Menyoal Praktek Bernegara pada Masa Nabi dan Khulafa’alrasyidin

143 keharusan bahwa masyarakat itu majemuk, masing-masing kelompok memiliki tujuan khusus. Perbedaan yang dimiliki suatu masyarakat tersebut harus dijaga karena tidak mungkin dapat disatukan. Begitu pula tentang masalah agama, pluralisme diekspresikan dalam bentuk dialog antar agama, toleransi secara luas antar umat beragama. Dalam bidang politik pun mencerminkan ide pluralisme ini, sebagaimana yang terlihat dalam konstelasi politik barat yang membolehkan partai-partai yang berseberanagan aqidah untuk berkoalisi melawan partai penguasa. . 7. Keterbukaan Keterbukaan adalah konsekwensi dari prikemanasiaan, suatu pandangan yang melihat semua manusia adalah baik, dan harus berprasangka baik kepada orang lain. Tidak merasa selalu benar, bersedia mendengar pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik.

E. Menyoal Praktek Bernegara pada Masa Nabi dan Khulafa’alrasyidin

Kalau mau disebut bahwa pada masa Nabi Muhammad saw sudah ada Negara dan pemerintahan Islam, maka pandangan demikian tertuju pada masa beliau berada di kota Yastrib, kota ini kemudian berganti nama menjadi ―Madinah al nabi” dan popular dengan sebutan Madinah. Negara dan pemerintahan yang pertama : arah sistem itu terkenal dengan Negara Madinah. Kajian terhadap Negara dan pemerintahan ini dapat diamati dengan menggunakan pendekatan. Normatif Islam yang menekankan pada pelaksanaan nash-nash Al- Qur‘an dan sunnah nabi yang mengisayaratkan adanya praktek pemerintahan yang dilakukan nabi dalam rangka Siyasah syar‘iyyah. Kedua, pendekatan dekriptif- histories yang mengidentikkan tugas-tugas yang dilakukan Nabi di bidang tugas-tugas Negara dan pemerintahan, hal ini dilihat dari sudut teori-teori politik dan ketatanegaraan. Terbentuknya Negara Madinah akubat dari perkembangan penganut Islam menjelma menjadi kelompok social dan memiliki kekuatan politik riil pada pasca periode Mekkah di bawah pimpinan Nabi. Pada periode Mekkah pengikut beliau yang jumlahnya relatif kecil belum menjadi 144 suatu komunitas yang mempunyai wilayah kekuasaan dan berdaulat. Mereka merupakan golongan minoritas yang lemah dan tertindas, sehingga tidak mampu tampil menjadi kelompok social penekan terhadap kelompok mayoritas kala itu yang berada di bawah kekuasaan aritokrasi Quraisy, yang masyarakatnya homogen, tetapi setelah di Madinah, posisi Nabi dan umarnya mengalami perubahan besar. Di kala itu mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera merupakan umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri. Nabi sendiri menjadi kepala dalam masyarakat yang baru dibentuk itu dan yang akhirnya merupakan suatu nagara. Suatu Negara yang dapat kekuasaannya di akhir zaman Nabi meliputi seluruh semenanjung Arabia. Dengan kata lain Madinah Nabi bukan lagi hanya mempnyai sifat rasul, tetapi juga sifat kepala Negara juga. 87 DB. Mc Donald juga menyatakan ―disini, Madinah. Telah terbentuk Negara Islam pertama dan telah meletakkan dasar-dasar negeri Islam pertama dan telah meletakkan dasar-dasar politik bagi perundang-undang Islam. 88 Dalam Negara Madinah itu, kata Thomas W. Arnald dalam waktu yang bersamaan Nabi adalah sebagai pemimpin agama dan kepala Negara. Fazlurrahman, 89 tokoh neo-modernisme Islam, juga membenarkan bahwa masyarakat Madinah yang diorganisir nabi itu mmerupakan suatu Negara dan pemerintahan yang membawa kepada terbentuknya suatu umat muslim. 90 Pada tahun 621 dan 622 M, Nabi berturut-turut mendapatkan dukungan moral dan dukungan politik dari sekelompok orang arab suku 87 Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta : UI- press, 1986, h. 92 88 Seperti dikutip oleh Muhammad Dhiya‘ al-Din al- Rayis, al-Nadzariyat as-Siyasah al-Islamiyah, Mesir : Al-Ajlu, 1957, h. 15. 89 Thomas W Arnold, the caliphate, London : Routladge And Leegan Paul Paul LTD, 1965, h. 30. 90 Fazlurrahman, The Islam Concept, dalam Jhon J. Donohue and L. Esposito ed, Islam transistion ; muslim perspective , New york: Oxpord University Press, 1982, h. 261 145 Aus dan Khazraj. Kota yang menyatakan diri masuk Islam, peristiwa ini mempunyai keistimewaan tidak seperti halnya orang arab Mekkah musuh Islam. Karena di samping mereka menerima Islam sebagai agama mereka, juga mereka membaiat Nabi. Dalam bai‘at di tahun 621 M, dikenal dengan Bai‟at Al-Aobah pertama. Mereka berikrar bahwa mereka tidak menyembah selain Allah, akan meninggalkan segala perbuatan jahat dan akan mentaati Rasulullah dalam segala hal yang benar, sedangkan pada Bai‘at tahun 622 M, dikenal dengan Bia‟at Aqobah kedua, mereka berjanji akan melindungi Nabi sebagaimana melindungi keluarga mereka. Nabi juga dalam kesempatan itu berjanji akan berjuang bersama mereka baik untuk berperang maupun untuk perdamaian. 91 Langkah berikutnya Nabi adalah menata kehidupan politik komunitas-komunitas di Madinah, sebab dengan hijrahnya kaum muslimin Mekkah ke kota itu. Masyarakatnya semakin bercorak heterogen dalam hal etnis dan keyakinan. Yaitu komunitas arab muslim yahudi dan komunitas arab paganis. Untuk itu Nabi menempuh dua cara, pertama, menata intern kehidupan kaum muslimin. Yaitu mempersaudarakan antara kaum muhajirin dan kaum anshar secara efektif. 92 Persaudaraan ini bukan diperkuat oleh hubungan darah dan kabilah, melainkan atas dasar ikatan agama Iman, inilah awal terbentuknya komunitas Islam untuk pertama kali, yang menurut Hitti, merupakan ―suatu miniature dunia Islam‖ 93 kedua, Nabi mempersyaratkan antara kaum 91 Ibnu Ishqa, Sirat Rasul Allah, terjemahan Inggris oleh A. Guilaume, the life of Muhammad, Karachi: Oxpord University Press, 1970, h. 198-204. Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Al-Islam, Jilid I,Kairo:Al-Maktabah Al-nahdloh Al —Mishriyah, 1979, h. 95-97. 92 Ibnu Hisyam, Sirat al-Nabawiyah, Jilid I, Mathba‘ah Muhammad Ali Shabit, tt, h. 303-304. 93 Philip K. Hitti, Capital Cities Of Arab Islam, Minneapolis: University of Mineesota,1973, h. 35. 146 muslimin dan kaum yahudi bersama sekutu-sekutunya, melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan Piagam Madinah. Dalam bukunya, Islam dan tatanegara. Munawir Syadzali lebih mengkonsentrasikan bagaimana tampuk kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan Negara Madinah itu berpindah tangan dari mendiang Rasulullah ke tangan para Khalifah penggantinya. Yang hal itu dapat dinilai- menurut hemat kami- terbagi menjadi dua periode yaitu masa kekholifahan Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Khattab, dimana pemilihan kedua khalifah ini berjalan lancar melalui jalur musyawarah, sedang periode kedua kendati juga melalui proses pemilihan demokratis namun, dikotori dengan pertempuran dua kubu antara Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dan hal itulah yang nantinya menjadi bumbu terjadinya perpecahan di antara kaum muslimin. Namun begitu seperti kami jelaskan dimuak dalam uraian ini juga akan diulas bagaimana aspek-aspek kenegaraan lainnya pada masa kekholifahan keempat pengganti Nabi ini.

3. Khalifah Abubakar Umar Bin Khatab.