Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 46
Dibandingkan dengan pola inflasi nasional secara bulanan, pola inflasi bulanan kota Palembang memiliki tendensi pergerakan yang hampir sama dengan tingkat inflasi kota
Palembang yang selalu lebih tinggi kecuali pada bulan Januari dan Februari. Kenaikan harga kedelai yang terjadi sekitar bulan Januari-Februari sangat berpengaruh dalam menyumbang
inflasi secara nasional sehingga menyebabkan inflasi nasional lebih tinggi dari inflasi kota Palembang.
Grafik 2.11 Perbandingan Inflasi Bulanan mtm
Palembang dan Nasional Tahun 2007-2008 persen
1 2
3 4
J u n J u l
A g s S e p
O k t N o v D e s
J a n F e b
M a r A p r
M e i J u n 2 0 0 7
2 0 0 8 P a l e m b a n g
N a s i o n a l
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan Tahun Dasar 2007 = 100
2.3. Pemantauan Harga oleh Bank Indonesia Palembang
Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga SPH yang dilakukan oleh Bank
Indonesia Palembang secara mingguan pada beberapa pasar di Kota
Palembang terdapat tendensi kenaikan harga yang secara rata-rata meningkat
sebesar 20,85 persen. Harga minyak goreng yang pada triw ulan I 2008
sempat menunjukkan gejala penurunan, ternyata pada akhir
triw ulan II 2008 ini bulan Juni 2008 kembali menunjukkan peningkatan dan
mencapai kisaran harga Rp13.000kg.
Grafik 2.12 Perkembangan Harga M inyak Goreng
Berdasarkan SPH di Palembang Rp Kg
- 2,000
4,000 6,000
8,000 10,000
12,000 14,000
Ju n
Ju l
A g
u st
S e
p t
O k
t N
o v
D e
s Ja
n F
e b
M a
r A
p r
M e
i Ju
n 2007
2008
Rp Kg
Sumber : SPH KBI Palembang
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 47
M eningkatnya kembali harga minyak goreng tersebut terkait dengan kenaikan harga CPO di pasar internasional. Berdasarkan data dari Bloomberg, pada bulan Juni 2008
rata-rata harga CPO dunia mencapai USD1.103,98metrik ton atau meningkat 43,65 persen dibandingkan bulan Juni 2007 yang tercatat sebesar USD768,51metrik ton.
Secara umum, pergerakan rata-rata harga beras di Palembang menunjukkan trend sedikit meningkat dibandingkan triw ulan sebelumnya. Hal tersebut terkait dengan masa
panen yang terjadi pada beberapa sentra beras pada Tw -I, meskipun selama Tw -II sendiri terjadi panen gadu panen ke-2 di beberapa w ilayah sentra beras Sumsel namun hal
tersebut tidak sebanyak ketika panen raya. Rata-rata harga beras pada bulan Juni 2008 meningkat sebesar 7,79 persen dibandingkan bulan M aret 2008. Berdasarkan jenis beras,
beras Rojolele mengalami peningkatan harga paling tinggi yakni sebesar 9,03 persen dibandingkan rata-rata harga pada bulan M aret 2008. Sementara itu, harga beras IR 64 II
meningkat sebesar 4,09 persen, beras Cianjur Kepala meningkat sebesar 3,80 persen, dan harga beras IR 64 I meningkat sebesar 1,55 persen.
Grafik 2.13 Perkembangan Harga Beras Berdasarkan SPH di Palembang Rp Kg
- 1 ,0 0 0
2 ,0 0 0 3 ,0 0 0
4 ,0 0 0 5 ,0 0 0
6 ,0 0 0 7 ,0 0 0
8 ,0 0 0 9 ,0 0 0
1 0 ,0 0 0
Ju n
Ju l
A g
u st
S e
p t
O k
t N
o v
D e
s Ja
n F
e b
M a
r A
p r
M e
i Ju
n 2 0 0 7
2 0 0 8
Rp K
g
Ra ta - ra ta IR 64 I
IR 64 II Ro jole le
Cian ju r K e p ala
Sumber : SPH KBI Palembang
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 48
Grafik 2.14 Pergerakan Harga Beras di Pasar Cinde dan Lemabang Rupiah Kg
Harga beberapa komoditas lainnya, seperti harga daging sapi dan emas memperlihatkan tendensi penurunan. Hal tersebut cenderung dipengaruhi oleh kondisi
pasokan yang dinilai mencukupi. Selain itu melemahnya permintaan dari konsumen memaksa beberapa pedagang emas untuk sedikit menurunkan harga jualnya. Hal yang
bertolak belakang terjadi pada harga minyak goreng yang cenderung meningkat. Permintaan yang tinggi terhadap minyak goreng disinyalir dimanfaatkan oleh beberapa
pedagang untuk mengambil untung dengan cara menaikkan harga jualnya.
Grafik 2.15 Pergerakan Harga M inyak Goreng di Pasar Cinde dan Lemabang Rupiah Kg
Pasar Cinde
- 1,000
2,000 3,000
4,000 5,000
6,000 7,000
Ju n
Ju l
A g
u st
S e
p t
O k
t N
o v
D e
s Ja
n F
e b
M a
r A
p r
M e
i Ju
n 2007
2008
Sumber : SPH KBI Palembang
Pasar Lemabang
- 1,000
2,000 3,000
4,000 5,000
6,000 7,000
8,000
Ju n
Ju l
A g
u st
S e
p t
O k
t N
o v
D e
s Ja
n F
e b
M a
r A
p r
M e
i Ju
n 2007
2008
Sumber : SPH KBI Palembang
Pasar Cinde
- 2 , 0 0 0
4 , 0 0 0 6 , 0 0 0
8 , 0 0 0 1 0 , 0 0 0
1 2 , 0 0 0 1 4 , 0 0 0
Ju n
Ju l
A g
u st
S e
p t
O k
t N
o v
D e
s Ja
n F
e b
M a
r A
p r
M e
i Ju
n 2 0 0 7
2 0 0 8
Sumber : SPH KBI Palembang
Pasar Lemabang
- 2 , 0 0 0
4 , 0 0 0 6 , 0 0 0
8 , 0 0 0 1 0 , 0 0 0
1 2 , 0 0 0 1 4 , 0 0 0
1 6 , 0 0 0
Ju n
Ju l
A g
u st
S e
p t
O k
t N
o v
D e
s Ja
n F
e b
M a
r A
p r
M e
i Ju
n 2 0 0 7
2 0 0 8
Sumber : SPH KBI Palembang
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 49
Grafik 2.16 Pergerakan Harga Daging Sapi di Pasar Cinde dan Lemabang Rupiah kg
Grafik 2.17 Pergerakan Harga Emas di Pasar Cinde dan Lemabang Rupiah gram
Hasil pemantauan harga yang dilakukan oleh KBI Palembang secara independen melalui Survei Pemantauan Harga SPH Kota Palembang menunjukkan perkembangan
harga yang tidak jauh berbeda dengan hasil survei inflasi yang dilakukan secara bulanan oleh BPS. Hal ini menunjukkan bahw a hasil SPH Kota Palembang dapat dijadikan salah satu
barometer dalam melihat perkembangan inflasi di kota Palembang.
Pasar Cinde
43,000 44,000
45,000 46,000
47,000 48,000
49,000 50,000
51,000
Ju n
Ju l
Ag u
s t
Se p
t Ok
t No
v De
s Ja
n Feb
Ma r
Ap r
Me i
Ju n
2007 2008
Sumber : SPH KBI Palembang
Pasar Lemabang
- 10,000
20,000 30,000
40,000 50,000
60,000
Ju n
Ju l
A gus
t S
ept Ok
t No
v De
s Ja
n Fe
b Ma
r Ap
r Me
i Ju
n 2007
2008
Sumber : SPH KBI Palembang
Pasar Lemabang
- 5 0 , 0 0 0
1 0 0 , 0 0 0 1 5 0 , 0 0 0
2 0 0 , 0 0 0 2 5 0 , 0 0 0
Ju n
Ju l
A g
u st
S e
p t
O k
t N
o v
D e
s Ja
n F
e b
M a
r A
p r
M e
i Ju
n 2 0 0 7
2 0 0 8
Sumber : SPH KBI Palembang
Pasar Cinde
- 50,0 00
100,0 00 150,0 00
200,0 00 250,0 00
Ju n
Ju l
A g
u st
S e
p t
O k
t N
o v
D e
s Ja
n F
e b
M a
r A
p r
M e
i Ju
n 2007
2 008
Sumber : SPH KBI Palembang
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 50
Grafik 2.18 Pergerakan Inflasi Bulanan dan Tingkat Harga Sesuai SPH
di Kota Palembang Juni 2007 – Juni 2008
1 2
3 4
Ju n
Ju l
A gus
t Se
p t
Ok t
No v
De s
Ja n
Fe b
Ma r
Ap r
Me i
Ju n
2007 2008
Pe rs
e n
25 20
15 10
5 -
5 10
15 20
Pe rs
e n
Inflasi BPS, Bulanan Axis Kiri
Inflasi SPH, Bulanan Axis Kanan
Keterangan : Data dan informasi diolah dari BPS Propinsi Sumsel dan SPH Bank Indonesia Palembang Tahun Dasar 2007 = 100
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 51
RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOM ODITAS-KOM ODITAS PENYUM BANG INFLASI PALEM BANG DAN
PROSES PEM BENTUKAN HARGANYA
Bank Indonesia Palembang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Selatan melakukan penelitian dengan judul
Faktor-Faktor yang M empengaruhi Inflasi Kota Palembang. Penelitian tersebut bertujuan untuk : i
mengetahui komoditas-komoditas penyumbang inflasi kota Palembang, dan ii mengetahui pola pembentukan harga-harga komoditas penyumbang inflasi.
Penelitian melibatkan 57 responden yang meliputi produsen, pedagang besar, dan pedagang eceran di Kota Palembang dan daerah sentra produksi beras.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahw a terdapat 20
besar komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terhadap
pembentukan inflasi kota Palembang sebagaimana pada Tabel 1.
Perhitungan sumbangan masing- masing komoditas terhadap inflasi
didasarkan pada nilai konsumsi per bulan masing-masing komoditas,
kemudian dari tabel tersebut dilakukan
judgement untuk
menentukan tiga komoditas yang perlu didalami proses pembentukan
harganya. Penentuan tiga komoditas tersebut juga mempertimbangkan karakteristik komoditas bagi Palembang. Hasil judgement menghasilkan tiga barang
yakni beras, minyak goreng, dan tepung terigu. Kenapa beras atau minyak goreng dan tepung terigu? Selain berdasarkan bobot sumbangannya, dimasukkannya beras
sebagai komoditas yang akan didalami proses pembentukan harganya adalah didasarkan pada sifat beras sebagai bahan makanan pokok yang tidak mempunyai
substitusi. Pemilihan minyak goreng didasarkan pada pertimbangan bahw a komoditas tersebut juga merupakan kebutuhan pokok dan tidak ada barang
Tabel 1 Komoditas Penyumbang Inflasi Palembang
Periode 2007
Perubahan Harga
Sumbangan Inflasi
1 M in y ak Go ren g
51.10 2.37
1.21 2
Dag in g A y am Ras 46.44
1.98 0.92
3 M ie
30.36 1.78
0.54 4
Em as Perh i asan 39.39
1.27 0.50
5 Ro t i M an is
60.71 0.69
0.42 6
Em p ek -Em p ek 24.44
1.62 0.40
7 Tari f SLTA
55.03 0.64
0.35 8
Telu r A y am Ras 31.67
0.98 0.31
9 Baw an g M erah
44.06 0.68
0.30 10
Beras 5.19
5.53 0.29
11 Ro k o k Kret ek Filt er
11.29 2.45
0.28 12
Tah u M en t ah 28.57
0.95 0.27
13 Bay am
97.03 0.27
0.26 14
Sem en 34.04
0.73 0.25
15 Ik an Gab u s
34.87 0.63
0.22 16
Tari p A ir M in u m 21.08
1.04 0.22
17 Tep u n g Terig u
44.81 0.38
0.17 18
Tem p e 15.63
0.95 0.15
19 Jer u k
38.62 0.37
0.14 20
Ro k o k Kret ek 9.17
1.46 0.13
No. Komoditi
Bobot Komoditas
Suplemen 3
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 52
substitusi yang lebih murah. Pertimbangan serupa juga dilakukan pada tepung terigu. Selain tentunya sebagai barang kebutuhan pokok dan tidak ada barang
substitusi, tepung terigu juga merupakan bahan baku dari berbagai makanan khas Palembang, antara lain, empek-empek, tekw an, model, serta bahan baku panganan
lain, misalnya roti, mie instan, dan mie basah. Secara empiris, setidaknya dalam
setahun terakhir, khususnya harga minyak goreng dan tepung terigu, mengalami
peningkatan yang persisten dari w aktu ke w aktu. Sebagaimana dideskripsikan pada
Grafik 1 terlihat bahw a pada aw al tahun 2007, harga minyak goreng curah sebesar
Rp6.490 per kg, kemudian terus mengalami peningkatan dan pada akhir tahun telah
mencapai Rp8.650 per kg. Hal yang sama juga terjadi pada harga
tepung terigu merk Segitiga Biru lihat Grafik 2. Pemilihan tepung terigu Segitiga Biru
dengan pertimbangan bahw a merk tersebut merupakan merk tepung terigu yang paling
banyak dikonsumsi oleh masyarakat kota Palembang. Pada aw al tahun 2007 harga
tepung terigu sebesar Rp4.500 per Kg, sedangkan di akhir tahun sudah mencapai
Rp5.910 per Kg. Kenaikan harga tepung terigu juga tidak lepas dari perkembangan
harga tepung terigu di pasar internasional yang sempat mengalami eskalasi pada tahun
lalu. Sementara itu, fluktuasi dari harga
beras di Palembang sangat dipengaruhi oleh faktor musiman atau siklus produksi beras.
Grafik 2 Perkembangan Harga Tepung Terigu
Tahun 2007
4.500 4.5004.500
4.500 4.500 4.500 4.525
4.775 5.206
5.438 5.500
5.910
4.000 4.200
4.400 4.600
4.800 5.000
5.200 5.400
5.600 5.800
6.000
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Bulan Rp
.
Grafik 3 Perkembangan Harga Beras Tahun 2007
5.356 5.332
5.629
4.9094.9154.9184.896 4.953
5.169 5.219
5.185 5.471
4.000 4.200
4.400 4.600
4.800 5.000
5.200 5.400
5.600 5.800
6.000
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Bulan Rp
.
Grafik 1 Perkembangan Harga M inyak
Goreng Curah, 2007
8.650 8.565
8.500 8.592
8.808 8.107
8.598 7.883
7.324 6.350
6.490 6.400
6.000 6.500
7.000 7.500
8.000 8.500
9.000 9.500
10.000
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Bulan
R p
.
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 53
Pada penelitian ini, pembentukan harga beras dibagi menjadi tiga kerangka w aktu yakni pada saat: i panen, ii normal, dan iii paceklik. Pada grafik 3 terlihat bahw a
harga beras mengikuti tiga kerangka w aktu dimaksud. Harga beras yang dihitung merupakan harga beras rata-rata dari berbagai merk yakni: i selancar, ii sepat
siam, iii patin, iv dew i, v topi koki, vi arjuna, dan vii arjuna. Secara empiris, harga beras tertinggi terjadi berkisar pada triw ulan I, kemudian menurun pada
triw ulan II dan III. Setelah itu, harga beras kembali meningkat pada triw ulan IV sehubungan peningkatan permintaan sehubungan dengan bulan puasa dan hari
besar keagamaan di samping terjadi musim kemarau.
Pembentukan Harga Beras, M inyak Goreng, dan Tepung Terigu
Penelitian menemukan bahw a terdapat 6 komponen pembentuk harga di komoditas beras masing-masing sebagai berikut: i modal untuk pembelian beras,
ii transpor, iii tenaga kerja, iv kemasan, v biaya lain-lain, dan vi keuntungan. Selain dibedakan berdasarkan kerangka w aktu, pembentukan harga juga
dikelompokkan dalam tiga golongan yakni : i produsen, ii pedagang besar, dan iii pedagang eceran.
Pada tingkat produsen, sebagian besar harga dibentuk oleh pengeluaran untuk bahan baku, yakni bibit, pupuk, dan saprodi lainnya yang secara persentase
jumlahnya mencapai 86.78 persen untuk setiap kilogramnya. Angka tersebut merupakan angka rata-rata persentase di tiga periode panen, normal, dan
paceklik. Rata-rata margin keuntungan di tingkat produsen sebesar 9,03 persen. Sementara itu, komponen pembentuk harga lainnya transpor, tenaga kerja,
kemasan, biaya lain-lain relatif rendah yakni berkisar 0,65 persen sd. 1,74 persen lihat Tabel 2.
Di tingkat produsen, besaran persentase komponen harga tidak jauh berbeda, dimana rata-rata komposisi modal untuk pembelian komoditi juga
merupakan yang terbesar 90,87 persen. Besarnya margin keuntungan rata-rata 5,33 persen. Di tingkat pedagang eceran pun tidak jauh berbeda, hanya komponen
pembelian komoditi yang terbesar, sedangkan keuntungan hanya 6,39 persen. Komponen pembentukan harga pada w aktu paceklik, bahan baku dan
modal pembelian komoditas merupakan komponen terbesar, baik di sisi produsen,
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 54
pedagang besar, serta pedagang eceran. Selain itu, margin keuntungan pun terendah di saat musim paceklik bagi pedagang eceran dan pedagang besar.
Pembentukan harga
minyak goreng curah dikelompokkan pada tiga
golongan yakni: i pedagang eceran, ii pedagang besar,
dan iii produsen lihat Tabel 3. M odal pembelian
komoditas dan bahan baku di masing-masing kategori pelaku
usaha merupakan komponen terbesar dalam pembentukan
harga. Alokasi untuk keuntungan secara rata-rata di
baw ah 10 persen, 0,51 persen untuk produsen, 2,74 persen
untuk pedagang besar, dan 6,32 persen untuk pedagang
eceran. Sementara itu, untuk komponen-komponen lainnya
relatif rendah. Pola pembentukan
harga untuk komoditas tepung terigu di Kota Palembang juga
tidak berbeda dengan dua komoditas lainnya. Namun
pelaku usaha yang terkait hanya meliputi dua yakni: i pedagang eceran dan ii pedagang besar. Hal ini
dikarenakan tidak terdapatnya produsen tepung terigu di Sumatera Selatan. M odal pembelian komoditas merupakan komponen terbesar dalam pembentukan harga
terigu atau berada dalam kisaran 91,02 sd. 93,42 persen, sedangkan untuk keuntungan masing-masing mencapai 3,86 persen untuk pedagang besar dan 6,61
Tabel 2 Pola Pembentukan Harga Beras Pada Tingkat Produsen
di Propinsi Sumatera Selatan dalam per Kg
Periode M usim Variabel Pembentuk
Harga Panen Normal Paceklik
Rata- Rata
1 2 3
4 5
Bahan Baku 84,81 88,14 87,39 86,78
Transport 0,88 0,80 0,69 0,79
Tenaga Kerja 1,47 1,82 1,92 1,74
Kemasan
0,68 0,66 0,62 0,65
Biaya lain-lain 1,13 1,08 0,81 1,01
Keuntungan 11,03 7,50 8,57 9,03
JUM LAH 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : Penelitian BI Palembang dan BPS Prop. Sumsel, 2008 Tabel 3
Pola Pembentukan Harga M inyak Goreng Curah di Kota Palembang dalam per Kg
Kategori Variabel Pembentuk
Harga Pedagang
Eceran Pedagang
Besar Produsen
1 2 3
4 M odal Pembelian
Komoditi 92,17 93,65
91,25
Transport 0,03 1,98
2,24
Tenaga Kerja
0,69 0,20 0,49
Kemasan 0,56 0,04
Biaya lain-lain 0,25 1,41
5,52
Keuntungan 6,32 2,74
0,51 JUM LAH
100,00 100,00 100,00 Sumber : Penelitian BI Palembang dan BPS Prop. Sumsel, 2008
M odal Pembelian Komoditi = Bahan Baku untuk tingkat
Produsen termasuk dalam biaya lain-lain
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 55
persen pedagang eceran. Komponen-komponen pembentuk
harga lainnya berada di baw ah 2 persen. Untuk ketiga komoditas,
biaya-biaya lain antara lain meliputi sew a gudang, jasa keamanan,
retribusi, dan termasuk pungutan- pengutan tidak resmi lainnya.
Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan
Hasil penelitian tersebut setidaknya telah menjadi langkah untuk kita membedah proses pembentukan harga komoditas
yang mempunyai sumbangan strategis terhadap inflasi kota Palembang. Stabilisasi harga beras pada level yang w ajar, sebagai contoh, perlu dilakukan melalui upaya
peningkatan produksi dan mekanisme tata niaga yang efektif. Saat ini biaya
produksi petani masih cukup tinggi, hal tersebut dapat menjadi obyek kajian bagaimana petani-petani di Sumsel mendapatkan bibit, pupuk, BBM , dan saprodi
lainnya. Berdasarkan survei-survei terpisah, para petani padi di Sumsel saat ini tengah menghadapi masalah kenaikan harga pupuk, BBM untuk traktor, kenaikan
biaya tenaga kerja, kenaikan harga saprodi. Selain itu, di beberapa sentra produksi terdapat pula permasalahan serangan hama tikus dan tungro, demikian pula kasus
pupuk oplosan dan bibit palsu. Saat ini mekanisme tata niaga belum sepenuhnya berjalan optimal, berdasarkan informasi dari para petani di sentra produksi,
sebagian besar petani sudah terjerat oleh ijon dan hasil panen petani sebagian besar di jual kepada pedagang beras dari luar Sumsel. Hal tersebut menyebabkan pasokan
beras untuk Sumsel berkurang. Kekurangan pasokan tentunya berpotensi meningkatkan harga. Dalam hal ini kebijakan stok pangan di Sumsel dalam
memenuhi kebutuhan perlu ditinjau kembali. Untuk komoditas tepung terigu dan minyak goreng, kebijakan yang dapat diambil adalah pengkajian kembali kebijakan
operasi pasar. Hal lain yang perlu dilakukan adalah pemberantasan pungutan liar di sepanjang titik distribusi. Selanjutnya, sebagai tahapan pendalaman, tentunya
diperlukan penelitian lanjutan ke depan yang bertujuan untuk mengetahui interregional inflation
untuk melihat lebih detail sumber tekanan inflasi.
Tabel 4 Pola Pembentukan Harga Tepung Segitiga Biru
di Kota Palembang dalam
Kategori Variabel Pembentuk Harga
Pedagang Eceran
Pedagang Besar
1 2 3
M odal Pembelian Komoditi
91,02 93,42
Transport 0,04 0,95
Tenaga Kerja 0,24 1,55
Kemasan
1,45 0,00
Biaya lain-lain
0,66 0,23
Keuntungan 6,61 3,86
JUM LAH 100,00 100,00
Sumber : Penelitian BI Palembang dan BPS Prop. Sumsel, 2008
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 56
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triw ulan II 2008 57
3.1. Kondisi Umum