ANALISIS DENGAN PROSEDUR NEWMAN TERHADAP KESALAHAN PESERTA DIDIK KELAS VII DALAM MENYELESAIKAN SOAL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
ANALISIS DENGAN PROSEDUR NEWMAN
TERHADAP KESALAHAN PESERTA DIDIK KELAS
VII DALAM MENYELESAIKAN SOAL PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIKA
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
oleh Titis Satiti 4101410013
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
(2)
(3)
(4)
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Tantangan terbesar dalam mengerjakan skripsi adalah menaklukan diri sendiri (Titis Satiti, 2014)
It’s never luck or fate. All is Allaah’s perfect plan
Persembahan
(5)
v
PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Penulis sangat bersyukur karena senantiasa diberi kasih, sayang dan rahmat serta kemudahan oleh Allah dalam
mengerjakan dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis dengan Prosedur
Newman terhadap Kesalahan Peserta Didik Kelas VII dalam Menyelesaikan Soal
Pemecahan Masalah Matematika” ini.
Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul di atas karena melihat realita rendahnya nilai yang diperoleh dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam materi keliling dan luas daerah segiempat. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab hal tersebut terjadi adalah dengan menganalisis kesalahan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis dan penyebab kesalahan peserta didik dengan prosedur Newman dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika materi keliling dan luas daerah segiempat.
Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian skripsi.
2. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan rekomendasi ijin penelitian dan bimbingan skripsi.
3. Drs. Amin Suyitno, M.Pd., Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam pelaksanaan penelitian skripsi.
4. Tim Penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
(6)
vi
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah membagikan ilmu serta memberikan motivasi bagi penulis.
6. Staff dan karyawan kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang yang telah memberikan rekomendasi dan ijin penilitian.
7. Dra. Tatik Arlinawati, M.Pd., Kepala SMP Negeri 3 Ungaran yang telah memberikan ijin penelitian.
8. Nurbuati, S.Pd., Guru Matematika SMP Negeri 3 Ungaran yang telah memberikan bimbingan dan kerjasama selama kegiatan penelitian.
9. Peserta didik-siswi kelas VII-C, VII-D, dan VII-H SMP Negeri 3 Ungaran yang telah memberikan partisipasi dan kerjasamanya dalam penelitian.
10. Mudrikah dan Muhajat, kedua orang tua penulis yang selalu mendo’akan, memberikan semangat dan bantuan moril ataupun materil yang sangat bermakna.
11. Ahmeda, Tri Susanti, Solekah, Husni, Muslimah, Ikha serta semua sahabat yang selalu memberikan semangat dan inspirasi.
12. Keluarga PGMIPA-BI Pendidikan Matematika 2010 (C-IMEP 2010), KIM, HIMATIKA, UKM Penelitian, Ihwah Rosul, dan semua teman-teman seperjuangan Pendidikan Matematika 2010 serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan pelajaran selama menuntut ilmu di Unnes.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini.
Semarang, Agustus 2014
(7)
vii
ABSTRAK
Satiti, T. 2014. Analisis dengan Prosedur Newman terhadap Kesalahan Peserta
Didik Kelas VII dalam Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah Matematika.
Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing utama Drs. Amin Suyitno, M.Pd. Kata kunci : analisis, prosedur Newman, kesalahan, pemecahan masalah.
Peserta didik kelas VII SMP Negeri 3 Ungaran membuat kesalahan pada saat mengerjakan soal pemecahan masalah materi keliling dan luas daerah segiempat. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab hal tersebut terjadi adalah dengan menganalisis kesalahan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis dan penyebab kesalahan peserta didik dengan prosedur Newman dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika materi keliling dan luas daerah segiempat.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode tes dan wawancara. Subjek penelitian diambil 6 dari 33 peserta didik kelas VII-C, masing-masing terdiri atas 2 peserta didik dari kelompok atas, sedang, dan bawah. Pengelompokkan didasarkan perangkingan hasil tes peserta didik, kemudian dipilih 2 peserta didik dengan nilai terendah pada masing-masing kelompok. Setiap subjek penelitian diwawancarai terkait hasil pekerjaannya pada soal materi keliling dan luas daerah segiempat. Uji keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi.
Diperoleh simpulan, peserta didik berusaha untuk mengimplementasikan prosedur Newman saat mengerjakan soal matematika. Namun, karena kurang terbiasa, sering terjadi adanya langkah yang tidak dilakukan, yaitu pada langkah memahami masalah dan transformasi. Untuk jenis kesalahan yang dilakukan peserta didik saat mengerjakan soal, tidak ada peserta didik yang melakukan jenis kesalahan membaca. Kesalahan baru dilakukan peserta didik pada saat memahami masalah. Jenis kesalahan yang dilakukan adalah kesalahan dalam memahami masalah. Penyebabnya adalah karena tidak paham dengan kalimat dalam soal dan tidak terbiasa dengan soal-soal seperti yang peneliti berikan, yaitu soal yang membutuhkan penafsiran kebahasaan. Selain itu soal yang diberikan oleh peneliti dianggap terlalu sulit. Jenis kesalahan selanjutnya yang dilakukan peserta didik adalah kesalahan kemampuan dalam memproses. Penyebabnya adalah karena kurang hati-hati dan terburu-buru dalam menjawab permasalahan yang diberikan, belum mampu mentransformasikan kalimat bahasa sehari-hari ke dalam persamaan matematika, salah dalam memahami konsep aljabar terkait dengan perbandingan dan tidak bisa menggunakan rumus Phytagoras, dan salah atau kurang teliti dalam memilih diagonal layang-layang yang seharusnya adalah sisi-sisi layang-layang. Beberapa solusi yang bisa digunakan untuk meminimalkan kesalahan peserta didik adalah memberikan penguatan kembali kepada peserta didik dalam bidang aljabar dan keterampilan dalam menafsirkan kalimat bahasa sehari-hari menjadi pernyataan matematika.
(8)
viii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA v
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 6
1.3 Fokus Penelitian 6
1.4 Rumusan Masalah 7
1.5 Tujuan Penelitian 7
1.6 Manfaat Penelitian 8
1.7 Definisi Operasional 8
2. LANDASAN TEORI 11
2.1 Hakikat Matematika 11
2.2 Belajar dan Pembelajaran Matematika 14
2.3 Analisis Kesalahan 15
2.4 Soal Pemecahan Masalah 16
2.5 Prosedur Newman 21
2.6 Jenis-jenis Kesalahan menurut Newman 22
2.7 Tinjauan Materi Segiempat 27
3. METODE PENELITIAN 53
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian 53
3.2 Latar Penelitian 54
3.3 Data dan Sumber Data Penelitian 54
3.4 Metode Penyusunan Instrumen 55
(9)
ix
3.6 Teknik Pengumpulan Data 65
3.7 Keabsahan Data 67
3.8 Teknik Analisis Data 67
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 70
4.1 Hasil Penelitian 70
4.2 Pembahasan 134
5. PENUTUP 146
5.1 Simpulan 146
5.2 Saran 149
DAFTAR PUSTAKA 151
(10)
x
DAFTAR TABEL
Tabel1.1 Persentase Penguasaan Materi Soal Matematika Ujian Nasional SMP/MT Kemampuan Menyelesaikan Masalah yang Berkaitan
dengan Luas dan Keliling Bangun Datar 4
2.1 Contoh Kesalahan Membaca yang Dilakukan Peserta Didik 23 2.2 Contoh Kesalahan Memahami Masalah yang Dilakukan Peserta
Didik 24
2.3 Contoh Kesalahan Transformasi yang Dilakukan Peserta Didik 25 2.4 Contoh Kesalahan Kemampuan Memproses yang Dilakukan Peserta
Didik 26
2.5 Contoh Kesalahan Penulisan Jawaban yang Dilakukan Peserta Didik 27 3.1 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba 59 3.2 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba 61 3.3 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba 62
3.4 Daftar Nama Subjek Penelitian 65
4.1 Penyajian Data Subjek Penelitian 1 (S1) 126
4.2 Penyajian Data Subjek Penelitian 2 (S2) 127
4.3 Penyajian Data Subjek Penelitian 3 (S3) 127
4.4 Penyajian Data Subjek Penelitian 4 (S4) 128
4.5 Penyajian Data Subjek Penelitian 5 (S5) 129
4.6 Penyajian Data Subjek Penelitian 6 (S6) 130
4.7 Kesalahan Subjek Penelitian Ditinjau dari Jenis Kesalahan Menurut
(11)
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Nama Peserta didik Kelas Uji Coba 155
2. Daftar Nama Peserta didik Penelitian 156
3. Silabus 157
4. RPP 158
5. Kisi-kisi Soal Uji Coba 230
6. Soal Uji Coba 233
7. Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Uji Coba 236
8. Analisis Hasil Tes Uji Coba 249
9. Contoh Perhitungan Validitas Soal Uji Coba 259 10. Contoh Perhitungan Reliabilitas Soal Uji Coba 260 11. Contoh Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba 262 12. Contoh Perhitungan Daya Pembeda Soal Uji Coba 266 13. Keterangan Soal yang Digunakan Untuk Penelitian 267
14. Kisi-kisi Soal Evaluasi 269
15. Soal Evaluasi 271
16. Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Evaluasi 272
17. Subjek Penelitian 278
18. Hasil Pekerjaan Subjek Penelitian 279
19. Pedoman Wawancara 289
20. Transkrip Wawancara 292
21. Surat Keterangan 325
(12)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pada UU No. 20 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan diberikan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Hamalik, 2005: 81). Salah satu cara mengembangkan potensi peserta didik adalah melalui pembelajaran matematika. Matematika yang merupakan ilmu universal memiliki peran yang besar dalam perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi. Pelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan di sekolah di Indonesia dengan tujuan untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama peserta didik. Selain itu penguasaan tentang matematika yang baik akan menjadi landasan pesatnya pengembangan pengetahuan lain di masa depan.
Salah satu aspek yang penting untuk dikembangkan dalam pembelajaran matematika di sekolah adalah kemampuan pemecahan masalah. Pada panduan standar kompetensi mata pelajaran matematika yang dikeluarkan oleh Depdiknas,
(13)
disebutkan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu dari tujuan diadakannya pembelajaran matematika di sekolah (Depdiknas, 2006: 140). Kemampuan pemecahan masalah penting untuk dikembangkan karena sejalan dengan hakikat tujuan pendidikan di Indonesia yaitu suatu proses yang terus menerus untuk menanggulangi masalah yang dihadapi sepanjang hayat. Untuk menghadapinya manusia perlu dilatih berpikir mandiri yang didapatkan salah satunya melalui pembelajaran berbasis pemecahan masalah (Hudojo, 2003: 148).
Selanjutnya menurut Bell (dalam Wijayanti, 2009) kemampuan pemecahan masalah penting untuk dikembangkan di sekolah karena strategi-strategi pemecahan masalah yang umumnya dipelajari dalam pembelajaran matematika, dalam hal-hal tertentu dapat ditransfer dan diaplikasikan dalam situasi pemecahan masalah yang lain. Selain itu, penyelesaian masalah secara matematis dapat membantu para peserta didik meningkatkan daya analitis mereka dan dapat menolong mereka dalam menerapkan daya tersebut pada bermacam-macam situasi. Menyadari akan pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematika dalam kehidupan, maka sudah selayaknya peserta didik perlu menguasainya dengan baik agar dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada kenyataannya, berdasarkan hasil tes terbaru yang dilakukan oleh Program for Internasional Students Assessment (PISA) 2012 terhadap kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal yang menuntut kemampuan penalaran dan pemecahan masalah, Indonesia masih berada pada level yang paling bawah. Dari 64 negara peserta PISA, dari tahun 2003 sampai dengan 2012
(14)
Indonesia selalu menempati posisi peringkat di bawah 60 besar untuk PISA kategori Matematika.
Geometri merupakan salah satu dari empat ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan SMP (Depdiknas, 2006: 140). Selain itu, geometri juga merupakan salah satu standar isi dalam National Council of Teacher of
Mathematics (NCTM). Geometri merupakan ilmu yang mempelajari hubungan
antara titik, garis, sudut, bidang dan bangun ruang. Geometri merupakan suatu sistem dengan penalaran yang logis, dari fakta-fakta yang diterima sebagai kebenaran ditemukan sifat-sifat yang semakin berkembang. Menurut Guven (dalam Kurniawan, 2012) tujuan utama pembelajaran geometri adalah peserta didik dapat memanfaatkan geometri dalam proses pemecahan masalah serta memahami dan menjelaskan dunia fisik di sekitar lingkungan. Oleh karena itu, geometri merupakan cabang matematika yang penting untuk dipelajari.
Materi bangun datar merupakan salah satu materi geometri pada mata pelajaran matematika kurikulum KTSP kelas VII di semester genap yang harus dikusai baik oleh peserta didik karena merupakan salah satu materi yang menentukan kelulusan Ujian Nasional (UN). Akan tetapi pada kenyataannya menurut hasil statistik, selama 3 tahun berturut-turut hasil UN SMP menunjukkan bahwa persentase daya serap peserta didik tentang kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas dan keliling bangun datar masih rendah, baik di tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional yaitu kurang dari 50% (Tabel 1.1).
(15)
Tabel 1.1 Persentase Penguasaan Materi Soal Matematika Ujian Nasional SMP/MT Kemampuan Menyelesaikan Masalah yang Berkaitan dengan Luas dan Keliling Bangun Datar.
Tahun Pelajaran Tingkat Kabupaten Tingkat Propinsi Tingkat Nasional 2010/2011 2011/2012 2012/2013 43,73% 25,5% 35,7% 49,95% 29,91% 36,31% 66,39% 31,04% 53,02% *) Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah
Sumber : Laporan Hasil Ujian Nasional oleh Pusat Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional.
Selanjutnya berdasarkan data soal Ujian Nasional (UN) matematika SMP tentang materi bidang datar dari tahun 2011 sampai 2013, diperoleh hasil bahwa pada tahun 2011, terdapat 5 soal materi bidang datar dengan rincian 3 soal tentang segiempat dan 2 soal tentang segitiga. Begitu juga pada tahun 2012, terdapat 5 soal materi bidang datar dengan rincian 3 soal tentang segiempat dan 2 soal tentang segitiga. Selanjutnya pada tahun 2013 terdapat 7 soal materi bidang datar dengan rincian 4 soal tentang segiempat dan 3 soal tentang segitiga.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab rendahnya nilai hasil belajar peserta didik yaitu dengan menganalisis kesalahan hasil belajarnya. Dalam penelitian ini, hasil belajar peserta didik yang akan dianalisis adalah hasil pekerjaan peserta didik kelas VII dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah materi segiempat. Pemilihan materi segiempat dilakukan dengan berdasarkan pada data hasil rincian jenis bangun datar yang diujicobakan saat Ujian Nasional. Selama 3 tahun berturut-turut soal tentang segiempat lebih banyak diujikan saat Ujian Nasional.
Dengan menganalisis kesalahan hasil belajar tersebut, guru diharapkan dapat mengetahui jenis kesalahan dan penyebab peserta didik mengalami
(16)
kesalahan dalam mengerjakan soal materi keliling dan luas daerah segiempat. Informasi tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh guru untuk menentukan rancangan pembelajaran atau pembelajaran alternatif yang dapat ditempuh untuk meminimalkan terjadinya kesalahan yang sama.
Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kesalahan Newman. Metode analisis kesalahan Newman diperkenalkan pertama kali pada tahun 1977 oleh Anne Newman, seorang guru mata pelajaran matematika di Australia. Pada metode ini, Newman menyarankan lima kegiatan yang spesifik sebagai sesuatu yang sangat krusial untuk membantu menemukan di mana kesalahan yang terjadi pada pekerjaan peserta didik ketika menyelesaikan suatu masalah berbentuk soal uraian, yaitu: (1) tahapan membaca (reading), (2) tahapan memahami (comprehension) makna suatu permasalahan, (3) tahapan transformasi (transformation), (4) tahapan keterampilan proses (process skill), dan (5) tahapan penulisan jawaban (encoding). Prakitipong dan Nakamura (2006) membagi lima tahapan analisis kesalahan Newman menjadi dua kelompok kendala yang dialami peserta didik dalam menyelesaikan masalah. Kendala pertama adalah masalah dalam kelancaran linguistik atau kebahasaan dan pemahaman konseptual yang sesuai dengan tingkat membaca sederhana dan memahami makna masalah. Kendala tersebut dikaitkan dengan tahapan membaca
(reading) dan memahami (comprehension) makna suatu permasalahan. Kendala
kedua adalah masalah dalam pengolahan matematika yang terdiri dari transformasi (transformation), keterampilan proses (process skill), dan penulisan jawaban (encoding). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka metode ini dipilih
(17)
oleh peneliti agar dapat mengungkapkan jenis kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah secara lebih komprehensif, yaitu dari segi penguasaan linguistik atau kebahasaan maupun pengolahan matematika.
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Analisis dengan Prosedur Newman terhadap Kesalahan Peserta Didik Kelas VII dalam Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah Matematika.
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.
1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah pada peserta didik.
2. Rendahnya hasil belajar peserta didik kelas VII dalam menyelesaikan soal materi segiempat.
1.3
Fokus Penelitian
Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, fokus penelitian yang ingin dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut.
1. Objek atau sasaran dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 3 Ungaran.
2. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah bangun datar dengan mengambil materi pokok keliling dan luas daerah segiempat. Standar kompetensi dalam materi pokok ini adalah memahami konsep segiempat serta menemukan
(18)
ukurannya. Sedangkan kompetensi dasarnya adalah mengidentifikasi sifat-sifat segiempat (jajar genjang, persegi panjang, belah ketupat, persegi, trapesium, dan layang-layang).
3. Tipe soal yang akan digunakan adalah soal pemecahan masalah.
1.4
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.
1. Apa sajakah jenis kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah berdasarkan prosedur Newman? 2. Apa sajakah penyebab terjadinya kesalahan peserta didik dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah berdasarkan prosedur Newman? 3. Apa sajakah solusi untuk meminimalkan atau menghindari kesalahan peserta
didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah berdasarkan prosedur Newman?
1.5
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Mengetahui jenis kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah berdasarkan prosedur Newman. 2. Mengetahui penyebab terjadinya kesalahan peserta didik dalam
(19)
3. Mengetahui solusi untuk meminimalkan atau menghindari kesalahan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah berdasarkan prosedur Newman.
1.6
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat sebagai berikut.
1.6.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap upaya peningkatan kemampuan peserta didik dalam mempelajari matematika khususnya dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika.
1.6.2 Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang ingin dicapai, bagi guru informasi mengenai kesalahan-kesalahan peserta didik dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan guru dalam menentukan rancangan pembelajaran atau pembelajaran alternatif yang sesuai. Dengan adanya pembelajaran alternatif yang sesuai maka diharapkan dapat meminimalkan terjadinya kesalahan yang sama yang dilakukan oleh peserta didik. Sehingga hasil belajar peserta didik di tahun-tahun mendatang lebih baik. Bagi peserta didik, diharapkan mereka dapat mengetahui jenis dan penyebab kesalahan yang dilakukan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika. Sehingga mereka dapat lebih optimal dalam belajar dan mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional.
(20)
1.7
Definisi Operasional
Untuk menyamakan persepsi antara penulis dan pembaca, maka diberikan definisi operasional.
1.7.1 Analisis Kesalahan
Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia (2008: 60), analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya, dan sebagainya. Sedangkan kesalahan berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia (2008: 1247), adalah kekeliruan, perbuatan yang salah (melanggar hukum dan sebagainya). Jadi analisis kesalahan adalah sebuah upaya penyelidikan terhadap suatu peristiwa penyimpangan untuk mencari tahu apa yang menyebabkan suatu peristiwa penyimpangan itu bisa terjadi. Selanjutnya yang dimaksud analisis kesalahan dalam penelitian ini yaitu penyelidikan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan peserta didik kelas VII dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika materi keliling dan luas daerah segiempat.
1.7.2 Soal Pemecahan Masalah
Soal pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah soal-soal aspek pemecahan masalah materi keliling dan luas daerah segiempat.
1.7.3 Prosedur Newman
Menurut Prakitipong & Nakamura (2006: 113), “The Newman Procedure
is a method that analyzes errors in sentence problems“. Berdasarkan keterangan
tersebut kita peroleh informasi bahwa prosedur Newman adalah sebuah metode untuk menganalisis kesalahan dalam soal uraian. Langkah-langkah yang harus
(21)
dilakukan untuk menyelesaikan soal matematika menurut Newman yaitu membaca soal (reading), memahami masalah (comprehension), transformasi
(transformation), kemampuan memproses (process skill), dan penulisan jawaban
(22)
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
Teori-teori yang mendukung dalam penelitian ini meliputi hakikat matematika, belajar dan pembelajaran matematika, analisis kesalahan, soal pemecahan masalah, prosedur Newman, jenis-jenis kesalahan menurut Newman dan tinjauan materi segiempat.
2.1
Hakikat Matematika
Untuk mengetahui hakikat matematika paling tidak kita harus mengetahui tentang definisi atau pengertian matematika dan objek kajian matematika. Namun faktanya belum ada satupun definisi yang pasti tentang matematika. Salah satu pendekatan yang dapat kita pilih untuk mengetahui definisi matematika adalah dengan merunut asal katanya. Menurut Suherman (2003) kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani
mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya
mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata
mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu
mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi berdasarkan asal
katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir atau bernalar.
Menurut Tinggih (dalam Suherman, 2003) perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini bukan berarti ilmu lain
(23)
diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan pada dunia rasio atau penalaran sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika. Logika adalah masa bayi dari matematika dan matematika adalah masa dewasa dari matematika.
Beberapa ahli juga merumuskan definisi tentang matematika, yaitu sebagai berikut.
a) James dan James (1976): matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
b) Johnson dan Rising (1972): matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
c) Reys, dkk. (1984): matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.
d) Kline (1973): matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan lain-lain.
(24)
Masih banyak lagi definisi-definisi tentang matematika. Akan tetapi dari definisi-definisi tersebut, kita sedikit punya gambaran pengertian tentang matematika. Semua definisi tersebut dapat kita terima karena matematika memang dapat ditinjau dari berbagai sudut dan matematika dapat memasuki seluruh segi kehidupan manusia dari segi yang paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks.
Menurut Gagne (dalam Ismail, 1998) terdapat dua jenis objek belajar dalam matematika yaitu objek tidak langsung dan langsung. Objek tidak langsung adalah transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, disiplin pribadi dan apresiasi pada struktur matematika. Sedangkan objek langsung belajar matematika meliputi fakta, konsep, prinsip dan keterampilan.
1) Fakta (fact)
Fakta adalah perjanjian-perjanjian dalam matematika seperti simbol-simbol
matematika, kaitan simbol “3” dengan kata “tiga” merupakan contoh fakta. Contoh lainnya fakta: “+” adalah simbol dari operasi penjumlahan dan sinus
adalah nama suatu fungsi khusus dalam trigonometri. 2) Konsep (concept)
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Himpunan, segitiga, kubus, dan jari-jari adalah merupakan contoh konsep dalam matematika.
3) Prinsip (principle)
Prinsip merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah sederetan konsep beserta dengan hubungan diantara konsep-konsep tersebut. Contoh
(25)
prinsip adalah dua segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen.
4) Keterampilan (skills)
Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya pembagian cara singkat, penjumlahan pecahan dan perkalian pecahan.
2.2
Belajar dan Pembelajaran Matematika
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Perubahan perilaku yang dimaksud dapat berwujud perilaku yang tampak (overt behavior) atau perilaku yang tidak tampak (innert behavior). Sebagai suatu proses, dalam kegiatan belajar dibutuhkan waktu sampai mencapai hasil belajar, dan hasil belajar itu berupa perilaku yang lebih sempurna dibandingkan dengan perilaku sebelum melakukan kegiatan belajar. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia (Anni, 2007: 19). Sedangkan belajar matematika ialah belajar konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika (Hudojo, 1988: 3).
Menurut Suyitno (2004: 2), pembelajaran merupakan upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik, serta antara peserta didik dengan peserta didik. Dengan demikian pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran
(26)
matematika dalam mengajarkan matematika kepada peserta didiknya yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik, serta peserta didik dengan peserta didik dalam mempelajari matematika.
2.3
Analisis Kesalahan
Salah satu cara untuk mengetahui kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan soal matematika adalah dengan melakukan analisis kesalahan. Hal tersebut diperlukan agar peserta didik mengetahui jenis kesalahan yang dilakukan dan tidak melakukannya kembali.
Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia (2008: 60), analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya, dan sebagainya. Sedangkan kesalahan berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia (2008: 1247), adalah kekeliruan, perbuatan yang salah (melanggar hukum dan sebagainya). Kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal matematika merupakan penyimpangan terhadap yang benar yang sifatnya sistematis, konsisten, maupun insidental (Sarofa, 2010: 16). Jadi analisis kesalahan adalah sebuah upaya penyelidikan terhadap suatu peristiwa penyimpangan untuk mencari tahu apa yang menyebabkan suatu peristiwa penyimpangan itu bisa terjadi.
Analisis kesalahan yang akan dilakukan pada penelitian ini merupakan penyelidikan terhadap penyimpangan-penyimpangan atas jawaban yang benar dan
(27)
bersifat sistematis dari peserta didik kelas VII SMP N 3 Ungaran dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.
2.4
Soal Pemecahan Masalah
Menurut Hudojo (2003: 148), memecahkan masalah itu merupakan aktivitas mental yang tinggi. Perlu diketahui bahwa suatu pertanyaan merupakan masalah bergantung kepada individu dan waktu. Artinya, suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi peserta didik, tetapi mungkin bukan merupakan suatu masalah bagi peserta didik lain. Pertanyaan yang dihadapkan kepada peserta didik yang tidak bermakna akan bukan merupakan masalah bagi peserta didik tersebut. Dengan perkataan lain, pertanyaan yang dihadapkan kepada peserta didik haruslah dapat diterima oleh peserta didik tersebut. Jadi, pertanyaan itu harus sesuai dengan struktur kognitif peserta didik.
Menurut Gagne, sebagaimana dikutip dalam Suherman (2003: 89) mengemukakan bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan tipe belajar paling tinggi dari delapan tipe yang dikemukakan oleh Gagne, yaitu (1) belajar tanda (signal learning); (2) belajar stimulu-respon (stimulus-response learning); (3) jalinan (chaining); (4) jalinan verbal (verbal chaining); (5) belajar membedakan (descrimination learning); (6) belajar konsep (concept learning); (7) belajar kaidah (rule learning); (8) pemecahan masalah (problem solving). Sebagaimana dikemukakan oleh Anni (2007: 80), proses pemecahan masalah dilakukan dengan cara menghubungkan beberapa kaidah sehingga membentuk kaidah yang lebih tinggi (higher order rule) yang seringkali dilahirkan sebagai hasil berpikir pada waktu pembelajar menghadapi masalah baru.
(28)
Menurut Gok & Silay (2010: 7), suatu masalah terjadi ketika seseorang menghadapi suatu kesulitan untuk menemukan jawaban. Akan tetapi, kesulitan pada hakikatnya bukanlah suatu karakteristik masalah karena tidak bergantung pada kemampuan maupun pengalaman seseorang yang memecahkan masalah tersebut. Suatu masalah bagi seseorang belum tentu menjadi masalah bagi orang lain. Jadi, pemecahan masalah merupakan suatu usaha yang diperlukan untuk menuju pencapaian tujuan atau mencari penyelesaian dengan cara yang tidak segera dapat dicapai.
Menurut Carson (2007: 14) pemecahan masalah akan lebih efektif jika pengetahuan dasar dan penerapan dari pengetahuan menjadi suatu prinsip yang mendasari dari teori maupun praktek untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karena itu, pemecahan masalah membutuhkan kemampuan peserta didik dalam menerapkan kemampuan dasar yang dimiliknya untuk dikembangkan berdasarkan suatu masalah yang diberikan.
Departemen Matematika dan Ilmu Komputer di Saint Louis University (dalam Department of Mathematics and Computer Science, 1993) mengemukakan lima tipe soal matematika.
(1) Soal-soal yang menguji ingatan (memory). (2) Soal-soal yang menguji keterampilan (skills).
(3) Soal-soal yang membutuhkan penerapan keterampilan pada situasi yang biasa (familiar).
(4) Soal-soal yang membutuhkan penerapan keterampilan pada situasi yang tidak biasa (unfamiliar) – mengembangkan strategi untuk masalah yang baru.
(29)
(5) Soal-soal yang membutuhkan ekstensi (perluasan) keterampilan atau teori yang kita kenal sebelum diterapkan pada situasi yang tidak biasa (unfamiliar). Untuk pembahasan lebih lanjut, Thomas Butt (1980: 20-30) membuat klasifikasi tipe soal sebagai berikut.
(1) Tipe soal ingatan (recognition)
Tipe ini biasanya meminta kepada peserta didik untuk mengenali atau menyebutkan fakta-fakta matematika, definisi, atau pernyataan suatu teorema atau dalil. Bentuk soal yang dipakai biasanya bentuk soal benar salah, pilihan ganda, mengisi yang kosong, atau dengan format menjodohkan.
Contohnya meminta peserta didik menyebutkan jenis-jenis trapesium. (2) Tipe soal prosedural atau algoritma (algorithm)
Tipe ini menghendaki penyelesaian berupa sebuah prosedur langkah demi langkah, dan seringkali berupa algoritma hitung. Pada soal tipe ini, umumnya peserta didik hanya memasukkan angka atau bilangan ke dalam rumus, teorema, atau algoritma.
Contohnya meminta peserta didik untuk menghitung luas persegi panjang. (3) Tipe soal terapan (aplication)
Soal aplikasi memuat penggunaan algoritma dalam konteks yang sedikit berbeda. Soal-soal cerita tradisional umumnya termasuk kategori soal aplikasi, dimana penyelesaiannya memuat: (a) merumuskan masalah ke dalam model matematika, dan (b) memanipulasi simbol-simbol berdasarkan satu atau beberapa algoritma. Pada soal tipe ini umumnya peserta didik mudah mengenal rumus atau teorema yang harus dipergunakan. Satu-satunya
(30)
keterampilan baru yang harus mereka kuasai adalah bagaimana memahami konteks masalah untuk merumuskannya secara matematis.
Contoh.
Pak Asep ingin membeli sebidang tanah untuk dibangun sebuah mushola. Tanah yang ingin ditawarkan kepada Pak Asep berbentuk persegi panjang dengan panjang 5 m kurangnya dari 2 kali lebarnya. Penjual tanah hanya memberitahukan bahwa keliling tanah tersebut adalah 68 m. Jika harga tanah adalah Rp 350.000/ . Berapa rupiah uang yang harus dikeluarkan Pak Asep untuk membayar tanah tersebut?
(4) Tipe soal terbuka (open search)
Berbeda dengan tiga tipe soal sebelumnya, maka pada tipe soal terbuka ini strategi pemecahan masalah tidak tampak pada soal. Soal-soal tipe ini umumnya membutuhkan kemampuan melihat pola dan membuat dugaan. Termasuk pada tipe soal ini adalah soal-soal matematika yang berkaitan dengan teka-teki dan permainan.
Contoh.
Gambarlah sebuah segiempat ABCD yang mempunyai tepat satu sumbu simetri. Jelaskan mengapa segiempat yang kamu buat memenuhi kondisi tersebut?
(5) Tipe soal situasi (situation)
Salah satu langkah krusial dalam tipe ini adalah mengidentifikasi masalah dalam situasi tersebut sehingga penyelesaian dapat dikembangkan untuk situasi tersebut. Pertanyaan-pertanyaan dalam soal ini antara lain: “Berikan
(31)
dilakukan?”. Soal-soal dengan tipe ini jarang dinyatakan secara tuntas dalam sebuah kalimat soal. Dalam matematika, umumnya soal-soal tipe ini berkenaan dengan kegiatan mandiri atau soal proyek, di mana peserta didik dituntut untuk melakukan suatu percobaan, penggalian atau pengumpulan data, pemanfaatan sumber belajar baik berupa buku, media, maupun ahli (expert).
Sebuah soal dikatakan bukan “masalah” bagi seseorang umumnya bila
soal tersebut terlalu mudah baginya. Suatu soal bersifat mudah, biasanya karena soal tersebut telah sering (rutin) dipelajari dan bersifat teknis. Umumnya, tipe soal ingatan dan tipe soal prosedural termasuk kelompok soal-soal rutin (routine
problems), yaitu soal-soal yang tergolong mudah dan kurang dapat meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam hal pemecahan masalah. Sementara soal tipe terapan umumnya masih sebatas melatih kemampuan peserta didik menerjemahkan situasi masalah ke dalam model matematika. Sedangkan soal-soal yang dapat digolongkan kedalam soal pemecahan masalah biasanya adalah soal-soal dengan tipe terbuka dan tipe situasi.
Sebagai simpulannya, Suyitno (2004: 31) menyatakan bahwa suatu soal hanya dapat dikatakan sebagai soal pemecahan masalah apabila memenuhi persyaratan-persyaratan berikut.
a) Peserta didik memiliki pengetahuan atau materi prasyarat untuk mengerjakan soal tersebut.
b) Peserta didik memiliki kemampuan untuk menyelesaikan soal tersebut. c) Peserta didik belum mempunyai algoritma atau prosedur untuk
(32)
d) Peserta didik mempunyai keinginan untuk menyelesaikan soal tersebut.
2.5
Prosedur Newman
Metode analisis kesalahan Newman diperkenalkan pertama kali pada tahun 1977 oleh Anne Newman, seorang guru mata pelajaran matematika di
Australia. Menurut Prakitipong & Nakamura (2006: 113), “The Newman
Procedure is a method that analyzes errors in sentence problems“. Berdasarkan
keterangan tersebut kita peroleh informasi bahwa prosedur Newman adalah sebuah metode untuk menganalisis kesalahan dalam soal uraian. Newman menerbitkan data berdasarkan sistem yang dia kembangkan untuk menganalisis kesalahan yang dibuat pada tugas-tugas tertulis. Tahapan tersebut yaitu membaca masalah (reading), memahami masalah (comprehension), transformasi masalah
(transformation), keterampilan proses (process skill), dan penulisan jawaban akhir
(encoding).
Menurut Newman (dalam White, 2010) ketika peserta didik ingin mendapatkan solusi yang tepat dari suatu masalah matematika dalam bentuk soal uraian, maka peserta didik diminta untuk melakukan lima kegiatan berikut.
(1) Silahkan bacakan pertanyaan tersebut. Jika kamu tidak mengetahui suatu kata tinggalkan saja.
(2) Katakan apa pertanyaan yang diminta untuk kamu kerjakan. (3) Katakan bagaimana kamu akan menemukan jawaban.
(4) Tunjukkan apa yang akan kamu kerjakan untuk memperoleh jawaban tersebut. Katakan dengan keras sehingga dapat dimengerti bagaimana kamu berpikir.
(33)
Dalam proses penyelesaian masalah, ada banyak faktor yang mendukung peserta didik untuk mendapatkan jawaban yang benar. Menurut Prakitipong dan Nakamura (2006), metode ini menyatakan bahwa dalam menyelesaikan masalah terdapat dua jenis rintangan yang menghalangi peserta didik untuk mencapai jawaban yang benar, yaitu:
a) permasalahan dalam membaca dan memahami konsep yang dinyatakan dalam tahap membaca dan memahami masalah, dan
b) permasalahan dalam proses perhitungan yang terdiri atas transformasi, keterampilan memproses, dan penulisan jawaban.
2.6
Jenis-jenis Kesalahan menurut Newman
Menurut Prakitipong dan Nakamura (2006), ada 5 jenis kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika menurut Newman. Berikut adalah jenis-jenis kesalahan tersebut.
2.6.1 Kesalahan Membaca
Kesalahan membaca yaitu kesalahan yang dilakukan peserta didik pada saat membaca soal. Menurut Singh (2010: 266), “a reading error occurred when written words or symbols failed to be recognized by the subject that led to his/her
failure to pursue the course of problem-solution”. Atau dengan kata lain
kesalahan membaca terjadi ketika peserta didik tidak mampu membaca kata-kata maupun simbol yang terdapat dalam soal. Kesalahan membaca dapat diketahui melalui proses wawancara.
Adapun contoh kesalahan membaca yang dilakukan oleh peserta didik ditunjukkan seperti pada Tabel 2.1 berikut.
(34)
Tabel 2.1 Contoh Kesalahan Membaca yang Dilakukan Peserta didik Kalimat atau pertanyaan dalam soal Kesalahan peserta didik Luas sebuah trapesium dan
sisi-sisi yang sejajar panjangnya dan . Hitunglah jarak antara kedua sisi sejajar tersebut.
Luas sebuah trapesium tiga ratus tujuh puluh delapan meter dan sisi-sisi yang sejajar panjangnya tiga koma tujuh meter dan lima koma tiga meter. Hitunglah jarak antara kedua sisi sejajar tersebut.
Berdasarkan Tabel 2.1, contoh kesalahan membaca yang dilakukan oleh peserta didik adalah peserta didik salah membaca luas trapesium yang seharusnya tiga puluh tujuh koma delapan meter persegi menjadi tiga ratus tujuh puluh delapan meter.
2.6.2 Kesalahan Memahami Masalah
Kesalahan memahami masalah adalah kesalahan yang dilakukan peserta didik setelah peserta didik mampu membaca permasalahan yang ada dalam soal namun tidak mengetahui permasalahan apa yang harus ia selesaikan. Menurut
Singh (2010: 266), “a comprehension error occurred when the pupil was able to read the question but failed to understand its requirement, thus causing him/her to
err in or to fail at attempting problem-solution”. Atau dengan kata lain kesalahan
memahami masalah terjadi ketika peserta didik mampu untuk membaca pertanyaan tetapi gagal untuk mendapatkan apa yang ia butuhkan sehingga menyebabkan dia gagal dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Adapun contoh kesalahan memahami masalah yang dilakukan oleh peserta didik ditunjukkan seperti pada Tabel 2.2 berikut.
(35)
Tabel 2.2 Contoh Kesalahan Memahami Masalah yang Dilakukan Peserta didik Kalimat atau pertanyaan dalam soal Kesalahan peserta didik Luas sebuah trapesium dan
sisi-sisi yang sejajar panjangnya dan . Hitunglah jarak antara kedua sisi sejajar tersebut.
Berdasarkan Tabel 2.2, contoh kesalahan memahami masalah yang dilakukan oleh peserta didik adalah peserta didik mampu membaca soal yang diberikan akan tetapi salah memahami jarak antara kedua sisi sejajar trapesium yang seharusnya tinggi trapesium akan tetapi peserta didik memahaminya sebagai panjang kaki trapesium.
2.6.3 Kesalahan Transformasi
Kesalahan transformasi adalah sebuah kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik setelah peserta didik mampu memahami permasalahan yag terdapat dalam soal, namun tidak mampu memilih pendekatan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Menurut Singh (2010: 266), “a transformation error
occurred when the pupil had correctly comprehended a question’s requirement
but failed to identify the proper mathematical operation or sequence of operation
to successfully pursue the course of problem-solution”. Atau dengan kata lain
kesalahan transformasi merupakan sebuah kesalahan yang terjadi ketika peserta didik telah benar memahami pertanyaan dari soal yang diberikan, tetapi gagal untuk memilih operasi matematika yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Adapun contoh kesalahan transformasi yang dilakukan oleh peserta didik ditunjukkan seperti pada Tabel 2.3 berikut.
L =
(36)
Tabel 2.3 Contoh Kesalahan Transformasi yang Dilakukan Peserta didik Kalimat atau pertanyaan dalam soal Kesalahan peserta didik Luas sebuah trapesium dan
sisi-sisi yang sejajar panjangnya dan . Hitunglah jarak antara kedua sisi sejajar tersebut.
Luas trapesium =
Berdasarkan Tabel 2.3, contoh kesalahan transformasi yang dilakukan oleh peserta didik adalah peserta didik mampu memahami masalah yang diberikan yaitu mencari tinggi trapesium akan tetapi peserta didik salah memilih pendekatan atau rumus yang digunakan. Peserta didik mengalikan kedua sisi sejajar trapesium yang seharusnya dia jumlahkan.
2.6.4 Kesalahan Kemampuan Memproses
Kesalahan kemampuan memproses adalah suatu kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam proses perhitungan. Peserta didik mampu memilih pendekatan yang harus ia lakukan untuk menyelesaikan soal, tapi ia tidak mampu
menghitungnya. Menurut Singh (2010: 266), “a process skill error occurred when, although the correct operation (or sequence of operations) to be used to pursue problem solution had been identified, the pupil failed to carry out the
procedure correctly”. Atau dengan kata lain sebuah kesalahan disebut kesalahan
kemampuan memproses apabila peserta didik mampu memilih operasi yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan namun ia tak dapat menjalankan prosedur dengan benar.
Adapun contoh kesalahan kemampuan memproses yang dilakukan oleh peserta didik ditunjukkan seperti pada Tabel 2.4 berikut.
(37)
Tabel 2.4 Contoh Kesalahan Kemampuan Memproses yang Dilakukan Peserta didik
Kalimat atau pertanyaan dalam soal Kesalahan peserta didik Luas sebuah trapesium dan
sisi-sisi yang sejajar panjangnya dan . Hitunglah jarak antara kedua sisi sejajar tersebut.
Luas trapesium = ( ) ( )
.
Berdasarkan Tabel 2.4, contoh kesalahan kemampuan memproses yang dilakukan oleh peserta didik adalah peserta didik mampu memilih pendekatan yang harus dilakukan untuk menemukan tinggi trapesium akan tetapi peserta didik salah dalam proses perhitungan. Pada prose perhitungan pada tabel diatas, kesalahan peserta didik bisa dilihat pada baris kelima. Pada saat proses penghitungan peserta didik hanya mengalikan pembilang saja padahal seharusnya peserta didik juga mengalikan penyebutnya.
2.6.5 Kesalahan Penulisan
Kesalahan penulisan adalah kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik karena kurang telitinya peserta didik dalam menulis. Pada tahap ini peserta didik sudah mampu menyelesaikan permasalahan yang diinginkan oleh soal, tetapi ada sedikit kekurangtelitian peserta didik yang menyebabkan berubahnya makna
jawaban yang ia tulis. Menurut Singh (2010: 267), “an encoding error occurred when, despite having appropriately and correctly solved a mathematical task, the
(38)
pupil failed to provide an acceptable written form of the answer”. Atau dengan kata lain sebuah kesalahan masih tetap bisa terjadi meskipun peserta didik telah selesai memecahkan permasalahan matematika, yaitu bahwa peserta didik salah menuliskan apa yang ia maksudkan.
Adapun contoh kesalahan penulisan yang dilakukan oleh peserta didik ditunjukkan seperti pada Tabel 2.5 berikut.
Tabel 2.5 Contoh Kesalahan Penulisan yang Dilakukan Peserta didik Kalimat atau pertanyaan dalam soal Kesalahan peserta didik Luas sebuah trapesium dan
sisi-sisi yang sejajar panjangnya dan . Hitunglah jarak antara kedua sisi sejajar tersebut.
Luas trapesium = ( ) ( )
.
Berdasarkan Tabel 2.5, contoh kesalahan penulisan yang dilakukan oleh peserta didik adalah peserta didik mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan yaitu mencari tinggi trapesium. Akan tetapi hasil akhir yang didapat padahal seharusnya .
2.7
Tinjuan Materi Segiempat
Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar kurikulum KTSP kelas VII semester genap, segiempat adalah materi pokok yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik. Standar kompetensi materi pokok segiempat
(39)
adalah memahami konsep segiempat serta menemukan ukurannya. Sedangkan kompetensi dasar pada materi pokok segiempat adalah menghitung keliling dan luas daerah segitiga dan segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Materi dalam penelitian ini adalah keliling dan luas daerah segiempat yang meliputi keliling dan luas daerah jajargenjang, persegi panjang, belah ketupat, persegi, trapesium, dan layang-layang. Prasyarat untuk materi ini adalah definisi dan sifat-sifat segiempat yang meliputi pengertian dan sifat-sifat jajargenjang, persegi panjang, belah ketupat, persegi, trapesium, dan layang-layang dan rumus Phytagoras. Adapun uraian materinya adalah sebagai berikut.
2.7.1 Definisi dan Sifat-sifat Segiempat 2.7.1.1 Jajargenjang
(1) Definisi Jajargenjang
Jajargenjang adalah segiempat yang memiliki dua pasang sisi yang berhadapan sejajar. Berikut gambar jajargenjang ABCD.
(2) Sifat-sifat Jajargenjang
a) Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang. b) Sudut-sudut yang berhadapan sama besar.
c) Jumlah sudut-sudut yang berdekatan adalah . d) Diagonal-diagonalnya potong memotong di tengah.
A B
C D
(40)
2.7.1.2 Persegi Panjang (1) Definisi Persegi Panjang
Persegi Panjang adalah jajargenjang yang satu sudutnya siku-siku. Berikut adalah gambar persegi panjang ABCD.
(2) Sifat-sifat Persegi Panjang
a) Diagonal-diagonalnya sama panjang.
b) Semua sifat jajargenjang berlaku untuk persegi panjang, maka diagonal-diagonal persegi panjang saling membagi dua sama panjang dan kedua diagonal persegi pajang saling berpotongan di tengah-tengah.
2.7.1.3 Belahketupat (1) Definisi Belahketupat
Belahketupat adalah jajargenjang yang dua sisinya yang berurutan sama panjang. Berikut adalah gambar belahketupat ABCD.
A B
C D
A
B
C D
(41)
(2) Sifat-sifat Belahketupat
a) Diagonal-diagonalnya merupakan sumbu simetri.
b) Sudut-sudut yang berhadapan sama besar dan dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya.
c) Kedua diagonalnya saling membagi dua sama panjang dan saling tegak lurus.
2.7.1.4 Persegi (1) Definisi Persegi
Persegi adalah segiempat yang keempat sisinya sama panjang dan satu sudutnya siku-siku. Berikut adalah gambar persegi ABCD.
(2) Sifat-sifat Persegi
Pada persegi berlaku sifat-sifat belahketupat dan persegi panjang. 2.7.1.5 Trapesium
(1) Definisi Trapesium
Trapesium adalah segiempat dengan tepat sepasang sisi yang sejajar. (2) Jenis-jenis Trapesium
a) Trapesium sama kaki adalah trapesium yang kedua sisinya sejajar dan kedua kakinya atau sisi tegaknya sama panjang, serta sudut-sudutnya
A B
C D
(42)
b) tidak ada yang siku-siku. Berikut adalah gambar trapesium sama kaki ABCD.
c) Trapesium siku-siku adalah trapesium yang sepasang sudutnya siku-siku. Berikut adalah gambar trapesium siku-siku ABCD.
d) Trapesium sembarang adalah trapesium yang tidak memiliki sudut siku-siku dan sepasang sisi yang sama panjang. Berikut adalah gambar trapesium sembarang ABCD.
(3) Sifat-sifat Trapesium
a) Jumlah besar dua sudut yang berada diantara dua sisi sejajar adalah 180°. b) Terdapat dua pasang sudut yang berdekatan sama besar (sifat khusus
pada trapesium sama kaki).
A B
C D
A B
C D
A B
C D
(43)
c) Sepasang diagonalnya sama panjang (sifat khusus pada trapesium sama kaki).
2.7.1.6 Layang-layang (1) Definisi Layang-layang
Layang-layang adalah segiempat yang kedua sisinya yang berdekatan sama panjang, sedangkan kedua sisi yang lain juga sama panjang. Berikut adalah gambar layang-layang ABCD.
(2) Sifat-sifat Layang-layang
a) Mempunyai dua pasang sisi yang sama panjang. b) Terdapat sepasang sudut yang berhadapan sama besar. c) Salah satu diagonalnya adalah sumbu simetri.
d) Salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal yang lain. e) Kedua diagonalnya saling berpotongan tegak lurus.
2.7.1.7 Rumus Phytagoras
Rumus phytagoras adalah rumus yang digunakan untuk mencari panjang sisi pada sebuah segitiga siku-siku. Penemu rumus ini adalah seorang ahli matematika dari Yunani yang bernama Pythagoras.
A
B
C D
(44)
Perhatikan gambar segitiga siku-siku berikut.
Sisi AC disebut juga sisi b karena berhadapan dengan sudut B. Sisi AB disebut juga sisi c karena berhadapan dengan sudut C. Sisi BC disebut juga sisi a karena berhadapan dengan sudut A.
Rumus untuk mencari panjang sisi segitiga siku-siku dengan menggunakan rumus Phytagoras adalah sebagai berikut.
b2 = a2 + c2
a2 = b2–c2
c2 = b2–a2
2.7.2 Keliling dan Luas Daerah Segiempat 2.7.2.1 Jajargenjang
(1) Keliling Jajargenjang
Keliling jajargenjang adalah jumlah panjang sisi-sisi pembentuk jajargenjang. Misal terdapat jajargenjang ABCD seperti pada gambar di bawah ini.
A
B C
c b
a
A
B C
c b
(45)
AB, BC, CD, dan DA adalah sisi-sisi yang membentuk jajargenjang ABCD. Maka keliling jajargenjang ABCD adalah:
Keliling = AB + BC + CD + DA (AB = CD dan BC = DA) = AB + BC + AB + BC
= (2 × AB) + (2 × BC) = 2 × (AB + BC)
Jadi untuk setiap jajargenjang ABCD, jika keliling = K maka keliling jajargenjang adalah:
K = 2 × (AB + BC)
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keliling jajargenjang dengan menggunakan prosedur Newman. Contoh soal:
Diketahui sebuah jajargenjang ABCD. Panjang AB 18 cm dan panjang BC AB. Berapakah keliling jajargenjang ABCD!
Jawab:
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan adalah menghitung keliling jajargenjang. Transformasi (Transformation)
Untuk mencari keliling jajargenjang rumus yang digunakan adalah K = 2 × (AB + BC).
A B
C D
(46)
Keterampilan memproses (Process skill) BC = × AB
BC = × 18 = 6 cm
K = 2 × (AB + BC)
K = 2 × (18 + 6)
K = 2 × 24 = 48 cm
Jadi keliling jajargenjang ABCD adalah 48 cm. (2) Luas Daerah Jajargenjang
Luas daerah jajargenjang adalah hasil kali alas (a) dan tingginya (t). Misal terdapat jajargenjang ABCD seperti pada gambar di bawah ini dengan DE adalah tinggi jajargenjang.
Maka luas daerah jajargenjang ABCD adalah: L = AB × DE atau secara umum L = a × t
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas daerah jajargenjang dengan menggunakan prosedur Newman.
Contoh soal:
Diketahui sebuah jajargenjang ABCD dengan luas 66,5 cm2. Jika diketahui tingginya 7 cm, berapakah panjang alasnya?
A B
C D
(47)
Jawab:
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan adalah menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas jajargenjang.
Transformasi (Transformation)
Untuk mencari luas jajargenjang rumus yang digunakan adalah a × t. Keterampilan memproses (Process skill)
L = a × t
66,5 = a × 7
a = 66,5 : 7 = 9,5 cm
Jadi alas jajargenjang ABCD adalah 9,5 cm. 2.7.2.2 Persegi Panjang
(1) Keliling Persegi Panjang
Keliling persegi panjang (K) adalah jumlah panjang sisi-sisi pembentuk persegi panjang. Misal terdapat persegi panjang ABCD seperti pada gambar di bawah ini.
AB, BC, CD, dan DA adalah sisi-sisi yang membentuk persegi panjang ABCD. Maka keliling persegi panjang ABCD adalah:
Keliling = AB + BC + CD + DA (AB = CD dan BC = DA) = AB + BC + AB + BC
= (2 × AB) + (2 × BC)
A B
C D
(48)
= 2 × (AB + BC)
Jadi untuk setiap persegipanjang ABCD, jika keliling = K, AB biasa disebut panjang (p) dan BC adalah lebar (l), maka secara umum keliling persegi panjang adalah:
K = 2 × (p + l)
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keliling persegi panjang dengan menggunakan prosedur Newman.
Contoh soal:
Pak Jusuf mempunyai sebidang kebun pisang berbentuk persegi panjang dengan panjang 20 m dan lebar 10 m. Pak Jusuf ingin membuat pagar mengelilingi kebun tersebut. Berapakah panjang pagar yang harus dibuat Pak Jusuf?
Jawab:
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan adalah menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keliling persegi panjang.
Transformasi (Transformation)
Untuk mencari keliling persegi panjang rumus yang digunakan adalah 2 × (p + l). Keterampilan memproses (Process skill)
Kell (K) = 2 × (p + l)
K = 2 × (20 + 10)
K = 2 × 30 = 60 m
(49)
(2) Luas Daerah Persegi Panjang
Luas daerah persegi panjang (L) adalah hasil kali panjang (p) dan lebarnya (l). Misal terdapat persegi panjang ABCD seperti pada gambar di bawah ini.
Maka luas daerah persegi panjang ABCD adalah: L = AB × BC atau secara umum L = p × l
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas persegi panjang dengan menggunakan prosedur Newman. Contoh soal:
Pak Budi memiliki sebidang tanah berbentuk persegi panjang. Jika diketahui keliling tanah tersebut adalah 60 m dan lebarnya 12 m, tentukan luas daerah sebidang tanah tersebut!
Jawab:
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan adalah menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas daerah persegi panjang.
Transformasi (Transformation)
Untuk mencari luas daerah persegi panjang rumus yang digunakan adalah p × l. Keterampilan memproses (Process skill)
Kell (K) = 2 × (p + l)
60 = 2 × (p + 12)
A B
C D
(50)
60 = 2p + 24
60 – 24 = 2p
36 = 2p
p = 36 : 2 = 18 m Luas (L) = p × l
L = 18 × 12 = 216 m2
Jadi luas daerah sebidang tanah yang dimiliki Pak Budi adalah 216 m2. 2.7.2.3 Belahketupat
(1) Keliling Belahketupat
Keliling belahketupat adalah jumlah panjang sisi-sisi pembentuk belahketupat. Misal terdapat belahketupat ABCD seperti pada gambar di bawah ini.
AB, BC, CD, dan DA adalah sisi-sisi yang membentuk belahketupat ABCD. Maka keliling belahketupat ABCD adalah:
Keliling = AB + BC + CD + DA (AB = BC = CD = DA = S) = 4 × AB
= 4 × S A
B
C D
(51)
Jadi untuk setiap belahketupat ABCD, jika keliling = K maka keliling belahketupat adalah:
K = 4 × S
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keliling belahketupat dengan menggunakan prosedur Newman. Contoh soal:
Bu Hatta memiliki sebuah hiasan dinding berbentuk belahketupat dengan panjang diagonal berukuran 48 cm dan 64 cm, hitunglah keliling hiasan dinding tersebut! Jawab:
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan adalah mencari keliling belahketupat. Transformasi (Transformation)
Untuk mencari keliling belahketupat rumus yang digunakan adalah 4 × S. Keterampilan memproses (Process skill)
Misal hiasan dinding tersebut adalah belahketupat ABCD seperti pada gambar di bawah.
AC = 64 cm dan BD = 48 cm
AO = × AC = × 64 = 32 cm dan OD = × BD = × 48 = 24 cm AD = √
AD = √ A
B
C D
(52)
AD = √
AD = √ = 40 cm Keliling = 4 × S
K = 4 × AD
K = 4× 40 = 160 cm.
Jadi keliling hiasan dinding tersebut adalah 160 cm. (2) Luas Daerah Belahketupat
Luas daerah belahketupat adalah setengah kali hasil kali diagonal-diagonalnya. Misal terdapat belahketupat ABCD seperti pada gambar di bawah ini.
Maka luas daerah belahketupat ABCD adalah:
L = × AC × BD atau secara umum L = × d1 × d2
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas daerah belahketupat dengan menggunakan prosedur Newman.
A
B
C D
(53)
Contoh soal:
Sebuah belahketupat BOLA memiliki luas daerah 864 dm2. Bila diketahui panjang diagonal BL adalah 36 dm, maka berapa centimeterkah panjang diagonal OA?
Jawab:
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan adalah menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas daerah belahketupat.
Transformasi (Transformation)
Untuk mencari luas daerah belahketupat rumus yang digunakan adalah L = × d1 × d2
Keterampilan memproses (Process skill)
Misal diagonal BL = d1 dan diagonal OA = d2 maka
L = × d1 × d2 864 = × 36 × d2 864 = 18 × d2
d2 = 864 : 18 = 48 dm
48 dm = 480 cm
Jadi panjang diagonal OA adalah 480 cm. 2.7.2.4 Persegi
(1) Keliling Persegi
Keliling persegi adalah jumlah panjang sisi-sisi pembentuk persegi. Misal terdapat persegi ABCD seperti pada gambar di bawah ini.
(54)
AB, BC, CD, dan DA adalah sisi-sisi yang membentuk persegi ABCD. Maka keliling persegi ABCD adalah:
Keliling = AB + BC + CD + DA (AB = BC = CD = DA = S) = 4 × AB
= 4 × S
Jadi untuk setiap persegi ABCD, jika keliling = K maka keliling persegi adalah: K = 4 × S
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keliling persegi dengan menggunakan prosedur Newman.
Contoh soal:
Diketahui keliling sebuah kolam berbentuk persegi adalah 60 dm. Hitunglah berapa meter panjang sisi-sisi kolam tersebut!
Jawab:
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan adalah menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keliling persegi.
Transformasi (Transformation)
Untuk mencari keliling persegi rumus yang digunakan adalah 4 × S.
A B
C D
(55)
Keterampilan memproses (Process skill) Kell (K) = 4 × S
60 = 4 × S
S = 60 : 4 = 15 dm 15 dm = 1,5 m
Jadi panjang sisi kolam adalah 1,5 m. (2) Luas Daerah Persegi
Luas daerah persegi panjang (L) adalah hasil kali sisi-sisinya (S) atau kuadrat sisinya. Misal terdapat persegi panjang ABCD seperti pada gambar di bawah ini.
Maka luas daerah persegi panjang ABCD adalah:
L = AB × BC atau secara umum L = S × S atau L = S2
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas daerah persegi dengan menggunakan prosedur Newman. Contoh Soal:
Rizal berlari mengelilingi lapangan yang berbentuk persegi. Ternyata total jarak yang ditempuh Rizal adalah 400 m. Hitunglah berapakah luas lapangan yang digunakan untuk berlari oleh Rizal!
Jawab:
A B
C D
(56)
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan adalah menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas daerah persegi.
Transformasi (Transformation)
Untuk mencari luas daerah persegi rumus yang digunakan adalah S × S atau S2. Keterampilan memproses (Process skill)
Untuk menentukan luas lapangan, maka terlebih dahulu akan dicari panjang sisi-sisinya.
Kell (K) = 4 × S
400 = 4 × S
S = 400 : 4 = 100 m Luas (L) = S × S
L = 100 × 100 = 1.000 m2
Jadi luas lapangan yang digunakan untuk berlari oleh Hary adalah 1.000 m2. 2.7.2.5 Trapesium
(1) Keliling Trapesium
Keliling trapesium adalah jumlah panjang sisi-sisi pembentuk trapesium. Misal terdapat trapesium ABCD seperti pada gambar di bawah ini
AB, BC, CD, dan DA adalah sisi-sisi yang membentuk trapesium ABCD. Maka keliling trapesium ABCD adalah:
A B
C D
(57)
Keliling = AB + BC + CD + DA = Jumlah keempat sisinya
Jadi untuk setiap trapesium ABCD, jika keliling = K maka keliling trapesium adalah:
K = AB + BC + CD + DA
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keliling trapesium dengan menggunakan prosedur Newman. Contoh soal:
ABCD adalah sebuah trapesium samakaki, dengan panjang AB = 2 kali panjang DC. Hitunglah keliling trapesium ABCD tersebut jika diketahui panjang AD = 20 cm dan panjang DC = 24 cm!
Jawab:
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan adalah menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keliling trapesium.
Transformasi (Transformation)
Untuk mencari keliling trapesium rumus yang digunakan adalah jumlah keempat sisinya atau AB + BC + CD + DA.
Keterampilan memproses (Process skill)
Untuk menemukan keliling trapesium berarti terlebih dahulu kita cari panjang sisi-sisinya.
AB = 2 × DC
AB = 2 × 24 = 48 cm
(58)
K = AB + BC + CD + DA
K = 48 + 20 + 24 + 20 = 112 cm.
Jadi keliling trapesium ABCD adalah 112 cm. (2) Luas Daerah Trapesium
Luas daerah trapesium adalah setengah hasil kali jumlah sepasang sisi sejajar dan tinggi. Misal terdapat trapesium ABCD dengan DE sebagai garis tinggi seperti pada gambar di bawah ini.
Maka luas daerah trapesium ABCD adalah:
L = × (AB + CD) × DE AB = a, CD = b, dan DE = t
Jadi secara umum L = × (a + b) × t.
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas daerah trapesium dengan menggunakan prosedur Newman. Contoh soal:
Sebuah trapesium diketahui memiliki luas daerah 2,016 dm2. Jika tinggi trapesium tersebut adalah 180 cm, maka berapakah jumlah panjang sisi sejajarnya?
Jawab:
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan adalah mencari jumlah panjang sisi sejajar trapesium.
A B
C D
(59)
Transformasi (Transformation)
Untuk mencari jumlah panjang sisi sejajar trapesium rumus yang digunakan adalah L = × (a + b) × t.
Keterampilan memproses (Process skill) L = × (a + b) × t
20.160 = × (a + b) × 180
20.160 × 2 = (a + b) × 180
40.320 = (a + b) × 180
a + b = 40.320 : 180
a + b = 224 cm.
Jadi jumlah panjang sisi sejajar trapesium tersebut adalah 224 cm. 2.7.2.6 Layang-layang
(1) Keliling Layang-layang
Keliling layang adalah jumlah panjang sisi-sisi pembentuk layang-layang. Misal terdapat layang-layang ABCD seperti pada gambar di bawah ini.
AB, BC, CD, dan DA adalah sisi-sisi yang membentuk layang-layang ABCD. Maka keliling layang-layang ABCD adalah:
A
B
C D
(60)
Keliling = AB + BC + CD + DA (AB = BC = a dan AD = DC = b) = 2 × (AB + AD)
= 2 × (a + b)
Jadi untuk setiap layang ABCD, jika keliling = K maka keliling layang-layang adalah:
K = 2 × (a + b)
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan keliling layang-layang dengan menggunakan prosedur Newman. Contoh soal:
Sebuah layang-layang diketahui mempunyai panjang 2 sisi yang berdekatan adalah 9 dm dan 12 dm. Berapa centimeterkah keliling layang-layang tersebut? Jawab:
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan menemukan keliling layang-layang. Transformasi (Transformation)
Untuk mencari keliling layang-layang rumus yang digunakan adalah jumlah keempat sisinya.
Keterampilan memproses (Process skill)
Misalkan layang-layang tersebut seperti pada gambar di bawah ini.
A
B
C D
(61)
AD = DC = 9 dm = 90 cm dan AB = BC = 12 dm = 120 dm Keliling = AB + BC + DC + AD
K = 120 + 120 + 90 + 90
K = 420 cm.
Jadi keliling layang-layang tersebut adalah 420 cm. (2) Luas Daerah Layang-layang
Luas daerah layang-layang (L) adalah setengah kali perkalian diagonal-diagonalnya. Misal terdapat layang-layang ABCD seperti pada gambar di bawah ini.
Maka luas daerah layang-layang ABCD adalah:
L = × AC × BD atau secara umum L = × d1 × d2
Berikut ini diberikan contoh cara menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas daerah layang-layang dengan menggunakan prosedur Newman.
Contoh soal:
Diketahui luas suatu layang-layang adalah 192 cm2. Jika diagonal d1 dan d2
memiliki perbandingan d1 : d2 = 2 : 3, tentukan panjang diagonal d1 dan d2.
A
B
C D
(62)
Jawab:
Memahami masalah (Comprehension)
Permasalahan yang harus diselesaikan adalah menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas daerah layang-layang.
Transformasi (Transformation)
Untuk mencari luas daerah layang-layang rumus yang digunakan adalah L = × d1 × d2
Keterampilan memproses (Process skill)
Untuk mencari panjang diagonal d1 dan d2 bisa kita gunakan rumus luas
layang-layang yaitu: L = × d1 × d2 192 = × d1 × d2
192 = × d1 × d2 192 × 2 = d1 × d2 384 = d1 × d2
Masing-masing panjang d1 dan d2dapat dicari dengan konsep perbandingan
dimana d1 : d2 = 2 : 3, maka dapat kita misalkan: d1 = 2x dan d2 = 3x, dengan
memasukan ke rumus luas sebelumnya sehingga di dapat: 384 = d1 × d2
384 = 2x × 3x
384 = 6x2
x2= 384 : 6
(63)
x = √ = 8 cm.
Dengan memasukan kedalam persamaan tadi maka panjang d1 dan d2 di dapat:
d1 = 2x = 2 × 8 cm = 16 cm
d2 = 3x = 3 × 8 cm = 24 cm
Jadi panjang diagonal d1 dan d2 layang-layang berturut-turut adalah 16 cm dan 24
(64)
53
BAB 3
PROSEDUR PENELITIAN
3.1
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2011: 6) penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk memahami hal-hal yang dialami oleh subjek penelitian, secara holistik dan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Pendekatan kualitatif dipilih dalam penelitian ini dengan tujuan agar dapat mengungkap secara lebih cermat kesalahan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah. Selain itu, dengan pendekatan kualitatif peneliti dapat berkomunikasi secara langsung dengan responden untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan kesalahan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah studi kasus, yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisme, lembaga, atau objek tertentu. Keuntungan metode studi kasus adalah peneliti dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam dan mendapat kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-konsep dasar tingkah laku manusia. Tujuannya untuk mengetahui secara langsung aspek kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematika. Harapan lainnya adalah agar kesalahan-kesalahan tersebut dapat
(65)
dicari penyebabnya dan dapat dicari jalan keluar untuk meminimalkan terjadinya kesalahan-kesalahan tersebut.
3.2
Latar Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Ungaran yang beralamatkan di Jalan Kapten Pattimura IA, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan sekolah tersebut dilakukan dengan alasan lokasinya dekat dengan tempat tinggal peneliti, sehingga lebih memudahkan peneliti dari segi transportasi, biaya, waktu, dan tenaga selama proses penelitian.
3.3
Data dan Sumber Data Penelitian
Menurut Lofland dan Laofland dalam Moleong (2011: 157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Walaupun sumber data diluar kata dan tindakan merupakan sumber data kedua, akan tetapi hal itu tidak dapat diabaikan seperti sumber tertulis.
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data utama berupa kata-kata atau hasil wawancara yang dilakukan kepada peserta didik yang dicatat melalui catatan tertulis dan perekaman voice notes recorder dan sumber data kedua yaitu hasil pekerjaan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.
Untuk menjawab rumusan masalah nomor 1 dan 2, yaitu jenis dan penyebab kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah berdasarkan prosedur Newman digunakan data utama berupa hasil wawancara dengan subjek penelitian dan data kedua berupa hasil pekerjaan
(66)
subjek penelitian. Sedangkan untuk menjawab rumusan masalah nomor 3, yaitu solusi dalam meminimalkan atau menghindari kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah berdasarkan prosedur Newman digunakan data utama berupa hasil wawancara dengan guru yang dianggap sebagai pihak ahli.
3.4
Metode Penyusunan Instrumen
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti dan tes uraian materi keliling dan luas daerah segiempat.
3.4.1 Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, kedudukan peneliti adalah sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Sehingga kehadiran peneliti di lapangan adalah mutlak. Selain itu peneliti berperan sebagai pengamat penuh karena peneliti mengamati secara langsung kegiatan peserta didik pada saat penelitian berlangsung.
3.4.2 Materi dan Bentuk Tes
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi keliling dan luas daerah segiempat yang diajarkan pada kelas VII SMP semester 2. Sedangkan bentuk tes yang digunakan adalah tes bentuk uraian yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Tes bentuk uraian dipilih karena dapat mengukur kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang menuntut kemampuan berpikir tinggi yang merupakan karakteristik soal pemecahan masalah.
Menurut Arikunto (2012: 177), tes bentuk uraian memiliki kebaikan-kebaikan, yaitu:
(67)
a) mudah disiapkan dan disusun;
b) tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan; c) mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat serta
menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus;
d) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri;
e) dapat diketahui sejauh mana peserta didik mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
3.4.3 Langkah-langkah Penyusunan Tes
Urutan dalam penyusunan perangkat tes adalah sebagai berikut. 1) Pembatasan terhadap bahan yang diteskan:
materi yang diteskan adalah materi segiempat. 2) Menentukan bentuk soal:
soal yang akan digunakan merupakan soal pemecahan masalah berbentuk uraian.
3) Menentukan jumlah butir soal:
jumlah soal yang digunakan adalah sebanyak 6 butir soal. 4) Menentukan waktu mengerjakan soal:
waktu yang digunakan untuk mengerjakan soal adalah 80 menit. Hal ini karena 1 jam pelajaran di SMP adalah 40 menit. Jumlah waktu untuk mata pelajaran matematika dalam 1 pertemuan adalah 2 jam pelajaran, atau 80 menit.
5) Membuat kisi-kisi soal:
(68)
3.4.4 Validitas Instrumen
Validitas instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 3.4.4.1 Validitas Logis
Menurut Arikunto (2007: 65), validitas logis terpenuhi jika instrumen tersebut sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen, yaitu validitas isi dan validitas konstruksi. Menurut Arikunto (2007: 66), validitas isi bagi sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan isi materi pelajaran yang dievaluasi, sedangkan validitas konstruksi menunjuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan konstruksi, aspek-aspek kejiwaan yang seharusnya dievaluasi. Validitas pada aspek ini dilaksanakan dengan membuat instrumen berdasarkan kisi-kisi soal yang telah disusun kemudian mengajukan instrumen tersebut untuk dinilai kevalidannya kepada validator ahli.
3.4.4.2 Validitas Empiris
Instrumen yang telah disusun dan divalidasi oleh ahli kemudian divalidasi empiris melalui uji coba instrumen. Dari hasil uji coba tersebut kemudian dianalisis untuk menentukan soal mana saja yang termasuk dalam kategori baik yang layak dipakai untuk instrumen penelitian.
3.4.4.3 Analisis Perangkat Tes
Menurut Arikunto (2007: 206), analisis perangkat tes bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek, sehingga dapat diperoleh informasi yang akan digunakan untuk menyempurnakan soal-soal untuk kepentingan lebih lanjut. Analisis perangkat tes dilakukan
(69)
terhadap hasil uji coba instrumen. Adapun analisis perangkat tes meliputi validitas butir soal, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan analisis daya pembeda.
1) Validitas Butir Soal
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mampu mengukur apa yang hendak diukur. Untuk mengukur validitas, digunakan rumus korelasi product
moment yaitu.
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑ Keterangan:
: koefisien korelasi tiap-tiap butir : banyaknya peserta didik
∑ : jumlah skor item ∑ : jumlah skor total (Arikunto, 2012: 87)
Hasil perhitungan dibandingkan dengan harga kritis product moment dengan signifikansi 5% jika > maka butir soal dikatakan valid dan jika sebaliknya maka butir soal tidak valid. Perhitungan dilakukan dengan
Microsoft Excel. Setelah dilakukan perhitungan untuk masing-masing tipe soal,
maka diperoleh bahwa semua tipe soal valid. Karena masing-masing butir soal melebihi dengan taraf signifikan 5% sebesar 0,349. Contoh perhitungan validitas soal uji coba ada pada lampiran 9.
(70)
Tabel 3.1 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba
Butir Keputusan
1 0,815
0,349
valid
2 0,849 valid
3 0,836 valid
4 0,830 valid
5 0,772 valid
6 0,934 valid
7 0,884 valid
8 0,875 valid
9 0,919 valid
10 0,876 valid
11 0,838 valid
12 0,785 valid
2) Reliabilitas
Suatu tes dikatakan reliabel jika tes tersebut memberikan hasil yang tetap atau ajeg. Untuk mencari reliabilitas soal bentuk uraian digunakan rumus Alpha sebagai berikut.
∑ Keterangan:
: reliabilitas instrumen tes : banyaknya butir soal ∑ : jumlah varians butir soal
: varians total (Arikunto, 2012: 122)
Kriteria pengujian reliabilitas tes yaitu setelah didapat harga kemudian dikonsultasikan dengan harga r product moment pada tabel, jika > maka item tes yang diujicobakan reliabel. Berdasarkan perhitungan analisis data
(1)
(2)
(3)
(4)
22. Dokumentasi Penelitian
DOKUMENTASI PENELITIAN
Proses Kegiatan Belajar Mengajar Dan Diskusi
Peserta Didik Mengerjakan Soal Evaluasi
(5)
Wawancara dengan Subjek Penelitian 2
Wawancara dengan Subjek Penelitian 3
(6)
Wawancara dengan Subjek Penelitian 5