Teori Relevansi Landasan Teori

Karena semantik berperan penting dalam penerjemahan, maka fokus permasalahan lebih agak ke arah investigasi semantis. Misalnya, dalam menerjemahkan leksikon BING ke dalam BIND, permasalahan yang sering ditemukan adalah: 1. bentuk kata yang berbeda pada kedua bahasa itu, 2. makna, dan 3. strategi dalam menerjemahkan kata yang dimaksud. Di samping itu, banyak teori dan prosedur menerjemahkan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia yang harus dipelajari dan dipahami oleh para penerjemah. Penerjemah dapat memilih dari dua metode penerjemahan, yaitu direct or literal translation borrowing, calque, literal translation, dan obligue translation transposition, modulation, equivalence, adaptation Vinay dan Darbelnet dalam Venuti, 2000: 84.

2.2.2. Teori Relevansi

Gutt 1991 dalam Venuti 2000: 377 menjabarkan bahwa penerjemahan merupakan kegiatan menafsirkan teks dan mengalihkannya ke dalam media lain dalam bentuk yang paling berkaitan relevan atau paling sesuai dengan situasi komunikasi. Atau dengan kata lain, terjemahan adalah kegiatan dalam dalam bidang penggunaan bahasa dalam praktik. Gutt dalam hal ini menggunakan tiga pengertian kunci dalam konsep penerjemahan, yaitu: 1 Interpretation interpretasi, 2 Optimal relevance keberkaitan optimal, dan Roswani Siregar : Analisis Penerjemahan Dan Pemaknaan Istilah Teknis : Studi Kasus Pada Terjemahan Dokumen Kontrak, 2009 USU Repository © 2008 3 Minimal effort upaya minimal. Yang dimaksud dengan interpretasi interpretation dalam hal ini adalah penerjemah disarankan untuk menelaah berbagai kemungkinan makna dan memberikan tafsiran yang paling sesuai dengan tujuan komunikasi. Kemudian keberkaitan optimal optimal relevance adalah bahwa bentuk terjemahan harus mempunyai keberkaitan terbesar terhadap komunikasi yaitu yang meliputi kepentingan, tujuan, latar belakang sosial budaya, isi pesan, dan lain-lain, sedangkan upaya minimal minimal effort dimaksudkan bahwa terjemahan harus dalam bentuk yang mudah dimengerti oleh pembaca jika suatu hasil terjemahan sulit atau tidak dipahami pembaca, maka tujuan penerjemahan dapat dikatakan tidak tercapai. Vernay 1974 yang dikutip Gutt dalam Venuti, 2000: 387 menambahkan bahwa sebuah tindak yang mentransfer informasi dalam bahasa A ke dalam bahasa B sedemikian rupa sehingga sejumlah informasi yang relevan diterima dalam bahasa B akan identik dengan yang ada pada bahasa A. Gutt 1991 dalam Hatim dan Munday 2004: 57 menjelaskan bahwa dalam kajian ekivalensi yang perlu diperhatikan adalah teks atau pecahan teks, dan gagasan ekivalensi yang didukung oleh dinamika dan pragmatik ini atau tekstual yang kemudian menjadi berbasis teks. Analisis linguistik kognitif terhadap proses penerjemahan telah bergeser fokusnya dari teks ke proses mental. Terjemahan dipandang sebagai penyontohan khusus dari konsep komunikasi yang lebih luas, dan hal ini, bersama-sama dengan proses pembuatan keputusan yang tercakup di dalamnya dijelaskan berkaitan dengan hubungan koherensi sebab-akibat. Roswani Siregar : Analisis Penerjemahan Dan Pemaknaan Istilah Teknis : Studi Kasus Pada Terjemahan Dokumen Kontrak, 2009 USU Repository © 2008 Hubungan ini menopang proses penyocokan interfencing, kegiatan kognitif yang dilakukan sebagai pusat setiap kegiatan komunikasi dan oleh karenanya sangatlah penting dalam setiap tindak atau kegiatan membaca atau terjemahan.

2.2.3. Semantik dalam Penerjemahan