buah, serta berkurangnya bobot karena kehilangan air. Kelayuan dan kebusukan pada buah terjadi bila proses respirasi berlanjut terus, sehingga mengakibatkan
mutu buah dan nilai gizi berkurang. Simmonds 1966 mengemukakan bahwa buah pisang termasuk buah dengan laju respirasi menengah moderat.
Berdasarkan laju respirasi, komoditas hortikultura dapat digolongkan ke dalam beberapa kelas Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi komoditas hortikultura berdasarkan laju respirasi Kelas
Laju respirasi pada 5
o
C mg CO
2
kg-jam Komoditas hortikultura
Sangat lambat Lambat
Menengah
Tinggi Sangat tinggi
Amat sangat tinggi
5 5-10
10-20
20-40 40-60
60 Kacang-kacangan, buah dan
sayur yang dikeringkan Apel, jeruk, anggur, buah kiwi,
bawang Aprikot, pisang, cherry, peach,
pear, plum, kubis, wortel, selada, cabai, kentang
Strawberry, raspberry, bunga kol, adpokat
Bawang daun, brussels sprout, bunga potong
Asparagus, brokoli, jamur, kacang polong, bayam, jagung
manis
Kebutuhan panas Btu24 jam= mg CO
2
Kg-jam x 220 Sumber: Kader et al. 1985
E. Penyimpanan dan Pematangan Buatan
Penyimpanan adalah suatu cara pemeliharaan kualitas setelah pemanenan dalam jangka waktu tertentu sebelum dijual atau dikonsumsi. Tujuan
penyimpanan adalah untuk memperpanjang masa simpan pada suhu yang sesuai pada tiap-tiap buah yang mencakup pengaturan buah untuk mencapai mutu yang
diinginkan setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu. Pisang yang digunakan untuk tujuan ekspor harus dalam keadaan tetap hijau hingga ke negara tujuan
Hasan dan Pantastico, 1990. Broto 2000 dalam Trisnawati dan Rubiyo 2004 mengungkapkan bahwa penyimpanan hasil hortikultura dimaksudkan untuk
meningkatkan daya gunanya dalam jangka waktu selama mungkin tanpa harus banyak kehilangan sifat-sifat mutu terutama tampilan dan cita rasanya.
9
Penyimpanan pada suhu rendah merupakan cara untuk memperpanjang umur simpan atau ketahanan komoditas pertanian. Pendinginan secara efektif
dapat menghambat laju respirasi sehingga proses pematangan dan penuaan dapat dihambat Hardenburg, 1971. Penyimpanan pada suhu rendah mengakibatkan
terhambatnya proses respirasi sehingga dapat memperpanjang masa simpan pisang, susut bobot menjadi minimal serta mutu masih tetap baik Suyatmi, 2001;
satuhu dan Supriyadi, 1996. FAO 2000 mengemukakan bahwa pisang yang dipanen dalam keadaan
masih hijau dengan tingkat ketuaan ¾ 80 hari setelah pembungaan hingga ¾ hampir penuh 90 hari setelah pembungaan memiliki batas maksimum
penyimpanan yaitu 2-3 minggu pada suhu 12-14
o
C dengan RH 85-95. Iswari 2002 melaporkan bahwa berdasarkan model simulasi, toleransi penundaan
pematangan penyimpanan buah pisang Ambon sampai 30 hari pada suhu 15
o
C. Tabel 5 menunjukkan rekomendasi suhu, kelembaban serta daya simpan terhadap
jenis buah pisang. Tabel 5. Rekomendasi suhu, kelembaban, daya simpan terhadap jenis buah pisang
Jenis buah Suhu
o
C Kelembaban
Daya simpan minggu Avokad, Pisang
Latundan hijau Latundan matang
Cavendish hijau Cavendish matang
Lakatan hijau Lakatan matang
Jeruk Jambu
Pepaya Rambutan
13 13
13-14 13-14
13 13-16
13 9-10
8-10 10
10 85-90
85-90 85-90
85-90 85-90
85-90 85-90
90 85-90
85-90 85-90
2 3-4
1 3-4
1 4
1.5 2
2-5 3
1-2.5
Sumber: Satuhu dan Supriyadi, 1996
Suhu merupakan faktor lingkungan yang paling penting yang dapat mempengaruhi kerusakan pada komoditas yang telah di panen Kader et al.,
1985. Satuhu dan Supriyadi 1996 menyatakan bahwa suhu penyimpanan dingin terbaik adalah diatas 10
o
C sedangkan Sjaifullah dkk 1996 mengungkapkan
10
kondisi optimum penyimpanan buah pisang tua hijau maupun matang di daerah tropis yaitu pada suhu 14-15
o
C dengan RH 85-95. Namun, apabila pisang disimpan pada suhu yang sangat rendah akan terjadi chilling injury.
Esguerra et al. 1992 menambahkan bahwa suhu penyimpanan dapat mempengaruhi proses pematangan pada pisang.
Chilling injury merupakan jenis kerusakan yang terjadi karena terekspose
pada suhu rendah diatas suhu pembekuan, biasanya berkisar antara 0-10
o
C Winarno, 2002. Menurut Ratule et al. 2006, gejala chilling injury akan terjadi
bila suhu penyimpanan buah dibawah 12
o
C, sedangkan Kader et al. 1985 menyebutkan suhu penyimpanan dibawah 5-15
o
C akan menunjukkan gejala chilling injury
, tergantung dari komoditasnya. Gejala umum chilling injury pada pisang berupa kulit berwarna kuning
pudar, kecoklatan pada kulit dan daya tahan terdahap penyakit turun dan kadang- kadang gejala awal nampak pada kulit Ratule et al., 2006.
Pematangan ripening adalah tahap perkembangan buah yang mengalami perubahan rasa, aroma, dan tekstur kekerasan buah. Sedangkan pematangan
buatan merupakan suatu usaha mengatur proses pematangan sehingga tidak hanya mengandalkan proses pematangan alami. Hal ini dilakukan secara komersial
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar sesuai jadwal dengan mutu yang masih bagus.
Secara teknis, proses pematangan buatan dapat digunakan gas etilen. Penggunaan gas dalam pemeraman lebih efektif dibandingkan dengan
penggunaan karbit Satuhu dan Supriyadi, 1996. Etilen merupakan hormon yang terdapat pada tumbuhan dalam bentuk gas. Etilen mempunyai banyak fungsi pada
proses metabolisme tumbuhan, salah satunya adalah sebagai pemicu dan percepatan proses pematangan Siriboon dan Propapan, 2000.
Gas etilen C
2
H
4
adalah salah satu jenis bahan yang banyak digunakan sebagai pemicu trigger proses pematangan dimana jumlah dan waktu yang tepat
dalam pemberiannya juga sangat khas untuk tiap jenis buah-buahan. Etilen merupakan gas yang tidak berwarna, agak berbau, mudah terdeteksi, dan tidak
beracun bagi manusia dan hewan selama kepakatannya dibawah 1000 ppm 0.1 Satuhu dan Supriyadi, 1996.
11
Secara komersial, pemeraman buah pisang dapat dilakukan dengan gas etilen yang dapat menyebabkan buah pisang mengalami perubahan warna kulit
dari hijau menjadi kuning penuh dan akhirnya busuk. Deskripsi tingkat kematangan pisang dapat digolongkan sesuai dengan indeks kematangan pada
Gambar 4 yang menunjukkan indeks kematangan 1 berwarna hijau, 2 berwarna hijau dengan sedikit bercak kuning, 3 berwarna hijau lebih banyak daripada
kuning, 4 berwarna kuning lebih banyak daripada hijau, 5 berwarna kuning dengan daerah ujung berwarna hijau, 6 berwarna kuning penuh, dan 7
berwarna kuning penuh dengan bercak coklat. Iswari 2002 melaporkan hasil penelitiannya bahwa pemeraman pisang
Ambon dengan konsentrasi etilen 100 dan 200 ppm tidak berbeda nyata terhadap kekerasan, total padatan terlarut dan warna, sehingga sebaiknya digunakan
konsentrasi etilen 100 ppm untuk pengkajian selanjutnya.
Gambar 4. Indeks Kematangan Buah Pisang Kader, 2005 Pada umumnya produksi etilen meningkat pada tahap dewasa setelah di
panen, kerusakan fisik, terkena penyakit, peningkatan temperatur hingga 30
o
C dan tekanan air. Berdasarkan laju produksi etilen, pisang termasuk dalam kelompok
moderat Kader et al., 1985. Tucker et al. 1993 menyatakan bahwa pemberian gas etilen pada buah non
klimakterik akan menaikkan laju respirasi sehingga laju pematangan meningkat. Hal ini berkaitan erat dengan konsentrasi gas yang diberikan dan tidak
berpengaruh terhadap waktu terjadinya puncak klimakterik. Sedangkan pada buah klimakterik, pemberian gas etilen berpengaruh untuk mempercepat tercapainya
puncak klimakterik, namun tidak berpengaruh terhadap tingginya laju respirasi Gambar 5.
12
Klimakterik ppm C
2
H
4
100 10
1
Laju resp ira
si
Waktu
Non Klimakterik 100
Laju resp ira
si 10
1
Waktu Gambar 5. Pengaruh pemberian etilen terhadap pola respirasi buah
klimakterik dan non klimakterik Tucker, et al. 1993
F. Model Matematika Respirasi Buah dan Sayuran