11
2.6 Peran Asam Lemak dalam Sabun
Sifat-sifat dari produk sabun yang dihasilkan ditentukan oleh kualitas dan komposisi asam-asam lemak yang digunakan. Secara umum, asam lemak dengan
panjang rantai karbon kurang dari 12 dapat menimbulkan iritasi kulit, sementara asam lemak dengan panjang rantai karbon lebih dari 18 menghasilkan sabun yang
memiliki kelarutan yang sangat rendah Barel, et al., 2001.
2.7 Madu
Jaman dahulu madu dipakai untuk mengawetkan daging dan kulit. Orang Mesir pada waktu itu mempergunakan madu sebagai bagian dari ramuan
rahasianya untuk mengawetkan jenazah raja–raja, yang dikenal dengan nama mummi. Sejak itu pula madu telah dikenal sebagai makanan, obat, minuman,
bahkan kecantikan dan bahan yang penting dalam pesta upacara agama. Begitu terkenalnya madu pada zaman itu sehingga pajak di Babylonia dan di Mesir tidak
dibayar dengan uang, tetapi dengan madu. Pada waktu itu gula tebu dan gula lain belum diketemukan orang, karenanya madu merupakan zat manis satu–satunya
yang dipakai untuk segala keperluan Sumoprastowo dan Suprapto, 1993. Untuk kecantikan madu dapat dibuat dalam bentuk masker, krem dan salep.
Masker madu lebih efektif daripa krem dan salep, sebab madu tidak saja melembutkan kulit, tetapi juga memberi makan kulit. Karena madu bersifat
hygroskopis, maka sekresi kulit terhisap, sekaligus madu sebagai desinfektan. Dengan demikian kulit muka tetap terjamin keawetan dan kesegarannya, halus,
lembut, dan bebas dari keriput dan benjolan yang merusak keindahan kulit Sumoprastowo dan Suprapto, 1993.
Universitas Sumatera Utara
12
2.8 Uraian Mikroba
Mikroba atau mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroba
dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu organisme prokariot dan organisme eukariot. Bakteri termasuk ke dalam organisme prokariot dan jamur termasuk
organisme eukariot Pratiwi, 2008.
2.9 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata “bacterion” bahasa Yunani yang berarti tongkat atau batang. Bakteri merupakan mikroorganisme yang bersel satu,
berkembangbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop Waluyo, 2004.
2.9.1 Klasifikasi Bakteri
1. Menurut Waluyo 2004, berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan yaitu:
a Bentuk Basil Bacillus
Basil dari kata bacillus, merupakan bakteri yang bentuknya menyerupai tongkat pendekbatang kecil dan silindris. Basil dapat bergandeng-gandeng
panjang, bergandeng dua, atau terlepas satu sama lain. Berdasarkan jumlah koloni, basil dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: monobasil, diplobasil dan
streptobasil. b
Bentuk Kokus Coccus Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola-bola kecil.
Berdasarkan jumlah koloni, kokus dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu: monokokus, diplokokus, tetrakokus, streptokokus, stafilokokus dan sarsina.
Universitas Sumatera Utara
13 c
Bentuk Spiral Spirillum Spiril merupakan bakteri yang berbentuk bengkok atau berbengkok-
bengkok seperti spiral. Golongan bakteri ini merupakan golongan yang paling kecil jika dibandingkan dengan golongan basil dan golongan kokus.
2. Menurut Dwidjoseputro 1978, berdasarkan tempat kedudukan flagelnya maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a Monotrik, jika flagel hanya satu dan bulu cambuk itu melekat pada ujung sel. b Lofotrik, jika flagel yang melekat pada salah satu ujung itu banyak.
c Amfitrik, jika banyak flagel melekat pada kedua ujung sel. d Peritrik, jika flagel tersebar dari ujung-ujung sampai pada sisi.
e Atrik, jika suatu spesies tidak mempunyai flagel sama sekali. 3. Menurut Lay dan Hastowo 1994, berdasarkan pengecatan gram maka bakteri
dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: a Bakteri gram positif yaitu: bakteri yang dapat mengikat zat warna kristal violet
akan memberikan warna ungu dan setelah dicuci dengan larutan pemucat, bakteri gram positif tetap berwarna ungu karena kompleks persenyawaan kristal violet-
yodium tetap terikat pada dinding sel. Kemudian ditambahkan zat warna safranin, tidak menyebabkan perubahan warna pada bakteri.
b Bakteri gram negative yaitu: bakteri yang kehilangan warna dari kristal violet ketika dicuci dengan larutan pemucat karena larutan pemucat melarutkan lipida
dan menyebabkan pori – pori dinding sel membesar. Kemudian diberi zat warna safranin, bakteri akan memberikan warna merah karena persenyawaan kompleks
kristal violet-yodium larut dan dinding sel kemudian mengikat zat warna safranin.
Universitas Sumatera Utara
14
2.9.2 Staphylococcus epidermidis
Sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis menurut Dwidjoseputro 1978, sebagai berikut :
Devisi : Protophyta Kelas
: Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus Jenis
: Staphylococcus epidermidis Staphylococcus berasal dari kata staphyle yang berarti kelompok buah
anggur dan kokus yang berarti benih bulat. Kuman ini sering ditemukan sebagai flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia. Staphylococcus tumbuh
dengan cepat pada beberapa tipe media dan dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen
dari warna putih hingga kuning gelap Staf pengajar fakultas kedokeran UI, 1993; Brooks, et al., 2001.
Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi kulit yang ringan disertai pembentukan abses. Bakteri ini memiliki koloni
berwarna putih dan bersifat anaerob fakultatif, tidak mempunyai protein A pada dinding selnya, bersifat koagulasi negatif, meragi glukosa dan dalam keadaan
anaerob tidak meragi manitol Staf pengajar fakultas kedokteran UI, 1993.
2.9.3 Escherichia coli
Sistematika Escherichia coli menurut Tjitrosoepomo 1994, sebagai berikut:
Divisi : Schizophyta Kelas
: Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Escherichia Jenis
: Escherichia coli
Universitas Sumatera Utara
15 Escherichia coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa dipakai
di laboratorium Mikrobiologi; pada media yang dipergunakan untuk isolasi kuman enterik, sebagian besar Escherichia coli tumbuh sebagai koloni yang
meragi laktosa dan bersifat mikroaerofilik Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, 1993.
Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat
menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea, seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh
lain di luar usus Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, 1993.
2.10 Fase Pertumbuhan Bakteri
Apabila bakteri ditanam pada media pembenihan yang sesuai pada waktu tertentu maka pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri tersebut dapat
digambarkan dengan sebuah grafik pertumbuhan yang dapat dibagi dalam 4 fase, yaitu:
1.
Fase Penyesuaian fase lag Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme
pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Rentang waktu fase penyesuaian
tersebut tergantung dari fase pertumbuhan bakteri saat dipindahkan untuk ditanam pada medi pembenihan yang baru dan tergantung pula pada adanya bahan toksik
yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri Pratiwi, 2008; Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2003.
Universitas Sumatera Utara
16 2. Fase Log fase eksponensial
Fase log merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat
media dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju
pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan
Pratiwi, 2008. 3. Fase Stasioner
Pada fase stasioner, kecepatan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri mencapai titik terendah atau boleh dikatakan nol. Hal ini disebabkan kondisi
lingkungan telah berubah dan tidak menguntungkan bagi pertumbuhan maupun perkembangbiakan bakteri, dimana nutrisi telah habis dan terjadi penumpukan
hasil metabolik yang bersifat toksis. Jumlah sel bakteri yang hidup tampak konstan, hal ini terjadi karena jumlah sel yang baru terbentuk seimbang dengan
jumlah sel yang mati Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2003.
4. Fase Penurunan fase kematian Pada fase ini, terjadi peningkatan kematian sel bakteri sehingga terjadi
penurunan populasi bakteri karena: 1 nutrient di dalam medium sudah habis, 2 energi cadangan di dalam sel habis. Jumlah sel yang mati semakin lama akan
semakin banyak, dan kecepatan kematian dipengaruhi kondisi nutrient, lingkungan dan jasad renik Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, 2003; Waluyo, 2004.
Universitas Sumatera Utara
17
2.11 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mikroorganisme