KINERJA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURAKARTA DALAM MENANGGULANGI PENCEMARAN AIR LIMBAH INDUSTRI BATIK DI KELURAHAN LAWEYAN

(1)

commit to user

KINERJA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURAKARTA DALAM MENANGGULANGI PENCEMARAN AIR LIMBAH INDUSTRI BATIK

DI KELURAHAN LAWEYAN

Disusun oleh: Nurul Hudah

D0105115

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul :

KINERJA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURAKARTA DALAM MENANGGULANGI PENCEMARAN AIR LIMBAH INDUSTRI

BATIK DI KELURAHAN LAWEYAN

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing

Drs. Sudarmo, M.A, Ph.D NIP. 196311011990031002


(3)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini Telah Diuji dan Disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari :

Tanggal :

Panitia Penguji :

1. Drs. Sukadi, M.Si ( )

NIP. 194708201976031001 Ketua

2. Drs. H. Muhtar Hadi, M.Si ( )

NIP. 195303201985031002 Sekretaris

3. Drs. Sudarmo, M.A, Ph.D ( )

NIP. 196311011990031002 Penguji

Mengetahui Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Drs. H. Supriyadi, SN.,SU NIP. 195301281981031001


(4)

commit to user

M OT T O

“ Ja d i k a n l a h sa ba r d a n sh a l a t seba ga i p en ol on gm u . D a n sesu n ggu h n y a y a n g d em i k i a n i t u sa n ga t l a h ber a t , k ecu a l i ba gi or a n g y a n g k h u sy u ’. “

(Q.S A l B a qa r a h : 4 5)

“ Seor a n g a h l i i l m u , l ebi h ber a t ba gi set a n d a r i p a d a ser i bu or a n g a h l i i ba d a h (t a n p a i l m u ).”

(H R . A d -D h a r a qu t h n y )

“ D u n i a d a n sem u a y a n g a d a d i d a l a m n y a t er k u t u k , k ecu a l i z i k r u l , or a n g ber i l m u d a n or a n g y a n g m a u bel a j a r .”

(H R A t -T u r m u d z y )

“ Ja d i k a n l a h k esa l a h a n m a sa l a l u seba ga i p el a j a r a n d a l a m m en j a l a n i k eh i d u p a n k e d ep a n .”


(5)

commit to user

~P ER SEM B A H A N ~

Dengan segenap k etulusan hati, k ary a k ecil ini k upersembahk an untuk :

™ Allah SWT, Tuhan semesta alam, hany a k epada-Mu k ami meny embah dan memohon pertolongan. Alhamdulillahirabbil’ alamin puji sy uk ur hamba panjatk an atas segala nik mat dan k arunia y ang telah Engk au anugerahk an pada hamba. ™ Kedua orangtuak u, Ibu, Ay ah terimak asih atas k asih say ang dan duk ungan y ang telah k alian berik an k epadak u selama ini. ™ Adik -adik k u Novi dan Dila, walaupun k ita jauh dan jarang k etemu tapi k alianlah peny emangatk u. ™ Special thank ’s to “gendut”, k amu selalu ada bersamak u saat suk a maupun duk a.

™ Team Sampun Mapan….gembrubux bu!!!…… k erja bareng k alian buat

ak u belajar bany ak hal. ™ Seluruh teman-teman AN’05 y ang telah berjuang bersama-sama.


(6)

commit to user

ABSTRAKSI

Nurul Hudah. D0105115. Kinerja Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta Dalam Menanggulangi Pencemaran Air Limbah Industri Batik di Kelurahan Laweyan. Skripsi, Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret. 2010

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kinerja pemerintah daerah dalam hal ini melalui Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta dalam menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan Laweyan. Kinerja dinilai dengan menggunakan beberapa indikator yaitu produktivitas, responsivitas dan akuntabilitas. Selain itu penelitian ini juga melihat faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kinerja Badan Lingkungan Hidup.

Penelitian ini mengambil lokasi di kota Surakarta dan dilakukan di Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini berusaha untuk menggambarakan tentang suatu keadaan atau fenomena sosial tertentu dan melakukan penilaian mengenai permasalahan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik dokumentasi dan wawancara. Data menggunakan data primer dan sekunder, data primer didapat langsung dari informan yang terkait dengan kegiatan menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di KelurahanLaweyan baik dari Badan Lingkungan Hidup maupun dari masyarakat. Sedangkan data sekunder berasal dari buku-buku, dokumen dan sumber informasi lain yang terkait dengan penelitian.

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum pelaksanaan kegiatan menanggulangi pencemaran air limbah industri batik diKelurahan Laweyan telah dilaksanakan. Namun dari hasil yang dicapai belum menunjukkan hasil yang maksimal, dimana masih terjadi pencemaran air limbah industri batik dan masih ada industri batik yang belum memiliki IPAL. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yang berasal dari pihak Badan Lingkungan Hidup maupun dari masyarakat pelaku industri. Namun demikian Badan Lingkungan Hidup sebagai aparat pelaksana sudah berusaha untuk menanggulangi pencemaran.

Berdasarkan hasil penelitian maka BLH perlu meningkatkan produktivitasnya terutama pada kegiatan pencegahan, pengawasan dan penertiban. Perlu alternatif lain selain IPAL komunal karena IPAL komunal belum dapat mengatasi pencemaran air limbah industri batik di KelurahanLaweyan.


(7)

commit to user

ABSTRACTION

Nurul Hudah. D0105115. Performance of Surakarta Environmental Agencies in Tackling Batik Industrial Waste Water Pollution in Laweyan Village. Thesis, Administrative Science, The Faculty of Social and Political Science Sebelas Maret University. 2010

This research aimed to describe the performance of local government which in this trough the Surakarta Environmental Agencies in tackling batik industrial waste water pollution in Laweyan Village. Performance assessed using several indicators that is, productivity, responsiveness and accountability. This research also look at the factors that support and hinder the performance of Environmental Agencies.

This research takes location in Surakarta and done in Surakarta Environmental Agencies. Research type is qualitative descriptive, where this research tries to describe about a certain situation or social phenomenon and does assessment about research problems. Data collecting is done with documentation and interview techniques. Data using primary and secondary data, primary data obtained directly from the informant who relating to cope with batik industrial waste water pollution inVillage Laweyan both from Environmental Agencies or from the public. While secondary data derived from the books, document and other information resources related with research.

From result of research can be concluded that the overall implementation of activities in tackling batik industrial waste water pollution have been implemented. But the result has not shown the maximum result, which still happened batik industrial waste water pollution and still many batik industries which have not owned IPAL. This thing is because of some factors coming from the Environmental Agencies and the industry community. Environmental Agencies however, as the implementing authority has tried to tackle pollution.

Based on research result, BLH need to increase produktivity, especially in prevention, surveillance and control activity. Need other alternatives beside IPAL communal because the IPAL communal does not fix batik industrial waste water pollution in LaweyanVillage.


(8)

commit to user

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji hanya untuk Allah SWT, yang telah memberikan rahmat,

hidayah dan inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi “Kinerja

Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta dalam Menanggulangi Pencemaran Air

Limbah Industri Batik di Kelurahan Laweyan”.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan

bantuannya sehingga skripsi ini bisa diselesaikan. Oleh karena itu dengan

kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis menghaturkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Drs. Sudarmo, MA.Ph.D, selaku pembimbing skripsi yang selama ini

telah meluangkan waktu, memberikan arahan, masukan, dan perhatian yang

sangat besar dalam penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si, selaku Pembimbing Akademik.

3. Bapak Drs. Supriyadi SN.SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Drs. Sudarto, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Program

Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

5. Seluruh Dosen pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Administrasi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan


(9)

commit to user

6. Ibu dan Ayah terima kasih atas segala do’a dan perhatiannya.

7. Bapak Sri Adhyaksa, Bapak Edi, Bapak Bambang, mbak Ari, Ibu Sutarmi,

seluruh staf dan karyawan Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta yang telah

banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data yang sangat berguna

dalam penyusunan skripsi.

8. Bapak Alfa Pabela, Bapak Widi dan Bapak Yanto di Kelurahan Laweyan yang

telah banyak memberikan kemudahan bagi penulis dalam mengumpulkan data

yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi.

9. Sahabat-sahabatku yang sudah lulus lebih dulu Kiki, Ocha, Intan, Nisa, Nida

serta seluruh teman-teman AN’05 terima kasih atas segala kebaikannya.

10.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas

semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis berharap semoga Allah SWT memberi balasan dan pahala atas

budi baik beliau semua.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Surakarta, Desember 2010


(10)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

II. KAJIAN TEORI ... 14

A. Pengertian Kinerja ... 14

B. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 15

C. Pengukuran Kinerja ... 18

D. Indikator Kinerja ... 22

E. Kinerja Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta dalam Menanggulangi Pencemaran Air Limbah Industri Batik di Laweyan ... 28

F. Kerangka Pemikiran ... 34

III. METODOLOGI ... 37


(11)

commit to user

B. Lokasi Penelitian ... 37

C. Sumber Data ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Teknik Pengambilan Sampel ... 39

F. Validitas Data ... 40

G. Teknik Analisis Data ... 40

H. Deskripsi Wilayah ... 43

1. Gambaran Umum Kelurahan Laweyan ... 43

a. Letak dan Luas Wilayah ... 43

b. Sejarah Kelurahan Laweyan ... 44

c. Mata Pencaharian Penduduk ... 45

d. Bentuk Arsitektur Pemukiman Penduduk ... 46

2. Badan Lingkungan Hidup ... 47

a. Umum ... 47

b. Visi ... 48

c. Misi ... 48

d. Tugas Pokok ... 49

e. Fungsi ... 49

f. Susunan Organisasi ... 49

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Kinerja BLH ... 74

1. Indikator Produktivitas ... 75

a. Pencegahan ... 75

b. Penyuluhan ... 80

c. Pengawasan ... 84

d. Penertiban ... 93

2. Indikator Responsivitas ... 99

3. Indikator Akuntabilitas ... 101

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Kinerja BLH ... 104

1. Faktor Pendukung ... 104


(12)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113 A. Kesimpulan ... 108 B. Saran ... 118 DAFTAR PUSTAKA


(13)

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Monitoring Sungai 2007 berdasarkan Parameter Fisika ... 6

Tabel 1.2 Monitoring Sungai 2008 berdasarkan Parameter Fisika ... 7

Tabel 1.3 Monitoring Sungai 2009 berdasarkan Parameter Fisika ... 8

Tabel 4.1 Penyuluhan Konservasi Sumber Daya Air dan Pengendalian Kerusakan Sumber-sumber Air Kota Surakarta Tahun 2009 ... 77

Tabel 4.2 Monitoring Keadaan Sungai tahun 2007 ... 88

Tabel 4.3 Monitoring Keadaan Sungai tahun 2008 ... 89

Tabel 4.4 Monitoring Keadaan Sungai tahun 2009 ... 90

Tabel 4.5 Baku Mutu Air ... 91


(14)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ... 36 Gambar 3.1. Model Analisis Interaktif ... 42


(15)

commit to user

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda,

daya keadaan dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya,

yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia dan

makhluk hidup lainnya. Lingkungan hidup ini terdiri dari 3 komponen utama yaitu

komponen fisik(abiotik), komponen abiotik dan komponen kultur. Dalam proses

pelaksanaan pembangunan ketiga komponen itu kemungkinan akan mengalami perubahan atau lebih dikenal dengan kata akan terkena dampak. Dampak yang

bersifat positif sangat diharapkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas dan

kenyamanan hidup. Sedangkan dampak yang bersifat negatif memang tidak

diharapkan karena dapat menurunkan kualitas dan kenyamanan hidup, harus dapat

diatasi dengan sebaik-baiknya.

Dinamika perkembangan hidup manusia menunjukkan bahwa semakin

modern kehidupan manusia, semakin besar pula kerusakan dan pencemaran

lingkungan yang ditimbulkannya. Di samping itu perkembangan kehidupan

tersebut juga menyebabkan semakin menipisnya sumber daya alam di bumi ini.

Jika kegiatan kelompok masyarakat jaman dulu hanya menimbulkan kerusakan

dan pencemaran lingkungan dalam jumlah minimal, maka kegiatan kelompok

masyarakat jaman sekarang ternyata menimbulkan kerusakan yang berlipat ganda,

sehingga Pemerintah selaku penyelenggara negara wajib mengeluarkan kebijakan


(16)

commit to user

Prinsip-prinsip pengelolaan hidup di Indonesia telah dirumuskan salah

satunya dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Dalam undang-undang tersebut telah dirumuskan pengertian,

tujuan dan asas serta sasaran maupun mekanisme dan kewenangan pengelolaan

lingkungan hidup. Pengelolaan Lingkungan Hidup diartikan sebagai upaya

terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan

penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan

dan pengendalian lingkungan hidup.

Tindakan pengendalian mempunyai posisi strategis untuk menjaga dan

mengawasi agar fungsi lingkungan hidup terjaga baik daya dukungnya ataupun

daya tampungnya. Tindakan pengendalian perusakan dan atau pencemaran

lingkungan salah satunya adalah permasalahan pencemaran air. Air merupakan

kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Air yang bersih sangat didambakan oleh

manusia, baik untuk keperluan sehari-hari, untuk keperluan industri, pertanian

dan lain sebagainya. Saat ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian

khusus. Untuk mendapatkan air yang baik sesuai dengan standar tertentu sekarang

bukanlah suatu yang mudah karena air sudah banyak tercemar oleh berbagai

macam limbah dari kegiatan manusia, baik itu limbah industri, limbah dari

kegiatan rumah tangga, maupun limbah dari kegiatan yang lainnya. Pembuangan

limbah secara langsung inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya

pencemaran air. Limbah (baik berupa zat padat maupun zat cair) yang masuk ke


(17)

commit to user

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup

oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang

menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya

(Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 angka 11).Kebijakan

Pengendalian Pencemaran Air, secara nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

Walaupun penetapan air bersih tidaklah mudah, namun ada kesepakatan

bahwa air yang bersih tidak ditetapkan pada kemurnian air, akan tetapi didasarkan

pada keadaan normalnya. Apabila terjadi penyimpangan dari keadaan normal

maka berarti air tersebut telah tercemar. Menurut Wisnu Arya Wardhana dalam

bukunya “Dampak Pencemaran Lingkungan”, indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati

melalui yaitu :

1. Adanya perubahan suhu air.

2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen.

3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air.

4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut.

5. Adanya mikro organisme.

6. Meningkatnya radioaktivas air lingkungan (1995:74)


(18)

commit to user

* Sulawesi-kasus Pencemaran Teluk Buyat, dugaan pencemaran teluk Buyat

akibat dari pembuangan limbah tailing (submarine tailing disposal)

* dugaan yang sama terhadap Perairan laut Lombok Timur akibat operasi PT.

Newmont Nusa Tenggara (PT.NTT) NTB

* Papua; PT. Freeport beroperasi dari tahun 1967 telah menimbulkan dampak

hancurnya Gunung Grasberg, Tercemarnya Sungai Aigwa, Meluapnya air

danau Wanagon, Tailing mengkontaminasi : 35.820 hektar daratan dan 84.158

hektar Laut Arafura

* di Kalimantan Selatan, Pembuangan limbah industri ke aliran Sungai oleh PT

Galuh Cempaka.

* Kalimantan Tengah; Tiga sungai besar di Kalimantan Tengah masih tercemar

air raksa (merkurium) akibat penambangan emas di sepanjang daerah aliran

sungai (DAS) Barito, Kahayan, dan Kapuas. Pencemaran itu melebihi baku mutu yang dipersyaratkan.

* Di Jawa, Pembuangan limbah pabrik-pabrik di Sungai Cikijing selama

puluhan tahun (Jawa Barat), pembuangan limbah oleh beberapa pabrik ke Kali

Surabaya, dan sederetan kasus pencemaran industri yang telah nyata-nyata

menimbulkan korban.

(gendovara.blogdetik.com/2008/09/20/limbah-industri-dan-limpahan-air-mata-manusia,diakses pada tanggal 16 Mei 2010)

Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi akibat dari pembangunan di berbagai

bidang. Baik dalam bidang industri, jasa pemukiman, pendidikan maupun


(19)

commit to user

fungsi lahan yang tadinya merupakan lahan pertanian yang tidak terbangun

menjadi daerah terbangun(built up area). Perubahan ini menyebabkan

peningkatan kepadatan penduduk dan kepadatan pemukiman. Perluasan lahan

terbangun baik difungsikan sebagai pemukiman, perdagangan maupun industri

secara otomatis akan memicu permasalahan penurunan kualitas lingkungan. Di

bidang industri sendiri jika tidak dilakukan pengelolaan yang tepat dari sisa

buangan industri, akan menimbulkan berbagai masalah. Permasalahan tersebut

antara lain masalah banjir, sampah, polusi udara dan pencemaran air.Di dalam

kegiatan industri, air yang telah digunakan(air limbah industri) tidak boleh

langsung dibuang ke lingkungan karena kandungan bahan kimianya dapat

mencemari lingkungan. Air limbah industri harus diolah terlebih dahulu untuk

meminimalisasi kandungan kimia dari limbah tersebut. Tetapi pada kenyataannya

masih banyak industri yang membuang limbahnya tanpa diolah.

Surakarta ada di titik persimpangan antara Jawa Timur, Jawa Tengah, dan

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan lokasi yang sangat strategis, yang

memberikan keuntungan yang sangat menggiurkan bagi para pelaku usaha untuk

menanamkan modalnya di daerah ini. Keadaan seperti inilah yang meramaikan

kegiatan perindustrian di kota ini.

Namun pertumbuhan industri juga membawa pengaruh buruk terhadap

lingkungan kota, terutama pada sungai-sungai yang ada di kotaSurakarta.

Sungai-sungai yang mengalir di sini mengalami pencemaran yang mengkhawatirkan.

Sedikitnya ada sebelas sungai yang melewati wilayah kota Surakarta sudah dalam


(20)

commit to user

Kota Surakarta sebagai kota yang pertumbuhannya sangat pesat, terutama

di bidang industri dengan berbagai limbah yang dikeluarkan dari proses produksi,

memiliki potensi dampak pencemaran. Berdasarkan Peraturan Daerah kota

Surakarta Nomor 2 tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup, Pasal 9

mewajibkan setiap orang yang akan melakukan pembuangan air limbah ke

sumber-sumber air terlebih dahulu melakukan pengelolaan air limbah yaitu

dengan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).

Di Surakarta terdapat banyak sekali industri, baik industri makanan,

industri mebel, industri tekstil, industri batik, dll. Kota Surakarta terkenal akan

batik. Terdapat banyak industri batik baik skala besar, menengah dan kecil.

Industri batik yang ada di kota Surakarta antara lain yang terdapat pada Kampung

Batik Laweyan dan Kampung Batik Kauman. Di Kampung Batik Kauman proses

pewarnaan batik menggunakan bahan pewarna soga yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga sisa limbahnya dapat diuraikan oleh alam dan tidak

mencemari lingkungan, tetapi pada Kampung Batik Laweyan bahan pewarna yang

digunakan adalah pewarna kimia yang berbahaya bagi lingkungan jika sisa

limbahnya tidak diolah terlebih dahulu.Industri batik tersebut standarnya harus

memiliki IPAL. Tetapi berdasarkan wawancara dengan Bapak Alfa (Ketua Forum

Pengembangan Kampung Batik Laweyan) pada hari Rabu,18 Maret 2009, di

Kelurahan Laweyan terdapat sekitar 80an industri batik, yang masih aktif

produksi dari pembuatan pola, pewarnaan dan pencelupan terdapat sekitar 20an

industri diantaranya 4 industri skala besar yang terletak di bagian timur kelurahan


(21)

commit to user

timur, tengah dan barat kelurahan Laweyan. Ada 11UKM yang bergabung dengan

IPAL komunal. Yang tidak tergabung dengan IPAL komunal beberapa memiliki

IPAL sendiri, tapi beberapa memang tidak memiliki IPAL karena industri skala

kecil tidak memiliki dana untuk membuat IPAL. Menurut Pusat Telaah dan

Informasi Regional (PATTIRO), Lembaga Swadaya Masyarakat di Surakarta,

sepanjang tahun 2008 terdapat banyak limbah industri batik yang langsung

dibuang tanpa diolah terlebih dahulu, kalaupun ada yang diolah, pengolahannya

kurang maksimal. Bahan kimia batik selain mencemari sungai juga menurunkan

kualitas air di sumur-sumur penduduk sekitar wilayah industri batik, sehingga air

sumur tidak dapat dikonsumsi oleh penduduk(http://tempointeraktif.com diakses

tanggal 13 Maret 2010).. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa usaha

pemerintah untuk menanggulangi limbah industri batik masih harus ditingkatkan,

permasalahan pencemaran ini merupakan permasalahan yang mendesak dan harus segera ditangani demi pelestarian lingkungan.

Industri batik di Kelurahan Laweyan membuang limbah produksinya ke

sungai Jenes, sungai Jenes mengalir menuju muara sungai Pepe.

Berikut adalah data pencemaran sungai Jenes dan sungai Pepe berdasarkan


(22)

commit to user

Tabel 1. 1

Monitoring Sungai Kota Surakarta Badan Lingkungan Hidup KotaSurakarta

Tahun 2007

Berdasarkan Parameter Fisika Baku Mutu Air Limbah

No Lokasi pengambilan sampel

Parameter Fisika

Temperatur TSS

(oC) (mg/L)

1 S. Pepe hulu 28,4 61

2 S. Pepe tengah 28,6 46,5

3 S. Pepe hilir 29 48

4 S. Jenes hulu 29,2 55

5 S. Jenes tengah 29,4 62

6 S. Jenes hilir 29,2 69


(23)

commit to user

Tabel 1. 2

Monitoring Sungai Kota Surakarta Badan Lingkungan Hidup KotaSurakarta

Tahun 2008

Berdasarkan Parameter Fisika Baku Mutu Air Limbah

No Lokasi pengambilan sampel

Parameter Fisika

Temperatur TSS

(oC) (mg/L)

1 S. Pepe hulu 27,8 49,5

2 S. Pepe tengah 28 47,5

3 S. Pepe hilir 28,1 48

4 S. Jenes hulu 28,1 59

5 S. Jenes tengah 28,2 82

6 S. Jenes hilir 28 80


(24)

commit to user

Tabel 1. 3

Monitoring Sungai Kota Surakarta Badan Lingkungan Hidup KotaSurakarta

Tahun 2009

Berdasarkan Parameter Fisika Baku Mutu Air Limbah

No Lokasi pengambilan sampel

Parameter Fisika

Temperatur TSS

(oC) (mg/L)

1 S. Pepe hulu 33,6 16

2 S. Pepe tengah 32,7 14

3 S. Pepe hilir 33,3 20

4 S. Jenes hulu 29,5 36

5 S. Jenes tengah 32,3 53

6 S. Jenes hilir 31,7 69

Sumber : Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta

Baku mutu air limbah : batas maksimal kandungan limbah yang diperbolehkan TSS : Zat Padat Tersuspensi

Tabel di atas menggunakan batas dari kelas II, yaitu air yang peruntukannya

digunakan untuk sarana/ prasarana rekreasi air, pengelolaan ikan air tawar,

peternakan, air untuk mengairi pertanaman (batas maksimalnya 50 mg/L).

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada tahun 2007 terjadi pencemaran

sungai pada sungai Pepe hulu, sungai Jenes hulu, tengah dan hilir. Pada tahun

2008 pencemaran terjadi pada sungai Jenes hulu, tengah dan hilir. Sedangkan


(25)

commit to user

hilir, kandungan limbah di sungai-sungai tersebut melebihi dari yang

diperbolehkan yaitu lebih dari 50 mg/L.

Pemerintah dalam hal ini adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap

penanggulangan pencemaran ini. Pemerintah memiliki kewenangan untuk

melakukan kegiatan-kegiatan pengendalian pencemaran. Pemerintah dan

pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan

masing-masing dalam rangka pengendalian air pada sumber air berwenang :

1. Menetapkan daya tampung pencemaran.

2. Melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran.

3. Menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada air tanah.

4. Menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air.

5. Memantau kualitas air pada sumber air, dan

6. Memantau faktor-faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air. (PP No 82 Tahun 2001 Pasal 20).

Permasalahan pencemaran lingkungan di kota Surakarta di tangani oleh Badan

Lingkungan Hidup kotaSurakarta. Tugas dari Badan Lingkungn Hidup adalah

menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang

lingkungan hidup.

Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta mengaku telah melakukan tindakan

preventif maupun represif tetapi permasalahan masih ditemui. Untuk mengatasi

permasalahan pencemaran karena air limbah industri batik diperlukan daya

tanggap terhadap kebutuhan industri batik dan kemampuan dari Pemerintah kota


(26)

commit to user

kinerja penanggulangan air limbah industri batik bisa responsif dan

bertanggungjawab.

Berdasar pada latar belakang masalah di atas, penelitian ini bermaksud

menggambarkan bagaimana kinerja Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta

dalam menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan

Laweyan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas yang telah dikemukakan, maka

dalam penelitian ini penulis mengajukan perumusan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana Kinerja Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta dalam

menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan

Laweyan?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif

Untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran yang jelas tentang

fenomena yang diteliti yaitu kinerja Badan Lingkungan Hidup kota

Surakarta dalam menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di


(27)

commit to user

2. Tujuan Subyektif

Untuk memenuhi dan melengkapi salah satu syarat guna memperoleh

gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sebelas Maret.

D. Manfaat Penelitian

1. Diperolehnya informasi dan gambaran mengenai kinerja organisasi publik

khususnya Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta dalam

menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan

Laweyan.

2. Sebagai tambahan pengetahuan bagi instansi terkait, yaitu Badan

Lingkungan Hidup, berkaitan dengan kinerja organisasi publik terutama

dalam menanggulangi pencemaran air limbah industri batik diKelurahan Laweyan.

3. Bagi penulis, merupakan kesempatan untuk menerapkan teori yang

diperoleh dalam praktek nyata. Sehingga dapat melatih cara berfikir

sistematis di samping belajar mengembangkan kemampuan professional.

4. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang


(28)

commit to user

BAB II Kajian Teori

A. Pengertian Kinerja

Tujuan organisasi bisa dicapai apabila organisasi tersebut didukung oleh

unit-unit kerja yang terdapat di dalamnya. Baik buruknya output dari suatu organisasi

dipengaruhi oleh baik buruknya kinerja yang terjadi di dalam organisasi tersebut.

Dalam bahasa Inggris kinerja seringkali dipadankan dengan istilah

performance yang berarti sesuatu hasil yang telah dikerjakan. Menurut Suyadi Prawirosentono (1999:2) kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat

dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi yang sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya

mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar

hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika.

Bastian (dalam Hessel Nogi Tangkilisan, 2005:17) mendefinisikan kinerja

organisasi sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian hasil pelaksanaan tugas

dalam suatu organisasi dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi

organisasi tersebut. Yuwono, dkk (dalam Hessel Nogi Tangkilisan, 2005:175)

juga mengatakan bahwa konsep kinerja organisasi berhubungan dengan berbagai

aktivitas dalam rantai nilai (value chain) yang ada pada organisasi.

John Withmore dalam Lijan Poltak Sinambela (2006:138) mengemukakan

bahwa kinerja merupakan ekspresi potensi seseorang dalam memenuhi


(29)

commit to user

Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara kinerja diartikan sebagai

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi

organisasi. (Joko Widodo, 2005:78-79)

Pengertian kinerja menurut Joko Widodo (2005:79) pada hakikatnya berkaitan

dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam menjalankan apa yang

menjadi wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

kinerja organisasi dapat diartikan sebagai kemampuan organisasi untuk

melaksanakan kegiatan atau aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya dalam

mengoptimalkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi

Kinerja organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di dalam

(internal) maupun di luar (eksternal) organisasi. Yuwono dkk dalam Hesssel Nogi

Tangkilisan menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dominan mempengaruhi

kinerja suatu organisasi meliputi upaya manajemen dalam menerjemahkan dan

menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya

manusia yang dimiliki organisasi, dan kepemimpinan yang efektif (2005:178).

Selanjutnya, Atmosoeprapto dalam Hessel Nogi Tangkilisan (2005:181-182)

mengemukakan kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor


(30)

commit to user

a. Faktor Eksternal yang terdiri dari :

• Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban,

yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara

maksimal,

• Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli

untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem

ekonomi yang lebih besar,

• Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat, yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja

yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.

b. Faktor Internal yang terdiri dari :

• Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi.

• Struktur organisasi, sebagai hasil dari desain antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formalnya.

• Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.

• Budaya organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.


(31)

commit to user

Sedangkan Ruky dalam Hessel Nogi Tangkilisan (2005:180)

mengidentifikasikan faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat

pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut :

a. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan

untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi -

semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi

tingkat kinerja organisasi tersebut;

b. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi;

c. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan

ruang, dan kebersihan;

d. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada

dalam organisasi yang bersangkutan;

e. Kepimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi.

Dalam Mahmudi (2005:21), kinerja merupakan suatu konstruk

multidimensional yang mencakup banyak faktor yang

mempengaruhinya,faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :

a. Faktor personal/ individual, meliputi : pengetahuan, ketrampilan (skill),

kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh

setiap individu ;

b. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan,


(32)

commit to user

c. Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh

rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,

kekompakan dan keeratan anggota tim ;

d. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang

diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam

organisasi ;

e. Faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan

lingkungan eksternal dan internal.

Dari keseluruhan pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ada begitu

banyak faktor yang dianggap mempengaruhi tingkat kinerja yang dapat dicapai

oleh suatu organisasi. Faktor tersebut bisa disebabkan oleh faktor dari luar

organisasi (eksternal) maupun faktor dari dalam organisasi (internal)

C. Pengukuran Kinerja

Kinerja sangat penting untuk dinilai atau diukur agar suatu organisasi atau

program dapat diketahui keberhasilannya. Hal ini sesuai dengan pendapat

Mahmudi (2005:6) bahwa pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk

melakukan penilaian kinerja, yaitu untuk menilai sukses atau tidaknya suatu

organisasi, program atau kegiatan.

Penilaian kinerja, menurut Achmad S. Ruky (2001:158-159), dilakukan pada

akhir periode tertentu yang telah ditetapkan yaitu membandingkan antara hasil


(33)

commit to user

mana yang telah dicapai sepenuhnya, mana yang diatas standar (target) dan mana

yang dibawah target atau tidak tercapai penuh.

Penilaian kinerja akan menimbulkan perbaikan atau peningkatan kinerja karyawan yang kemudian akan berdampak positif pada kinerja organisasi secara

keseluruhan. James B. Whittaker (dalam Hessel Nogi Tangkilisan, 2005:171)

mengemukakan bahwa pengukuran/ penilaian kinerja merupakan suatu alat

manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan

dan akuntabilitas. Penilaian kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian

tujuan dan sasaran (goals and objectives).

Definisi yang dikemukakan Whittaker tersebut tidak berbeda jauh dari definisi

yang tertuang dalam Reference Guide, Province of Alberta,Canada (dalam Hessel

Nogi, 2005:171-172) yang menyebutkan pengukuran kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan

yang telah ditetapkan. Mardiasmo (dalam Hessel Nogi Tangkilisan, 2005:172)

juga mengemukakan bahwa tolak ukur kinerja organisasi publik berkaitan dengan

ukuran keberhasilan yang dapat dicapai oleh organisasi tersebut, karena satuan

ukur yang relevan digunakan adalah efisiensi pengelolaan dana dan tingkat

kualitas pelayanan yang dapat diberikan kepada publik.

Penilaian kinerja dalam International Journal Business Performance Management, Vol 10, No 1, 2008 hal 112 (dalam www.inderscience.com) oleh


(34)

commit to user

“ The performance measurement is the process of quantifying the efficiency and effectiveness of action. A performance measurement system is the set of metrics used to quantify both efficiency and effectiveness actions “.

(terjemahan : pengukuran kinerja adalah proses mengukur efisiensi dan efektivitas tindakan. Sistem pengukuran kinerja adalah himpunan metrik yang digunakan untuk mengukur baik efisiensi dan efektivitas tindakan )

Adapun manfaat penilaian kinerja organisasi dikatakan oleh Bastian (dalam

Hessel Nogi Tangkilisan, 2005:173) akan mendorong pencapaian tujuan

organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan

terus-menerus (berkelanjutan). Pengukuran kinerja tidak dimaksudkan untuk berperan

sebagai mekanisme dalam memberikan penghargaan atau hukuman

(reward/punishment), akan tetapi pengukuran kinerja berperan sebagai alat

komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki kinerja.

Selain itu, penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan dapat digunakan sebagai

ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Untuk organisasi

pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai

seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan

dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja,

maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan

sistematis (Agus Dwiyanto, 2006:47 ).

Ada beberapa tujuan melakukan penilaian kinerja menurut Sedarmayanti

(2009:264), yaitu :


(35)

commit to user

b. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya

penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.

c. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan keryawan seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang/ rencana kariernya, kenaikan

pangkat dan kenaikan jabatan.

d. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan

dan bawahan.

e. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang

kepegawaian, khususnya kinerja karyawan dalam bekerja.

f. Secara pribadi, karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan

lebih memperhatikan dan mengenal bawahan/karyawannya, sehingga

dapat lebih memotivasi karyawan.

g. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian

dan pengembangan di bidang kepegawaian.

Penilaian kinerja merupakan bagian dari sistem manajemen kinerja, yang mana

penerapan sistem manajemen kinerja akan membawa dampak positif bagi sebuah

organisasi, karena dengan melakukan penilaian terhadap kinerja organisasi baik

dari level yang paling rendah maupun level yang tertinggi dalam organisasi, akan

berpengaruh terhadap manajemen organisasi, kepemimpinan, dan juga

meningkatkan kualitas dalam kehidupan kerja karyawan. Hal ini diungkapkan


(36)

commit to user

Performance Management, Vol 10, No 1, 2008 hal 86-98 (dalam

www.inderscience.com) berikut ini :

“When designing and implementing a PM system there are always some impacts on the management, leadership and further on the QWL of the employees. Hence, the successful implementation of a PM system should bring out positive impacts. If the PM system can support the management of the company in leadership and communication, it can enhance for example the employees’ commitment, motivation and possibilities to affect the decision making”.

(terjemahan : ketika merencanakan dan mengimplementasikan sebuah sistem manajemen kinerja selalu berdampak pada manajerial, kepemimpinan dan juga termasuk di dalamnya kualitas kehidupan pekerja (QWL) dari para pekerja. Sehingga keberhasilan dari implementasi sistem manajemen kinerja selalu membawa dampak positif. Jika dalam sistem manajemen kinerja dapat mendukung manajemen di perusahaan dalam hal kepemimpinan dan komunikasi, itu dapat dijadikan contoh sebagai komitman karyawan, motivasi, dan tanggungjawab dalam pengambilan keputusan.

D. Indikator Kinerja

Menurut Bastian (dalam Hessel Nogi Tangkilisan, 2005:175) indikator kinerja

organisasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat

pencapaian sasaran atau tujuan. Bastian mengemukakan beberapa elemen-elemen indikator kinerja antara lain :

a. indikator masukan (inputs), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar

organisasi mampu menghasilkan produknya,baik barang atau jasa, yang

meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya.

b. indikator keluaran (outputs), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung


(37)

commit to user

c. indikator hasil (outcomes), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan

berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).

d. indikator manfaat (benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

e. indikator dampak (impacts), yaitu pengaruh yang ditimbulkan, baik positif

maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang

telah ditetapkan.

Indikator kinerja untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda tergantung pada

tipe pelayanan yang dihasilkan. Selim dan Woodward (dalam Agus Dwiyanto, 2006:52) melihat kinerja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi,

efisiensi, efektivitas, dan persamaan pelayanan. Sedangkan Zeithaml, Pasuraman,

dan Berry (dalam Agus Dwiyanto, 2006:53) mengemukakan bahwa kinerja

pelayanan publik yang baik dapat dilihat melalui berbagai indikator yang sifatnya

fisik.

Wahyudi Kumorotomo (dalam Agus Dwiyanto, 2006:52) menggunakan

beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi

pelayanan publik, antara lain, adalah berikut ini :

a. Efisiensi

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi

pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi


(38)

commit to user

diterapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas, dan

rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.

b. Efektivitas

Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut

tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi,

tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

c. Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang

diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat

kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan

nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut

pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan

sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.

d. Daya tanggap

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta,

organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara

atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria

organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan

secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.

Agus Dwiyanto (2006:50-51) mengemukakan bahwa penilaian kinerja


(39)

indikator-commit to user

indikator yang melekat pada birokrasi itu, seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi

juga harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa,

seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Agus Dwiyanto

mengemukakan lima indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja

birokrasi publik yaitu :

a. Produktifitas

Produktifitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektifitas

pelayanan. Produktifitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara

input dengan output . Konsep produktifitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office ( GAO ) mencoba mengembangkan

satu ukuran produktifitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa

besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.

b. Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam

menjelaskan kinerja organisasi publik. Banyak pandangan negatif yang

terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan

masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik

dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan

indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan

kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai


(40)

commit to user

Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat

diperoleh dari media massa atau diskusi publik. Akibat akses terhadap

informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif

sangat tinggi, maka bisa menjadi suatu ukuran kinerja organisasi publik

yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi

parameter untuk menilai kinerja organisasi publik.

c. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan

mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini

menunjukkan pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan

sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung

mengambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi

dan tujuan, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara

pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan

kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan

organisasi-organisasi publik. Organisasi memiliki responsivitas yang rendah dengan


(41)

commit to user

d. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi

publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang ekspilisit maupun

implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika

berbenturan dengan responsivitas.

e. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjukkan pada seberapa besar kebijakan dan

kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih

oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena

dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan

kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat

digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi

publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Kinerja

organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang

dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian

target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal seperti

nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi

publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam


(42)

commit to user

Berdasarkan beberapa indikator kinerja yang disampaikan tersebut, maka yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah produktivitas, responsivitas, dan

akuntabilitas sebagai indikator kinerja . Ketiga indikator ini dipilih karena dirasa

telah mewakili dari beberapa indikator yang ada. Indikator responsibilitas sudah

tercakup dalam indikator akuntabilitas.

E. Kinerja Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta dalam

menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan Laweyan.

Instansi Pengendalian Lingkungan Hidup adalah Unit Kerja Perangkat Daerah

Kota Surakarta yang menurut tugas dan fungsinya mengendalikan lingkungan

hidup (Perda no 2 tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup pasal 1

poin 5). Pengendalian lingkungan hidup adalah upaya pencegahan dan/ atau

penanggulangan dan/ atau pemulihan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan

melalui kegiatan perencanaan, penataan, pemanfaatan, pengembangan,

pengawasan, dan pemeliharaan. Di Surakarta instansi tersebut adalah Badan

Lingkungan Hidup kota Surakarta.

Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta merupakan instansi pemerintah yang

berperan dalam menanggulangi pencemaran limbah di wilayahnya, dalam

penelitian ini khususnya menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di

Kelurahan Laweyan. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Lingkungan Hidup

harus mampu bekerja secara optimal untuk mewujudkan visi dan misi Badan

Lingkungan Hidup demi menjaga keseimbangan antara manusia dan lingkungan


(43)

commit to user

Kinerja Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta adalah kemampuan yang

dimiliki oleh Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta dalam melaksanakan

tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya dalam menangani pencemaran

lingkungan sehingga tujuan penanggulangan pencemaran air limbah, yaitu

meminimalisir jumlah pencemaran air limbah industri khususnya limbah industri

batik di Kelurahan Laweyan.

Kinerja Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta dapat diidentifikasikan

melalui beberapa indikator kinerja yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan

dalam kegiatan menanggulangi pencemaran air limbah industri batik. Indikator

yang digunakan dalam penelitian ini adalah produktivitas, responsivitas, dan

akuntabilitas. Ketiga indikator ini dipilih karena dirasa telah mewakili dari

beberapa indikator yang ada. Indikator responsibilitas sudah tercakup dalam

indikator akuntabilitas. Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai

batasan-batasan indikator yang telah dipilih tersebut :

a. Produktivitas

Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan

output, artinya perbandingan sejauh mana upaya yang dilakukan dengan hasil yang diperolehnya dalam periode tertentu. Menurut Agus Dwiyanto

(2006:50) konsep produktivitas tidak hanya menyangkut pada tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Selain itu juga harus

memperhitungkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang


(44)

commit to user

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai konsep produktivitas maka

dalam penelitian ini akan menekankan konsep produktivitas pada sejauh

mana upaya yang telah dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup kota

Surakarta dalam menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di

Kelurahan Laweyan. Hal ini dapat diketahui dengan berbagai kegiatan apa

saja yang dilakukan dalam upaya menanggulangi pencemaran air limbah

industri batik di Kelurahan Laweyan dan apakah hasilnya sesuai dengan

target yang telah ditetapkan.

b. Responsivitas

Responsivitas merupakan salah satu konsep yang digunakan sebagai

indikator untuk menilai kinerja. Responsivitas ini merupakan daya tanggap

yang dimiliki suatu organisasi terhadap suatu permasalahan.

Responsivitas menurut Dilulio dalam Agus Dwiyanto (2006:62)

adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,

menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan

program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi

masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini

mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan

aspirasi, serta tuntutan pengguna jasa. Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan

dari suatu organisasi . Organisasi yang memiliki responsivitas yang rendah

dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. (Osborne & Plastrik


(45)

commit to user

Responsifitas menurut Agus Dwiyanto (2006:63) dalam

operasionalisasinya dijabarkan menjadi beberapa indikator yaitu :

(1) terdapat tidaknya keluhan pengguna jasa selama satu tahun terakhir ;

(2) sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa

(3) penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi bagi

perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa mendatang;

(4) berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan

pelayanan pada pengguna jasa ; serta

(5) penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem

pelayanan yang berlaku.

Responsivitas disini menunjukkan pada keselarasan antara program

dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Responsivitas secara tidak langsung menggambarkan kemampuan

organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah

menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan

organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas yang rendah

dengan sendirinya memiliki kinerja yang buruk. Sebuah organisasi publik

harus mempunyai responsivitas yang tinggi terhadap apa yang menjadi

permasalahan, kebutuhan, keluhan dan aspirasi masyarakat. Organisasi


(46)

commit to user

berusaha semaksimal mungkin memenuhinya. Organisasi dapat

menangkap masalah yang dihadapi publik dan berusaha untuk mencapai

solusinya. Sehingga dengan demikian dibutuhkan sumber daya manusia

yang memadai dan peka agar dapat lebih mengenali aspirasi masyarakat

serta dapat memberikan solusi terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat.

Sebagai salah satu instansi pemerintah Badan Lingkungan Hidup kota

Surakarta harus memiliki responsivitas yang tinggi agar kinerja baik.

Responsivitas pada Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta dalam

menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan

Laweyan dapat diketahui dengan sejauh mana instansi tersebut merespon,

mengatasi, menjawab dan memberikan solusi yang tepat sesuai dengan

aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam permasalahan pencemaran air

limbah industri batik di Kelurahan Laweyan.

c. Akuntabilitas

Akuntabilitas dalam penyelenggaraan publik menurut Agus Dwiyanto

(2006:57) adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat

kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau

norma eksternal yang ada dimasyarakat atau yang dimiliki oleh para

Stakeholders . nilai dan norma pelayanan yang berkembang dalam masyarakat tersebut, diantaranya meliputi transparasi pelayanan , prinsip

keadilan jaminan penegakan hukum, hak asasi manusia, dan orientasi


(47)

commit to user

Menurut Wahyudi Kumorotomo (2005:3-4) akuntabilitas diartikan

sebagai ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi publik atau

pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan

nilai-nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan publik tersebut

mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat sesungguhnya.

Dalam Mahmudi (2005:9) akuntabilitas publik terdiri dari dua macam,

yaitu (1) akuntabilitas vertikal dan (2) akuntabilitas horizontal.

Akuntabilitas vertikal adalah akuntabilitas kepada otoritas yang lebih

tinggi, misalnya akuntabilitas kepala dinas kepada bupati atau walikota,

menteri kepada presiden, kepala unit kepada kepala cabang, kapala cabang

kepada CEO, dan sebagainya. Akuntabilitas horizontal adalah

akuntabilitas kepada publik secara luas atau terhadap sesama lembaga

lainnya yang tidak memiliki hubungan atasan-bawahan.

Dalam penelitian ini, akuntabilitas sebagai kriteria untuk mengetahui

sejauh mana Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta bertanggungjawab

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan nilai dan norma yang ada

dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki tingkat

akuntabel, jika kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan


(48)

commit to user

F. Kerangka Pemikiran

Pencemaran air adalah masuknya limbah ke dalam air yang mengakibatkan

fungsi air turun, sehingga tidak mampu lagi mendukung aktivitas manusia dan menyebabkan timbulnya masalah penyediaan air bersih. Bagian terbesar yang

menyebabkan pencemaran air adalah limbah cair dari industri, disamping limbah

padat berupa sampah domestik.

Sesuai dengan isi PP No 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air. Pemerintah adalah pihak yang memiliki wewenang

untuk melakukan pencegahan pencemaran air. Namun dalam kenyataan di

lapangan menunjukkan bahwa masih banyak terjadi pelanggaran terhadap

peraturan-peraturan yang berkaitan dengan permaslahan pengelolaan kualitas air

ini sehingga diperlukan adanya penanganan yang serius dari Pemerintah Kota Surakarta. Penanganan yang serius ini dibuktikan dengan kinerja maksimal dari

Badan Lingkungan Hidup. Dalam penelitian ini membahas kinerja Badan

Lingkungan Hidup Surakarta dalam menanggulangi pencemaran air limbah

industri batik di Kelurahan Laweyan.

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja Badan

Lingkungan Hidup Surakarta dalam penanggulangan pencemaran air limbah

industri batik di Kelurahan Laweyan yaitu produktivitas, responsivitas dan akuntabilitas. Ketiga indikator ini dipilih karena dirasa telah mewakili dari

beberapa indikator yang ada. Indikator responsibilitas sudah tercakup dalam


(49)

commit to user

Indikator produktivitas dalam penelitian ini menekankan konsep produktivitas

pada sejauh mana upaya yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Kota

Surakarta dalam menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di

Laweyan. Hal ini dapat diketahui dengan berbagai program atau kegiatan apa saja

yang telah dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta dalam upaya

menggulangi pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan Laweyan dan

apakah hasilnya sudah sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

Responsivitas Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta dalam menanggulangi

pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan Laweyan dapat diketahui

dengan sejauh mana organisasi tersebut merespon, menanggapi, menjawab dan

memberikan solusi yang tepat terhadap keinginan-keinginan masyarakat dalam

permasalahan pencemaran air limbah industri batik.

Akuntabilitas Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta dalam menanggulangi

pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan Laweyan ditekankan pada

sejauh mana Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta bertanggungjawab dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan nilai dan norma yang ada dalam

masyarakat baik kepada pemerintah maupun kepada masyarakat.

Dari indikator-indikator tersebut, maka akan diperoleh gambaran mengenai

bagaimana kinerja Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta dalam menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan Laweyan, serta

akan diuraikan juga faktor-faktor yang menghambat dan yang mendukung yang


(50)

commit to user

pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan Laweyan. Adapun alur

kerangka pemikiran yang digunakan dapat dilihat pada bagan sebagai berikut :

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berpikir

Badan Lingkungan

Hidup kota Surakarta

Pencapaian tujuan teratasinya permasalahan pencemaran air limbah industri

batik di Kelurahan

Laweyan Kinerja Penanggulangan

Pencemaran Air Limbah Industri Batik di Kelurahan Laweyan

• Produktivitas • Responsivitas • Akuntabilitas

• Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat (dari pihak Badan Lingkungan Hidup maupun dari pihak masyarakat)


(51)

commit to user

BAB III Metodologi Penelitian

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bermaksud memberikan

gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta tertentu.

Arah kajian penelitian kualitatif adalah pada perilaku manusia sehari-hari dalam

keadaan rutin secara apa adanya. Berdasarkan arah kajiannya penelitian ini

dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai kinerja Badan

Lingkungan Hidup dalam menanggulangi pencemaran air limbah industri batik di

wilayah Surakarta khususnya diKelurahan Laweyan. Karena penelitian ini

berusaha untuk menggambarkan, menafsirkan dan menganalisis kinerja Badan

Lingkungan Hidup kota Surakarta dalam menanggulangi pencemaran air limbah

industri batik di Kelurahan Laweyan, maka penelitian ini dikategorikan sebagai

bentuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan

keadaan fenomena sosial tertentu.

B. Lokasi penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Laweyan dan dilakukan di

Badan Lingkungan Hidup Surakarta. Adapun pemilihan lokasi tersebut karena :

a. Banyaknya industri batik di Kelurahan Laweyan yang membuang

limbah batiknya ke sungai yang telah menyebabkan terjadinya

pencemaran menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, sebab


(52)

commit to user

b. Badan Lingkungan Hidup merupakan Badan atau Lembaga

pemerintahan yang diberi kewenangan oleh pemerintahan di bidang

perlindungan lingkungan hidup.

C. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari informan yang memahami

permasalahan penelitian.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau data yang

diperoleh selain dari sumber data primer. Penelitian yang

memanfaatkan data sekunder ini tidak perlu hadir, kapan dan dimanapun data tersebut dikumpulkan (tidak dibatasi oleh ruang dan

waktu).

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Wawancara

Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini diperlukan teknik

wawancara, yang dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan


(53)

commit to user

pertanyaan langsung kepada informan. Disini peneliti menggunakan

pedoman wawancara sebagai kegiatan bertanya lebih terarah.

b. Observasi

Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang

berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda serta rekaman gambar.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mencari,

mengumpulkan, dan mempelajari dokumen yang relevan dengan

penelitian berupa arsip, laporan, peraturan, dokuman, dan literatur

lainnya.

E. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, maka teknik pengambilan sampel dilakukan secara selektif dengan menggunakan pertimbangan secara

teoritis, keinginan dari peneliti, karakteristik empiris, serta kebutuhan dan tujuan

penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penarikan sampel yaitu purposive

samplingatau sampel bertujuan, dimana peneliti cenderung menggunakan atau memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber

data yang mantap dan mengetahui permasalahannya secara lengkap tanpa

didasarkan pada strata maupun random, tetapi lebih ditekankan pada tujuan


(54)

commit to user

F. Validitas Data

Untuk menentukan keabsahan atau validitas data, peneliti menggunakan

teknik pemeriksaan trianggulasi yaitu teknik pemeriksaan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

pembanding terhadap data itu (Lexy J. Moloeng 2004:178). Ada 4 macam

trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang menggunakan pemanfaatan sumber,

metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini, trianggulasi yang digunakan

adalah trianggulasi sumber yang berarti membandingkan dan mengecek balik

informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda. Ini dilakukan

dengan dengan cara membandingkan data hasil wawancara dengan isi suatu

dokumen yang berkaitan. Dengan demikian data yang satu akan dikontrol oleh

data yang sama dari sumber lain.

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif pada dasarnya proses analisis dilakukan

bersamaan dengan proses pelaksanaan pengumpulan data. Model yang digunakan

adalah model analisis yang dilakukan apabila inti data sudah diperoleh. Kemudian

dilakukan penafsiran data dimana penulis mengungkapkan dalam bentuk

uraian-uraian dan penjelasan lainnya yang pada akhirnya dapat diambil

kesimpulan-kesimpulan serta saran-saran sesuai dengan penelitian ini.

Dalam metode interaktif ini terdapat tiga komponen analisis, yaitu : reduksi


(55)

commit to user

bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus.

(H.B. Sutopo, 2002:91) Pengertian dari tiga komponen tersebut adalah :

a. Reduksi Data

Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi

data yang ada dalam fieldnote. Proses ini berlangsung terus sepanjang

pelaksanaan riset, yang dimulai bahkan sebelum riset dilakukan.

Reduksi dimulai sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka

kerja konseptual, pemilihan kasus, pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan, dan tentang cara pengumpulan data yang dipakai. Pada saat

pengumpulan data berlangsung, reduksi data berupa singkatan, coding,

memusatkan tema, membuat batas permasalahan, dan menulis memo.

Proses reduksi ini berlangsung sampai penelitian berakhir.

b. Penyajian Data

Yaitu suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan

kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan melihat suatu penyajian data,

peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan kemudian mengerjakan

sesuatu pada analisis atau tindakan lain berdasarkan penelitian tersebut.

Susunan penyajian data yang baik dan jelas sistematikanya akan banyak

menolong peneliti sendiri.

c. Penarikan kesimpulan

Pada awal pengumpulan data, peneliti harus sudah mengerti apa arti dan

hal-hal yang ia temui dalam melakukan pencatatan peraturan, pokok


(56)

commit to user

proposisi-proposisi. Aktivitas antara ketiga komponen tersebut

dilaksanakan dalam bentuk interaktif dalam proses pengumpulan data

dalam suatu proses siklus. Peneliti bergerak diantara 3(tiga) komponen

analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

Ketiga komponen tersebut sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada

saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk

sejajar.

Untuk lebih jelasnya proses tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 3.1

Skema Model Analisis Interaktif(H.B Sutopo, 2002:96)

Pengumpulan Data

Penarikan Kesimpulan


(57)

commit to user

H. Deskripsi Wilayah

1. Profil Umum Kelurahan Laweyan

a. Letak dan Luas Wilayah

Kelurahan Laweyan, yang juga dikenal sebagai Kampung Batik

Laweyan merupakan pusat industri batik tradisional di Indonesia.

Kelurahan Laweyan berada kira-kira 15km di pinggiran sebelah barat

daya kota Surakarta, posisinya yang sangat strategis menjadikan

Kelurahan Laweyan sebagai daerah yang menghubungkan daerah

kawasan luar kota, khususnya wilayah Kartasura dan Sukoharjo.

Kelurahan Laweyan termasuk dalam kecamatan Laweyan.

Batas-batas wilayah Kelurahan Laweyan adalah :

Sebelah Utara : Kelurahan Sondakan Sebelah Timur : Kelurahan Bumi

Sebelah Selatan : Sungai Jenes dan Kabupaten Sukoharjo

Sebelah Barat : Kelurahan Pajang dan Kabupaten Sukoharjo

Luas wilayah Kelurahan Laweyan adalah sekitar 24.830 Ha yang

terbagi menjadi 2 lingkungan yaitu 3 RW (Rukun Warga) dan 16 RT

(Rukun Tetangga).Terdiri dari 20,56 Ha tanah pekarangan dan

bangunan,sedang yang berupa sungai,jalan,tanah terbuka dan kuburan

luasnya 4,27 Ha. Apabila dilihat dari struktur kota Surakarta, kawasan


(58)

commit to user

dilewati oleh Sungai Jenes, Sungai Jenes terletak di bagian selatan

kota Surakarta yang merupakan anak sungai Premulung yang mengalir

menuju muara sungai Pepe.

b. Sejarah Kelurahan Laweyan

Kelurahan Laweyan atau Kampung Laweyan sudah ada sejak tahun

1500 sebelum masehi. Dan sejak kerajaan Pajang, Laweyan yang

berasal dari kata Lawe (bahan sandang) telah menjadi pusat

perdagangan bahan sandang seperti kapas dan aneka kain. Laweyan

semakin pesat ketika Kyai Ageng Henis (keturunan Brawijaya V) dan

cucunya yaitu Raden Ngabehi Lor Ing Pasar/ Sutawijaya yang kelak

menjadi raja pertama Mataram bermukim di Laweyan tahun 1546 M.

Kyai Ageng Henislah yang kemudian mengajarkan cara membuat

batik kepada masyarakat Laweyan.

Lama kelamaan Laweyan berkembang menjadi pusat industri batik

sejak jaman kerajaan Mataram. Dulu para saudagar batik yang tinggal

di Laweyan membangun rumah besar-besar dengan tembok

menjulang. Para juragan batik juga membangun lorong atau jalan

rahasia di dalam rumah mereka menuju rumah juragan batik lainnya di

Laweyan. Kabarnya ketika itu mereka bersikap berseberangan dengan

pihak keraton. Sehingga lewat jalan-jalan rahasia mereka bisa leluasa

melakukan pertemuan-pertemuan dengan sesama saudagar batik untuk


(59)

commit to user

Pada sebelum kemerdekaan kampung Laweyan memegang peranan

yang sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, di

Laweyan ini pada tahun 1911 muncul organisasi politik yang bernama

Sarekat Dagang Islam ( SDI ) yang didirikan oleh KH. Samanhudi,

dalam bidang ekonomi para pedagang batik di Laweyan juga

memelopori pergerakan koperasi dengan mendirikan Persatoean

Peroesahaan Batik Boemiputra Soerakarta ( PPBBS ) pada tahun

1935.

c. Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Laweyan

Mayoritas Mata Pencaharian penduduk di Kampung Laweyan

sebagian besar adalah pedagang batik ini semua berkat jasa Kyai

Ageng Henis, selain menyebarkan agama, Kyai Ageng Henis juga

mengajarkan masyarakat laweyan bagaimana caranya membuat batik. Jadilah Laweyan yang dulunya hanya memproduksi kain tenun kini

berubah menjadi produsen batik. Kampung Laweyan adalah sentra

batik yang terkenal di Kota Solo. Mayoritas penduduk di kampung ini

bekerja sebagai pengrajin batik. Batik-batik itu dipajang langsung di

depan rumah mereka yang disulap menjadi ruang pamer atau butik.

Ada yang terlihat mewah ada pula yang sederhana. Tapi nuansa kuno

tetap dipertahankan sampai sekarang. Selain itu penduduk Laweyan

juga ada yang menjadi karyawan pabrik, supir becak, supir angkot dan


(60)

commit to user

d. Bentuk Arsitektur Pemukiman Penduduk Kelurahan

Laweyan

Dalam perkembangannya sebagai salah satu usaha untuk lebih

mempertegas eksistensinya sebagai kawasan yang spesifik, corak

bangunan di laweyan banyak di pengaruhi oleh gaya arsitektur Eropa

dan Islam, sehingga banyak bermunculan bangunan yang bergaya

arsitektur jawa-eropa dengan bentuk yang sederhana beroreintasi

kedalam, fleksibel, berpagar tinggi lengkap dengan lantai yang

bermotif karpet khas timur tengah. Keberadaan beteng tinggi ini yang

banyak memunculkan gang gang sempit dan merupakan ciri khas

laweyan, selain untuk keamanan,juga merupakan bentuk usaha para

pedagang batik ini untuk menjaga privacy dan aman dari tindakan

pencurian. Pemukiman di kampung Laweyan terdiri dari dua kelompok besar,kelompok tersebut terbentuk berdasarkan kesamaan

etnis dan mata pencaharian, penduduk Laweyan sebagian besar di

dominasi oleh keturunan Jawa yang mempunyai pekerjaan sebagai

juragan batik.

Kampung Laweyan sebagai pemukiman tradisional, kawasannya

terbentuk dari butiran massa yang saling berdekatan membentuk jalan

lingkungan yang relatif sempit. Massa banguna milik juragan batik

sebagian besar terdiri dari massa bangunan besar dan sedang,


(61)

commit to user

beteng. Adapun massa bangunan kecil jumlahnya lebih sedikit dari

sebagian besar milik pekerja batik

2. Gambaran Umum Badan Lingkungan Hidup kota Surakarta

a. Umum

Dengan berlakunya Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah maka terjadi perubahan pemerintahan yang

semula sentralistik menjadi pemerintahan desentralistik dan

demokratis serta sekaligus mendorong untuk perwujudan sistem

pemerintahan yang Good Governance. Kewenangan berdasarkan

Undang-Undang no 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

menegaskan bahwa urusan pengendalian lingkungan hidup marupakan

urusan wajib daerah inti yang terkandung dalam pengendalian

lingkungan hidup ini adalah upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan pencemaran atau kerusakan lingkungan melalui kegiatan

perencanaan, pengawasan dan pemeliharaan.

Sejak memasuki era otonomi daerah yang salah satu tujuannya

adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan

pembangunan. BLH sebagai salah satu unsur pelaksana pemerintah

daerah mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang lingkungan hidup. Terlebih lagi pada saat

sekarang dimana kita berada pada era globalisasi yang menuntut

selalu peka terhadap perubahan lingkungan dan pembangunan. Untuk


(62)

commit to user

Surakarta demi terwujudnya kota Surakarta sebagai kota budaya yang

bertumpu pada potensi perdagangan, jasa, pariwisata, dan olah raga

maka BLH selalu berusaha memberikan pendampingan dalam rangka

mengendalikan lingkungan hidup di Surakarta agar tidak terjadi

kerusakan lingkungan.

b. Visi

”Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diselenggarakan dengan asas

tanggung jawab Negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat untuk

mewujudkan pembangunan Kota Surakarta yang berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan hidup untuk meningkatkan derajat kesehatan

dan kesejahteraan masyarakat.”

c. Misi

Guna menjabarkan visi yang telah ditetapkan, maka misi yang akan ditempuh harus bertumpu pada tupoksi dan peraturan-peraturan yang

berlaku di bidang lingkungan hidup.

Adapun Misi Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta adalah :

1. Pengelolaan lingkungan hidup yang bertumpu pada keselarasan,

keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan

hidup.

2. Pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana dan terkendali

dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan

lingkungan.


(63)

commit to user

4. Peningkatan pengendalian dan pemantauan sumber-sumber

pencemaran lingkungan.

5. Penataan dan penambahan vegetasi kota di ruang terbuka hijau.

6. Peningkatan dan pengembangan pelayanan prima dalam rangka

penggalian potensi sumber-sumber PAD.

d. Tugas Pokok

Tugas Pokok (Berdasarkan Perda No. 6 tahun 2008 tentang

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota

Surakarta), Badan Lingkungan Hidup mempunyai tugas pokok

menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di

bidang lingkungan hidup.

e. Fungsi :

1. Penyelenggarakan kesekretariatan badan

2. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan

pelaporan

3. Pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan

4. Pemantauan dan pemulihan lingkungan

5. Pematuhan hukum lingkungan dan pengembangan kapasitas

6. Penyelenggaraan sosialisasi

7. Pembinaan jabatan fungsional

f. Susunan organisasi Badan Lingkungan Hidup terdiri dari : 1. Kepala Badan


(1)

commit to user

pengawasan Badan Lingkungan Hidup memberi bantuan terhadap pelaksanaan pengolahan limbah kepada industri yang belum melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, terkait dengan penertiban petugas memberikan waktu bagi industri untuk untuk memperbaiki apa yang tidak sesuai tersebut sebelum diberi surat peringatan tertulis. Sementara itu responsivitas terhap masyarakat umum juga cukup baik dengan adanya peran serta dari masyarakat dalam memberikan saran, pertimbangan bahkan keluhan. Petugas juga akan menindaklanjuti laporan dari masyarakat tentang pencemaran yang terjadi dan kemudian mengadakan pemantauan.

3. Akuntabilitas

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan penanggulangan pencemaran oleh Badan Lingkungan Hidup sudah sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan anggaran kegiatan yang jelas, tetapi pertanggungjawaban Badan Lingkungan Hidup kepada pemerintah belum memperoleh hasil yang maksimal karena masih terjadi beberapa kasus pencemaran. Sedangkan pertanggungjawaban terhadap masyarakat dalam kegiatan penyuluhan sudah baik hanya saja pada pengawasan dan penertiban kurang maksimal sehingga masih terjadi pelanggaran dan masyarakat umum yang menjadi korban pencemaran.

Dari hasil penelitian di atas juga ditemukan adanya faktor-faktor yang mendukung maupun menghambat dalam kinerja penanggulangan pencemaran air limbah industri batik. Faktor-faktor itu adalah :


(2)

commit to user

a. Faktor Pendukung

Dari pihak Badan Lingkungan Hidup, perhatian pemerintah yang sangat besar terhadap perkembangan industri batik di Surakarta dan segala sesuatu yang terlibat di dalamnya memotivasi Badan Lingkungan Hidup untuk meningkatkan kinerja dalam menanggulangi pencemaran air limbah industri batik. Adanya pelatihan-pelatihan yang diadakan baik oleh instansi pemerintah atau non pemerintah yang diikuti oleh petugas Badan Lingkungan Hidup berguna untuk meningkatkan kualitas petugas Badan Lingkungan Hidup. Sedangkan dari pihak masyarakat, antusiasme masyarakat dalam kegiatan penyuluhan merupakan awal yang baik, dari masyarakat sudah ada peningkatan kesadaran terhadap lingkungan hidup. b. Faktor Penghambat

Dari pihak Badan Lingkungan Hidup terbatasnya dana dan kurangnya kualitas petugas menghambat kinerja Badan Lingkungan Hidup untuk meningkatkan kinerja untuk mencapai hasil yang maksimal. Kurangnya anggaran menyebabkan kegiatan penanggulangan pencemaran minim dilakukan karena disesuaikan dengan anggaran yang ada. Terbatasnya jumlah petugas tidak sebanding dengan jumlah industri yang ada, pengetahuan dan ketrampilan petugas juga belum memadai.

Dari pihak masyarakat, masyarakat pelaku industri terkadang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup dalam pelaksanaan kegiatan industri mereka. Pencemaran dan perusakan lingkungan bisa diminimalisir bahkan dicegah jika pemilik industri menggunakan alat-alat pengendali


(3)

commit to user

pencemaran, namun penggunaan alat-alat ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, hal inilah yang membuat pelaku industri enggan menggunakan alat pengendali pencemaran.

Dari keseluruhan tersebut di atas dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :

1. Sikap petugas dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan pencemaran khususnya pencemaran air limbah industri batik sudah cukup baik, namun masih terdapat pelaku industri yang tidak peduli terhadap kegiatan.

2. Secara umum pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan penanggulangan sudah cukup baik, namun masih saja terjadi pelanggaran. Hal ini karena pengawasan yang kurang maksimal karena jumlah petugas yang kurang memadai.

3. Pembangunan IPAL komunal di Kelurahan Laweyan pada dasarnya untuk mencegah permasalahan pencemaran karena limbah dari produksi batik di Kelurahan Laweyan, namun hasil dari pengolahan limbah oleh IPAL komunal sendiri belum memenuhi ketentuan yang ditetapkan pemerintah, IPAL komunal belum dapat diikuti oleh semua UKM yang masih aktif berproduksi di Kelurahan Laweyan sehingga masih ada limbah yang tidak melalui proses pengolahan terlebih dahulu.

4. Penegakan terhadap PP No. 82 Tahun 2001 belum dilaksanakan secara optimal oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan kegiatan


(4)

commit to user

penertiban, dimana belum diterapkannya secara tegas sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku industri. Dalam peraturtan ini tertulis bahwa “Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin” pasal 38 ayat 1 dan salah satu syarat yang terdapat dalam perijinan adalah kewajiban untuk mengolah limbah. Sebagaimana yang tertulis “Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan kewajiban untuk mengolah limbah” Pasal 38 ayat 2 (1).

5. Dilihat dari monitoring sungai tahun 2007-2009 menunjukkan terjadinya tingkat pencemaran yang cukup tinggi terhadap kandungan zat kimia di dalam air sungai, hal ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah menanggulangi pencemaran belum menunjukkan hasil yang optimal. Namun hal ini bukan hanya karena kinerja Badan Lingkungan Hidup yang kurang, namun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor dari luar organisasi. Diantaranya adalah kesadaran pelaku industri, mereka enggan mengolah limbah sisa produksinya karena membutuhkan proses yang rumit dan dana yang besar.

B. Saran

Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan, maka dapat diberikan beberapa masukan sebagai rekomendasi terhadap pelaksanaan kegiatan penggulangan


(5)

commit to user

pencemaran air limbah industri batik di Kelurahan Laweyan diwaktu-waktu berikutnya. Rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Produktivitas dari kegiatan pengawasan dan penertiban perlu ditingkatkan. Pengawasan yang dilakukan selama ini hanya 3 sampai 4 kali dalam setahun dan 1 atau 2 kali dalam setahun untuk industri kecil hal ini tentu kurang efektif, untuk itu pengawasannya perlu diintensifkan dengan mengadakan pengawasan yang lebih sering. Kegiatan penertiban memerlukan tindakan yang lebih tegas terhadap pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang ada.

2. Akuntabilitas Badan Lingkungan Hidup terhadap masyarakat perlu ditingkatkan karena dari pelanggaran yang dilakukan pemilik industri, masyarakatlah yang terkena dampaknya.

3. Perlu adanya solusi yang lain dalam pengolahan limbah selain IPAL komunal, karena IPAL komunal belum dapat diikuti seluruh UKM batik di Kelurahan Laweyan yang masih aktif berproduksi.

4. Badan Lingkungan Hidup perlu merubah cara berproduksi para pelaku industri batik di Laweyan dengan mencontoh para pelaku industri batik di Kauman, yaitu merubah bahan baku pewarna batik dari yang menggunakan pewarna kimia diganti memakai pewarna soga yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga sisa limbahnya tidak berbahaya bagi lingkungan.


(6)

commit to user

5. Perlu di tingkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga di luar pemerintah yaitu LSM untuk turut serta dalam mengawasi dan memantau pencemaran lingkungan.

6. Perlu adanya kompensasi bagi masyarakat yang terkena dampak pencemaran industri batik di Kelurahan Laweyan.