BAB III TINJAUAN TEORITIS DAN KERANGKA MODEL
3.1. Uang dan Fungsinya
Secara tradisional uang didefinisikan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum generally accepted medium of exchange. Selain berfungsi sebagai alat
tukar, uang juga berfungsi sebagai alat penyimpan nilai store of value dan satuan unit hitung unit of account. Dalam penyelesaian proses tukar-menukar, uang diberikan
status legal lender. Status yang demikian biasanya berbentuk token money atau uang kertas. Dalam kondisi tertentu, fungsi uang sebagai store of value dan unit of account
dapat hilang bila terjadi hyper-inflation. Kondisi ini pernah dialami Jerman tahun 1923, USA pada masa revolusi, dan Cina tahun 1946.
Terdapat penekanan baru pada peran uang dan sistem moneter di negara- negara sedang berkembang. Jika uang dianggap valid dan berguna sebagai faktor
representatif untuk mempelajari perekonomian negara maju, maka hal tersebut juga valid dan berguna untuk mempelajari negara-negara berkembang, terutama sejak
perubahan dari jumlah penawaran uang yang mempengaruhi aktivitas ekonomi. Negara- negara yang sedang berkembang memiliki struktur keuangan yang relatif sederhana
dibandingkan dengan negara-negara maju. Dengan kehadiran dan perkembangan dari pasar uang dan instrumen keuangan dan adanya keterbatasan untuk mengolah dana
baik dalam aset moneter maupun aset fisik dapatlah dikatakan bahwa aset moneter memainkan peran penting sejak aset moneter tidak hanya digunakan untuk keperluan
transaksi tetapi juga untuk kepentingan menabung. Dari perspektif kebijakan, dua pemikiran yang membantu dalam
mengembangkan bahwa uang merupakan variabel kebijakan penting yang memberikan kontribusi pada inflasi. Pertama adalah terdapat permintaan uang jangka panjang yang
stabil dan merupakan hubungan antara uang dan harga, yang termasuk kedalam variabel yang mempengaruhi permintaan uang jangka panjang. Ide Kedua adalah
bahwa uang membantu untuk memprediksi inflasi satu atau dua tahun kedepan. Pandangan bahwa uang dapat memprediksi inflasi adalah konsisten dengan teori
kuantitas, yang menghubungkan inflasi dengan pertumbuhan uang pada periode yang lalu dan juga model buffer stock yang menganggap bahwa kelebihan uang pada
permintaan jangka panjang akan cenderung meningkatkan pengeluaran dan memberikan tekanan pada harga.
Bahwa uang memprediksi inflasi juga konsisten dengan ide bahwa pertumbuhan uang dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi, yang menjelaskan mengapa pertumbuhan
uang mengarah pada inflasi. Jika prediksi yang lebih baik tentang inflasi dapat dicapai dengan memasukan aspek uang, maka sebuah strategi kebijakan yang menyertakan
uang memiliki kemungkinan besar untuk dapat mencapai target inflasi yang diharapkan dan menjaga inflasi kedalam target kendali. Kegunaan uang sebagai alat kebijakan
moneter dipandang berbeda oleh negara yang berbeda. Dalam wilayah Eropa, bank sentral Eropa telah memilih ukuran yang lebih luas dari penawaran uang dan tingkat
sukubunga yang akan digunakan pula untuk memandu kebijakan moneter. Hubungan antara uang dalam artian luas dan inflasi dapat ditunjukkan sebagai
berikut : 1. Uang dalam artian luas membantu untuk memprediksi inflasi walaupun variabel lain
seperti output dan tingkat sukubunga dimasukan kedalam perhitungan. 2. Terdapat fungsi permintaan uang jangka panjang yang stabil bagi uang dalam artian
luas broad money.
Peran uang dalam aktivitas ekonomi telah banyak dipertimbangkan dalam beberapa tahun ini. Pada saat banyak literatur yang mengulas seputar masalah
kebijakan khususnya pada masa inflasi, banyak penelitian yang dilakukan dengan mengkonsentrasikan pada peran variabel moneter dalam menentukan output, harga dan
variabel makroekonomi yang terkait lainnya. Banyak metode yang berbeda untuk mengestimasi varibel moneter sebenarnya dilakukan untuk menganalisa tentang
mekanisme transmisi dari kebijakan moneter pada negara yang sedang berkembang dan untuk memberikan dasar empiris bagi formulasi kebijakan yang lebih baik.
Dalam negara yang pernah mengalami hiperinflasi seperti Argentina, Brazil, Korea, Chilli dan Indonesia menunjukkan bahwa permintaan uang yang ada sensitif
terhadap tingkat inflasi yang diharapkan dimana tingkat suku bunga dipertimbangkan sebagai variabel eksplanatori yang signifikan dalam fungsi permintaan uang.
Gujarati 1968 melakukan studi awal bagi negara yang sedang berkembang India dan dalam studi tersebut ditemukan bahwa pendapatan terbukti sebagai
determinan yang signifikan dari keseimbangan permintaan uang dan tingkat suku bunga secara statistik tidak signifikan. Gujarati juga menemukan bukti bahwa elastisitas jangka
panjang dari pendapatan lebih besar dari satu yang mengindikasikan bahwa uang dapat dipandang sebagai aset mewah. Studi empiris untuk negara Indonesia pertama kali
dilakukan oleh Gurley 1969, dan Aghevli 1977 dan Aghevli, Khan, Narvekar Short 1979 menggunakan data tahunan perioda 1954 – 1969, Gurley 1969 menyimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang erat antara permintaan uang termasuk time deposit dan tingkat inflasi yang diharapkan. Pada saat harga yang diharapkan meningkat,
masyarakat akan mengurangi permintaan uangnya dan sebaliknya. Secara umum bukti empiris menyarankan bahwa perubahan harga yang diharapkan, dibandingkan dengan
tingkat suku bunga cenderung lebih penting dalam studinya, walaupun pendapatan masih merupakan determinan utama bagi faktor uang riil.
3.2. Jumlah Uang Beredar