Tabel di atas menunjukan bahwa rerata persen perolehan kembali yang didapat telah memenuhi syarat akurasi karena rerata persen perolehan kembali
berada diantara rentang 80-120 Ermer dan Miller, 2005. Presisi Prosedur penelitian dinyatakan dalam simpang.an baku relatif
RSD. Simpangan baku relatif yang diperoleh dari hasil pengujian akurasi adalah 2,8827 amoksisilin; 0,9195 tetrasiklin; 0,8156 ampisilin; 1,9823
kloramfenikol. Prosedur dalam penelitian ini memiliki presisi yang cukup baik karena simpangan baku relatif yang diperoleh telah memenuhi syarat yakni kecil
dari 5 Rohman, 2007. Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang
diperoleh dalam kurva kalibrasi. Batas deteksi yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0,0376 µgml amoksisilin; 0,0576 µgml tetrasiklin; 0,0925 µgml
ampisilin; 0,0489 µgml kloramfenikol sedangkan batas kuantitasi yang diperoleh berturut-turut adalah 0,1141 µgml amoksisilin; 0,1745 µgml
tetrasiklin; 0,2803 µgml ampisilin; 0,1484 µgml kloramfenikol. Dari data hasil penelitian diatas disimpulkan bahwa prosedur analisis
dalam penelitian ini dapat digunakan untuk penetapan kadar antibiotika amoksisilin, tetrasiklin, ampisilin dan kloramfenikol dalam sampel daging ayam
karena telah memenuhi persyaratan validasi metode.
4.6 Penetapan Kadar Antibiotika dalam Sampel Daging Ayam.
Hasil pengolahan data penyuntikan larutan sampel ke alat KCKT-MS menggunakan kolom C18 30 mm x 4,6 mm 1,8 µl dengan perbandingan fase
gerak 0,1 asam formiat dalam air - 0,1 asam formiat dalam metanol secara
Universitas Sumatera Utara
elusi gradient, laju alir 0,5 mlmnt, volume penyuntikan 10 µl, dapat dilihat pada lampiran 18-35. Dari hasil penyuntikan sampel dapat diperoleh waktu tambat
yang berbeda dengan waktu tambat pada antibiotika baku yang dianalisa pada kondisi yang sama tetapi hal ini masih dapat diterima karena berdasarkan Weston
and Brown, 1997 bahwa rentang waktu tambat yang dapat diidentifikasi sebagai komponen yang sama adalah 5 dari waktu tambat puncak komponen yang
sebenarnya. Kadar antibiotika dalam sampel dihitung dengan mensubsitusikan luas
area pada persamaan linieritas yang di peroleh dari masing-masing antibiotika. Data residu antibiotika dalam sampel dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7. Kadar antibiotika dalam sampel daging ayam.
No Daerah
Pengambilan Sampel
Kadar Antibiotika ugg Amoksisilin
Tetrasiklin Ampisilin
Kloramfenikol
1 Sambu
TT 0,6300- 0,6963 TT
0,1289-0,1873 2
Pringgan TT
TT TT
0,0788-0,1477 3
Aksara TT
TT TT
0,2276-0,8103 4
Simpang Limun
TT TT
TT 0,0969- 0,8988
5 Brayan
TT 0,1157-1,4436
TT 0,0717 – 0,2279
Ket. TT : Tidak Terdeteksi Hasil pengujian residu antibiotika terhadap 45 sampel daging ayam yang
diperoleh dari pasar di kota medan 7 sampel mengandung antibiotika tetrasiklin dengan kadar sekitar 0,1253-1,4436 ugg dan hampir semua sampel daging ayam
mengandung antibiotika kloramfenikol dengan kadar sekitar 0,0729- 0,8988 ugg sedangkan sampel yang diuji tidak mengandung antibiotika amoksisilin dan
ampisilin. Data kadar residu antibiotika masing-masing sampel dapat dilihat pada
Universitas Sumatera Utara
lampiran 17 dan perhitungan kadar residu dapat dilihat pada lampiran 18 sampai dengan lampiran 36.
Menurut SNI 01-6366-2000 batas maksimun cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam makanan asal hewan tidak boleh melebihi 0,1 µgg
untuk antibiotika tetrasiklin dan 0,01 ugg untuk kloramfenikol, sedangkan dari hasil penelitian diperoleh kadar residu tetrasiklin dan kloramfenikol lebih tinggi
dari batas maksimum residu yang diperbolehkan. Hasil
penelitian Kristina 2011 ; Karlina 2011 menunjukkan bahwa daging ayam yang beredar
dipasar swalayan di kota Medan dan telur ayam yang diambil dari lima lokasi di Sumatera Utara mengandung residu tetrasiklin dan kloramfenikol yang melebihi
batas maksimum residu yang diperbolehkan. Adanya residu antibiotika dalam makanan asal hewan disebabkan masih
adanya peternak yang menggunakan antibiotika tersebut yang merupakan salah satu sarana produksi ternak yang sangat penting untuk meningkatkan produksi
peternakan ayam melalui pencegahan, pengobatan dan sebagai pemacu pertumbuhan. Hal ini penting bagi peternakan ayam broiler karena ayam boiler
merupakan hasil peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri pertumbuhannya cepat sebagai penghasil daging Oramahi, 2004. Hal ini sesuai
dengan March dkk. 1978, bahwa antibiotika sebagai perangsang pertumbuhan menyebabkan tambahan berat tubuh 5 lebih berat, menghemat biaya pakan
sebesar 5 dan lebih cepat mencapai waktu pasar. Residu antibiotika dalam daging ayam terjadi karena pemakaian
antibiotika pada peternakan ayam yang cenderung berlebihan tidak sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
dosis serta kurangnya pemahaman peternak terhadap waktu henti withdrawal time obat Peter et al., 2002; Bahri, dkk., 2005. Menurut Bahri, dkk., 2005
hampir semua pabrik pakan menambahkan antibiotika ke dalam pakan komersial, sehingga sebagian besar pakan komersial yang beredar di Indonesia mengandung
antibiotika. Penggunaan antibiotika yang kurang tepat ini dimungkinkan berkaitan dengan pola pemasaran obat hewan di lapangan, dimana 30,80 peternak ayam
pedaging skala kecil dan 33,30 peternak ayam petelur skala kecil yang tidak mempunyai dokter hewan untuk mengawasinya, mendapat obat langsung dari
distributor sehingga dikhawatirkan penggunaan obat-obatan tersebut tidak mengikuti aturan yang benar.
4.7 Pengaruh Proses Pemanasan Terhadap Kadar Antibiotika dalam Daging Ayam