periode analisis, tetapi cenderung menunjukkan penurunan. Pada beberapa tahun seperti 1997 dan 2005 dispersi meningkat akibat krisis ekonomi dan kenaikan
harga BBM. Dengan demikian, konvergensi terjadi di Indonesia dengan penurunan dispersi yakni dari 0,30 pada Tahun 1993 menjadi 0,27 pada Tahun
2007. Penurunan nilai dispersi dari standard deviasi PDRB riil per kapita di Pulau Sumatera lebih besar jika dibandingkan dengan hasil estimasi konvergensi sigma
Margono 2009. Hal ini menunjukkan bahwa proses konvergensi kemungkinan terjadi lebih cepat di Sumatera dibandingkan proses konvergensi secara nasional.
Hasil estimasi konvergensi melalui dispersi dari nilai standard deviasi pendapatan per kapita antarnegara atau antar daerah memiliki perubahan nilai
yang berbeda-beda. Hal itu bisa disebabkan oleh kebijakan pemerintah dan kondisi perekonomian yang cenderung bisa berbeda di tiap wilayah. Dengan
demikian, penurunan atau peningkatan nilai dispersi dapat bergantung pada keadaan pertumbuhan pendapatan masing-masing daerah di dalamnya akibat
fenomena ekonomi di masing-masing daerah atau negara pada waktu tertentu.
5.1.2 Konvergensi Beta
Pada teori pertumbuhan neoklasik faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah modal dan tenaga kerja. Modal pada
analisis ini akan dianalisis menjadi modal infrastruktur. Modal infrastruktur diantaranya dianalisis melalui listrik, air bersih, jalan, dan kesehatan.
Tabel 4 menunjukkan hasil estimasi konvergensi di Pulau Sumatera. Pada analisis konvergensi kondisional dengan menggunakan panel dinamis yaitu Sys-
GMM, didapatkan bahwa proses konvergensi antarpropinsi di Pulau Sumatera terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien dari lag pendapatan per kapita
yang kurang dari satu, yaitu sebesar 0,9301 yang signifikan pada taraf nyata satu persen. Pada variabel penjelas lainnya yaitu jumlah penduduk yang bekerja, listrik,
air bersih, jalan, dan kesehatan terdapat empat variabel yang tidak signifikan yaitu jumlah penduduk yang bekerja, air bersih, jalan, dan kesehatan. Variabel
infrastruktur yaitu listrik memiliki koefisien sebesar 0,1074. Variabel tersebut signifikan pada taraf nyata sepuluh persen.
Konsistensi penduga ditunjukkan oleh hasil Arellano-Bond AB test. Hasil Arellano-Bond test diperlihatkan oleh signifikansi nilai statistik m
1
dan m
2
. Statistik m
1
yaitu sebesar -1,6724 dengan p-value yang signifikan pada taraf nyata sepuluh persen dan statistik m
2
yaitu sebesar -0,2067 dengan p-value yang tidak signifikan baik pada taraf nyata satu persen, lima persen maupun sepuluh persen.
Hal ini menunjukkan bahwa penduga dapat dikatakan konsisten atau tidak terdapat second order serial correlation pada residual dari pembedaan spesifikasi.
Tabel 4. Hasil Estimasi Konvergensi Pendapatan di Pulau Sumatera dengan Sys- GMM serta Perbandingan Koefisien antara Sys-GMM, PLS, dan FE
Variabel Dependen Y
i,t
Parameter Estimated Coefficient Standard Error P-Value
Y
i,t-1
0,9301 0,2316 0,000 A
i,t
0,0202 0,0234 0,388 P
i,t
-0,2074 0,1977 0,294 L
i,t
0,1074 0,0641 0,094 J
i,t
-0,0129 0,0180 0,474 K
i,t
-0,0516 0,1523 0,734
AB Test z Prob z
Arellano-Bond m
1
-1,6724 0,0944 Arellano-Bond m
2
-0,2607 0,7943
Sargan Test
chi234 = 2,9197 Prob chi2 = 1,0000
Parameter Estimated Coefficient Standard Error P-Value
Sys-GMM
PLS
Fixed Effect
0,9301 0,2316 0,000
0,9513 0,0117 0,000
0,9217 0,0503 0,000 Validitas instrumen dilihat melalui Sargan test. Nilai statistik uji Sargan
adalah sebesar 2,9197 dengan probabilitas sebesar 1,0000. Probabilitas tersebut
tidak signifikan baik pada taraf nyata satu persen, lima persen maupun sepuluh persen. Dengan kata lain tidak terdapat masalah terhadap validitas instrumen.
Analisis panel dinamis yang sempurna harus memenuhi kriteria tidak bias unbiased. Hal ini dapat dilihat pada nilai koefisien estimasi parameter yang
berada pada rentang OLS dan Fixed Effect. Pada hasil estimasi, hal ini terjadi. Koefisien lag variabel dependen dari hasil estimasi menggunakan Sys-GMM
sebesar 0,9301 berada di antara koefisien lag dari estimasi dengan menggunakan PLS 0,9513 dan Fixed Effect 0,9217.
Konvergensi di Pulau Sumatera ini memiliki tingkat konvergensi sebesar 7,24 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan masing-masing daerah untuk
mencapai kondisi steady state adalah sebesar 7,24 persen per tahun. Adapun waktu untuk menutup setengah kesenjangan awal atau half life of convergence
adalah lebih dari 9 tahun. Kecepatan konvergensi dengan melibatkan variabel infrastruktur di Eropa
yang ditemukan oleh Del Bo, et al. 2010 adalah sebesar 2 persen per tahun. Sedangkan di Indonesia, Margono 2009 menemukan bahwa kecepatan
konvergensi adalah sebesar 3 persen per tahun dan half-life time adalah sebesar 22 tahun. Kecepatan konvergensi yang berbeda dari penelitian terdahulu dapat
disebabkan oleh perbedaan pemilihan variabel yang digunakan dalam penelitian, metode analisis serta ruang lingkup penelitian. Selain itu, hal ini juga berarti
bahwa di Pulau Sumatera konvergensi terjadi dengan cepat karena pada dasarnya Pulau Sumatera memang sudah memiliki lokasi yang strategis yang berdekatan
dengan Pulau Jawa yang merupakan pusat perekonomian nasional. Namun memang masing-masing daerah harus lebih memerhatikan ketersediaan
infrastruktur yang baik untuk dapat terus meningkatkan perekonomiannya. Pada hasil estimasi juga dapat dikatakan bahwa infrastruktur listrik mendukung
terjadinya proses konvergensi di Pulau Sumatera.
5.2 Analisis Sumber Pendorong Tingkat Pendapatan