Kultur Direk Polymerase chain reactionPCR

stadium awal kemudian menurun pada saat penderita mengalami deteriorasi. Antibodi terhadap envelope env penghasil gen gp160 dan precursor-nya gp120 dan protein transmembran gp4l selalu ditemukan pada penderita AIDS pada stadium apa saja. Secara singkat dapat dikatakan bahwa bila serum mengandung antibodi HIV yang lengkap maka Western blot akan memberi gambaran profil berbagai macam band protein dari HIV antigen cetakannya. Definisi hasil pemeriksaan Western Blot menurut profit dari band protein dapat bermacam-macam, pada umumnya adalah : 1 Positif :a.Envelope : gp4l, gpl2O, gp160 b.Salah satu dari band : p15, p17, p24, p31, gp4l, p51, p55, p66. 2 Negatif : Bila tidak ditemukan band protein. 3 Indeterminate Kumar.V,2005

3. Kultur Direk

Kultur langsung HIV dari plasma atau sel mononuklear darah perifer adalah teknik yang digunakan di banyak laboratorium penelitian dan telah terbukti sangat berguna untuk memantau efek eksperimental ARV dan menghasilkan isolasi dari HIV untuk studi tentang resistensi ARV dan analisis genom drift.Kultur umumnya perlu dipertahankan sampai 28 hari, selama waktu yang diamati secara periodik muntuk pembentukan syncytia atau sel raksasa, dan supernatan adalah sampel untuk presensi dari p24 HIV, dengan menggunakan tes antigen captur Kumar.V,2005.

4. Polymerase chain reactionPCR

Reaksi PCR adalah teknik diagnostik yang telah memperoleh penerimaan di banyak klinik mikrobiologi.Walaupun sensitivitas teknik ini menyebabkan positif palsu dalam banyak kasus,dalam pengaturan PCR yang terkendali dengan baik menjadi nilai yang luar biasa dalam memajukan pemahaman kita tentang patogenesis HIV dan telah memberikan gold standar yang benar untuk diagnosis Universitas Sumatera Utara infeksi HIV.Dua tipe PCR yang digunakan dalam studi infeksi HIV , PCR DNA dan RNA PCR.DNA PCR digunakan untuk membuat diagnosis infeksi HIV dengan memperkuat proviral DNA. Ketersediaan primer untuk subtipe HIV memungkinkan para peneliti untuk memakai PCR DNA HIV untuk meneliti dan melacak subtipe HIV untuk pengembangan vaksin dan penelitian epidemiologi. PCR DNA HIV pertama kali dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi pada 1990. Penelitian yang men-tes sel mononuklear darah perifer peripheral blood mononuclear cells PBMC dari bayi pada berbagai titik waktu setelah kelahiran. Diharapkan bahwa akan sespesifik seperti biakan virus pada bayi yang baru lahir tetapi lebih mudah dilakukan, membutuhkan jumlah darah yang lebih sedikit. Walaupun PCR DNA berhasil dengan baik, penelitian selanjutnya terhadap bayi yang baru lahir oleh Delamare dkk34 dan Dunn dkk35 menemukan bahwa PCR DNA HIV terdeteksi 50 infeksi HIV dalam lima hari pertama kehidupannya. Sensitivitasnya meningkat hingga 90 setelah berusia 14 hari. Dalam usaha untuk menemukan sebuah metode yang dapat mendiagnosis bayi lebih dini, para peneliti beralih ke PCR RNA HIV, yang dapat mendeteksi HIV dalam darah. Berbeda dengan PCR DNA HIV, yang adalah tes kualitatif yaitu, tes memberikan diagnosis HIV yatidak, deteksi RNA HIV menyediakan informasi tambahan informasi kuantitatif tentang status virologis, menghitung jumlah virus yang beredar juga dikenal sebagai “viral load” dan dinyatakan dalam copiesmL pada pasien. Oleh karena itu, viral load dapat dipakai untuk mendiagnosis pasien, menuntun permulaan memakai ART, dan memantau tanggapan pengobatan. Diharapkan HIV RNA akan sensitif dalam mendeteksi virus dan tetap sangat spesifik terhadap HIV, dan akan mengganti teknik biakan virus yang lebih rumit dan mahal untuk mendiagnosis bayi Prof Luc Kestens,2005.

5. Pemeriksaan laboratoruim

Dokumen yang terkait

Komorbiditas pada Pasien Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Juli 2010- Juni 2012

1 38 76

Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Yang Berobat Di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2000

1 32 73

Hubungan Pelaksanaan Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) dengan Tingkat Keberhasilan Pengobatan pada Pasien Tuberkulosis Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan.

5 58 111

Pengaruh Karakteristik Dan Motivasi Penderita Tuberkulosis Paru Terhadap Kepatuhan Berobat Di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2009

0 57 106

Karakteristik Penderita TB Paru Relapse Yang Berobat Di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (Bp4) Medan Tahun 2000-2007

0 35 117

STUDI KUALITATIF FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI DROP OUT PENGOBATAN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU PARU (BP4) TEGAL

2 10 158

IDENTIFIKASI EFEK SAMPING PADA PENATALAKSANAAN PASIEN TUBERKULOSIS DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU (BP4) KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE 1 MEI- 22 JUNI 2013

0 6 63

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV 2.1.1 Epidemiologi 1.Situasi Global - Profil Pasien Hiv Dengan Tuberkulosis Yang Berobat Ke Balai Pengobatan Paru Provinsi (Bp4), Medan Dari Juli 2011 Hingga Juni 2013

0 0 36

Profil Pasien Hiv Dengan Tuberkulosis Yang Berobat Ke Balai Pengobatan Paru Provinsi (Bp4), Medan Dari Juli 2011 Hingga Juni 2013

0 0 14

Evaluasi pengobatan pada pasien tuberkulosis paru yang gagal konversi di balai pengobatan penyakit paru-paru (Bp4) Yogyakarta tahun 2006-2008 - USD Repository

0 0 96