BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peran sektor keuangan dalam perekonomian sangat krusial. Utamanya dalam penyediaan dana bagi pembiayaan perekonomian khususnya investasi.
Perbankan merupakan salah satu sektor keuangan yang sangat diharapkan berperan aktif dalam pembangunan ekonomi nasional maupun regional. Bank
telah menempati posisi sentral dalam perkonomian modern. Hampir seluruh keperluan setiap orang dan segenap lapisan masyarakat dalam kegiatan
perekonomian terkait dengan perbankan. Posisinya yang strategis dalam bidang ekonomi terutama berakar pada dua peranan pokok, yakni sebagai lembaga
intermediasi atau institusi yang menjembatani pihak yang kelebihan dana surplus unit sebagai kreditor dengan pihak yang kekurangan dana deficit unit atau
debitur serta peran bank sebagai lembaga penyelenggara dan penyedia layanan jasa-jasa di bidang keuangan dan lalu lintas pembayaran.
Bank dunia dalam laporannya bertajuk : “Global Financial Development Report 2013: Rethinking the role of The State in Finance” menyimpulkan bahwa,
“tidak boleh sektor keuangan khususnya perbankan melaju ke arah yang berlawanan dengan tujuan ekonomi nasional kesejahteraan sosial”. World bank:
2012. Pernyataan tersebut menekankan bahwa bank dimanapun saat ini dapat menggambarkan kondisi perkonomian negara dimana bank tersebut berdiri.
Bahkan perkembangan bank suatu negara dapat dijadikan tolak ukur kemajuan di
Universitas Sumatera Utara
negara tersebut. Sebab bukan hanya kepentingan pemerintah, melainkan juga kepentingan masyarakat luas maupun kalangan industri atau usaha sangat
membutuhkan jasa bank untuk mendukung dan melancarkan aktivitasnya dalam menjalankan perekonomian.
Bank merupakan lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan paling kompleks dan terintegrasi, selain menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan lalu menyalurkannya kembali sebagai pinjaman atau kredit, bank menjadi sarana dan tempat untuk melakukan investasi dan berbagai jasa
bank untuk memudahkan aktivitas masyarakat seperti jasa pengiriman uang, tempat pengamanan uang dan bahkan sarana melakukan pembayaran maupun
melakukan tagihan. Oleh karenanya, bank menjadi salah satu solusi negara dalam memudahkan aktivitas setiap kalangan. Bahkan pada salah satu artikel Lembaga
Penjamin Simpanan yang bertajuk: “LPS dan Upaya Disiplin Pasar” mengklaim bahwa bank merupakan jantung perekonomian suatu bangsa.
Dalam praktiknya bank dibagi dalam beberapa jenis. Jika ditinjau dari segi fungsinya bank dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: Bank Sentral, Bank
Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat. Namun setelah keluar UU Pokok Perbankan No.7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya UU RI No. 10
tahun 199, maka jenis perbankan terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR adalah bank yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip
Universitas Sumatera Utara
syariah yang yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbedaannya disini adalah kegiatan BPR lebih sempit dibandingkan
dengan kegiatan Bank Umum Kasmir, 2002:36. Secara kinerja operasionalnya, bank umum adalah bank yang sangat besar
peranannya bagi Indonesia. Terlihat dari fungsi pokok bank umum yang telah ditetapkan pemerintah dalam UU No. 7 Tahun 1992 dan telah diubah dengan UU
No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi, menghimpun dana dan
menyalurkannnya kepada masyarakat dan menawarkan jasa-jasa keuangan seperti jasa pengiriman uang, tempat pengamanan uang dan bahkan sarana melakukan
pembayaran maupun melakukan tagihan. Oleh karena pentingnya peran sektor perbankan,maka perbankan yang
kuat dan sehat sangat dibutuhkan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di Indonesia yang tentunya dimulai dari daerah-daerah hingga sampai ke pusat.
Salah satu jenis bank umum yang sangat strategis untuk mewujudkan pembangunan ekonomi di daerah adalah Bank Pembangunan Daerah BPD.
Klasifikasi bank umum berdasarkan kepemilikan, Bank Pembangunan Daerah adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah. Bank milik
pemerintah daerah didirikan berdasarkan UU No. 13 tahun 1962 yang bertujuan untuk membantu melaksanakan pembangunan yang merata keseluruh daerah di
Indonesia. Bank Pembangunan Daerah sebagai salah satu bank yang ada pada sistem perbankan nasional memiliki fungsi dan peran yang signifikan dalam
konteks pembangunan ekonomi regional karena Bank Pembangunan Daerah
Universitas Sumatera Utara
mampu membuka jaringan pelayanan di daerah dimana secara ekonomis tidak mungkin dilakukan oleh bank swasta.
UU No.13 tahun 1962 tentang asas-asas ketentuan Bank Pembangunan Daerah bekerja sebagai pengembangan perekonomian daerah dan menggerakkan
pembangunan ekonomi daerah untuk taraf hidup masyarakat serta menyediakan pembiayaan keuangan pembangunan di daerah, menghimpun dana serta
melaksanakan dan menyimpan kas daerah pemegangpenyimpan kas daerah di samping menjalankan kegiatan bisnis perbankan. Sementara KEPMENDAGRI
No.62 tahun 1999 tentang pedoman organisasi dan tata kerja Bank Pembangunan Daerah pasal 2 juga mengatakan bahwa Bank Pembangunan Daerah didirikan
adalah untuk mengembangkan perekonomian dan menggerakkan pembangunan daerah melalui kegiatan Bank Pembangunan Daerah sebagai sebuah bank. Saat ini
jumlah BPD di Indonesia berjumlah 26 bank dengan jumlah kantor 1712 hingga Desember 2012.
Kondisi perbankan ini mendorong pihak-pihak yang terlibat di dalamnya untuk melakukan penilaian atas kesehatan bank. Salah satu pihak yang perlu
mengetahui kinerja dari sebuah bank adalah stockholder pemegang saham, sebab semakin baik kinerja dari sebuah bank maka jaminan keamanan atas dana
yang diinvestasikan juga semakin besar. Kinerja keuangan bank dapat diketahui dengan menggunakan rasio keuangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muljono
1999 bahwa perbandingan dalam bentuk rasio menghasilkan angka yang lebih objektif, karena pengukuran kinerja tersebut lebih dapat dibandingkan dengan
bank-bank lain maupun periode-periode sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
. Dan menurut Sofyan 2003, kinerja perbankan dapat diukur dengan
menggunakan rata-rata tingkat bunga pinjaman, rata-rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan. Lebih lanjut lagi dalam penelitiannya mengatakan
bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah dan menimbulkan masalah, sehingga dalam penelitiannya disimpulkan bahwa
profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah rate of return equity ROE
untuk perusahaan pada umumnya dan return on aset ROA pada industri perbankan. Return on Asset ROA memfokuskan kemampuan perusahaan untuk
memperoleh earning dalam operasi perusahaan sedangkan Return on Equity ROE hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan
dalam bisnis tersebut Mawardi, 2005. ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total aset. Semakin besar
ROA menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik. Apabila ROA meningkat berarti profitabilitas perusahaan semakin meningkat, sehingga dampak
akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati pemegang saham. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kinerja bank adalah CAR,
BOPO, NPL, NIM dan LDR. Capital Adequacy Ratio CAR adalah rasio keuangan yang berkaitan dengan permodalan perbankan dimana besarnya modal
suatu bank akan berpengaruh pada mampu atau tidaknya suatu bank secara efisien menjalankan kegiatannnya. Jika modal yang dimiliki oleh bank tersebut mampu
Universitas Sumatera Utara
menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan, maka bank mengelola seluruh kegiatannya secara efisien, sehingga kekayaan bank diharapkan akan
semakin meningkat demikian juga sebaliknya Muljono, 1999. Dengan demikian CAR mempunyai pengaruh terhadap kinerja bank.
Menurut ketentuan Bank Indonesia, Beban Operasional per Pendapatan Operasional BOPO merupakan perbandingan antara total biaya operasi dengan
total pendapatan operasi. Efisiensi operasi dilakukan oleh bank dalam rangka untuk mengetahui apakah bank dalam operasinya yang berhubungan dengan
usaha pokok bank, dilakukan dengan benar sesuai dengan harapan pihak manajemen dan pemegang saham serta digunakan untuk menunjukkan apakah
bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil guna Mawardi, 2005. Dengan demikian efisiensi operasi suatu bank
yang diproksikan dengan rasio BOPO akan mempengaruhi kinerja bank tersebut. Bank dalam menjalankan operasinya tentu tidak lepas dari berbagai
macam risiko. Risiko usaha bank merupakan kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan Idroes: 2008,4. Non
Performing Loan merupakan rasio keuangan yang berkaitan dengan risiko kredit. Non Performing Loan adalah perbandingan antara total kredit bermasalah dengan
total kredit yang diberikan kepada debitur. Bank dikatakan mempunyai NPL yang tinggi jika banyaknya kredit yang bermasalah daripada jumlah kredit yang
diberikan kepada debitur. Apabila suatu bank memilki NPL yang tinggi, maka akan mempebesar biaya, baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya
lainnya, dengan kata lain semakin tinggi NPL suatu bank maka hal tersebut akan
Universitas Sumatera Utara
mengganggu kinerja bank tersebut. Kemudian Net Interset Margin NIM mencerminkan risiko pasar yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar,
dimana hal tersebut dapat merugikan bank. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia salah satu proksi dari risiko pasar adalah suku bunga, yang diukur dari selisih
suku bung pendanaan funding dengan suku bunga pinjaman yang diberikan lending atau dalam bentuk absolut adalah selisih antara total biaya bunga
pendanaan dan biaya bunga pinjaman dimana dalam istilah perbankan disebut Net Interest Margin NIM Mawardi, 2005. Dengan demikian NIM akan
mempengaruhi laba rugi bank yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja bank tersebut. Sementara Loan to Deposite Ratio LDR merupakan rasio yang
mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi. Sehingga semakin tinggi LDR maka laba bank akan semakin meningkat dengan
asumsi bank tersebut dapat menyalurkan kreditnya dengan efektif, dengan meningkatnya laba bank, maka kinerja bank juga meningkat. Dengan demikian
besar kecilnya rasio LDR suatu bank akan mempengaruhi kinerja bank tersebut. Dalam kenyataannya tidak semua teori seperti yang telah dipaparkan di
atas dimana CAR, NIM, LDR berbanding lurus terhadap ROA serta pengaruh BOPO dan NPL berbanding terbalik dengan ROA sejalan dengan bukti empiris
yang ada. Seperti yang terjadi dalam Bank Pembangunan Daerah yang ada di Indonesia dalam kurun waktu periode Desember 2009 sampai dengan Desember
2012. Adapun data tentang pergerakan rasio-rasio keuangan Bank Pembangunan Daerah yang tercatat di Laporan Publikasi Bank Indonesia pada periode Desember
2009 sampai dengan Desember 2012 adalah seperti pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Rasio Keuangan ROA, CAR, BOPO, NIM, NPL, dan LDR
Bank Pembangunan Daerah yang tercatat di Bank Indonesia Tahun 2009 – 2012
Periode Variabel
ROA CAR
BOPO NIM
NPL LDR
2009 3,65
15,82 73,64
7,88 1,71
79,31 2010
3,82 16,68
77, 65 8,74
2.06 78,26
2011 3,53
15,09 76,54
8,16 2.11
70,13 2012
3,21 18,26
74,60 6,70
1,97 66,39
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia Februari 2013 data diolah Dari Tabel 1.1, rasio keuangan yang dihitung dengan Return On Asset
ROA menunjukkan rata-rata yang mengalami fluktuasi. Jika kita lihat selama empat tahun terakhir, nilai ROA tertinggi ada pada tahun 2010 yaitu sebesar
3,82, akan tetapi mengalami penurunan drastis pada tahun 2012 yang hanya 3,21. Sementara standart terbaik untuk ROA adalah sebesar 1,5
Infobank,2007. Jika diamati dari sisi permodalan yang diukur dengan Capital Adequacy Ratio CAR mengalami fluktuasi yang cukup satbil juga, dari tabel
ditunjukkan bahwa angka CAR tertinggi ada pada tahun 2012 yaitu sebesar 18,26 dan CAR terndah ada pada angka 15,82 pada tahun 2009. Memang
secara umum rasio CAR yang dimiliki Bank Pembangunan Daerah memenuhi persyaratan yaitu rasio CAR lebih dari 8. Menurut teori, meningkatnya CAR
akan memberikan hasil yang meningkatkan ROA juga. Namun, pada periode 2012 terjadi pergerakan CAR yang berbanding terbalik dengan ROA. Hal ini
bertentangan dengan teori yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Hal serupa juga terjadi pada tingkat efisiensi operasi bank, yang terlihat dari perolehan BOPO selama empat tahun terakhir yang juga mengalami fluktuasi
yang cukup stabil. Secara operasi bank ini sudah memenuhi standart BOPO yang baik, dimana angka terbaik untuk BOPO adalah dibawah 90 Infobank, 2007,
jika rasio BOPO yang dihasilkan suatu bank melebihi 90 maka dapat disimpulkan bahwa bank tersebut tidak efisien dalam menjalankan operasinya.
Jika rasio BOPO bank dalam kondisi efisien, laba yang akan diperoleh akan semakin besar karena biaya operasi yang ditanggung bank semakin kecil. Dengan
meningkatnya laba, maka dapat dipastikan rasio ROA juga akan meningkat. Akan tetapi berdasarkan Tabel 1.1, dalam kaitan BOPO dengan ROA, arah pergerakan
kedua rasio ini sering terlihat searah, yaitu pada periode 2010, dimana ketika BOPO meningkat dari periode sebelumnya, ternyata rasio ROA juga meningkat
dan pada tahun 2012 rasio ROA yang menurun diikuti oleh angka BOPO yang menurun juga dari periode sebelumnya. Hal ini bertentangan dengan teori yang
ada, dimana jika rasio BOPO meningkat maka seharusnya rasio ROA mengalami penurunan.
Pergerakan rasio Net Interset Margin NIM cukup baik, berdasarkan Tabel 1.1 NIM bank Pembangunan Daerah telah memenuhi standart yang
ditetapkan Bank Indonesia yaitu di atas 6. Pada tahun 2010 angka terbaik NIM yaitu 8,76, walaupun pada tahun 2012 NIM menurun drastis menjadi 6,7.
Pergerakan NIM jika dibandingkan dengan pergerakan ROA, telah sesuai dengan teori yaitu jika rasio NIM meningkat maka akan disertai dengan meningkatnya
rasio ROA.
Universitas Sumatera Utara
Fenomena antar rasio-rasio keuangan juga terjadi terhadap Non Performing Loan NPL dan hubungannya dengan ROA, dimana seharusnya
mempunyai hubungan yang terbalik. Berdasarkan Tabel 1.1 rasio NPL sudah menunjukkan angka yang baik dimana rasio NPL yang selalu di bawah 5
berdasrkan standart Bank Indonesia, dengan kata lain kredit bermasalah yang dihadapi Bank Pembangunan Daerah pada periode tersebut cukup baik. Akan
tetapi angka NPL yang terus mangalami kenaikan menjadi sebuah tanda bagi bank untuk lebih memperhatikan tingat kredit yang diberikan pada pihak kreditor. Jika
dikaitkan dengan hubungan NPL dengan ROA, sebenarnya terdapat ketidaksesuaian dengan teori pada beberapa periode, seperti yang terjadi pada
2009 ke tahun 2010, NPL mengalami kenaikan menjadi 2,06, di sisi lain ternyata ROA juga mengalami kenaikan menjadi 3,82. Hal ini tidak lagi sesuai
teori, jika NPL meningkat maka seharusnya ROA mengalami penurunan. Pada pergerakan Loan to Deposit ratio LDR dari Tabel 1.1 terlihat
bahwa angka LDR tidak ada yang memenuhi standar Bank Indonesia yaitu lebih besar dari 80. Angka LDR menunjukkan kemampuan bank menyalurkan kredit
kepada masyarakat berdasarkan total dana pihak ketiga yang terhimpun, maka jika LDR mencapai atau bahkan lebih dari 80 hal ini menunjukkan fungsi
intermediasi bank dijalankan dengan baik, maka hal ini yang membuat hubungan antara LDR dengan ROA seharusnya adalah berbanding lurus. Akan tetapi pada
periode 2010, angka LDR mengalami penurunan yaitu menjadi 78,26 tidak berbanding lurus dengan rasio ROA yang justru mengalami kenaikan. Hal ini juga
tidak sesuai dengan teori.
Universitas Sumatera Utara
Melihat dinamika rasio ROA, BOPO, NIM, NPL, dan LDR pada Bank Pembangunan Daerah yang ada di Indonesia yang tidak menentu selama periode
empat tahun 2009-2012, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Beban Operasi Terhadap Pendapatan Operasi, Net Interest Margin,
Dan Loan Deposit Ratio Terhadap Return On Asset Pada Bank Pembangunan Daerah ”.
1.2 Perumusan Masalah