700 Rp. 511.095 Rp. 532.132
SRI Rp. 3700 Rp. 699.771 Rp. 738.715
Metode Penggunaan air (m3/petak)
Harga Air (Rp/m3)
Harga air per petak (Rp)
SRI 356,57 59 21.037,63
(5)
Produksi (Kg)
π per petak Bayar (Rp)
π per petak Tidak Bayar (Rp)
SRI 1 580 1.407.285 1.446.229
SRI 2 679 1.773.585 1.812.529
SRI 3 778 2.139.885 2.178.829
SRI 4 877 2.506.185 2.545.129
SRI 5 976 2.872.485 2.911.429
Konven 610 1.724.868 1.745.906
(6)
Lampiran 7. Lembar Keputusan
Petak 1
Petak 2
Petak 3
Petak 4
Petak 5
Petak 6
Petak 7
Petak 8
Petak 9
Petak 10
Total Prod (Kg)
Total π (RP)
MT 1
MT 2
MT 3
MT 4
MT 5
Total
Nama / No :
Ulangan : Perlakuan :