Sitotoksisitas fraksi protein daun mimba [Azadirachta indica A. Juss] FP30, FP40, FP50, Fp60 terhadap kultur sel SiHa.
INTISARI
Banyak studi dilakukan untuk memperoleh senyawa-senyawa baru yang memiliki aktivitas antikanker, termasuk dari bahan-bahan alam. Satu diantaranya adalah tanaman mimba (Azadirachta indica A. juss). Daun mimba banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit dan diperkirakan mempunyai efek sebagai antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, FP60 dapat dikembangkan sebagai
antikanker.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak, lengkap, dengan pola satu arah. Metode yang digunakan adalah uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, FP60 terhadap sel SiHa
dan sel Vero. Efek sitotoksik fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, FP60
terhadap sel SiHa dan sel Vero menggunakan metode MTT (3,(4,5-dimetiltiazoldifeniltetrazolium bromide). Data yang diperoleh berupa persen kematian sel yang kemudian diolah dengan menggunakan analisis probit dan uji T sampel independen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga LC50 yang diperoleh dari fraksi
protein daun mimba FP30, FP40, FP50, dan FP60 terhadap sel SiHa berturut- turut
adalah sebesar 0,38 μg/ml; 0,45 μg/ml, 0,72 μg/ml, 0,79μg/ml. Harga LC50 untuk
FP30, FP40, FP50, dan FP60 terhadap sel vero berturut- turut adalah 0,01 μg/ml; > 1
g/ml; 0,03 μg/ml; 0,05 μg/ml. Hasil uji t padaFP30, FP50, dan FP60 menunjukkan
bahwa LC50 sel SiHa berbeda tidak bermakna dengan LC50 sel Vero (sig.>0,05).
Hal ini berarti fraksi protein daun mimba FP30, FP50, dan FP60 memiliki
kemampuan yang sama untuk menginduksi kematian sel SiHa dan sel Vero, sehingga tidak dapat dikembangkan sebagai antikanker. Sedangkan pada FP40
dapat dikembangkan sebagai senyawa antikanker.
Kata kunci: sitotoksisitas, fraksi protein, daun mimba, sel SiHa, sel Vero, LC50
(2)
ABSTRACT
Many studies has been done to gain new active compound which have anticancer activity, including from natural resources. One of them is neem plant
(Azadirachta indica A. juss). The neem leaves are used to cure a lot of diseases and suspected have anticancer activity. The objective of this research is to know whether neem leaves protein fraction FP30, FP40, FP50 and FP60 can be developed
to become anticancer or not.
This research was a pure experiment with one-way completely randomized design. The method which is used is cytotoxicity test od neem leaves protein fration FP30, FP40, FP50 and FP60 against SiHa cells and Vero cells. The cytotoxic effects of neem leaves protein fraction FP30, FP40, FP50 and FP60 against
SiHa cells and Vero cells used MTT (3,(4,5-dimetiltiazoldifeniltetrazolium bromide) method. The obtained data (percentage of the death cells) are analyzed with probit test and independent sample T-test.
The result of the research showed that LC50 value, obtained from neem leaves protein fraction FP30, FP40, FP50 and FP60 against the SiHa cells
continuously 0,38 μg/ml; 0,45 μg/ml; 0,72μg/ml; 0,79 μg/ml. The LC50 value for FP30, FP40, FP50 dan FP60 against the Vero cells continuously 0,01 μg/ml; > 1
g/ml; 0,03 μg/ml; 0,05 μg/ml. The T-Test result in FP30, FP50 and FP60 showed
that LC50 SiHa cells different unsignificant with LC50 Vero cells (sig>0,05). From
the LC50 value indicate that protein fraction of mimba’s leaf PF40 have potency to
be developed as anticancer.
Key word: cytotoxicity, protein fraction, neem leaves, SiHa cells, Vero cells, LC50
(3)
SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN DAUN MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50, dan FP60 TERHADAP
KULTUR SEL SIHA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Bertha Mellina NIM : 038114116
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
(4)
(5)
(6)
Just Be
Be strong enough to face the world each day
Be weak enough to know you cannot do everything alone Be generous to those who need your help
Be frugal with what you need yourself
Be wise enough to know that you do not know everything Be foolish enough to believe in miracles
Be willing to share your joys
Be willing to share the sorrows of others Be a leader when you see a path others have missed
Be a follower when you a shrouded in the midst of uncertainty
Be the first to congratulate an opponent who succeeds Be the last to criticize a colleague who fails Be sure of your final destination, in case you are
going the wrong way
Be loving to those who love you
Be loving to those who do not love you, and they may change
Above all, be yourself
Ku persembahkan karyaku ini kepada: Tuhan dan Bunda Maria yang telah membimbing aku, Bapak dan ibu yang telah sabar mendidikku, mendukungku dan
mengiring setiap langkahku dengan doa tulus ikhlasnya, serta Lisa dan Linda yang terkasih, untuk sesorang yang telah mengisi hatiku dan
untuk almamaterku.
(7)
(8)
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan anugerahnya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsinya yang berjudul “ Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 terhadap Kultur Sel SiHa”.
i
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu itu penulis ingin sekali mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. A. Yuswanto S.U., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan atas segala masukan serta sarannya dalam penyusunan skripsi ini.
2. Drs. Mulyono, Apt, selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran dan waktunya.
3. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes., selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran dan waktunya.
4. Rita Suhadi, MSi, Apt selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
5. Mbak Yuli, Pak Rajiman dan segenap teknisi Laboratorium Ilmu Hayati Universitas Gadjah Mada yang telah membantu jalannya penelitian sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
6. Orang tua dan adik-adikku tercinta atas doa dan dukungannya selama ini. 7. R. Ari Sidharta atas perhatian, bantuan, dukungan dan kebersamaan selama
ini.
(9)
8. Sari, Ana, Vita, Lusi, Jeny, Ndari, Lea, atas kebersaman dan kerjasamanya selama penelitian.
9. Icha, Mila, Vita,Avi, Sinta, dan teman-teman kost buat kebersamaannya selama ini.
10.Shinta, Ari, Wenny, Melin, Eka, Mellisa, Willy, Rinto, Galaeh, Agnes dan teman- teman kelas C angkatan 2003 atas persahabatan yang indah.
11.Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.
Harapan penulis karya ini bermanfaat dan dapat mendorong mahasiswa angkatan berikutnya untuk berkarya lebih baik bagi kemajuan dunia farmasi di Indonesia. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun guna tercapainya kesempurnaan tulisan ini.
(10)
INTISARI
Banyak studi dilakukan untuk memperoleh senyawa-senyawa baru yang memiliki aktivitas antikanker, termasuk dari bahan-bahan alam. Satu diantaranya adalah tanaman mimba (Azadirachta indica A. juss). Daun mimba banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit dan diperkirakan mempunyai efek sebagai antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, FP60 dapat dikembangkan sebagai antikanker.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak, lengkap, dengan pola satu arah. Metode yang digunakan adalah uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, FP60 terhadap sel SiHa dan sel Vero. Efek sitotoksik fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, FP60 terhadap sel SiHa dan sel Vero menggunakan metode MTT (3,(4,5-dimetiltiazoldifeniltetrazolium bromide). Data yang diperoleh berupa persen kematian sel yang kemudian diolah dengan menggunakan analisis probit dan uji T sampel independen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga LC50 yang diperoleh dari fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, dan FP60 terhadap sel SiHa berturut- turut adalah sebesar 0,38 μg/ml; 0,45 μg/ml, 0,72 μg/ml, 0,79μg/ml. Harga LC50 untuk FP30, FP40, FP50, dan FP60 terhadap sel vero berturut- turut adalah 0,01 μg/ml; > 1 g/ml; 0,03 μg/ml; 0,05 μg/ml. Hasil uji t padaFP30, FP50, dan FP60 menunjukkan bahwa LC50 sel SiHa berbeda tidak bermakna dengan LC50 sel Vero (sig.>0,05). Hal ini berarti fraksi protein daun mimba FP30, FP50, dan FP60 memiliki kemampuan yang sama untuk menginduksi kematian sel SiHa dan sel Vero, sehingga tidak dapat dikembangkan sebagai antikanker. Sedangkan pada FP40 dapat dikembangkan sebagai senyawa antikanker.
Kata kunci: sitotoksisitas, fraksi protein, daun mimba, sel SiHa, sel Vero, LC50
(11)
ABSTRACT
Many studies has been done to gain new active compound which have anticancer activity, including from natural resources. One of them is neem plant (Azadirachta indica A. juss). The neem leaves are used to cure a lot of diseases and suspected have anticancer activity. The objective of this research is to know whether neem leaves protein fraction FP30, FP40, FP50 and FP60 can be developed to become anticancer or not.
This research was a pure experiment with one-way completely randomized design. The method which is used is cytotoxicity test od neem leaves protein fration FP30, FP40, FP50 and FP60 against SiHa cells and Vero cells. The cytotoxic effects of neem leaves protein fraction FP30, FP40, FP50 and FP60 against SiHa cells and Vero cells used MTT (3,(4,5-dimetiltiazoldifeniltetrazolium bromide) method. The obtained data (percentage of the death cells) are analyzed with probit test and independent sample T-test.
The result of the research showed that LC50 value, obtained from neem leaves protein fraction FP30, FP40, FP50 and FP60 against the SiHa cells continuously 0,38 μg/ml; 0,45 μg/ml; 0,72μg/ml; 0,79 μg/ml. The LC50 value for FP30, FP40, FP50 dan FP60 against the Vero cells continuously 0,01 μg/ml; > 1 g/ml; 0,03 μg/ml; 0,05 μg/ml. The T-Test result in FP30, FP50 and FP60 showed that LC50 SiHa cells different unsignificant with LC50 Vero cells (sig>0,05). From the LC50 value indicate that protein fraction of mimba’s leaf PF40 have potency to be developed as anticancer.
Key word: cytotoxicity, protein fraction, neem leaves, SiHa cells, Vero cells, LC50
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... . i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PRAKATA... vi
INTISARI... viii
ABSTRACT... ix
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTARLAMPIRAN... xvii
ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH PENTING……….. xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan ... 3
2. Keaslian karya... 3
3. Manfaat penelitian... 4
B. Tujuan Penelitian… ... 4
1. Tujuan umum…… ... 4
2. Tujuan khusus………. 4
(13)
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6
A. Tanaman Mimba (Azadirachta indica A. Juss)... 6
1. Keterangan Botani... 6
2. Kandungan kimia ... 6
3. Khasiat dan penggunaan ... 6
4. Deskripsi ... 6
B. Protein………. ... 7
C. Kanker… ... 10
D. Kultur Sel. ………... 14
E. Sel Vero ... 15
F. Uji Sitotoksisitas ... 15
G. MekanismeSenyawa Antikanker ... 17
H. Landasan Teori ... 17
I. Hipotesis... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 19
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 19
1. Variabel bebas... 19
2. Variabel tergantung... 19
3. Variabel pengacau terkendali... 19
4. Variabel pengacau tak terkendali ... 19
5. Definisi operasional ... 20
(14)
C. Alat dan Bahan ... 20
1. Alat ... 20
2. Bahan ... 20
D. Tata Cara Penelitian ... 21
1. Determinasi tanaman... 21
2. Pengumpulan daun mimba... 22
3. Sterilisasi alat dan bahan... 22
4. Preparasi fraksi protein daun mimba ... 22
5. Pengukuran kadar protein dengan spektrofotometri UV ... 24
6. Propagasi dan panen sel SiHa ... 24
7. Propagasi dan panen sel Vero………... 25
8. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel SiHa... 26
9. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Vero... 27
E. Analisis Hasil... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
A. Determinasi Tanaman ... 29
B. Sterilisasi Alat dan Bahan ... 29
C. Preparasi Sampel Fraksi Protein Daun Mimba ... 30
D. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Spektrofotometri UV ... 32
E. Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba... 33
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 42
A. Kesimpulan ... 42
B. Saran... 42
(15)
DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN... 46 BIOGRAFI PENULIS ... 87
(16)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan
metode spektrofotometer UV dan rasio serapan pada
panjang gelombang 280 nm dan 260 nm ... 33 Tabel II. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap
sel SiHa ……….………. 36 Tabel III. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap
sel Vero……….……….. 37 Tabel IV. Harga LC50 fraksi protein daun mimba terhadap
sel SiHa……….……….. 39 Tabel V. Hasil LC50 fraksi protein daun mimba terhadap
sel Vero……….……… 39 Tabel VI. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan
metode spektrofotometer UV dan rasio serapan pada
panjang gelombang 280 nm dan 260 nm ...47 Tabel VII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP30
terhadap kultur sel SiHa... 48 Tabel VIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP40
terhadap kultur sel SiHa... 48 Tabel IX. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP50
terhadap kultur sel SiHa... 49 Tabel X. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP60
(17)
terhadap kultur sel SiHa... 49 Tabel XI. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP30
terhadap kultur sel Vero... 50 Tabel XII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP40
terhadap kultur sel Vero...50 Tabel XIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP50
terhadap kultur sel Vero...50 Tabel XIV. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP60
terhadap kultur sel Vero...51
(18)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Sel SiHa dan Sel Vero tanpa perlakuan …………..…... 33
Gambar 2. Kultur sel SiHa yang diberi perlakuan fraksi protein daun mimba ………...……… 34
Gambar 3. Kultur sel Vero yang diberi perlakuan fraksi protein daun mimba ………...……… 34
Gambar 4. Reaksi Pembentukan Kristal Formazan... 35
Gambar 5. Kristal Formazan di Bawah Mikroskop ... 35
Gambar 6. Grafik Persen kematian sel SiHa vs konsentrasi fraksi protein daun mimba ………...……… 37
Gambar 7. Grafik Persen kematian sel SiHa vs konsentrasi fraksi protein daun mimba ………...……… 38
Gambar 8. Foto tanaman mimba …………... 83
Gambar 9. Foto daun mimba …………... 83
Gambar 10. Foto ELISA reader SLT 340ATC…………... 84
Gambar 11. Foto Spektrofotometer UV …………... 84
Gambar 12. Foto Sentrifuse KPLC Series …………... 85
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Jumlah penambahan amonium sulfat... .. 46 Lampiran 2. Cara Perhitungan Kadar Protein ... 47 Lampiran 3. Absorbansi Sel dengan Metode MTT... 48 Lampiran 4. Hasil analisis probit fraksi protein daun mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap kultur sel SiHa
dengan metode MTT………....…… 52 Lampiran 5. Hasil analisis probit fraksi protein daun mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap kultur sel vero
dengan metode MTT………....…… 63 Lampiran 6. Uji distribusi data dengan Kolmogorov- Smirnov
pada sel SiHa dan sel Vero………….……… 74 Lampiran 7. Hasil Uji Signifikansi LC50 antara Sel SiHa
dan Sel Vero dengan Analisis Statistik ……… 78 Lampiran 8. Perhitungan nilai kolerasi LC50 Sel SiHa dan Sel Vero
pada Taraf Kepercayaan 95%……….……….. 81 Lampiran 10. Foto tanaman dan daun mimba... 82 Lampiran 11. Foto ELISA reader, Spektrofotometer UV, dan Sentrifuge... 83 Lampiran 12. Surat Determinasi Tanaman ………... 86
(20)
ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING
FBS : Fetal Bovine Serum FP : Fraksi Protein
LC50 : Lethal Concentration 50%
MTT : 3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid ) reagen Stopper : reagen yang terdiri dari larutan SDS 10% dalam HCl 0,01N RPMI : Rosswell Park Memorial Institute
SDS : Sodium Dodesil Sulfat
tissue culture flask : tempat untuk menumbuhkan sel, berbentuk botol dengan leher bengkok
96 well plate : sumuran mikro yang terdiri dari 96 lubang tempat menanam sel pada uji sitotoksisitas
FP30 : fraksi protein yang diendapkan dengan larutan amonium sulfat dengan kadar 30% dari kadar ammonium sulfat jenuh FP40 : fraksi protein yang diendapkan dengan larutan amonium sulfat dengan kadar 40% dari kadar ammonium sulfat jenuh FP50 : fraksi protein yang diendapkan dengan larutan amonium sulfat dengan kadar 50% dari kadar ammonium sulfat jenuh FP60 : fraksi protein yang diendapkan dengan larutan amonium sulfat dengan kadar 60% dari kadar ammonium sulfat jenuh
(21)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kanker menempati urutan kedua di Amerika setelah penyakit jantung, sedangkan di Indonesia penyakit kanker menempati urutan keenam setelah penyakit jantung. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO) dalam 10 tahun mendatang diperkirakan 9 juta orang akan meninggal setiap tahun akibat kanker. Di negara-negara industri sekitar satu dari lima orang meninggal karena tumor ganas. Saat ini kanker dengan demikian merupakan salah satu penyebab kematian yang paling sering terjadi dan kasus penderita kanker senantiasa bertambah (Nafrialdi dan Sulistya, 1995). Penyakit yang diderita oleh sekitar tujuh juta orang lebih ini menjadi penyakit yang paling ditakuti oleh semua orang.
Pengobatan kanker dilakukan dengan cara operasi, penyinaran, dan kemoterapi, menggunakan obat-obat sintetik maupun menggunakan obat-obat tradisional. Obat-obat yang termasuk obat-obat sintetik memiliki toksisitas tinggi, selain itu obat sintetik juga memiliki efek samping yang tinggi pula. Oleh karena itu perlu dikembangkan obat antikanker dari bahan alami yang memiliki efek samping yang relatif kecil daripada obat antikanker sintetik (Mulyadi, 1996).
Salah satu tanaman yang telah terbukti memiliki kegunaan sebagai obat antikanker adalah tanaman mimba. Tanaman mimba secara tradisional telah dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman obat alami untuk mengobati berbagai
(22)
penyakit, diantaranya tukak lambung, cacar air, penyakit kulit, penyakit lepra, penyakit kuning, bisul, atau borok, dll (Anonim,2006e). Daun mimba diteliti sebagai antikanker dalam penelitian yang berjudul “Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Hasil Pengendapan dengan Ammonium Sulfat 30%, 60%, dan 100% Jenuh terhadap Kultur Sel SiHa (Candra, 2006)”. Penelitian Candra (2006) menyebutkan bahwa harga LC50 fraksi protein daun mimba hasil pengendapan dengan amonium sulfat 30%, 60% dan 100% jenuh berturut-turut adalah sebesar 1,72 μg/ml; 0,04 μg/ml; dan 32,56 μg/ml. Menurut NCI (National Cancer Institute) suatu senyawa berpotensi sebagai antikanker bila harga LC50 ≤ 20 µg/ml (Suffnes and Pezzuto, 1991). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fraksi protein 60% berefek paling sitotoksik terhadap sel SiHa dan fraksi protein 30% dan 60% diperkirakan memiliki aktivitas sebagai antikanker.
Dari hasil penelitian tersebut diduga bahwa fraksi protein daun mimba yang lebih spesifik yaitu antara fraksi protein daun mimba 30% dan 60% jenuh juga mempunyai efek sitotoksik terhadap sel SiHa dan diperkirakan memiliki aktivitas sebagai antikanker. Hal tersebut yang mendasari dilakukannya penelitian dengan cara fraksinasi protein daun mimba dengan pengendapan menggunakan amonium sulfat FP30, FP40, FP50,dan FP60 terhadap kultur sel SiHa untuk mengetahui fraksi protein mana yang menghasilkan efek sitotoksik paling besar dan lebih berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker.
(23)
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang khasiat dan kegunaan tanaman mimba, juga untuk memberikan informasi sitotoksik dari daun mimba terhadap sel kanker.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dari penelitian timbul berbagai permasalahan, yaitu : a. fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan
FP60, manakah yang mempunyai efek sitotoksisitas paling besar terhadap sel SiHa?
b. seberapa besar nilai LC50 dari fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 terhadap sel SiHa?
c. apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60, juga memiliki efek sitotoksisitas terhadap sel Vero?
d. apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 memiliki efek sitotoksisitas sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker?
2. Keaslian Karya
Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai “Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Hasil Pengendapan dengan Amonium Sulfat 30%, 60%, dan 100% Jenuh terhadap Kultur Sel SiHa (Candra, 2006)”. Sejauh ini, penulis belum menemukan adanya penelitian mengenai sitotoksisitas fraksi potein daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 terhadap kultur sel SiHa.
(24)
3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya informasi yang telah ada mengenai khasiat, penggunaan dan efek sitotoksisitas fraksi protein daun mimba terhadap kultur sel SiHa dan sel Vero.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif untuk pengobatan kanker dengan menggunakan bahan dari alam.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah fraksi protein daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 berpotensi sebagai antikanker.
2. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. untuk mengetahui fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 yang mempunyai efek sitotoksisitas paling besar terhadap sel SiHa.
b. untuk mengetahui nilai LC50 dari fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 terhadap sel SiHa.
(25)
c. untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60, juga memiliki efek sitotoksisitas terhadap sel Vero.
d. untuk mengetahui apakah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 memiliki efek sitotoksisitas sehingga berpotensi dikembangkan sebagai antikanker.
(26)
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Azadirachta indica A. Juss 1. Keterangan Botani
Daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan divisi spermatophyta dan termasuk dalam kelas dikotiledon, famili Meliaceae, Genus Azadirachta, Spesies Azadirachta indica A. Juss, Sinonim Melia azadirachta Linn (Backer dan Backuizen van den Brink, 1965; Hutapea, 1993).
2. Kandungan kimia
Daun mimba mempunyai kandungan azadirachtin, nimbin, nimbinene, nimbandiol, nimbolide, quercetin, dan margosin (Anonim,2006a).
3. Khasiat dan penggunaan
Tanaman mimba secara tradisional digunakan oleh masyarakat untuk mengobati bisul atau borok, penyakit kuning, penyakit kulit, tukak lambung, dll. Daun mimba dapat menghilangkan toksin, membersihkan darah, dan mencegah kerusakan karena senyawa radikal bebas dalam tubuh. (Anonim,2006e).
4. Deskripsi
Tanaman mimba berupa pohon dengan tinggi 10-15 meter. Batang tegak, berkayu, bulat, permukaan kasar, percabangan simpodial, dan berwarna coklat. Daun berwarna hijau, majemuk, berhadapan, lonjong, melengkung, tepi bergerigi, ujung lancip, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, dan tangkai daun panjang 8-20 cm. Bunga berwarna putih, majemuk,
(27)
berkelamin dua, terletak di ujung cabang, bertangkai silindris, panjang 8-15 cm, kelopak hijau, mahkota halus, benang sari silindris berwarna putih kekuningan, putih lonjong, dan coklat muda. Buah berwarna hijau, berbentuk bulat telur, dan buni. Biji berbentuk bulat, berwarna putih, dan mempunyai diameter 1 cm. Tanaman mimba mempunyai akar tunggang yang berwarna coklat (Hutapea, 1993).
B. Protein
Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Di samping berat molekul yang berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda pula. Ada protein yang mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang sukar larut dalam air (Poedjiadi, 1994).
Fraksinasi protein dilakukan dengan memisahkan masing–masing protein dalam campuran secara fraksi demi fraksi. Ada dua macam cara yang biasa digunakan dalam proses fraksinasi yakni dengan jalan pengendapan dan kromatografi. Fraksinasi protein dengan jalan pengendapan dapat dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat dalam konsentrasi tertentu (Poedjiadi, 1994).
Keuntungan fraksinasi menggunakan amonium sulfat adalah lebih efektif dari garam kation yang lain, selain itu harganya lebih murah dan ada manfaat yang lebih besar lagi yaitu dapat menstabilkan protein yang dimurnikan. Pada konsentrasi garam yang tinggi dapat mencegah terjadinya proteolisis dan juga mencegah pertumbuhan bakteri. Selain itu, amonium sulfat bersifat inert, tidak
(28)
bereaksi dengan protein yang dipisahkan. Namun kelemahannya, amonium sulfat biasanya terkontaminasi oleh logam berat seperti besi, sehingga dapat mengganggu proses pengendapan. Jumlah amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai kejenuhan yang diinginkan dapat ditentukan dengan rumus yang mudah (Scopes, 1994).
Beberapa metode tersedia untuk determinasi protein, antara lain: 1) metode Spektrofotometri
Sebagian besar protein memiliki absorbansi maksimal pada panjang gelombang 280 nm karena adanya residu asam amino tirosin dan triptofan. Keuntungan metode ini yaitu sensitifitasnya tinggi dan tidak membutuhkan reagen. Komponen yang mengandung cincin purin dan pirimidin akan menyerap UV pada panjang gelombang 260 nm. Dengan demikian keberadaan beberapa komponen tersebut akan mengganggu pengukuran absorbansi protein pada panjang gelombang 280 nm. Oleh karena itu untuk pengukuran protein dilakukan pada panjang gelombang 260 nm dan 280 untuk mengoreksi adanya komponen- komponen tersebut (Kerese, 1984).
2) metode Biuret
Prinsip dari metode biuret adalah mencampur larutan yang mengandung protein dengan basa kuat kemudian direaksikan dengan larutan CuSO4 yang sangat encer, sehingga menghasilkan warna violet kemerahan sampai biru violet. Warna yang dihasilkan merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan karena reaksi antara Cu2+ dengan 4 atom N. Dua atom N yang berdekatan dari satu rantai peptida dengan 2 atom N yang berdekatan dari rantai peptida yang lain
(29)
berikatan dengan Cu2+ sehingga membentuk kompleks warna biru violet, dimana semakin lama warna yang terbentuk akan semakin pekat (tua). Reaksi ini tidak dapat terjadi pada dipeptida dan asam amino bebas (kecuali serin dan treonin). Range protein yang dapat dianalisis menggunakan merode biuret yaitu 0,2 sampai 2 mg.
3) metode Lowry
Prinsip dari metode Lowry adalah mencampur larutan yang mengandung protein dengan basa kuat kemudian direaksikan dengan larutan CuSO4 yang sangat encer, sehingga menghasilkan warna violet kemerahan sampai biru violet. Warna yang dihasilkan merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan karena reaksi antara Cu2+ dengan 4 atom N. Dua atom N yang berdekatan dari satu rantai peptida dengan 2 atom N yang berdekatan dari rantai peptida yang lain berikatan dengan Cu2+ sehingga membentuk kompleks warna biru violet. Kemudian terjadi reduksi reagen fosfomolibdat- fosfotungstat (reagen Folin- Ciocalteau) oleh tirosin, triptofan, dan sistein.
4) metode “Dye- Binding”
Interaksi antara reagen Coomassie Brilliant Blue G250 dengan protein memberikan perubahan warna yang teramati, sehingga kadar protein dapat ditetapkan dengan mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm (Alexander, 1985).
(30)
C. Kanker 1. Definisi Kanker
Kanker merupakan penyakit berbahaya yang merusak bagian-bagian tubuh, ditandai pertumbuhan yang cepat dan tidak terkendali dari sel-sel secara abnormal serta membentuk massa yang sangat banyak yang bersama-sama membentuk suatu tumor. Apabila proses tersebut tidak ditahan pertumbuhannya akan menyebabkan kematian sel organisme (Dewick, 1989).
Sifat umum dari kanker adalah : 1) pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor; 2) gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan; 3) bersifat infasif, mampu tumbuh di jaringan sekitarnya; 4) bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain dan mengakibatkan pertumbuhan baru; 5) memiliki hereditas bawaan; dan 6) pergeseran metabolisme ke arah pembentukkan makromolekul dari nukleosida dan asam amino serta peningkatan katabolisme karbohidrat untuk energi sel (Nafrialdi dan Sulistya, 1995).
Neoplasma merupakan pertumbuhan baru yang lazim dikenal dengan tumor. Neoplasma cenderung untuk diuraikan sebagai suatu pertumbuhan pada jaringan yang tidak terkendali. Menurut cara penyebarannya neoplasma ini dapat dibagi menjadi dua :
a). tumor benigna
Tumor benigna dapat terus membesar namun tidak akan menyerang jaringan-jaringan di sekitarnya dan juga tidak akan menyebar di luar lokasi yang semestinya (metastasis). Tumor benigna ini umumnya dianggap lebih tidak berbahaya dibandingkan tumor malignan. Namun, suatu pertumbuhan yang terus
(31)
menerus membesar sekalipun tidak menyebar, dapat pula berakibat fatal jika pertumbuhanya kemudian mengganggu organ-organ vital tubuh dan fungsinya. b). tumor malignan
Berbeda dengan tumor benigna, tumor malignan dapat menyerang jaringan-jaringan di sekitarnya dan juga mampu melakukan metastasis sehingga dianggap lebih berbahaya. Banyak tumor malignan pada manusia berasal dari jaringan epitel. Hal ini dapat terjadi karena jaringan ini memiliki kontak langsung dengan lingkungan yang cukup tinggi (Greens & Harris, 2000). Umumnya, yang dimaksud dengan kanker adalah tumor malignan karena sel-selnya dapat menyebar ke daerah lain, merusak jaringan tubuh di sekitarnya dan bahkan dapat merusak bagian organ lain dalam tubuh. Salah satunya, dengan jalan menyebar atau metastasis lewat aliran darah. Ketika mencapai organ baru, sel-sel tersebut akan membentuk lagi tumor yang baru (Kardinan & Taryono, 2003).
2. Proses terjadinya kanker
Sel-sel normal dapat berubah menjadi sel-sel kanker karena adanya satu atau lebih mutasi yang terjadi pada DNA sel. Perkembangan penyakit kanker merupakan suatu proses rumit yang melibatkan tidak hanya suatu perubahan genetik namun juga faktor-faktor epigenetik (misalnya, aksi hormonal tubuh, bahan-bahan karsinogen, dan lain-lain) yang tidak berkembang menjadi tumor itu sendiri namun dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya mutasi pada DNA sel yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kanker (Rang et al, 2003).
(32)
Ada dua kategori utama perubahan genetik yang mampu mendorong terjadinya kanker :
a). aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen
Proto-onkogen adalah gen yang berfungsi untuk mengontrol proses pembelahan, apoptosis dan diferensiasi pada sel-sel normal. Pada kejadian kanker proto-onkogen ini dapat berubah menjadi onkogen oleh adanya virus maupun aksi dari senyawa-senyawa karsinogen.
b). inaktivasi gen penekan terbentuknya tumor
Sel-sel normal memiliki suatu gen yang mempunyai kemampuan untuk menekan terbentuknya tumor yang disebut gen penekan terbentuknya tumor atau anti-onkogen. Saat ini, telah ditemukan bukti bahwa adanya mutasi pada gen tersebut terlibat dalam banyak kejadian kanker. Hilangnya fungsi dari gen penekan terbentuknya tumor tersebut dapat menjadi penyebab utama terjadinya kanker (Rang et al, 2003).
Beberapa karakteristik umum yang dapat membedakan antara sel kanker dengan sel normal antara lain, sel kanker memiliki pertumbuhan yang tidak terkontrol, proses pembelahan pada sel kanker tidak lagi dapat dikendalikan oleh proses regulasi dari pembelahan dan pertumbuhan sel yang normal sehingga terjadilah gangguan diferensiasi dan fungsi dari sel tersebut. Sel normal umumnya akan berdiferensiasi menjadi sel yang matang dan bergabung dengan sel-sel lainnya membentuk jaringan dan baru kemudian dapat melaksanakan fungsi yang semestinya. Pada sel kanker, proses pembelahan yang terlalu cepat mengakibatkan sel-sel tersebut tidak terdiferensiasi sempurna. Akibatnya, sel
(33)
tidak mature sehingga tidak dapat menjalankan fungsi yang semestinya. Sel kanker juga memiliki kemampuan berinvasif yakni, kemampuan untuk tumbuh di jaringan sekitarnya dan mengganggu fungsi jaringan tersebut. Selain itu, sel kanker juga mampu melakukan metastasis yang merupakan penyebaran dari tumor induk membentuk tumor sekunder, yang mampu mencapai daerah lain pada tubuh, lewat pembuluh darah atau pun limpa. Dilaporkan bahwa metastasis merupakan penyebab utama kematian pada banyak kasus kanker dan hal ini pulalah yang mendasari permasalahan utama pada terapi kanker (Rang et al, 2003).
Tingkatan perubahan sel pada pertumbuhan kanker adalah sebagai berikut: 1. hiperplasi adalah pembengkakan organ tubuh akibat pertumbuhan sel- sel baru
yang abnormal karena hilangnya kontrol pertumbuhan.
2. metaplasi yaitu pertumbuhan epitel suatu jenis jaringan dewasa menjadi jaringan lain yang juga dewasa.
3. displasi yaitu perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dalam hal bentuk, besar dan orientasinya yang masih bersifat reversibel.
4. anaplasi yaitu perubahan serupa displasi yang menyimpang lebih jauh dari normal. Merupakan suatu ciri tumor ganas yang bersifat ireversibel.
5. karsinoma insitu yaitu gambaran sel menjadi sangat atipik namun belum terdapat pertumbuhan infiltratif.
6. invasi yaitu sel kanker telah menembus lapisan basal jaringan (Kuswibawati, 2000).
(34)
2. Kanker leher rahim
Penyebab dari terjadinya kanker leher rahim (cervix) disebut–sebut karena adanya infeksi dari HPV (Human Papiloma Virus). Human Papiloma Virus (HPV) merupakan virus DNA yang sangat kecil namun infektif serta dapat menimbulkan lesi pada kulit maupun sel epitel pipih. Ada lebih dari 100 tipe HPV, tipe yang umum adalah tipe 16 dan 18. Kedua tipe ini dapat menimbulkan perubahan abnormal sel–sel cervix (CIN) dan selanjutnya menyebabkan terjasinya kanker cervix atau kanker leher rahim (Widyani, 2005).
Faktor seluler dari HPV yang bertanggung jawab atas munculnya kanker leher rahim adalah viral E6 dan E7. DNA E6 dan E7 dari virus ini mampu menyebabkan kekacauan pada siklus dan proliferasi sel akibat tidak aktifnya gen penekan tumor p53 dan pRb pada sel normal. Viral DNA E6 akan mengikat kuat p53 sedangkan DNA E7 akan mengikat pRb (King, 2000).
D. Kultur Sel
Penggunaan kultur sel sebagai subyek uji dikarenakan selain banyaknya tekanan publik untuk mengurangi bahkan tidak menggunakan hewan sebagai subyek uji dalam percobaan mengingat segi moral. Alasan lain tidak menggunakan hewan percobaan ialah untuk menghemat biaya yang besar apabila menggunakan hewan percobaan dan juga rendahnya nilai korelasi antara hasil yang diperoleh dengan penelitian menggunakan hewan jika dikorelasikan dengan manusia. Dengan menggunakan kultur sel sebagai alternatif subyek dalam pengujian toksikologi, maka mekanisme toksisitas biokimia dapat dikerjakan
(35)
dengan lebih efektif. Hal ini dikarenakan kondisi dari sel dapat dikontrol dan dimodifikasi (Wallin, 1998).
Sel SiHa adalah salah satu kanker cervix yang menyebabkan kematian yang tinggi pada wanita. Sel SiHa diperoleh dari fragmen sampel jaringan primer dari suatu karsinoma cervix dan merupakan squamosa yang tidak terdiferensiasi. Sel ini ditemukan pada manusia sekitar tahun 1995. Morfologi sel SiHa mirip dengan sel epitelial dan tipe inti selnya tidak diketahui. Sel ini mengandung Human Papilloma Virus 16 (HPV-16) (Anonim, 2006d).
E. Sel Vero
Sel Vero ditemukan pertama pada tahun 1962 oleh Y. Yasumura dan Y. Kawakita di Universitas Chiba di Chiba, Jepang. Sel Vero diambil dari ginjal kera dewasa (jenis African Green Monkey) yang sehat. Selain sering digunakan dalam produksi vaksin, sel Vero juga sering digunakan untuk mendeteksi Verotoksin. Saat ini, sel Vero telah banyak digunakan untuk mengembangkan pengobatan berbagai macam penyakit, salah satu diantaranya yaitu diabetes (Anonim, 2006c).
Sel Vero digunakan secara luas pada studi replikasi virus dan uji penyakit pes. Selain itu juga digunakan untuk uji berbagai penyakit yang diakibatkan oleh virus (Anonim, 1983).
F. Uji Sitotoksisitas
Uji sitotoksisitas ialah suatu uji yang secara in vitro menggunakan kultur sel dalam mengevaluasi keamanan obat, makanan, kosmetik maupun bahan-bahan kimia lainnya (Freshney, 1986).
(36)
Uji sitotoksisitas ini merupakan suatu uji yang cepat, terstandarisasi, sensitif dan tidak terlalu mahal, dengan kepentingan untuk menentukan apakah suatu material mengandung bahan yang berbahaya (toksis) secara biologik dalam jumlah yang signifikan. Sensitifitas yang tinggi dari uji ini karena adanya sel uji yang terisolasi dalam kultur dan tidak adanya mekanisme protektif tubuh yang mempengaruhi sel uji (Wallin, 1998).
Ada beberapa metode untuk mengetahui hasil uji sitotoksisitas, yaitu metode Trypan Blue Staining, Tritium-labeled Thymidine dan MTT. Trypan Blue Staining adalah cara sederhana untuk mengevaluasi integritas dari membran sel, yang kemudian dari hasilnya dapat menunjukkan kematian atau proliferasi sel. Namun metode ini kurang sensitif. Metode kedua yaitu Tritium-labeled Thymidine adalah metode yang menggunakan senyawa radioaktif tritium yang dilabelkan pada timidin. Pengukuran jumlah bahan radioaktif yang terambil oleh sel ini sangat akurat namun metode ini memerlukan waktu yang lebih lama. Sedangkan metode MTT adalah metode kolorimetrik yang mengukur hasil reduksi dengan garam tetrazolium menjadi kristal formazan yang berwarna ungu oleh mitokondria sel hidup melalui metabolismenya. Kemudian warna ungu yang dibentuk diukur dengan pembacaan ELISA plate reader. Jumlah warna yang dibentuk proporsional dengan jumlah sel yang hidup. Metode MTT bersifat kuantitatif dan lebih sensitif bila dibandingkan dengan metode Trypan Blue Staining karena adanya hubungan yang linear antara keaktifan sel dan absorbansi, jumlah sel yang tumbuh maupun mati dapat diukur. Sedangkan Trypan Blue
(37)
Staining bersifat kualitatif dan hanya mengindikasikan sel yang masih hidup (Anonim, 2006b).
G. Mekanisme Senyawa Antikanker
Senyawa yang digunakan sebagai bahan obat kanker memiliki salah satu kemampuan untuk menghambat terjadinya kanker dengan mekanisme menghambat sintesis asam nukleat atau dengan menghambat proses pembelahan sel pada saat mitosis dengan cara mengikat protein tubulin dalam spindle mitosis dan menghalangi polymerase ke dalam mikrotubulus. Mekanisme lain yaitu menghambat sintesis DNA dan replikasinya melalui enzim topoisomerase (Dewick, 1986).
H. Landasan Teori
Kanker merupakan penyakit berbahaya yang merusak bagian- bagian tubuh, ditandai pertumbuhan yang cepat dan tidak terkendali. Apabila proses tersebut tidak ditahan pertumbuhannya akan menyebabkan kematian sel organisme. Banyak penelitian menggunakan fraksi protein dari berbagai jenis tanaman. Daun mimba diteliti sebagai antikanker dalam penelitian yang berjudul “Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Hasil Pengendapan dengan Ammonium Sulfat 30%, 60%, dan 100% Jenuh terhadap Kultur Sel SiHa (Candra, 200)”.
Dari penelitian Candra (2006) diketahui bahwa bahwa harga LC50 yang diperoleh dari fraksi protein daun mimba hasil pengendapan dengan amonium sulfat 30%, 60%, dan 100% jenuh berturut-turut adalah sebesar 1,72 μg/ml; 0,04 μg/ml; dan 32,56 μg/ml. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fraksi
(38)
protein 60% berefek paling sitotoksik terhadap sel SiHa dan fraksi protein 30% dan 60% diperkirakan memiliki aktivitas sebagai antikanker.
Dari hasil penelitian tersebut maka diduga bahwa fraksi protein yang lebih kecil dari 60% juga mempunyai daya sitotoksik terhadap sel SiHa dan diperkirakan memiliki aktivitas sebagai antikanker. Hal tersebut yang mendasari dilakukannya penelitian tentang Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 Terhadap Kultur Sel SiHa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fraksi protein mana yang menghasilkan efek sitotoksik paling besar dan lebih berpotensi untuk dikembangkan ke depannya sebagai senyawa antikanker.
I. Hipotesis
Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50,dan FP60 Terhadap Kultur Sel SiHa memiliki efek sitotoksisitas sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai antikanker.
(39)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian sitotoksisitas fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP30, FP40, FP50, dan FP60 terhadap kultur sel SiHa ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel bebas
Kadar fraksi protein daun mimba yaitu 0,20 μg/ml; 0,39 μg/ml; 0,78 μg/ml; 1,56 μg/ml; 3,13 μg/ml; 6,25 μg/ml; 12,5 μg/ml; 25 μg/ml; 50 μg/ml; 100 μg/ml dan 200 μg/ml.
2. Variabel tergantung
Persentase kematian sel SiHa dan sel Vero. 3. Variabel pengacau terkendali
a. pH dan suhu pembuatan fraksi protein, dikendalikan pada pH 7,2 dan suhu 4oC.
b. medium tumbuh sel dikendalikan dengan menggunakan medium RPMI 1640-serum (untuk sel SiHa) dan M199 (untuk sel Vero).
c. tempat tumbuh dan waktu pemanenan daun mimba dikendalikan dengan memanen daun pada tempat dan waktu yang sama.
4. Variabel pengacau tak terkendali Kematian alami sel SiHa dan sel Vero.
(40)
5. Definisi operasional
a.sitotoksisitas ialah sifat toksik atau beracun dari fraksi protein daun mimba terhadap sel SiHa dan sel Vero.
b.fraksi protein ialah fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss.) FP30, FP40, FP50, dan FP60, dinyatakan dalam µg/ml.
c.LC50 ialah konsentrasi fraksi protein daun mimba yang mampu membunuh atau menyebabkan kematian sejumlah 50% sel uji dan dinyatakan dalam µg/ml.
C. Alat dan Bahan 1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat-alat gelas, stamper, mortir, timbangan analitik (AND ER-400 H), alumunium foil, magnetic stirrer, tabung conical, autoklaf, tissue culture flask, swing rotor sentrifuge (PLC), inkubator (Nuaire), mikropipet, membran dialisis (Sigma), lemari pendingin, cell counter (Nunc), 96-well plate (Nunc), spektrofotometer UV (Cecil CE-292), ELISA reader (SLT 340 ATC), laminar air flow (Nuaire), mikroskop (Olympus IMT-2), haemocytometer (Nebauer), kain monel, tissue, glove, masker. 2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah : a. daun mimba segar
b. kultur sel SiHa yang diambil dari persediaan di Laboratorium Hayati Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
(41)
c. kultur sel Vero (normal) yang diambil dari stok di Laboratorium Hayati Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
d. pereaksi-peraksi yang digunakan untuk preparasi fraksi protein daun mimba
1) larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 (Merck)
2) larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 yang mengandung 0,14 M NaCl (Merck)
3) amonium sulfat p.a. (Merck) e. Pereaksi-pereaksi untuk uji sitotoksisitas
1) media pencuci: RPMI 1640 (Sigma), natrium bikarbonat, Hepes 2) media penumbuh: RPMI 1640, M199, FBS (Foetal Bovine Serum)
10%, Penisilin-Streptomisin 1% (Gibco), dan Fungison 0,5% (Gibco).
3) reagen Stopper : SDS (sodium dodeksil sulfat) dalam HCl 0,01 N (Merck)
4) MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide) (Sigma)
D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman
Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian yaitu daun mimba, telah dideterminasi terlebih dahulu di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta dan dipastikan juga
(42)
kebenarannya menggunakan acuan baku (Backer dan Backuizen van den Brink, 1965).
2. Pengumpulan daun mimba
Daun mimba yang digunakan diambil dari pohon mimba yang tumbuh di pekarangan Laboratorium Hayati, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada bulan Juni 2006.
3. Sterilisasi alat dan bahan
Sterilisasi alat dilakukan untuk menghilangkan mikroorganisme dari alat-alat yang akan digunakan agar tidak mengganggu penelitian. Adapun metode sterilisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uap panas dengan menggunakan autoklaf. Alat–alat gelas yang akan digunakan dalam keadaan steril, dicuci sampai bersih kemudian di sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 20 menit.
4. Preparasi fraksi protein dari daun mimba
Daun tanaman mimba dikumpulkan segar, diseleksi, dibersihkan tulang daunnya, dan ditimbang sebanyak 400 gram. Daun kemudian dicuci bersih dengan air mengalir, dibungkus plastik dan disimpan dalam freezer semalam. Bahan ditumbuk halus dalam mortir bersih dan steril dengan penambahan sedikit demi sedikit dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 yang mengandung 0,14 M NaCl pada suhu dingin (dengan penambahan es di sekitarnya). Bahan diperas dan disaring dengan kain monel, ditampung dalam tabung conical yang bersih dan steril. Cairan yang diperoleh disentrifus dengan 4000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak gubal, dikumpulkan dalam beker glass dan
(43)
diukur volumenya. Supernatan ekstrak gubal yang diperoleh, diendapkan proteinnya dengan menambahkan amonium sulfat hingga mencapai kejenuhan 30%. Penambahan amonium sulfat dilakukan sedikit demi sedikit, diikuti pengadukan teratur dengan magnetic stirrer pada suhu dingin, dilanjutkan dengan sentrifugasi ultra dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4°C selama 25 menit. Supernatan (1) ditampung dalam labu ukur sedangkan endapan yang diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2. Selanjutnya endapan tadi didialisis dengan memasukkan larutan endapan dalam dapar natrium fosfat ke dalam membran dialisis yang salah satu ujungnya telah dijepit dengan penjepit khusus membran kemudian ujung membran yang lainnya ditutup dengan dijepit dengan penjepit khusus membran dengan kuat. Membran dialisis lalu digantung dalam bekerglass yang berisi dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 sebanyak 1000 ml. Proses dialisis dilakukan dalam almari es selama semalam dengan di-stirrer perlahan dan dilakukan penggantian dapar natrium fosfat satu kali. Hasil dialisis disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 20 menit. Endapan hasil dialisis dibuang dan supernatan diambil. Supernatan ini merupakan sampel fraksi protein daun mimba dengan konsentrasi amonium sulfat 30% jenuh.
Supernatan (1), (2), dan (3) ditampung secara bertahap, kemudian ditambah amonium sulfat hingga mencapai kejenuhan 40%, 50%, 60% dengan menggunakan langkah- langkah yang sama dengan konsentrasi 10% jenuh.
(44)
5. Pengukuran kadar protein dengan spektrofotometri UV
Sampel fraksi protein daun mimba 30%, 40%, 50% dan 60%, masing-masing sebanyak 10 µl dimasukkan ke dalam kuvet 1 ml lalu ditambah 990 µl larutan dapar natrium fosfat 5 mM, diukur serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 280 nm dengan blanko larutan dapar natrium fosfat 5 mM. Untuk mengoreksi adanya serapan oleh asam nukleat pada panjang gelombang tersebut maka pengukuran juga dilakukan pada panjang gelombang 260 nm. Perbandingan antar serapan pada 280 nm dan 260 nm merupakan rasio serapan R 280/260, dan digunakan untuk menghitung faktor koreksi dengan cara ekstrapolasi terhadap tabel kadar protein Layne (1957). Selanjutnya, kadar protein dihitung dari perkalian antara serapan pada 280 nm, faktor koreksi dan faktor pengenceran.
6. Propagasi dan panen Sel SiHa a. Propagasi Sel SiHa
Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam penangas air 37oC, kemudian ampul disemprotkan dengan etanol 70%. Ampul dibuka dan sel SiHa dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi medium RPMI 1640. Suspensi sel disentrifugasi selama 5 menit, supernatan dibuang, diganti dengan medium RPMI yang baru, kemudian disuspensikan perlahan. Suspensi sel lalu disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang sekali lagi. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang mengandung 10% FBS. Resuspensikan secara perlahan sampai homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasikan
(45)
dalam inkubator dengan suhu 37oC dengan aliran 5% CO2. Setelah 24 jam, medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian.
b. Panen Sel SiHa
Setelah jumlah sel cukup (kurang lebih setelah berumur 7 hari), media diganti dengan RPMI 1640 baru sebanyak 5 ml kemudian sel dilepaskan dari dinding flask dengan cara diresuspensikan menggunakan pipet Pasteur. Sel dipindahkan dalam tabung conical steril dan ditambahkan medium RPMI sampai volume 10 ml dan disentrifugasi 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet sel diresuspensikan perlahan dengan 1 ml medium. Sel kemudian dihitung menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 2,5x104/100 μl dan siap dipakai untuk penelitian.
8. Propagasi dan panen sel Vero a. Propagasi Sel Vero
Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam penangas air 37oC, kemudian ampul disemprotkan dengan etanol 70%. Ampul dibuka dan sel SiHa dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi medium M199. Suspensi sel disentrifugasi selama 5 menit, supernatan dibuang, diganti dengan medium M199 yang baru, kemudian disuspensikan perlahan. Suspensi sel lalu disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang sekali lagi. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang mengandung 10% FBS. Resuspensikan secara perlahan sampai homogen,
(46)
kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37oC dengan aliran 5% CO2. Setelah 24 jam, medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian.
b. Panen sel Vero
Setelah jumlah sel cukup (kurang lebih setelah berumur 7 hari), sel dicuci dengan FBS 10% sebanyak 3 ml. Untuk melepaskan sel-sel dari dinding flask, diberi tripsin 2,5% sebanyak 1 ml. Sel dipindahkan dalam tabung conical steril yang sudah berisi M199 sebanyak 7 ml. Kemudian sel dibilas kembali dengan FBS 10% sebanyak 3 ml. Hasil bilasan dituang ke dalam tabung conical yang sama dan disentrifuse selama 5 menit. Untuk menghilangkan sisa tripsin, sel dicuci sekali lagi dengan menggunakan medium yang sama. Kemudian pelet ditambah media kultur sebanyak 1 ml. Selanjutnya lakukan perhitungan jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 2,5x104/100 μl dan siap dipakai untuk penelitian.
9. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel SiHa
Untuk uji sitotoksisitas, sebanyak 100 μl suspensi sel SiHa dengan kepadatan 2,5x104/100 μl dimasukkan dalam sumuran-sumuran 96-well plate yang telah berisi 100 μl fraksi protein daun mimba dengan kadar 200 µg/ml pada sumuran A1, B1 dan C1 pada kolom 1, kemudian pada sumuran A2, B2 dan C2 di kolom 2 ditambahkan 100 μl suspensi sel SiHa pada sumuran yang telah berisi 100 μl fraksi protein daun mimba dengan kadar 100 µg/ml, demikian seterusnya
(47)
hingga diperoleh seri kadar yang terendah yang digunakan dalam penelitian. Sebagai kontrol, 100 µl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium RPMI 1640 dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 sedangkan untuk faktor koreksi, 100 µl sampel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium RPMI 1640 dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2. Selanjutnya 96-well plate diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC, dalam inkubator dengan aliran 5% CO2.
Pada akhir inkubasi, ke dalam masing-masing sumuran ditambahkan 10 μl MTT 2,5 μg/ml dalam media RPMI 1640, lalu diinkubasikan semalam pada suhu 37oC, dalam inkubator dengan aliran CO2 5%. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT dan membentuk warna ungu. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 50 μl reagen stopper pada setiap sumuran dan inkubasi semalam pada suhu kamar. Serapan setiap sumuran dibaca deangan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. Besarnya serapan berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup.
10. Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba pada sel Vero
Untuk uji sitotoksisitas, sebanyak 100 μl suspensi sel Vero dengan kepadatan 2,5x104/100 μl dimasukkan dalam sumuran-sumuran 96-well plate yang telah berisi 100 μl fraksi protein daun mimba dengan kadar 200 µg/ml pada sumuran A1, B1 dan C1 pada kolom 1, kemudian pada sumuran A2, B2 dan C2 di kolom 2 ditambahkan 100 μl suspensi sel Vero pada sumuran yang telah berisi 100 μl fraksi protein daun mimba dengan kadar 100 µg/ml, demikian seterusnya hingga diperoleh seri kadar yang terendah yang digunakan dalam penelitian. Sebagai kontrol, 100 µl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi
(48)
medium M199 dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 sedangkan untuk faktor koreksi, 100 µl sampel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium M199 dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2. Selanjutnya 96-well plate diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC, dalam inkubator dengan aliran 5% CO2.
Pada akhir inkubasi, ke dalam masing-masing sumuran ditambahkan 10 μl MTT 2,5 μg/ml dalam media M199, lalu diinkubasikan semalam pada suhu 37oC, dalam inkubator dengan aliran CO2 5%. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT dan membentuk warna ungu. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 50 μl reagen stopper pada setiap sumuran dan inkubasi semalam pada suhu kamar. Serapan setiap sumuran dibaca deangan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm. Besarnya serapan berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup.
E. Analisis Hasil
Pada metode MTT ini, serapan terbaca menunjukkan jumlah sel yang hidup dan hasil akhir uji sitotoksisitas yaitu persentase kematian sel yang dihitung menggunakan modifikasi rumus Abbot, dengan persamaan berikut:
% Kematian sel = x 100% A
C) (B
A− −
Keterangan :
A = Rata-rata absorbansi kontrol B = Rata-rata absorbansi perlakuan
C = Rata-rata absorbansi perlakuan tanpa sel
Untuk menghitung harga LC50 dilakukan perhitungan secara statistik menggunakan analisis probit sedangkan untuk menganalisis signifikansi dilakukan pengolahan data dengan statistik uji T sampel independen (independent-samples T Test).
(49)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Penelitian ini menggunakan bahan utama berupa daun mimba. Untuk menghindari terjadinya kesalahan pada penggunaan tanaman yang digunakan maka dilakukan determinasi. Determinasi dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman Obat, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
B. Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan terlebih dahulu untuk menghilangkan semua pengotor dan kontaminan yang bisa mengganggu pada saat proses penelitian. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan metode uap panas bertekanan yang dilakukan pada suhu 121°C selama kurang lebih 20 menit dan tekanan 1 atm. Metode uap panas ini dapat membunuh mikroorganisme secara cepat disebabkan uap air panas yang lebih mudah melakukan penetrasi ke dalam membran sel mikroorganisme. Prinsip pemusnahan mikroorganisme dengan metode ini adalah uap air panas yang berpenetrasi ke dalam sel mikroorganisme akan mengakibatkan koagulasi dan denaturasi protein mikroorganisme. Penetrasi uap air panas yang cepat mengakibatkan perusakan sel mikroorganisme yang lebih cepat.
C. Preparasi Sampel Fraksi Protein Daun Mimba
Pada penelitian ini menggunakan sampel berupa fraksi protein daun mimba. Sampel dibuat dari daun mimba yang sebelumnya sudah dicuci bersih
(50)
yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang menempel pada daun, kemudian sampel disimpan di dalam freezer semalaman agar daun menjadi lebih kaku sehingga mudah dihaluskan. Daun ditumbuk sampai halus dengan menggunakan mortir yang dialasi dengan wadah yang berisi es sehingga tercipta suasana yang dingin di sekitar mortir. Pada saat penumbukan ditambahkan dapar natrium fosfat 5 mM yang mengandung NaCl. Dapar ini berfungsi untuk mengeluarkan atau mengekstraksi protein yang terdapat pada daun dan NaCl akan mempermudah proses ekstraksi tersebut sehingga protein dapat larut dan stabil di dalam buffer penggerak. Proses tersebut dilakukan pada suhu dingin supaya protein tidak rusak, karena jika dilakukan pada suhu tinggi protein akan mengalami denaturasi. Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak gubal daun mimba yang kemudian ditambahkan amonium sulfat sampai mencapai kejenuhan 30%. Penambahan amonium sulfat ini bertujuan untuk menarik air yang terdapat di dalam larutan sehingga akan terjadi penurunan kelarutan protein dan agregasi molekul protein yang menyebabkan protein terendapkan. Proses di atas disebut mekanisme salting out. Pada mekanisme salting out tersebut, penambahan amonium sulfat dilakukan secara sedikit demi sedikit agar dapat larut sempurna. Dari proses sentrifugasi akan diperoleh supernatan dan endapan. Supernatannya ditampung untuk digunakan pada proses preparasi sampel fraksi berikutnya, sedangkan endapan yang diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2.
Endapan yang diperoleh didialisis dengan tujuan untuk menghilangkan amonium sulfat yang masih terikat dengan protein. Proses dialisis ini dapat
(51)
berlangsung karena adanya perbedaan gradien konsentrasi yang besar di dalam dan di luar permukaan tubing dialysis sehingga memungkinkan terjadinya mekanisme difusi pasif. Konsentrasi amonium sulfat di dalam tubing dialysis yang lebih tinggi dibanding di luar tubing dialysis mengakibatkan amonium sulfat akan keluar dari dalam tubing dialysis dengan mekanisme difusi pasif. Selain karena adanya perbedaan gradien konsentrasi yang besar, tubing dialysis ini bersifat semipermeabel, yang memiliki pori yang hanya mengeluarkan partikel-partikel yang berukuran sekitar 15.000–20.000 Dalton sehingga partikel-partikel amonium sulfat yang berukuran lebih kecil daripada protein dapat keluar dari dalam tubing dialysis sedang protein yang merupakan makromolekul tetap tertinggal di dalam. Pengggantian dapar dilakukan dengan tujuan agar amonium sulfat yang keluar dari tubing dialysis dan berada dalam dapar tidak terlalu jenuh sehingga perbedaan gradien konsentrasi amonium sulfat yang di dalam dengan yang di luar permukaan tubing dialysis tetap besar dan dengan demikian mekanisme difusi pasif dapat terus berjalan.
Endapan hasil dialisis dibuang dan supernatan diambil. Supernatan ini merupakan sampel fraksi protein daun mimba dengan konsentrasi amonium sulfat 30% jenuh.
Pada preparasi sampel fraksi protein daun mimba konsentrasi amonium sulfat 40%, 50% dan 60% jenuh langkah pengerjaannya sama seperti di atas, yaitu dengan menggunakan supernatan hasil pengendapan amonium sulfat. Jumlah gram amonium sulfat yang ditambahkan berturut- turut untuk sampel fraksi protein daun mimba dengan konsentrasi amonium sulfat 30%, 40%, 50% dan 60%
(52)
jenuh dari kadar jenuh adalah sebanyak 28,35 gram; 29,29 gram; 30,29 gram; 31,36 gram.
D. Pengukuran Kadar Protein dengan Spektrofotometri UV
Sampel fraksi-fraksi protein daun mimba yang diperoleh kemudian diukur kadarnya dengan menggunakan metode spektrofotometer UV dengan kuvet kuarsaglass. Panjang gelombang yang digunakan ialah 280 nm dan 260 nm. Digunakan panjang gelombang 280 nm karena protein dapat menyerap secara aktif dan memberi respon maksimal pada panjang gelombang tersebut. Umumnya protein mengandung residu asam amino seperti tirosin, triptofan dan fenilalanin di mana residu-residu asam amino tersebut mempunyai cincin aromatis yang mengandung kromofor atau juga auksokrom sehingga dapat menyerap sinar UV. Untuk mengoreksi adanya senyawa-senyawa yang juga dapat mengabsorbsi pada panjang gelombang tersebut maka pengukuran juga dilakukan pada panjang gelombang 260 nm. Metode ini kurang tepat karena terganggu oleh adanya asam nukleat serta senyawa yang mengandung cincin pirimidin dan purin yang mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 260 nm. Oleh karena itu, dalam perhitungan kadar protein dengan metode ini perlu dilakukan koreksi yakni dengan mengalikan absorbansi pada panjang gelombang 280 nm dengan faktor koreksi dan faktor pengenceran. Hasil pengukuran konsentrasi protein FP30, FP40, FP50, FP60 berturut-turut adalah 15,95 mg/ml; 9,25 mg/ml; 15,20 mg/ml; 35,30 mg/ml.
(53)
Tabel I. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan metode spektrofotometer UV dan rasio serapan pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm
Absorbansi pada 280 nm
Absorbansi pada 260 nm
Konsentrasi Fraksi protein daun mimba(mgml-1)
0,223 0,245 15,95
0,195 0,276 9,25
0,203 0,214 15,20
0,542 0,641 35,30
E. Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba
Uji sitotoksisitas yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan uji sitotoksisitas secara in vitro. Pengujian dilakukan dengan cara memberikan perlakuan fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, FP60 pada kultur sel SiHa dan sel Vero.
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan morfologi sel SiHa dan sel Vero untuk mengetahui adanya perbedaan morfologi sel yang dikenai perlakuan dan tidak dikenai perlakuan.
sel SiHa sel Vero Gambar 1. Sel SiHa dan Sel Vero tanpa perlakuan
(54)
Gambar 2. Kultur sel SiHa yang diberi Gambar 3. Kultur sel Vero yang diberi
perlakuan fraksi protein daun mimba perlakuan fraksi protein daun mimba
keterangan: (i) sel SiHa yang hidup keterangan : (i) sel Vero yang hidup
(ii) sel SiHa yang mati (ii) sel Vero yang mati Sel SiHa yang hidup tampak berbentuk panjang dan menempel pada flask. Sel SiHa yang mati tampak berbentuk bulat, berukuran lebih kecil, dan tidak menempel pada flask. Sel Vero yang hidup tampak berbentuk lonjong dan menempel pada dasar flask. Sedangkan sel Vero yang mati tampak berbentuk bulat dan tidak menempel pada dasar flask.
Metode uji sitotoksisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide). Prinsip dari metode MTT adalah adanya pemecahan garam tetrazolium MTT (3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid) oleh sistem enzim reduktase suksinat tetrazolium yang terdapat di dalam mitokondria sel sehingga terbentuklah kristal formazan berwarna ungu yang tidak larut.
(55)
N N N N
S N
CH3 CH3
NH N
N N
S N
CH3 CH3
NADH
NAD+
MTT Formazan
Br
Gambar 4. Reaksi Pembentukan Kristal Formazan
Kristal formazan ini bersifat tidak larut air. Penambahan detergen (natrium dodesil sulfat 10%) yang terdapat dalam stopper reagent, akan menyebabkan kristal formazan larut. Intensitas warna ungu yang terbentuk dapat dibaca dengan ELISA reader. Jumlah sel hidup berbanding lurus dengan intensitas warna dari formazan yang terbentuk.
Gambar 5. Kristal Formazan di Bawah Mikroskop
Metode MTT ini termasuk metode yang cukup akurat karena absorbansi yang terbaca sebanding dengan jumlah sel hidup yang masih aktif melakukan metabolisme. Selain itu, uji ini juga dirasa cukup aman, sederhana, dan cepat. Aman karena tidak memerlukan penggunaan zat-zat yang berbahaya, sederhana karena perlakuan yang harus diberikan pada sampel sebelum diuji relatif cukup
(56)
mudah, dan cepat karena waktu yang dibutuhkan cukup singkat sehingga sangat memungkinkan untuk menguji sampel dalam jumlah yang cukup banyak.
Data yang diperoleh dari uji toksisitas dengan metode MTT adalah nilai absorbansi yang selanjutnya diolah dengan menggunakan modifikasi rumus Abbot sehingga menghasilkan persentase kematian sel pada masing-masing fraksi protein daun mimba. Konsentrasi protein yang digunakan pada masing-masing fraksi yaitu 0,20 μg/ml; 0,40 μg/ml; 0,80 μg/ml; 1,56 μg/ml; 3,13 μg/ml; 6,25
μg/ml; 12,50 μg/ml; 25,00 μg/ml; 50,00 μg/ml; 100,00 μg/ml; 200,00 μg/ml. Tabel II. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel SiHa
Rata-rata Persen Kematian Sel ( % ) Konsentrasi
fraksi protein daun mimba
(µg/ml)
FP30 FP40 FP50 FP60
200 100,3524 89,4948 91,6026 93,4068
100 94,9453 87,2656 77,8533 86,2066
50 87,5533 83,1611 69,9389 82,9847
25 69,0966 70,7520 56,9781 67,7531
12,5 62,5116 57,3574 56,1108 56,0422 6,25 61,6398 54,3724 53,7256 51,6436 3,125 74,4667 58,8021 56,1502 52,1012 1,5625 57,4012 53,5687 54,1001 49,8506 0,78125 57,8000 56,3050 53,2328 50,8312 0,390625 55,0825 56,8695 52,7006 52,3254
(57)
Gambar 6. Grafik persentase kematian sel SiHa perlakuan fraksi protein daun mimba
10%, 20%, 30%, 60% secara metode MTT
Konsentrasi fraksi protein daun mimba vs persen kematian sel SiHa
0 20 40 60 80 100 120
0 50 100 150 200 250
konsentrasi fraksi protein daun m im ba (ug/m l)
p e rs en k em a ti an s el SiH a FP30 FP40 FP50 FP60
Tabel III. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein terhadap sel Vero
Sampel no.
Kadar fraksi protein daun mimba (μg/ml)
Rata-rata persen kematian sel (%)
1 200 89,5067 74,4089 71,8804 83,5849
FP30 FP40 FP50 FP60
2 100 79,8833 75,4239 73,7826 84,8535
3 50 90,5968 85,1326 72,4783 74,0704
4 25 85,4878 79,2214 76,5870 73,7642
5 12,5 78,3858 66,8139 85,4022 71,2380
6 6,25 82,0634 70,0740 75,0761 68,8211
7 3,125 76,8113 77,0361 63,2609 67,1697
8 1,5625 69,3349 75,8419 64,1304 57,3819 9 0,78125 67,7054 85,0609 52,5000 56,3867 10 0,390625 68,9386 79,6394 58,0000 63,6155 11 0,1953125 63,6534 82,7442 56,3696 57,6881
(58)
Gambar 7. Grafik persentase kematian sel Vero perlakuan fraksi protein daun mimba
30%, 40%, 50%, 60% secara metode MTT
Konsentrasi Fraksi Protein Daun Mimba vs Persen Kematian Sel Vero
0 20 40 60 80 100
0 50 100 150 200 250
Konsentrasi Fraksi Protein Daun Mimba (ug/ml)
P e rs en k e m a ti an s e l Ve ro FP30 FP40 FP50 FP60
Nilai persentase kematian sel SiHa yang didapat cukup tinggi dan relatif terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi yang diberikan. Pada grafik FP30, terlihat persen kematian sel yang paling tinggi.
Dari tabel dan grafik sel Vero di atas dapat dilihat bahwa persen kematian sel naik turun sehingga tidak dapat ditarik suatu korelasi yang dapat menyatakan aktivitas sitotoksik dari fraksi protein daun mimba yang digunakan. Kematian sel Vero yang naik turun tersebut kemungkinan disebabkan karena adanya kematian alami sel.
Selanjutnya ditentukan nilai LC50 yang dilakukan dengan analisa probit menggunakan SPSS 13. Penentuan nilai LC50 ini bertujuan untuk mengetahui ketoksikan fraksi protein daun mimba terhadap sel SiHa dan sel Vero. Dari hasil pengolahan data, diperoleh harga LC50 sebagai berikut.
(59)
Tabel IV. Harga LC50 fraksi protein daun mimba pada sel SiHa
Fraksi protein Harga LC50 (µg/ml)
FP30 0,38
FP40 0,45
FP50 0,72
FP60 0,79
Tabel V. Harga LC50 fraksi protein daun mimba pada sel Vero
Fraksi protein Harga LC50 (µg/ml)
FP30 0,014
FP40 > 1 g/ml
FP50 0,033
FP60 0,048
Semakin kecil harga LC50 maka senyawa semakin bersifat toksik, sebaliknya semakin besar harga LC50 maka semakin bersifat tidak toksik (Meyer et al, 1982). Dari data di atas dapat dilihat bahwa pada sel SiHa, nilai LC50 paling kecil dimiliki oleh FP30, yang berarti FP30 bersifat sangat toksik. Berdasarkan NCI (National Cancer Institute) yang menyatakan suatu senyawa berpotensi sebagai antikanker bila memiliki harga LC50 ≤ 20 μg/ml (Suffness dan Pezzuto, 1991) Fraksi protein FP30, FP40, FP50 dan FP60 memiliki nilai LC50 lebih kecil dari 20 µg/ml, sehingga bisa dikembangkan sebagai senyawa antikanker.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya (Candra, 2006). Pada penelitian Candra, LC50 yang diperoleh pada fraksi 30% dan 60% adalah 1,72 μg/ml 0,04 μg/ml. Perbedaan ini diduga karena
(60)
karena protein-protein yang memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan sel SiHa telah banyak mengendap di fraksi protein 30% dan 60% jenuh sehingga banyak sel kanker yang mati pada fraksi protein daun mimba 30% dan 60%.
Sedangkan untuk sel Vero, nilai LC50 paling kecil juga dimiliki oleh FP30, yang berarti fraksi protein tersebut bersifat sangat toksik. Dari data di atas dapat dilihat bahwa fraksi protein daun mimba juga bersifat toksik pada sel Vero. Hal ini dapat menjadi penghambat untuk mengembangkan fraksi protein daun mimba sebagai senyawa antikanker. Dilakukan pula uji Kolmogorov-Smirnov yang bertujuan untuk membandingkan tingkat kesesuaian sampel dengan suatu distribusi tertentu. Hasil dari uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa semua fraksi protein baik pada sel SiHa maupun sel Vero memiliki distribusi normal (sig. > 0,05).
Kemudian dilakukan penghitungan nilai kolerasi LC50 sel SiHa dan sel Vero pada taraf kepercayaan 95%. Untuk sel SiHa diperoleh hasil bahwa pada semua fraksi (FP30, FP40, FP50 dan FP60) kolerasinya linier ( r hitung > r tabel ).
Untuk melihat perbedaan antara persen kematian sel SiHa dengan sel Vero karena pemaparan fraksi protein daun mimba digunakan uji t sampel independen dengan menggunakan program SPSS 13,0. Hasil uji t pada FP40 menunjukkan bahwa LC50 sel SiHa berbeda bermakna dengan LC50 sel Vero (sig.<0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan respon antara sel SiHa dengan sel Vero karena adanya fraksi protein daun mimba FP40. Hasil uji t pada FP30, FP50, dan FP60 menunjukkan bahwa LC50 sel SiHa berbeda tidak bermakna dengan LC50 sel Vero (sig.>0,05).
(61)
Hal ini berarti fraksi protein daun mimba FP30, FP50, dan FP60 memiliki kemampuan yang sama untuk menginduksi kematian sel SiHa dan sel Vero sehingga fraksi protein daun mimba FP30, FP50, dan FP60 diduga tidak dapat dikembangkan sebagai antikanker. Sedangkan fraksi protein daun mimba FP40 dapat dikembangkan sebagai senyawa antikanker.
(62)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. LC50 fraksi protein daun mimba FP30, FP40, FP50, dan FP60 terhadap sel SiHa berturut-turut sebesar0,38 μg/ml, 0,45 μg/ml, 0,72 μg/ml, dan 0,79 μg/ml. 2. Fraksi protein daun mimba FP30 memiliki efek sitotoksik paling besar
terhadap sel SiHa.
3. Fraksi protein daun mimba FP40 memiliki efek sitotoksisitas sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker.
B. Saran
1. Penelitian lebih lanjut menggunakan fraksi protein daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) FP40.
2. Perlu dilakukan uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba dengan waktu inkubasi lebih dari 24 jam.
(63)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1983, American Type Culture Collection Catalogue of Strain II, Fourth Ed, 61,107,145, Liss.Inc., New York.
Anonim, 1989, Materia Medika, Jilid V, 68-69, Dep.Kes R.I. Jakarta.
Anonim, 2006a, Chemical and Their Biological in : Azadirachta indica A. Juss (Meliaceae) Neem, www.neem foundation.com, Diakses pada 20 Febuari 2006.
Anonim, 2006b, MTT_Cell_Proliferation_Assay , http://www.protocol-online.org/prot/Cell_Biology/Cell_Growth___Cytotoxicity/MTT_Cell_Pr oliferation_Assay/index.html, Diakses pada 12 Februari 2006.
Anonim, 2006c, Normal African Green Monkey Kidney Epithelial Cells (Vero line),http://www.olympusmicro.com/primer/techniques/fluorescence/galler y/cells/vero/verocells.html, Diakses pada 12 Februari 2006.
Anonim, 2006d, SiHa Cell, http://www.bs.izs.it/cataloghi/cellule/308.htm, Diakses pada 20 Febuari 2006.
Anonim, 2006e, Therapeutic Uses of Neem, www.neem foundation.com, Diakses pada 20 Febuari 2006.
Anonim, 2006f, Methods for Concentrating Protein Solutions,
http://sbio.uct.ac.za/Sbio/documentation/Protein%20Concentration.html, diakses tanggal 22 November 2006
Backer, C. A., dan Backuizen van den Brink, R. C.,1963, Flora of Java, Volume I, 3-12, N. V. Noordhoff, Graningen
Backer, C. A., dan Backuizen van den Brink, R. C.,1965, Flora of Java, Volume II, 116, 117, 121, N. V. Noordhoff, Graningen
Candra, 2006, Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss.) Hasil Pengendapan dengan Amonium Sulfat 30%, 60% dan 100% Jenuh Terhadap Kultur Sel SiHa, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dewick, P, M., 1989, Tumour Inhibitors from Plants, 15th Edition, 394-406, W.B. Saunders, London.
(64)
Dipiro, J. T., et al., 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th ed, 2279-2288, The McGraw-Hill Companies Inc., USA
Freshney, R.I., 1986, Animal Cell Culture A Practical Approach, 1st Edition, 71-73, IRL Press, Washington DC.
Hutapea, J.R., 1993, Inventoris Tanaman Obat Indonesia, Jilid II, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
34
Kerese, I., 1984, Methods of Protein Analysis, John Wiley and Sons, New York King, R.J.B., 2000, Cancer Biology, 2 nd Ed, 71-89, School of Biological
Sciences, University of Surrey, England.
Kuswibawati, L., 2000, Apa Itu Kanker, Kanker, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, 2-5
Nafrialdi, Sulistiya, G., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi IV, 686-702, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar- Dasar Biokimia, 117-125 Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., and Moore, P.K., 2003, Pharmacology, fifth (5th) Ed, Elsevier Science, London, UK.
Robinson, T., 1991, Kandungan Kimia Organik Tumbuhan Tinggi, diterjemahkan oleh Padmawinata, halaman 249 penerbit ITB, Bandung
Sambrook, J., Fritsch, E.F., and Maniatis, T., 1989, Molecular Cloning A Laboratory Manual, Jilid 1, 2, dan 3, 22nd ed, Cold Spring Harbor laboratory Press
Scopes, R.K., 1994, Protein Purification, Principles and Practice, 2nd edition, Jeringer- Verleg, New York
Suffness, M., and Pezzuto, J., 1991, Assay Related to Cancer Drug Discovery Methods in Plant Biochemistry: Assay Bioactivity, Volume 6, Academic Ress, London
Tjitrosoepomo, G., 1988, Taksonomi Tumbuhan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Wallin, R.F., Arscott, E.F., 1998, A Practical Guide to ISO: Cytotoxicity, an MD and DI.
(65)
Widiyani, L.R., 2005, Uji Sitotoksisitas Senyawa (2E)-3 (4’-Hidroksi-3’-metoksifenil)-1-(4”-metoksifenil)prop-2-en-1-on dan calkon terhadap sel HeLa dan sel Vero, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.
Yuswanto, Ag & F. Sinardi, 2000, Kanker, 1-13, Penerbitan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
(66)
Lampiran 1. Jumlah penambahan amonium sulfat pada derajat kejenuhan tertentu
Penambahan amonium sulfat dihitung dengan menggunakan rumus: 1 3 . 0 100 ) 1 2 ( 533 S S S G − − =
Keterangan: G = gram amonium sulfat yang ditambahkan per liter S1 = % kejenuhan dari larutan awal
S2 = % kejenuhan dari larutan akhir
Rumus penambahan amonium sulfat di atas hanya dapat diaplikasikan ketika penambahan amonium sulfat dilakukan pada suhu dingin (± 4oC).
(Anonim, 2006f)
• Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 30% kadar
amonium sulfat jenuh 100 6 56,70g/L 5330 ) 20 ( ) 3 , 0 ( 100 ) 20 30 ( 533 = − = − − =
Volume supernatan yang diperoleh adalah 500 ml, sehingga perlu ditambahkan 28,35 g amonium sulfat
• Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 40% kadar
amonium sulfat jenuh 100 9 58,57g/L 5330 ) 30 ( ) 3 , 0 ( 100 ) 30 40 ( 533 = − = − − =
Volume supernatan yang diperoleh adalah 500 ml, sehingga perlu ditambahkan 29,29 g amonium sulfat
• Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 50% kadar
amonium sulfat jenuh 100 12 60,57g/L 5330 ) 40 ( ) 3 , 0 ( 100 ) 40 50 ( 533 = − = − − =
Volume supernatan yang diperoleh adalah 500 ml, sehingga perlu ditambahkan 30,29 g amonium sulfat
(67)
• Gram amonium sulfat yang ditambahkan untuk mencapai 60% kadar
amonium sulfat jenuh 100 15 62,71g/L 5330 ) 50 ( ) 3 , 0 ( 100 ) 50 60 ( 533 = − = − − =
Volume supernatan yang diperoleh adalah 500 ml, sehingga perlu ditambahkan 31,36 g amonium sulfat
Lampiran 2. Cara Perhitungan Kadar Protein Konsentrasi Protein dapat dicari dengan rumus :
Concentration = [1.55E(280)] – [0.76E(260)] mgml-1 x faktor pengenceran Tabel VI. Data konsentrasi fraksi protein daun mimba dengan menggunakan rumus
layne pada rasio serapan pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm
Absorbansi pada 280
nm
Absorbansi pada 260 nm
Konsentrasi Fraksi protein daun mimba(mgml-1)
0,223 0,245 15.95
0,195 0,276 9.25
0,203 0,214 15.20
0,542 0,641 35.30
Konsentrasi 1 = [1.55 x 0.223] – [0.76 x 0.245] mgml-1 x 100 = (0.36115 – 0.1862) x 100
= 15.95 mgml-1
Konsentrasi 2 = [1.55 x 0.195] – [0.76 x 0.276] mgml-1 x 100 = (0.30225 – 0.20976) x 100
= 9.25 mgml-1
Konsentrasi 3 = [1.55 x 0.203] – [0.76 x 0.214] mgml-1x 100 = (0.31465 – 0.16264) x 100
= 15.20 mgml-1
Konsentrasi 4 = [1.55 x 0.542] – [0.76 x 0.641] mgml-1 x 100 = (0.8401 – 0.48716) x 100
= 35.30 mgml-1
(68)
Lampiran 3. Absorbansi sel dengan metode MTT
Tabel VII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba FP30 terhadap kultur sel SiHa
Absorbansi
Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel
Konsentrasi Fraksi Protein
(µg/ml) I II III IV V Rata-rata I II III Rata-rata
0.20 1.190 1.195 1.159 1.067 1.053 1.133 0.579 0.501 0.561 0.547 0.40 1.013 1.020 1.051 1.081 1.048 1.043 0.518 0.544 0.613 0.558 0.80 1.011 1.041 0.966 1.002 1.025 1.009 0.558 0.558 0.546 0.554 1.56 0.979 0.972 1.020 0.980 0.992 0.989 0.506 0.505 0.577 0.529 3.13 0.999 1.056 0.891 0.989 0.928 0.973 0.515 0.807 0.770 0.697 6.25 1.042 0.921 0.899 0.870 0.866 0.920 0.482 0.504 0.532 0.506 12.50 0.920 0.931 0.869 0.864 0.852 0.887 0.498 0.453 0.498 0.483 25.00 0.891 0.916 0.841 0.879 0.884 0.882 0.492 0.676 0.479 0.549 50.00 0.670 0.723 0.750 0.716 0.667 0.705 0.562 0.641 0.510 0.571 100.00 0.578 0.623 0.605 0.596 0.564 0.593 0.478 0.638 0.500 0.539 200.00 0.552 0.573 0.571 0.553 0.537 0.557 0.482 0.643 0.558 0.561
I II III IV V Rata-rata Kontrol
1.133 1.064 1.073 1.068 1.053 1.078 Tabel VIII. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba fraksi 40% terhadap kultur
sel SiHa
Absorbansi
Perlakuan dengan sel Perlakuan tanpa sel
Konsentrasi Fraksi Protein
(µg/ml) I II III IV V Rata-rata I II III Rata-rata
0.20 0.981 0.989 1.033 1.032 1.012 1.009 0.499 0.493 0.527 0.506 0.40 1.074 0.94 1.026 1.034 1.052 1.025 0.466 0.557 0.699 0.574 0.80 1.180 1.030 1.005 1.024 1.036 1.055 0.523 0.527 0.745 0.598 1.56 1.178 1.014 1.014 1.082 1.030 1.064 0.509 0.520 0.706 0.578 3.13 0.968 0.984 0.940 1.048 0.973 0.983 0.482 0.490 0.684 0.552 6.25 1.114 0.960 0.924 0.886 0.934 0.964 0.469 0.486 0.505 0.487 12.50 1.038 0.877 0.828 1.038 0.854 0.927 0.467 0.480 0.497 0.481 25.00 0.915 0.751 0.707 0.860 0.727 0.792 0.470 0.485 0.504 0.486 50.00 0.666 0.632 0.622 0.827 0.633 0.676 0.475 0.490 0.535 0.500 100.00 0.595 0.849 0.579 0.594 0.580 0.639 0.488 0.514 0.517 0.506 200.00 0.642 0.627 0.615 0.645 0.630 0.632 0.510 0.521 0.535 0.522
I II III IV V Rata-rata Kontrol
(69)
Tabel IX. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba fraksi 50% terhadap kultur sel SiHa
Absorbansi
Perlakuan dengan sel (B) Perlakuan tanpa sel (C) Konsentra
Fraksi Protein
(µg/ml) I II III IV V
Rata-rata I II III
Rata-rata 0.20 1.043 1.157 1.049 1.085 1.053 1.0774 0.538 0.538 0.567 0.548 0.40 1.014 1.042 1.025 0.996 1.014 1.0182 0.505 0.552 0.558 0.538 0.80 0.970 0.999 1.019 0.995 0.998 0.9962 0.488 0.536 0.541 0.522 1.60 0.997 1.009 1.082 0.956 0.963 1.0014 0.544 0.523 0.540 0.536 3.20 0.979 0.973 0.959 0.942 0.940 0.9586 0.475 0.529 0.537 0.514 6.25 0.977 0.989 1.200 0.931 0.954 1.0102 0.474 0.513 0.493 0.493 12.50 0.968 0.920 1.136 0.929 0.940 0.9786 0.463 0.504 0.506 0.491 25.00 0.926 0.882 1.080 0.904 0.890 0.9364 0.410 0.481 0.501 0.464 50.00 0.869 0.865 0.777 0.708 0.886 0.821 0.541 0.662 0.491 0.565 100.00 0.720 0.674 0.734 0.726 0.687 0.7082 0.467 0.690 0.500 0.552 200.00 0.568 0.600 0.607 0.621 0.585 0.5962 0.507 0.736 0.515 0.586
I II III IV V Rata-rata Kontrol
(A)
1.022 1.005 1.014 1.038 0.994 1.0146 Tabel X. Hasil Uji sitotoksisitas fraksi protein daun mimba fraksi 60% terhadap kultur sel
SiHa
Absorbansi
Perlakuan dengan sel (B) Perlakuan tanpa sel (C) Konsen
trasi Fraksi Protein (µg/ml)
I II III IV V
Rata-rata I II III
Rata-rata 0.20 1.039 1.098 1.057 1.114 1.106 1.0828 0.551 0.560 0.627 0.5793 0.40 1.105 1.052 1.068 1.060 1.144 1.0858 0.540 0.559 0.627 0.5753 0.80 1.205 1.037 1.060 1.046 1.131 1.0958 0.525 0.597 0.586 0.5693 1.60 1.169 1.060 1.059 1.050 1.027 1.0730 0.535 0.516 0.557 0.5360 3.20 1.184 1.031 1.039 1.007 1.020 1.0562 0.529 0.546 0.555 0.5433 6.25 1.119 1.013 1.039 0.995 0.948 1.0228 0.480 0.504 0.531 0.5050 12.50 1.044 0.944 0.939 0.929 0.956 0.9624 0.478 0.497 0.500 0.4917 25.00 0.717 0.853 0.849 0.954 0.805 0.8356 0.469 0.492 0.510 0.4903 50.00 0.625 0.682 0.708 0.683 0.658 0.6712 0.471 0.505 0.491 0.4890 100.00 0.574 0.590 0.612 0.614 0.722 0.6224 0.441 0.470 0.513 0.4747 200.00 0.586 0.551 0.566 0.564 0.606 0.5746 0.467 0.520 0.525 0.5040
I II III IV V Rata-rata Kontrol
(A)
(1)
Lampiran 8. Nilai r tabel dan r hitung pada sel SiHa dan sel Vero Diketahui nilai korelasi (r) pada tabel untuk taraf signifikansi 5%: r = 0,666
Nilai korelasi FP pada sel SiHa
¾ FP30 Æ r2= 0,718 r = 0,8473
r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier
¾ FP40 Æ r2= 0,760 r = 0,871
r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier
¾ FP50 Æ r2= 0,663 r = 0,814
r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier
¾ FP60 Æ r2= 0,730 r = 0,854
r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier
• Nilai korelasi FP pada sel Vero ¾ FP30 Æ r2= 0,801 r = 0,895
r hitung > r tabel, sehingga kolerasinya linier
¾ FP40 Æ r2= 0,103 r = 0,321
r hitung < r tabel, sehingga kolerasinya tidak linier
¾ FP50 Æ r2= 0,497 r = 0,705
t hitung > t tabel, sehingga kolerasinya linier
¾ FP60 Æ r2= 0,854 r = 0,924
(2)
Lampiran 9. Foto tanaman dan daun mimba (Azadirachta indica A. Juss)
Gambar 8. Foto tanaman mimba
Gambar 7. Foto daun mimba
(3)
Lampiran 10. foto ELISA reader, Spektrofotometer UV, dan Sentrifuge
Gambar 10. Foto ELISA reader SLT 340ATC
(4)
(5)
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama Bertha Mellina yang lahir pada tanggal 30 Januari 1985 di Temanggung, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Mardjono dan Ibu Maria Imelda Susminarti. Tahun 1990 menempuh pendidikan di TK Mardisiwi Temanggung kemudian melanjutkan ke SD Kanisius Sanjaya Sukorejo pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997. Tahun 1997 sampai tahun 2000 menempuh pendidikan di SLTP Negeri 1 Sukorejo. Setelah menyelesaikan pendidikan SLTP, tahun 2000 melanjutkan ke SMU Pangudi Luhur Van Lith Muntilan dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.