Karakteristik Pendrita Batu Saluran Kemih (BSK) Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2007

(1)

SKRIPSI

Oleh :

ILDA SYAFRINA NIM. 041000088

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

ILDA SYAFRINA NIM. 041000088

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

KARAKTERISTIK PENDERITA BATU SALURAN KEMIH (BSK) RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN

TAHUN 2005-2007

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

ILDA SYAFRINA NIM. 041000088

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 05 Agustus 2008

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Medan, September 2008 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

(dr. Ria Masniari Lubis, MSi) NIP. 131124053

Ketua Penguji

(drh. Rasmaliah, M.Kes) NIP. 390009523

Penguji I

(dr. Achsan Harahap, MPH) NIP. 130318031 Penguji II

(Drs. Jemadi, M.Kes) NIP. 131996168

Penguji III

(drh. Hiswani, M.Kes) NIP. 132084988


(4)

Penyakit BSK dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Menurut Departemen Kesehatan RI (2004), jumlah pasien rawat inap penderita penyakit BSK di rumah sakit seluruh Indonesia yaitu 17.059 orang, meninggal 166 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,97%. Pada tahun 2006, jumlah pasien rawat inap penderita penyakit BSK di rumah sakit seluruh Indonesia yaitu 16.251 orang, meninggal 153 orang dengan CFR 0,94%.

Metode penelitian yang dilakukan adalah studi deskriptif dengan desain case

series. Populasi adalah penderita BSK rawat inap di RS Haji Medan tahun 2005-2007 berjumlah 220 orang dan semua dari populasi sebagai sampel (total

sampling).

Hasil penelitian diperoleh proporsi penderita BSK terbanyak pada kelompok umur 30-50 tahun 48,2%, jenis kelamin laki-laki 62,3%, suku Batak 39,2%, agama Islam 87,7%, pendidikan SLTA/sederajat 41,4%, pekerjaan PNS/TNI/POLRI 26,4%, status kawin 90,9% dan tempat tinggal kota Medan 66,8%. Proporsi penderita BSK terbanyak memiliki keluhan utama nyeri pinggang 27,7%, letak batu saluran kemih atas 83,2%, tindakan operasi 55,5%. Lama rawatan rata-rata 6,86 hari dengan SD 5,094 dan pulang berobat jalan 65,0%. Hasil uji statistik diperoleh tidak ada perbedaan umur berdasarkan jenis kelamin penderita BSK (p=0,240), tidak ada perbedaan umur berdasarkan letak batu penderita BSK (p=0,255), tidak ada perbedaan penatalaksanaan medis berdasarkan letak batu (p=0,069),tidak ada perbedaan letak batu berdasarkan lama rawatan rata-rata (p=0,973). Ada perbedaan jenis kelamin berdasarkan letak batu (p=0,016), ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis (p=0,000).

Diharapkan agar pihak RS. Haji Medan melakukan pemeriksaan analisa batu untuk mengetahui jenis batu pada penderita BSK untuk mengetahui upaya pencegahan, memberikan informasi tentang pencegahan BSK kepada penderita BSK dengan banyak minum air putih minimal 2 liter per hari dan mengurangi makan makanan yang dapat berisiko menimbulkan kembali BSK, memberikan informasi kepada penderita BSK untuk melakukan pemeriksaan secara berkala dan melengkapi sistem pencatatan pada rekam medis tentang jenis batu penderita BSK.


(5)

Nama : Ilda Syafrina

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/12 Nopember 1986

Agama : Islam

Status perkawinan : Belum Menikah Jumlah saudara : 4 (empat) bersaudara

Alamat rumah : Jl. Bersama Gg. Buntu/Mesjid No. 1 A Kel. Bandar Selamat, Kec. Medan Tembung

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1992-1998 : SD Negeri 2 Lambheu Aceh Besar 2. 1998-2001 : SMP Negeri 13 Medan

3. 2001-2004 : SMA Negeri 8 Medan

4. 2004-2008 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(6)

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih (BSK) Rawat Inap Di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007”

Penulisan skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, Msi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku kepala Departemen Epidemiologi.

3. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan pengarahan, masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak dr. Achsan Harahap, MPH selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah

memberikan pengarahan, masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Jemadi, M. Kes selaku Dosen Pembanding I yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di FKM-USU.

8. Seluruh dosen dan pegawai di FKM-USU.

9. Direktur RS. Haji Medan yang telah memberi izin penulis untuk melakukan penelitian serta pegawai Litbang dan Rekam Medis yang turut membantu dalam pengumpulan data.


(7)

ikhlas dan selalu memberikan doa serta semangat kepada penulis untuk senantiasa berbuat yang terbaik.

11. Kakanda Ilma Mardiyah Asnuri, Spd dan adik-adik penulis Ilfi Mawaddah dan Ilna Maulida atas perhatiannya selama ini dalam membantu dan memberikan doa dan semangat bagi penulis.

12. Buat Nenek dan atok pala, nenek adek dan opung nafi, terima kasih atas perhatian dan doanya kepada penulis.

13. Sahabat-sahabat terbaikku, Kit4 (Icut, Ai dan Bibye), serta sahabat-sahabat penulis Tini dan Silky, terima kasih atas persahabatan, kesetiaannya, memberikan doa dan dorongan kepada penulis. Semoga kita selalu bersama dalam suka dan duka.

14. Teman-teman peminatan Epidemiologi FKM-USU Sari, Betty, Bang Usman, Bang Syam, Bang Agus, Efrika, Futri, Gifani, Vara, Iwied, Maya, Iwan, Henny, Andrie, Ezra, Kak Putri, serta teman-teman peminatan Epidemiologi lainnya, terima kasih atas doa, bantuan, semangat dan kebersamaannya.

15. Teman-teman di FKM-USU Angel, Monik, Frenky, Sudana, Mardin, Rozi, Sonti, Siska ‘05 terima kasih atas hari-hari yang penuh suka cita dan kebersamaan selama ini.

Akhirnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan moril maupun material, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, September 2008 Penulis


(8)

Halaman Pengesahan... i

Abstrak………. ii

Daftar Riwayat Hidup ……….... iii

Kata Pengantar ……… iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Sistem Saluran Kemih ... 6

2.1.1 Ginjal ... 6

2.1.2 Ureter ... 8

2.1.3 Kandung Kemih ... 9

2.1.4 Uretra ... 9

2.2 Pengertian BSK ………... 10

2.3 Penyebab ... 10

2.4 Klasifikasi BSK ... 12

2.5 Epidemiologi BSK ... 14

2.5.1 Distribusi dan Frekuensi ... 14

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kejadian BSK ... 15

2.6 Gejala Klinis/Keluhan BSK ... 17

2.7 Pemeriksaan dan Diagnosis BSK ... 19

2.7.1 Fisik ... 19

2.7.2 Laboratorium. ... 19

2.7.3 Radiologis ... 20

2.8 Penatalaksanaan Medis BSK ... 21

2.8.1 Terapi Konservatif ... 21

2.8.2 Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan ... 21

2.8.3 Tanpa Operasi ... 22

2.8.4 Tindakan Operasi ... 23

2.9 Pencegahan BSK ... 24

2.9.1 Pencegahan Primer. ... 24

2.9.2 Pencegahan Sekunder ... 24


(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN... 30

4.1 Jenis Penelitian ... 30

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2.1 Lokasi Penelitian ... 30

4.2.2 Waktu Penelitian ... 30

4.3 Populasi dan Sampel ... 30

4.3.1 Populasi ... 30

4.3.2 Sampel ... 30

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 31

4.5 Teknik Analisa Data ... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 32

5.1 Gambaran Rumah Sakit Haji Medan ... 32

5.2 Sosiodemografi Penderita BSK ... 33

5.3 Keluhan Utama Penderita BSK ... 35

5.4 Jenis Batu Penderita BSK ... 36

5.5 Letak Batu Penderita BSK... 36

5.6 Penatalaksanaan Medis Penderita BSK... 37

5.7 Lama Rawatan Rata-rata Penderita BSK... 37

5.8 Keadaan Sewaktu Pulang Penderita BSK... 38

5.9 Analisa Statistik ... 39

5.9.1. Umur Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

5.9.2. Umur Berdasarkan Letak Batu ... 40

5.9.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Letak Batu ... 41

5.9.4. Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Letak Batu... 42

5.9.5. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Letak Batu ... 43

5.9.6. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis . 44 BAB 6 PEMBAHASAN ... 45

6.1. Distribusi Penderita BSK Berdasarkan Sosiodemografi ... 45

6.1.1. Umur ... 45

6.1.2. Jenis Kelamin ... 46

6.1.3. Suku ... 48

6.1.4. Agama ... 49

6.1.5. Pendidikan ... 50

6.1.6. Pekerjaan ... 51

6.1.7. Status Perkawinan ... 52

6.1.8. Tempat Tinggal ... 53

6.2. Keluhan Utama Penderita BSK ... 53

6.3. Letak Batu Penderita BSK ... 55


(10)

6.8. Umur Berdasarkan Letak Batu ... 60

6.9. Jenis Kelamin Berdasarkan Letak Batu ... 61

6.10. Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Letak Batu ... 62

6.11. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Letak Batu ... 64

6.12. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 67

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

7.1 Kesimpulan ... 68

7.2 Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA


(11)

Sosiodemografi di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007 …... 33 Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan

Keluhan Utama di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007... 35 Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan

Kombinasi Keluhan di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007……….. 35 Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan

Letak Batu di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007………. 36 Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007…... 37 Tabel 5.6 Distribusi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan Lama

Rawatan Rata-rata di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007... 37 Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007... 38 Tabel 5.8 Distribusi Proporsi Umur Penderita BSK Yang Rawat Inap

Berdasarkan Jenis Kelamin di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 39 Tabel 5.9 Distribusi Proporsi Umur Penderita BSK Yang Rawat Inap

Berdasarkan Letak Batu di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007... 40 Tabel 5.10 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita BSK Yang Rawat Inap

Berdasarkan Letak Batu di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007... 41 Tabel 5.11 Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita BSK Yang

Rawat Inap Berdasarkan Letak Batu di RS. Haji Medan Tahun

2005-2007... 42 Tabel 5.12 Lama Rawatan Rata-rata Penderita BSK Yang Rawat Inap

Berdasarkan Letak Batu di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007... 43

Tabel 5.13 Lama Rawatan Rata-rata Penderita BSK Yang Rawat Inap

Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007... 44


(12)

Tahun 2005-2007 ... 45 Gambar 6.2. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Jenis Kelamin di

RS. Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 46 Gambar 6.3. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Suku di RS. Haji Medan

Tahun 2005-2007 ... 48 Gambar 6.4. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Agama di RS. Haji

Medan Tahun 2005-2007 ... 49 Gambar 6.5. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Pendidikan di RS. Haji

Medan Tahun 2005-2007 ... 50 Gambar 6.6. Diagram Bar Penderita BSK Berdasarkan Pekerjaan di RS. Haji

Medan Tahun 2005-2007 ... 51 Gambar 6.7. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Status Perkawinan di RS.

Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 52 Gambar 6.8. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Tempat Tinggal di RS.

Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 53 Gambar 6.9. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Keluhan Utama di RS.

Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 54 Gambar 6.10. Diagram Bar Penderita BSK Berdasarkan Kombinasi Keluhan di

RS. Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 55 Gambar 6.11. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 56 Gambar 6.12. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 57 Gambar 6.13. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 60 Gambar 6.14. Diagram Bar Umur Berdasarkan Jenis Kelamin di RS. Haji Medan


(13)

Gambar 6.16. Diagram Bar Jenis Kelamin Berdasarkan Letak Batu di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 63 Gambar 6.17. Diagram Bar Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Letak Batu di

RS. Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 64 Gambar 6.18. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Letak Batu di

RS. Haji Medan Tahun 2005-2007 ... 66 Gambar 6.19. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan


(14)

Penyakit BSK dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Menurut Departemen Kesehatan RI (2004), jumlah pasien rawat inap penderita penyakit BSK di rumah sakit seluruh Indonesia yaitu 17.059 orang, meninggal 166 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,97%. Pada tahun 2006, jumlah pasien rawat inap penderita penyakit BSK di rumah sakit seluruh Indonesia yaitu 16.251 orang, meninggal 153 orang dengan CFR 0,94%.

Metode penelitian yang dilakukan adalah studi deskriptif dengan desain case

series. Populasi adalah penderita BSK rawat inap di RS Haji Medan tahun 2005-2007 berjumlah 220 orang dan semua dari populasi sebagai sampel (total

sampling).

Hasil penelitian diperoleh proporsi penderita BSK terbanyak pada kelompok umur 30-50 tahun 48,2%, jenis kelamin laki-laki 62,3%, suku Batak 39,2%, agama Islam 87,7%, pendidikan SLTA/sederajat 41,4%, pekerjaan PNS/TNI/POLRI 26,4%, status kawin 90,9% dan tempat tinggal kota Medan 66,8%. Proporsi penderita BSK terbanyak memiliki keluhan utama nyeri pinggang 27,7%, letak batu saluran kemih atas 83,2%, tindakan operasi 55,5%. Lama rawatan rata-rata 6,86 hari dengan SD 5,094 dan pulang berobat jalan 65,0%. Hasil uji statistik diperoleh tidak ada perbedaan umur berdasarkan jenis kelamin penderita BSK (p=0,240), tidak ada perbedaan umur berdasarkan letak batu penderita BSK (p=0,255), tidak ada perbedaan penatalaksanaan medis berdasarkan letak batu (p=0,069),tidak ada perbedaan letak batu berdasarkan lama rawatan rata-rata (p=0,973). Ada perbedaan jenis kelamin berdasarkan letak batu (p=0,016), ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis (p=0,000).

Diharapkan agar pihak RS. Haji Medan melakukan pemeriksaan analisa batu untuk mengetahui jenis batu pada penderita BSK untuk mengetahui upaya pencegahan, memberikan informasi tentang pencegahan BSK kepada penderita BSK dengan banyak minum air putih minimal 2 liter per hari dan mengurangi makan makanan yang dapat berisiko menimbulkan kembali BSK, memberikan informasi kepada penderita BSK untuk melakukan pemeriksaan secara berkala dan melengkapi sistem pencatatan pada rekam medis tentang jenis batu penderita BSK.


(15)

1.1 Latar Belakang

Tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.1

Untuk mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia diselenggarakanlah program pembangunan nasional, salah satunya pembangunan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sehingga tercapai tujuan negara tersebut.1

Pada saat ini, Indonesia menghadapi dua masalah kesehatan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular semakin meningkat sedangkan penyakit menular masih tetap menjadi masalah. Hal ini disebabkan adanya perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri yang banyak memberi pengaruh terhadap perubahan gaya hidup serta sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang pada akhirnya dapat memacu semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Beberapa jenis penyakit tidak menular diantaranya penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, batu saluran kemih dan sebagainya.2


(16)

Penyakit Batu Saluran Kemih (BSK) sudah dikenal sejak 3000-5000 tahun sebelum Masehi. Sebagai salah satu buktinya adalah ditemukannya batu pada kandung kemih seorang mumi dan mayat orang-orang Indian juga pada raja-raja di Eropa.3

Penyakit BSK dapat terjadi pada penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai negara, karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas penderita sehari-hari.3

Pada tahun 2000, penyakit BSK merupakan penyakit terbesar kedua di bagian urologi di seluruh rumah sakit di Amerika dengan jumlah penderita rawat inap yaitu 177.496 pasien.4 Kasus BSK di Rumah Sakit Sapphasitiprasong Thailand tahun 2004-2005 meningkat dari 1591 kasus (47,5%) menjadi 1755 kasus (52,5%).5

Pada tahun 2006 di Yunani, insidens BSK yaitu sebesar 5-15%.6 Di India, kasus BSK meningkat dari tahun 1999-2001, dengan rincian tahun 1999 terdapat 298 kasus (28,1%), tahun 2000 terdapat 355 kasus (33,4%) dan tahun 2001 terdapat 409 kasus (38,5%).7 Di Vietnam (2003), penyakit BSK menempati urutan pertama dari sepuluh penyakit yang menyebabkan kesakitan dengan jumlah penderita 304.200 orang.8

Menurut Departemen Kesehatan RI (2004), jumlah pasien rawat inap penderita penyakit BSK di rumah sakit seluruh Indonesia yaitu 17.059 orang, meninggal 166 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,97%.9 Pada tahun 2006, jumlah pasien rawat inap penderita penyakit BSK di rumah sakit seluruh Indonesia yaitu 16.251 orang, meninggal 153 orang dengan CFR 0,94%.10


(17)

Menurut Hardjoeno (2002-2004) dari Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, jumlah pasien BSK di rumah sakit tersebut terdapat 199 orang dengan kelompok umur terbanyak 31-45 tahun yaitu 71 penderita (35,7%).11 Menurut Manuputty (2004) dari Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta, jumlah pasien BSK di rumah sakit tersebut sekitar 530 orang per tahun dengan usia bervariasi di atas 20 tahun. 12

Pada tahun 2001-2002 di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan terdapat 105 penderita BSK rawat inap, dengan perincian pada tahun 2001 terdapat 67 penderita (4,36%), dan pada tahun 2002 terdapat 38 penderita (3,09%).13Di Rumah Sakit Haji Medan tahun 2000-2004 terdapat 436 penderita BSK rawat inap, dengan perincian pada tahun 2000 terdapat 74 penderita (16,97%), tahun 2001 terdapat 96 penderita (22,02%), tahun 2002 terdapat 100 penderita (22,93%), tahun 2003 terdapat 104 penderita (23,85%), dan pada tahun 2004 terdapat 62 penderita (14,23%).14 Berdasarkan data di Rumah Sakit Martha Friska pada tahun 2006-2007, terdapat 126 penderita BSK rawat inap, dengan perincian pada tahun 2006 terdapat 85 penderita (67,46%) dan tahun 2007 terdapat 41 penderita (32,54%).15

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Haji Medan tahun 2005-2007 diketahui bahwa jumlah penderita penyakit BSK sebanyak 220 penderita, dengan rincian tahun 2005 adalah sebanyak 57 penderita, tahun 2006 sebanyak 78 penderita dan pada tahun 2007 sebanyak 85 penderita. Berdasarkan data di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita BSK yang rawat inap di Rumah Sakit Haji Medan tahun 2005-2007.


(18)

1.2 Perumusan Masalah

Belum diketahuinya karakteristik penderita BSK rawat inap di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2007.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita BSK rawat inap di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2005-2007.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan tempat tinggal.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keluhan utama.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan jenis batu.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan letak batu.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan penatalaksanaan medis.

f. Untuk mengetahui distribusi penderita BSK berdasarkan lama rawatan rata-rata.


(19)

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

h. Untuk mengetahui perbedaan distribusi proporsi umur berdasarkan jenis kelamin.

i. Untuk mengetahui perbedaan distribusi proporsi umur berdasarkan letak batu.

j. Untuk mengetahui perbedaan distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan letak batu.

k. Untuk mengetahui perbedaan distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan letak batu.

l. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan letak batu.

m. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit Haji Medan dalam upaya memberikan pelayanan perawatan penderita BSK.

1.4.2 Sebagai bahan informasi atau referensi bagi penelitian tentang BSK selanjutnya.


(20)

2.1 Sistem Saluran Kemih

Sistem saluran kemih adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem saluran kemih terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan uretra.16Sistem saluran kemih pada manusia dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Sistem Saluran Kemih Pada Manusia17

2.1.1 Ginjal

Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal dan berbentuk seperti kacang. Terletak pada bagian belakang


(21)

abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar di sisi kanan.18

Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks, medulla dan pelvis renal. Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak bergranula. Di sebelah dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla renal, yang berbentuk seperti kerucut disebut piramid renal, dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papilla renal. Di antara piramid terdapat jaringan korteks, disebut kolum renal (Bertini).18

Ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar disebut pelvis renal. Pelvis renal bercabang dua atau tiga, disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor, yang langsung menutupi papilla renal dari piramid. Kaliks minor ini menampung urin yang terus-menerus keluar dari papila. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renal kemudian ke ureter, sampai akhirnya ditampung di dalam kandung kemih.18

Setiap ginjal terdapat satu juta atau lebih nefron, masing-masing nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh-pembuluh darah, yaitu glomerulus dan kapiler peritubuler, yang mengitari tubuli. Komponen tubuler berawal dengan kapsula Bowman (glomerular) dan mencakup tubuli kontortus proksimal, ansa Henle dan tubuli kontortus distal. Dari tubuli distal, isinya disalurkan ke dalam duktus koligens (saluran penampung atau pengumpul).18,19

Kedua ginjal menghasilkan sekitar 125 ml filtrat per menit; dari jumlah ini, 124 ml diabsorpsi dan hanya 1 ml dikeluarkan ke dalam kaliks-kaliks sebagai urin.20 Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dan elektrolit berupa ekskresi


(22)

kelebihan air dan elektrolit, mempertahankan keseimbangan asam basa, mengekskresi hormon, berperan dalam pembentukan vitamin D, mengekskresi beberapa obat-obatan dan mengekskresi renin yang turut dalam pengaturan tekanan darah.19,21 Berikut ini adalah gambar anatomi ginjal :

Gambar 2. Anatomi Ginjal22

2.1.2 Ureter

Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing menyambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kira-kira 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.16

Ureter mempunyai membran mukosa yang dilapisi dengan epitel kuboid dan dinding otot yang tebal. Urin disemprotkan ke bawah ureter oleh gelombang


(23)

peristaltik, yang terjadi sekitar 1-4 kali per menit dan urin memasuki kandung kemih dalam bentuk pancaran.16,19

2.1.3 Kandung Kemih

Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin mengalir dari ureter. Ketika kandung kemih kosong atau terisi setengahnya kandung kemih tersebut terletak di dalam pelvis, ketika kandung kemih terisi lebih dari setengahnya maka kandung kemih tersebut menekan dan timbul ke atas dalam abdomen di atas pubis.21 Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium), Tunika muskularis (lapisan otot), Tunika sabmukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).16

2.1.4 Uretra

Bagian akhir saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih dengan luar tubuh ialah uretra. Uretra pria sangat berbeda dari uretra wanita. Pada laki-laki, sperma berjalan melalui uretra waktu ejakulasi. Uretra pada laki-laki merupakan tuba dengan panjang kira-kira 20 cm dan memanjang dari kandung kemih ke ujung penis. Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra prostatika, uretra membranosa dan uretra spongiosa.20,21

Uretra wanita jauh lebih pendek daripada pria, karena hanya 4 cm panjangnya dan memanjang dari kandung kemih ke arah ostium diantara labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang klitoris. Uretra ini menjalar tepat di sebelah depan vagina. Lapisan uretra wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongiosa dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).16,21


(24)

2.2 Pengertian BSK

Batu saluran kemih adalah penyakit dimana didapatkan batu di dalam saluran kemih. Batu tersebut dibentuk dalam pelvik ginjal, menetap dan menjadi lebih besar, atau bergerak turun sepanjang ureter ke dalam kandung kemih atau dapat terbentuk di dalam kandung kemih itu sendiri. Selain itu, batu dapat juga dibentuk dalam uretra.21

2.3 Penyebab3,23

Penyebab BSK masih belum diketahui dengan pasti. Pembentukan BSK merupakan hasil interaksi beberapa proses yang kompleks, merupakan komplikasi atau salah satu manifestasi dari berbagai penyakit atau kelainan yang mendasarinya.

Beberapa teori terbentuknya BSK, yaitu : 1. Teori Supersaturasi/Kristalisasi

Urin mempunyai kemampuan melarutkan lebih banyak zat yang terlarut bila dibandingkan dengan air biasa. Dengan adanya molekul-molekul zat organik seperti urea, asam urat, sitrat dan mukoprotein, juga akan mempengaruhi kelarutan zat-zat lain. Bila konsentrasi zat-zat yang relatif tidak larut dalam urin (kalsium, oksalat, fosfat dan sebagainya) makin meningkat, maka akan terbentuk kristalisasi zat-zat tersebut. Batasan pH urin normal antara 4,5-8. Bila air kemih menjadi asam (pH turun) dalam jangka lama maka beberapa zat seperti asam urat akan mengkristal. Sebaliknya bila air kemih menjadi basa (pH naik) maka beberapa zat seperti kalsium fosfat akan mengkristal. Dengan demikian, pembentukan batu pada saluran kemih terjadi bila keadaan urin kurang dari atau


(25)

melebihi batas pH normal sesuai dengan jenis zat pembentuk batu dalam saluran kemih.

2. Teori Nukleasi/Adanya Nidus

Nidus atau nukleus yang terbentuk, akan menjadi inti presipitasi yang kemudian terjadi. Zat/keadaan yang dapat bersifat sebagai nidus adalah ulserasi mukosa, gumpalan darah, tumpukan sel epitel, bahkan juga bakteri, jaringan nekrotik iskemi yang berasal dari neoplasma atau infeksi dan benda asing.

3. Teori Tidak Adanya Inhibitor

Supersaturasi kalsium, oksalat dan asam urat dalam urin dipengaruhi oleh adanya inhibitor kristalisasi. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi pembentukan batu saluran kemih, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi supersaturasi. Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh adanya keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan penghambat (inhibitor). Ternyata pada penderita batu saluran kemih, tidak didapatkan zat yang bersifat sebagai inhibitor dalam pembentukan batu. Magnesium, sitrat dan pirofosfat telah diketahui dapat menghambat pembentukan nukleasi (inti batu) spontan kristal kalsium. Zat lain yang mempunyai peranan inhibitor, antara lain : asam ribonukleat, asam amino terutama alanin, sulfat, fluorida, dan seng.

4. Teori Epitaksi

Epitaksi adalah peristiwa pengendapan suatu kristal di atas permukaan kristal lain. Bila pada penderita ini, oleh suatu sebab terjadi peningkatan masukan kalsium dan oksalat, maka akan terbentuk kristal kalsium oksalat. Kristal ini


(26)

kemudian akan menempel di permukaan kristal asam urat yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak jarang ditemukan batu saluran kemih yang intinya terjadi atas asam urat yang dilapisi oleh kalsium oksalat di bagian luarnya.

5. Teori Kombinasi

Teori terakhir mengenai pembentukan BSK adalah gabungan dari berbagai teori tersebut yang disebut dengan teori kombinasi. Terbentuknya BSK dalam teori kombinasi adalah sebagai berikut : Pertama, fungsi ginjal harus cukup baik untuk mengekskresi zat yang dapat membentuk kristal secara berlebihan. Kedua, ginjal harus dapat menghasilkan urin dengan pH yang sesuai untuk kristalisasi. Dari kedua hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ginjal harus mampu melakukan ekskresi suatu zat secara berlebihan dengan pH urin yang sesuai sehingga terjadi presipitasi zat-zat tersebut. Ketiga, urin harus tidak mengandung sebagian atau seluruh inhibitor kristalisasi. Keempat, kristal yang telah terbentuk harus berada cukup lama dalam urin, untuk dapat saling beragregasi membentuk nukleus, yang selanjutnya akan mengganggu aliran urin. Statis urin yang terjadi kemudian, memegang peranan penting dalam pembentukan batu saluran kemih, sehingga nukleus yang telah terbentuk dapat tumbuh.

2.4 Klasifikasi BSK

Umumnya BSK dapat dibagi dalam 4 jenis yaitu :

1. Batu Kalsium

Batu jenis ini adalah jenis batu yang paling banyak ditemukan, yaitu 70-80% dari jumlah pasien BSK. Ditemukan lebih banyak pada laki, rasio pasien


(27)

laki-laki dibanding wanita adalah 3:1, dan paling sering ditemui pada usia 20-50 tahun. Kandungan batu ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari keduanya.3 Kelebihan kalsium dalam darah secara normal akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urin. Penyebab tingginya kalsium dalam urin antara lain peningkatan penyerapan kalsium oleh usus, gangguan kemampuan penyerapan kalsium oleh ginjal dan peningkatan penyerapan kalsium tulang.24

2. Batu Infeksi/Struvit

Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.3 Adanya infeksi saluran kemih dapat menimbulkan gangguan keseimbangan bahan kimia dalam urin. Bakteri dalam saluran kemih mengeluarkan bahan yang dapat menetralisir asam dalam urin sehingga bakteri berkembang biak lebih cepat dan mengubah urin menjadi bersuasana basa. Suasana basa memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. Terdapat pada sekitar 10-15% dari jumlah pasien BSK. Lebih banyak pada wanita, dengan rasio laki-laki dibanding wanita yaitu 1:5. Batu struvit biasanya menjadi batu yang besar dengan bentuk seperti tanduk (staghorn).24

3. Batu Asam Urat

Ditemukan 5-10% pada penderita BSK. Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 3:1. Sebagian dari pasien jenis batu ini menderita Gout, yaitu suatu kumpulan penyakit yang berhubungan dengan meningginya atau menumpuknya asam urat. Pada penyakit jenis batu ini gejala sudah dapat timbul dini karena endapan/kristal asam urat (sludge) dapat menyebabkan keluhan berupa nyeri hebat (colic), karena endapan


(28)

tersebut menyumbat saluran kencing. Batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering kali keluar spontan. Batu asam urat tidak tampak pada foto polos.3,24

4. Batu Sistin

Jarang ditemukan, terdapat pada sekitar 1-3% pasien BSK. Penyakit batu jenis ini adalah suatu penyakit yang diturunkan. Batu ini berwarna kuning jeruk dan berkilau. Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 1:1. Batu lain yang juga jarang yaitu Batu Silica dan Batu Xanthine.24

2.5 Epidemiologi BSK

2.5.1 Distribusi dan Frekuensi

Setiap tahunnya penduduk Amerika Serikat menderita BSK sekitar 250.000 sampai 750.000.11Penyakit BSK umumnya lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita, biasanya di atas usia 30 tahun sampai 50 tahun.24

Penelitian Tarihoran YM pada tahun 2001-2002 di RSUP. H. Adam Malik Medan terdapat 105 pasien BSK dengan kelompok umur terbanyak 30-50 tahun yaitu sebesar 46,6% dan jenis kelamin pria lebih banyak daripada wanita dengan proporsi 64,8%.13 Berdasarkan hasil penelitian Rao di India (2006), ditemukan insidens BSK pada perempuan lebih rendah (26,6%) daripada laki-laki (73,4%).7

Penelitian yang dilakukan oleh Hardjoeno dkk pada tahun 2002-2004 di RS dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar melaporkan sebanyak 199 pasien penderita BSK dengan rasio perbandingan pria dan wanita adalah 3-4:1, dan ditemukan jumlah kasus terbanyak pada umur 31-45 tahun yaitu sebesar 35,7%.11


(29)

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kejadian BSK

a. Usia

Lebih sering ditemukan pada usia 30-50 tahun.3 b. Jenis kelamin

Jumlah penderita laki-laki lebih banyak tiga kali dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur anatomi saluran kemih antara laki-laki dan perempuan serta faktor hormone estrogen yang mencegah terjadinya agregasi garam kalsium.3

c. Pekerjaan

Pekerja-pekerja keras yang banyak bergerak, misalnya buruh dan petani akan mengurangi terjadinya BSK bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja yang lebih banyak duduk.3,24

d. Air minum

Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi terbentuknya batu, sedangkan bila kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu. Kejenuhan air yang diminum sesuai dengan kadar mineralnya terutama kalsium diperkirakan mempengaruhi terbentuknya BSK.25,26

e. Makanan

Konsumsi makanan tinggi protein yang berlebihan dan garam akan meningkatkan pembentukan BSK. Diet banyak purin (kerang-kerangan, anggur), oksalat (teh, kopi, cokelat, minuman soda, bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin dan jeroan) mempermudah terjadinya penyakit BSK. Makan-makanan yang banyak


(30)

mengandung serat dan protein nabati mengurangi risiko BSK dan makanan yang mengandung lemak dan protein hewani akan meningkatkan risiko BSK.3,26

f. Riwayat Keluarga/keturunan

Riwayat anggota keluarga sebelumnya yang pernah menderita BSK akan memberikan resiko lebih besar timbulnya gangguan/penyakit BSK pada anggota keluarga lainnya. Lebih kurang 30-40% penderita kalsium oksalat mempunyai riwayat keluarga yang positif menderita BSK. Namun sampai saat ini bagaimana peranan faktor keturunan dalam terjadinya BSK masih belum diketahui dengan jelas.25,26

g. Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan BSK. Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk amonium akan mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada.25

h. Iklim dan temperatur/suhu

Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden BSK akan meningkat. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis, di kamar mesin, menyebabkan banyak mengeluarkan keringat, akan mengurangi produksi urin dan mempermudah pembentukan BSK.3,26


(31)

i. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian BSK yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).3

2.6 Gejala Klinis/Keluhan BSK

Batu dalam saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter), biasanya akan menyebabkan keluhan sakit. Keluhan yang timbul tergantung dari lokasi batu, dan besar batu.3

Gejala klinis/keluhan yang ditimbulkan antara lain demam, nausea (mual), vomiting (muntah) dan sakit atau nyeri disekitar pinggang, nyeri sewaktu buang air kecil (BAK) bahkan susah BAK, BAK berdarah (hematuria), BAK berpasir (kristaluria) dan pembengkakkan daerah punggung bawah.

1. Rasa Nyeri

Biasanya penderita mengeluhkan rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung dari letak batu. Batu yang berada di ginjal akan menimbulkan dua macam nyeri, yaitu nyeri kolik ginjal dan nyeri ginjal bukan kolik. Kolik ginjal biasanya disebabkan oleh peregangan urinary collecting system (system pelviokalises), sedangkan nyeri ginjal bukan kolik disebabkan distensi dari kapsul ginjal. Batu ureter akan memberi gejala kolik ureter, nyeri hebat di daerah punggung atau fosa iliaka yang letaknya lebih rendah daripada kolik ginjal, dapat menyebar ke atas ke daerah ginjal atau ke bawah sampai ke testis atau labia mayor.23,26


(32)

2. Demam

Timbulnya demam merupakan tanda-tanda adanya kuman yang beredar di dalam darah. Biasanya gejala yang timbul selain demam adalah jantung berdebar-debar, tekanan darah rendah dan pelebaran pembuluh darah di kulit. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan dekompresi secepatnya.26,27

3. Hematuria dan Kristaluria

Hematuria adalah adanya darah yang keluar bersama urin. Namun lebih kurang 10-15% penderita BSK tidak menderita hematuria. Kristaluria adalah urin yang disertai dengan pasir atau batu.3,26

4. Nausea dan Vomiting

Obstruksi saluran kemih bagian atas sering menimbulkan mual dan muntah.26 5. Pembengkakkan daerah punggung bawah

Penyumbatan saluran kemih bagian atas yang akut ditandai dengan rasa sakit punggung bagian bawah. Pada sumbatan yang berlangsung lama, kadang-kadang dapat diraba adanya pembengkakkan ginjal yang membesar (Hidronefrosis).28

6. Infeksi

Biasanya dengan gejala-gejala menggigil, demam, nyeri pinggang, nausea serta muntah dan disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu infeksi) berhubungan dengan infeksi dari Proteus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella sp.26


(33)

2.7 Pemeriksaan dan Diagnosis BSK

2.7.1 Fisik26,27

Hasil pemeriksaan fisik antara lain :

a. Kadang-kadang teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif. b. Nyeri tekan/ketok pada pinggang.

c. Batu uretra anterior bisa di raba.

d. Pada keadaan akut paling sering ditemukan adalah kelembutan di daerah pinggul (flank tenderness), ini disebabkan oleh hidronefrosis akibat obstruksi sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.

2.7.2 Laboratorium

Pada urin biasanya dijumpai hematuria dan kadang-kadang kristaluria. Hematuria biasanya terlihat secara mikroskopis, dan derajat hematuria bukan merupakan ukuran untuk memperkirakan besar batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu. Tidak adanya hematuria dapat menyokong adanya suatu obstruksi komplit, dan ketiadaan ini juga biasanya berhubungan dengan penyakit batu yang tidak aktif. Pada pemeriksaan sedimen urin, jenis kristal yang ditemukan dapat memberi petunjuk jenis batu. Pemeriksaan pH urin < 5 menyokong suatu batu asam urat, sedangkan bila terjadi peningkatan pH (≥7) menyokong adanya organisme pemecah urea seperti Proteus sp, Klebsiella sp, Pseudomonas sp dan batu struvit.23,26


(34)

2.7.3 Radiologis3,23,27

Ada beberapa jenis pemeriksaan radiologis yaitu : a. Foto polos abdomen

Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu radiopaque. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopaque dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen.

b. Intravenous Pyelogram (IVP)

IVP dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu yang radiolusen dan untuk melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi opaque ataupun batu non opaque yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen.

c. CT Scan

CT Scan (Computerized Tomography) adalah tipe diagnosis sinar X yang dapat membedakan batu dari tulang atau bahan radiopaque lain.

d. Retrograte Pielografi (RPG)

Dilakukan bila pada kasus-kasus di mana IVP tidak jelas, alergi zat kontras, dan IVP tidak mungkin dilakukan.

e. Ultrasonografi (USG)

USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. USG ginjal merupakan pencitraan yang lebih peka untuk mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen


(35)

daripada foto polos abdomen. Cara terbaik untuk mendeteksi BSK ialah dengan kombinasi USG dan foto polos abdomen. USG dapat melihat bayangan batu baik di ginjal maupun di dalam kandung kemih dan adanya tanda-tanda obstruksi urin.

f. Radioisotop

Untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya sumbatan pada gagal ginjal.

2.8 Penatalaksanaan Medis BSK

Berhasilnya penatalaksanaan medis BSK ditentukan oleh lima faktor yaitu : ketetapan diagnosis, lokasi batu, adanya infeksi dan derajat beratnya, derajat kerusakan fungsi ginjal, serta tata laksana yang tepat. Terapi dinyatakan berhasil bila: keluhan menghilang, kekambuhan batu dapat dicegah, infeksi telah dapat dieradikasi dan fungsi ginjal dapat dipertahankan.23

2.8.1 Terapi Konservatif

Batu kecil dalam ginjal yang tidak memberi tanda (silent stone) dapat diobati secara konservatif dengan menunggu sampai batu dapat keluar dengan sendiri. Pasien diberikan air minum minimal 2-3 liter per hari. Selain itu juga dilakukan pembatasan diet kalsium, oksalat, natrium, fosfat dan protein tergantung pada penyebab batu.28

2.8.2 Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita BSK bertujuan mengurangi rasa sakit yang hebat, mengusahakan agar batu keluar spontan, disolusi batu dan mencegah kambuhnya batu. Beberapa jenis obat yang diberikan antara lain spasmolitika yang


(36)

dicampur dengan analgesik untuk mengatasi nyeri, kalium sitrat untuk meningkatkan pH urin, selulosa fosfat untuk menghambat absorbsi usus, antibiotika untuk mencegah infeksi, tiazid untuk diuresis dan sebagainya.23

2.8.3 Tanpa Operasi

1. Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.3

2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy(ESWL)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.3,28

Persyaratan BSK yang dapat ditangani dengan ESWL : a. Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm. b. Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.

c. Fungsi ginjal masih baik.


(37)

3. Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara atau energi laser.3

2.8.4 Tindakan Operasi3

1. Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil BSK saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.

2. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat BSK yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.


(38)

2.9 Pencegahan BSK.3,26,27,29

2.9.1 Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah untuk mencegah agar penyakit tidak terjadi, dengan mengendalikan faktor penyebab suatu penyakit. Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dan perlindungan kesehatan. Pencegahan primer penyakit BSK seperti minum air putih yang banyak. Konsumsi air putih minimal 2 liter per hari akan meningkatkan produksi urin. Konsumsi air putih juga akan mencegah pembentukan kristal urin yang dapat menyebabkan terjadinya batu. Selain itu, dilakukan pengaturan pola makan yang dapat meningkatkan risiko pembentukan BSK seperti, membatasi konsumsi daging, garam dan makanan tinggi oksalat (sayuran berwarna hijau, kacang, coklat), dan sebagainya. Aktivitas fisik seperti olahraga juga sangat dianjurkan, terutama bagi yang pekerjaannya lebih banyak duduk.

2.9.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi keparahan penyakit dengan melakukan diagnosis dan pengobatan dini. Untuk jenis penyakit yang sulit diketahui kapan penyakit timbul, diperlukan pemeriksaan teratur yang dikenal dengan pemeriksaan “Check-up”. Pemeriksaan urin dan darah dilakukan secara berkala, bagi yang pernah menderita BSK sebaiknya dilakukan setiap tiga bulan atau minimal setahun sekali. Tindakan ini juga untuk mendeteksi secara dini apabila terjadi pembentukan BSK yang baru. Untuk pengobatan, pemberian obat-obatan oral dapat diberikan tergantung dari jenis gangguan metabolik dan jenis batu. Pengobatan lain yang dilakukan yaitu melakukan kemoterapi dan tindakan bedah (operasi).


(39)

2.9.3 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan. Kegiatan yang dilakukan meliputi rehabilitasi (seperti konseling kesehatan) agar orang tersebut lebih berdaya guna, produktif dan memberikan kualitas hidup yang sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya.


(40)

3.1 Model Kerangka Konsep

3.2 Defenisi Operasional

3.2.1 Penderita Batu Saluran Kemih adalah semua pasien yang dinyatakan menderita batu saluran kemih, berdasarkan diagnosa dokter sesuai dengan yang tercatat di kartu status.

3.2.2 Sosiodemografi

a. Umur adalah usia penderita BSK sesuai dengan yang tercatat dalam status rekam medik, dikelompokkan berdasarkan kelompok umur risiko terjadinya BSK, dikategorikan menjadi :3

1. < 30 tahun 2. 30-50 tahun 3. > 50 tahun

b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang dimiliki penderita sesuai dengan yang tercatat di kartu status, yaitu :

1. Laki-laki 2. Perempuan

Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih

1. Sosiodemografi (Umur, Jenis kelamin, Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Status

perkawinan dan Tempat tinggal). 2. Jenis Batu

3. Letak Batu 4. Keluhan Utama

5. Penatalaksanaan Medis 6. Lama Rawatan Rata-rata 7. Keadaan Sewaktu Pulang


(41)

c. Suku adalah ras atau etnik yang melekat pada diri si penderita sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Batak 2. Melayu 3. Jawa 4. Aceh 5. Minang 6. Dan lain-lain

d. Agama adalah kepercayaan yang dianut penderita BSK sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Islam

2. Kristen (Protestan, Katolik) 3. Hindu

4. Budha

e. Pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh penderita sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. SD/Sederajat 2. SLTP/Sederajat 3. SLTA/Sederajat

4. Akademi/Perguruan Tinggi

f. Pekerjaan adalah kegiatan utama yang dilakukan penderita untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. PNS/TNI/POLRI/Pensiunan 2. Wiraswasta

3. Pegawai Swasta 4. Ibu Rumah Tangga 5. Pelajar/Mahasiswa 6. Petani


(42)

g. Status perkawinan adalah keterangan yang menunjukkan riwayat perkawinan penderita sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Kawin 2. Tidak Kawin

h. Tempat tinggal adalah daerah dimana penderita BSK tinggal menetap sesuai yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Kota Medan 2. Luar Kota Medan

3.2.3 Jenis batu adalah jenis BSK yang ditemukan pada penderita sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Batu Kalsium 2. Batu Infeksi/Struvit 3. Batu Asam Urat 4. Batu Sistin

3.2.4 Letak batu adalah lokasi dimana batu berada sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Saluran kemih atas : apabila batu berada pada ginjal dan ureter

2. Saluran kemih bawah : apabila batu berada pada kandung kemih dan uretra

3.2.5 Keluhan utama adalah keluhan yang dialami penderita BSK sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. 1 keluhan (nyeri pinggang) 2. >1 keluhan, yang terdiri dari :

- Nyeri pinggang dan susah BAK

- BAK berdarah dan berpasir, nyeri pinggang

- Mual dan muntah, susah BAK, BAK berdarah dan berpasir

- Nyeri pinggang, susah BAK, mual dan muntah, demam dan menggigil. - Nyeri pinggang, susah BAK, BAK berdarah dan berpasir.


(43)

3.2.6 Penatalaksanaan medis adalah penatalaksanaan yang dilakukan untuk menanggulangi penderita BSK sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Tindakan Operasi 2. Tanpa operasi

3.2.7 Lama rawatan adalah lamanya penderita BSK dirawat inap di Rumah Sakit Haji Medan sesuai dengan yang tercatat di kartu status, ditentukan dengan lama rawatan rata-rata.

3.2.8 Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi atau keadaan penderita BSK pada waktu keluar dari Rumah Sakit Haji Medan sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Pulang Berobat Jalan (PBJ)

2. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 3. Meninggal dunia


(44)

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Haji Medan karena tersedianya data mengenai penderita BSK Rawat Inap di rumah sakit tersebut.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan Januari 2008 sampai Juni 2008, yang dimulai dengan pengajuan judul, pengesahan judul, survei awal, pencarian literatur, penulisan proposal, seminar proposal, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, penulisan skripsi dan ujian skripsi.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh data penderita BSK rawat inap di RS Haji Medan Tahun 2005-2007 yang berjumlah 220 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah data penderita BSK rawat inap di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007 dengan jumlah sampel adalah sama dengan populasi (total sampling).


(45)

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kartu status penderita BSK rawat inap di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

4.5 Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan, diolah dan dianalisa dengan menggunakan bantuan komputer. Data dianalisa dengan uji statistik menggunakan uji Chi-square, dan T-test.Hasilnya disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi frekuensi, diagram pie dan diagram bar.


(46)

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Haji Medan30

Rumah Sakit Haji Medan didirikan pada tanggal 11 Maret 1991 berdasarkan surat keputusan Gubernur Sumatera Utara No.445.05/712K tanggal 7 Maret 1991 yang diresmikan pada tanggal 4 Juni 1992 oleh Presiden Soeharto. Yayasan Rumah Sakit Haji Medan dibentuk tanggal 3 Juni 1998 dengan ketua Gubernur Sumatera Utara.

Rumah Sakit Haji Medan berlokasi di Jalan Rumah Sakit Haji Estate dengan luas tanah 6 ha dan luas bangunan 13.017,59 m2. Secara operasional Rumah Sakit dibuka pada tanggal 15 Juni 1992 untuk kegiatan poliklinik dan juga memberikan pelayanan bagi jamaah haji yang baru tiba dari Arab Saudi.

Pada tanggal 1 Juni 2001 Rumah Sakit Haji Medan telah mendapat sertifikat dari Menteri Kesehatan RI No : YM.00.03.2.2.835 yang menyatakan bahwa Rumah Sakit Haji Medan telah mendapat status Akreditasi Penuh Tingkat Dasar yang meliputi Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik, Pelayanan Rekam Medik, Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Administrasi Manajemen.

Rumah Sakit Haji Medan memiliki sarana yang mendukung kegiatan pelayanannya yaitu Laboratorium, Radiologi, Ruang ICU, Farmasi, Gizi, Rehabilitasi Medis, Binatu, Ambulans dan lain-lain. Peralatan canggih juga telah dapat disediakan seperti Arthroscope, CT Scan, FESS (Functional Endoscopy Sinus Surgery), Ureteroscope, Electrokinetic Lithotriptor, Multimobile (C-Arm), Gastroscopy dan lain-lain.


(47)

5.2 Sosiodemografi Penderita BSK

Proporsi penderita BSK berdasarkan sosiodemografi yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

No Sosiodemografi f %

1. Umur (tahun) <30 30-50 >50 27 106 87 12,3 48,2 39,5

Total 220 100

2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 137 83 62,3 37,7

Total 220 100

3. Suku Batak Melayu Jawa Aceh Minang Dan lain-lain 86 30 53 30 15 6 39,2 13,6 24,1 13,6 6,8 2,7

Total 220 100

4. Agama Islam Kristen Budha 193 26 1 87,7 11,8 0,5

Total 220 100

5. Pendidikan SD/Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Akademi/Perguruan Tinggi 46 55 91 28 20,9 25,0 41,4 12,7

Total 220 100

6. Pekerjaan

PNS/TNI/POLRI/Pensiunan Wiraswasta

Pegawai Swasta Ibu Rumah Tangga Pelajar/Mahasiswa Petani Dan lain-lain 58 49 23 52 8 15 15 26,4 22,3 10,5 23,6 3,6 6,8 6,8

Total 220 100

7. Status Perkawinan Kawin Tidak kawin 200 20 90,9 9,1

Total 220 100

8. Tempat Tinggal Kota Medan Luar Kota Medan

147 73

66,8 33,2


(48)

Pada tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK yang rawat inap di RS. Haji Medan terbesar pada kelompok umur 30-50 tahun yaitu 106 orang (48,2%), >50 tahun yaitu 87 orang (39,5%) dan <30 tahun yaitu 27 orang (12,3%). Berdasarkan jenis kelamin, penderita BSK laki-laki 137 orang (62,3%) dan perempuan 83 orang (37,7%). Berdasarkan suku, penderita BSK yang bersuku Batak yaitu 86 orang (39,2%), suku Jawa yaitu 53 orang (24,1%), suku Melayu dan Aceh masing-masing 30 orang (13,6%), suku Minang yaitu 15 orang (6,8%), dan lain-lain (Nias, Banjar, Tionghoa, Pakistan) yaitu 6 orang (2,7%). Berdasarkan agama, penderita BSK yang beragama Islam yaitu 193 orang (87,7%), agama Kristen yaitu 26 orang (11,8%) dan agama Budha yaitu 1 orang (0,5%).

Penderita BSK yang berpendidikan SLTA/sederajat sebanyak 91 orang (41,4%), SLTP/sederajat yaitu 55 orang (25,0%), SD/sederajat yaitu 46 orang (20,9%) dan Akademi/Perguruan Tinggi yaitu 28 orang (12,7%). Penderita BSK yang bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI/Pensiunan yaitu 58 orang (26,4%), Ibu rumah tangga yaitu 52 orang (23,6%), wiraswasta yaitu 49 orang (22,3%), pegawai swasta yaitu 23 orang (10,5%), petani dan pekerjaan lain-lain (buruh, tidak bekerja) masing-masing yaitu 15 orang (6,8%), pelajar/mahasiswa yaitu 8 orang (3,6%). Penderita BSK yang berstatus kawin yaitu 200 orang (90,9%) dan tidak kawin yaitu 20 orang (9,1%). Penderita BSK yang bertempat tinggal di kota Medan yaitu 147 orang (66,8%) dan luar kota Medan yaitu 73 orang (33,2%).


(49)

1.2 Keluhan Utama Penderita BSK

Proporsi penderita BSK berdasarkan keluhan utama yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

No Keluhan Utama f %

1. 2. 1 keluhan >1 keluhan 61 159 27,7 72,3

Total 220 100

Pada tabel 5.2 dapat dilihat berdasarkan keluhan utama terbesar dengan >1 keluhan (nyeri pinggang dan susah BAK; BAK berdarah dan berpasir, nyeri

pinggang; mual dan muntah, susah BAK, BAK berdarah dan berpasir; nyeri pinggang, susah BAK, mual dan muntah, demam dan menggigil; nyeri pinggang, susah BAK, BAK berdarah dan berpasir) yaitu 159 orang (72,3%) sedangkan dengan 1 keluhan (nyeri pinggang) yaitu 61 orang (27,7%).

Distribusi proporsi penderita BSK dengan >1 keluhan (kombinasi keluhan) dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini :

Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan Kombinasi Keluhan di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

No Kombinasi Keluhan f %

1. 2. 3. 4. 5.

Nyeri pinggang dan susah BAK

BAK berdarah dan berpasir, nyeri pinggang

Mual dan muntah, susah BAK, BAK berdarah dan berpasir

Nyeri pinggang, susah BAK, mual dan muntah, demam dan menggigil.

Nyeri pinggang, susah BAK, BAK berdarah dan berpasir

56 42 26 20 15 35,2 26,4 16,4 12,6 9,4


(50)

Pada tabel 5.3 di atas dapat dilihat berdasarkan kombinasi keluhan terbesar nyeri pinggang dan susah BAK yaitu 56 orang (35,2%); BAK berdarah dan berpasir, nyeri pinggang yaitu 42 orang (26,4%); mual dan muntah, susah BAK, BAK berdarah dan berpasir yaitu 26 orang (16,4%); nyeri pinggang, susah BAK, mual dan muntah, demam dan menggigil yaitu 20 orang (12,6%) dan nyeri pinggang, susah BAK, BAK berdarah dan berpasir yaitu 15 orang (9,4%).

1.3 Jenis Batu Penderita BSK

Distribusi proporsi penderita BSK rawat inap di RS Haji Medan berdasarkan jenis batu tidak dapat di distribusikan karena tidak tersedianya data di rekam medik.

1.4 Distribusi Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu

Proporsi penderita BSK berdasarkan letak batu yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini.

Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan Letak Batu di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

No Letak Batu f %

1. 2.

Saluran kemih atas Saluran kemih bawah

183 37

83,2 16,8

Total 220 100

Pada tabel 5.4 di atas dapat dilihat berdasarkan letak batu terbanyak pada

saluran kemih atas yaitu 183 orang (83,2%) dan saluran kemih bawah yaitu 37 orang (16,8%).


(51)

1.5 Penatalaksanaan Medis Penderita BSK

Proporsi penderita BSK berdasarkan penatalaksanaan medis yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini.

Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

No Penatalaksanaan Medis f %

1. 2.

Tindakan Operasi Tanpa operasi

122 98

55,5 44,5

Total 220 100

Pada tabel 5.5 di atas dapat dilihat berdasarkan penatalaksanaan medis terbesar adalah tindakan operasi yaitu 122 orang (55,5%) dan tanpa operasi yaitu 98 orang (44,5%).

1.6 Lama Rawatan Rata-rata Penderita BSK

Lama rawatan rata-rata penderita BSK yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini.

Tabel 5.6 Lama Rawatan Rata-rata Penderita BSK Yang Rawat Inap di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

Lama Rawatan Rata-rata

Mean : 6,86 Standar Deviasi (SD) : 5,094 95% Confidence Interval : 6,19-7,54 Coef of Variation : 74,256 Minimum : 1 Maksimum : 34

Pada tabel 5.6 dapat dilihat rata-rata penderita BSK yang dirawat inap di RS Haji Medan tahun 2005-2007 adalah 6,86 hari, Standar Deviasi (SD) sebesar 5,094 dan nilai dari Coefisien of Variation sebesar 74,256, artinya lama rawatan


(52)

penderita BSK sangat bervariasi. Lama rawatan yang paling singkat adalah selama 1 hari sedangkan yang paling lama adalah 34 hari. Berdasarkan 95% Confidence Intervaldidapatkan bahwa lama rawatan rata-rata selama 6,19-7,54 hari.

1.7 Keadaan Sewaktu Pulang Penderita BSK

Proporsi penderita BSK berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini.

Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

No Keadaan Sewaktu Pulang f %

1. 2. 3.

PBJ PAPS

Meninggal dunia

143 73

4

65,0 33,2 1,8

Total 220 100

Pada tabel 5.7 di atas dapat dilihat keadaan sewaktu pulang dengan berobat jalan (PBJ) yaitu 143 orang (65,0%), pulang atas permintaan sendiri (PAPS) yaitu 73 orang (33,2%) dan meninggal dunia yaitu 4 orang (1,8%).

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui proporsi penderita BSK yang meninggal. Pada lampiran 3 dapat dilihat distribusi penderita BSK yang meninggal berdasarkan umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, tempat tinggal, keluhan utama, letak batu, penatalaksanaan medis dan lama rawatan di RS. Haji Medan tahun 2005-2007.


(53)

Berdasarkan lampiran 3 dapat dilihat penderita BSK yang meninggal ditemukan pada umur 30-50 tahun dan >50 tahun masing-masing 2 orang, laki-laki dan perempuan masing-masing 2 orang, suku Aceh 2 orang, agama Islam 4 orang, pendidikan SD 3 orang, Ibu Rumah Tangga 2 orang, status kawin 4 orang, bertempat tinggal di kota Medan 2 orang, >1 keluhan 3 orang, letak batu di saluran kemih atas 4 orang, penatalaksanaan medis dengan tindakan operasi 3 orang.

1.8 Analisa Statistik

5.9.1 Umur Berdasarkan Jenis Kelamin

Proporsi umur berdasarkan jenis kelamin penderita BSK yang dirawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini.

Tabel 5.8 Distribusi Proporsi Umur Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

Umur

< 30 tahun 30-50 tahun > 50 tahun Total Jenis Kelamin

f % f % f % f %

1. Laki-laki 2. Perempuan

16 11

11,7 13,2

72 34

52,5 41,0

49 38

35,8 45,8

137 83

100 100

Total 27 12,3 106 48,2 87 39,5 220 100

X2= 2,857 df= 2 p=0,240 Pada tabel 5.8 di atas dapat dilihat dari 137 orang penderita BSK dengan jenis kelamin laki-laki terbesar pada umur 30-50 tahun yaitu 72 orang (52,5%), umur >50 tahun yaitu 49 orang (35,8%) dan <30 tahun yaitu 16 orang (11,7%). Penderita BSK dengan jenis kelamin perempuan yaitu 83 orang, terbesar pada umur >50 tahun yaitu

38 orang (45,8%), umur 30-50 tahun yaitu 34 orang (41,0%) dan <30 tahun yaitu 11 orang (13,2%).


(54)

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p>0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi umur berdasarkan jenis kelamin.

5.9.2 Umur Berdasarkan Letak Batu

Proporsi umur berdasarkan letak batu penderita BSK yang dirawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini.

Tabel 5.9 Distribusi Proporsi Umur Penderita BSK Yang Rawat Inap Berdasarkan Letak Batu di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

Umur

< 30 tahun 30-50 tahun > 50 tahun Total Letak Batu

f % f % f % f %

1. Saluran kemih atas 2. Saluran kemih bawah

24 3

13,1 8,1

91 15

49,7 40,5

68 19

37,2 51,4

183 37

100 100

Total 27 12,3 106 48,2 87 39,5 220 100

X2=2,735 df=2 p=0,255 Pada tabel 5.9 di atas dapat dilihat dari 183 orang penderita BSK dengan letak batu saluran kemih atas terbesar pada umur 30-50 tahun yaitu 91 orang (49,7%), umur >50 tahun yaitu 68 orang (37,2%) dan <30 tahun yaitu 24 orang (13,1%). Penderita BSK dengan letak batu saluran kemih bawah yaitu 37 orang, terbesar pada umur >50 tahun yaitu 19 orang (51,4%), umur 30-50 tahun yaitu 15 orang (40,5%) dan <30 tahun yaitu 3 orang (8,1%).

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p>0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi umur berdasarkan letak batu.


(55)

5.9.3 Jenis Kelamin Berdasarkan Letak Batu

Proporsi jenis kelamin berdasarkan letak batu penderita BSK yang dirawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini.

Tabel 5.10 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita BSK Yang Rawat

Inap Berdasarkan Letak Batu di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Total

Letak Batu

f % f % f %

1. Saluran kemih atas 2. Saluran kemih bawah

107 30

58,5 81,1

76 7

41,5 18,9

183 37

100 100

Total 137 62,3 83 37,7 220 100

X2=5,770 df=1 p=0,016 Pada tabel 5.10 di atas dapat dilihat dari 183 orang penderita BSK dengan

letak batu saluran kemih atas terbesar dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 107 orang (58,5%) dan perempuan yaitu 76 orang (41,5%). Penderita BSK dengan

letak batu saluran kemih bawah yaitu 37 orang, terbesar dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 30 orang (81,1%) dan perempuan yaitu 7 orang (18,9%).

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan letak batu.


(56)

5.9.4 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Letak Batu

Proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan letak batu penderita BSK yang dirawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada table 5.11 berikut ini.

Tabel 5.11 Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita BSK Yang

Rawat Inap Berdasarkan Letak Batu di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

Penatalaksanaan Medis Tindakan

Operasi Tanpa Operasi

Total Letak Batu

f % f % f %

1. Saluran kemih atas 2. Saluran kemih bawah

107 15

58,5 40,5

76 22

41,5 59,5

183 37

100 100

Total 122 55,5 98 44,5 220 100

X2=3,312 df=1 p=0,069 Pada tabel 5.11 di atas dapat dilihat dari 183 orang penderita BSK dengan letak batu saluran kemih atas yang di operasi sebanyak 107 orang (58,5%) dan tanpa operasi sebanyak 76 orang (41,5%). Penderita BSK dengan letak batu saluran kemih bawah yaitu 37 orang yang di operasi sebanyak 15 orang (40,5%) dan tanpa operasi sebanyak 22 orang (59,5%).

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p>0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan letak batu.


(57)

5.9.5 Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Letak Batu

Lama rawatan rata-rata berdasarkan letak batu penderita BSK yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut ini.

Tabel 5.12 Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Letak Batu Penderita BSK Yang Rawat Inap di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

Lama Rawatan Rata-rata Letak Batu

N X SD

1. Saluran kemih atas 2. Saluran kemih bawah

183 37

6,87 6,84

4,911 5,998

Total 220 6,86 5,094

F=0,065 df=218 p=0,973 Pada tabel 5.12 di atas dapat dilihat lama rawatan rata-rata penderita BSK dengan letak batu saluran kemih atas yaitu 6,87 hari dan standar deviasi (SD) 4,911. Lama rawatan rata-rata penderita BSK dengan letak batu saluran kemih bawah yaitu 6,84 hari dan standar deviasi (SD) 5,998.

Untuk melihat hasil T-test, dilihat terlebih dahulu nilai Levene test. Hasil Levene test diperoleh p=0,799, berarti tidak ada perbedaan varians (varian sama) sehingga dapat dilakukan analisis T-test dengan asumsi varians sama. Berdasarkan hasil T-test diperoleh p>0,05, artinya tidak ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan letak batu.


(58)

5.9.6 Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis penderita BSK yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut ini.

Tabel 5.13 Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Penderita BSK Yang Rawat Inap di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

Lama Rawatan Rata-rata Penatalaksanaan Medis

N X SD

1. Tindakan Operasi 2. Tanpa Operasi

122 98

9,74 3,29

5,158 1,443

Total 220 6,86 5,094

F=46,926 df=144,021 p=0,000 Pada tabel 5.13 di atas dapat dilihat lama rawatan rata-rata penderita BSK yang di operasi yaitu 9,74 hari dan standar deviasi (SD) 5,158. Lama rawatan rata-rata penderita BSK yang tidak di operasi yaitu 3,29 hari dan standar deviasi (SD) 1,443.

Untuk melihat hasil T-test, dilihat terlebih dahulu nilai Levene test. Hasil Levene test diperoleh p=0,000, berarti ada perbedaan varians (varian tidak sama) sehingga dapat dilakukan analisis T-test dengan asumsi varians yang tidak sama. Berdasarkan hasil T-test diperoleh p<0,05, artinya ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis.


(59)

6.1. Sosiodemografi Penderita BSK

Sosiodemografi penderita BSK yang rawat inap di RS. Haji Medan dapat dilihat berdasarkan umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan tempat tinggal.

6.1.1. Umur

Proporsi penderita BSK berdasarkan umur yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada gambar 6.1 berikut ini.

Gambar 6.1. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Umur di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007

48,2% 39,5%

12,3%

30-50 tahun >50 tahun <30 tahun

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat penderita BSK lebih besar pada umur 30-50 tahun yaitu 48,2%, umur >50 tahun yaitu 39,5% dan umur <30 tahun yaitu 12,3%.


(60)

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tarihoran YM (2003) di RSUP. H. Adam Malik Medan dengan desain penelitian case series yang melaporkan bahwa penderita BSK lebih banyak pada umur 30-50 tahun sebesar 46,6%.13

Banyaknya proporsi penderita BSK pada kelompok umur 30-50 tahun, dapat disebabkan kelompok umur tersebut masih merupakan kelompok umur produktif yang berisiko besar terjadinya BSK. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh proses terbentuknya BSK yang berlangsung lama.

6.1.2. Jenis Kelamin

Proporsi penderita BSK berdasarkan jenis kelamin yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada gambar 6.2 berikut ini.

Gambar 6.2. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Jenis Kelamin di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007

62,3% 37,7%

Laki-laki Perempuan

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat penderita BSK lebih besar berjenis kelamin laki-laki yaitu 62,3% dan perempuan yaitu 37,7%.


(61)

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suwarni (2007) di RS. Martha Friska Medan dengan desain penelitian case series yang melaporkan penderita BSK yang rawat inap di rumah sakit tersebut lebih besar laki-laki (66,7%) daripada perempuan (33,3%).15 Begitu juga menurut Hardjoeno (2006) di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar diperoleh penderita BSK lebih besar pada laki-laki yaitu 79,9% sedangkan perempuan sebesar 20,1%.11

Banyaknya proporsi penderita laki-laki daripada perempuan bisa disebabkan oleh perbedaan struktur anatomi saluran kemih bawah antara laki-laki dan perempuan. Uretra pada laki-laki lebih panjang daripada perempuan, yaitu kira-kira 20 cm sedangkan uretra perempuan hanya 4 cm. Faktor hormon estrogen yang mencegah terjadinya agregasi garam kalsium juga menyebabkan proporsi penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan.3


(62)

6.1.3. Suku

Proporsi penderita BSK berdasarkan suku yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada gambar 6.3 berikut ini.

Gambar 6.3. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Suku di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007

24,1%

39,2%

13,6% 13,6%

6,8% 2,7%

Batak Jawa Melayu Aceh Minang Dan Lain-lain

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat proporsi penderita BSK lebih besar suku Batak yaitu 39,2% dan paling sedikit lain-lain (Nias, Banjar, Pakistan dan Tionghoa) yaitu 2,7%. Hal ini sesuai dengan penelitian Tarihoran YM (2003) di RSUP. H. Adam Malik Medan yang melaporkan bahwa penderita BSK lebih besar pada suku Batak yaitu 55,2%.13

Pada penelitian ini penderita BSK lebih banyak ditemukan suku batak karena penggabungan suku Batak Toba, Mandailing dan Karo.


(63)

6.1.4. Agama

Proporsi penderita BSK berdasarkan agama yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada gambar 6.4 berikut ini.

Gambar 6.4. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Agama di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007

87,7% 11,8% 0,5%

Islam Kristen Budha

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat proporsi penderita BSK yang beragama Islam memiliki proporsi yang lebih besar yaitu 87,7%, Kristen (Protestan dan Katolik) sebesar 11,8% dan paling sedikit agama Budha yaitu 0,5%.

Pada penelitian ini ditemukan proporsi penderita BSK yang beragama Islam jauh lebih besar karena pasien yang berkunjung lebih banyak beragama Islam.


(64)

6.1.5. Pendidikan

Proporsi penderita BSK berdasarkan pendidikan yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada gambar 6.5 berikut ini.

Gambar 6.5. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Pendidikan di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007

41,4%

25,0% 20,9%

12,7%

SLTA/Sederajat SLTP/Sederajat SD/Sederajat

Akademi/Perguruan Tinggi

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat proporsi penderita BSK lebih besar berpendidikan SLTA/sederajat yaitu 41,4%, SLTP/sederajat yaitu 25,0%, tidak SD/sederajat yaitu 20,9% dan akademi/perguruan tinggi yaitu 12,7%.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suwarni (2007) di RS. Martha Friska Medan yang melaporkan penderita BSK lebih besar pada tingkat pendidikan SLTA yaitu 36,5%.15

Peranan tingkat pendidikan formal masyarakat secara tidak langsung berhubungan terhadap upaya-upaya pengenalan penyakit BSK, dampak yang


(65)

ditimbulkan dan pencegahan secara dini penyakit BSK, terutama kepada yang pernah menderita penyakit BSK.

6.1.6. Pekerjaan

Proporsi penderita BSK berdasarkan pekerjaan yang rawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada gambar 6.6 berikut ini.

Gambar 6.6. Diagram Bar Penderita BSK Berdasarkan Pekerjaan di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007

26,8 23,6 22,3 10,5 3,6 6,8 6,8 0 5 10 15 20 25 30 PNS/ TN I/PO LRI/P ensi unan Ibu Rum

ah T angg a Wira swas ta Pega wai Sw asta Peta ni Dan lain -lain Pela jar/M ahas isw a Pekerjaan P ro p o rs i

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat proporsi penderita BSK paling besar pekerjaan PNS/TNI/POLRI/Pensiunan yaitu 26,8%, dan paling sedikit pelajar/mahasiswa yaitu 3,6%.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tarihoran YM (2003) di RSUP. H. Adam Malik Medan yang melaporkan penderita BSK paling banyak bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI/Pensiunan yaitu 28,6%.13


(66)

Jenis pekerjaan sebagai faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit BSK berhubungan dengan aktifitas yang dilakukan selama bekerja. Pekerjaan lebih banyak dalam posisi duduk dalam waktu yang cukup lama tanpa diimbangi konsumsi air putih minimal 2 liter per hari akan mengakibatkan risiko penyakit BSK semakin besar. Pekerjaan TNI/POLRI dengan aktifitas lebih banyak berada di bawah terik matahari menyebabkan pengeluaran keringat dalam jumlah yang berlebih tanpa diimbangi konsumsi air putih yang cukup akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit BSK.3

6.1.7. Status Perkawinan

Proporsi penderita BSK berdasarkan status perkawinan yang dirawat inap di RS. Haji Medan tahun 2005-2007 dapat dilihat pada gambar 6.7 berikut ini.

Gambar 6.7. Diagram Pie Penderita BSK Berdasarkan Status Perkawinan di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007

90,9% 9,1%

Kawin Tidak Kawin

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat proporsi penderita BSK paling besar dengan status kawin yaitu 90,9% sedangkan status tidak kawin yaitu 9,1%.


(1)

Crosstabs

Chi-Square Tests

4.005b 1 .045

3.312 1 .069

3.986 1 .046

.049 .035

Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Letak Batu * Penatalaksanaan Medis Crosstabulation

107 76 183

101.5 81.5 183.0

58.5% 41.5% 100.0% 87.7% 77.6% 83.2% 48.6% 34.5% 83.2%

.5 -.6

15 22 37

20.5 16.5 37.0

40.5% 59.5% 100.0% 12.3% 22.4% 16.8%

6.8% 10.0% 16.8%

-1.2 1.4

122 98 220

122.0 98.0 220.0

55.5% 44.5% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 55.5% 44.5% 100.0% Count

Expected Count % within Letak Batu % within

Penatalaksanaan % of Total Std. Residual Count

Expected Count % within Letak Batu % within

Penatalaksanaan % of Total Std. Residual Count

Expected Count % within Letak Batu % within

Penatalaksanaan % of Total Saluran kemih atas

Saluran kemih bawah Letak Batu Total Tind. Operasi Tanpa Operasi Penatalaksanaan Medis Total


(2)

T-Test

Group Statistics

183 6,87 4,911 ,363

37 6,84 5,998 ,986

Letak Batu

Saluran kemih atas Saluran kemih bawah Lama Rawatan Rata-rata

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Independent Samples Test

,065 ,799 ,034 218 ,973 ,031 ,920 -1,783 1,845

,030 46,252 ,977 ,031 1,051 -2,084 2,146

Equal variances assumed Equal variances not assumed Lama Rawatan Rata-rata

F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means

T-Test

Independent Samples Test

46,926 ,000 12,006 218 ,000 6,452 ,537 5,393 7,511

13,188 144,021 ,000 6,452 ,489 5,485 7,419

Equal variances assumed Equal variances not assumed Lama Rawatan Rata-rata

F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means

Group Statistics

122 9,74 5,158 ,467

98 3,29 1,443 ,146

Penatalaksanaan Medis

Tind. Operasi Tanpa Operasi Lama Rawatan Rata-rata

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean


(3)

LAMPIRAN 3

Distribusi Kematian Penderita BSK Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Suku, Agama, Pendidikan,

Pekerjaan, Status Perkawinan, Tempat Tinggal, Keluhan Utama, Letak Batu, Penatalaksanaan Medis

dan Lama Rawatan Di RS. Haji Medan Tahun 2005-2007.

No

Umur

(tahun)

Jenis

Kelamin

Suku

Agama

Pendidikan

Pekerjaan

Status

Perkawinan

Tempat

Tinggal

Keluhan Utama

Letak

Batu

Penatalaksanaan

Medis

Lama

Rawatan

(Hari)

1

55

Perempuan

Aceh

Islam

SD/Sederajat

Ibu Rumah

Tangga

Kawin

Medan

BAK berdarah dan

berpasir, nyeri

pinggang

Sal.

Kemih

atas

Nefrektomi

17

2

49

Perempuan

Batak

Islam

SLTP/Sederajat

Ibu Rumah

Tangga

Kawin

Medan

Nyeri pinggang dan

susah BAK

Sal.

Kemih

atas

Nefrolitotomi

6

3

57

Laki-laki

Melayu

Islam

SD/Sederajat

Wiraswasta

Kawin

Rantau

Prapat

Nyeri pinggang

Sal.

Kemih

atas

Nefrektomi

8

4

43

Laki-laki

Aceh

Islam

SD/Sederajat

Petani

Kawin

Singkil

Mual dan muntah,

susah BAK, BAK

berdarah dan

Sal.


(4)

(5)

(6)