Skala Perikanan Tangkap Jawa Barat
BAB 3 POTENSI DAN PROFIL USAHA PERIKANAN DAN KELAUTAN DI PROVINSI JAWA BARAT
45
Tradisional Subsisten
Komersial Inshore
Komersial Offshore
•Alat tangkap sederhana motor tempel
•Produksi cukup untuk memenuhi kebutuhan
•Skala marketing lokal •Alat tangkap motor tempel,
10-30GT •Produksi untuk dijual
•Skala marketing regional nasional
•Alat tangkap kapal motor longline, 30-50GT
•Produksi eksport •Skala marketing eksport
Gambar 11. Skala Ekonomi Perikanan Tangkap Jawa Barat
Untuk perikanan budidaya skala ekonomi usaha yang ada di Jawa Barat masih didominasi skala kecil dan menengah. Seperti kita ketahui,
pada kegiatan budidaya perikanan, penentuan skala usaha dari kegiatan yang dilakukan lebih didasarkan pada teknologi yang digunakan.
Teknologi yang digunakan dalam kegiatan budidaya mencerminkan kebutuhan luas lahan yang digunakan dan gambaran input produksi
yang diperlukan. Kategori teknologi yang digunakan pada budidaya baik tambak maupun laut di wilayah Jawa Barat dapat dibagi menurut kategori
teknologi subsisten atau tradisional, teknologi semi intensif dan intensif. Teknologi subsisten atau tradisional biasanya mengandalkan pada
ketersediaan lahan yang luas, atau lebih pada pendekatan ekstensifikasi. Konstruksi media budidaya seperti kolam atau tambak dibuat
sangat sederhana, pembatas kolam atau tambak hanya dengan memanfaatkan pemadatan tanah petakan. Konstruksi saluran inlet dan
outlet sangat sederhana. Untuk tambak air payau hanya mengandalkan dari adanya fenomena pasang surut air laut. Ukuran petakan kolam
atau tambak biasanya sangat luas, sekitar 1 Ha per petak. Ciri yang lainnya adalah pada pengguaan input produki. Input yang digunakan sangat
sederhana, lebih banyak mengandalkan ketersediaan dari alam, seperti penggunaan pakan cukup dipenuhi dari pakan alami, kalaupun diberi
pakan tambahan biasanya berasal dari limbah rumah tangga berupa sisa-sisa makanan. Input tenaga kerja biasanya bukan tenaga kerja
professional, cenderung menggunakan tenaga kerja keluarga yang tidak dibayar. Selama masa pemeliharaan tidak atau kurang melakukan proses
pengontrolan. Dengan kondisi demikian maka output atau produksi yang dihasilkan juga sangat tidak optimal, cenderung hanya
untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan belum orientasi pasar. Pada teknologi semi subsisten atau lebih umum dengan istilah
semi intensif, kondisinya sudah lebih berorientasi pada memenuhi kebutuhan pasar. komoditas yang dibudidayakan dipilih berdasarkan pada yang bernilai
ekonomis penting. Sehingga pemeliharaanpun sudah lebih diperhatikan. Input produksi menggunakan input-input yang sesuai dengan kebutuhan.
Seperti dalam pemberian pakan tidak hanya mengandalkan pakan alami, namun sudah memeperhatikan penggunaan pakan tambahan dan
BAB 3 POTENSI DAN PROFIL USAHA PERIKANAN DAN KELAUTAN DI PROVINSI JAWA BARAT