ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN SIDOARJO.

(1)

USULAN PENELITIAN

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Untuk Menyusun Skripsi S-1

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Oleh :

Iwan Subianto

0411010252/FE/EP

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucap syukur kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT

KEMISKINAN DI KABUPATEN SIDOARJO”

sebagai salah satu syarat dalam

memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi

Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai

pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1.

Bapak Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

2.

Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3.

Bapak Drs. Ec. Mareto DS, Msi selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4.

Ibu Dr. HJ. Muchtolifah, SE, MP selaku Dosen pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5.

Ayah dan ibu serta Adik-adikku yang telah memberikan do’a dan semangat,


(3)

7.

Berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebut satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

segala masukan dan saran yang bersifat menyempurnakan bagi skripsi ini, penulis akan

menerima dengan baik.

Akhirnya, semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai

bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak lain yang

membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya,desember 2008


(4)

KATA PENGANTAR ...

i

DAFTAR ISI ...

iii

DAFTAR TABEL ...

vi

DAFTAR GAMBAR ...

vii

DAFTAR LAMPIRAN ...

viii

ABSTRAKSI ...

ix

BAB I PENDAHULUAN ...

1

1.1.

Latar belakang ...

1

1.2.

Perumusan Masalah ...

4

1.3.

Tujuan Penelitian ...

4

1.4.

Manfaat Penelitian ...

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...

6

2.1.

Penelitian Terdahulu ...

6

2.2.

Landasan Teori ...

9

2.2.1.

Pembangunan Ekonomi dan kemiskinan ...

9

2.2.1.1. Ukuran Kemiskinan ...

11

2.2.1.2.

Pengertian

kemiskinan

...

13

2.2.1.2.1.

Ciri-ciri

kemiskinan ...

14

2.2.1.2.2.

Macam

kemiskinan ...

15

2.2.1.2.3.

Upaya

penanggulangan-

Kemiskinan ...

16


(5)

2.2.2.2.

Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap –

Kemiskinan

...

21

2.2.3.

Pengertian

Investasi

...

22

2.2.3.1.

Teori

Investasi

...

23

2.2.3.2.

Jenis-Jenis

Investasi ...

25

2.2.3.3.

Pengaruh Investasi Terhadap Kemiskinan .

26

2.2.4.

Pengertian

Penduduk

...

30

2.2.4.1.

Pengelompokan

Penduduk

...

32

2.2.4.2.

Pengertian Pertumbuhan Penduduk ...

33

2.2.4.3.

Komponen

Pertumbuhan

Penduduk ...

35

2.2.4.4.

Konsep Pembangunan Ekonomi dan

Masalah

Pertumbuhan

Penduduk

...

37

2.2.5.

Pengertian

Kesempatan

Kerja

...

38

2.2.5.1.

Hubungan Kesempatan Kerja Dengan

Kemiskinan

...

39

2.2.6. Pengertian

Pengangguran... 40

2.2.6.1. Jenis-Jenis

Pengangguran ... 41

2.2.6.2.

Hubungan

Pengangguran

dengan-

Kemiskinan ...

42

2.2.7. Pengertian

Tingkat

Pendidikan ... 43


(6)

2.3.

Kerangka Pikir ...

46

2.4.

Hipotesis

... 49

BAB III METODE PENELITIAN ...

50

3.1.

Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ...

50

3.2.

Teknik Penentuan Sampel ...

52

3.3.

Teknik Pengumpulan Data...

53

3.4.

Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ...

53

3.4.1.

Teknik Analisis ...

53

3.4.2.

Uji Hipotesis ...

55

3.5.

Evaluasi Ekonometrik ...

58

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...

63

4.1.

Deskripsi Obyek Penelitian...

63

4.1.1.

Gambaran Umum Kabupaten Sidoarjo...

63

4.1.2. Letak

Geografis... 63

4.1.3. Sistem

Pemerintahan... 64

4.1.4. Keadaan

Penduduk... 65

4.1.5.

Sumber Daya Alam...

66

4.2.

Diskripsi Data Penelitian ...

66

4.2.1. Tingkat

Kemiskinan... 66

4.2.2. Pendapatan

Perkapita ... 68


(7)

4.2.6. Pertumbuhan

Pengangguaran... 72

4.2.7.

Penduduk Tidak Tamat SD...

74

4.3. Analisis

Regresi ... 75

4.3.1.

Pengujian Adanya Pelanggaran

Asumsi-Asumsi

Klasik ...

75

4.4.

Hasil Analisis Dan Uji Hipotesis ...

77

4.4.1. Analisis

Regresi ... 77

4.4.2.

Koefisien Determinasi (R

2

)

Dan Koefisien Korelasi (R) ...

80

4.5. Pengujian

Hipotesis ... 81

4.5.1.

Uji Hipotesis Secara Simultan ...

81

4.5.2.

Uji Hipotesis Secara Parsial...

83

4.6. Pembahasan... 91

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN...

94

5.1. Kesimpulan ... 94

5.2. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA


(8)

TABEL

1

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo

Tahun 1993 s/d 2007... 66

TABEL 2 Perkembangan

Pendapatan Perkapita Kabupaten Sidoarjo

Tahun 1993 s/d 2007... 68

TABEL

3

Perkembangan Investasi Kabupaten Sidoarjo

Tahun 1993 s/d 2007... 69

TABEL

4

Perkembangan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sidoarjo

Tahun 1993 s/d 2007... 70

TABEL

5

Perkembangan Kesempatan Kerja Kabupaten Sidoarjo

Tahun 1993 s/d 2007... 71

TABEL 6

Perkembangan Pertumbuhan Pengangguran Kabupaten Sidoarjo

Tahun 1993 s/d 2007... 73

TABEL 7

Perkembangan Penduduk Tidak Tamat SD Kabupaten Sidoarjo

Tahun 1993 s/d 2007... 74

TABEL 8 Nilai

VIF

...

75

TABEL

9

Batas-Batas Daerah Test Durbin-Watson ... 76

TABEL

10

Korelasi Antara Variabel Bebas

Dengan Residual (error)... 77

TABEL

11

Hasil Perhitungan Regresi Linier Berganda

Dengan Program SPSS 7,5 ... 78

TABEL

12

Analisis Varians (Anova)... 81


(9)

(10)

Gambar

1

Marginal Efficiency of Investment ... 24

Gambar

2

lingkaran tak berujung pangkal (vicious Cyce) ... 27

Gambar 3 Lingkaran

Keterbelakangan

...

28

Gambar 4

Skema Komposisi Penduduk ... 33

Gambar

5

Paradigma Pendapatan perkapita, investasi pertumbuhan

Penduduk, kesempatan kerja, Pertumbuhan Pengangguran

dan penduduk tidak lulus SD terhadap tingkat kemiskinan... 48

Gambar 6

Distribusi daerah penerimaan atau penolakan hipotesis secara

simultan...

56

Gambar 7

Distribusi daerah penerimaan atau penolakan hipotesis secara

Parsial

...

58


(11)

Abstraksi

Oleh :

Iwan Subianto

Ekonomi pembangunan adalah cabang ilmu ekonomi yang bertujuan untuk

menganalisis masalah yang dihadapi negara sedang berkembang. Masalah tersebut

termasuk masalah yang menyangkut kemiskinan, fenomena kemiskinan pada

prinsipnya muncul karena sebagian penduduk tidak dapat mengakses terhadap

peluang-peluang ekonomi yang tersedia. Apabila masalah kemiskinan tidak

ditanggapi dengan serius, maka dapat menghambat proses pembangunan atas dasar

pemikiran tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendapatan

perkapita, investasi, pertumbuhan penduduk, kesempatan kerja, pertumbuhan

pengangguran dan penduduk tidak tamat SD terhadap tingkat kemiskinan

dikabupaten Sidoarjo.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari

instansi-instansi yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Sedangkan untuk uji hipotesis

menggunakan uji F dan uji t, untuk uji F diperoleh F

hitung

> F

tabel

, ini berarti secara

simultan bahwa Variabel Pendapatan Perkapita, investasi, pertumbuhan penduduk,

kesempatan kerja, pertumbuhan pengangguran dan penduduk tidak tamat SD

berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Kemiskinan. Sedangkan secara parsial

variabel Pendapatan perkapita (X

1

) dan Pertumbuhan Pengangguran (X

5

)

berpengaruh signifikan terhadap Tingkat kemiskinan (Y). Sedangkan untuk variabel

bebas Investasi (X

2

), Pertumbuhan penduduk (X

3

), Kesempatan kerja (X

4

) dan

Penduduk tidak tamat SD (X

6

) berpengaruh tidak signifikan terhadap Tingkat

kemiskinan. Untuk Variabel bebas yang dominan mempengaruhi variabel Tingkat

kemiskinan adalah variabel Pendapatan perkapita (X

1

) karena variabel ini memiliki

koefisien korelasi parsial yang paling besar.


(12)

1.1. Latar Belakang

Masalah-masalah perekonomian yang dihadapi oleh Negara-negara berkembang termasuk Negara Indonesia, yaitu berkaitan dengan masalah kemiskinan, pengangguran dan inflasi. Hal tersebut merupakan dilema bagi Negara sedang berkembang. Dapat dilihat bahwa pada hakikatnya dinegara-negara sedang berkembang terdapat kemiskinan yang sangat serius dan masalah ini menjadi sangat serius lagi karena ketidakpastian perekonomian. ( Anonim, 2004 : 152 )

Kemiskinan merupakan salah satu dari beberapa ciri yang tampak jelas terlihat didaerah perkotaan ataupun pedesaan, hal ini dapat diketahui dari tingkat kesejahteraan dan kemakmuran yang pada umumnya sangat rendah dengan cara hidup mereka yang sangat sederhana serta sarana dan prasarana maupun fasilitas kurang memadai dan lebih diperparah lagi dengan menurunnya tingkat pendapatan perkapita suatu masyarakat dan peningkatan jumlah penduduk serta kurangnya jumlah lapangan kerja baru sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat. Maka timbullah

keperluan yang mendesak untuk mempercepat pembangunan. ( Rozaki, 2004 : 1 )


(13)

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari definisi ini dapat dilihat tiga sifat penting pembangunan ekonomi yaitu pertama, merupakan suatu proses yang berati suatu perubahan yang terjadi terus menerus. Kedua, usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Ketiga, kenaikan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang. ( Suryana, 2000 : 3 )

Pembangunan disini tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan lain sebagainya. Tetapi kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman dan keadilan. Pada hakikatnya pengembangan pedesaan adalah upaya untuk memerangi kemiskinan. Rencana pembangunan nasional di Negara sedang berkembang dimasa mendatang harus menjamin keserasiahan dan perbaduan yang lebih sempurna antara pembangunan diperkotaan dan dipedesaan, dalam pemberantasan kemiskinan hendaknya dilihat dari dana yang disalurkan oleh pemerintah dan dinas-dinas lain seperti pendidikan, kesehatan, dan dinas sosial. ( Rahmanto, 2007 : 2 )

Dalam upaya memerangi kemiskinan apabila kita menganggap akar kemiskinan berkaitan dengan faktor kultural sudah barang tentu perlu disusun strategi yang mampu meningkatkan etos kerja kelompok miskin, meningkatkan pendidikan supaya memiliki pola pikir yang mampu melihat persepektif masa depan dan menata kembali lembaga-lembaga ekonomi konvensional yang tidak lagi sesuai supaya dapat mewadahi kebutuhan dan


(14)

aspirasi kelompok miskin. Sedangkan apabila kita beranggapan bahwa kemiskinan berakar pada masalah struktural maka strategi pembangunan kita harus ditata kembali. ( Kartasasmita, 1996 : 239 )

Strategi pembangunan yang kita perlukan adalah strategi yang tidak sekedar mementingkan pertumbuhan, tetapi juga harus mengandung aspek pemerataan. Setiap upaya untuk mengatasi persoalan kemiskinan akan tetap gagal selama masalah perekonomian dan ketidakadilan sosial akan berjalan lamban dan statis, sebagai substansi berbagai faktor yang berakibat pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. ( Rahmanto, 2007 : 3 )

Bila kita lihat data jumlah penduduk miskin di kabupaten sidoarjo pada tahun 1997 jumlah penduduk miskin sebesar 28.286 jiwa atau 2,03 %, pada tahun 1998 sebesar 31.423 jiwa atau 2,13 %, pada tahun 1999 sebesar 89.691 jiwa atau 5,91 %, pada tahun 2000 sebesar 88.644 jiwa atau 5,67 %, pada tahun 2001 sebesar 104.324 jiwa atau 6,47 %, pada tahun 2002 sebesar 103.099 jiwa atau 6,20 %, pada tahun 2003 sebesar 103.327 jiwa atau 6,17 %, pada tahun 2004 sebesar 74.631 jiwa atau 4,33 %, pada tahun 2005 sebesar 87.677 jiwa atau 4,84 %, pada tahun 2006 sebesar 162.156 jiwa atau 8,82 %. Berdasarkan data sepuluh tahun terakhir diatas persentase jumlah penduduk miskin di kabupaten Sidoarjo mengalami kenaikan berturut-turut pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1999. Tetapi pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 persentase jumlah penduduk miskin kabupaten sidoarjo mengalami penurunan yang berturut-turut. Sedangkan pada tahun 2005 dan tahun 2006 mengalami kenaikan. Kondisi ini lebih diakibatkan karena


(15)

Negara kita pada saat itu berada dalam masa transisi sehingga keadaan perekonomian nasional masih mudah tergoyang. Dari uraian data diatas dapat disimpulkan bahwa pada sepuluh tahun terakhir pengentasan kemiskinan di kabupaten Sidoarjo masih belum stabil, fenomena inilah yang menjadi dasar penelitian ini dilakukan dan penulis ingin mengetahui variabel-variabel apa saja yang mempengaruruhi tingkat kemiskinan di kabupaten sidoarjo tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas dapat ditarik suatu permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah pendapatan perkapita, investasi, pertumbuhan penduduk,

kesempatan kerja, pertumbuhan pengangguran dan penduduk tidak tamat SD berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten Sidoarjo.

b. Dari beberapa variabel bebas tersebut manakah yang paling dominan

mempengaruhi tingkat kemiskinan di kabupaten Sidoarjo.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan perkapita, investasi,


(16)

dan penduduk tidak tamat SD terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten Sidoarjo.

b. Untuk mengetahui variabel-variabel yang paling dominan dalam

mempengaruhi tingkat kemiskinan di kabupaten Sidoarjo.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang masalah tingkat

kemiskinan di kabupaten sidoarjo.

b. Sebagai bahan masukan bagi instansi yang terkait dalam menentukan

kebijakan tentang penanggulangan kemiskinan di kabupaten sidoarjo.

c. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk

penelitian-penelitian serupa di daerah lain, serta bermanfaat bagi fakultas ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timu guna melengkapi perbendaharaan perpustakaan.


(17)

2.1. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai factor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan dan hasil penelitian tersebut adalah :

a. Abdullah Zikri ( 1999 : 53 ) “Dampak Pengentasan Kemiskinan Di Pedesaan Melalui Program IDT”. Dari hasil pengujian secara simultan bahwa pendapatan per rumah tangga penduduk penerima dana IDT, penyerapan dana IDT, jumlah penduduk menerima dana IDT, berpengaruh secara nyata terhadap tingkat kemiskinan. Secara parsial, bahwa penyerapan dana IDT paling dominan berpengaruh secara nyata terhadap tingkat kemiskinan.

b. Abdu Rohman ( 2004 ) “Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Jawa Timur” Melalui analisis regresi linier berganda diperoleh kesimpulan bahwa variabel bebas (X) yang meliputi, Bantuan kesejahteraan sosial (X1), pengeluaran pemerintah di bidang sosial (X2) dan jumlah bank (X3) mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel terikat (Y) yaitu kemiskinan. Sedangkan secara parsial, variabel bantuan kesejahteraan sosial (X1) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y), variabel pengeluaran pemerintah di bidang sosial (X2) tidak berpengaruh nyata


(18)

terhadap variabel terikat (Y),sedangkan variabel jumlah kantor BRI (X3) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y).

c. Farid Rozaki ( 2004 ) “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Dibidang Kesejahteraan Sosial, Inflasi dan Investasi Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Jawa Timur” melalui analisis ECM (Error Correction Model) dengan variabel bebas (X) meliputi, pengeluaran pemerintah di bidang kesejahteraan sosial (X1), inflasi (X2) dan pmdn (X3). Dari hasil penelitian diperoleh varibel bebas terdapat pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Y) yaitu tingkat kemiskinan.Tetapi variabel pmdn (X3) tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.Selanjutnya variabel inflasi (X3) berpengaruh secara dominan diantara variabel lainnya.

d. Novia Dwi Rahayu ( 2005 : X ) “Analisis Kemiskinan Di Daerah Pedesaan Dan Perkotaan Di Jawa Timur”.Teknik analisis yang di gunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dan korelasi dengan variabel terikat tingkat kemiskinan (Y), variabel bebas (X), tingkat pengangguran terbuka (X1), tingkat inflasi (X2), pengeluaran pemerintah di bidang kesejahteraan sosial (X3) dan pertumbuhan ekonomi (X4).Dari penelitian ini di peroleh hasil, pertama secara uji F varibel terikat di pengaruhi variabel bebas sedangkan uji-t dari keempat variabel bebas yang dianggap berpengaruh terhadap perubahan variabel terikat, ada dua variabel bebas yang tidak berpengaruh terhadap variabel


(19)

terikat yaitu tingkat inflasi dan pengeluaran pemerintah di bidang kesejahteraan sosial.

e. Joehartini dan Rosben musa (Jurnal Riset Ekonomi dan Managemen, Vol.7, No.1 Januari 2007) jurnal dengan judul ”Pertumbuhan Ekonomi, Peluang kerja dan Pengentasan kemiskinan”. Dari penelitian ini pertumbuhan ekonomi,peluang kerja dan tingkat kemiskinan sebagai variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X) antara lain pengangguran sebagai (X1), pertumbuhan PDB sebagai (X2),PDB perkapita sebagai (X3), inflasi sebagai (X4), penduduk miskin sebagai (X5) dan jumlah penduduk sebagai (X6). Penelitian ini menggunakan pembandingan data dari propenas dengan BPS. Pertumbuhan ekonomi belum menjamin terciptanya lapangan kerja, kemiskinan di indonesia lebih diwarnai oleh paradigma strukturalis dari pada kulturalis.

f. Nicho yulianto ( 2005 : X ) Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Tngkat kemiskinan di kota Surabaya “ penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dengan variabel terikat (Y) tingkat kemiskinan dan variabel bebas (X) yang meliputi,Pengeluaran pemerintah (X1), Inflasi (X2), Nilai kurs (X3) dan PMDN (X4). Di peroleh persamaan regresi dengan menggunakan uji F regresi secara simulta variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat. Sedangkan dari pengujian secara parsial menggunakan uji-t dapat diketahui bahwa variabel bebas pengeluaran pemerintah (X1) berpengaruh secara nyata terhadap tingkt kemiskinan di Surabaya. Untuk


(20)

variabel bebas Inflasi (X2), Nilai kurs (X3) dan PMDN (X4) secara nyata tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Surabaya.

Dari uraian hasil penelitian terdahulu diatas dapat ditarik suatu perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu.perbedaan ini terletak pada subyek penelitian dan variabel bebasnya. Jika penelitian terdahulu menggunakan subyek kota Surabaya tetapi penelitian ini menggunakan kabupaten sidoarjo sebagai subyek. Sedangkan untuk

variabel bebas yang digunakan adalah Pendapatan Perkapita (X1),

Investasi (X2), Pertumbuhan Penduduk (X3), Kesempatan Kerja (X4),

Pertumbuhan Pengangguran (X5) dan Penduduk tidak tamat SD (X6)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pembangunan Ekonomi dan Kemiskinan

Antara pembangunan dan kemiskinan mempunyai keterikatan yang sangat erat. Salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi adalah memerangi kemiskinan. Pada dasarnya yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi adalah semua usaha untuk meningkatkan pendapatan nyata perkapita penduduk suatu Negara berkembang dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. ( Mulyana 1987 : 348 ).

Dari definisi tersebut ada beberapa hal yang perlu mendapatkan tekanan khusus :

a. Usaha, diartikan bahwa pembangunan ekonomi bukanlah hasil suatu proses, melainkan sesuatu yang dengan sengaja dikerjakan.


(21)

b. Meningkatkan pendapatan perkapita yang tinggi, maksudnya adalah pertumbuhan penduduk, dimana pada umumnya Negara berkembang berpenduduk besar sehingga usaha pembangunan ditujukan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya, dimana dengan pembangunan, pendapatan penduduk dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun.

c. Jangka waktu yang sesingkat-singkatnya, mengandung arti bahwa

usaha pembangunan untuk kesejahteraan rakyat dicapai secepat mungkin sehingga mampu mengejar ketertinggalan dari Negara maju yang akhirnya mengurangi ketergantungan pada Negara-negara maju. Selain itu, kesenjangan di dalam negeri secepatnya dihilangkan atau dikurangi dengan memperluas usaha-usaha pemerataan.

Secara umum dapatlah dikatakan bahwa semakin tinggi pendapatan perkapita suatu masyarakat, makin kecil proporsi penduduknya yang berpendapatan dibawah garis kemiskinan. Akan tetapi perlulah juga diingat bahwa disamping tergantung kepada pendapatan perkapita, besarnya presentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan tergantung pula kepada distribusi pendapatn. Makin tidak merata distribusinya, makin besar garis kemiskinan.


(22)

2.2.1.1. Ukuran Kemiskinan

Ada beberapa metode pengukuran tingkat kemiskinan yang dikembangkan di Indonesia,yaitu:

a. Pendekatan kajian yang dilakukan oleh BPS (1994) terhadap batas kemiskinan adalah dengan menggunakan standar kecukupan kalori sebesar 2100 kalori perkapita perhari ditambah dengan beberapa kebutuhan minimum non pangan yang meliputi ; pengeluaran untuk perumahan , sandang dan aneka barang dan jasa.

b. Menurut sayogyo (1977 :10) tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilo gram konsumsi beras per orang pertahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan.

Daerah pedesaan :

1) Miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada ` 320 kg nilai tukar beras per orang pertahun.

2) Miskin sekali : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 kg nilai tukar beras per orang pertahun.

3) Paling miskin :bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 kg nilai tukar beras per orang pertahun.

Daerah perkotaan :

1) Miskin bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 kg nilai tukar beras per orabg pertahun.


(23)

2) Miskin sekali :bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 280 kg nilai tukar beras per orang pertahun.

3) Paling miskin :bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 kg nilai tukar beras per orang pertahun.

Ukuran kemiskinan yang digunakan sayogyo diatas banyak mendapatkan kritikan dan kurang relevan dikarenakan sayogyo hanya menggunakan ekuivalen beras untuk mengukur kemiskinan.

c. Bank dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada

pendapatan seseorang kurang dari US$ 1 per hari.

d. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

mengukur kemiskinan berdasarkan kriteria keluarga pra sejahtera (pra ks ) dan keluarga sejahtera 1 ( ks 1)

e. Pada tahun 2001 BPS Jawa Timur melakukan perhitungan

penduduk miskin dalam satuan jiwa melalui metode skoring, yaitu 1) kategori I, mendekati miskin (near poor) mempunyai rentang

skor antara 1-2,44.

2) Kategori II, miskin (poor) mempunyai rentang skor antara

2,45-2,50.

3) Kategori III, sangat miskin (real poor) mempunyai rentang skor antara 2,51-3,00.

Dari ketiga kategori diatas yang termasuk dalam penduduk miskin adalah kategori II dan III, karena kategori I tidak termasuk penduduk miskin.


(24)

2.2.1.2. Pengertian Kemiskinan

Menurut Ginanjar Kartasasmita ( 1996 : 234 ), kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatasnya aksesnya pada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi.

Menurut Basri (2002 : 98) Kemiskinan diartikan sebagai akibat dari ketiadaan demokrasi, yang mencerminkan hubungan kekuasaan yang menghilangkan kemampuan warga suatu negara untuk memutuskan masalah yang menjadi perhatian mereka sendiri, sehingga mayoritas penduduk kurang memperoleh alat-alat produksi ( lahan dan teknologi ) dan sumber daya ( pendidikan, kredit, dan akses pasar ). Selain itu kurangnya mekanisme yang memadai untuk akumulasi dan distribusi. Dengan kata lain, kemiskinan di Indonesia disebabkan sangat terbatasnya peluang atau kesempatan yang dimiliki kelompok tersebut dalam mengakses sumber daya pembangunan keterbatasan peluang ini, selain disebabkan hambatan internal kelompok miskin, terutama diakibatkan oleh konstelasi institusional yang bersifat mencari keuntungan pribadi atau golongan, otoriter dan sentralistik.


(25)

Menurut Mubyarto ( 1999:86 ), golongan miskin adalah golongan yang rawan pangan yang berpengaruh negatif terhadap produktivitas kerja dan angka kematian balita.

2.2.1.2.1. Ciri-ciri kemiskinan

Kemiskinan pada umumnya mempunyai ciri-ciri antara lain : a. Pertama, mereka yang tidak memiliki produksi sendiri ( tanah,

modal, dan keterampilan ). Kedua, tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Ketiga, rata-rata pendidikan mereka pada umumnya rendah. Keempat, kebanyakan mereka tinggal dipedesaan sebagai buruh tani atau pekerja kasar dan tidak memiliki tanah. Kelima, banyak diantara mereka yang tinggal dikota dalam usia muda serta tidak mempunyai keterampilan dan pendidikan. ( Salim, 1984 : 42 – 43 )

b. Juoro berpendapat tentang kemiskinan, bahwa golongan miskin

yang tinggal di kota adalah mereka yang hidup disuatu perekonomian yang biasa disebut slum, mereka bukanlah gelandangan karena mempunyai pekerjaan, tempat berteduh, aturan hidup bermasyarakat dan memiliki aspirasi ( Juoro, 1985 : 8 ).


(26)

2.2.1.2.2. Macam kemiskinan

Pada umumnya terdapat dua macam kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

a. Kemiskinan absolut

Pada dasarnya konsep kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup secara layak. Bila pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum, maka orang tersebut dapat dikatakan miskin. Dengan demikian, kemiskinan tersebut dapat dikatakan miskin. Dengan demikian, kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasar. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin atau sering disebut dengan garis batas kemiskinan. Konsep ini dimaksudkan guna menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup. ( Esmara, 1986 : 287 )


(27)

b. Kemiskinan Relatif

Yakni orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti “tidak miskin”. Menurut Hendra walaupun pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat disekitarnya, maka orang tersebut masih dalam keadaan miskin, ini terjadi karena kemiskinan banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya daripada lingkungan orang yang bersangkutan. ( Esmara, 1986 : 287 )

2.2.1.2.3. Upaya Penanggulangan Kemiskinan

Menurut Ginanjar ( 1996 : 241 ) dengan memperhatikan tantangan, modal dan potensi yang ada, kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan tertuang dalam tiga arah kebijaksanaan, yaitu :

a. Kebijaksanaan tidak langsung yang diarahkan pada penciptaan

kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan.

b. Kebijaksanaan langsung yang ditujukan pada masyarakat yang

berpenghasilan rendah.

c. Kebijaksanaan khusus yang dimaksudkan untuk mempersiapkan

masyarakat miskin itu sendiri dan aparat yang bertanggung jawab langsung terhadap kelangsungan kelancaran program, sekaligus


(28)

memacu dan memperluas upaya untuk menanggulangi kemiskinan, stabilitas ekonomi, sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang terjaga kelestariannya merupakan kondisi yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan program pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.

Program ini hanya dapat berjalan dengan baik dan efektif apabila suasana tentram dan stabil telah tercipta. Demikian halnya dengan kesetabilan ekonomi, tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan tidak terkendali merupakan situasi yang berlawanan bagi program penanggulangan kemiskinan. ( Kartasamita 1996 : 242 )

Selain upaya diatas menurut Basri (2002 : 98) upaya lain yang dapat dilakukan untuk menghapus masalah kemiskinan yang kini semakin meningkat di Indonesia, perlu dilakukan langkah-langkah merombak struktur yang otoritarian dan

monopolistic dengan strategi penguatan posisi politik dan

ekonomi kelompok masyarakat miskin. Penguatan posisi politik dapat dilakukan dengan mendorong pengorganisasian diri masyarakat miskin demi tindakan partisipatif, dengan cara merubah peraturan yang membatasi ( seperti masalah perizinan atau formalisasi ) menjadi peraturan yang memfasilitasi. Sementara penguatan ekonomi dilakukan dengan strategi


(29)

persaingan menjadi yang lebih adil dan kondusif, serta strategi untuk meningkatkan akses kelompok masyarakat miskin terhadap sumber daya.

2.2.2. Pengertian Pendapatan nasional

Sebelum membahas tentang pendapatan perkapita terlebih dahulu perlu kita ketahui tentang konsep pendapatan nasional. Pengertian pendapatan nasional itu sendiri adalah nilai barang-barang dan dan jasa-jasa yang diproduksikan suatu negara dalam suatu tahun tertentu. Menurut Sukirno ( 2000 : 18) Dalam konsep yang lebih spesifik pengertian produk nasional atau pendapatan nasional dapat dibedakan atas dua pengertian yaitu produk nasional bruto (PNB) dan Produk domestik bruto (PDB). Produk Nasional Bruto (PNB) adalah produk nasional yang diwujudkan oleh warga negara suatu negara sedangkan produk Domestik Bruto (PDB) adalah produk nasional yang dihasilkan oleh penduduk dalam suatu negara. Dari arti pengertian PNB dan PDB dapat disimpulkan bahwa kedua konsep tersebut pada hakikatnya merupakan ukuran mengenai besarnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu.

Sebelum melangkah lebih jauh membahas tentang pendapatan perkapita hendaknya terlebih dahulu kita ketahui apa itu PDRB. Karena PDRB merupakan instrumen dari pendapatan perkapita. Menurut Badan Pusat Statistik (2006 : 4 – 5) PDRB dapat didefinisikan sebagai berikut :


(30)

1. Ditinjau dari segi produksi, merupakan jumlah dari nilai produk akhir atau nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu dalam jangka waktu tertentu.

2. Ditinjau dari segi pendapatan, merupakan jumlah pendapatan atau balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu.

3. Ditinjau dari segi pengeluaran, merupakan pengeluaran konsumsi

rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor netto.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah sebagai salah satu indikator pembangunan regional yang berfungsi sebagai tolak ukur dalam melihat tingkat kemakmuran suatu daerah. Jadi Produk Domesti Regional Bruto (PDRB) secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah tertentu menghasilkan pendapatan atau balas jasa kepada faktor-faktor yang ikut serta dalam proses produksi didaerah setempat. (Dumairy, 1997 : 38)

Berdasarkan beberapa pengertian Produk Domestik Regional Bruto tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa, Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah seluruh nilai produksi barang dan jasa yang ditimbulkan oleh berbagai sektor yang dihasilkan


(31)

oleh suatu wilayah (regional) tertentu dalam jangka waktu tertentu biasanya satu tahun.

2.2.2.1. Pengertian Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita merupakan personal income dimana pendapatan yang diterima rumah tangga dan bisnis non perusahaan. Nilainya diperoleh dari membagi nilai Produk Domestik Regional Bruto suatu tahun tertentu dengan jumlah penduduk pada tahun tersebut. ( Mankiew, 2003 : 10 )

Dengan adanya pendapatan perkapita sering suatu Negara mengharap pembangunan ekonomi yang terus berkembang dari tahun ke tahun, sebab dengan pendapatan perkapita suatu Negara dapat membandingkan laju perkembangan ekonomi yang telah dicapai oleh Negara dari masa ke masa.

Menurut Sukirno ( 1996 : 417 ), pengertian pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk, oleh sebab itu untuk memperoleh pendapatan perkapita pada suatu tahun, yang harus dilakukan adalah membagi pendapatan nasional pada tahun itu dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama. Sedangkan pendapatan perkapita dari tahun ke tahun dapat ditentukan dengan rumus yaitu :

% 100 ) (Pr

X uduk

JumlahPend

ikBruto odukDomest

PDB gt


(32)

Menurut Sukirno bahwa pendapatan perkapita adalah faktor penting yang menentukan kesejahteraan masyarakat dan tingkat pembangunan ekonomi yang lebih baik.

Pengertian lain tentang pendapatan perkapita adalah pendapaan rata-rata tiap jiwa dalam suatu wilayah yang diperoleh dengan membagi jumlah total produksi barang dan jasa yang dihasilkan penduduk dalam suatu wilayah tertentu dalam satu tahun dengan jumlah penduduk suatu wilayah tersebut pada tahun yang bersangkutan.

2.2.2.2. Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap Kemiskinan

Tingkat pendapatan perkapita yang rendah sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat karena pendapatan perkapita adalah satu-satunya indicator dalam pembangunan yang terbaik saat ini. Karena pendekatan ini juga mempunyai kelebihan dimana memfokuskan pada pembangunan, yaitu kenaikan tingkat hidup dan menghilangkan kemiskinan. Dengan tingkat pendapatan perkapita yang rendah dan pandangan orang mengenai pertambahan penduduk yang baik maka kita akan semakin berada dalam lingkaran kemiskinan yang tak berujung, sehingga menimbulkan suatu keadaan dimana suatu masyarakat akan tetap miskin dan akan tetap mengalami kesukaran

dalam mencapai tingkat pembangunan yang lebih baik. ( Lincolin 1992 : 24 )


(33)

2.2.3. Pengertian Investasi

Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang. (Boediono,1995 : 185)

Menurut Sukirno (2002 : 107) investasi diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam atau perusahaan untuk membeli barang-barang dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal. Stok barang modal terdiri dari pabrik, mesin, kantor dan produk-produk tahan lama yang digunakan dalam proses produksi. (Dornbusch dan Fischer, 1990 : 236)

Investasi adalah kegiatan menanamkan modal, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut. Atas dasar itu dapat dikemukakan beberapa alasan mengapa seseorang harus melakukan investasi, yaitu :

a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dimasa yang akan

datang. Ini merupakan hakikat hidup yang senantiasa berupaya bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat


(34)

pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang dimasa yang akan datang.

b. Dengan melakukan investasi dalam bidang usaha yang produktif atau dalam pemilikan perusahaan atau objek lain, dapat menghindarkan diri agar kekayaan atau harta miliknya tidak merosot nilainya karena inflasi. ( Rosyidi, 1996 : 15 )

c. Dorongan untuk memanfaatkan fasilitas dan kemudahan ekonomi

dari pemerintah. Beberapa Negara di dunia ini banyak melakukan kebijakan yang sifatnya mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui fasilitas fiskal moneter dan beberapa kemudahan diberikan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.

2.2.3.1. Teori Investasi

Menurut Teori Keynes investasi dapat dinaikkan melalui peningkatan efisiensi dari marginal modal (marginal efficiency of

investment ). Efisiensi marginal dari modal merupakan tingkat hasil

yang diharapkan dari aktiva modal baru. Bilamana harapan laba tinggi, pengusaha menginvestasikan lebih besar. Kenaikan investasi menyebabkan naiknya pendapatan dan karena pendapatan meningkat muncul permintaan yang lebih banyak atas barang konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan berikutnya pada pendapatan dan pekerjaan. Proses ini cenderung mengumpal (komulatif). Akibatnya kenaikan tertentu pada investasi menyebabkan kenaikan


(35)

A

B

C Ro

R1

R2

0 Io I1 I2

MEI

Investasi Tingkat Pengembalian Modal

yang berlipat ganda pada pendapatan yang melalui kecenderungan berkomunikasi. ( Jhingan, 1990 :168 )

Gambar 1 :Marginal efficiency of investment

Sumber : Sukirno, 2002, Pengantar Teori Makro Ekonomi , Raja Grafindo Persada. Jakarta, hal 112.

Sumbu tegak menunjukkan tingkat pengembalian modal dan sumbu datar menunjukkan jumlah investasi yang akan dilakukan. Pada kurva Marginal efficiency of investment (MEI) ditunjukkan tiga buah titik : A, B dan C menggambarkan bahwa tingkat pengembalian modal Ro dan investasi adalah Io. Ini berarti titik A menggambarkan bahwa dalam perekonomian terdapat kegiatan investasi yang akan menghasilkan tingkat pengembalian modal sebanyak Ro atau lebih tinggi, dan untuk mewujudkan investasi tersebut modal yang diperlukan adalah sebanyak Io. Titik B dan C juga memberikan gambaran yang sama. Titik B


(36)

menggambarkan wujudnya kesempatan untuk menginvestasikan dengan tingkat pengembalian modal R1 atau lebih, dan modal yang

diperlukan adalh I1 dan titik C menggambarkan untuk mewujudkan

usaha yang menghasilkan tingkat modal sebanyak atau lebih, diperlukan modal sebanyak I2.

2.2.3.2. Jenis-jenis Investasi

Menurut Rosyidi (1996 : 108), jenis-jenis investasi antara lain :

a. Autonomous investment dan induced investment

Autonomous Investment (investasi otonomi) adalah

investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan tetapi dapat berubah oleh karena adanya perubahan-perubahan teknologi,kebijakan pemerintah dan sebagainya. Sedangkan

Induced Investment sangat dipengaruhi pendapatan.

b. Publik investment dan Private Investment

Publik investment adalah investasi yang dilakukan oleh

pemerintah (baik pusat maupun daerah). Sedangkan private

investment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta.

c. Domestic Investment dan Foreign Investment

Domestik investment adalah penanaman modal dalam

negeri. Sedangkan Foreign Investment adalah penanaman modal asing.


(37)

d. Gross Investment dan Net Investment

Gross Investment adalah total suatu investasi yang

dilakukan pada suatu ketika. Sedangkan Net Investment adalah investasi yang telah dihitung jumlahnya berdasarkan tiap sektor investasi.

2.2.3.3. Pengaruh Investasi terhadap kemiskinan

Tingkat pembentukan modal yang rendah merupakan hambatan utama bagi pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal

dinegara-negara yang sedang berkembang merupakan “Vicious Cycle” ( lingkaran tak berujung pangkal ). Produktivitas yang sangat rendah

mengakibatkan rendahnya pendapatan riil. Pendapatan yang rendah

mengakibatkan low saving and low investment, dan rendahnya

pembentukan modal. Dengan tingkat pembentukan modal yang rendah berarti Negara-negara sedang berkembang akan tetap terjerat dalam lingkaran kemiskinan yaitu suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sedemikian rupa, sehingga menimbulkan suatu keadaan dimana Negara akan tetap miskin dan akan tetap mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih baik. ( Suryana, 2000 : 44 )


(38)

Keadaan di atas dapat kita gambarkan sebagai berikut :

Gambar 2 : Lingkaran Tak Berujung Pangkal ( Vicious Cycle )

Investasi ( I ) Kesempatan Kerja ( N ) Pendapatan ( Y )

Permintaan Barang / Jasa ( Q ) Konsumsi ( C )

Sumber : Bambang Sugeng, 1994, Ekonomi, Penerbit PT. Edumedia, hal. 14.

Lingkaran perangkap kemiskinan itu timbul dari hubungan yang saling mempengaruhi diantara keadaan masyarakat yang masih terbelakang, tradisional dan kekayaan alam yang masih belum diperkembangkan. Untuk mengembangkan kekayaan alam yang masih potensial harus ada tenaga kerja yang mempunyai keahlian untuk memimpin dan melaksanakan berbagai macam kegiatan ekonomi. Di negara-negara berkembang, kekayaan alam belum sepenuhnya diperkembangkan atau masih potensial, karena tingkat pendidikan yang masih relatif rendah, kurangnya tenaga ahli dan terbatasnya sumber daya, sebaliknya karena kekayaan alam belum sepenuhnya dikembangkan, maka tingkat pembangunan masyarakat tersebut akan rendah dan membatasi kemampuan untuk mempertinggi tingkat pengetahuan dan keahlian penduduk.


(39)

Dari uraian di atas dapat kita gambarkan sebagai berikut :

Gambar 3 : Lingkaran Keterbelakangan

Kekayaan alam potensial

Masyarakat terbelakang Kekurangan Modal

Pembentukan Produktivitas

Modal Rendah Rendah

Tabungan Pendapatan riil

Rendah Rendah

Sumber : Suryana, 2000. Ekonomi Pembangunan, Problematika dan Pendekatan. Penerbit Salemba Empat, Hal. 96.

Pada gambar di atas, karena kekurangan modal dan masyarakat terbelakang, maka kekayaan alam belum dapat dimanfaatkan secara riil, akibatnya produktivitas sangat rendah. Karena produktivitas sangat rendah, otomatis pendapatan riil sangat rendah pula. Tabungan yang rendah akan melemahkan pembentukan modal yang pada akhirnya kekurangan modal, masyarakat terbelakang, kekayaan alam belum dapat diolah, dan seterusnya sehingga merupakan lingkaran yang tidak berujung pangkal. (Suryana,2000 : 47)

Menurut Suryana ( 2000 : 71 ), untuk melepaskan diri dari lingkaran perangkap kemiskinan, Negara sedang berkembang perlu mengadakan program pembangunan seimbang antara lain :


(40)

a. Modal pembangunan yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja, sasaran yang dicapai adalah peningkatan dalam kesempatan kerja produktif dan meningkatkan produksi. Redistribusi pendapatan dan harta produktif melalui perluasan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran. Tekanannya adalah pada sektor informal di perkotaan dan sektor tradisional di pedesaan melalui pembangunan pedesaan, padat karya di perkotaan dan pemanfaatan fasilitas-fasilitas berupa pendidikan, jasa kredit dan lain-lain.

b. Modal pembangunan yang berorientasi pada panghapusan

kemiskinan tujuan strategi ini penghapusan kemiskinan, peningkatan kesempatan kerja produktif dan peningkatan GNP kelompok miskin. Strategi ini dapat dilakukan dengan retribusi kekayaan harta produktif melalui kebijaksanaan fiskal dan kredit, pemanfaatan fasilitas-fasilitas, reorientasi produksi yang menguntungkan golongan miskin melalui pengalihan investasi dan konsumsi serta penekanan sektor tradisional dan informasi di perkotaan.

c. Modal pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan

dasar (the basic neceesty oriental).

Agar dalam melakukan ketidakserentakan di semua sektor melalui perubahan pada pertumbuhan dan sumber daya produktif dipergunakan dengan baik, maka harus diusahakan :


(41)

a. Tercapainya investasi yang tinggi, pemanfaatan teknologi tepat guna, penggunaan sumber daya alam dalam produksi.

b. Perubahan dalam pola resitribusi melalui : mobilitas pengangguran, realokasi pelayanan jasa-jasa umum, land reform.

c. Perubahan kelembagaan ( pranata kemasyarakatan ) meliputi

partisipasi massa, dukungan pemerintah.

d. Perubahan dalam tata ekonomi dunia baru, melalui pembaharuan

struktur perdagangan, pembaharuan kebijaksanaan moneter internasional.

e. Pengalihan arus sumber daya yang lebih banyak dari Negara

berkembang.

f. Peringanan utang luar negeri

Semua itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup, peningkatan produksi barang-barang dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang layak, dengan harapan tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang kemudian sampai batas maksimal. ( Suryana, 2000 : 71 )

2.2.4. Pengertian Penduduk

Penduduk merupakan unsur penting dalam kegiatan ekonomi dan usaha untuk membangun perekonomian. Dalam usaha untuk meningkatkan produksi dan mengembangkan kegiatan ekonomi, penduduk memegang peranan yang penting karena penduduk merupakan


(42)

tenaga kerja,tenaga ahli dan tenaga usahawan yang diperlukan untuk menciptakan kegiatan ekonomi. (Sukirno, 1985 : 174)

Diluar ilmu ekonomi, maka cabang ilmu pengetahuan yang paling banyak menarik perhatian para ahli ekonomi adalah ilmu tentang kependudukan. Ketertarikan para ahli ekonomi tehadap persoalan kependudukan karena disebabkan penduduk itulah yang menentukan produksi maupun konsumsi.(Rosyidi, 1996 : 87)

Penduduk adalah subyek ekonomi maka penduduklah yang akan dapat menentukan perkembangan perekonomian suatu Negara atau daerah menjadi lebih baik atau lebih buruk. Jumlah serta mutu penduduk suatu negara atau daerah merupakan unsur yang paling penting bagi kemampuan produksi serta standar hidup suatu negara atau daerah. Namun demikian, sebab yang paling utama mengapa masalah penduduk ini sangat menarik perhatian para ahli ekonomi adalah karena penduduk itu merupakan sumber tenaga kerja, human resources, disamping sumber faktor produksi skill.(Rosyidi, 1996 : 87)

Dengan peran penduduk sebagai sumber tenaga kerja dan faktor produksi skill, maka jumlah penduduk yang besar dengan kualitas yang baik akan berdampak positif pada perekononian suatu negara atau daerah. Hal ini disebabkan karena dengan jumlah penduduk yang besar, produksi suatu daerah juga besar. Selain itu seperti yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993 disebutkan


(43)

bahwa penduduk yang besar jumlahnya sebagai sumber daya manusia yang potensial dan produktif bagi pembangunan. (Rosyidi, 1996 : 87)

2.2.4.1. Pengelompokan Penduduk

Secara sederhana penduduk dikelompokkan menurut penduduk usia kerja dan penduduk di luar usia kerja. Penduduk usia kerja termasuk mereka yang bekerja dan tidak bekerja. Penduduk tidak kerja dikelompokkan menjadi penduduk yang mencari pekerjaan dan bersedia untuk bekerja. Sementara itu penduduk dalam kelompok bekerja dan tidak bekerja tetapi mencari pekerjaan dikategorikan sebagai penduduk aktif atau biasa disebut dengan angkatan kerja.

Penduduk yang sedang mencari pekerjaan namun belum memperoleh pekerjaan dinamakan pengangguran. Sedangkan penduduk yang tidak bekerja dan tidak berusaha mencari pekerjaan dikategorikan sebagai penduduk tidak aktif dan kelompok ini tidak disebut pengangguran.

Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja, kelompok ini sering dinamakan potensial labour force. Struktur dan besarnya angkatan kerja sangat penting dalam mempengaruhi penawaran potensial dalam sebuah perekonomian sebab angkatan kerja yang masih berusia mudah akan lebih mudah melakukan pelatihan ke arah keahlian yang dibutuhkan untuk dapat mengambil manfaat dari


(44)

teknologi baru yang ada. Untuk lebih jelasnya pada gambar 4 dibawah ini akan menjelaskan mengenai pengelompokan penduduk.

Gambar 4 : Skema Komposisi Penduduk

Sumber : Simanjutak, 1985, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit, FE UI, hal, 15

2.2.4.2. Pengertian Pertumbuhan Penduduk

Menurut teori penduduk Malthus (1766 : 3) yang berbunyi The

low Diminishing Retuns bahwa jumlah penduduk akan berkembang

PENDUDUK

Tenaga Kerja

Bukan Tenaga Kerja

Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja

Sekolah Mengurus

Rumah Tangga

Penerima Pendapatan

Menganggur Bekerja

Setengah Pengangguran

Bekerja Penuh

Kentara Tidak Kentara

Produktivitas Rendah

Penghasilan Rendah


(45)

secara deret ukur sedangkan alat pemuas kebutuhan manuia berkembang secara deret hitung. Karena perkembangan jumlah penduduk jauh lebih cepat dibanding dengan pertumbuhan alat pemuas kebutuhan manusia, maka Malthus meramal bahwa suatu ketika akan terjadi malapetaka yang akan menimpa umat manusia.

Malthus tidak percaya bahwa teknologi mampu berlomba dengan pertumbuhan penduduk. Malthus juga berpendapat bahwa jumlah penduduk yang tinggi pasti mengakibatkan turunnya produksi per kepala. Dalam Essays on the Principles of population (1796). Ia menguraikan bahwa satu-satunya cara untuk menghindar dari malapetaka adalah dengan melakukan kontrol atau pengawasan atas pertumbuhan penduduk. Beberapa jalan keluar yang Malthus tawarkan adalah menunda usia perkawinan dan mengurangi jumlah anak (KB). Pembatasan seperti ini disebut Malthus sebagai pembatasan moral. Jika hal ini tidak dilakukan, persoalan ini akan diselesaikan secara alamiah, antara lain akan timbul perang, epidemi, kekurangan pangan dan sebagainya. (Mulyadi, 2003 : 4)

Pertumbuhan penduduk adalah keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk.(Mulyadi, 2003 : 13)


(46)

2.2.4.3. Komponen Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk diakibatkan empat komponen yaitu : kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), migrasi masuk dan migrasi keluar. Selisih antara kelahiran dan kematian disebut pertumbuhan alamiah (natural increase). Sedangkan selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar disebut migrasi neto. (Mulyadi, 2003 : 14)

Untuk memperjelas empat komponen pertumbuhan penduduk diatas, dibawah ini akan diuraikan pengertian dari fertilitas, mortalitas, migrasi masuk dan migrasi keluar adalah sebagai berikut :

1. Fertilitas

Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Tinggi rendahnya tingkat fertilitas dapat menggambarkan kecepatan pertumbuhan penduduk suatu daerah atau negara.

2. Mortalitas

Mortalitas (kematian) merupakan salah satu diantara tiga komponen demorafi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Informasi kematian tidak saja bagi pemerintah melainkan juga bagi pihak swasta terutama yang berkecimpung dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Ukuran kematian


(47)

menunjukkan suatu angka atau indeks yang dipakai untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat kematian suatu penduduk. 3. Migrasi

Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari satu tempat ketempat lain melampaui batas politik atau negara atupun batas administratif dalam suatu negara. Sering diartikan pula sebagai perpindahan yang relatif permanen dari satu daerah kedaerah lain. Umumnya migrasi disebabkan oleh alasan ekonomi, seperti menyangkut pekerjaan.

Tingginya angka pertumbuhan penduduk yang terjadi di Negara sedang berkembang, seperti Indonesia dapat menghambat proses pembangunan. Indonesia mengadopsi program Keluarga Berencana (KB) untuk menurunkan angka kelahiran (fertilitas). Disamping itu Indonesia juga dapat mencapai penurunan angka kematian (mortalitas) yang sangat cepat dengan kemajuan dibidang kedokteran seperti ditemukannya anti biotika. Sedangkan untuk peninjauan migrasi secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat adanya densitas (kepadatan) dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan menarik bagi orang-orang untuk melakukan migrasi, adanya desentralisasi dalam pembangunan serta di lain pihak semakin lancarnya komunikasi dan transportasi. (Mulyadi, 2003 :14)


(48)

2.2.4.4. Konsep Pembangunan Ekonomi Dan Masalah Pertumbuhan Penduduk

Sampai saat ini perdebatan antara penganut konsep pembangunan yang berpangkal tolak pada pendekatan melalui angka

pertumbuhan ( growth rates ) dan yang menyokong konsep

pemerataan ( equity ), terus berlangsung dan berkepanjangan.

Kelompok terakhir anti pertumbuhan mengecam adanya kegagalan yang disebabkan oleh strategi pembangunan melalui peningkatan GNP saja, seperti timbulnya pengangguran, pertambahan pendapatan yang sangat timpang, makin melebarnya jurang antara si kaya dan si miskin, maka timbulya kemiskinan dan sebagainya. Kelompok ini lebih menekankan perlunya penciptaan lapangan kerja langsung yang dapat mengurangi pengangguran, lebih menekankan peranan sektor-sektor informal, peningkatan usaha-usaha di pedesaan, mengadakan investasi-investasi yang langsung hubungannya dengan rakyat miskin seperti pendidikan, kesehatan, sedangkan industri yang dikembangkan adalah yang labor intensive dan bukan large scale industry. ( Munir 1981 : 100 )

Namun terlepas dari perdebatan kedua konsep tersebut kalau sudah menyangkut masalah penduduk rupanya ada kesepakatan dan justru disinilah adanya harapan kesamaan. Bahwa penduduk yang bertambah dengan cepat akan lebih mempersulit keadaan. Terutama dalam pembahasan pencapaian stabilitas baik nasional maupun


(49)

internasional. Tambahan penduduk akan memerlukan makan, pakaian, tempat tinggal, pekerjaan dan kesempatan memperoleh pendidikan dan ini akan menyebabkan bertambahnya tingkat kemiskinan menjadi lebih banyak. ( Munir 1981 : 101 )

2.2.5. Pengertian Kesempatan Kerja

Istilah “employment” dalam bahasa inggris berasal dari kata kerja

to employ” yang berarti suatu proses usaha memberikan pekerjaan atau

disertai sumber penghidupan. Jadi “employmen” berarti keadaan orang yang senang mempunyai pekerjaan atau keadaan penggunaan tenaga kerja orang.

Penggunaan istilah “employment” sehari-hari biasa dinyatakan dengan jumlah orang, dan yang dimaksudkan ialah sejumlah orang yang ada dalam pekerjaan atau mempunyai pekerjaan. Pengertian istilah ini mempunyai dua unsur, yaitu lapangan kerja atau kesempatan kerja dan

orang yang dipekerjakan atau yang melakukan pekerjaan tersebut. ( Suroto, 1992 : 22 – 23 )

Disekitar tahun 1957 oleh kementrian perburuhan Indonesia istilah “emploiment” diterjemahkan dengan kesempatan kerja. Terjemahan ini masih banyak dipakai sampai sekarang. Hal ini ternyata menimbulkan kebingungan, karena istilah kesempatan adalah sama dengan “opportunity” dalam bahasa inggris. Sehingga hakekatnya kesempatan kerja seyogyanya diartikan sebagai “employment


(50)

opportunity” yaitu sama dengan lapangan kerja. Guna menghindari kebingungan tersebut diatas, seyogyanya digunakan istilah “penggunaan tenaga kerja”

2.2.5.1. Hubungan Kesempatan Kerja Dengan Kemiskinan

Dalam dasawarsa pembangunan kurun waktu tujuh puluhan dapat kita lihat ternyata tidak ada atau belum ada korelasi positif antara keberhasilan pembangunan yang dinilai dari kecepatan laju pertumbuhan ekonomi dengan kecepatan penurunan tingkat kemiskinan, padahal kita tahu antara kesempatan kerja dengan kemiskinan memiliki hubungan yang saling berpengaruh positif karena apabila kesempatan kerja tidak terwujud maka makin banyak pengangguran-pengangguran baru dimasyarakat sehingga membuat kemiskinan disuatu Negara akan semakin meningkat. Namun kalau kita lihat bahwa Negara kita bahwasannya dapat dinilai telah sukses dilihat dari segi laju pertumbuhan ekonomi, tetapi tetap dinilai miskin dan terbelakang terutama dilihat dari sudut cepatnya dan besarnya perluasan angkatan kerja yang memasuki pasaran kerja yang belum atau tidak memperoleh kesempatan kerja, mereka belum dapat dimanfaatkan secara produktif. ( Sagir, 1981 : 215 )

Karena perluasan kesempatan kerja tidak saja berarti peningkatan pendapatan secara merata tetapi juga sekaligus mengurangi tingkat kemiskinan absolut, karena perluasan kesempatan kerja berarti pula perluasan kesejahteraan umum bagi masyarakat luas, sehingga warga


(51)

Negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja tidak saja turut berpartisipasi memikul beban pembangunan, tetapi juga ikut serta menikmati hasil pembangunan. ( Sagir, 1981 : 215 )

Karena dengan perluasan kesempatan kerja, maka tingkat kemiskinan di Negara Indonesia dapat segera teratasi dan pembangunan ekonomi yang lebih baik dapat segera terwujud.

2.2.6. Pengertian Pengangguran

Pengangguran menurut Sukirno (200 :14) adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum memperolehnya.

Pengangguran itu sendiri menurut Anonim (2003 : 12) adalah penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru, atau penduduk yang tidak mencari

pekerjaan karena tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (discouraged

workers) atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah

diterima bekerja atau mempunyai pekerjaan tetapi belum bekerja (future starts).

Dalam Anonim (2003 :27) pengangguran didefinisikan mereka yang mencari pekerjaan yaitu kegiatan seseorang yang tidak bekerja dan pada saat survei orang tersebut sedang mencari pekerjaan, mereka yang mempersiapkan usaha yaitu suatu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu usaha atau pekerjaan yang baru,


(52)

mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan yang biasa disebut penganggur ”putus asa”, mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Jadi dari beberapa pengertian pengangguran diatas dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru, atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja.

2.2.6.1. Jenis-Jenis pengangguran

Menurut Sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan kepada tiga jenis yaitu :

a. Pengangguran Friksional

Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada. Kesulitan temporer ini dapat berbentuk sekedar waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi.

b. Pengangguran Struktural

Pengangguran struktural terjadi karena adanya perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur yang demikan memerlukan perubahan dalam ketrampilan tenaga


(53)

kerja yang dibutuhkan sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan ketrampilan baru tersebut.

c. Pengangguran Musiman

Pengangguran musiman terjadi karena pergantian musim.Diluar musim panen dan turun kesawah banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musim yang baru.

2.2.6.2. Hubungan Pengangguran Dengan Kemiskinan

Salah satu faktor penting yang menetukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatannya. Pendapatan mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat diwujudkan. Pengangguran mengurangi pendapatan masyarakat dan ini mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai dan pada akhirnya akan menimbulkan kemiskinan.

Ditinjau dari sudut individu, pengangguran menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya. Ketiadaan pendapatan menyebabkan para penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya. Disamping itu itu ia dapat mengganggu taraf kesehatan keluarga.

Apabila keadaan pengangguran disuatu negara adalah sangat buruk, Kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Nyatalah bahwa


(54)

masalah pengangguran adalah masalah yang sangat buruk efeknya kepada perekonomian dan masayarakat dan oleh sebab itu secara terus menerus usaha-usaha harus dilakukan untuk mengatasinya.(Sukirno, 2000 : 15)

2.2.7. Tingkat pendidikan

Menurut Arfida (2003 :77) pendidikan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menambah ketrampilan, pengetahuan dan meningkatkan kemandirian mauoun pembemtukan kepribadian seseorang. Hal-hal yang melekat pada diri seseorang tersebut merupakan modal dasar yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan.

Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya manusia. Pendidikan diibaratkan sebagai suatu investasi dibidang sumberdaya manusia. Sesuai dengan teori

human capital investasi sumberdaya manusia yang dikorbankan adalah

sejumlah dana yang dikeluatkan dan kesempatan memperoleh penghsilan selama proses investasi. Yang diperoleh sebagai imbalannya adalah tingkat penghasilan yang lebih tinggi untuk mencapai tingkat konsumsi yang lebih tinggi pula. Dimana penerapan teori human capital dapat dilakukan dalam hal :

1. Pendidikan dan latihan 2. Migrasi dan urbanisasi


(55)

3. Perbaikan gizi dan kesehatan.(Simanjutak, 1985 : 85)

Adapun pengertian tingkat pendidikan itu sendiri adalah dibagi menjadi dua yaitu :

1. Pendidikan formal adalah suatu pendidikan yang dipakai untuk

menyebut sistem pendidikan yang dilembagakan, bertahap dan bertata mulai taman kanak-kanak sampai pada tingkat pendidikan tertinggi universitas.

2. Pendidikan non formal adalah suatu sistem pendidikan yang

dipakai untuk menyebut sistem pendidikan yang berorganisasi dan sistematis yang berlangsung diluar kerangka sistem pendidikan formal untuk menyediakan anaka pelajaran tertentu. (Sutanto, 1997 : 15)

2.2.7.1. Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan yang dipakai oleh Biro Pusat Statistik adalah :

a. Tidak bersekolah

b. Tidak tamat sekolah dasar c. Sekolah dasar

d. Sekolah menengah pertama umum

e. Sekolah menengah pertama kejuruan

f. Sekolah menengah atas umum

g. Sekolah menengah atas kejuruan


(56)

i. Universitas

Penjenjangan diatas memang dapat menunjukkan kualitas vertikal. Dimensi horisontal seharusnya ditunjukkan jenis-jenis pendidikan dalam daftar diatas hanya ditunjukkan dua jenis pendidikan yang ditawarkan oleh masyarakat belum terwakili sepenuhnya oleh daftar tersebut. Dalam hal ini harus ada relevansi pendidikan dengan pasar kerja. Kecocokan antara ketrampilan yang dimiliki dengan tuntutan pekerjaan merupakan salah satu permasalahan pokok dalam penanganan angkatan kerja.

Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada disekitar kita untuk kelancaran pelaksanaan tugas. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi produktivitas kerja. (Arfida,2003 : 37)

2.2.7.2 Hubungan tingkat pendidikan dengan kemiskinan

Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumberdaya manusia. Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan ketrampilan dan produktivitas kerja. Pendidikan diharapkan dapat mengatasi keterbelangan ekonomi lewat efeknya pada peningkatan kemampuan manusia dan motivasi manusia untuk berprestasi. Pendidikan berfungsi untuk menyiapkan salah satu input dalam proses


(57)

berproduksi, yaitu tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif karena kualitasnya. Hal ini selanjutnya akan mendorong peningkatan output yang diharapkan bermuara pada kesejahteraan penduduk.

Kombinasi antara investasi dalam modal manusia dan modal fisik diharapkan akan semakin mempercepat pertumbuhan ekonomi. Titik singgung antara pendidikan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas tenaga kerja (labour productivity). Dengan asumsi bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi produktivits kerja dan semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat sehingga pada akhirnya masyarakat akan terlepas dari masalah kemiskinan.(Subri, 2003 : 39)

2.3 Kerangka Pikir

Bila pendapatan perkapita turun, maka hal ini dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dan tingkat kesejahteraan masyarakat di kabupaten Sidoarjo karena pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk yang diharapkan meningkat setiap tahunnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan. Karena pendapatan perkapita adalah variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kemiskinan. ( Lincolin, 1992 : 24 )

Investasi yang tinggi sangat diperlukan untuk meningkatkan pendapatan riil masyarakat. Apabila terjadi penurunan investasi maka berpengaruh sekali terhadap kesempatan kerja. Penurunan kesempatan kerja


(58)

berarti bertambahnya pengangguran dan hal ini berdampak pada naiknya tingkat kemiskinan oleh karena itu diharapkan investasi dapat ditingkatkan. ( Winardi, 1983 : 70 )

Dengan menurunnya jumlah pertumbuhan penduduk pada suatu masyarakat maka dapat mempengaruhi kesejahteraan masyrakat, karena apabila jumlah penduduk meningkat maka jumlah pengangguran muda akan bertambah dan berdampak pada meningkatnya jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Sidoarjo. ( Munir, 1981 : 100 )

Naiknya kesempatan kerja dalam masyarakat sangat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan bertambahnya kesempatan kerja, maka pengangguran dapat berkurang dan tingkat kemiskinan dapat segera teratasi dan pemerataan pembangunan yang diharapkan dapat segera tercapai. ( Sagir, 1981 : 215 )

Pertumbuhan pengangguran yang tinggi harus diturunkan karena pertumbuhan pengangguran yang tinggi akan mengurangi pendapatan masyarakat dan mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai yang pada akhirnya akan menyebabkan kemiskinan. ( Sukirno, 2000 : 15 )

Tingkat pendidikan harus terus ditingkatkan karena semakin tinggi pendidikan yang ditempuh seseorang maka semakin tinggi produktivitas kerja seseorang. (Subri, 2003 :39)


(59)

Gambar 5 : Paradigma Pendapatan Perkapita, Investasi, Pertumbuhan Penduduk,KesempatanKerja, Pertumbuhan Pengangguran dan Penduduk Tidak Lulus SD terhadap Tingkat Kemiskinan

Sumber : Penulis

Pendapatan Perkapita

( X1 )

Investasi ( X2 )

Pertumbuhan Penduduk

( X3 )

Kesempatan Kerja ( X4 )

Kesejahteraan

Skala Usaha

Pengangguran

Pengangguran

Tingkat Kemiskinan

( Y )

Pertumbuhan Pengangguran

( X5 )

Penduduk Miskin

Penduduk tidak tamat SD

(X6)


(60)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan pada perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori yang disampaikan, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

a. Diduga, pendapatan perkapita, investasi, pertumbuhan penduduk

kesempatan kerja, pertumbuhan pengangguran dan penduduk tidak tamat SD berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten Sidoarjo.

b. Diduga pendapatan perkapita merupakan variabel bebas yang paling

dominan pengaruhnya terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten Sidoarjo.


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dalam suatu penelitian adalah untuk menunjukkan konsep yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini menganalisa beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di kabupaten Sidoarjo. Variabel yang digunakan dan definisi operasionalnya sebagai berikut :

a. Variabel Terikat ( Y )

Tingkat kemiskinan ( Y ) adalah jumlah penduduk miskin kabupaten sidoarjo dibagi dengan total jumlah penduduk kabupaten Sidoarjo pada suatu tahun dikalikan seratus persen. Satuan yang digunakan adalah persen (%).

b. Variabel Bebas ( X )

Variabel bebas ( X ) yang digunakan dalam penelitian ini ada enam, yaitu :

1) Pendapatan Perkapita ( X1 )

Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata tiap jiwa per tahun dalam suatu wilayah khususnya di kabupaten Sidoarjo yang diperoleh dengan membagi jumlah Produk Domestik Regional Bruto yang dihasilkan penduduk dalam suatu wilayah khususnya di


(62)

kabupaten Sidoarjo dalam satu tahun dengan jumlah penduduk wilayah tersebut pada tahun yang bersangkutan. Satuan yang digunakan adalah Ribu Rupiah (ribu Rp).

2) Investasi ( X2 )

Investasi adalah penanaman modal yang dilakukan oleh investor dalam negeri maupun investor luar negeri dalam suatu wilayah khususnya kabupaten Sidoarjo untuk membeli barang modal dan perlengkapan produksi. Satuan yang digunakan adalah Juta Rupiah (Juta Rp).

3) Pertumbuhan Penduduk ( X3 )

Pertumbuhan penduduk adalah keseimbangan yang dinamis antara kekuatan- kekuatan yang menambah dan kekuatan- kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk dalam suatu wilayah khususnya kabupaten Sidoarjo. Satuan yang digunakan adalah persen (%). 4) Kesempatan Kerja ( X4 )

Kesempatan kerja adalah besarnya jumlah tenaga kerja yang akan terpakai untuk menghasilkan produk nasional setiap tahunnya khususnya kabupaten Sidoarjo. Satuan yang digunakan adalah Jiwa (Jiwa).

5) Pertumbuhan Pengangguran ( X5)

Pertumbuhan pengangguran adalah rasio perbandingan tingkat pengangguran dari tahun ke tahun khususnya di Kabupaten Sidoarjo. Satuan yang digunakan adalah persen (%).


(63)

6) Penduduk Tidak tamat SD (X6)

Penduduk tidak tamat SD adalah penduduk yang tidak bisa menempuh jenjang pendidikan formal SD sampai dengan tamat khususnya di Kabupaten Sidoarjo. Satuan yang digunakan adalah (jiwa)

3.2. Teknik Penentuan Sampel

Dalam penulisan skripsi ini data yang digunakan adalah data berskala ( Time series Date ) selama 15 tahun dimulai sejak tahun 1993 – 2007. data berskala adalah data yang dikumpulkan dari waktu-kewaktu untuk menggambarkan perkembangan dari penelitian.

3.3. Teknik Pengumpulan Data a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang dapat dikumpulkan atau diperoleh dari instansi yang ada hubungannya dengan penelitian ini, atau data yang sudah dipublikasikan dan dapat diambil dari instansi yang bersangkutan.

b. Sumber Data

Data yang dapat digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari instansi yang terkait, diantaranya adalah :

1) Kantor Badan Pusat Statistik kabupaten sidoarjo. 2) Kantor Badan Pusat Statistik Jawa Timur.


(64)

3) Kantor Dinas Sosial kabupaten sidoarjo

Adapun teknik yang dilakukan di lapangan dalam rangka memperoleh data adalah :

1) Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara pengamatan

langsung terhadap hal-hal yang dianggap perlu dan ada hubungannya langsung dengan peneliti.

2) Dokumentasi, yaitu pengumpulan data sekunder dengan cara

mencatat langsung data instansi-instansi yang berhubungan dengan penelitian.

3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis

Dalam menganalisa data digunakan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh pendapatan perkapita, Investasi, Pertumbuhan Penduduk, dan Kesempatan Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan di Sidoarjo dengan asumsi BLUE ( Best Linier Unbiased Estimation ) untuk mengetahui koefisien pada persamaan tersebut betul-betul linier ( tidak bias ).

Metode regesi linier berganda menggunakan rumus dibawah ini :



1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6


(65)

Dimana :

Y = Tingkat Kemiskinan

X1 = Pendapatan Perkapita

X2 = Investasi

X3 = Pertumbuhan Penduduk

X4 = Kesempatan Kerja

X5 = Pertumbuhan Pengangguran

X6 = Penduduk Tidak Tamat SD

 = Konstanta X1, X2, X3, X4, X5,X6

U = Variabel pengganggu yang tidak dimasukkan dalam

perhitungan.

6 5 4 3 2

1    

 = Koefisien regresi

Selanjutnya apakah model analisis tersebut diatas layak dipergunakan dalam pembuktian serta untuk mengetahui variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat maka perlu mengetahui nilai R2 ( Koefisien Determinasi ) dengan menggunakan rumus :

Jumlah Kuadrat Regresi

R2 = ………..………( Sudrajat, 1998 )


(66)

3.4.2. Uji Hipotesis a. Uji F

Untuk menguji pengaruh secara simultan variabel independen terhadap variabel dependen, maka digunakan uji F dengan kriteria :

0

: 123456

       ( Variabel independen secara

keseluruhan tidak ada pengaruh terhadap variabel dependen ).

0

: 123456

i       ( Variabel independen secara

keseluruhan ada pengaruh terhadap variabel dependen ).

1

/

1

/ 2 2      k n R k R hitung

F ……… ( Sudrajat, 1988 : 124 )

Dengan derajat kebebasan ( k. n-k-1 )

Dimana :

k = Jumlah parameter regresi

n = Jumlah sampel

Kaidah pengujian :

a. Apabila Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya

secara simultan variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.


(67)

b. Apabila Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak yang

berarti bahwa secara simultan variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Gambar 6 : Distribusi Daerah Penerimaan atau penolakan hipotesis secara simultan

Sumber : Sudrajat, MSW, 1988, Mengenal Ekonometrika Pemula,

Cetakan Kedua, CV. Armico Bandung, Hal 94.

b. Uji t

Untuk menguji pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen,maka digunakan uji-t dengan kriteria :

Ho : 1 0 ( Variabel independen secara parsial tidak

mempengaruhi variabel dependen )

Hi : i 0 ( Variabel independen secara parsial mempengaruhi


(68)

 

i i hit

se

t

………. ( Sudrajat, 1988 : 95 )

Dengan derajat kebebasan n-k-1 Dimana :

 = Koefisien regresi

i = Variabel bebas ke I

Se = Simpangan baku

n = Jumlah sampel

k = Banyaknya variabel independen

Kaidah pengujian :

a. Apabila thitung > ttabel, maka ho ditolak dan hi diterima, yang berarti

ada pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen.

b. Apabila ttabel  ttabel, maka ho diterima dan hi ditolak yang berarti

tidak ada pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab IV sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Dari pengujian hipotesis dengan uji F, diperoleh Fhitung = 9,814 lebih

besar dari Ftabel, ini berarti secara simultan bahwa Pendapatan perkapita,

Investasi, Pertumbuhan penduduk, Kesempatan kerja, Pertumbuhan pengangguran dan Penduduk tidak tamat SD berpengaruh signifikan terhadap Tingkat kemiskinan sebagai variabel terikat.

b. Secara parsial Pendapatan perkapita(X1) berpengaruh signifikan dan

berhubungan positif terhadap Tingkat kemiskinan(Y). Karena dari pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh thitung = -5,494 lebih kecil dari

ttabel = 2,306.

c. Secara parsial Investasi (X2) berpengaruh tidak signifikan dan

berhubungan positif terhadap Tingkat kemiskinan(Y). Karena dari pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh thitung = -0,266 lebih kecil dari

ttabel = 2,306.

d. Secara parsial Pertumbuhan penduduk(X3) berpengaruh tidak signifikan

dan berhubungan positif terhadap Tingkat kemiskinan(Y). Karena dari pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh thitung = 1,015 lebih kecil dari


(2)

f. Secara parsial Kesempatan kerja(X4) berpengaruh tidak signifikan dan

berhubungan positif terhadap Tingkat kemiskinan(Y). Karena dari pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh thitung = -0,281 lebih kecil dari

ttabel = 2,306.

g. Secara parsial Pertumbuhan pengangguran(X5) berpengaruh signifikan

dan berhubungan positif terhadap Tingkat kemiskinan(Y). Karena dari pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh thitung = 2,337 lebih besar dari

ttabel = 2,306.

h. Secara parsial Penduduk tidak tamat SD(X6) berpengaruh tidak

signifikan dan berhubungan positif terhadap Tingkat kemiskinan(Y). Karena dari pengujian hipotesis dengan uji t diperoleh thitung = 1,494

lebih kecil dari ttabel = 2,306.

i. Variabel bebas yang dominan mempengaruhi variabel Tingkat kemiskinan adalah variabel Pendapatan perkapita (X1) karena variabel

ini memiliki koefisien korelasi parsial yang paling besar yaitu sebesar -0,889.

5.2. Saran

Dari kesimpulan diatas, maka beberapa saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah :

a. Jika kita melihat data tingkat kemiskinan kabupaten sidoarjo lima tahun terakhir, tingkat kemiskinan cenderung meningkat. hal ini dipicu oleh pengaruh krisis ekonomi global dan keadaan ini diperparah adanya bencana lumpur lapindo yang merusakkan pabrik-pabrik dan


(3)

96

infrastruktur disekitar luapan lumpur. Kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah kabupaten sidoarjo terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, pemerintah kabupaten sidoarjo harus membangun dan menata ulang infrastruktur untuk mendukung terciptanya iklim investasi. Karena investasi mempunyai multiplier efek yang luas untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Seperti yang kita ketahui bersama kabupaten sidoarjo ini letaknya sangat strategis dari segi transportasi dan perdagangan sehingga secara fungsional kabupaten sidoarjo memiliki potensi ruang lingkup regional dengan kegiatan utamanya industri. Untuk kebijakan jangka panjang yang dapat ditempuh oleh pemerintah kabupaten sidoarjo adalah program penanggulangan kemiskinan harus merupakan program pembangunan yang produktif dan memberi sumbangan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat miskin ditingkat akar rumput secara berkelanjutan dan dengan pendampingan yang intensif.

b. Untuk penelitian selanjutnya mengenai tingkat kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo hendaknya peneliti menambahkan dengan variabel-variabel lain serta menambahkan rentang waktu penelitian agar diperoleh hasil penelitian yang lebih baik lagi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Data Makro Sosial Jawa Timur, Penerbit Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

Anonim, 2008, Jawa Timur Dalam Angka, Penerbit Badan Pusat Statistik Jawa Timur. Anonim, 2008, Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sidoarjo, Penerbit Badan

Pusat Statistik Sidoarjo.

Anonim, 2008, Sidoarjo Dalam Angka, Penerbit Badan Pusat Statistik Sidoarjo. Arsyad, Lincolin, 1992, Ekonomi Pembangunan, Penerbit Stie YKPN, Yogyakarta Sugeng, Bambang 1994. Ekonomi. Penerbit : PT. Edumedia.

Esmara, Hendra,1986, perencanaan dan pembangunan Di Indonesia, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

Fahlevi, Denny, 2002, Manfaat Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Terhadap Tingkat Pendapatan Masyarakat di kec. Simomulyo, kec. Sukomanunggal Kota Surabaya, Skripsi FE UPN Jawa Timur, Surabaya.

Gujarati, Damodar, 1995, Ekonometrika Dasar, Penerbit : Erlangga, Jakarta.

Juoro, Umar, 1985, Masalah Terdepan Dalam Pembangunan Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung.

Kartasasmita, Ginanjar, 1996, Pembangunan Untuk Rakyat Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, Penerbit PT. Pustaka Cidsindo, Jakarta.

Mankiew, Gregory, 2003, Pengantar Ekonomi, Edisi Kedua, Penerbit : Erlangga, Jakarta. Mubyarto, 1999, Prospek Otonomi Daerah & Perekonomian Indonesia, Penerbit : BPFE

Yogyakarta.

Mulyana, BS, 1987, Beberapa Pengertian dan Masalah Mengenai Pembangunan Ekonomi, Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan, Penerbit Gramedia, Jakarta

Munir, Rozy, 1981, Penduduk dan Pembangunan Ekonomi, Penerbit Bina Aksara 1981, Jakarta.

Musa, Roesben, 2007, Pertumbuhan Ekonomi, Peluang Kerja Dan Pengentasan Kemiskinan ,Penerbit UNESA


(5)

Rahayu, Dwi, 2005, Analisis Kemiskinan Di Daerah Pedesaan dan Perkotaan Di Jawa Timur,Skripsi FE UPN Jawa Timur, Surabaya.

Rahmanto, Yogi, 2007, Beberapa Faktor Ekonomi yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kota Surabaya, Skripsi FE UPN JAWA TIMUR, Surabaya.

Rohman, Abdu, 2004, Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Upaya pengentasan Kemiskinan Di Jawa Timur, Skripsi FE UPN Jawa Timur,Surabaya.

Rosyidi, Suherman, 1996, Pengantar Teori Ekonomi, Penerbit Duta Jasa, Surabaya. Rozaki, Farid, 2004, Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Bidang Kesejahteraan Sosial,

Inflasi dan Investasi Terhadap Kemiskinan di Jawa Timur, Skripsi FE UPN Jawa Timur, Surabaya.

Rahmanto, Yogi, 2007, Beberapa Faktor Ekonomi yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kota Surabaya, Skripsi FE UPN JAWA TIMUR, Surabaya.

Subri, Mulyadi, 2003, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit : PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sagir Soeharsono, 1981, Sumber Daya Manusia Kerangka Kebijaksanaan Perluasan Kesempatan Kerja, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Simanjutak, Payaman, 1985, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit FE UI.

Suroto, MA, 1992, Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kerja, Penerbit : UGM Press, Yogyakarta.

Salim, Emil, 1984, Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan, Cetakan Keempat., Sinar Mas, Jakarta.

Sudrajad, SM, 1988, Mengenal Ekonometrika Pemula, Penerbit CV Aramico, Bandung. Sukirno, sadono, 1995, Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan dasar

Kebijaksanaan. Penerbit Fakultas Ekonomi UI Jakarta.

Suryana, 2000, Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Suryawati, Chriswardani, 2005, Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional, Jurnal. Penerbit : UNDIP. Jawa Tengah.


(6)

Winardi, Suherman, 1993, Pengantar Ekonomi Pembangunan, Penerbit Tarsito, Bandung.

Yulianto, Nicho, 2005, Analisis Beberapa Factor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Di Kota Surabaya, Skripsi FE UPN Jawa Timur, Surabaya.

Zikri, Abdullah, Dampak Pengentasan Kemiskinan Di Pedesaan Melalui Program IDT, Skripsi FE UPN Jawa Timur, Surabaya.