Hubungan Semantis Antaraklausa Dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat
SKRIPSI
HUBUNGAN SEMANTIS ANTARAKLAUSA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK LANGKAT
DIKERJAKAN O
L E H
NAMA : M I R A N I NIM : 040702009
PROGAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
HUBUNGAN SEMANTIS ANTARAKLAUSA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK LANGKAT
M I R A N I 040702009
Diketahui/ Disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Baharuddin, M.Hum. Drs. Warisman Sinaga , M.Hum.
NIP. 19600107 198803 1007 NIP . 19620716 198803 1002
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH Ketua,
Drs. Baharuddin, M.Hum. NIP. 19600107 198803 1007
(3)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapakan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Semantis Antaraklausa Dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat “ sebagai tugas akhir dalam menempuh pendidikan di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Departemen Sastra Daerah, Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu.
Selama penulis menempuh pendidikan,banyak hal yang melintang yang penulis hadapi, namun karena motivasi yang besar, akhirnya penulis sampai juga pada akhir pendidikan dan skripsi ini dapat penulis selesaikan. Meskipun skripsi ini belum sempurna, namun penulis yakin dan berharap. skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa Bahasa dan Sastra Daerah.
Untuk memudahkan pemahaman isi skripsi ini, penulis membaginya atas lima bab. Bab pertama merupakan pendahuluan mencakup latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,dan anggapan dasar. Bab kedua adalah kepustakaan yang relevan,dan yang dibagi atas teori yang digunakan. Bab ketiga adalah metode penelitian, metode dasar, lokasi sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data.Bab keempat
(4)
mengenai pembahasan yang membicarakan tentang berbagai bentuk hubungan semantis antarklausa. Bab kelima merupakan kesimpulan dan saran, yaitu ringkasan tentang uraian yang telah dibicarakan pada bab pembahasan dan saran-saran kepada pembaca.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya karena mengingat waktu dan kemampuan penulis yang sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran, semoga apa yang telah diuraikan dalam skripsi ini berguna bagi kita semua. Amin.
Penulis
MIRANI (040702009)
(5)
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ucapakan pertama sekali sebagai tanda terima kasih atas selesainya skripsi ini selain ucapan puji dan syukur kepada Ilahi Robbi Yang Maha Pengasih lagi Maha Bijaksana dan menguasai jagat raya, yang menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di permukaan bumi ini. Selanjutkan shalawat teriring salam penulis panjatkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW kekasih Allah yang telah meninggikan derajat manusia dengan mengangkatnya dari lembah kejahilan kepada alam ilmu.
Kemudian, ucapan terima kasih di tujukan kepada orang-orang yang telah banyak membantu penulis, memberikan pengarahan, dorongan,semangat, bimbingan, bantuan maupun saran yang penulis terima dari semua pihak, sehingga tiap kesulitan yang dihadapi dapat diatasi.
Pada kesempatan ini dengan keikhlasan hati penulis mengucapakan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Yang teristimewa dalam diri penulis ayahanda Harmen Hamdan dan ibunda Hj.Sumiarsy tercinta, yang selalu memberikan doa, cinta, kasih sayang, perhatian, bimbingan, serta tidak pernah mengeluh dalam membiayai pendidikan penulis. Adinda-adindaku : Lucky Shinta Harmen, Poetri Astrini Harmen, Geeta
(6)
Aryati Harmen, Moch.Dandyacob Harmen, yang telah memberikan semangat, dan kalian selalu memberikan keceriaan. 2. Bapak Prof. Syaifuddin, M.A.,Ph.D. selaku Dekan Fakultas
Sastra USU,Pembantu Dekan I,Pembantu Dekan II,Pembantu Dekan III, serta seluruh staf dan pegawai di jajaran Fakultas Sastra USU.
3. Bapak Drs. Baharuddin, M.Hum selaku Ketua Departemen Sastra Daerah dan sekaligus dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan demi selesainya skripsi ini. 4. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku Sekretaris
Departemen Sastra Daerah dan dosen pembimbing II, serta penasihat akademik penulis, juga telah banyak membantu, mengarahkan, dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ka Vivi yang banyak membantu penulis dalam menyiapkan proses administrasi di Departemen Sastra Daerah.
6. Pak Jamil, Theedy Bear, Rulia pardede, Omah,yang telah banyak memberikan bantuan dan semangat kepada penulis.
7. Sahabat-sahabat penulis : Segenap kawan-kawan ’04, abang-abang dan kakak-kakak serta adik-adik stambuk ’02,’03,’05,’06,’07,’08 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan, semangat,
(7)
dorongan, penulis berharap agar persahabatan kita ini tetap terjaga.
8. Nadila 08 so thank u beuh!, Mr.Hidayad Ss, Yanfauzi Siba,....makasi y bebs..
9. Buat Teman aku yang baik ”Herry Gumaza”, terima kasih atas nasihat juga perhatiannya, sekali lagi I don’t know how to say thank you for him, because he always help me until the thesis finish.
Semoga segenap perhatian, dukungan dan bantuan yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT. Sekali lagi penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga.
(8)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian... 9
1.5 Anggapan Dasar ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
2.1 Kepustakaan yang Relevan... 11
2.2 Teori Yang digunakan ... 14
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
3.1 Metodelogi Penelitian ... 20
3.2 Metode Dasar ... 20
3.3 Lokasi dan Sumber Data Penelitian dan Instrumen Penelitian ... 23
3.4 Metode Pengumpulan Data... 24
3.5 Metode Analisa Data ... 25
BAB IV PEMBAHASAN ... 28
4.1 Kalimat Luas Setara... 31
4.2.1 Makna Penambahan... 31
(9)
4.2.3 Makna Pemilihan... 34
4.2.4 Makna Penegasan ... 35
4.2.5 Makna Pengurutan... 36
4.2 Kalimat Luas Bertingkat... 37
4.2.1 Hubungan Makna Sebab... 38
4.2.2 Hubungan Makna Akibat... 40
4.2.3 Hubungan Makna Syarat ... 41
4.2.4 Hubungan Makna Tujuan ... 43
4.2.5 Hubungan Makna Waktu ... 45
4.2.5.1 Batasan Waktu Permulaan... 45
4.2.5.2 Kesamaan Waktu ... 46
4.2.5.3 Urutan Waktu... 48
4.2.5.4 Batasan Waktu Akhir... 49
4.2.6 Hubungan Makna Konsesif ... 50
4.2.7 Hubungan Makna Perkecualian... 52
4.2.8 Hubungan Makna Perbandingan... 53
4.2.9 Hubungan Makna Kegunaan ... 55
4.2.10 Hubungan Makna Komplementasi ... 56
4.2.11 Hubungan Makna Atribut ... 58
4.2.12 Hubungan Makna Pengandaian ... 59
KESIMPULAN DAN SARAN... 61
Kesimpulan ... 61
Saran... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN : Daftar Informan Data Penelitian Daftar Istilah
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai antar anggota masyarakat yang mutlak diperlukan untuk menyampaikan buah pikiran, perasaan, keinginan, dan perbuatan-perbuatan yang dapat dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Tanpa bahasa masyarakat tidak mungkin dapat berkembang. Maka dari itu, bahasa perlu dibina dan dilestarikan.
Bahasa juga adalah merupakan alat yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia. Karena itu, bahasa sangat erat hubungannya dengan pemikiran manusia. Sesuai dengan kodrat manusia, bahasa berkembang sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya sehingga perkembangan bahasa juga ikut serta di dalamnya. Sebagai bukti nyata dapat kita lihat di dalam dunia ilmu pengetahuan, perkembangan tidak mungkin di terapkan tanpa bahasa.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang dipakai oleh bangsa Indonesia. Sesuai dengan yang tertulis di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36 Bab XV ayat 1, yang menyatakan bahwa, bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dalam perwujudannya menunjukkan keanekaragaman, tampak dari
(11)
keragaman etnis bangsa Indonesia yang terdiri atas beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat dari budayanya sendiri ( Pally, 1985:26 ). Salah satu sub-budaya daerah adalah bahasa daerah yang merupakan investasi kesukuan dan kebangsaan yang tidak terhitung nilainya. Kekayaan bahasa daerah sekaligus merupakan kekayaan budaya nasional, sebab bahasa daerah merupakan sumber memperkaya bahasa nasional.
Keanekaragaman bahasa yang kita miliki menyebabkan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang kaya dengan kosa kata. Adanya berbagai macam bahasa di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tidak memicu terjadinya perpecahan, hal ini dikarenakan adanya bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia yang menjadi kebudayaan bangsa yang dapat dibanggakan.
Terdapat kurang lebih 420 jenis bahasa daerah yang tumbuh dan terus berkembang di Indonesia. Tiap-tiap suku memiliki bahasa daerah masing-masing sekaligus sebagai lambang identitas daerah (Halim, 1984: 14).
Sebagai upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah yang tumbuh berdampingan dengan bahasa Indonesia, perlu diadakan pengkajian khusus tentang perkembangan kata-kata yang berasal dari bahasa daerah. Data dapat diperoleh dari bahasa di setiap daerah yang ada di Indonesia. Hal ini berguna dan dapat dimanfaatkan dalam
(12)
memperkaya perbendaharaan kata-kata satu bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Usaha pengembangan, pembinaan, dan pelestarian bahasa diharapkan dapat dilakukan dengan sungguh-sungguh secara sistematis dan terarah. Hal tersebut harus sejalan dengan usaha peningkatan pengetahuan mengenai bahasa daerah tersebut. Salah satu cara merealisasikannya adalah melalui penelitian yang efektif tentang berbagai aspek kebahasaan daerah tersebut.
Dalam buku Politik Bahasa Nasional 1 (Halim, 1984: 22), menekankan perlunya bahasa daerah dalam rangka pengembangan bahasa nasional, yakni:
1. Bahasa daerah tetap dibina dan dipelihara oleh masyarakat
pemakainya, yang merupakan bagian kebudayaan bangsa Indonesia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.
2. Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan bahasa nasional serta untuk pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa itu sendiri.
3. Bahasa daerah berbeda dalam struktur kebahasaannya, tetapi
juga berbeda jumlah penutur aslinya.
4. Bahasa-bahasa daerah pada kesempatan tertentu dipakai sebagai
alat penghubung baik lisan maupun tulisan sedangkan daerah tertentu ada yang hanya dipakai secara lisan.
Bahasa Indonesia yang dipakai selama ini berasal dari bahasa Melayu yang sudah mengalami perkembangan pesat, terutama sesudah diresmikan menjadi bahasa nasional dan bahasa persatuan. Bahasa Melayu menjadi bahasa perantara selama berabad-abad diseluruh kawasan nusantara. Di dalam perkembangannya, bahasa
(13)
Melayu memperoleh kedudukan sebagai bahasa pengantar dan bahasa politik oleh kerajaan-kerajaan di nusantara.
Bahasa Melayu dialek Langkat adalah salah satu bahasa daerah Melayu yang ada di wilayah Melayu Tanjung Pura. Bahasa Melayu Dialek Langkat mempunyai hak yang sama untuk mendapat pembinaan karena kedudukan dan fungsi bahasa tersebut masih layak untuk digunakan.
1. Pada akhir suku kata yang mempunyai fonem /a/ dalam bahasa Indonesia akan berubah menjadi /e/ dalam bahasa Melayu Dialek Langkat.
Contoh:
Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat
bunga bungE
buaya buayE
celana celanE
rusa rusE
baca bacE
sama samE
rasa rasE
cerita ceRitE
(14)
2. Pada beberapa suku kata yang mempunyai fonem /i/ dalam bahasa Indonesia akan berubah menjadi fonem /e/ dalam bahasa Melayu Dialek Langkat.
Contoh:
Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat
air aER
piring piREng
sakit sakEt
main maEn
lusin lusEn
cicit cicEt
ringkik RingkEk
tinggi tinggE
3. Fonem /r/ dalam bahasa Indonesia berbunyi biasa, tetapi dalam bahasa Melayu Dialek Langkat berubah menjadi r Uvular /R/.
Contoh:
Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat
karang kaRang
kerang kERang
sarang saRang
suara suaRE
(15)
turun tuRun
kirim kiRim
tari taRi
dorong doRong
darat daRat
4. Pada beberapa suku kata yang mempunyai fonem /h/ dalam bahasa Indonesia, maka dalam bahasa Melayu dialek Langkat fonem tersebut akan hilang.
Contoh:
Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Dialek Langkat
hujan ujan
jahit jaEt
hancur ancuR
hitam itam
halau alau
putih putE
didih didE
Bahasa Melayu Dialek Langkat pada hakikatnya sama dengan bahasa-bahasa yang lain yaitu mempunyai unsur-unsur kebahasaan. Adapun unsur-unsur kebahasaan tersebut terdiri atas struktur bunyi
(16)
bahasa yang bidangnya disebut fonologi, struktur kata yang bidangnya disebut morfologi, struktur antar kata dalam kalimat yang disebut sintaksis, masalah arti atau makna yang bidangnya disebut semantik. Morfologi dan sintaksis bersama-sama biasanya disebut tata bahasa, tata bahasa menyangkut kata, struktur internal di dalamnya atau morfologi dan struktur antar kata yang namanya sintaksis. Hal di atas dalam bahasa Melayu dialek Langkat belum banyak dilakukan. Untuk itu penulis memberanikan diri mencoba untuk mengangkat sebagian unsur dari sintaksis yaitu klausa, sebab klausa akan selalu terdapat dalam komunikasi sehari-hari.
Bahasa Melayu dialek Langkat belum banyak diungkap, belum dideskripsikan secara tuntas. Penelitian bahasa Melayu dialek Langkat masih belum banyak dilakukan jika dibandingkan dengan penelitian bahasa-bahasa daerah lain, seperti bahasa Minangkabau, bahasa Batak, bahasa Sunda, dan bahasa Jawa. Oleh karena itu, berbagai macam penelitian bahasa Melayu dialek Langkat perlu diadakan, khususnya hubungan semantis antarklausa dalam bahasa Melayu yang terdapat dalam bahasa Melayu dialek Langkat.
Berdasarkan hal di atas penulis memilih judul “Hubungan Semantis Antar klausa dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat”. Karena dalam pengamatan hubungan semantis antar klausa ada dalam bahasa Melayu Dialek Langkat, yang menurut sepengetahuan penulis
(17)
belum ada diteliti dan penulis merasa perlu mengadakan penelitian terhadap hubungan semantis antara klausa dalam bahasa Melayu Dialek Langkat tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah sebenarnya merupakan batasan – batasan dari ruang lingkup topik yang diteliti. Suatu perumusan masalah dilakukan karena adanya suatu permasalahan. Agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas dalam hubungan antara klausa dalam bahasa Melayu dialek Langkat ini maka diperlukan suatu perumusan masalah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk klausa dalam bahasa Melayu Dialek
Langkat.
2. Bagaimana Hubungan Semantis antar klausa dalam bahasa
Melayu Dialek Langkat.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka dalam hal ini tujuan penelitian penulis antara lain untuk:
(18)
1. Bentuk-bentuk klausa dalam Bahasa Melayu Dialek Langkat.
2. Mengetahui Hubungan Semantis antar klausa dalam bahasa
Melayu dialek Langkat.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tentang hubungan semantis antar klausa dalam bahasa Melayu Dialek Langkat ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam upaya melestarikan dan pengembangan pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya.
Lebih khusus manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan terhadap
bahasa Melayu Dialek Langkat.
2. Menambah wawasan pengetahuan dan informasi tentang
bahasa nusantara khususnya bahasa Melayu Dialek Langkat.
3. Menambah bahan bacaan dan kepustakaan di Departemen
Sastra Daerah, khususnya Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
4. Melengkapi salah satu syarat ujian dalam menempuh sarjana
(19)
1.5 Anggapan Dasar
Anggapan dasar ini merupakan titik tolak pemikiran untuk penyelidikan tertentu yang sebenarnya dapat diterima tanpa perlu dibuktikan lagi (Syah, 1993 : 17). Penelitian ini didasarkan pada suatu landasan pemikiran tertentu yang akan memberikan arah pada pengumpulan data. Landasan pemikiran ini disebut sebagai anggapan dasar dari suatu penelitian yang dapat diterima kebenarannya dan tidak perlu dibuktikan lagi.
Dalam hal ini penulis menganggap bahwa dalam bahasa Melayu Dialek Langkat akan dijumpai hubungan semantis antar klausa yang mempunyai bentuk khusus yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Anggapan dasar di atas digunakan untuk membantu penulis dalam penelitian hubungan semantis antar klausa dalam bahasa Melayu Dialek Langkat ini dimulai dari mengolah data hingga menyelesaikan penulisan ini.
(20)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan yang Relevan
Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data yang kuat serta buku – buku acuan yang relevan dengan objek yang diteliti. Untuk dapat mempertahankan hasil dari suatu karya ilmiah, seorang penulis akan lebih mudah mempertanggungjawabkannya dengan menyertakan data-data yang kuat serta buku-buku acuan yang relevan atau yang ada hubungannya dengan apa yang diteliti.
Penelitian ini didukung referensi yang sesuai seperti buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, karangan Hasan Alwi, ditambah beberapa buku pendukung lainnya seperti Sintaksis, dan Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis, karangan Ramlan.
Sesuai dengan judul yang penulis bicarakan yakni hubungan semantis antar klausa dalam bahasa Melayu Dialek Langkat, tentunya tidak terlepas dengan apa yang disebut dengan kata dan kalimat. Namun terlebih dahulu penulis uraikan mengenai pengertian klausa, sebagai berikut :
(21)
Bloomfield (1999:22) mengatakan, “Klausa adalah satuan sintaksis berupa tuntunan kata-kata berkonstruksi predikatif artinya, didalam konstruksi itu ada komponen berupa kata, yang berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan.”
Tarigan (1986:10) mengatakan, ”Klausa adalah satuan gramatikal yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat.”
Keraf (1994:181) mengatakan, ”Klausa adalah suatu konstruksi yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata, yang mengandung hubungan fungsional subjek,predikat, dan secara fakultatif dapat diperluas dengan beberapa fungsi lain seperti objek dan keterangan-keterangan lain.”
Kridalaksana (1986:24) mengatakan, ”klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata sekurang-kurangnya terdiri dari atas subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.”
Ramlan (1987:89) mengatakan, ”klausa adalah subjek,prediket (O) (PEL)(KET). tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh tidak ada.”
(22)
Chaer (2003:36) mengatakan, ”klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat.”
Samsuri (1982:58) mengatakan, ”klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat.”
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:513) tertulis, ”klausa adalah kalimat tunggal mandiri, menjadi bagian klausa lain atau bagian dr kalimat majemuk bertingkat; transitif klausa yg verbanya selalu disertai objek.”
Cahyono (1995:227) mengatakan, ”klausa adalah ilmu yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat.”
Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu biasa juga tidak muncul misalnya dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi.
Contoh :
’ Kau nak memanggil siapE? ’ Kamu memanggil siapa?
‘ Teman satu kampus ‘
(23)
Contoh pada bahasa tidak resmi : ’ SayE telat la! ’
Saya telat! Æ P-nya dihilangkan.
Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah selesai. Klausa sudah pasti mempunyai
P, sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.(www.google.com)
2.2 Teori yang Digunakan
Setiap penelitian selalu menggunakan teori yang sesuai dengan penulisan tersebut. Penelitian akan lebih praktis metode kerjanya apabila teori yang digunakan mempunyai hubungan langsung dengan penelitian yang diadakan.
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.
Penelitian ini menggunakan teori deskriptif analisis. Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
(24)
memberikan, menjelaskan, dan memprediksikan fenomena bahasa yang akan diteliti.(www.google.com)
Dalam buku sintaksis dan hubungan makna antara klausa yang satu dengan klausa lainnya dalam kalimat luas bertingkat karangan Ramlan ( 1987: 59 ) mengatakan, bahwa hubungan makna antara klausa terdiri dari kalimat setara dan kalimat luas bertingkat. dalam kalimat luas bertingkat terdapat juga hubungan makna yang timbul sebagai akibat pertemuan antara klausa yang satu dengan yang lainnya, baik antara klausa inti dengan klausa bawahan. Penggabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas bertingkat ini memberikan makna, dari penelitian yang dilakukan diperoleh 13 hubungan makna yang antara lain, yaitu :
1. Makna Sebab
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna sebab dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata
penghubung karena, sebab dan maka (Cahyono, 1995:186).
2. Makna Akibat
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna akibat dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata
(25)
3. Makna Syarat
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna syarat dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata
penghubung kalau, jika, dan asal (Ramlan, 1987:77).
4. Makna Tujuan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’tujuan’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabung menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata
penghubung agar, supaya, dan untuk (Cahyono,1995:189).
5. Makna Waktu
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna waktu berlangsungnya sesuatu peristiwa dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat,
biasanya dengan bantuan kata penghubung ketika, sesudah, sebelum
dan sejak (Cahyono,1995:190).
6. Makna Kosesif
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna kesungguhan dibentuk dari dua buah yang digabungkan menjadi menjadi sebuah kalimat, biasanya dengan
(26)
bantuan kata penghubung meskipun, biarpun, atau sungguhpun. Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan suatu peristiwa atau perbuatan, sedangkan klausa kedua sebagai anak kalimat menyatakan peristiwa atau kondisi yang bertentangan untuk terjadinya peristiwa pada klausa pertama (Ramlan,1987:88).
7. Makna Perkecualian
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan suatu perkecualian, maksudnya menyatakan sesuatu yang dikecualikan dari apa yang dinyatakan dalam klausa inti. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini
secara jelas ialah kata kecuali dan selain. (Cahyono,1995:133).
8. Makna Perbandingan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-kluasanya menyatakan perbandingan dibentuk dari dua buah klausa, biasanya
dengan bantuan kata penghubung seperti dan bagai
(Cahyono,1995:192).
9. Makna Kegunaan
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan kegunaan kata penghubung yang digunakan untuk
menandai hubungan makna ini secara jelas ialah kata untuk, guna, dan
(27)
10. Makna Komplementasi (Isi)
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan apa yang dikatakan, dipikirkan, didengar, di sadari, di yakini, diketahui, di nyatakan, dengan kata singkat dapat dikatakan bahwa klausa bawahan merupakan isi klausa inti. secara jelas
hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung bahwa
(Ramlan,1987:89)
11. Makna Atribut (Penerang)
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan sesuatu yang diharapkan, ialah dengan terlaksananya atau dikerjakannya apa yang tersebut pada klausa inti diharapkan akan terlaksana atau dikerjakan pula apa yang tersebut pada klausa bawahan. secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata-kata
penghubung agar, supaya, agar supaya, dan biar (Ramlan,1987:72).
12. Makna Pengandaian
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan suatu andaian, suatu syarat yang tidak mungkin terlaksana bagi klausa inti sehingga apa yang dinyatakan oleh klausa inti juga tidak mungkin terlaksana, secara jelas ditandai dengan
(28)
kata-kata penghubung andaikan, andaikata, seandainya, sekiranya, dan seumpama (Ramlan,1987:74).
13. Makna Cara
Kalimat luas bertingkat yang hubungan klausa-klausanya menyatakan bagaimana perbuatan yang disebutkan dalam klausa inti itu dilakukan atau bagaimana peristiwa yang disebutkan dalam klausa inti itu terjadi. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai
hubungan makna ini secara jelas ialah kata dengan, tanpa, seraya dan
(29)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Metodologi berasal dari kata Metode dan logos. Metode artinya cara tepat untuk melakukan sesuatu : Logos artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi,Metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan ( Narbuko, 1997 : 1 ).
Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan ( Narbuko,1997 : 2). Jadi, Metode penelitian adalah ilmu mengenai jalan yang melewati untuk mencapai pemahaman ( Narbuko, 1997 : 3 ).
Untuk penulisan sebuah karya ilmiah, harus dilandasi oleh sebuah metode yang tepat karena metode tersebut sangat membantu penulis dalam menyelesaikan permasalahan.
3.2. Metode Dasar
Metode dasar yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif sinkronis sebagaimana yang diterapkan dalam kerangka teori linguistik struktural. Penelitian dilaksanakan dengan
(30)
jalan mengumpulkan bahan-bahan di lapangan tanpa intervensi. Setelah itu baru dilakukan tabulasi dan kajian kebahasaan berdasarkan bahan atau data yang terkumpul dengan cara seobjektif mungkin.
Metode deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data dan juga menyajikan data-data dan menginterpretasi data-data (Narbuko, 1997 : 5)
Metode deskriptif lebih menandai terhadap adanya (dan tidak adanya) pengguna bahasa daripada menandai cara penanganan bahasa tahap demi tahap, langkah demi langkah (Sudaryanto, 1986 : 62).
Metode dapat bermanfaat (untuk mewujudkan tujuan kegiatan ilmiah linguistik) haruslah digunakan dalam pelaksanaan yang kongkret. Untuk itu, metode sebagai cara kerja haruslah dijabarkan sesuai dengan alat dan sifat alat yang dipakai (Sudarsono, 1986 : 26).
Metode linguistik yang baik haruslah sesuai dengan sifat objeknya (yaitu bahasa), maka teorilah yang memberitahuakan mengenai sifat itu misalnya bahasa itu di samping bersifat linier juga bersifat arbiter dan konvensional, satuan lingualnya kecuali berhubungan secara struktural juga berhubungan secara sistemik, dan sebagainya sehingga memungkinkan metode tertentu yang satu dapat digunakan sebaik-baiknya dan metode tertentu yang lain justru disingkirkan sejauh-jauhnya (Sudarsono, 1986 : 27).
(31)
3.3 Lokasi, Sumber Data dan Instrumen Penelitian
Lokasi penelitian tentang hubungan semantis antarklausa dalam bahasa Melayu dialek Langkat ini adalah Desa Pulau Banyak, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Lokasi ini merupakan daerah penutur bahasa Melayu Dialek Langkat
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data itu diperoleh (Arikunto, 1996:114). Artinya, jika peneliti menggunakan metode wawancara dengan pengumpulan datanya, maka subjeknya responden dan apabila menggunakan metode observasi dalam pengumpulan datanya, maka subjeknya berupa benda atau tempat.
Sumber data penulis adalah informan yang memenuhi syarat
yang ditentukan. Kriteria informan terpilih menurut (Mahsun, 1995 : 21-22), adalah:
a. Berjenis kelamin pria atau wanita.
b. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun).
c. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan
di desa tersebut serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya.
d. Berpendidikan (minimal tamatan SD dan Sederajat).
e. Berstatus social menengah (tidak rendah atau tidak
tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya.
f. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan dan masarakat
isoleknya.
g. Pekerjaannnya bertani atau buruh.
h. Dapat berbahasa Indonesia.
i. Sehat jasmani dan rohani. Sehat jasmani maksudnya tidak
cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan dengan tepat. Sedangkan sehat rohani maksudnya sedang tidak gila atau pikun.
(32)
Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh si peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya akan lebih baik, dalam arti yang lebih lengkap dan sistematis sehingga data lebih mudah diolah. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah alat perekam suara (tape recorder) alat tulis, dan daftar pertanyaan (kuesioner).
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Metode kepustakaan
penulis melakukan penelitian dengan mencari data dari buku buku yang berhubungan dengan penulisan sebagai bahan acuan dari berbagai referensi. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan dasar-dasar teori yang yang akan dipakai dan untuk mengkaji hasil penelitian atau informasi yang mendukung penelitian.
2. Metode observasi
penulis turun langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan pengamatan terhadap tempat, dan peran pemakai bahasa serta perilaku selama pelaksanaan pengguna bahasa berlangsung.
(33)
3. Metode wawancara
Data penelitian ini adalah data lisan dan tulisan. Data tulisan diperoleh dengan menggunakan metode simak (Sudaryanto, 1993:13) yaitu dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode ini dikembangkan teknik sadap, yaitu meninjau dan mempelajari secara langsung kata-kata yang diperoleh dari studi pustaka. Selanjutnya digunakan teknik catat dengan mencatat data-data tulis yang diperoleh dari bahan pustaka yang digunakan.
Data lisan diperoleh dari informan yang menggunakan bahasa Melayu Dialek Langkat di Desa Pulau Banyak. Pengumpulan data lisan dilakukan dengan metode cakap, yaitu percakapan antara peneliti dengan penutur sebagai narasumber. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik pancing, yaitu peneliti berusaha memancing seseorang atau beberapa orang untuk berbicara. Selanjutnya, digunakan teknik cakap semuka, yaitu percakapan langsung dengan tatap muka antara peneliti dengan informan.
Teknik ini dilanjuktan dengan teknik rekam dan teknik catat, yaitu dengan merekam dan mencatat data lisan yang diperoleh dari informan. penulis melakukan wawancara kepada para penutur yang dianggap memenuhi syarat sebagai informan untuk dapat mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik rekam. Selama wawancara berlangsung, semua respon yang muncul
(34)
dicatat. Selama itu juga perekaman dilakukan untuk kepentingan pengecekan kembali.
4. Metode Kuesioner atau Daftar Pertanyaan
kuesioner yang dibagikan berisikan kosakata dasar yang akan ditanyakan kepada informan. Tahapan strategi metode pengumpulan data itu berakhir dengan trankripsi dan tataan data yang sistematis dan ditandai oleh transkripsi serta tertatanya data secara sistematis (Sudaryanto, 1986 : 36).
3.5 Metode Analisis Data
Dalam metode analisis data penulis menggunakan metode deskriptif.
Adapun ciri-ciri metode deskriptif adalah:
1. Memusatkan diri pada permasalahan-permasalahan yang ada
pada masa sekarang dan masalah aktual.
2. Data yang dikumpulkan lalu disusun, dijelaskan dan dianalisis.
(Surakhmad, 1994 : 140).
Metode deskriptif merupakan metode yang berusaha memberikan gambaran objektif tentang struktur bahasa yang dianalisis sesuai dengan pemakaian sebenarnya dari bahasa itu oleh masyarakat bahasanya pada waktu sekarang dan tidak normative (memperhitungkan norma–norma yang seharusnya dipakai) atau
(35)
diakronis (memperhitungkan perkembangan dan sejarah struktur bahasa). Dengan demikian, analisis bahasa Melayu Dialek Langkat ini akan berusaha memberikan gambaran objektif sesuai dengan keadaan pemakaian bahasa Melayu Dialek Langkat sekarang.
Sehubungan dengan hal tersebut, Sudaryanto (1986:57) mengemukakan tiga macam metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian bahasa, yaitu:
1. Mengumpulkan Data
Pada tahap pengumpulan data, dialakukan observasi untuk menentukan dialek yang akan dijadiakn sample penelitian. Tahap itu diikuti dengan pengumpulan teks tertulis yang diperoleh dari penutur asli bahasa Melayu dialek Langkat. Penulis menggunakan data lisan (wawancara) dan data tulis. Teks tersebut ada yang ditulis.
2. Mengklasifikasikan Data
Dalam tahap mengklasifikasikan data dilakukan menurut persamaan dan perbedaanya. Hasil penyusunan dan pengklasifikasian berbentuk suatu sistem yang memudahkan untuk menemukan kembali kata, dan Hubungan semantis antarklausa pada konstruksi subordinatif dalam bahasa melayu dialek Langkat yang diperlukan.
(36)
3. Menganalisis Data
Pada tahap menganalisis data, teks yang telah ditulis disusun kembali dalam bentuk bagian kalimat, kemudian ditarik komponen-komponennya yang berupa klausa. Jika komponen- komponennya yang berupa klausa telah ditemukan, kata itu lalu dianalisis, kemudian diamati keteraturannya. Dari konstruksi kata tersebut dirumuskan pola-pola kaidahnya. Penulis akan menganalisis data Hubungan semantis antar klausa pada konstruksi subordinatif dalam bahasa dialek Langkat untuk dapat menganalisis tipe, bentuk, ciri, fungsi, dan makna Klausa tersebut.
Setelah data–data yang diperlukan terkumpul semua, maka data–data yang diperlukan dalam penulisan diambil dan data–data yang tidak diperlukan dibuang. Tahapan metode analisis data berakhir dengan penemuan kaidah, betapapun sederhananya atau sedikitnya kaidah itu, dan banyaknya kaidah yang ditemukan bukanlah menjadi ukuran, karena kerumitan dan banyaknya kaidah tidak selalu menjadi petunujuk baik kedalaman atau kehebatan telaah. Dengan demikian dapat dikatakan pula ditemukannya kaidah itu merupakan wujud dari analisis data (Sudaryanto, 1986 : 39).
(37)
BAB IV PEMBAHASAN
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis harus memiliki S dan P Ditinjau dari panjang atau pendeknya, sebuah
sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat pendek menjadi
panjang atau berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada subjek, pada predikat, atau pada keduanya. (Ramlan, 1987:6) mengatakan, “Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik dan turun.”
Ditinjau dari pola-pola dasar yang dimilikinya, kalimat dapat dibagi menjadi kalimat inti, kalimat luas, dan kalimat transformasional. Tiap-tiap kalimat memiliki unsur inti yaitu sekurang-kurangnya terdiri dari unsur Subjek dan Predikat. Jika salah satu unsur inti tersebut diperluas maka kalimat tersebut menjadi kalimat luas. Jadi, kalimat luas merupakan perluasan kalimat inti yang penggunaannya biasanya sering mengalami kekeliruan dalam hal perluasannya.
(38)
Kalimat dapat dibagi atas dua bagian besar, yaitu kalimat sederhana dan kalimat luas. Kalimat sederhana dibagi atas dua bagian, yaitu kalimat yang tak berklausa dan kalimat yang berklausa satu. Adapun kalimat luas adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat luas itu bermacam-macam. Macam-macam kalimat luas terdiri atas kalimat luas setara dan kalimat luas tak bertingkat (Alwi dkk, 1998).
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
a. Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh:
(1) AdEk menangis. Anjing dipukul.
’Adik menangis. Anjing dipukul.’
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
b. Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh:
(2) Budak hendon. Gunong tinggi.
(39)
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
c. Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh:
(3) Abah pengaRang. cek Gu.
’Bapak pengarang. Paman Guru.’
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
d. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh:
(4) Emak ke pasaR. abah daRi kantoR.
’Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.’
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial
Suatu bentuk kalimat luas hasil penggabungan atau perluasan kalimat tunggal sehingga membentuk satu pola kalimat baru di samping pola yang ada.
(40)
4.1 Kalimat Luas Setara
Kalimat luas setara ialah struktur kalimat yang di dalamnya terdapat sekurang-kurangnya dua kalimat dasar dan masing-masing dapat berdiri sebagai kalimat tunggal disebut kalimat luas setara (koordinatif). Kalimat berikut terdiri atas dua kalimat dasar.
Contoh :
(5) SayE datang. iE peRgi. ’Saya datang, dia pergi.’
Kalimat itu terdiri atas dua kalimat dasar yaitu saya datang dan
dia pergi. Jika kalimat dasar pertama ditiadakan, unsur dia pergi masih dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mandiri. Demikian pula sebaliknya. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama. Itulah sebabnya kalimat itu disebut kalimat luas setara.
Pengabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas setara ini memberikan makna yang menyatakan penggabungan :
4.1.1 Makna Penambahan
Kalimat luas serta setara yang hubungan antara klausa-klausanya menyatakan makna penambahan dibentuk dari dua buah klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai berikut :
(41)
dan ’dan’
Contoh :
(6) Selat sunda teRletak di antaRE Pulau SumatRa dengan
pulau dan selat Bali di antaRa pulau jawa dengan pulau
Bali.
‘Selat Sunda terletak antara Pulau Sumatera dengan Pulau
Jawa dan Selat Bali antara Pulau Jawa dengan Pulau
Bali.’
Kalau ada unsur yang sama dari klausa-klausa yang digabungkan itu, maka unsur yang sama itu dapat disatukan, artinya unsur yang sama itu hanya ditampilkan satu kali saja.
Contoh :
(7) AdEk belajar bahasE inggrEs, ida bahasE peRancis, dan
Siti bahasE jErman.
‘Adik belajar bahasa Inggris, Ida bahasa Perancis, dan Siti
bahasa Jerman.’
Predikat belajar pada klausa kedua dan ketiga dilesapkan; yang ditampilkan hanya pada klausa pertama
(42)
4.1.2 Makna Pertentangan
Kalimat luas setara yang hubungan anatara klausa-klausanya menyatakan makna pertentangan dibentuk dari dua buah klausa, biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai berikut :
tapi ‘tetapi’
sedangkan ‘sedangkan’
Contoh :
(8) SayE ingin melanjutkan belajaR ke peRguRuan tinggi tetapioRang tuE sayE tak mampu membiayainyE.
‘Saya ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi tetapi
orang tua Saya tidak mampu membiayainya.’
(9) Setahon yang kmaRen jalan ni beRsih dan mulos tetapi
Sekarang kotoR dan beRlobang-lobang.
‘Setahun yang lalu jalan ini bersih dan mulus tetapi
(43)
(10) Kami beRtigE mendiRikan kemah sedangkan mReka beRduE menyiapkan makanan.
’Kami bertiga mendirikan kemah sedangkan mereka
berdua menyiapkan makanan.’
4.1.3 Makna Pemilihan
Kalimat luas setara yang hubungan antara klausa-klausanya menyatakan makna ’pemilihan’ dibentuk dari dua buah klausa; biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai berikut :
atau ’atau’
Contoh :
(11) BaRang-baRang pesanan tuan ni akan tuan ambEk
sendiRi, atau kami yang haRus mengantaRkannyE ke
alamat Tuan?
’Barang-barang pesanan Tuan ini akan Tuan ambil
sendiri, atau kami yang harus mengantarkannya ke
(44)
(12) Kau nak menuRuti nasehatku, atau kau dengaRkan sajE apE katE binikmu?
’Kamu mau menuruti nasihatku, atau kau dengarkan saja
apa kata istrimu?’
(13) Kau haRos cepat beRangkat atau kitE tunggu dulu kedetangan beliau?
’Kamu harus segera berangkat atau kita tunggu dulu
kedatangan beliau?’
4.1.4 Makna Penegasan
Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’penegasan’ dibentuk dari dua buah klausa;biasanya dengan bantuan kata penghubung sebagai berikut :
bahkan ’bahkan’
mala ’malah’
apElagi ’apalagi’
(45)
Contoh :
(14) BaRang-baRang keRajinan daRi daERah ini suda
dipasaRkan di indonesia, bahkan telah jugE di ekspoR
ke negRi BelandE.
’Barang-barang kerajinan dari daerah itu sudah
dipasarkan di seluruh Indonesia, bahkan telah juga di
ekspor ke Negeri Belanda.’
(15) Pembangonan tak bolE kitE hentikan, bahkan haRos kitE
tingkatkan pelaksanaannyE.
’Pembangunan tidak boleh kita hentikan, bahkan harus
kita tingkatkan pelaksanaannya.’
(16) Budak-budak tu memang nakal la, apElagi kalok tak de
emaknyE.
’Anak-anak itu memang nakal, apalagi kalau tidak ada
ibunya.’
(17) DaeRah ni hawanyE sejok sangat, lagipulE
pemandangannya sElEntEn.
’Daerah ini hawanya dingin, lagipula pemandangannya
(46)
4.1.5 Makna Pengurutan
Kalimat luas setara yang hubungan klausa-klausanya menyatakan makna ’pengurutan’ atau ’pengaturan’ dibentuk dari dua buah klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung
lalu ’lalu’
kemudian ’kemudian’
Contoh :
(18) Kami tengok dulu ke kiRi dan ke kanan, lalu segeRa
beRlaRi menyebeRangi jalan yang RamE tu.
’Kami menoleh dulu ke kiri dan ke kanan, lalu segera
berlari menyeberangi jalan yang ramai itu.’
(19) Pak Tono siapkan pondok-pondok tempat tinggal, kemudian baRulah mRekE menyiapkan lahan peRtanian.
’Pak Tono menyiapkan pondok-pondok tempat tinggal, kemudian barulah mereka menyiapkan lahan pertanian.’
4.2. Kalimat Luas Bertingkat
Kalimat luas bertingkat ialah kalimat yang mengandung satu kalimat dasar yang merupakan inti (utama) dan satu atau beberapa
(47)
kalimat dasar yang berfungsi sebagai pengisi salah satu unsur kalimat inti itu misalnya keterangan, subjek, atau objek dapat disebut sebagai kalimat luas bertingkat jika di antara kedua unsur itu digunakan konjungtor. Konjungtor inilah yang membedakan struktur kalimat luas bertingkat dari kalimat setara.
Kalimat luas bertingkat dibentuk dari dua buah klausa, yang digabungkan menjadi satu. Biasanya dengan bantuan kata penghubung sebab, kalau, meskipun, dan sebagainya.
dalam kalimat luas terdapat juga hubungan makna yang timbul sebagai pertemuan antara klausa yang satu dengan klausa yang lainnya, baik antara klausa inti dengan klausa inti, maupun antara klausa inti dengan klausa bawahan. Penggabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas bertingkat ini memberikan makna yang, antara lain, menyatakan :
4.2.1 Hubungan Makna Sebab
Terdapat hubungan makna sebab apabila klausa bawahan menyatakan sebab atau alasan terjadinya peristiwa atau dilakukannya tindakan yang tersebut dalam klausa inti. hubungan makna ini secara jelas ditandai dengan kata penghubung sebagai berikut :
(48)
kaRna ’karena’
sebab ’sebab’
makE ’maka’
Klausa pertama (klausa bebas) sebagai induk kalimat menyatakan sesuatu peristiwa yang terjadi sebagai akibat dari terjadinya peristiwa pada klausa kedua (klausa yang tidak bebas) yang menjadi anak kalimat pada kalimat bertingkat itu.
Contoh:
(20) BanjiR seRing melanda kota kami kaRna got-got
aiRnyE penoh dengan sampah dan kotoRan.
’Banjir sering melanda kota kami karena
saluran-saluran airnya penuh dengan sampah dan kotoran.’
(21) HaRga jual baRang-baRang ni teRpaksE dinaikkan sebab biayE pRoduksi dan ongkos keJe jugE baEk.
’Harga jual barang-barang ini terpaksa dinaikkan sebab
biaya produksi dan ongkos kerja juga baik.’
Anak kalimat dan induk kalimat pada kalimat bertingkat ini dapat dipertukarkan tempatnya. Kalau anak kalimat mendahului induk
(49)
kalimat maka di muka induk kalimat dapat pula ditempatkan kata
penghubung maka
Contoh :
(22) KaRna tak pande beRenang, make akhirnyE iE teRseret
aRus.
’Karena tidak pandai berenang, maka akhirnya dia
terseret arus.’
4.2.2 Hubungan Makna Akibat
Terdapat hubungan makna akibat apabila klausa bawahan menyatakan akibat dari apa yang dinyatakan pada klausa inti. secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung sebagai berikut :
hinggE ’hingga’
sehinggE ’sehingga’
sampE ’sampai’
(50)
Klausa pertama sebagai induk kalimat menyatakan terjadinya sesuatu peristiwa yang mengakibatkan terjadinya peristiwa pada klausa kedua.
Contoh :
(23) Tukang copet tu dipukuli oRang Ramai sampE mukEnyE
babak beloR.
’Tukang copet itu dipukuli orang ramai sampai mukanya
babak belur.’
(24) IE sukE sekali beRjudi hinggE haRta bendanyE abEs dan
utangnyE menumpok.
’Dia suka sekali berjudi hingga harta bendanya habis dan
hutangnya menumpuk.’
(25) Penumpang kRetE api tu sesak sehinggE ntok meletakkan
sebelah kaki pun sukaR.
’Penumpang kereta api itu penuh sesak sehingga untuk
(51)
(26) Engkou seperti Mira sajE, makan siket sampe-sampe kekasihnyE memintE bibi masak yang sedikEt sEdap nE.
’Engkau seperti Mira saja, makan sedikit sampai-sampai kekasihnya meminta bibi memasak yang sedikit enak.’
4.2.3 Hubungan Makna Syarat
Hubungan Makna syarat terjadi dalam kalimat yang klausa sematan nya menyatakan syarat terlaksananya apa yang disebut dalam klausa utama.secara jelas hubungan ini ditandai dengan kata penghubung sebagai berikut :
jikE ’jika’
jikE la ’jikalau’
andE ’andai ’
apobilE ’apabila’
kalo ’kalau’
asalkan ’asalkan’
bilEmanE ’bilamana’
asal ’asal’
(52)
Contoh :
(27) Kami ndak lalu ke pantE, jikE aRi tak ujan.
’Kami akan pergi ke pantai, jika hari tidak hujan.’
(28) JikE la aku dapat lulus daRi SMA, aku kan mlanjutkan
plajaRanku ke Fakultas SastRa.
’Jikalau aku dapat lulus dari SMA, aku akan melanjutkan pelajaranku ke fakultas Sastra.’
(29) SayE Endak datang, andE sehat.
’Saya akan datang, andai sehat.’
(30) SayE membeli baju itu, apabilE sayE udah gajian.
‘Saya membeli baju itu, apabila saya sudah gajian.’
(31) Gina akan kasi pinjam uang, asalkan dikembalikan
secepatnyE.
’Gina akan meminjamkan uang, asalkan dikembalikan
secepatnya.’
(32) Bilemane ujan tuRon agak deRas, daeRah tu tentunyE
teRgenang aE.
’Bilamana hujan turun agak lebat, daerah itu tentu tergenang air.’
(53)
(33) Lia jugE lenten asal tak teRlalu banyak makan coklat dan minum es krem.
’Lia juga cantik asal tak terlalu banyak makan coklat dan
minum es krim.’
(34) SejutE RasE beRgulatan dalam dadanyE manEkalE
melihat betapE pucatnyE wajah peRempuan yang lunglai tu.
’Sejuta rasa bergulatan dalam dadanya manakala melihat
betapa pucatnya muka perempuan yang lunglai itu.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna syarat dengan masing-masing induknya.
4.2.4 Hubungan Makna Tujuan
Hubungan Makna Tujuan terdapat dalam kalimat yang menyatakan tujuan ialah dengan terlaksananya atau dikerjakannya apa yang tersebut pada klausa inti tujunnya untuk dikerjakan pada klausa bawahan. secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung sebagai berikut :
nak ’agar’
supayE ‘supaya’
biaR ‘biar’
(54)
Contoh :
(35) Agung di pondokkE AbahnyE diPonorogo, nak dapat
menjadi oRang yang taat beRibadah.
’Agung di pondokkan Ayahnya diPonoRogo, agar dapat
menjadi orang yang taat beribadah.’
(36) SeRinglah lalu menengok oRang pesta supaye tau adat
oRang.
’Seringlah pergi melihat pesta supaya tahu adat orang.’
(37) AdEk Rajin-Rajinlah belajaR memasak diRumah nenek, biaR tau Resep yang sedap.
’Adik rajin-rajinlah belajar memasak dirumah nenek, biar
tahu resep yang enak.’
(38) BaEk buRok yang dihadapi agaR supayE tak lupE
kepadE Tuhan.
’Baik buruk yang dihadapi agar supaya tidak lupa kepada
Tuhan.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna tujuan dengan masing-masing klausa induknya.
(55)
4.2.5 Hubungan Makna Waktu
Hubungan makna waktu terjadi jika sematan menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa utama. Hubungan waktu itu dapat dibedakan lagi menjadi batas waktu permulaan, kesamaan waktu, urutan waktu, dan batas akhir waktu terjadinya peristiwa atau keadaan. Masing-masing makna akan dijelaskan dibawah ini :
4.2.5.1 Batas waktu Permulaan
Hubungan makna batas waktu permulaan dalam bahasa melayu ditandai oleh konjungsi, yaitu :
sEjak ’sejak’
sEjak daRi ’sejak dari’
sEmEnjak ’semenjak’
Dalam hubungan makna ini, klausa anak mengandung makna batas waktu permulaan terjadinya peristiwa yang dinyatakan klausa induk. Dengan kata lain, klausa anak menyatakan batas waktu permulaan terjadinya peristiwa yang dinyatakan pada klausa induk.
(56)
Contoh :
(39) SEjak adEknyE sakEt. iE tlah jaRang kEsEkolah.
’Sejak adiknya sakit, dia telah jarang kesekolah.’
(40) SEjak daRi haRi sEnEn, ema tak pulang keRhomah.
’Sejak dari hari senin, ema tidak pulang kerumah.’
(41) ’SEmEnjak adE diRimu, dunia teRasa menawan.’
Semenjak ada dirimu, dunia teRrasa indahnya.
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna batas waktu permulaan dengan masing-masing klausa induknya, misalnya, pada contoh (1)
klausa anak ’sEjak adEknyE sakEt – sejak adikya sakit’ menunjukkan
waktu permulaan terjadinya peristiwa pada klausa induk yaitu ’iE tlah
jaRang kesekolah-dia telah jarang kesekolah’.
4.2.5.2 Kesamaan Waktu
Hubungan makna kesamaan waktu dalam bahasa melayu ditandai dengan konjungsi, yaitu :
ketikE ’ketika’
manEkalE ’manakala’
selamE ’selama’
sambEl ’sambil’
(57)
sEmEntarE ’sementara’
sElagi ’selagi’
sEwaqhtu ’sewaktu’
begitu ’begitu’
Dalam hubungan makna ini, klausa anak menyatakan makna kesamaan waktu terjadinya peristiwa yang dinyatakan pada klausa induk.
Contoh :
(42) KetikE ujan REda iE lalu.
’Ketika hujan reda dia pergi.’
(43) ManEkalE suasana hati ni sEdEh AndRi datang
menghiboR.
’Manakala suasana hati sedih Andri datang menghibur.’
(44) SelamE Engkau masih disini aku tEmani.
’Selama kau masih disini aku temani.’
(45) SambEl mengupas bawang adEk menangEs.
’Sambil mengupas bawang adik menangis.’ (46) Tenga beRjalan iE ikut.
’Tengah berjalan dia ikut.’
(47) SEmEntaRE emak buatkan kue kami cumE liat.
’Sementara ibu membuat kue kami melihat.’
(48) SElagi masakan kaka’ angEt. emak menggoReng ikan.
(58)
(49) Sewaktu gembiRe, ingatlah susEh. ’Sewaktu senang, ingat susah.’
(50) Begitu Andi jempot, emak keluaR.
’Begitu Andi jemput, ibu keluar ’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna kesamaan waktu dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.5.3 Urutan Waktu
Hubungan makna urutab waktu dalam bahasa melayu ditandai dengan konjungsi, yaitu :
sehabEs ’sehabis’
sebelun ’sebelum’
stelah ’setelah’
sesuda ’sesudah’
slesei ’selesai’
menjelang ’menjelang’
Dalam hubungan makna ini, klausa anak menyatakan makna urutan waktu terjadinya perisriwa yang dinyatakan pada klausa induk.
(59)
Contoh :
(51) SehabEs makan, iE lalu tidoR.
’Sehabis makan, dia pergi tidur.’
(52) Sebelun makan, kami bedoa.
’Sebelum makan, kami berdoa.’
(53) Stelah mencuci pakaian. iE menyapu.
’Setelah mencuci pakaian, dia menyapu.’
(54) Sesuda buang sampah, Ita beRnyanyi.
’Sesudah membuang sampah, Ita bernyanyi.’
(55) Slesei sidang meja hijo, Abah tilpun.
’Selesai sidang meja hijau, ayah telepon.’
(56) Menjelang Idul Adha, Emak membeRsihkan Rumah.
’Menjelang Idul Adha, ibu memberRsihkan rumah.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna urutan waktu dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.5.4. Batas Waktu akhir
Hubungan makna batas waktu akhir dalam konstruksi subordinatif bahasa melayu ditandai dengan konjungsi yaitu :
sampE ’sampai’
(60)
Dalam hubungan makna ini, klausa anak menyatakan batas waktu akhir terjadinya peristiwa yang dinyatakan pada klausa induk.
Contoh :
(57) SayE menanti disini sampE iE tibE.
‘Saya menanti disini sampai dia tiba.’
(58) Bibik mencaRi aRoma tak sEdap hinggE ke kamaR mandi.
’Bibi mencari aroma bau hingga ke kamar mandi.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna batas waktu akhir dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.6 Hubungan Makna Konsesif
Hubungan Makna Konsesif terdapat dalam kalimat yang klausa sematannya memuat pernyataan yang tidak akan mengubah apa yang dikatakan prosa utama. Hubungan Makna Kosesif dalam konstruksi subordinatif bahasa Melayu Langkat ditandai oleh konjungsi subordinatif, yaitu :
walopun ’walaupun’
meskipun ’meskipun’
sakalipun ’sekalipun’
(61)
kendatipun ’kendatipun’
sunggohpun ’sungguhpun’
Dalam hubungan makna ini klausa anak mengandung pernyataan tidak akan mengubah apa dinyatakan dalam klausa induk. Contoh :
(59) Walaupun iE jauh, awak selalu menunggunyE.
’Walaupun dia jauh, aku selalu menunggunya.’
(60) Meskipun Arif degel, Emak sangat menyayanginyE.
’Meskipun Arif nakal, ibu sangat menyayanginya’
(61) Sakalipun pakcik menjemput, Abah tetap tak lalu.
’Sekalipun paman menjemput, Ayah tetap tidak pergi.’
(62) BiaRpun gadis itu gemok, tapi ie tetap lawa.
’Biarpun gadis itu gendut, tapi ia tetap cantik.’
(63) Kendatipun sepeRti itu, iE tetap sodaRanyE.
’Kendatipun seperti itu, dia tetap saudaranya.’
(64) Sunggohpun RasE Rindu itu uda menggodE. iE tetap
beRosaha menahannyE.
’Sungguhpun rasa rindu itu sudah menggoda, dia tetap berusaha menahannya.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna konsesif dengan masing-masing klausa induknya. klausa pada contoh
(62)
tersebut memuat peristiwa atau tindakan yang tidak terpengaruh oleh pernyataan pada klausa induk.
4.2.7 Hubungan Makna Perkecualian
Terdapat hubungan makna perkecualian apabila klausa bawahan menyatakan suatu perkecualian, maksudnya menyatakan sesuatu yang dikecualikan dari apa yang dinyatakan dalam klausa inti. kata penghubung yang digunakan untuk menandai makna ini secara jelas ialah sebagai berikut :
kecuali ’kecuali’ selaEn ’selain’
hanyE ’hanya’
Contoh :
(65) Tak adE yang bisE dikeRjakan lagi kecuali menangEs. ’Tidak ada yang bisa dikerjakan lagi kecuali menangis.’
(66) Arip tak melakukan dansa dengan sepenohnyE selaEn
skedaR melangkahkan kaki agaR tak teRpijak.
’Arip tidak melakukan dansa dengan sepenuhnya selain
(63)
(67) SemuE oRang sudah hadiR hanyE Siti dan Adi belum nampak batang idongnyE.
’Semua orang sudah hadir hanya Siti dan Adi belum
keliatan batang hidungnya.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan perkecualian dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.8 Hubungan Makna Perbandingan
Hubungan Makna Perbandingan memperlihatkan kemiripan antara pernyataan yang diutarakan dalam klausa utama dan klausa sematan, dan anggapan bahwa isi klausa utama lebih baik dari pada isi klausa sematan.
Hubungan makna perbandingan dalam bahasa melayu ditandai oleh konjungsi sebagai berikut :
daRipadE ’daripada’
speRti ’seperti’
sEolEh-olEh ’seolah-olah’
sErupE ’serupa’
seakan-akan ’seakan-akan’
(64)
Contoh :
(68) SayE lebeh gemaR makan nasi dengan ikan goReng daripadE Roti bakaR.
’Saya lebih suka makan nasi dengan ikan goreng
daripada roti bakar.’
(69) DaRah sayE bERdesiR sepeRti akan putos tali jantong.
’Darah saya berdesir seperti akan putus tali jantung.’
(70) Anton tak tampak glisah stelah mencontek, seolah-olah
iE mampu mengeRjakan soal-soal itu sendiRi.
’Anton tidak keliatan gelisah setelah mencontek, seolah-olah dia
mampu mengerjakan soal-soal itu sendiri.’
(71) JeRok mandaRin seRupa denagn jeRok biasE.
’Jeruk mandarin serupa dengan jeruk biasa.’
(72) MendengaRkan Sita beRbicaRa seakan-akan iE sedang
mengaRang.
’Mendengarkan Sita berbicara seakan-akan dia sedang
mengarang cerita.’
(73) BeRlibuR ke pRapat seRasE sedang beRada di pulo
bali.
’Berlibur ke Prapat serasa sedang berada di pulau
(65)
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan perbandingan dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.9 Hubungan Makna Kegunaan
Terdapat hubungan makna kegunaan apabila klausa bawahan menyatakan kegunaan,menjawab pertanyaan untuk apa kata penghubung yang di gunakan untuk menandai hubungan makna. Hubungan makna kegunaan dalam bahasa melayu, kata penghubung yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini sebagai berikut :
untok ‘untuk’
gunE ‘guna’
buat ‘buat’
Contoh :
(74) IE disuRoh lalu ke kedEi untok bli obat EmaknyE.
’Dia disuruh pergi kepasar untuk membeli obat
ibunya.’
(75) Hakim mEnandatangkan saksi gunE dimintai
kEtERangan.
’Hakim menandatangkan saksi guna dimintai
ketarangan.’
(76) IE bekeRja keRas buat mencapai citE-citEnyE.
(66)
(77) IE diangkat menjadi mendoR untok memimpEn bebeRapa pekeRja lainnya.
’Dia diangkat menjadi mandor untuk memimpin
beberapa pekerja lainnya.’
(78) Banyak negaRa yang dikunjunginya buat mempeRoleh
kepuasan hidop.
’Banyak negara yang dikunjunginya buat memperoleh
kepuasan hidup.’
(79) Awak lalu ke kantoR pusat menemui pegawE-pegawE
tERtinggi gunE mEnERima petunjuk sElanjutnyE.
’Aku pergi ke kantor pusat menemui pegawai-pegawai
tertinggi guna menerima petunjuk selanjutnya.’
(80) Rumah-Rumah semrawut tu akan di bongkaR untuk di jadikan tempat pembangunan Rumah flat lainnyE. ’Rumah-rumah semrawut itu akan di bongkar untuk dijadikan lokasi pembangunan rumah flat lainnya.’ Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna kegunaan dengan masing-masing klausa induknya.
(67)
4.2.10 Hubungan Makna Komplementasi
Terdapat hubungan makna komplementasi apabila klausa bawahan menyatakan apa yang dikatakan, dipikirkan, didengar, disadari, diyakini, diketahui ditanyakan dalam klausa inti, atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa klausa bawahan merupkan klausa inti. Secara jelas hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung sebagai berikut :
bahwE ’bahwa’
kalok ’kalau’
kalau-kalau ’kalau-kalau’
Contoh :
(81) SayE tau bahwE engkou ni dendam ke sayE.
’Saya tahu bahwa kamu dendam kepada saya.’
(82) WalikotE menegaskan bahwE pialE adipuRe tak dapat
diRaih lagi tanpa dukongan sluRuh waRga kotE.
’Walikota menegaskan bahwa piala adipura tidak dapat
diraih lagi tanpa dukungan seluruh warga kota.’
(83) Aku baRu sadaR kalok daRi suRat-suRat oRang akan
dapat tahu pRibadi sEsEoRang.
’Aku baru sadar kalau dari surat-surat orang akan dapat
(68)
(84) SEbEntaR-sEbEntaR MokaR mEndEkati aku untuk
menanyEkan kalau-kalau aku mEmERlukan sEsuatu.
’Sebentar-sebentar Mokar mendekati aku untok
menanyakan kalok-kalok aku memerlukan sesuatu.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna komplementasi dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.11 Hubungan Makna Atribut
Hubungan Makna Atribut terjadi bilamana klausa sematan menyatakan suatu keadaan atau perbuatan yang dialami atau dilakukan oleh acuan nominal tertentu pada klausa utama. Hubungan makna atributif dalam konstruksi subordinatif bahasa melayu Langkat ditandai oleh konjungsi subordinatif, yaitu :
yang ’yang’
di manE ’di manE’
daRi manE ’daRi manE’
tEmpat ’tempat’
Dalam hubungan makna ini, klausa anak mewatasi makna atau memberikan tambahan informasi pada kata yang diterangkan.
(69)
Contoh :
(86) AdEknya yang dEgEl itu sangat disayanginyE. ’Adiknya yang nakal itu sangat disayanginya.’
(87) Kami arus menabong untuk waktu-waktu libuRan di
nEgERinya, dimanE kEhidupan amat mahal.
’Kami harus menabung untuk waktu-waktu liburan di
negeRinya, dimana kehidupan amat mahal.’
(88) Waktu-waktuku diluaR sEkolah kuhabEskan di gEdong
kecik, darimana oRang sElalu dapat mEndEngaRkan
suaRa gamElan yang lEmbut dan sEmangat.
’waktu-waktuku diluar sekolah kuhabiskan di gedung
kecil, darimana orang selalu dapat mendengarkan
suara gamelan yang halus dan semangat.’
(89) Di sudot teRdapat lEmari kEciK, tEmpat Karmila
meletakkan alat-alat operasi untok dapat menolong Popi.
’Di sudut terdapat lemari kecil, tempat Karmila
meletakkan alat-alat operasi untuk menolong Popi.’ Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna atribut dengan masing-masing klausa induknya.
(70)
4.2.12 Hubungan Makna Pengandaian
Hubungan makna pengandaian apabila klausa bawahan menyatakan suatu andaian, suatu syarat yang tidak mungkin terlaksana bagi klausa inti sehingga apa yang dinyatakan oleh klausa inti juga tidak mungkin terlaksana. hubungan makna ini secara jelas ditandai dengan kata-kata penghubung sebagai berikut :
andEkatE ’andaikata’
seandainyE ’seandainya’
andEkan ’andaikan’
sekiranyE ’sekiranya’
sEumpama ’seumpama’
Contoh :
(90) SayE mohon maaf, andEkatE teRjadi ksalahan yang
ndak di sengajE.
’Saya minta maaf, andaikata terjadi kesalahan yang
tidak disengaja.’
(91) Rika akan datang, seandainyE semuE ikod.
’Rika akan datang, seandainya semua ikut.’
(92) SayE Endak datang, andEkan sayE sEhat.
(71)
(93) SekiRanyE haRga emas muRah, makcik akan membelinyE.
’Sekiranya harga emas murah,bibi akan membelinya.’
(94) SeumpamE tiket muRE, bERangkatlah sayE kE
SingaporE.
’SeumpamE tiket murah,berangkatlah saya ke SingapoRe.’
Klausa anak pada contoh diatas mengandung hubungan makna pengandaian dengan masing-masing klausa induknya.
4.2.13Hubungan Makna Cara
Terdapat hubungan makna cara apabila klausa bawahan menyatakan bagaimana perbuatan yang disebutkan dalam klausa inti itu dilakukan atau bagaimana peristiwa yang disebutkan dalam klausa inti itu terjadi. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini secara jelas ialah kata :
dengan ’dengan’
tampa ’ tanpa’
sambE ’sambil’
serayE ’seraya’
(72)
Contoh :
(95) Faisal duduk di hadapnyE dengan tangan kananyE
dalam saku piyama.’
’Faisal duduk di hadapannya dengan tangan kananya
dalam saku piyama.’
(96) TubohnyE yang suci di jamah mrEkE sEcaRa kuRang
ajaR tampa engko bisE bebuat ape-ape
’ Tubuhmu yang suci dijamah mereka secara kurang ajar tanpa engkau bisa berbuat apa-apa.’
(97) Aku cuba tersenyom sambE menggelengkan kepalE
’Aku mencoba tersenyum sambil menggelengkan
kepala.’
(98) Anton mengangkat bahu serayE menolE kepadE biniknyE
’Anton mengangkat bahu seraya menoleh kepada
isterinya.’
(99) IE mletakkan buah segaR di meja dekat kepalE widuRi
sembaRi beRnyanyi-nyanyi.
’Dia meletakkan buah segar di meja dekat kepala Widuri sembari bernyanyi-nyanyi.’
(73)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan.
1. Pengabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas setara ini
memberikan makna yang menyatakan penggabungan :
a. Makna Penambahan
Menyatakan makna penambahan dibentuk dari dua buah klausa atau
lebih biasanya dengan bantuan kata penghubung dan.
b. Makan Pertentangan
Menyatakan makna ’pertentangan’ dibentuk dari dua buah klausa
biasanya dengan bantuan kata penghubung tetapi atau sedangkan.
c. Makna Pemilihan
Menyatakan makna ’pemilihan’ dibentuk dari dua buah klausa;
biasanya dengan bantuan kata penghubung atau.
d. Makna Penegasan
Menyatakan makna ’penegasan’ dibentuk dari dua buah klausa
biasanya dengan bantuan kata penghubung bahkan, malah, apalagi,
(74)
e. Makna Pengurutan
Menyatakan makna ’pengurutan’ atau ’pengaturan’ dibentuk dari dua buah klausa atau lebih; biasanya dengan bantuan kata penghubung lalu, kemudian, dan sebagainya.
2. Penggabungan dua buah klausa menjadi kalimat luas bertingkat ini
memberikan makna antara lain menyatakan penggabungan:
a. Hubungan makna sebab
Menyatakan makna ’sebab’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata penghubung karena atau sebab.
b. Hubungan makna akibat
Menyatakan makna ’akibat’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat dengan bantuan kata penghubung sampai, hingga, atau sehingga
c. Hubungan makna syarat
Menyatakan makna ’syarat’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung kalau, jika, dan asal.
(75)
d. Hubungan makna tujuan
Menyatakan makna ’tujuan’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabung menjadi sebuah kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung agar, supaya, dan untuk.
e. Hubungan makna waktu
Menyatakan makna ’waktu berlangsungnya sesuatu peristiwa’ dibentuk dari dua buah klausa yang digabungkan menjadi sebuah
kalimat; biasanya dengan bantuan kata penghubung ketika, sesudah,
sebelum dan sejak.
f. Hubungan makna konsesif
Menyatakan makna pernyataan yang tidak akan mengubah apa yang dikatakan nya dalam klausa utama. kata penghubung yg biasa
dipakai: Walaupun, meskipun, sekalipun, biarpun, kendatipun, dan
sungguhpun.
g. Hubungan makna perkecualian
Menyatakan makna suatu perkecualian,maksudnya menyatakan sesuatu yang dikecualikan dari apa yang dinyatakan dalam klausa inti. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini secara jelas ialah kata kecuali dan selain.
(76)
h. Hubungan makna perbandingan
Pernyataan yang diutarakan dalam klausa utama dan klausa sematan, dan anggapan bahwa isi klausa utama lebih baik dari pada isi klausa
sematan. kata penghubung yang dipakai adalah : seperti, ibarat,
bagaikan, sebagaimana.
i. Hubungan makna kegunaan
Menyatakan kegunaan.kata penghubung yang digunakan sebagai berikut : untuk, guna, dan buat.
j. Hubungan makna komplementasi
Menyatakan apa yang dikatakan, hubungan makna ini ditandai
dengan kata penghubung seperti : bahwa, kalau, kalau-kalau.
k. Hubungan makna atribut
Menyatakan suatu keadaan atau perbuatan yang dialami yang
dinyatakan pada klausa induk. Seperti: yang, dimana, dari mana,
dan tempat.
l. Hubungan makna pengandaian
Menyatakan hubungan makna pengandaian dengan kata penghubung seperti: andaikata, seandainya, sekiranya, andaikan.
m. Hubungan makna cara
Menyatakan bagaimana perbuatan yang disebutkan dalam klausa inti itu dilakukan atau bagaimana peristiwa yang disebutkan dalam klausa inti itu terjadi. Kata penghubung yang digunakan
(77)
untuk menandai hubungan makna ini secara jelas ialah kata: dengan, tanpa, sambil, seraya, dan sembari.
5.2 Saran
1. Bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa daerah yang dilindungi
sesuai dengan Undang-Undang dasar 1945, perlu dipelihara dab dilestarikan. Untuk itu, bahasa Melayu sebagai salah satu sumber bahasa Indonesia perlu digali dan dikembangkan dengan cara penelitian yang lebih luas dan komperhensif.
2. Penelitian ini hanya mengkaji sebagian kecil dari kebahasaan yang
ada, untuk itu masih perlu penelitian lanjutan yang dilakukan oleh para ahli bahasa.
3. Pemerintah Tingkat II Kabupaten Langkat diharapkan dapat
memberikan dorongan dan dana untuk melanjutkan penelitian tersebut, agar seluruh aspek kebahasaan tersebut dapat terinventarisasikan secara lengkap.
(78)
DAFTAR PUSTAKA
Alisyahbana,S.Takdir. 1953. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia: Djakarta : Pustaka Rakyat.
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian, Yogyakarta : Rineke Cipta.
Bloomfield, 1999. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : EMP.
Cahyono, 1995. Kristal-kristal ilmu bahasa. Surabaya : Airlangga University Press.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta. Halim, 1984. Tipologi Gramatikal. Jakarta : Gramedia.
Keraf, Gorys. 1994. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta : Nusa Indah.
Krisdalaksana, Harimurti. 1986. Kamus Linguistik, Edisi Ketiga. Jakarta Gramedia Pustaka.
Mahsun, 1995. Dialektologi Diakronis Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Gadja Mada University Press.
Narbuko, Cholid. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara. Parera, Jos Daniel. 1988. Sintaksis. Jakarata : Gramedia.
Ramlan, M. 1987. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta : CV.Karyono.
Samsuri, 1982. Analisis Bahasa. Jakarta : Erlangga.
Sibarani, Robert. 2004. Seminar Nasional Kebahasaan dan Kesusastraan Indonesia/Daerah. Medan, USU.
Sudarsono, 1986. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito.
Sudaryanto, 1986. Metode Linguistik. Yogyakarta : Gajah Mada
(79)
Sudaryanto, 1986. Metode Linguistik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Sukapiring, Peraturen. 1989. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Medan : Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Surakmad, 1994. Metode Deskriptif. Jakarta : Erlangga.
Syah, Anwar.1993. Dasar-dasar Metode Penelitian. Medan : IKIP. Tarigan, 1986. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Tim Penyusun Kamus, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Tim Penyusun Kamus.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Usman Pally, 1985.
www.linuxtv.org/pipermail/linux-dvb/1985.../015327.html
Wirjo, Soedarmo Soekono. 1985. Tata Bahasa Indonesia. Surabaya : Sinar Wijaya.
Zuberisyah, 1996. Bahasa Indonesia dan teknik Penyusunan Karya ilmiah. Medan : USU Press
WEBSITE : www.google.com
(80)
Lampiran :
DATA PENELITIAN
I. Kata penghubung .
dan → dan
tetapi → tetapi
sedangkan. → sedangkan
atau → atau
bahkan → bahkan
malah → mala
apalagi → apElagi
lagipula → lagipulE
lalu → lalu
kemudian → kemudian
karena → kaRena
sebab → sebab
maka → makE
hingga → hinggE
sehingga → sehinggE
sampai → sampE
(81)
jika → jikE
jikalau → jikalo
andai → andE
apabila → apobilE
kalau → kalo
asalkan → asalkan
bilamana → bilEmanE
asal → asal
manakala → manEkalE
agar → nak
supaya → supayE
biar → biaR
agar supaya → agaR supayE
sejak → sEjak
sejak daRi → sEjak daRi
semenjak → sEmEnjak
ketika → ketikE
manakala → manakalE
selama → selamE
sambil → sambi
tengah → tenga
(82)
selagi → sElagi
sewaktu → sEwaqhtu
begitu → begitu
sampai → sampE
hingga → hinggE
walaupun → walopun
meskipun → meskipun
sekalipun → sakalipun
biarpun → biaRpun
kendatipun → kendatipun
sungguhpun → sunggohpun
kecuali → kecuali
selain → selaEn
hanya → hanyE
daripada → daRipadE
seperti → speRti
seolah-olah → sEolEh-olEh
serupa → sERupE
seakan-akan → seakan-akan
serasa → sERasE
untuk → untuk
(83)
buat → buat
bahwa → bahwE
kalau → kalok
kalau-kalau → kalau-kalau
yang → yang
di mana → di manE
darimana → daRi manE
tempat → tempat
andaikata → andaikatE
seandainya → seandainyE
andaikan → andaikan
sekiranya → sekiranyE
seumpama → seumpama
II. Kalimat luas yang berkategori hubungan antara klausa yang satu dengan klausa lainnya.
(1) AdEk menangis. Anjing dipukul.
Adik menangis. Anjing dipukul.
(2) Budak hendon. Gunong tinggi.
Anak malas. Gunung tinggi.
(84)
Bapak pengarang. Paman Guru
(4) Emak ke pasaR. abah daRi kantoR.
Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
(6) SayE datang. iE peRgi. Saya datang, dia pergi.
(7) Selat sunda teRletak diantaRE Pulau SumatRa dengan pulau jawa dan selat Bali diantaRa pulau jawa dengan pulau bali.
Selat Sunda terletak antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa dan
Selat
Bali antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali.
(8) Adek relajar bahasE inggrEs, ida bahasE peRancis, dan siti bahase jErman.
Adik belajar bahasa Inggris, Ida bahasa Perancis, dan Siti bahasa
Jerman.
(9) SayE ingin melanjutkan belajaR ke peRguruan tinggi tetapi oRang
tuE sayE tak mampu membiayainyE.
Saya ingin melanjutkan belajar ke perguruan tinggi tetapi orang tua
(85)
(10) Setahon yang kmaRen jalan ni beRsih dan mulos tetapi Semarang
kotoR dan berlubang-lubang.
Setahun yang lalu jalan ini bersih dan mulus tetapi sekarang kotor
dan berlubang-lubang.
(11) Kami beRtigE mendirikan kemah sedangkan mRekw beRduE
menyiapkan makanan.
Kami bertiga mendirikan kemah sedangkan mereka berdua
menyiapkan makanan.
(12) BaRang-baRang pesanan tuan ni akan tuan ambEk sendiRi,atau
kami yang haRus mengantaRkannyE ke alamat Tuan?
Barang-barang pesanan Tuan ini akan Tuan ambil sendiri, atau
kami yang harus mengantarkannya ke alamat Tuan?
(13) Kau nak menuRuti nasehatku, atau kau dengaRkan sajE apE katE
binikmu?
Kamu mau menuruti nasihatku, atau kau dengarkan saja apa kata
istrimu?
(14) Kau haRos cepat beRangkat atau kitE tunggu dulu kedetangan beliau?
(1)
Walaupun dia jauh, aku selalu menunggunya. (61) Meskipun arif degel, emak sangat menyayanginyE.
Meskipun arif nakal, ibu sangat menyayanginya (62) Sekalipun pakcik menjemput, abah tetap tak lalu.
Sekalipun paman menjemput, ayah tetap tidak pergi. (63) Biarpun gadis itu gemok, tapi ie tetap lawa.
Biarpun gadis itu gendut, tapi ia tetap cantik. (64) Kendatipun sepeRti tu, iE tetap sodaRanyE.
Kendatipun seperti itu, dia tetap saudaranya.
(65) Sunggohpun RasE Rindu itu uda menggodE. iE tetap beRosaha menahannyE.
Sungguhpun rasa rindu itu sudah menggoda, dia tetap berusaha menahannya.
(66) Tak adE yang bisE dikeRjakan lagi kecuali menangEs.
Tidak ada yang bisa dikerjakan lagi kecuali menangis.
(67) Arip tak melakukan dansa dengan sepenohnyE selaEn skedaR melangkahkan kaki agaR tak teRpijak.
Arip tidak melakukan dansa dengan sepenuhnya selain sekedar melangkahkan kaki agar tidak terpijak.
(68) SemuE oRang sudah hadiR hanyE Siti dan Adi belum nampak batang idongnyE.
(2)
Semua orang sudah hadir hanya Siti dan Adi belum keliatan batang hidungnya.
(69) SayE lebeh gemaR makan nasi dengan ikan goreng daripadE roti bakar.
Saya lebih suka makan nasi dengan ikan goreng daripada roti bakar.
(70) DaRah sayE bERdesiR sepeRti akan putos tali jantong. Darah saya berdesir seperti akan putus tali jantung.
(71) Anton tak tampak glisah stelah mencontek, seolah-olah iE mampu mengeRjakan soal-soal itu sendiRi.
Anton tidak keliatan gelisah setelah mencontek, seolah-olah dia mampu mengerjakan soal-soal itu sendiri.
(72) JeRok mandaRin seRupa denagn jeRok biasE. Jeruk mandarin serupa dengan jeruk biasa.
(73) MendengaRkan sita beRbicaRa seakan-akan iE sedang mengaRang ceRitE.
Mendengarkan sita berbicara seakan-akan dia sedang mengarang cerita.
(74) BeRlibOR ke pRapat seRasE sedang beRadE di pulo bali. Berlibur ke prapat serasa sedang berada di pulau bali. (75) iE disuRoh lalu ke kedEi untok bli obat emaknyE.
(3)
Dia disuruh pergi kepasar untuk membeli obat ibunya. (76) Hakim menandatangkan saksi gunE dimintai kEtERangan.
Hakim menandatangkan saksi guna dimintai ketarangan. (77) iE bekeRja keRas buat mencapai citE-citEnyE.
Dia bekerja keras buat mencapai cita-citanya.
(78) Dia diangkat menjadi mandor untuk memimpin beberapa pekerja lainnya.
iE diankat menjadi mendor untok memimpEn bebeRapa pekeRja lainnya.
(79) Banyak negaRa yang dikunjunginya buat mempeRoleh kepuasan hidop.
Banyak negara yang dikunjunginya buat memperoleh kepuasan hidup.
(80) Awak lalu ke kantoR pusat menemui pegawe-pegawe teRtinggi gunE meneRima petunjuk selanjutnyE.
Aku pergi ke kantor pusat menemui pegawai-pegawai tertinggi guna menerima petunjuk selanjutnya.
(81) Rumah-Rumah semrawut tu akan di bongkaR untuk di jadikan tempat pembangonan Rumah flat lainnyE.
Rumah-rumah semrawut itu akan di bongkar untuk dijadikan lokasi pembangunan rumah flat lainnya.
(4)
Saya tahu bahwa kamu demdam kepada saya.
(83) WalikotE menegaskan bahwE pialE adipuRe tak dapat diRaih lagi tanpa dukongan sluRuh waRga kotE.
Walikota menegaskan bahwa piala adipura tidak dapat diraih lagi tanpa dukungan seluruh warga kota.
(84) Aku baRu sadaR kalok daRi suRat-suRat oRang akan dapat tahu pRibadi sEsEoRang.
Aku baru sadar kalau dari surat-surat orang akan dapat mengetahui pribadi seseorang.
(85) SebEntaR-sebEntaR Mokar mendekati aku untok mEnanyEkan kalok-kalok aku mEmErlukan sEsuatu.
Sebentar-sebentar Mokar mendekati aku untuk menanyakan kalau-kalau aku memerlukan sesuatu.
(86) AdEknya yang dEgEl itu sangat disayanginyE. Adiknya yang nakal itu sangat disayanginya.
(87) Kami harus menabung untuk waktu-waktu liburan di negerinya, dimana kehidupan amat mahal.
Kami arus menabong untuk waktu-waktu libuRan di negeRinya, dimanE kehidupan amat mahal.
(5)
(89) Waktu-waktuku diluaR sekolah kubahEskan di gedong kecik,daRi manE oRang selalu dapat mendengaRkan suarE gamelan yang halus dan semangat.
Waktu-waktuku diluar sekolah kuhabiskan di gedung kecil, dari mana orang selalu dapat mendengarkan suara gamelan yang lembut dan semangat.
(90) Di sudut terdapat lemari kecil, tempat karmila meletakkan alat-alat operasi untuk dapat menolong popi.
Di sudot teRdapat lemaRi kecik, tempat karmila meletakkan alat-alat opeRasi untok menolong popi.
(91) SayE mohon maaf, andaikatE teRjadi ksalahan yang ndak di sengajE.
Saya minta maaf, andaikata terjadi kesalahan yang tidak disengaja. (92) Rika akan datang, seandainyE semuE ikod.
Rika akan datang, seandainya semua ikut. (93) SayE Endak datang, andEkan sayE sehat. Saya akan datang, andaikan saya sehat.
(94) SekiRanyE haRga emas muRah, makcik akan membelinyE. Sekiranya harga emas murah,bibi akan membelinya.
(6)