Umur Karakteristik Pribadi Petani

42

5. FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RELASI

GENDER RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN Faktor-faktor yang diuraikan dalam bab ini meliputi: 1 karakteristik pribadi petani, meliputi umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani, tingkat pendapatan dan tingkat kekosmopolitan petani, 2 aksesibilitas informasi, dan 3 faktor lingkungan, meliputi budaya, penguasaan aset ekonomi interaksi dengan tokoh masyarakat, dan interaksi dengan penyuluh. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian metode penelitian, rumahtangga petani yang dijadikan responden adalah sejumlah 31 rumahtangga dari keseluruhan 45 rumahtangga yang termasuk anggota kelompok tani Rawa Banteng.

5.1 Karakteristik Pribadi Petani

Karakteristik petani merupakan beberapa hal yang melekat pada diri pribadi petani yang menjadikan pembeda antara petani satu dengan lainnya. Karakteristik petani responden yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani, tingkat pendapatan dan tingkat kekosmopolitan petani.

5.1.1 Umur

Tabel 9. Sebaran umur anggota rumahtangga petani sayuran di Desa Gempol Sari, 2009 Kelompok Suami Istri Umur Jumlah n Persentase Jumlah n Persentase Rendah 10 32,26 17 54,84 Sedang 15 48,39 12 38,71 Tinggi 6 19,35 2 6,45 Total 31 100,0 31 100,0 Keterangan: Rendah = kisaran umur 15 – 33 tahun, Sedang = kisaran umur 34 – 51 tahun, dan Tinggi = kisaran umur 51 tahun 43 Hasil survai di lapangan menunjukkan bahwa responden yang merupakan petani sayuran memiliki umur antara 23 tahun hingga 70 tahun bagi suami dan umur 15 hingga 49 tahun bagi istri. Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa sebaran umur petani sebagian besar berada pada tingkatan sedang dan rendah dengan besaran masing-masing sebesar 48,39 persen dan 32,26 persen bagi suami. Sedangkan sebaran umur yang dimiliki istri adalah 54, 84 persen pada tingkatan rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas anggota rumahtangga petani tergolong pada usia produktif 15 – 55 tahun dengan umur suami yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan umur istri. 5.1.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan variabel yang menentukan akses seseorang terhadap berbagai sumberdaya, termasuk akses terhadap pekerjaan. Pendidikan petani Desa Gempol Sari terlihat seperti umumnya kondisi pendidikan penduduk Indonesia di daerah perdesaan yaitu masih sangat rendah. Akses terhadap pendidikan tergolong kurang dengan fakta bahwa rata-rata petani hanya menamatkan pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar SD meskipun terdapat beberapa petani yang menamatkan SMP dan sedikit diantaranya menamatkan pendidikan SMA. Tingkat pendidikan yang tergolong rendah berjumlah 61,3 persen, yaitu pada kategori tidak tamat SD dan tidak bersekolah. 44 Tabel 10. Sebaran tingkat pendidikan anggota rumahtangga petani sayuran di Desa Gempol Sari, 2009 Tingkat Pendidikan Petani Suami Istri Jumlah n Persentase Jumlah n Persentase Rendah 19 61,3 24 77,42 Sedang 10 32,3 7 22,58 Tinggi 2 6,5 Total 31 100,0 31 100,0 Keterangan: Rendah = pendidikan formal 0 – 4 tahun, Sedang = pendidikan formal 5 – 8 tahun, dan Tinggi = pendidikan formal 8 tahun Hal serupa juga dapat dilihat pada tingkat pendidikan bagi istri, dimana 77,42 persen memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dengan rincian 6 orang diantaranya tidak pernah bersekolah dan sisanya pernah bersekolah di sekolah dasar, dengan lama tahun sekolah maksimal 4 tahun. Berarti, tidak ada istri petani yang tamat sekolah dasar. Dengan demikian dapat dilihat bahwa akses pendidikan laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan, meskipun tingkat pendidikan rata-rata bagi laki-laki dan perempuan yang terdapat di Desa Gempol Sari secara umum masih tergolong rendah yaitu tamat SD. Berdasarkan survai di lapangan, sarana pendidikan seperti gedung sekolah yang dimiliki Desa Gempol Sari yaitu tiga Sekolah Dasar Negeri dan satu Sekolah Dasar Swasta. Kesempatan untuk dapat bersekolah bagi rumahtangga petani dapat dikatakan kurang. Beberapa alasannya yaitu permasalahan ekonomi dan latar belakang pendidikan orangtua yang menyebabkan keinginan dan pandangan terhadap pendidikan menjadi rendah. Anak-anak disekolahkan umumnya hingga tingkat SMP dan hanya sedikit yang memiliki kesempatan menamatkan SMA. Anak-anak perempuan yang sudah cukup umur, umumnya akan lebih diarahkan oleh orang tua mereka untuk bekerja di pabrik-pabrik yang terdapat di sekitar wilayah desa. Sebagian besar responden menyatakan bahwa pendidikan itu 45 penting, namun upaya untuk peningkatan pendapatan juga merupakan hal yang tidak kalah penting. “ anak-anak harus sekolah lebih tinggi dari orangtua mereka, tapi yaa gimana neng kalo nggak punya duit mah susah, lebih baik nyari duit kaya gini nyabut bantu-bantu bapak ke sawah, yang penting bisa makan aja udah syukur. Doanya biar bisa sekolah yang tinggi, namanya orang idup neng.”Ibu Yati,40 tahun

5.1.3 Lama Berusahatani