Bangun Ria 786 orang. Jumlah penduduk laki-
lakinya 342
orang. Berapa jumlah penduduk
perempuan di
desa tersebut?
S3 S2
786 342 +
1128 Lampiran 1 hal 44
S2 melakukan
kesalahan interpretasi bahasa.
S2 beranggapan bahwa
kalau ditanya jumlah
berarti ditambahkan.
Hal ini
juga menunjukkan
pada kita kalau siswa
belum memahami soal
cerita WS2 : 22-28.
Dari tabel analisis soal diatas, dapat dilihat bahwa siswa tunagrahita masih banyak melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal
matematika bahkan yang sederhana sekalipun. Hal tersebut mungkin terjadi karena kesulitan anak tunagrahita dalam berpikir abstrak. Selain itu,
anak tunagrahita cepat lupa walaupun masih baru dipelajari. Untuk itu, anak tunagrahita mampu didik perlu pendampingan individual yang baik
supaya mampu memahami materi yang baru dipelajari.
F. PEMBAHASAN
1. Proses Pembelajaran Matematika bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik
Berdasarkan hasil
analisis terlihat
bahwa perencanaan
pembelajaran matematika bagi anak tuangrahita mampu didik di SLB Yapenas tidak jauh berbeda dengan perencanaan pembelajaran untuk anak
normal. Bagi anak tunagrahita mampu didik perencanaan pembelajaran diawali dengan membuat asumsi dasar. Asusmsi dasar yang dimaksud
adalah rencana awal pengajaran sebelum menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP. Dalam RPP inilah guru mengembangkan
pembelajaran yang meliputi SK-KD, tujuan pembelajaran, indikator, dan kegiatan pelaksaan pembelajaran serta metode belajar yang akan
diterapkan. Ketercapaian tujuan pembelajaran dilihat dari ketercapaian indikator yang disusun dalam RPP dan RPI. Bagi anak tunagrahita mampu
didik yang memiliki tingkat pemahaman rendah khususnya dalam memahami matematika yang abstrak mengharuskan guru untuk terus
berlatih bagaimana cara memberi pendampingan bagi anak tunagrahita supaya mampu memahami matematika.
Untuk memperlancar penyusunan rencana pembelajaran, guru berkomunikasi dengan orang tua dan orang yang dekat dengan siswa. Hal
ini dilakukan guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran yang bagaimana yang akan diberikan pada siswa.
Berdasarkan teori perencanaan pembelajaran matematika yang dilakukan guru bagi anak tunagrahita mampu didik masih kurang
maksimal karena belum menyusun RPP maupun RPI yang seharusnya sudah ada sebelum memberikan pembelajaran di kelas. Selain itu,
berdasarkan teori perencanaan pembelajaran matematika bagi anak tungrahita masih belum maksimal karena dari wawancara guru
mengatakan bahwa dalam perencanaan ada penyusunan RPP maupun RPI dan seharusnya ada tetapi tidak sesuai dengan yang diungkapkan karena
guru belum menyusun RPP atau RPI sementara pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil analisa data mengenai pelaksanaan pembelajaran
matematika bagi anak tunagrahita mampu didik guru menggunakan
metode ekspositori, guru menjelaskan materi dengan banyak contoh dan melibatkan siswa serta memberikan pendampingan individual bagi
masing-masing siswa. Saat menjelaskan guru berusaha memberikan contoh soal yang sederhana sehingga mudah dipahami siswa, soal cerita
yang berhubungan dengan hidup sehari-hari. Setiap pertemuan guru memberikan banyak latihan soal dengan pendampingan individual dari
guru saat siswa mengerjakan latihan soal. Kegiatan awal pembelajaran, guru selalu menyediakan waktu dengan siswa untuk berkomunikasi
mengenai kegiatan siswa di rumah sebelum berangkat sekolah. Hal ini dilakukan guru supaya siswa dapat merasa nyaman dalam mengikuti setiap
tahapan pembelajaran. Selain itu, pada awal pembelajaran guru selalu memotivasi siswa agar lebih fokus dan berkonsentrasi pada pembelajaran
dan melaksanakan kegiatan apersepsi dengan mengulang materi sebelumnya dan memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait materi
sebelumnya berupa soal yang diselesaikan dengan cara mencongak maupun dengan meminta siswa untuk menyelesaikannya di papan tulis.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut lebih sering ditujukan pada siswa ketiga yang memiliki tingkat pemahaman yang lebih rendah dibandingkan
dengan kedua temannya. Kegiatan pelaksanaan pembelajaran diawali guru dengan
pengkondisian siswa untuk belajar dengan memeriksa kerapian ruangan dan fasilitas belajar yang akan digunakan sambil berkomunikasi dengan
siswa mengenai kegiatan di rumah supaya siswa merasa nyaman untuk
memulai pelajaran. Selanjutnya, guru mengkondisikan siswa selama berlangsungnya pembelajaran dengan mengajak siswa aktif dalam setiap
tahapan pembelajaran yang diberikan. Metode yang sering digunakan guru adalah pendampingan secara individual dan metode ekspositori dengan
memberikan penjelasan secara langsung disertai dengan contoh soal serta mengajak siswa untuk terlibat aktif. Namun, guru juga berusaha membuat
variasi dalam pembelajaran, misalnya diawal pembelajaran guru mengajak siswa untuk menjawab soal perkalian dengan cara mencongak. Guru
mencoba mengajak siswa untuk aktif berproses dalam pembelajaran. Hal ini menunjukkan guru menerapkan teori pelaksanaan pembelajaran tahap
ulangan untuk memperkuat respon yang benar dari siswa. Guru berusaha mengejar jawaban siswa saat menjawab pertanyaan sampai siswa benar-
benar paham terhadap masalah yang diberikan. Bagi anak tunagrahita mampu didik yang kesulitan berpikir abstrak membutuhkan waktu yang
banyak pula untuk memahami materi yang diberikan. Berikutnya untuk masuk pada materi guru meminta siswa untuk
membaca materi, mengajak siswa untuk memahami materi dengan memberikan contoh soal. Adapun materi yang diajarkan guru yakni,
perkalian dua angka dengan dua angka, operasi campuran, dan pembagian. Waktu menjelaskan materi operasi campuran penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian guru menjelaskan bagaimana ke-empat operasi diselesaikan jika muncul dalam satu soal, menjelaskan operasi mana yang
didahulukan pada saat mengerjakan soal secara mendeteil sampai siswa
benar-benar paham. Kemudian guru memberikan beberapa soal untuk dikerjakan di papan tulis. Bagi siswa yang kurang paham, guru
mengulangi penjelasan dan memerikan pendampingan pada siswa yang bersangkutan. Semakin sering siswa mengerjakan soal di papan tulis akan
semakin meningkatkan pemahaman mereka. Guru juga melakukan penegasan materi dengan memeberikan latihan soal yang dikerjakan di
buku catatan, memjalin komunikasi dengan siswa saat mengerjakan soal untuk melihat sejauhmana pemahaman siswa terhadap materi yang sudah
dipelajari. Selama pembelajaran khususnya anak tunagrahita mampu didik
mengharuskan guru memberikan pendampingan individual karena tingkat pemahaman yang rendah, mereka cepat lupa bahkan materi yang baru
dipelajari. Menurut teori pelaksanaan pembelajaran matematika bagi anak
tunagrahita mampu didik pembelajaran yang diberikan guru sudah cukup
maksimal karena guru sudah berusaha melakukan seluruh tahapan pembelajaran dengan baik sesuai dengan tingkat pemahaman anak
tunagrahita mampu didik. Pendekatan individual yang diberikan guru memiliki peranan penting dalam pembelajaran matematika bagi anak
tunagrahita mampu didik yang membutuhkan perhatian secara khusus dari guru. Secara umum, kegiatan pembelajaran yang diterapkan guru yakni:
a Guru selalu melakukan kegiatan apersepsi sebelum memulai
pembelajaran.
b Dalam menjelaskan materi guru sudah berusaha menjelaskan
secara runtut. c
Memberikan contoh soal yang sederhana sesuai dengan tingkat pemahaman siswa.
d Guru memberikan pendampingan individual yang sama bagi
masing-masing siswa. e
Guru tidak selalu memberikan pekerjaan rumah dan tidak mengajak siswa untuk menarik kesimpulan pembelajaran dari
materi yang dipelajari. Evaluasi pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu
didik yang dilakukan guru yaitu membuat kesimpulan pembelajaran mengenai materi yang telah disampaikan sebagai penekanan materi yang
baru diterima siswa, memantau kemajuan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran matematika dan memberikan umpan balik terhadap
keberhasilan siswa tidak hanya dalam bentuk nilai tetapi juga memberikan reward dalam bentuk pujian untuk semakin meningkatkan semangat siswa
dalam belajar khususnya matematika, dan pada akhir bab pembelajaran matematika guru memberikan tes evaluasi. Tes evaluasi yang diberikan
guru berbeda untuk masing-masing siswa sesuai dengan tingkat kemampuan yang mereka miliki. Untuk S1 guru memberikan soal
perkalian satu angka dengan satu angka, untuk S2 soal perkalian dua angka dengan dua angka, dan S3 soal perkalian tiga angka dengan tiga
angka. Guru berharap soal yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa maka mereka juga akan lebih mudah menyelesaikannya.
Selain itu, guru juga melakukan asesmen untuk melihat perkembangan siswa selama di sekolah saat pembelajaran di kelas maupun
sedang istirahat serta mengumpulkan informasi dari orang tua tetapi tidak tertulis. Dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa guru akan
mampu membantu mengembangkan bakat yang dimiliki siswa dan guru semakin mengenal karakteristik dari masing-masing anak.
Evaluasi pembelajaran matematika yang dilakukan guru sudah cukup baik. Akan tetapi, berdasarkan teori evaluasi pembelajaran
matematika bagi anak tunagrahita mampu didik masih ada yang kurang maksimal yakni guru sudah melakukan asesmen tetapi tidak membuat
catatan tertulis mengenai hasil asesmen, guru belum membuat catatan kemajuan belajar siswa melakukan observasi tentang pemahaman yang
dicapai siswa. 2.
Aktivitas anak tunagrahita mampu didik saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran matematika
Berdasarkan teori mengatakan bahwa aktivitas belajar siswa dilihat dari keaktifan mereka dalam pembelajaran, terlibat dalam pemecahan
masalah, berani bertanya, membaca buku, aktif berdiskusi, mampu menilai kemampuan, dan menggunakan pengetahuan yang diterima dengan
mengerjakan LKS.
Bagi anak tunagrahita mampu didik aktivitas belajar yang terjadi sudah baik mengingat karakteristik anak tunagrahita mampu didik
mengalami kesulitan berpikir abstrak karena tingkat kecerdasan yang lebih rendah dari anak normal. Selama berlangsungnya pembelajaran
matematika di kelas semua siswa terlibat aktif dalam setiap tahapan pembelajaran. Siswa berusaha bersungguh-sungguh mendengarkan
penjelasan guru. Ketika guru menjelaskan siswa mendengarkan dengan baik dan berani memberi tanggapan pada guru berkaitan dengan
pengalaman siswa sehari-hari. Siswa juga mampu terbuka menceritakan pengalamannya di rumah kepada guru. Akan tetapi, ketika siswa tidak
diberikan aktivitas oleh guru siswa akan mencari aktivitas sendiri, cerita dengan teman, bermain bahkan keluar kelas walaupu masih jam belajar.
Secara keseluruhan anak tunagrahita mampu didik berusaha mnegikuti setiap tahapan pembelajaran dengan baik. Namun, perlu diingat
aktivitas anak tunagrahita mampu didik bisa terarah dengan baik jika memperoleh pendampingan individual yang baik pula dari guru maupun
dari orang tua. 3.
Kesalahan yang Dilakukan Anak Tunagrahita Mampu Didik dalam manyelesaikan soal matematika
Berdasarkan hasil analisis data kesalahan tabel 4.15 dapat kita lihat jenis kesalahan yang dilakukan anak tunagrahita mampu didik saat
mengerjakan soal matematika. Dari analisis tabel 4.15 kesalahan yang banyak terjadi adalah kesalahan perhitungan. Kesalahan perhitungan yang
banyak dilakukan siswa adalah siswa keliru dalam menjumlahkan, lupa menjumlahkan bilangan yang disimpan, dan keliru dalam teknik
menyimpan, dengan kata lain, seharusnya menyimpan puluhan tetapi yang disimpan adalah satuan. Kesalahan ini terjadi pada soal nomor 3, 4 dan 6,
yaitu soal yang berkaitan dengan perkalian dan operasi campuran penjumlahan
dengan pengurangan
serta pembagian.
Kesalahan perhitungan menyebabkan hasil penyelesaian yang kurang tepat.
Kesalahan yang juga terjadi adalah kesalahan konsep. Kesalahan konsep yang dilakukan siswa adalah menambah data yang tidak diperlukan
dalam menjawab suatu masalah. Kesalahan ini terjadi pada soal nomor 5, berkaitan dengan sifat komutatif dalam perkalian. Dari hasil wawancara
dengan siswa diketahui beberapa faktor yang menyebabkan kesalahan ini terjadi yaitu, siswa tidak memahami maksud dari soal, siswa menganggap
soal yang diberikan salah dan mengganti bilangan yang dituliskan dalam soal. Hal ini mungkin terjadi karena anak tunagrahita mampu didik sulit
dalam berpikir abstrak dan cepat lupa pada materi yang sudah dipelajari. Selain itu juga terjadi kesalahan interpretasi bahasa yaitu kesalahan
mengubah informasi ungkapan matematika atau kesalahan dalam memberi makna suatu ungkapan matematika tidak menemukan solusi yang tepat.
Kesalahan ini terjadi pada soal nomor 8, berkaitan dengan pengurangan dalam bentuk soal cerita. Berdasarkan hasil wawancara diketahui beberapa
faktor yang menyebabkan kesalahan interpretasi bahasa terjadi yaitu,
kurangnya pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal cerita sehingga siswa tidak mampu menemukan cara untuk menyelesaikannya.
Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan siswa tunagrahita mampu didik melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika
adalah: a.
Siswa kurang cermat dan kurang teliti dalam melakukan perhitungan, memahami maksud soal dan memahami data.
b. Siswa kurang berlatih dalam menyelesaikan soal.
c. Siswa sama sekali tidak tahu langkah yang harus digunakan dalam
menyelesaikan soal. d.
Siswa cepat lupa terhadap materi yang sudah atau baru dipelajari. e.
Siswa kesulitan dalam berpikir abstrak.
119
BAB V PENUTUP