5.2 Keterpaparan Pornografi Dan Pengetahuan Seksual Siswa
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden terhadap perilaku seksual. Walaupun banyak tulisan dan penelitian mengindikasikan adanya
keterkaitan keterpaparan pornografi terhadap pengetahuan seksual siswa. Namun dalam penelitian ini ternyata tidak ditemukan adanya pola keterkaitan yang jelas
antara keterpaparan pornografi dengan pengetahuan seksual. Dari tabel 4.7 memperlihatkan walaupun tidak ada pola yang jelas dari
proporsi pengetahuan seksual siswa menurut keterpaparan pornografi, tetapi terlihat bahwa persentasi pengetahuan seksual siswa kategori baik lebih tinggi ditunjukkan
pada mereka yang pernah terpapar pornografi, yakni 75,6 untuk mereka yang terpapar dan 54,1 yang tidak terpapar. Ini berarti bahwa bahwa keterpaparan
pornografi tidak akan langsung memberikan efek terhadap pengetahuan tentang seksual. Keterkaitan keterpaparan pornografi terhadap pengetahuan seksual akan
berlangsung melalui tahapan daripada efek keterpaparan itu sendiri. Seperti dinyatakan oleh Cline 1986 bahwa tahapan efek yang keterpaparan
pornografi dalam kaitannya dengan perilaku seksual akan meliputi tahap adiksi, eskalasi, desensitisasi dan act out tindakan. Adiksi adalah adanya efek ketagihan.
Sesekali seseorang menyukai materi pornografi maka ia akan memiliki keinginan untuk melihat dan mendapatkan kembali materi tersebut. Eskalasi adalah terjadinya
peningkatan kebutuhan terhadap materi seks yang lebih berat, lebih nyata dan lebih menyimpang dari sebelumnya dikonsumsi. Desensitisasi adalah tahap ketika materi
seks yang tadinya tabu dan tidak bermoral dianggap menjadi sesuatu yang biasa. Act out tindakan merupakan tahap yang terjadi ketika ada peningkatan kecenderungan
Universitas Sumatera Utara
untuk melakukan perilaku seksual yang selama ini hanya dilihat akan diaplikasikan kedalam kenyataan.
Huraian tersebut menunjukkan bahwa keterkaitan keterpaparan pornografi terhadap perilaku seksual tidak ditentukan oleh seberapa jauh pengetahuan mereka
tentang seksual, tetapi cukup dengan mengakses pornografi melalui media-media tayangan kemudian dapat langsung melakukan perilaku dan tindakan seksual.
5.3 Keterpaparan Pornografi Dan Sikap Seksual Siswa