Peran Rokok Terhadap Kadar Protein Total pada Saliva Pria Perokok dan Non-perokok dengan Bradford Assay

(1)

PERAN ROKOK TERHADAP KADAR PROTEIN

TOTAL SALIVA DENGAN

BRADFORD ASSAY

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH

Sari Dewi Apriana Nasution

1112103000016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 08 Oktober 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, yang telah menjadi contoh teladan bagi penulis dalam menjalankan kehidupan. Laporan penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya karena adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. DR. Arif Sumantri S.K.M., M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan kepada penulis selama menempuh pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. drg. Laifa Annisa Hendarrmin, Ph.D selaku pembimbing 1 dan PJ Laboratorium Riset yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dari awal melakukan penelitian hingga menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.

4. dr. Fikri Mirza P, Sp.THT-KL selaku pembimbing 2 yang telah memberikan masukan dalam penulisan proposal penelitian dan telah mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.

5. dr. Nouval shahab, Sp.U,Ph.D,FICS,FACS selaku penanggung jawab modul riset PSPD 2012 yang selalu memberikan arahan dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini.


(7)

vii

6. Ibu Endah Wulandari, S. Si, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biokimia, dan Ibu Zeti Harriyati, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biologi yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium.

7. Mbak Lilis, Mbak Ai, Mbak Suryani dan laboran-laboran lain telah yang memberikan bantuan kepada penulis dalam pengambilan data.

8. Seluruh responden riset ob kampus para ojek ciputat dan karyawan bank mandiri dan Karyawan UT yang telah bersedia menjadi sampel pada penelitian ini.

9. Kedua orang tua, ayah tercinta H.Syahrial Arianto Nasution dan bunda tercinta Hj. Sarinawita Nasution SH,S.pd dan Neni Susanti yang selalu memberikan do’a dan semangat kepada saya, dukungan yang tidak pernah putus. Terimakasih atas segala kebaikan dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis dan dukungan selama menjalani proses pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Kepada nenek tercinta Hj.Meini dan ibu tercinta Fitria Astuti Nasution yang telah memberikan dukungan yang tidak pernah putus, doa-doa yang selalu dipanjaatkan, serta dorongan dan semangat kepada penulis melaksanakan penelitian.

11.Serta adek tercinta Rahmad Syah Nasution dan Muhammad Egi Adriansyah Nasution serta seluruh keluarga besar yang selalu bisa memberikan saya semangat dan dukungan.

12.Sahabat tercinta Reni Dwi Parihat, Imtiyazi Nabila dan Melia Fatrani Rufaidah atas dukungan do’a semangat dan dukungan yang penuh untuk penyelesaian penelitian ini.

13.Teman-teman satu kelompok penelitian, M.Reza Syahli, Nabila Syifa, Abqoriyatu Zahra, dan Faruq Yufariqqu.Terimakasih atas kerjasama, semangat pantang menyerah, serta dukungan selama melakukan penelitian ini .

14.Teman-teman kontrakan BH, Ubat Gendut, Nurul Syahli, Hanifia Zombi, Imi sicimi atas canda tawa serta dukungan selama menjalani pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

15.Seluruh teman seperjuangan PSPD 2012 Together Better Stonger serta OFFICIAL CIMSA UIN (Cilukba) 2014-2015 yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu, semoga kita semua bisa lulus bersama. Dan seluruh pihak yang telah


(8)

viii

banyak membantu saya baik secara langsung maupun tidak langsung yang mungkin tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Sungguh tiada daya upaya yang dapat saya lakukan, saya berharap semoga Allah SWT dapat membalas segala kebaikan semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam penyelesaian laporan penelitian ini. Dan semoga laporan penelitian yang saya tuliskan ini dapat bermanfaat bagi penulis secara khusus dan bagi pembaca serta masyarakat dan dalam pengembangan keilmuan secara umum.

Ciputat, 08 Oktober 2015


(9)

ix ABSTRAK

Sari Dewi Apriana Nasution. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran Rokok Terhadap Kadar Protein Total pada Saliva Pria Perokok dan Non-perokok dengan Bradford Assay.

Tujuan: Penelitian untuk melihat peran rokok terhadap kadar protein total pada saliva pria perokok saliva pria non-perokok. Metode: Penelitian ini melibatkan 86 partisipan yang dibagi menjadi dua kelompok pria perokok dan non-perokok, sebagai kontrol. Seluruh partisipan melewati tahap pemeriksaan fisik gigi dan mulut oleh dokter gigi dan pengumpulan saliva yang tidak distimulasi. Pengukuran kadar protein total pada saliva dilakukan dengan menggunakan Bradford assay. Hasil:

Parameter klinis dari kesehatan gigi dan mulut (OHIS, PI, CI, dan GI,) lebih tinggi pada kelompok perokok dibanding non-perokok. Kadar protein total secara signifikan (p<0.05) lebih rendah pada saliva perokok dibanding non-perokok.

Kesimpulan: Merokok kemungkinan besar dapat mempengaruhi kesehatan mulut dan kadar protein total saliva; hal ini dapat mengarah kepada keadaan patologis.

Kata kunci: merokok, saliva, kadar protein total, kesehatan mulut

ABSTRACT

Sari Dewi Apriana Nasution. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran Rokok Terhadap Kadar Protein Total pada Saliva Pria Perokok dan Non-perokok dengan Bradford Assay.

Objective: The aim of this study is to observe the effect of cigarette to the salivary total protein level in male smokers and non-smokers. Methods: The study comprised of 86 subjects divided into two group between male smokers and non-smokers, as a control group. All participants completed the physical examination of mouth and teeth by the dentist and unstimulated whole saliva were collected. Measurement of salivary total protein level were done using the Bradford assay. Results: The clinical parameters of oral health (OHIS, PI, CI,and GI) were higher in smokers than smokers. Salivary total protein level was significantly lower in smokers than non-smokers (p< 0.05). Conclusions: Tobacco smoking altered the oral condition and salivary total protein level, thus, can lead to pathological diseases.


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis... ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.4.1 Tujuan Umum ... 3

1.4.2 Tujuan Khusus ... ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.5.1 Manfaat bagi Peneliti ... 3

1.5.2 Manfaat bagi Masyrakat... ... 3

1.5.3 Manfaat bagi Civitas Akademik UIN ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4


(11)

xi

2.1.1 Saliva ... 4

2.1.1.1 Defenisi dan Fungsi Saliva ... 4

2.1.1.2 Anatomi Kelenjar Saliva ... 5

2.1.1.2.1 Kelenjar Saliva Mayor... ... 6

2.1.1.2.2 Kelenjar Saliva minor... ... 7

2.1.1.3 Komponen Saliva ... 8

2.1.1.4 Sekresi Saliva... ... 10

2.1.1.5 Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma Manusia ... 13

2.1.2 Tembakau dan Rokok ... 14

2.1.2.1 Definisi dan Jenis Tembakau dan Rokok... .. 14

2.1.2.2 Klasifikasi Perokok ... 15

2.1.2.3 Kandungan Rokok ... 16

2.1.1.4 Efek Merokok Tembakau terhadap Saliva .... 18

2.1.1.5 Efek Rokok terhadap Kaesehatan Gigi dan Mulut ... 20

2.1.3 Protein... ... 24

2.1.4 Coomassie Dye-Binding Assay (Bradford Assay)... .. 25

2.2Kerangka Teori... ... 27

2.3 Kerangka Konsep ... 28

2.4 Definisi Operasional ... 29

Bab 3. METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Desain Penelitian ... 32

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

3.3 Kriteria Subjek Penelitian ... 32

3.4 Besar Sampel Penelitian ... 33

3.5 Alat dan Bahan Penelitian... 34


(12)

xii

3.7 Manajemen dan Analisis Data ... 37

3.8 Alur Penelitian ... 38

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Hasil Penelitian ... 39

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 39

4.1.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian 41

4.1.3 Konsentrasi Protein Total pada Saliva Subjek Penelitian ... 41

4.2 Pembahasan ... 42

4.3 Aspek Keislaman... ... 44

BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Simpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Kelenjar Saiva. ... 7

Gambar 2.2. Pengaturan Sekresi Saliva melalui Saraf... 10

Gambar 2.3. Kontrol Sekresi Saliva... 12

Gambar 2.4. Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma ... 13

Gambar 2.5. Tingkatan Struktur Protein... ... 24

Gambar 2.6. Ikatan Peptida antara Dua Asam Amino... ... 25

Gambar 3.1. Pemeriksaan Gigi dan Mulut ... 35

Gambar 3.2. Sentrifugasi Sampel Saliva ... 35

Gambar 3.3. Larutan PSMF ... 35

Gambar 3.4. Alat Vortex ... 36

Gambar 3.5. Microplate ... 36

Gambar 3.6. Reagen Bradford ... 37

Gambar 3.7. Perubahan Warna Sampel Protein ... 37


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kelenjar Saliva beserta Jenis Histologik Sekresi Presentase

Saliva ... 7

Tabel 2.2. Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated Saliva ... 8

Tabel 2.3. Kriteria Pemeriksaan Debris Indeks (DI) ... 21

Tabel 2.4. Kriteria Pemeriksaan Calculus Indeks (CI) ... 21

Tabel 2.5. Kriteria Pemeriksaan Ginggiva Indeks (GI) ... 22

Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian (n=86) ... 39

Tabel 4.2. Data Pelengkap Karkteristik Subjek Penelitian ... ... 40

Tabel 4.3. Oral Hygiene Indeks dan Skor OHIS... 41

Tabel 4.4. Hubungan status merokok dan Indeks Brikman dengan kadar Protein total Saliva ... 41


(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

CI: calculus indexI

DI: debri index

GI: gingival index

OHIS: oral higiene index simplified

Riskesdas: Riset kesehatan dasar WHO: World Health Organization


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Informed Consent dan Data Responden ... 49 Lampiran 2. Riwayat Penulis ... 61


(17)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Dalam rutinitas keseharian telah diketahui bahwa rokok dan perokok itu bukan suatu hal baru didunia ini, tetapi telah ada sejak lama. Tercatat oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2013 sekitar 6 juta jiwa pertahun meninggal akibat rokok dan 5 juta jiwa perhaunnya meninggal karena terhirup dan terpapar oleh asap rokok.Dan tercatat di Indonesia berdasarkan hasil dari Rikerdas tahun 2013 menjukkan angka sebesar 33,4% pada usia 30-34 tahun untuk perokok aktif. Rerata batang rokok yang dihisap perharinya sekitar 12,3 batang (setara dengan satu bungkus) dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan perokok

sekitar 47,5% berbanding 1,1%. Demikian untuk perokok usia ≥15 tahun yang

merokokok dan mengunyah tembakau cenderung mengalami peningkatan 1,9 % pertiga tahun. Di tahun 2013 wilayah yang tertinggi perokok nya sekitar 55,6% diduduki oleh provinsi Nusa Tenggara Timur.1,2

Beberapa penelitian yang dilakukan di dunia maupun di dalam negeri sendiri yang telah menunjukkan prevalensi kejadian merokok meningkat dan terkadang berakhir sampai kematian. Dampak negatif dari rokok untuk kesehatan khususnya di bagian rongga mulut dan sistem respirasi, selain berdampak kesehatan untuk perokok aktif maupun perokok pasif ketika terhirup oleh asap rokok. Rokok mengandung zat-zat yang dapat membahayakan tubuh dan mengganggu kesehatan manusia. Rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia (termasuk tar, nikotin, karbon monoksida, acetone, pyrene, dan lainnya. Zat-zat toksik tersebut mengandung zat kimia yang dapat menyebabkan berbagai penyakit diantaranya penyakit jantung dan vascular, kanker paru-paru dan kanker mulut. Tidak hanya itu, rokok juga dapat meningkatkan insidensi kanker mulut dan laring. 3,4,5

Saliva sebagai bagian dari sistem pertahanan rongga mulut, merupakan hasil sekresi eksokrin dengan komposisi 99 % air termasuk cairan elektrolit, protein dalam bentuk enzim, immunoglobulin, glikoprotein mukosa, albumin, dan beberapa oligopeptida. Keseluruhan komposisi cairan ini turut mempengaruhi keseimbangan fisiologis mulut dan gigi. Oleh karena itu, gangguan pada aliran


(18)

2

saliva dapat mempengaruhi keadaan rongga mulut. Dengan tingginya prevalensi penyakit mulut pada perokok. Karena komposisinya yang mirip dengan plasma, saliva telah banyak digunakan sebagai sampel dalam pemeriksaan biomarker kondisi patologis rongga mulut.3,4,5

Penelitian yang dilakukan oleh Fujinami 2009 menyatakan bahwa terdapat penurunan kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15 paparan terhadap asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol. Pengamatan secara histologi juga memperlihatkan perubahan pada kelenjar saliva tikus, yakni terjadi degenerasi vakuola, vasodilatasi dan hiperemis. Kolte dkk, melaporkan terjadi penurunan kadar protein total, magnesium dan fosfor saliva pada perokok dengan periodontitis dan perokok yang tidak mengalami periodontitis dibandingkan dengan grup non-perokok yang sehat.6,7

Berdasarrkan penelitian yang dilakukan oleh Avsar tahun 2009 pada anak-anak perokok pasif melaporkan bahwa kadar protein total saliva cenderung sama antara anak-anak perokok pasif dan grup kontrol, sedangkan kadar Ig A saliva pada anak perokok pasif lebih rendah dibandingkan grup kontrol, dan aktivitas amilase lebih tinggi pada anak-anak perokok pasif dibandingkan grup kontrol.28,29

Hingga saat ini, belum ada laporan penelitian mengenai kadar protein total pada saliva perokok laki-laki di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan peran rokok terhadap konsentarasi kadar protein total saliva laki perokok dan melihat perbedaan konsentrasinya dengan saliva laki-laki non-perokok. Pengukuran konsentrasi protein total pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Bradford assay.

1.2Rumusan Masalah

Bagaimana peran rokok terhadap konsentrasi kadar protein total saliva pada laki-laki perokok dan non-perokok.

1.3Hipotesis

Rokok dapat mempengaruhi konsentrasi kadar protein total saliva pada laki-laki perokok dan non-perokok.


(19)

3 1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui peran rokok terhadap saliva

1.4.2 Tujuan Khusus

Mengetahui perbedaan konsentrasi kadar protein total saliva perokok dan non-perokok.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk :

1.5.1 Bagi peneliti

- Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan Dokter.

- Menambah pengetahuan mengenai kadar protein total saliva pada pria perokok dibandingkan dengan pria non-perokok.

1.5.2 Bagi masyarakat

Menambah pengetahuan mengenai dampak merokok terhadap kadar protein total saliva pada perokok dan non-perokok

1.5.3 Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Sumber pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini


(20)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Saliva

2.1.1.1 Defenisi dan Fungsi Saliva

Liur atau saliva, merupakan suatu sekresi cairan kompleks yang berkaitan dengan mulut yang berperan sangat penting dalam mempertahankan ekosistem dirongga mulut, terutama dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar liur utama yang terletak di luar rongga mulut dan mengeluarkan saliva melalui duktus pendek ke dalam mulut.Saliva mengandung 99,5% H2O, dan 0,5% elektrolit dan protein. Konsentrsi NaCl (garam) pada saliva hanya sepertujuh dari konsentrasi di plasma, yang penting dalam mempersepsikan rasa asin. Di sisi lain, diskriminasi rasa manis ditingkatkan oleh tidak adanya glukosa di liur. Di dalam saliva itu sendiri terdapat beberapa protein yang berperan penting yaitu amilase, mukus, dan lizosim.8,9

Saliva sendiri juga mengandung beberapa enzim dan glikoprotein. Enzim yang terkandung di dalam saliva diantaranya terdapat lipase dan

lingual yang di keluarkan oleh kelenjar di lidah, dan α-amilase saliva yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar saliva. Selain itu saliva juga mengandung suatu glikoprotein yang bernama musin, yang berguna untuk melumasi makanan, mengikt bakteri, dan melindungi mukosa mulut.10

Berikut adalah fungsi-fungsi dari saliva:8,9,10

1. Menjaga kelembaban dan membasahi rongga mulut.

2. Melumasi dan melunakan makan sehingga memudahkan proses menelan dan mengecap rasa makanan.

3. Membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan, sel

bakteri,sehingga dapat mengurangi akumuasi plak gigi dan mencegah infeksi.

4. Menghambat proses dekalsifikasi dengan adanya pengaruh buffer yang dapat menekan naik turunnya derajat keasaman (pH).


(21)

5

5. Bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap.

6. Beerperan dalam remineralisasi gigi dan membentuk barier untuk mencegah demineralisasi gigi

7. Membantu proses berbicara dengan menggerakkan bibir dan lidah. 8. Berperan dalam higiene mulut dengan membantu menjaga mulut dan

gigi bersih

Sekresi saliva normalnya antara 800 sampai 1500 mililiter dengan rata-rata sekitar 1000 mililiter. Untuk pH, saliva memiliki pH antara 6,0 sampai

7,0, yang merupakan pH yang baik untuk mengaktifkan ptyalin (α-amilase). Pada saliva sendiri, pH yang di keluarkan dapat dipengaruhi saat aktivitas kelenjar itu sendiri. Pada keadaan saat kelenjar sedang istirahat, pH saliva sedikit lebih rendah dari 7,0, sedangkan saat kelenjar sedang aktif melakukan sekresi, pH pada saliva dapat mencapai 8,0.12,13

Secara umum saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1. Membantu proses pencernaan

2. Membantu dalam proses menelan 3. Memiliki sifat antibakteri

4. Bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap

5. Beerperan dalam remineralisasi gigi dan membentuk barier untuk mencegah demineralisasi gigi

6. Menjaga keseimbangan pH 7. Membantu proses fonasi

8. Berperan dalam higiene mulut dengan membantu menjaga mulut dan gigi bersih

2.1.1.2 Anatomi Kelenjar Saliva

Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva yang terdiri atas sepasang kelenjar saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelejara parotis, submandibularis dan sublingualis. Kelenjar paratiroid meruakan kelenjar saliva yang didominasi oeleh cairan serosa, sedangkan kelenjar sublingual sebagai kelenjar saliva campuran yang didominasi oleh cairan mucus. Dan


(22)

6

kelenjar-kelenjar minor seperti kelenjar labial,kelenjar buccal,kelenjar palatal dan kelnjar lingual. 4,5,8

2.1.1.2.1 Kelenjar saliva mayor

Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar dan terletak bilateral didepan telinga antara ramus mandibularis dan prosesus masteoideus dengan bagian yang meluas kemuka dibawah lenkung zigomatikus dan m.masseter. kelenjar parotis terdiri dair dua bagian, yaitu pars superfacial dan pars profunda. Terdapat beberapa hal yang melewati kelenjar parotis, yaitu saraf facialis, vena retromandibular, arteri karotis eksterna. Keluarnya saliva dari kelenjar ini melalui duktus parotis (Stensen) yang berasal dari bagian anterior kelenjar parotis.Kelenjar saliva parotis memperoduksi 25% saliva sekresi serosa yang banyak mengandung enzim amylase saliva. Enzim tersebut dapat menguraikan zat pati (amilum/kompleks karbohidrat). Aliran sekresi parotis akan menuju suatu saluran yang disebut duktus parotis.4,5,9,11

Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva tebesar kedua yang terletak di hampir seluruhnya di bawah mylohyoid. Duktus yang mengalirkan saliva keluar dari kelenjar ini yaitu kelenjar submandibula (Wharton) sepanjang 4-5 cm pada sisi frenulum lingual, persis dibagian inferior ggi bawah. Sel-sel pada keenjar submandibular mensekresikan 70% saliva yang sebagian bersifat serosa,buffer, mucin (zat glikoprotein), seta enzim amylase. 4,5

Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus.masing masing kelenjar sublingualis sebelah kanan dan kiri bersatu untuk membentuk masa kelenjar disekitar frenulum lingual. Kelenjar ini memiliki beberapa duktus drainase, yaitu duktus sublingual mayor sebagai yang utama dan duktus sublingual minor yang terdiri dari sekitar 40 duktus kecil. Kelenjar sublingual memproduksi 5% saliva yang sebagian besar mengandung mukus dengan sedikit enzim amyase. 4,5,11


(23)

7 2.1.1.2.2 Kelenjar saliva minor

Kelenjar saliva minor ini berperan dalam memproduksi sekitar 5 % dari sekresi air ludah selama 1 hari. Kelenjar saliva minor ini terdiri dari kelenjar labial (glandula labialis), kelenjar bukal (glandula buccalis), kelenjar Bladin-Nuhn (Glandula lingualis anterior), Kelenjar Von Ebner dan kelenjara Weber (Glandula lingualis posterior)

Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Saliva Sumber: Tortora, 2011

Tabel 2.1. Kelenjar saliva beserta jenis histologik, sekresi, dan persentase total saliva

Kelenjar Jenis Histologik Sekresi Persentase total

saliva (1,5L/hr)

Parotis Serosa Cair 20

Submandibula Campuran Agak kental 70

Sublingual Mukosa Kental 5


(24)

8 2.1.1.3Komponen Saliva

Komponen-komponen saliva, yang dalam keadaan larut disekresi oleh kelenjar saliva, dapat dibedakan atas komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva bahan utamanya adalah air yaitu sekitar 99.4%. Kelenjar saliva menghasilkan 1,0 sampa 1,5 liter saliva setiap harinya. Sekitar 99,4 persen air terkandung dalam saliva. Sekitar 0,6 persen meliputi elektrolit ( terutama Na, Cl, dan HCO3), buffer, glikoprotein, antibody, enzim, dan zat sisa. Musin sebagai salah satu zat glikoprotein, memiliki peranan penting dalam mengatur lubrikasi pada saliva. Hampir sekitar 70 persen saliva berasal dari kelenjar saliva submandibula, sedangkan sekitar 25 persen berasal dari kelenjar parotid serta sekitar 5 persen sisanya berasal dari kelenjar saliva sublingual. Buffers pada saliva bertujuan menjaga derajat keasaman mulut kita yang berkisar diantara 7. Hal tersebut mencegah akumulasi bakteri pada mulut. Kemudian, saliva juga mengandung antibody (IgA) dan lisozim. Keduanya memiliki peranan penting dalam mengatur populasi bakteri pada mulut. Secara garis besar komposisi saliva dibagi menjadi 2 komponen, yaitu komponen organic saliva dan komponen anorganik saliva. Komponen organic saliva terdiri dari protein yang meliputi enzim alfa-amilase, lisozim, kalikrein, laktoperosidase, musin. Sedangkan komponen anorganik saliva terdiri dari sodium, kalium , kalsium, magnesium, bikarbonat, klorida, fosfat, nitrat, potassium.13,14

Tabel 2.2. Perbandingan Komposisi Unstimulated dengan Stimulated Saliva.15

Unstimulated saliva Stimulated saliva

Water 99.55% 99.53%

Solids 0.45% 0.47%


(25)

9 (Dikutip dari: Helen, 1996)

Flow Rate 0.32 ± 0.23 2.08 ± 0.84

pH 7.04 ± 0.28 7.61 ± 0.17

Inorganic Constituents

Sodium (mmol/L) 5.76 ± 3.43 20.76 ± 11.74

Potassium (mmol/L) 19.47 ± 2.18 13.62 ± 2.70

Calcium (mmol/L) 1.32 ± 0.24 1.47 ± 0.35

Magnesium (mmol/L) 0.20 ± 0.08 0.15 ± 0.05

Chloride (mmol/L) 16.40 ± 2.08 18.09 ± 7.38

Bicarbonate (mmol/L) 5.47 ± 2.48 16.03 ± 5.06

Phosphate (mmol/L) 5.69 ± 1.91 2.70 ± 0.55

Thiocyanate (mmol/L) 0.70 ± 0.42 0.34 ± 0.20

Iodide (µmol/L) 13.8 ± 8.5

Fluoride (µmol/L) 1.37 ± 0.76 1.16 ± 064

Organic Constituents

Total protein (mg/L) 1630 ± 720 1360 ± 290

Secretory IgA (mg/L) 76.1 ± 40.2 37.8 ± 22.5

MUC5B (mg/L) 830 ± 480 460 ± 200

MUC7 (mg/L) 440 ± 520 320 ± 330

Amylase(U=mg maltose/mL/min) 317 ± 290 453 ± 390

Lysozyme (mg/L) 28.9 ± 12.6 23.2 ± 10.7

Lactoferin (mg/L) 8.4 ± 10.3 5.5 ± 4.7

Statherin (µmol/L) 4.93 ± 0.61

Albumin (mg/L) 51.2 ± 49.0 60.9 ± 53.0

Glucose (µmol/L) 79.4 ± 33.3 32.4 ± 27.1

Lactate (mmol/L) 0.20 ± 0.24 0.22 ± 0.17

Total lipids (mg/L) 12.1 ± 6.3 13.6

Amino acids (µmol/L) 780 567

Urea (mmol/L) 3.57 ± 1.26 2.65 ± 0.92


(26)

10

Saliva memiliki komponen protein immunologis dan protein non-immunologis sebagai antibacterial properties. Secretory immunoglobin A (IgA) merupakan komponen immunologis saliva terbesar. Ig A dapat menetralisasi virus, bakteri, dan toksin enzim. IgA bertindak sebagai antibody yang berikatan dengan antigen bakteri sehingga dapat menghambat perlekatan pathogen pada jaringan rongga mulut. Sedangkan protein saliva non-immunologis terdiri dari lysozyme, lactoferrin, dan peroksidase, glikoprotein musin, agglutinin, histatin, proline kaya protein, statherin dan sistatin. Lisozim dapat menghidrolisis dinding sel bakteri dan mengaktivasi autolysin yang dapat menghancurkan secara langsung komponen dinding sel bakteri. Bakteri gram negative bersifat lebih resisten terhadap enzim ini karena bakteri tersebut memiliki komponen tambahan berupa lapisan eksternal pada dinding sel nya yaitu lapisan lipopolisakarida. Lactoferrin berfungsi sebagai zat fungisidal, antivirus, antiinflamasi, dan sebagai zat immunomodulator berikatan dengan ion besi bebas yang menyebabkan efek bakteriocidal atau bacteriostatic pada mikroorganisme pathogen. 14

2.1.1.4 Sekresi Saliva

Secara rerata, sekitar 1 samai 2 liter saliva dikeluarkan setiao hari, berkisar dari laju basal spontan terus menerus sebesar 0,5 ml/mnt hingga aju aliran maksimal sekitar 5 ml/mnt sebagai respon terhadap rangsangan kuat misalnya menghisap jeruk. Sekresi basal liur yang terus menerus tanpaa rangsangan yang jelas ditimbulkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah oleh ujung-ujung syaraf parsimpatis yang berakhir dikelenjar liur. Sekresi basal ini penting untuk menjaga mulut dan tenggorokan selalu basah.8,9

Pengaturan sekresi saliva oleh saraf, pada gambar 2.2 menunjukkan jalur saraf parasimpatis untuk mengatur pengeluaraan saliva, menunjukkan bahwa kelenjar saliva terutama dikontrol oleh sinyal parasimpatis dari nukleous salivatorius superior dan inferior batang otak. Nukleus salivatorius terletak kira-kira pada pertemuan antara medula dan pons dan akan tereksitasi oleh rangsangan taktil dan pengecapan dari lidah dan daerah-daerah rongga mulut dan faring lainnya. Beberapa rangsangan pengecapan, terutama asam, merangsan sekresi saliva dalam jumlah sangat banyak seringkali 8 sampai 20 kali kecepatan sekresi


(27)

11

basal. Rangsangan taktil tertentu, seperti adanya benda halus dalam rongg mulut , menyebabakan saliva salivasi yang nyata, sedangkan benda yang kasar kurang menyebabkan salivasi dan kadang-kadang bahkan menghambat saliva.8,9,12

Gambar 2.2 Pengaturan Sekresi Saliva melalui Saraf Sumber:Guyton & Hall,2008

Salivasi juga dapat dirangsang atau dihambat oleh sinyal-sinyal saraf yang tiba pada nukleus salivatoriu dari pusat-pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi. Sebagai contoh, bila seseorang mencium atau makan makanan yanng disukainya, pengeluaran saliva lebih banyak daripada bila ia menciu atau memakan yang tidak disukainya. Daerah nafsu makan pada otak, yang mengatur sebagian efek ini, terletak didekat usat prasimpatis hipotalamus anterior, dan berfungsi terutama sebagai respons terhadap sinyal dari daerah pengecapan dan penciuman dari korteks serebral atau amigdala. Perangsangan simpatis juga dapat meningkatkan saliva dalam jumlah sedang, tetapi lebih sedikit dari perangsangan parasimpatis. Saraf-saraf simpatis berasal dari ganglia servikalis superio dan kemudian berjalan sepanjang pembuluh darah kelenjar-kelenjar saliva.8,9,10

Faktor kedua yang juga mempengaruhi sekresi adala suplai darah kekelenjar-kelenjar karena sekresi selalu membutuhkan nutrisi yang adekuat. Sinyal-sinyal saraf parasimpatis Tetapi, selain itu salivasi sendiri secara langsung


(28)

12

melebarkan pembuluh-pembuluh darah, sehingga menyediakan peningkatan nutrisi seperti yang dibutuhkannya. Sebagian dari tambahan efek vasodilator ini disebabkan oleh kalikrein yang disekresikan oleh sel-sel saliva yang aktif, yang kemudian bekerja sebagai suatu enzim untuk memisahkan satu protein darah, yaitu alfa2-globulin, untuk membentuk bradikinin, suatu vasodilator yang kuat.8,9

Pengaruh otonom terhada sekresi saliva, pusat pengontrolan drajat pengeluaran saliva melalui saraf otonom yang mensyarafi kelenjar saliva. Tidak seperti sistem saraf otonom ditubuh yang lain, respon saraf simpatis dan parasimatis dikelenjar saliva tidak antagonistik. Baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis, meningkatkan sekresi liur tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanismenya berbeda. Stimulasi parasimatis, yang memiliki efek dominan dalam sekresi salilva, menghasilkan liur yang segera keluar,encer,jumlah banyak dan kaya enzim. Stimulasi simpatis, sebaliknya, menghasilkan liur denan volume terbatas, kental dan kaya mukus. Karena stimulasi simpatis menghasilkan lebih sedikit saliva maka mulut terasa lebih kering daripada biasanya selam keadaan-keadaan dimana sistem simpatis dominan, misalnya situasi penuh stress. Sekresi saliva adalah satu-satunya sekresi pencernaan yanng seluruhnya berada dibawah kontol saraf. Semua sekrei pencernaan lainya oleh releks sistem saraf dan hormon.8,9,10

Gambar 2.3 Kontrol Sekresi Saliva Sumber: Sherwood, 2011


(29)

13

Sekresi saliva oleh kelenjar saliva terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama, sel asinus mensekrsi sekresi primer yang mengandung ptialin dan/atau musin, kemudian sekresi primer mengalir melalui duktus salivarius. Tahap kedua, selama hasil sekresi primer mengalir di duktus salivarius, terjadi absorbsi aktif ion natrium dan absorbsi pasif ion klorida, hal inilah yang menyebabkan ion natrium dan ion klorida di saliva leih rendah daripada di plasma. Selain itu terjadi pula sekresi aktif ion kalium dan bikarbonat, sehingga konsentrasinya di saliva lebih banyak daripada di plasma.8

2.1.1.5 Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma Manusia

Gambar 2.4. Perbandingan Komponen Saliva dan Plasma.16 (Disitasi dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov)

J.A.Loo dkk pada tahun 2010 melakukan penelitian untuk membandingkan komponen saliva dan plasma untuk kepentingan sampel diagnosis Hasil penelitian menyatakan bahwa 27% komponen protein pada saliva saling tumpang tindih dengan protein di plasma. Terdapat 40% protein yang dikenal sebagai marker


(30)

14

penyakit seperti kanker, penyakit jantung dan stroke dapat ditemukan di saliva. Selain itu 73% komponen protein saliva tidak terdapat di plasma sehingga dengan demikian, saliva merupakan cairan tubuh yang baik digunakan sebagai sampel diagnosis, disamping pengumpulannya yang mudah dan tidak memakan biaya.17

Dan hal yang sama dilakukan Weihong Yan dkk pada tahun 2009 melakukan penelitian sistematis perbandingan dari air liur dan plasma manusia dan didapatkan hasil bahwa perbandingan protein diliur dengan plasma terdapat kesamaan seitar 740 protein dari 19.474 urutan peptida dikeduanya.berdasarkan hasil dari gen ontologi analisis menunjukkan kesamaan dalam distribusi air liur dan plasma berkaitan dengan lokalisasi selular, proses biologis, dan fungsi molekul, tetapi menunjukkan perbedaan yang mungkin terkait dengan fungsi fisiologis yang berbeda dari air liur dan plasma dan saliva memiliki potensi sebagai biomarker penykit.17

2.1.2 Tembakau dan Rokok

2.1.2.1 Definisi dan Jenis Tembakau dan Rokok

Rokok merupakan salah satu bentuk olahan dari tembakau yang sediaannya berbentuk gulungan tembakau (rolls of tobacco) yang dibakar dan dihisap.Contohnya adalah bidi, cigar, cigarette. Sigaret/Cigarette merupakan sediaan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Pembakaran tembakau tersebut dilakukan dalam suatu komponen pelapis seperti kertas maupun dalam pipa. Ketika seseorang merokok, suhu pada ujung tembakau yang dibakar mencapai angka 900 celcius, sedangkan suhu yang terdapat pada ujung pipa atau rokok yang terkena bibir dan dihisap adalah 30 celcius.18,19

Tembakau merupakan hasil dari daun kering tanaman Nikotiana tabacum yang biasa digunakan sebagai bahan baku rokok. Terdapat beberapa klasifikasi jenis rokok, yaitu berdasarkan kandungannya, rokok putih yang terdiri dari tembakau dengan campuran bahan pemberi aroma, rokok kretek yang terdiri dari tembakau dan cengkeh dengan campuran bahan pemberi aroma ,rokok siong yang terdiri dari tembakau dengan bubuhan klembak dan menyan sebagai pemberi aroma.20 Berdasarkan bahan pembungkus yang digunakan: 20


(31)

15

฀ Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun yang dibentuk spiral ฀ Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas

฀ Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung ฀ Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren

฀ Putren: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung yang masih muda.

Sedangkan berdasarkan cara pembuatannya rokok dibagi menjadi 2 macam, yaitu:20

a. Sigaret kretek tangan (SKT)

Merupakan jenis rokok yang cara pembuatannya menggunakan tangan atau alat yang sederhana. Dalam proses pembuatannya dilakukan dengan cara digiling atau dilinting.

b. Sigaret kretek mesin (SKM)

Jenis rokok ini adalah rokok yang dibuat dengan menggunakan mesin. Jadi material rokok dimasukkan kedalam mesin, dan akan keluar sebagai batang rokok.

2.1.2.2 Klasifikasi Perokok

Menurut Sitopoe 2000 bahwa perokok merupakan orang yang telah merokok 1 batang atau lebih setiap hari sekurang-kurangnya selama 1 tahun, namun apabila orang tersebut sempat tidak merokok selama 1 bulan disebut sebagai riwayat perokok. Sedangkan jika seseorang selama 5 tahun berhenti merokok maka disebut sebagai mantan perokok. perokok diklasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu:19

a. Perokok ringan adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang perhari.

b. Perokok sedang adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang perhari


(32)

16

c. Perokok berat adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang perhari.

klasifikasi perokok berdasarkan indeks merokok yang menunjukkan derajat beratnya merokok. Terdapat banyak metode untuk menghitung indeks merokok, namun ada dua perhitungan yang cukup sering digunakan yaitu Indeks

Brinkman (IB), digunakan untuk menghitung derajat beratnya merokok

berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap perhari dan lama merokok dalam tahun sebagai variabel, sehingga rumusnya sebagai berikut: 20

IB = (Jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari) X (Lama merokok dalam tahun)

Penggolongan perokok berdasarkan indeks Brinkman adalah sebagai berikut: 0-199 = perokok ringan

200-599 = perokok sedang

≥ 600 = perokok berat 2.1.2.3 Kandungan Rokok

Rokok mengandung sekitar 4000 komponen-komponen. Komponen toksik rokok utama adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. kandungan kimia yang sudah teridentifikasi jumlahnya mencapai 2.500 komponen. Dari jumlah tersebut sekitar 1.100 komponen diturunkan menjadi komponen asap secara langsung dan 1.400 lainnya mengalami dekomposisi atau terpecah, bereaksi dengan komponen lain dan membentuk komponen baru. Didalam asap sendiri terdapat 4.800 macam komponen kimia yang telah teridentifikasi, dan 69 diantaranya menyebabkan kanker. Bahan kimia tersebut memiliki efek toksik bagi sel-sel tubuh dan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan berbagai kerusakan fungsi dan stuktural sel. Bahan kimia pada asap rokok yang bersifat karsinogen antara lain Zat-zat toksik tersebut antara lain : 18,20,21

1) Karbon monoksida

Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibandingkan dengan oksigen. Sehingga menyebabkan kekurangan pasokan oksigen ke jaringan.gas beracun yang mampu mengikat hemoglobin 200 kali lebih kuat dibanding oksigen,


(33)

17

mengakibatkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hipoksia di jaringan perifer, dan dapat mengakibatkan stroke

2) Nikotin

Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0,5 – 3 ng dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan atau plasma antara 40 – 50 g/ml. Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormone katekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah . Zat yang bersifat adiktif terdapat pada tembakau, dalam 6 detik dapat mencapai otak dan berkeja pada sistem saraf pusat menyebabkan rasa rilex dan menurunkan cemas. Dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulan di otak, dalam dosis yang lebih besar bekerja sebagai depresan, menurunkan hantaran sinyal antar neuron, dan dalam dosis yang lebih besar bersifat sebagai racun terhadap jantung, pembuluh darah, dan hormon.

3) Tar

Kadar tar pada rokok antara 0,5 – 35 mg per batang. Tar dapat memicu timbulnya kanker pada paru-paru dan jalan nafas.Partikel yang dapat menyelimuti paru dan menyebabkan kanker.

4) Kadmium

Kadmium adalah zat yang dapat menjadi toksin bagi jaringan tubuh terutama ginjal

6) Vinyl Chloride

Merupakan bahan kimia buatan manusia yang digunakan dalam pembuatan plastik dan terdapat dalam filter rokok.

7) TSNAs

Tobacco-specific N nitrosamines, diketahui sebagai karsinogen paling poten yang terdapat pada tembakau, tembakau tanpa asap, dan asap tembakau yang dapat menyebabkan mutasi gen.

8) Benzene

Terdapat dalam pestisida dan bensin, dan dalam asap rokok kandungannya cukup tingggi.


(34)

18 9) Formaldehid

Biasa digunakan dalam pengawetan mayat. Menyebabkan iritasi hidung, tenggorokan, dan mata saat menghirup asap rokok.

2.1.2.4 Efek Merokok Tembakau terhadap Saliva

Saat ini sudah banyak penelitian dilakukan mengenai efek rokok, dan rokok dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Dan Mulut merupakan salah satu organ pertama yang terpapar oleh rokok, dan banyak penyakit yang timbul akibat paparan rokok. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan pun bervariasi, seperti kebersihan mulut dan gigi yang buruk, terdapat peradangan. Bahan toksik yang terdapat pada rokok dapat menyebabkan iritasi pada jaringan lunak di rongga mulut, infeksi mukosa,memperlambat penyembuhan luka, memperlemah kemampuan fagositois, dan bahkan mengurangi asupan aliran darah ke ginggiva. Dan saliva merupakan cairan biologis pertama dari tubuh kita yang terpapar oleh tembakau dari rokok yang mengandung bahan-bahan bersifat toksik yang dapat mengubah saliva baik secara struktural maupun fungsional.21,22

Efek yang ditimbulkan oleh rokok tergantung dari jumlah rokok dan durasi merokok. Sebuah studi meta-analisis tahun 2008 menyatakan merokok meningkatkan 3 kali lipat risiko kanker mulut. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan hal itu, yang pertama efek dari paparan rokok saat menghisap rokok yang dapat mengiritasi mukosa mulut secara langsung. Selain itu bahan kimia pada rokok dan asap rokok dapat merangsang pelepasan zat kimia dari sel makrofag dan neutrofil aktif seperti IL-1, Prostaglandin 2, Elastase proteinase 3, katepsin G yang pada tubuh yang dapat merusak sel dan jaringan kelenjar saliva. Dan hal tersebut di pengaruhi juga oleh lamanya merokok dan jumlah batang erhari yang daat mempeburuk keadaan saliva.22,23

Efek lain yang disebabkan oleh rokok terhadap saliva yaitu efek kemoatraktan langsung dari nikotin terhadap neutrofil. Neutrofil yang terkumpul akan mengalami pengaktivan dan membebaskan granulnya yag kaya akan elastase neutrofil, proteinase 3 dan katepsin G yang merusak jaringan , rokok juga meningkatkan aktivitas enzim matrixmetalloproteinases (MMPs), elastase,


(35)

19

interleukin-1, dan prostaglandin-2 dari sel makrofag yang berakibat pada destruksi sel dan jaringan dan asap rokok mengandung banyak spesies oksigen reaktif (ROS) yang merupakan radikal bebas. Radikal bebas ini mengaktifkan transkripsi nuclear factor κB (NF-κB) yang lalu mengaktifkan gen untuk TNF dan IL-8 sebagai kemoatraktan neutrofil. Rokok menurunkan kadar Ig A dan Ig G yang berperan dalam melawan bakteri Gram negatif pada rongga mulut, rokok juga menurunkan kapasitas proliferasi sel T yang mengaktivasi sel B untuk memproduksi antibodi.rokok daat menurunkan alliran darah ke gusi. Penurunan respon sistem imun terutama disebabkan oleh nikotin. Kandungan dalam rokok seperti karbon monoksida menurunkan oksigenasi ke jaringan mengakibatkan gangguan dalam proses penyembuhan luka. Iritasi kelenjar saliva dan inflamasi saluran keluar kelenjar saliva yang berakibat pada peningkatan laju sekresi saliva pada awal paparan rokok, namun penurunan sebagai efek jangka panjang merokok. Komponen unsaturated & saturated aldehydes pada rokok dapat berinteraksi dengan sulphydryl group (-SH) pada enzim saliva sehingga menurunkan kadar protein saliva dan menurunkan enzim laktat dehidrogenase (LDH), aspartat aminotransferase (AST), dan amilase pada pertama kali paparan rokok. Kadar glutathione (GSH) dan enzim peroksidase sebagai antioksidan yang menyumbangkan –SH kepada aldehid juga menurun setelah paparan rokok.24,25,26,27

Penelitian yang dilakukan oleh Avsar dkk tahun 2009 pada anak-anak perokok pasif melaporkan bahwa kadar protein total saliva cenderung sama antara anak-anak perokok pasif dan grup kontrol, sedangkan kadar Ig A saliva pada anak perokok pasif lebih rendah dibandingkan grup kontrol, dan aktivitas amilase lebih tinggi pada anak-anak perokok pasif dibandingkan grup kontrol.28,29

Penelitian yang dilakukan oleh Fujinami dkk tahun 2009 menyatakan bahwa terdapat penurunan kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15 paparan terhadap asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol. Pengamatan secara histologi juga memperlihatkan perubahan pada kelenjar saliva tikus, yakni terjadi degenerasi vakuola, vasodilatasi dan hiperemis. Kolte dkk, tahun 2012 melaporkan terjadi penurunan kadar protein total, magnesium dan fosfor saliva


(36)

20

pada perokok dengan periodontitis dan perokok yang tidak mengalami periodontitis dibandingkan dengan grup non-perokok yang sehat.6,7

Hasil berlawanan dilaporkan oleh Laine dkk tentang efek rokok pada manusia berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sodium, potassium dan protein total pada saliva. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Kallapur dkk tahun 2013 tentang peningkatan kadar protein total saliva pada penderita diabetes yang merokok dan yang tidak merokok, yang diduga karena peningkatan permeabilitas membran basal vaskular akibat diabetes sehingga terjadi kebocoran protein plasma ke saliva dan penelitian oleh Negler dkk tahun 2000 munujukan penurunan aktivitas enzim amilase (34%), lactic dehydrogenase (57%), asam fosfatase (77%) pada saliva akibat merokok, namun tidak berefek pada aktivitas aspartate aminotransferase dan alkaline phophatase. Penilitian ini juga mengatakan bahwa berbagai komponen pada rokok dapat mengakibatkan penurunan aktivitas enzim saliva dengan berbagai mekanisme.28,30

2.1.2.5 Efek Merokok Tembakau terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut

Dampak yang ditimbulkan dari rokok salah satunya dapat bermanifestasi pada organ mulut karena mulut merupakan organ pertama yang terpapar oleh rokok, baik dari rokoknya secara langsung ataupun dari asap rokok.Kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut dapat dinilai dengan menggunakan indeks yang hasilnya didapat dari pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Terdapat beberapa indeks yaitu Oral higiene index simplified (OHIS) adalah indeks untuk menentukan status kebersihan mulut seseorang yang dinilai dari Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI) yang menunjukkan adanya sisa makanan/debris dan kalkulus (karang gigi) pada permukaan gigi. Plaque index (PI) digunakan untuk mengukur ketebalan plak pada permukaan gigi. Gingival index (GI) digunakan untuk menilai keadaan gusi seseorang dengan melihat keparahan gingivitis berdasarkan warna gusi, konsistensi dan kecenderungan untuk berdarah. Decayed, missing, and filled

teeth (DMFT) digunakan untuk melihat jumlah gigi yang berlubang, hilang dan


(37)

21

Pada pemeriksaan DI (Debris Indeks) digunakan untuk melihat adanya sisa makanan(debris) yang menempel pada gigi. Kriteria untuk DI sebagai berikut: Tabel 2.3. Kriteria Pemeriksaan Debris Index (DI)

Skor Kriteria

0 Tidak ada debris atau stain

1 Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa adanya debris pada permukaan gigi tersebut

2 Debris lunak yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

3 Debris lunak yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Kriteria Penilaian DI:33,34 0.0 – 0.6 : baik 0.7 – 1.8 : sedang 1.9 – 3.0 : buruk

Pada pemeriksaan CI (Calculus Index) kita melihat adanya kalkulus atau karang gigi. Kriteria unutk CI yaitu:

Tabel 2.4 Kriteria Pemeriksaan Calculus Index (CI) 33,34

Skor Kriteria

0 Tidak ada kalkulus

1 Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi 2 Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun

tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat sedikit/bercak kalkulus subgingiva di servikal gigi

3 Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau kalkulus subgingiva yang menutupi atau melingkari permukaan servikal gigi


(38)

22

Kriteria Penilaian DI dan CI: 33,34 0.0 – 0.6 : baik

0.7 – 1.8 : sedang 1.9 – 3.0 : buruk

Pada pemeriksaan GI dapat dinilai adanya inflamasi gingival dengan melihat apakah ada perdarahan atau tidak pada gigi yang diperiksa. Kriteria skor GI adalah:

Tabel 2.5 Kriteria Pemeriksaan Gingival Index (GI) 33,34 Skor Kriteria

0 Gingiva normal

1 Inflamasi ringan, sedikit perubahan warna, sedikit edema, tidak ada perdarahan saat penyondean (probing)

2 Inflamasi sedang, kemerahan, edema & licin mengkilat, perdarahan saat penyondean (probing)

3 Inflamasi berat, kemerahan & edema yang jelas, ulserasi. Kecendrungan untuk perdarahan spontan

Kriteria Penilaian GI: 33,34

0 : sehat

0.1 – 1.0 : gingivitis ringan 1.1 – 2.0 : gingivitis sedang 2.1 – 3.0 : gingivitis bera

OHIS merupakan indeks untuk menentukan keadaan kebersihan mulut seseorang yang dinilai dari adanya sisa makanan/debris dan kalkulus (karang gigi) pada permukaan gigi. Jadi skor OHIS merupakan penjumlahan dari DI (Debris Indeks) dan CI (Calculus Indeks). Cara menghitung dan kriteria untuk OHIS dalam menentukan keadaan mulut seseorang yaitu: 31,32


(39)

23

Kriteria Penilaian OHI-S:31,32

0 : sangat baik

0.1 – 1.2 : baik 1.3 – 3.0 : sedang 3.1 – 6.0 : buruk

Penelitian yang dilakukan oleh Arowojolu, dkk, menggunakan metode potong lintang dengan membagi responden dalam 2 kelompok, yaitu kelompok perokok dan non perokok, sebagai kontrol. Dari hasil penelitian tersebut dilaporkan bahwa OHIS dan GI pada kelompok perokok lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non perokok. Di Indonesia pun sudah ada penelitian mengenai efek rokok terhadap kesehatan mulut.Menurut Arowojolu, dkk, tingginya OHIS pada perokok berhubungan dengan fakta bahwa kandungan pada rokok, salah satunya tar dapat menyebabkan adanya penodaan pada gigi, dimana permukaan gigi akanmenjadi kasar dan mempercepat akumulasi plak pada gigi yang menandakan buruknya kesehatan gigi dan mulut perokok. Peningkatan GI menandakanadanya inflamasi pada gingival, yang ditandai dengan adanya penurunan aliran darah gingival yang dipengaruhi oleh nikotin.35

Merokok juga dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi berupa TNF alfa, IL-1, dan PGE sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada matriks ekstraseluler. Merokok juga dapat menyebabkan perubahan vaskularisasi gingival yaitu dilatasi pembuluh darah kapiler yang disertai dengan akumulasi mediator proinflamasi pada gingival. Apabila terjadi berkelanjutan, maka dapat memicu proses inflamasi berlebih pada gingival (gingivitis). Jika terjadi terus menerus, dapat mengakibatkan penipisan kolagen pada jaringan lunak gingival yang terpapar serta memungkinkan juga timbulnya periodontitis.36,37

Rongga mulut yang sering terpapar oleh asap rokok dan komponen yang terkandung di dalamnya dapat menjadi toksik bagi jaringan lunak pada sekitar rongga mulut sehingga dapat mempengaruhi status kesehatan dan kebersihan rongga mulut.Sedangkan dampak merokok yang terus menerus dapat meningkatkan keparahan rusaknya jaringan periodontal. Diantaranya adalah sebagai berikut:37,38,39


(40)

24

Poket  Penambahan celah antara gigi dan gusi atau yang biasa disebut sulkus gingival

Resesi gingival  Biasanya menyertai gangguan periodontal, yaitu periodonitis

Inflamasi gingival  Derajat keparahan dari inflamasi gingival sangat dipengaruhi oleh status oral hygiene subjek nya. Jika status oral hygiene buruk, maka semakin tinggi kemungkinan timbulnya inflamasi gingival. Sedangkan jika status oral hygiene baik, maka semakin rendah kemungkinan timbulnya inflamasi gingival

2.1.3. Protein.

Asam amino di dalam suatu protein disebut residu asam amino, yang pada salah satu ujungnya memiliki sebuah gugus amin bebas dan pada ujung lainnya memiliki gugus karboksil bebas. Asam-asam amino akan bersatu melalui ikatan peptida membentuk rantai polipeptida. Rantai ini berlipat-lipat melalui berbgai 21 mekanisme untuk membentuk struktur tiga dimensi dari protein. Pada protein terdapat empat tingkat struktur yang berbeda.40

Gambar 2.5. Tingkatan Struktur Protein.40

Pada protein terdapat empat tingkat struktur yangg berbeda (gambar 2.5). Struktur primer suatu protein adalah urutan linear asam-asam amino dalam rantai polipeptida.Struktur sekunder mencakup heliks-α dan lembar-β, terdiri dari daerah-daerah lokal rantai polipeptida yang memiliki konformasi regular yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Struktur tersier adalah konformasi tiga dimensi dari keseluruhan rantai polipeptida yang mencakup heliks-α, lembar-β dan daerah


(41)

25

berbentuk globular (sferis) .Dan sebagian protein membentuk struktur kuarterner yang merupakan konformasi tiga dimensi suatu protein multisubunit yang terdiri dari sejumlah rantai polipeptida (atau subunit) disatukan oleh interaksi non kovalen. 40

Protein di dalam sel berada dalam keadaan “asli” (naïve state). Panas, asam, dan bahan lain menyebabkan protein mengalami denaturasi, yaitu konformasi tiga dimensinya terbuka dan hilang.Dalam keadaan asli alami didalam sel ,banyak protein yang berikatan dengan substansi lain, dari ion samai molekul kompleks misalnya koenzim.Ligan-ligan ini penting untuk fungsi koenzim. Muatan pada protein terutama disebabkan oleh rantai sisi residu asam amino. Hanya gugus amino terminal-N dan gugus karboksil terminal–C yang berperan

dalam menentukan muatan, karena semua gugus α-amino dan α-karboksil lainnya terlibat dalam ikatan peptida.40

Protein disintesis dari asam-asam amino yang disatukan bersama oleh ikatan peptida untuk membentuk rantai linier yang disebut polipeptida. Pada

ikatan peptida, gugus α-karboksil sebuah asam amino melekat secara kovalen ke

gugus α-amino asam amino pada gambar berikut ini:40

Gambar 2.6. Ikatan Peptida antara Dua Asam Amino.40

Secara kimia, rantai sisi asam amino sangat beragam. Pada pH faali, gugus amino membawa sebuah proton dan bermuatan positif, sedangkan gugus karboksil melepaskan sebuah proton dan bermuatan negatif. Selain muatan positif pada gugus amino dan muatan negatif pada gugus karboksil, sebagian asam amino juga membawa muatan pada rantai sisinya. Rantai sisinya dapat bersifat polar (hidrofilik) dan dapat pula bersifat nonpolar (hidrofobik). Asam amino berdasarkan rantai sisinya.40

2.1.4. Coomassie Dye-Binding Assay (Bradford Assay)

Bradford assay merupakan prosedur analisis spektroskopik yang


(42)

26

ini terkandung coomassie dye berupa Brilliant Blue yang dapat berikatan dengan protein dalam cairan asam melalui prinsip triphenylmethane group berikatan dengan struktur nonpolar pada protein dan anion sulfonate group berikatan dengan sisi kation pada rantai protein (contoh: sisi arginin dan lisin). Ikatan dye dengan protein memiliki daya penyerapan dari 465 nm sampai 595 nm dengan perubahan warna dari cokelat menjadi biru.40,41

Prosedur Bradford assay menggunakan prinsip spektrofotometri, spektrometer digunakan untuk memproduksi sinar dengan pemilihan warna (panjang gelombang) dan fotometer untuk menerima nilai intensitas cahaya. Sampel protein yang akan diukur diletakkan ditengah-tengah alat tersebut. Sinar yang ditembakkan oleh spektrometer sebagian akan diserap oleh protein dan sebagian diterima oleh fotometer. Alat tersebut menghantarkan sinyal tegangan ke galvanometer. Sinyal tersebut berubah sebanding dengan perubahan jumlah sinar yang diserap yang kemudian menunjukkan angka konsentrasi dari protein yang diukur. Kelebihan Bradford assay untuk menentukan konsentrasi protein total dibandingkan metode lain adalah lebih cepat, langkah-langkah pencampuran lebih sedikit, tidak membutuhkan pemanasan, dan memberikan respon colorimetric yang lebih stabil.41


(43)

27 2.2 Kerangka Teori

Rokok

Kandungan rokok Kandungan asap rokok

Zat

kasrinogenik Nikotin

Radikal bebas Paparan panas dari rokok Aldehid Merusak pertahanan tuuh

↓Fungsi PMN ↓produksi IgA&IgG

Merusak Matriks ekstraseluler Sitokin proinflamasi dan mediator inflamasi (IL-1TNF-α, PGE)

Berikatan dengan –SH group pada molekul Iritasi mukosa mulut kemoatraktan neutrofil Aktivitas enzim pada saliva Pelepasan granul neutrofil (elastase proteinase, kaptesin G)

Kerusakan sel dan jaringan kelenjar

saliva

Memepengaruhi salivary gland ↓Poduksi saliva

↓ Konsentrasi protein total pada

saliva Mempeng aruhi vaskularis asi Semakina lama merokok dan semakin banyak konsumsi batang rokok perhari ↓Poduksi protein Durasi merokok dan jumlah batang

rokok perhari ↓konsentrasi protein plasma Kondisi nurtisi buruk

Kegiatan sebelum pengambilan sampel saliva: makan, minum, merokok, terpapar asap rokok,

sikat gigi, obat kumur, konsumsi obat yang mempengaruhi produksi saliva

Kondisi nurtisi buruk Kerja simpatis> parasimpatis ↓Poduksi saliva


(44)

28 2.3 Kerangka Konsep

: Variabel bebas

: Variabel diteliti

: Variabel perancu perokok

Kandungan asap rokok dan rokok

Kerusakan sel jaringan kelenjar saliva

Menurun konsentrasi protein total pada saliva Mempengaruhi produksi

saliva

Meningkatkan resiko penyakit mulut

Durasi merokok dan jumlah batang rokok perhari, kondisi nutrisi buruk, kondisi stress, kegiatan sebelum pengambilan sampel saliva: makan, minum, merokok, terpapar asap rokok, sikat gigi, obat kumur, konsumsi obat yang mempengaruhi produksi saliva


(45)

29 2.3 Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Pengukur Alat Ukur Cara Ukur Skala

Pengukuran 1 Protein total

saliva Kadar protein total yang terdapat pada saliva yang tidak distimulasi

Peneliti Microplate

reader

Bradford Assay

Numerik

2 Status merokok Dikatakan merokok jika saat pengambilan saliva telah merokok aktif sedangkan dikatakan tidak merokok jika saat pengambilan saliva tidak merokok aktif dan masuk dalam kriteria inklusi penelitian

Peneliti Kuesioner wawancara numerik

3 OHIS (Oral Higiene Index Simplified )

Merupakan indeks untuk menentukan

Dokter gigi Indeks OHIS

Pemeriksaan fisik gigi dan mulut


(46)

30 status kebersihan mulut seseorang berdasarkan nilai Debris Index dan Calculus Index.

4 CI

(Calculus Index) Indeks yang digunakan untuk melihat adanya kalkulus atau karang gigi pada permukaan gigi.

Dokter gigi Indeks CI Pemeriksaan fisik gigi dan mulut

numerik

5 DI (Debris

Index) Indeks yang digunakan untuk melihat adanya sisa makanan atau debris pada permukaan gigi.

Dokter gigi Indeks DI Pemeriksaan fisik gigi dan mulut

numerik

6 GI (Gingiva

Indeks)

Indeks yang digunakan untuk menilai

Dokter gigi Indeks GI Pemeriksaan fisik gigi dan mulut


(47)

31

keadaan gusi seseorang dengan melihat keparahan ingivitis berdasarkan warna gusi, konsistensi, dan

kecenderungan untuk

berdarah.

7 IB (Indeks

Brikman)

Merupakan indeks untuk menentukan derajat beratnya merokok berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap perhari dan lama merokok

dalam tahun

Peneliti kuisioner wawancara Kategorik

8 Indeks Masa Tubuh (IMT)

Merupakan

indeks yang menentukan

status gizi yang diambil


(48)

32

dari

perhitungan berat badan dengan tinggi badan dan disesuaikan

dengan IMT Asia Pasifik 9 Jenis rokok

kretek

Jenis rokok yang terbuat dari tembakau atau cengkeh

Peneliti Kuisioner Wawancara Numerik

10 Jenis rokok bukan

kretek

Semua jenis rokok selain jenis kretek seperti rokok filter, herbal dan lainnya


(49)

33 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

- Penelitian ini merupakan penelitian analitik bivariat tidak berpasangan dengan desain penelitian potong lintang.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

- Penelitian dilakukan selama bulan Desember 2014 –Agustus 2015 dan pengukuran kadar protein total dilakukan di Medical Research

Laboratory, dan biokimia Laboratory Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3 Kriteria Subjek Penelitian

Kriteria inklusi:

 Laki-laki

 Usia 20 – 55 tahun bersedia menandatangi lembar infomed consent

 Kriteria subjek perokok.

- Perokok aktif saat pengambilan sampel saliva

 Kriteria subjek non-perokok

- Pernah merokok namun tidak merokok sejak 5 tahun yng lalu Kriteria Ekslusi:

 Sedang berpuasa pada saat pengambilan saliva

 Tidak dapat berpartisipasi karena keadaan psikolois yang buruk (gaduh gelisah,agitasi,nutrisi buruk)

 Memiliki riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelenjar saliva (seperti DM,HIV,gagal ginjal,tumor)

 Mengkonsumsi alkohol dan NAPZA

 Saat pengambilan saliva, partisipan mengkonsumsi obat yang dapat mempengaruhi konseentrasi saliva


(50)

34 3.4 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel penelitian analitik tidak berpasangan dengan variabel numerik yakni

sebagai berikut: Keterangan:

Zα = kesalahan tipe I sebesar 5% = 1,645 Zβ = kesalahan tipe II sebesar 20% = 0,842

(X1– X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 9 S = Sg = standar deviasi, diperoleh dengan rumus:

Sg = standar deviasi gabungan

S1 = standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya S2 = standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya Hasil perhitungan:

(Sg)2 = [ 20,92 x (100 – 1) + 172 x (100 – 1)] 100 + 100 – 2

= 42344,19 + 28611 198

Sg = �362,905

Sg = 19

Setelah dimasukkan kedalam rumus:

N = 2 {(1,645 + 0,842) 19}2 {9}2


(51)

35

Dengan demikian, berdasarkan data penelitian Kotle dkk tahun 2012, minimal besar sampel pada penelitian ini sebanyak 55 orang untuk setiap kelompok. Pada penelitian ini terdapat 4 variabel yang mempengaruhi kadar protein total saliva yang tidak dapat dikontrol dengan kriteria eksklusi, sehingga berdasarkan rule of ten yaitu jumlah variabel yang mempengaruhi kadar protein total saliva yang tidak dapat diekskusi dikalikan degan 10, dibutuhkan 40 sampel untuk setiap kelompok.

Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini adalah dengan membandingkan antara jumlah besar sampel berdasarkan rumus besar sampel penelitian analitik dan dengan rule of ten, lalu diambil angka sampel terbesar, sehingga pada penelitian ini besar sampel yang dubutuhkan adalah 55 sampel untuk setiap kelompok.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan antara lain saliva perokok dan non-perokok; pengawet protein PSMF; reagen Bradford; protein standar BSA (Bovine

Serum Albumine) 2000 μg/mL; buffer atau pelarut PBS (Phosphate Buffered

Saline); dan aluminium foil.

Alat penelitian yang digunakan antara lain botol sampel; coolbox berisi es batu; centrifuge; microplate (96 plate well); alat vortex; alat spin down; plate shaker; microplate reader; micro pippette dan tip; dan multichannel pipette.

3.6 Cara Kerja Penelitian

 Menentukan subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi

 Mendapatkan informed consent dari subjek penelitian, pengisian kuisioner serta memberikan penjelasan kepada subjek mengenai prosedur pengambil saliva

 Pemeriksaan gigi dan mulut responden untuk mengetahui status DMFT

(decayed, missing, filled teeth) score, GI (gingival index), PI (plaque index), DI (debri index), CI (calculus index), dan OHIS (oral higie


(52)

36

Gambar 3.1. Pemeriksaan Gigi dan Mulut Subjek

 Pengambilan sampel saliva sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam botol sam pel. Saliva dikumpulkan antara pukul 09.00-11.00 pagi untuk meminimalis ir efek sirkadian dan kurang-lebih 2jam setelah subjek makan dan mencuci mulut. Sampel saliva langsung dimasukkan ke dalam coolbox berisi es.

 Sampel di sentrifugasi pada 3000 rpm selama 5 menit.

Gambar 3.2. Sentrifugasi Sampel Saliva

 Lalu bagian supernatannya diambil sebanyak 900 μl, ditambahkan PSMF 100 μl sebagai pengawet protein, dan disimpan dalam suhu -20oC hingga waktu pengujian.

Gambar 3.3. Larutam PSMF

 Melakukan uji kadar protein total menggunakan Bradford assay - Membuat larutan standar kaliberasi yaitu 2000 μg/ml BSA


(53)

37

(Bovine Serum Albumine) dalam pelarut PBS, dilakukan 6 kali pengen ceran menggunakan 7 tube dengan cara: mengisi tube kedua hingga ketujuh.

- Lalu diambil 50 μl BSA dari tube pertama ke tube kedua, setelah itu tube kedua di vortex. Lalu diambil 50 μl dari tube kedua ke tube ketiga setelah itu tube ketiga di vortex dan di spin down. Begitu seterusnya hi ngga tube ketujuh. Dihasilkan 7 tube larutan standar pada konsentrasi 2000 μg/ml, 1000 μg/ml, 500 μg/ml, 250 μg/ml, 125 μg/ml, 62.5 μg/m, dan 31.25 μg/ml.

Gambar 3.4. Alat Vortex

- Memasukkan 10 μl larutan standar kaliberasi di atas ke dalam microplate dari sumur pertama hingga ketujuh. Sumur kedelapan diisi

dengan 10 μl PBS sebagai kontrol (pelarut).

- Memasukkan masin-masing 10 μl hasil sentrifugasi sampel saliva ke d alam sumur microplate lainnya.

Gambar 3.5. Microplate

- Menambahkan 200 μl reagen Bradford ke dalam 10 μl larutan standar d dan samel pada microplate menggunakan multichannel pipette. Kem udian dicampur dengan plate shaker selama 30 detik, lalu diinkubasi


(54)

38

selama 10 menit pada suhu ruangan.

Gambar 3.6. Reagent Bradford

- Dilihat perubahan warna yang terjadi dari coklat menjadi biru.

Gambar 3.7. Perubahan Warna Sampel Protein

- Diukur absorbansinya dalam microplate reader dengan panjang gelombang 595 nm.

Gambar 3.8. Microplate Reader

-Menentukan konsentrasi protein total dengan cara bradford assay sesuai protokol yang tertulis pada kemasan.

3.7 Managemen dan Analisis Data

Data hasil pengukuran kadar protein total pada saliva responden dan data dari kuisioner yang telah didapatkan dikumpulkan kemudian dimasukkan ke


(55)

39

dalam komputer dan dianalisis menggunakan software SPSS v21. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui rerata dan standar deviasi. Normalitas distribusi data di uji dengan Uji Shapiro Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50 untuk kelompok non-perokok sedangkan mengunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampel lebih dari 50 untuk kelompok perokok.

Uji hipotesis untuk membandingkan kadar protein total pada perokok dengan non-perokok diuji dengan menggunakan uji unpaired t-test dan untuk data dengan distribusi data tidak normal diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney. Dilihat nilai p value, nilai p<0.05 menunjukkan terdapat perbedaan signifikan kadar protein total pada saliva perokok dibandingkan dengan non-perokok.

3.8 Alur Penelitian

Pembuatan proposal penelitian

Ethical clearance dari komisi etik

Pemilihan subjek penelitian

Informed consent kepada subjek penelitian

Pengambilan sampel saliva dan pemeriksaan gigi dan

mulut

Sentrifugasi saliva dan pengambilan supernatan

Penentuan kadar protein total menggunakan Bradford assay


(56)

40 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian perbedaaan kadar protein total saliva dengan dengan bradford

assay pada subjek perokok dan non-perokok yang dilakukan terhadap

masyarakat sekitar Ciputat, Tangerang Selatan dengan melibatkan 86 sampel yang terdiri dari, 55 orang laki-laki perokok dan 31orang laki-laki non perokok.

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik dari 86 subjek penelitian ini meliputi usia, pendidikan, dan IMT seperti terlihat pada tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian (n=86)

Karakteristik

Perokok Non Perokok

Jumlah (55) Presentase (%) Jumlah (31) Presentase (%) Usia

17-24 tahun 0 0 3 9,7

25-34 tahun 5 9,1 8 25,8

35-44 tahun 45-55 tahun 22 28 40,0 50,9 10 10 32,3 32,3

Median 43,44±5,86 37,42±9,94

Pendidikan Tidak sekolah SD 2 8 3,6 14,5 1 1 3,2 3,2

SMP 13 23,6 5 16,1

SMA 30 54,5 18 58,1

Perguruan Tinggi 2 3,6 6 19,4

IMT

Kurang(<18,5) 13 23,63 3 9,7

Normal(18,5-22,9) 12 21,81 6 19,4

Overweight(23-24,9) Obesitas I(25-29,9) 1 14 1,81 25,45 9 12 29 38,7

Obesitas II(>=30) 15 27,3 1 3,2


(57)

41

Hasil tabel 4.1 diatas menunjukkan jumlah perokok terbanyak pada kelompok usia 45-55 tahun yaitu sebesar 28 (50,9%) subjek sedangkan jumlah non-perokok terbanyak pada kelompok usia 35-44 tahun dan 45-55 tahun yaitu sebesar 10 (32,3%) subjek. Hasil perhitungan statistik didapatkan sebaran usia subjek non-perokok pada penelitian ini tidak normal sehingga digunakan nilai median dan nilai minimum-maksimum dengan rerata usia subjek perokok adalah 43,44 tahun, sedangkan rerata usia subjek non-perokok adalah 37,42 tahun. Berdasarkan status pendidikan, jumlah perokok terbanyak sebesar 30 (54,5%) subjek pada tingkat lulusan pendidikan SMA, sedangkan jumlah non-perokok terbanyak sebesar 18 (58,1%) subjek pada tingkat lulusan pendidikan SMA. Sedangkan jika diamati dari data Indeks Masa Tubuh (IMT) jumlah perokok dengan IMT obesitas II (>30) sebanyak 15 (27,3%) subjek, sedangkan jumlah non-perokok dengan IMT obesitas I (25-29,9) sebanyak 12 (38,7%) subjek.

Tabel 4.2 Data Pelengkap Karakteristik Subjek

Jumlah (n) Presentase (%)

Jumlah Rokok Perhari

<10 batang 13 22,8

11-20 batang 27 47,4

>20 batang 15 26,3

Rerata ± SD 12(2-40)* Lama Merokok

<5 tahun 5 8,8

6-10 tahun 5 8,8

>10 tahun 45 78,9

Rerata ± SD 21,78±10,55 Indeks Brikman

Ringan 21 36,8

Sedang 21 36,8

Berat 13 23,6

Hasil tabel 4.2 menunjukkan berdasarkan jumlah rokok pada kelompok perokok perhari nya terbanyak mengkonsumsi sekitar 11-20 batang rokok dengan jumlah 27 (47,4%) subjek. Sedangkan lama nya merokok pada kelompok perokok terbanyak lebih dari 10 tahun merokok dengan jumlah 45 (78,9%) subjek. Sedangkan hasil dari Index Brikman pada kelompok perokok dengan kriteria sedang (200-599) dengan jumlah 21 (36,8%) subjek.


(58)

42

4.1.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian

Tabel 4.3 Oral Hygiene Index dan Skor OHIS

Karakteristik Perokok

(55)

Non-perokok (31)

p value

Debris Index 1(0,33-1,67)* 0,83(0,17-1,5)* 0,083

Calculus Index 1,67(0,82-2,83)* 1,67(0,33-2,33)* 0,048**

Gingival Index 1,17(0,33-2,33)* 1,17±0,50 0,960

OHIS 2,64±0,64 2,24±0,80 0,014**

*= median (minimum-maximum) **= p value signifikan

Tabel 4.3 diatas menunjukkan terdapat perbedaan bemakna antara calculus Index (CI) dan Oral Hygiene Index Simpified (OHIS). Sedangankan pada Debris Indeks (DI) dan Gingival Indeks (GI) tidak terdapat perbedaan bermakna dengan

p value 0,083 dan 0,960 namun terdapat nilai maksimum lebih tinggi pada

kelompok perokok dengan non-perokok sebesar (1,67:1,5) dan (2,33:0,50).

4.1.3 Konsentrasi Protein Total pada Saliva Subjek Penelitian

Hubungan status merokok dan Indeks Brikman dengan Kadar Protein Total Saliva pada perokok dan non-perokok dapat terlihat pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Hubungan status merokok dan Indeks Brikman dengan Kadar Protein Total Saliva

Jumlah (n) Presentase (%)

p value

Status merokok Perokok 55 64,0 ≤ 0,01

Non-perokok 31 36,0

Indeks Brikman Non-perokok 31 36,0

Ringan 21 24,4 ≤ 0,01

Sedang 21 24,4

Berat 13 15,1

Hasil pengukuran kadar protein total saliva yang tidak distimulasi pada subjek penelitian perokok dan non-perokok menunjukkan hasil yang berbeda. Kadar protein total saliva pada subjek perokok lebih rendah dibandingkan subjek non-perokok non-perokok. Setelah dilakukan uji statistik pada kadar protein total saliva perokok (mean=0,8813; sd=0,36395) dan non-perokok (mean=1,2526; sd=0,36792) didapatkan hasilnya (T-test unpaired p≤0,01)


(59)

43

yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kadar protein total saliva perokok dan non-perokok. Sedangkan pada indeks brikman didapatkan hubungan yang bermakna antara indeks brikman dengan kadar protein total saliva (Jonckheere-Trpstra p<0,05). Analisis Post Hoc pada variabel indeks brikman menunjukkan kelompok perbedaan bermakna (non-perokok vs perokok ringan, Mann-Whitney p≤0,01), (non-perokok vs perokok berat Mann-Whitney p =0,018) dan (non-perokok vs pekokok berat, Mann-Whitney p≤0,01).

4.2 Pembahasan

Penelitian analitik bivariat ini, terdapat 55 subjek laki-laki perokok dan 31 laki-laki non-perokok. Ada beberapa hasil penelitian yang berbeda dengan data Rikerdas 2013 yaitu status perokok aktif di Indonesia tertinggi pada kelompok usia 30-34 tahun (33,4%) dibanding kelompok usia 45-55 tahun (31,4%), dan status non-perokok di Indonesia tertinggi pada kelompok usia 15-19 tahun (7,1%) dibanding kelompok usia 35-44 tahun (5,4%). Sedangkan hasil yang bersesuaian dengan Rikerdas 2013 yaitu pada tingkat pendidikan formal, subjek perokok terbanyak berpendidikan terakhir SMA yaitu sebesar 28,7% dan subjek non-perokok terbanyak berpendidikan terakhir SMA yaitu sebesar 6,6%, dan sebagian besar kelompok perokok pada penelitian ini telah merokok lebih dari 10 tahun (45%) dengan jumlah rokok 11-20 batang perhari (47,4%). Data ini bersesuaian dengan data Riskesdas tahun 2013 dimana paling banyak jumlah rokok yang dikonsumsi perhari yaitu 11-20 batang.2

Dampak yang ditimbulkan dari rokok salah satunya dapat bermanifestasi pada organ mulut karena mulut merupakan organ pertama yang terpapar oleh rokok, baik dari rokoknya secara langsung ataupun dari asap rokok. Rokok dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut melalui berbagai mekanisme seperti dapat menurunkan aliran darah ke gingiva, mensupresi sistem imun, mengganggu keseimbangan lingkungan mulut dan komponen inorganik pada saliva sehingga memungkinkan kolonisasi bakteri pada rongga mulut dan meningkatkan pembentukan plak dan calculus pada gigi. Kesehatan dan


(60)

44

kebersihan gigi dan mulut dapat dinilai dengan menggunakan indeks yang hasilnya didapat dari pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Terdapat beberapa indeks yaitu OHIS adalah indeks untuk menilai status kebersihan mulut seseorang yang dilihat dari Status kesehatan gigi dan mulut pada subjek penelitian ini diukur dengan melihat nilai OHIS, DI, CI, dan GI setelah dilakukan pemeriksaan fisik gigi dan mulut. Secara umum, status kesehatan gigi dan mulut pada subjek perokok lebih buruk dibandingkan subjek non-perokok, dilihat dari nilai OHIS, DI, CI, dan GI yang lebih tinggi pada subjek perokok dibanding subjek non-perokok dan hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Meddipati dan Kotle tahun 2012.7,31,32

Berdasarkan hasil dari tabel 4.3 juga menunjukkan bahwa nilai calculus median terdapat perbedaan lebih tinggi pada subjek perokok dibanding dengan subjek non-perokok. Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa skor calculus pada perokok lebih tinggi dibanding subjek non-perokok. Terjadinya peningkatan skor calculus tersebut dapat disebabkan oleh efek panas dari rokok yang mengakibatkan kerusakan lokal pada dinding mukosa mulut sehingga dapat merubah vaskularisasi di sekitar rongga mulut. Timbulnya plak juga dapat diakibatkan oleh penurunan antibodi pada saliva dan peningkatan jumlah bakteri anaerob pada rongga mulut. Akumulasi plak tersebut dapat meningkatkan resiko gingivitis dan periodontitis pada perokok. Secara keseluruhan, status kebersihan mulut dan gigi lebih buruk pada subjek perokok dibanding dengan subjek non-perokok. Dapat dilihat dari nilai OHIS, DI, CI, dan GI, setelah dilakukan pemeriksaan fisik gigi dan mulut pada subjek perokok lebih tingga jika dibandingkan dengan non-perokok. Rokok dapat menyebabkan efek lokal terpaparnya mukosa mulut sehingga status kebersihan mulut dan gigi perokok lebih buruk jika dibandingkan dengan non-perokok.34,39

Penelitian yang dliakukan oleh fujinami 2009 menyatakan terdapat penurunan bermakna kadar protein total pada saliva tikus pada hari ke 15 paparan asap rokok, jika dibandingkan dengan tikus kontrol hal ini mungkin disebabkan oleh efek rokok yang dapat menurunkan kerja beberapa protein seperti enzim amilase, namun disisi lain rokok dapat meningkatkan kadar protein lain seperti enzim peroksidase, dan hal ini telah dibuktikan dalam penelitiannya.6,7,28,30


(61)

45

Penurunan kadar protein total pada saliva subjek perokok mengarah pada penurunan kadar immunoglobulin dan enzim-enzim yang berkerja pada saliva serta penurunan glutathione yang berperan sebagai antioksidan utama pada mulut. Komponen aldehid pada asap rokok dapat berikatan dengan –SH group yang ada pada protein saliva dan menurunkan fungsinya. Terjadinya penurunan kadar protein total pada saliva dapat berakibat pada kerusakan jaringan dan peningkatan risiko infeksi pada rongga mulut sehingga meningkatkan risiko penyakit mulut pada perokok. Oleh karena itu, saran terbaik bagi subjek perokok pada penelitian ini untuk menghindari penyakit mulut dan penyakit sistemik adalah dengan berhenti merokok, dengan berhenti merokok glutathione yang sebelumnya terinhibisi akibat rokok dapat kembali kadarnya dan menjalankan fungsi sebagai antioksidan yang melindungi rongga mulut.28,29

4.3 Aspek Keislaman

Dalam Al-Quran surah Al-Baqoroh ayat 195 allah berfirman :

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.( Al-Baqoroh ayat 195)

Ayat alquran diatas menjelaskan kita sebagai hamba allah disuruh untuk menjauhi perbuatan merusak diri atau mengarah pada bunuh diri. Disarankan pada subjek perokok untuk menjauhi rokok karena perbuatan tersebut salah satu merusak diri karena rokok dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut melalui berbagai mekanisme seperti dapat menurunkan aliran darah ke gingiva, mensupresi sistem imun, mengganggu keseimbangan lingkungan mulut dan komponen inorganik pada saliva sehingga memungkinkan kolonisasi bakteri pada rongga mulut dan meningkatkan pembentukan plak dan calculus pada gigi.


(62)

46 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Pada penelitian ini didapatkan peran rokok mempengaruhi nilai rerata konsentrasi protein total pada kelompok perokok (mean = 0,8813; sd = 0,36395) lebih rendah dibanding non-perokok (mean = 1,2526; sd = 0,36792) dan terdapat perbedaan bermakna secara statistik dengan nilai p < 0,05.

5.2 Saran

1. Diperlukan penelitian selanjutanya dengan penambahan jumlah sampel lebih banyak pada kelompok perokok dengan Indeks Brikman sedang sampai berat sehingga efek dari rokok lebih terlihat.

2. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mendeteksi protein spesifik saliva yang menurun atau meningkat akibat efek rokok.


(1)

53 DATA PRIBADI Nama TTL : : ………... ... Jenis Kelamin: L / P

Alamat : ... Telepon Berat Badan Tinggi Badan IMT : : : : ... ... kg ... cm ... (diisi peneliti)

HP: ………...

Pekerjaan Penghasilan 1. <1.500.000 Pendidikan : per : ... Bulan:

2. 1.500.000-2.500.000

SD/SMP/SMA/D3/S1/S2/S3/..

Status Pernikahan: Agama :

3. 2.500.000-3.500.000

………. ………. 4. >3.500.000

PENYAKIT SISTEMIK : (jawab dengan ADA atau TIDAK ADA dan obat-obatan)

Hepatitis B/C :

HIV :

TBC :

Diabetes Mellitus :

Hipertensi :

RIWAYAT GIGI DAN MULUT

Kunjungan ke dokter gigi : 1. Pernah; jika pernah kunjungan terakhir pada ... 2. Tidak Pernah.

Jenis perawatan : ... (jika pernah periksa ke dokter gigi) Frekuensi & waktu sikat gigi : ... Kali/hari; pagi / siang / sore / malam

Penggunaan obat kumur : Ya / Tidak; ... kali/hari; Merek...

Keluhan mulut kering : Ya / Tidak; Sejak ... hari/minggu/bulan/tahun Asupan air putih/hari : ... Gelas

FREKUENSI MEROKOK

1. Apakah anda hampir setiap hari merokok: 1) Ya

2) Tidak, berapa hari dalam seminggu anda merokok …………..

2. Berapa rata-rata jumlah batang rokok yang anda habiskan dalam sehari: ………….. batang/hari

3. Jenis rokok yang biasa anda konsumsi: 1) Kretek

2) Filter


(2)

54

4. Sudah berapa lama anda merokok: ………….. tahun yang lalu 5. Apakah alasan anda pertama kali merokok?

1) iseng

2) penasaran/coba-coba 3) diajak/dipaksa teman 4) mencontoh orang tua 5) terlihat dewasa/keren 6) terlihat seperti tokoh idola 7) lainnya....

6. Siapa yang pertama kali memperngaruhi anda untuk merokok 1) tidak ada

2) orang tua 3) saudara 4) teman 5) iklan 6) lainnya....

7. Dimana biasanya anda merokok (pilihan jawaban boleh lebih dari satu) 1) di rumah

2) di tempat kerja 3) di tempat teman 4) di tempat umum 5) lainnya....

8. Biasanya anda mendapatkan rokok darimana 1) orang tua

2) teman 3) beli sendiri 4) lainnya

9. Keadaan apa yang membuat anda merokok (pilihan jawaban boleh lebih dari satu)

1) saat bosan

2) saat stress/kesal/marah

3) merasa gugup/hilangkan ketegangan 4) saat mulut merasa tidak enak 5) saat santai/iseng

6) saat melihat orang merokok 7) lainnya

KEINGINAN BERHENTI MEROKOK Diadopsi dari WHO

1. Apakah anda pernah mencoba berhenti merokok 1) Ya

2) Tidak (langsung ke pertanyaan No.7)

2. Kapan anda mencoba berhenti merokok: ………….. tahun yang lalu 3. Berapa kali anda berusaha berhenti merokok?... kali

4. Apakah anda sukses dalam berhenti merokok pada saat itu? 1) Ya


(3)

55 2) Tidak

5. Berapa lama anda berhenti merokok pada saat itu?... hari

6. Apa cara yang anda gunakan untuk berhenti merokok pada saat itu? 1) ke dokter

2) Permen 3) Obat 4) lainnya ....

7. Apakah anda mau berhenti merokok? 1) Ya, karena....

2) Tidak

8. Bagaimana tindakan keluarga saat anda merokok 1) ditegur

2) dibiarkan 3) lainnya....

9. Seberapa besar pengaruh iklan dalam mempengaruhi anda merokok 1) besar sekali

2) besar 3) biasa saja

4) tidak ada pengaruh 5) sangat tidak ada pengaruh

10. Keadaan apa yang anda peroleh dari setelah merokok 1) memberi kenikmatan

2) memberi rasa percaya diri

3) membantu melepaskan rasa tertekan oleh masalah 4) dapat memusatkan konsentrasi

11. Menurut Anda, apakah ada dampak merokok terhadap Anda?

1)

Ya, ada. Contohnya ...

2)

Tidak

12. Menurut Anda, adakah dampak rokok terhadap lingkungan?

1)

Ya, ada. Contohnya ...

2)

Tidak

KETERGANTUNGAN TERHADAP NIKOTIN Diadopsi dari Fagerstrom Nicotine Dependence

1. Seberapa cepat anda merokok yang pertama kali setelah anda bangun tidur? 1) Setelah 60 menit (0)

2) 31-60 menit (1) 3) 6-30 menit (2) 4) dalam 5 menit (3)

2. Apakah anda mengalami kesulitan untuk tidak merokok didaerah yang terlarang/dilarang merokok

1) Tidak (0) 2) Ya (1)

3. Kapan paling sulit bagi anda untuk tidak merokok? 1) Merokok pertama kali pada pagi hari (1) 2) Waktu lainnya (0)


(4)

56

4. Berapa batang rokok anda habiskan dalam sehari? 1) 10 atau kurang dari itu (0)

2) 11-20 (1) 3) 21-30 (2) 4) 31 atau lebih (3)

5. Apakah anda lebih sering merokok pada jam-jam pertama bagun tidur dibandingkan dengan waktu lainnya?

1) Tidak (0) 2) Ya (1)

6. Apakah anda merokok walaupun sedang sakit sampai hanya tiduran ditempat tidur hampir sepanjang hari ?

1) Tidak (0) 2) Ya (1) Kesimpulan:

Jumlah Skor:……… Intepretasi:……….

1-2: Ketergantungan rendah 5-7: Ketergantungan sedang


(5)

57 SALIVA

Laju aliran saliva tanpa stimulasi : ml/menit Ph

Ion Ca

: :

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

Debris index Debris index

Calculus index Calculus index

CPITN CPITN

CPITN CPITN

Calculus index Calculus index

Debris index Debris Index

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

GI  tidak dapat digantikan

6 1 4

4 1 6

DEBRIS INDEX (DI)

CALCULUS INDEX (CI) pengganti : 21/41

GINGIVAL INDEX (GI) tidak dapat digantikan

0 : Tidak ada debris/stain

1 : Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa adanya debris pada permukaan gigi tersebut

2 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

3 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

0 : Tidak ada kalkulus

1 : Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

2 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat sedikit/bercak kalkulus subgingiva di servikal gigi 3 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau kalkulus

subgingiva yang menutupi atau melingkari permukaan servikal gigi GI=


(6)

58

Lampiran 2

Identitas:

Nama : Sari Dewi Apriana Apriana Nasution Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat,Tangal Lahir : Rantauprapat, 22 April 1994

Agama : Islam

Alamat : jln.Kampung Baru NO 27 Rantauprapat, Sumatera Utara E-mail : apriana_nasution@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

1.

2000 – 2006 : SDN 112140 Rantauprapat

2.

2006 – 2009 : MTSN Rantauprapat

3.

2009 – 2012 : MAN Rantauprapat

4.

2012- sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta