TINJAUAN PUSTAKA Studi perencanaan pengembangan ekowisata di Arboretum PT. Arara Abadi Provinsi Riau

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pariwisata Istilah pariwisata telah dikenal masyarakat sejak lama. Istilah tersebut berasal dari Bahasa Sansekerta, komponen-komponennya terdiri dari pari penuh, lengkap, berkeliling, wis man rumah, properti, kampung, komunitas dan ata pergi terus menerus, mengembara. Rangkaian komponen-komponen tersebut melahirkan istilah pariwisata yang berarti pergi secara lengkap meninggalkan rumah Pendit 2006. Pariwisata dapat dilihat sebagai suatu kegiatan. Sudirman 1999 menyatakan bahwa pariwisata adalah bentuk kegiatan manusia yang berpangkal pada perjalanan. Damanik dan Weber 2006 menyatakan bahwa pariwisata adalah fenomena pergerakkan manusia, barang dan jasa yang sangat kompleks. Kegiatan tersebut berkaitan erat dengan oraganisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan layanan dan sebagainya. Menurut UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kegiatan wisata yang dimaksud adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Pariwisata disebut sebagai kekuatan utama pada perekonomian dunia Cooper et al 1998. Dari sisi ekonomi, pariwisata dapat disebut sebagai sebuah industri. Pariwisata merupakan industri yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan Wahab 1992. Pariwisata muncul dari empat unsur pokok yang saling terkait erat atau menjalin hubungan dalam suatu sistem, yaitu: 1 permintaan atau kebutuhan, 2 penawaran suatu pemenuhan kebutuhan berwisata itu sendiri, 3 pasar dan kelembagaan yang berperan untuk memfasilitasi keduanya dan 4 pelaku atau aktor yang menggerakan ketiga elemen tersebut Damanik dan Weber 2006. B. Supply dan Demand Pariwisata Kotler dan Armstrong 2008 mengemukakan definisi penawaran supply dan permintaan demand secara umum. Supply diartikan sebagai sejumlah barang, produk atau komoditas yang tersedia dalam pasar untuk dijual kepada orang yang membutuhkannya. Demand permintaan diartikan sebagai keinginan seseorang terhadap produk atau barang tertentu. Menurut Yoeti 2006 penawaran meliputi semua produk yang dihasilkan oleh kelompok perusahaan termasuk kelompok industri pariwisata yang akan ditawarkan kepada pengunjung, sedangkan demand lebih menunjukkan kepada permintaan atas barang atau produk yang ingin dibeli dengan harga tertentu yang diikuti dengan kekuatan untuk membeli purcashing power. Dalam industri pariwisata, pada umumnya penawaran pariwisata mencakup segala sesuatu yang ditawarkan oleh tempat wisata kepada pengunjung aktual maupun pengunjung potensial. Penawaran dalam pariwisata menunjukkan khasanah atraksi wisata alami dan buatan manusia, jasa-jasa maupun barang- barang yang kira-kira akan menarik orang-orang untuk mengunjungi suatu negara tertentu Wahab 1992. Avenzora 2003 menyatakan bahwa berbicara tentang recreation supply adalah berbicara tentang 1 apa dan berapa banyak dapat diberikan, 2 kapan dapat diberikan dan 3 kepada siapa dapat diberikan. WTO 1994 menyatakan bahwa faktor penawaran pariwisata terdiri dari berbagai aktivitas dan atraksi wisata, akomodasi, pelayanan dan fasilitas lainnya. Damanik dan Weber 2006 juga menyatakan bahwa elemen penawaran pariwisata sering disebut dengan triple A’s yang terdiri dari atraksi, aksesibilitas, dan amenitas. Menurut Wahab 1992 penawaran pariwisata ditandai oleh tiga ciri khas utama. Pertama, pariwisata merupakan penawaran jasa-jasa, sehingga produk yang ditawarkan tidak mungkin ditimbun dan harus dimanfaatkan di tempat produk tersebut berada. Konsumen harus mendatangi produk yang ditawarkan tersebut. Kedua, produk yang ditawarkan bersifat kaku rigid sehingga sulit sekali untuk mengubah sasaran penggunaannya di luar pariwisata. Ketiga, penawaran pariwisata harus bersaing ketat dengan penawaran barang-barang dan jasa-jasa yang lain karena pariwisata belum menjadi kebutuhan pokok manusia. Avenzora 2003 menyatakan bahwa berbicara tentang recreation demand adalah berbicara tentang: 1 siapa yang meminta, 2 apa dan berapa banyak yang diminta dan 3 kapan diminta. Menurut WTO 1994 faktor permintaan pariwisata adalah pasar wisatawan domestik maupun internasional dan masyarakat lokal yang melihat atraksi-atraksi wisata, menggunakan fasilitas- fasilitas dan menikmati pelayanan wisata. Morley 1990 diacu dalam Ross 1998 menyatakan bahwa permintaan pariwisata tergantung pada karakteristik pengunjung, kondisi tempat wisata dan kondisi masyarakat sekitar tempat wisata. Selain itu, permintaan pariwisata sangat erat kaitannya dengan masalah iklim dan kondisi lingkungan hidup tempat tinggal seseorang Damanik dan Weber 2006. Sifat dan karakterisitik permintaan wisata berbeda dengan permintaan produk yang dihasilkan oleh perusahaan manufaktur tangible goods. Sifat dan karakteristik dari demand pariwisata meliputi: 1 elastis terhadap besarnya pendapatan dan biaya perjalanan elasticity, 2 sangat peka dan sensitif terhadap keadaan sosial, politik dan keamanan tempat yang dikunjungi sensitivity, 3 bersifat ekspansi dengan adanya peningkatan yang terjadi terus menerus setiap tahun expansion dan 4 tergantung terhadap musim seasonality Yoeti 2006. C. Dampak Pariwisata Seperti industri lainnya, keberadaan pariwisata dapat menimbulkan dampak, baik bagi daerah sekitar tempat wisata maupun bagi dunia global. Dampak yang ditimbulkan berupa dampak positif dan dampak negatif. Dampak tersebut dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung. Dampak dari keberadaan pariwisata dapat dilihat pada aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Pada aspek ekologi, dampak pariwisata yang ditimbulkan berupa konversi lahan untuk kebutuhan fasilitas bagi pengunjung dan pencemaran lingkungan tempat wisata. Edington dan Edington 1986 menyatakan bahwa ikut sertanya pengunjung dalam beberapa aktivitas wisata akan menimbulkan dampak yang tidak terbatas. Pengunjung yang tinggal untuk beberapa waktu di suatu kawasan wisata membutuhkan fasilitas pendukung, seperti akomodasi, jalan, tempat parkir mobil, air, serta fasilitas pembuangan limbah. Beberapa tinjauan mengenai dampak dari pariwisata akan kurang lengkap tanpa berbagai pertimbangan dari konsekuensi lingkungan dari penyediaan berbagai fasilitas tersebut. Dari sisi ekonomi, pariwisata dapat memberikan dorongan dan sumbangan terhadap pelaksanaan pembangunan proyek-proyek berbagai sektor bagi negara- negara yang telah berkembang atau maju ekonominya Pendit 2006. Sudirman 1999 menyatakan bahwa kegiatan pariwisata akan menimbulkan berbagai kebutuhan fisik seperti kebutuhan akan sarana transportasi, akomodasi, makananminuman, hiburan dan lain-lain. Sehubungan dengan itu ditinjau dari sisi wisatawan, maka pariwisata sebenarnya merupakan suatu kegiatan yang bersifat konsumtif, sedangkan dari sisi penyediaan sarana dan fasilitas yang dibutuhkan wisatawan dapat bersifat produktif. Oleh sebab itu, pariwisata merupakan suatu kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis atau komersil, sehingga dapat dijadikan sumber devisa, penyediaan lapangan kerja, mendorong timbulnya bidang-bidang usaha baru. Pariwisata juga berdampak pada aspek sosial dan budaya. Minca dan Linda 2000 mengemukakan bahwa wisata dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru, mendorong laju migrasi dan memperkenalkan dinamika sosial baru pada sistem lokal. Jika wisata dikembangkan dengan tepat maka dapat mendukung kepedulian dan menunjukkan budaya lokal yang penting sebagai daya tarik bagi pengunjung. Sudirman 1999 menyatakan bahwa kegiatan pariwisata juga menimbulkan interaksi sosial budaya antara wisatawan sebagai tamu dangan masyarakat sebagai tuan rumah. Dari interaksi ini masyarakat akan berkesempatan memperoleh pengalaman dan pengetahuan dari pengunjung. Windiyarti et al. 1994 mengungkapkan bahwa pariwisata merupakan ”an agent of cultural changes” yang dapat mempengaruhi perjalanan orang-orang, cara berpikir masyarakat yang dikunjungi, tata cara dan adat istiadat penduduk yang dikunjungi serta upacara- upacara keagamaan religius proselytization. Masuknya wisatawan yang terdiri dari berbagai macam bangsa dan suku bangsa, yang mempunyai tingkah laku, adat kebiasaan, latar belakang kebudayaan dan lingkungan yang berbeda, sedikit banyak akan mempengaruhi penduduk negara atau daerah yang menerima kedatangan wisatawan. Pengaruh tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Pengaruh ini akan sangat dirasakan oleh masyarakat di daerah-daerah yang adat istiadatnya sangat kuat. Kebiasaan yang bersifat tradisional yang sama sekali berbeda di negara wisatawan tersebut. D. Ekowisata Bruun 1995 diacu dalam Rosmalia 2008 menyatakan bahwa ekowisata atau wisata alternatif merupakan usaha untuk menjembatani perbedaan antara industri wisata komersil yang dilakukan pengusaha dengan perlindungan lingkungan dipihak lainnya. Wearing and Neil 1999 menyatakan bahwa ekowisata mendorong sebuah pengertian mengenai dampak pada alam, budaya dan lingkungan manusia. Ekowisata merupakan wisata lingkungan berkelanjutan yang menunjukkan nilai penting dari sumberdaya alam dan budaya bagi ekonomi dan sosial masyarakat sehingga masyarakat dapat ikut serta dalam memeliharanya. Ekowisata menggabungkan perencanaan dan zonasi yang menjamin pengembangan secara tepat bagi daya dukung ekosistem. Merg 2007 mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan yang bertanggung jawab di kawasan alami dengan tujuan melestarikan lingkungan dan menyejahterakan masyarakat lokal. Suatu perjalanan di hutan tropis belum dapat dikatakan sebagai ekowisata, kecuali perjalanan tersebut memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat lokal di sekitar kawasan tersebut Merg 2007. Fennell 2002 menyatakan bahwa pada hakikatnya partisipatif dan pembelajaran berdasarkan pengalaman merupakan unsur yang difokuskan pada ekowisata, terutama pada sejarah alam suatu daerah dan ciri yang terkait lainnya dari tanah perhubungan manusia. Tujuannya adalah untuk mengembangkan konservasi dan kesejahteraan manusia secara berkelanjutan melalui perilaku yang beretika, program dan model pengembangan pariwisata yang tidak disengaja, baik ketegangan pada elemen yang hidup dan non-hidup yang terjadi di lingkungan. Wearing and Neil 1999 juga menyatakan bahwa ekowisata dapat menciptakan variasi ekonomi lokal, terutama pada kawasan pedesaan dimana pekerjaan pertanian tidak mencukupi. Ekowisata menjamin pemerataan distribusi manfaat dan biaya. Ekowisata membangkitkan tenaga kerja lokal, baik dalam mendorong sektor wisata dan faktor pendukungnya serta sektor manajemen sumberdayanya. Ekowisata merangsang keuntungan industri lokal, seperti hotel dan tempat penginapan lainnya, restoran, sistem transportasi, kerajinan tangan dan pemandu. Ekowisata membangkitkan pertukaran wisatawan asing di suatu negara dan memberikan masukan modal dan uang baru pada perekonomian lokal. Ekowisata merangsang peningkatan transportasi lokal, komunikasi dan infrastruktur masyarakat lainnya. Dalam kehidupan bermasyarakat, Wearing and Neil 1999 mengungkapkan bahwa ekowisata dapat menentukan pembuatan keputusan diantara berbagai segmen dalam masyarakat, termasuk masyarakat lokal sehingga wisata dan penggunaan sumberdaya lain dapat lestari. Ekowisata menciptakan pembangunan fasilitas rekreasi yang dapat digunakan oleh masyarakat lokal, pengunjung domestik, dan pengunjung mancanegara. Selain itu, ekowisata dapat mendorong dan membantu membiayai pemeliharaan benda-benda purbakala, situs purbakala, gedung bersejarah dan daerah. E. Perencanaan Pengembangan Ekowisata Perencanaan terdiri dari pembuatan keputusan dan kebijakan. Perencanaan berhubungan dengan kesatuan keputusan yang dihubungkan secara sistematis dan saling mempengaruhi dibandingkan dengan keputusan individu, sehingga perencanaan hanyalah salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan- keputusan-tindakan Hall 2000. Fennell 2002 menyatakan bahwa perencanaan terdiri dari penyusunan, pembuatan, mendesain, penyiapan, dan penempatan. Seluruhnya dilihat dalam satu sudut pandangan untuk masa depan. Sebuah konsep dasar dalam perencanaan pariwisata menyatakan bahwa pariwisata harusnya terlihat sebagai suatu hubungan antar sistem dari faktor demand permintaan dan supply penawaran. Dalam konteks perencanaan, pengetahuan tentang rekreasi dapat disimplifikasikan melalui pengertian yang baik tentang recreation demand dan recreation supply Avenzora 2003. Perencanaan pariwisata penting dilakukan pada semua tingkatan untuk mencapai kesuksesan manajemen dan pengembangan pariwisata. Hal ini telah dialami oleh kawasan-kawasan wisata di dunia. Pada basis jangka panjang, perencanaan untuk pengembangan pariwisata dapat memberikan manfaat keuntungan tanpa masalah yang berarti dan mempertahankan kepuasan pasar wisatawan. Daerah yang mengizinkan pariwisata untuk berkembang tanpa adanya manfaat dari perencanaan sering mengalami masalah lingkungan dan sosial World Tourism Organization 1994. Avenzora 2008 mengemukakan bahwa dalam keseharian, dijelaskan perencanaan pariwisata kiranya dapat dibedakan menjadi Wissenschesplannung scientific-planning dan Leidsbildplannung apriory-planning. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa pola Wissenschesplannung setelah tahap initial planning phase dipenuhi, akan selalu memunculkan dan memilih pendekatan yang akan dipakai dalam proses perencanaan selanjutnya. Jika demand approach yang dipakai misalnya, maka berbagai potensi dan karakteristik demand akan menjadi tumpuan berpikir untuk mendapatkan sumberdaya wisata yang dapat dipasokkan pada permintaan tersebut. Jika resources approach yang akan dipakai maka berbagai potensi dan karakteristik resources akan dipetakan untuk diciptakan kelompok pemakainya. Jika behaviour approach yang akan dipakai maka sekumpulan data perilaku visitor pada berbagai supply yang ada akan menjadi sumber inspirasi kelompok perencana dalam menemukan dan mengembangkan suatu produk atau atraksi wisata baru. Damanik dan Weber 2006 menyatakan bahwa pengembangan ekowisata dapat optimal tergantung tiga faktor kunci, yaitu faktor internal, eksternal, dan struktural. Faktor internal antara lain meliputi potensi daerah, pengetahuan operator wisata tentang keadaan daerah baik budaya maupun alamnya serta pengetahuan tentang pelestarian lingkungan dan partisipasi penduduk lokal terhadap pengelolaan ekowisata. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar yang meliputi kesadaran wisatawan akan kelestarian lingkungan, kegiatan penelitian dan pendidikan di lokasi ekowisata yang memberi kontribusi terhadap kelestarian lingkungan dan penduduk lokal. Adapun faktor struktural adalah faktor yang berkaitan dengan kelembagaan, kebijakan, perundangan dan peraturan tentang pengelolaan ekowisata baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional. Cooper et al. 1998 menyatakan bahwa umumnya perencanaan wisata dibuat tanpa mempertimbangkan dampak bagi masyarakat lokal, lingkungan dan perekonomian. Kegiatan tersebut hanya dievaluasi berdasarkan finansial untung dan rugi dan tanpa memperhatikan nilai sosial dan biaya manfaat bagi kawasan. Oleh karena itu, perlu disusun suatu bagan mengenai rencana dasar pengembangan wisata seperti disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Bagan rencana dasar pengembangan wisata Cooper et al. 1998. Cooper et al. 1998 juga menjelaskan bahwa jika wisata digabungkan ke dalam rencana pengembangan negara maka harus terorganisasi dan dikembangkan menurut suatu strategi yang dibangun pada dasar yang sama. Dasar tersebut perlu menghitung koordinasi dari sektor hubungan wisata, serta supply dan demand terhadap produk wisata. Proses perencanaan pengembangan ini melibatkan sebagian peserta yang mungkin membawa berbagai tujuan yang saling bertentangan. Selain itu, stakeholder yang berbeda mungkin akan menimbulkan ketidaksamaan persepsi mengenai industri wisata maupun proses pengembangannya. F. Arboretum Harris 2002 menyatakan bahwa arboretum pertama kali dibuat di Derby, Inggris oleh Joseph Struut dan JC. London dengan nama Derby Arboretum, yang diresmikan pada Tanggal 16 September 1840. Tujuan pembuatan arboretum ini adalah untuk menampung kegiatan rekreasi masyarakat di alam terbuka dengan menyajikan koleksi pepohonan, semak dan vegetasi berkayu yang disusun dan dideskripsikan sebagai petunjuk bagi para pengunjung untuk mencapai tujuan penelitian dan pendidikan. Kamus Kehutanan 1989 diacu dalam Hastari 2005 Survey of resources and existing facilities Analysis of global market shared and trends Programme of additional facilities Land-use plan with location of existing facilities Evaluation of costs and return mendefinisikan arboretum sebagai kebun pepohonan yang merupakan bentuk konservasi plasma nutfah buatan manusia. Perbedaan arboretum dan kebun raya adalah arboretum merupakan kebun yang digunakan untuk jenis tumbuhan lokal, sementara kebun raya adalah kebun botani yang berperan lebih luas, seperti Kebun Raya Bogor. Arboretum memiliki beberapa fungsi antara lain 1 fungsi pendidikan dan ilmu pengetahuan, 2 fungsi ekologis, 3 fungsi rekreasi, 4 fungsi ekonomi, 5 memelihara kualitas pohon, dan 6 fungsi estetis. Pengaturan penanaman tanaman koleksi di dalam kebun koleksi tanaman seperti arboretum ialah dikelompokkan menurut kekerabatan pohon maupun manfaat tanaman, hubungan kekerabatan tersebut didasarkan klasifikasi tanaman secara botani pada satu tingkat tertentu, misalnya famili. Disamping itu, pengaturan tanaman juga dapat berdasarkan ciri geografis, nilai ekonomi, kepentingan ekologi atau nilai estetika yang dimiliki tiap pepohonan tersebut Taman 1955 diacu dalam Hadi 2004.

III. METODE PENELITIAN