Badan Pengelola Zakat BPZ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Badan Pengelola Zakat BPZ

Permasalahan dalam masyarakat adalah bersifat kompleks. Segala fenomena dan gejala yang terjadi dalam masyarakat begitu luas di mana segala urusan yang menyangkut aspek kehidupan manusia pada hakekatnya merupakan masalah kemasyarakatan. Pitirin Sorokin 1981:14 mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan dan pengaruh-pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial. Begitu juga fenomena hubungan timbal balik antara suatu organisasi perusahaan dengan masyarakat luas dan sekitarnya. Yang menarik di lihat dari kaca mata sosiologi dari fenomena interaksi ini adalah masalah mengenai tanggung jawab sosial suatu organisasi perusahaan terhadap masyarakat luas atau masyarakat sekitarnya. Banyak yang mengartikan istilah BPZ tersebut secara sempit, yakni tanggung jawab sebuah organisasi terhadap kehidupan sosial, khususnya masyarakat tidak mampu. Akibatnya ketika sebuah organisasi menggelar kegiatan sosial, misalnya mendatangi panti asuhan, hal seperti itulah yang dianggap sebagai bentuk bentuk implementasi BPZ. Ada juga yang memaknai BPZ secara lebih luas, yakni tanggung jawab sosial organisasi terhadap bencana alam. Ketika tsunami menyapu Aceh dan Nias beberapa waktu lalu, disusul gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah belum lama ini, banyak organisasi datang mengulurkan tangan. Mereka beramai- ramai memberikan bantuan kepada masyarakat yang tertimpa musibah. Pada awalnya sebagai bentuk perwujudan BPZ, perusahaan lebih memfokuskan perhatian pada perbaikan pemenuhan kebutuhan stakeholder salah satunya adalah karyawan mereka saja. Tunjangan dan fasilitas untuk para karyawan mereka perbaiki. Dengan asumsi karyawan akan bertambah giat bekerja dan akan tetap loyal pada perusahaan. Dengan demikian perusahaan akan mendapat keuntungan dari hal tersebut. Pemenuhan target produksi tercapai dengan semakin rajin dan besarnya tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaan dan perusahaannya. Perusahaan untung dan karyawan menjadi senang. Kenyataan nya tidaklah sesedarhana demikian, banyak penduduk merupakan bagian dari komonitas tempat perusahaan tersebut berada bersuara lantang dan nyaring mengkritik perusahaan tersebut. Mereka menyuarakan berbagai hal, dari mulai minta perhatian agar perusahaan dapat memberikan bantuan kepada mereka, berupa sumbangan untuk fasilitas sosial ataupun umum, bahkan juga sampai ada yang mengancam akan menutup perusahaan jika perusahaan tidak mengabulkan tuntutan mereka. Apalagi jika produk yang dihasilkan perusahaan mengakibatkan limbah yang dirasakan sangat merugikan warga. Seperti kasus yang berkenaan dengan limbah yang merugikan masyarakat adalah kasus pencemaran Teluk Buyat oleh PT Newmont di Sulawesi Utara dan di Sumatera Utara pernah mengemuka konflik antara PT Indo Rayon dengan masyarakat sekitar, dan banyak lagi kasus-kasus serupa yang terjadi di Indonesia. Perusahaan dianggap tidak dapat memberikan sesuatu yang sifatnya positif bagi komonitas setempat malahan warga hanya mendapatkan hal yang negatif saja. Hal yang demikian dapat terjadi jika ada bagian dari BPZ yang belum dilaksanakan. Yaitu memperhatikan kehidupan komonitas setempat di mana perusahaan berada. Korporasi akan kesulitan jika masih menggunakan paradigma lama, yaitu mengejar keuntungan yang setinggi-tingginya tanpa mempedulikan kondisi masyarakat sekitar. Hal ini akan memicu ketidakpuasan kecemburuan sosial dari masyarakat sekitar. Selain itu, perusahaan tidak dapat menggali potensi masyarakat lokal yang seyogyanya dijadikan modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Berbeda dengan konsep community development yang menekankan pada pembangunan sosial pembangunan kapasitas masyarakat, di mana korporasi dapat diuntungkan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, mereka juga dapat membangun citra sebagai korporasi yang ramah dan peduli lingkungan. Untuk keperluan ini Agenda 21 disarankan menggunakan empat pilar pembangunan berkelanjutan Soemarwoto: 2003, yaitu pro lingkungan hidup, pro rakyat miskin, pro gender dan pro lapangan kerja.

2.2. Beasiswa Badan Pengelola Zakat BPZ