1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Spiritualitas merupakan salah satu bagian dari kekuatan karakter individu, di mana kekuatan karakter merupakan trait positif yang ditampilkan melalui
pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Kekuatan karakter merupakan karakter baik yang mengarahkan dan membantu individu dalam proses pencapaian
keutamaan, demikian halnya spiritualitas. Spiritualitas dalam artian mengacu pada kepercayaan dan praktik yang didasarkan pada keyakinan bahwa ada dimensi
transcendent nonfisik dalam kehidupan. Spiritual bersifat universal. Meskipun konten dari spiritual bervariasi, namun semua budaya memiliki konsep akhir,
transcendent, suci, sakral, dan kekuatan yang hebat Peterson Seligman, 2004. Konsep spiritualitas seringkali disamakan dengan konsep agama
religion. Spiritualitas tidak terbatas pada aspek keagamaan saja, melainkan konsep yang lebih besar MacKinlay dalam Jewell, 2004. Agama merupakan
sistem keyakinan dan praktik yang terorganisir, agama menawarkan akses dan ekspresi spiritual, juga menyediakan dukungan kepada orang yang percaya dalam
menghadapi pertanyaan-pertanyaan dan tantangan dalam kehidupan, berbeda dengan spiritualitas yang secara umum mencakup suatu kepercayaan dalam
hubungan dengan kekuatan yang lebih besar, pencipta, bersifat ketuhanan, atau kekuatan yang tidak terbatas Berman Snyder, 2012. Spiritualitas tidak formal,
tidak terstruktur dan tidak terorganisasikan seperti suatu agama dan orang tidak
Universitas Sumatera Utara
harus religius untuk menjadi spiritual Hendrawan, 2009. Namun, yang harus dipahami adalah agama merupakan ekspresi dari spiritualitas Jewell, 2004.
Setiap manusia memiliki dimensi spiritualitas dalam dirinya dan setiap orang juga memiliki kebutuhan untuk menyalurkan spiritualitasnya Berman dan
Snyder, 2012. Penelitian menunjukkan bahwa kegiatan spiritualitas memberikan manfaat pada lansia di Australia terhadap persepsi dukungan sosial Moxey dkk,
2010. Penelitian Mann dkk 2008 menunjukkan bahwa spiritualitas berhubungan dalam mengurangi kecemasan pada wanita hamil. Penelitian Ironson, Stuetzle,
dan Fletcher 2006 menunjukkan bahwa meningkatnya spiritualitas setelah diagnosa HIV dapat memperlambat perkembangan penyakit. Selain itu penelitian
yang dilakukan MacGillivray, Sumsion, dan Nicholls 2006 juga menunjukkan bahwa spiritualitas penting untuk kesehatan mental remaja.
Narvaez dan Lapsley 2009 menyatakan bahwa budaya mendukung pembentukan karakter, dalam hal ini spiritualitas. Melalui ketersediaan institusi,
ritual, kepercayaan, peran model, dongeng, pepatah, dan cerita anak. Praktik budaya yang tergambar melalui ritual agama dan kepercayaan filosofi
memberikan kesempatan kepada anggota budaya tersebut dalam memandang perannya dalam komunitas, mendefenisikan apa yang menjadi kebutuhan,
pengalaman emosi, perasaan, cara membina hubungan dengan orang lain, mendefenisikan kesedihan dan kebahagiaan, coping terhadap masalah, serta nilai
dan prinsip yang penting dalam kehidupan seseorang yang akhirnya mempengaruhi perkembangan kepribadian dan karakter seseorang, dengan kata
lain dapat mempengaruhi spiritualitasnya. Demikian halnya pada suku Jawa.
Universitas Sumatera Utara
Mempertahankan spiritualitas merupakan salah satu identitas dari budaya Jawa Santosa, 2011.
Suku Jawa adalah suku terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Suku Jawa berjumlah sekitar 90 juta atau
setidaknya, 41,7 penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Suku Jawa berasal dari pulau Jawa dan terutama ditemukan di provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur
dan Yogyakarta. Selain di ketiga provinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak
ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki budaya tradisional yang sudah cukup tua di Indonesia dan dianut secara turun
temurun Gauthama Alkadri, 2003. Endaswara 2010 menyatakan bahwa orang-orang dari suku Jawa
dikenal dengan orang Jawa selalu menyatakan bahwa mereka adalah keturunan leluhur Jawa orang yang mendirikan tanah Jawa, sebagian besar orang Jawa
meyakini bahwa dirinya juga keturunan nabi Adam dan Hawa, hanya saja yang menjadi perantara nabi sampai ke dunia khususnya di Jawa dipercaya masih ada
beberapa pendapat. Pertama melalui orang Timur Tengah yang membara, kedua melalui para dewa dari wilayah Hindustan, dan ketiga yaitu pengendara yang
gemar keliling dunia. Ketiga asal-usul tersebut sama-sama logis dan menduduki peranan penting dalam kehidupan orang Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa pada
nenek moyang orang Jawa terjadi sinkretis antara Hindu Jawa dan Islam Jawa yang sangat halus.
Universitas Sumatera Utara
Sejarah menunjukkan bahwa pada awalnya budaya Jawa sangat dipengaruhi oleh agama Hindu, agama ini berkembang di Jawa jauh sebelum
adanya agama lain sehingga banyak dari tradisi agama Hindu yang kemudian diadaptasi menjadi budaya Jawa. Pada tahap berikutnya, Islam masuk ke pulau
Jawa, nilai-nilai dalam agama terbesar di Indonesia ini turut pula mewarnai budaya Jawa Mulyana, 2006.
Tradisi orang Jawa bersumber dari ajaran agama yang diberi hiasan budaya daerah, karenanya orientasi kehidupan rohani orang Jawa senantiasa
memperhatikan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyangnya Purwadi, 2007. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Bapak
Budi Agung Prayoga 49 tahun, yang merupakan keturunan asli keraton Surakarta:
“Almarhum dan almarhumah buyut masih ngajarin semua tradisi yang harus dilakukan dari kita bayi sampai tua karena buat leluhur kami tradisi
itu penting” Komunikasi Personal, Minggu , 02122012
Proses masuknya agama lain di Jawa juga tidak terlepas dari tradisi leluhur yang masih menganut agama Hindu, seperti tembang ilir-ilir, melalui tembang ini
walisanga mencoba menanamkan Islam secara halus dan estetis Endraswara, 2010.
Wijayanti dan Nurwianti 2010 dalam penelitian mengenai kekuatan karakter dan kebahagiaan pada suku Jawa menyatakan spiritualitas termasuk
dalam sepuluh besar kekuatan karakter orang Jawa yang paling kuat. Kebutuhan untuk menyalurkan spiritualitas ini juga terlihat pada orang Jawa yang gemar
Universitas Sumatera Utara
dalam melakukan pemenuhan spiritualitasnya Endraswara, 2010. Adat istiadat tradisional Jawa dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh ketenteraman hidup
lahir batin dalam rangka memenuhi kebutuhan spiritualnya Purwadi, 2007. Ada beberapa kegiatan “mistis” yang ditempuh untuk memenuhi spiritualitasnya
Endraswara, 2010. Contohnya menjelang bulan Ramadhan masih banyak masyarakat yang suka mandi keramas ke berbagai sumber air, sendang, atau
telaga yang legendaris. Pada malam-malam tertentu, misalnya Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, banyak orang Jawa yang melakukan ziarah ke berbagai petilasan
yang akrab dengan pribadi dan kepercayaannya Santosa, 2011. Bahkan, dalam penelitian Purnama 2008 mengenai budaya spiritual di lingkungan makam
Sultan Maulana Yusuf dinyatakan bahwa dari berbagai suku yang tinggal di sekitar makam, suku Jawa merupakan suku terbesar yang melakukan ziarah ke
makam tersebut. Dalam penelitian tersebut juga dinyatakan spiritualitas suku Jawa yang lebih tinggi dibandingkan suku Sunda dan Minangkabau. Hal ini tentunya
menjadi ciri khas dari suku Jawa. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Bapak Budi Agung Prayoga:
“Iya, biasanya buat sesajen dan acara untuk orang meninggal, kan ada pengajian 7 hari, 40 hari, sama 100 hari, manfaatnya dari sisi agama, untuk
mendoakan almarhum biar jalannya lapang ”
Komunikasi Personal, Minggu , 18112012 Santosa 2012 menyatakan bahwa orang Jawa percaya mengenai adanya
roh atau jiwa pada manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda lain di dunia. Semua yang dapat bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan gaib roh
yang dapat berbuat baik dan buruk. Di samping itu mereka juga percaya akan
Universitas Sumatera Utara
adanya roh adikodrati, yang paling tinggi paling berkuasa mengatur kehidupan manusia. Tidak mengherankan jika dalam sistem kepercayaan lokal, panutan
mereka adalah dukun atau pawang. Sosok tersebut dipercaya mampu berkomunikasi dengan roh-roh yang dipercaya dapat berpengaruh positif atau
negatif terhadap kehidupan dan lingkungan. Selain itu, dukun juga dipercaya memiliki kekuatan batin yang tinggi sehingga mampu membantu menangani
berbagai masalah individual dan sosial di lingkungan. Ada beberapa tradisi spiritualitas Jawa yang dipercaya dapat melindungi
dan memberikan kekuatan terhadap orang Jawa, seperti menyimpan benda-benda bertuah, seperti keris, pusaka, batu azimat,dan batu akik. Pemberian sesaji kepada
roh-roh, bekerjasama dengan roh-roh. Primbon yang konon membuat ramalan mengenai bermacam aspek kehidupan manusia juga dipercayai orang Jawa
Santosa, 2012 Keberagaman nilai-nilai agama maupun budaya di Jawa mengakibatkan
terjadinya pengelompokan sejumlah aliran, keyakinan, dan pemikiran tentang sejumlah ide dasar spiritualisme Mulyana, 2006. Selain itu, terjadi juga
penggabungan tradisi budaya dengan syariat agama Soedarsono Hadi dalam Mulyana, 2006. Contohnya adalah Kejawen atau agama batin, penganut Kejawen
memiliki dan mengakui keyakinan agama tertentu namun tidak menunjukkan kesungguhannya dalam beragama Mulyana, 2006. Seperti yang diungkapkan
oleh Bapak Budi Agung Prayoga: “Kejawen itu kepercayaan Jawa turun temurun dari leluhur dan harus
ditaati, karena kalau nggak ditaati dipercaya nanti datang bahaya dan
Universitas Sumatera Utara
kesialan. Kejawen itu bukan agama tapi kepercayaan, mereka yang kejawen nggak menganut agama apapun tapi mantra-mantra mereka ada
campuran bahasa Jawa dan doa- doa islam”
Komunikasi Personal, Minggu , 18112012 Orang-orang Jawa melaksanakan agamanya bercampur dengan keyakinan-
keyakinan Jawa atau agama lain. Kecintaannya kepada identitas Kejawen tidak luntur oleh dogma ajaran apapun, bahkan agama yang secara resmi dianutnya
sendiri. Oleh karena itu, orang Jawa penganut Islam, Kristen, Katolik memiliki sikap spiritualisme yang relatif sama Jong dalam Mulyana, 2006.
Selosoemardjan dalam Santosa, 2012 berpendapat, munculnya aliran kepercayaan di Jawa karena pada umumnya orang Jawa cenderung untuk mencari
keselarasan dengan lingkungan dan hati nuraninya, di mana untuk mewujudkan dorongan tersebut mereka sering melakukannya dengan cara-cara metafisik.
Setiap orang mempunyai kepercayaan, keyakinan, dan pandangan pribadi yang berasal dari agama, budaya, adat istiadat, serta ilmu pengetahuan yang
didapatnya. Nilai-nilai kepercayaan tersebut perlu dimiliki karena akan menjadi pedoman hidup serta acuan membentuk sifat perilaku masing-masing. Maka dari
itu, baik dalam mewujudkan cita-cita hidup, mendapatkan rezeki untuk menyejahterakan keluarga, serta mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi,
mereka menggunakan cara atau strategi sesuai dengan keyakinan masing-masing Santosa, 2011. Hal ini juga didukung oleh ungkapan Bapak Budi Agung
Prayoga: “Kalau bapak sendiri dulu pernah ngelakuin puasa mutih dan puasa 40
hari, memang terbukti ilmu kita lebih ampuh. Itu manfaatnya buat buka cakram biar indera keenam terbuka semua. Orang Jawa juga ada tradisi
Universitas Sumatera Utara
memelihara pusaka karena dipercaya setiap pusaka ada penunggu yang buat kita tambah sakti. Ritual itu biasanya dilakuin pas bulan Rajab,
Syawal, dan Syafar” Komunikasi Personal, Minggu , 21102012
“Bapak melakukan tradisi spiritualitas karena bapak sekeluarga masih keluarga keraton, jadi harus melakukan, udah kodratnya hidup kayak gitu,
rasanya sih enak-enak aja mbak, sama enaknya kayak kita tiap hari
ibadah” Komunikasi Personal, Minggu , 02122012
Merupakan suatu keasyikan tersendiri untuk mengamati aspek-aspek sosio-budaya pada masyarakat jawa yang religius dan sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai dalam tatanan kehidupan. Akan tetapi, bila diamati lebih jauh ke dalam kehidupan sehari-hari, maka terasa bahwa perubahan-perubahan mendasar sedang
berlangsung di dalam sebuah lembaga yang disebut keluarga inti dan kemudian meluas ke dalam masyarakat. Ikatan-ikatan yang ada dalam masyarakat mulai
tampak mengendur Gauthama Alkadri, 2003. Koentjaraningrat dalam Gauthama Alkadri 2003 mengatakan suku
bangsa Jawa saat ini lebih berani mengambil sikap untuk keluar dari tatanan dan atmosfir ke-jawa-an keluarganya termasuk dalam hal spiritualitas. Seperti yang
diungkapkan Bapak Budi Agung Prayoga berikut: “Ada yang mulai meninggalkan tradisi, kayak contohnya melekan pas
malam jumat, puasa mutih, dikarenakan sudaya ada budaya modern. Itu biasanya dikalangan orang yang tinggal di kota dan bukan turunan Jawa
murni. Kalau yang turunan Jawa murni dan tinggal di desa masih ngelakuin itu. Sebenarnya semua tradisi spiritual Jawa itu dilakukan
disemua kalangan orang Jawa, cuma kalau di keluarga keraton lebih rinci,
persiapan dan upacaranya lebih detail” Komunikasi Personal, Minggu , 18112012
Universitas Sumatera Utara
Arus globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi semakin pesat, cepat atau lambat telah mempengaruhi sikap, cara
hidup, dan pola pikir orang Jawa Endraswara, 2010. “Iya sering ada omongan orang-orang, contohnya “kolot banget sih
keluarga kamu, zaman kayak gini masih aja nurut sama aturan kayak gitu”, sebenernya sakit hati juga sih tapi namanya juga udah tradisi kehidupan
sehari- hari”
Komunikasi Personal, Minggu , 02122012 “Globalisasi ini juga ada manfaatnya, banyak orang jadi tertarik sama
tradisi spiritual Jawa, jadi orang nggak salah paham lagi karena awalnya menganggap tradisi itu mengesampingkan tuhan”
Komunikasi Personal, Minggu , 02122012 Perubahan zaman tersebut, tentunya mempengaruhi spiritualitas orang
Jawa. Ada beberapa tradisi spiritualitas yang hilang seiring modernisasi zaman. Pola pikir orang Jawa tentunya sudah semakin berubah. Hal tersebut mendorong
peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul
“Gambaran Spiritualitas pada Suku Jawa.”
B. PERUMUSAN MASALAH