Penerapan permainan edukatif estafet untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA Bopkri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016 2017 pada materi struktur jaringan tumbuhan

(1)

i

PENERAPAN PERMAINAN EDUKATIF ESTAFET UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS

XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 PADA MATERI STRUKTUR JARINGAN TUMBUHAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh : Citra Juwita May

121434028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Ku Persembahkan Karya ini Untuk :

Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menjadi penopang dalam setiap langkah dan usahaku

Kedua Orang Tuaku yang selalu menyertakan restu Dosen Pembimbing Dra. Maslichah Asy’ari M.Pd


(5)

v

MOTTO

“Ora et Labora.” (Bunda Theresa)

“Succes doesn’t count unless you earn it fair and square.” (Michelle Obama) “I do the best God take the rest.” (Browny)


(6)

(7)

(8)

viii

PENERAPAN PERMAINAN EDUKATIF ESTAFET UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS

XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 PADA MATERI STRUKTUR JARINGAN TUMBUHAN

ABSTRAK Citra Juwita May

121434028

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan rendahnya motivasi belajar dan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta terhadap pelajaran Biologi, hal ini terjadi karena metode pembelajaran yang monoton dan media pembelajaran yang kurang bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 pada materi struktur jaringan tumbuhan. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan menerapkan permainan edukatif estafet. Penelitian dilakukan dalam 2 siklus, dimana tiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Dengan menggunakan instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data, data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa. Pada siklus I, persentase motivasi belajar siswa mencapai 25,92% siswa termasuk kategori minimal tinggi, nilai rata-rata mencapai 62,22 dengan persentase ketuntasan sebesar 33,33%, dan persentase hasil belajar ranah afektif mencapai 86%. Pada siklus II, persentase motivasi belajar siswa mencapai 99,99%, nilai rata-rata mencapai 76,66 dengan persentase ketuntasan sebesar 62,96%, dan persentase hasil belajar ranah afektif mencapai 93,5%.

Kesimpulan yang diperoleh adalah penerapan permainan edukatif estafet dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 pada materi struktur jaringan tumbuhan namun hasil belajar ranah kognitif belum sesuai dengan kriteria yang ditargetkan.

Kata Kunci :

Permainan edukatif estafet, motivasi belajar, hasil belajar, struktur jaringan tumbuhan


(9)

ix

IMPLEMENTATION OF ESTAFETTE EDUCATIVE GAME TO IMPROVE MOTIVATION AND STUDY RESULT OF ELEVENTH GRADE SCIENCE ONE OF BOPKRI 2 SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA ACADEMIC

YEAR OF 2016/2017 IN PLANT TISSUE STRUCTURE MATERIALS

ABSTRACT Citra Juwita May

121434028

The background study of this research were motivation problem and study result of eleventh grade science one of BOPKRI 2 Senior High School Yogyakarta at subject Biologi, that was happened because of the learning methode which was monotonous and learning media less varied. This research was held to improve motivation and study result of eleventh grade science one of BOPKRI 2 Senior High School Yogyakarta academic year 2016/2017 in plant tissue structure materials. This research used cooperative learning model with implementation estafette educative game. The research was done in 2 cycles, where every cycle consisting of 2 meeting. By using instrument learning and instrument data collection, the data obtained was analyzed in quantitative and qualitative ways.

The result of this research show that motivation and study result had increase. First cycle, motivation percentage reached 25,29% it was in minimum high category, the mean reached 62,22 with the percentage of the pass student 33,33%, and the percentage study result at afective side reached 86%. Second cycle, motivation percentage reached 99,99%, the mean reached 76,66 with the percentage of pass student 62,96%, and the percentage study result at afective side reached 93,5%.

The conclusion of the research was estafette educative game could improve motivation and study result of eleventh grade science one of BOPKRI 2 Senior High School Yogyakarta academic year 2016/2017 in plant tissue structure materials, but the study result cognitive side did not pass the target.

Keywords: Estafette educative game, learning motivation, study result, plant


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENERAPAN PERMAINAN EDUKATIF ESTAFET UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 PADA MATERI STRUKTUR JARINGAN TUMBUHAN” ini.

Skripsi ini diselesaikan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) pada Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa selama menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan, dan peran serta pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan berkat dan menjadi penopang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

2. Bapak Rohandi, Ph. D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

3. Bapak Drs. A. Tri Priantoro, M. For. Sc selaku Ketua Prodi Pendidikan Biologi

4. Ibu Dra. Maslichah Asy’ari, M. Pd selaku dosen pembimbing yang telah memberi dukungan, bimbingan, arahan dalam rangka penyelesaian skripsi ini

5. Ibu Sri Sulastri, selaku Kepala Sekolah SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

6. Ibu Istiana, selaku observer dan guru mata pelajaran Biologi di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah membantu dan memberikan pengarahan kepada penulis selama melakukan penelitian

7. Siswa-siswi kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 atas peran serta dan kebersamaan selama proses penelitian 8. Bapak dan Amih atas restu sebagai orang tua, dukungan, dan motivasi

yang telah diberikan selama ini

9. Noel, Boo, MaCan, Kribo, Caem, Piyu, Mas Arif, dan Manis Manja atas segala bantuan dan semangat yang selalu diberikan

10.Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dan mendukung penulis selama penyusunan skripsi


(11)

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ...ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran ... 10

1. Pengertian Belajar ... 10

2. Tujuan Belajar ... 15

3. Beberapa Jenis Belajar ... 18

4. Sistem Pembelajaran ... 21

B. Motivasi dalam Belajar ... 26

1. Pengertian Motivasi ... 26

2. Fungsi Motivasi dalam Belajar ... 29

3. Perspektif dalam Motivasi... 29

4. Macam-Macam Motivasi ... 33

C. Hasil Belajar ... 35

D. Pembelajaran Kooperatif ... 40

E. Permainan Estafet... 42

F. Materi ... 47

G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 47

H. Kerangka Berpikir ... 48

I. Hipotesis ... 52

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 53

B. Setting Penelitian ... 53


(13)

xiii

1. Siklus I ... 56

2. Siklus II ... 60

D. Instrumen Penelitian... 65

1. Instrumen Pembelajaran ... 65

2. Instrumen Pengumpulan Data ... 65

E. Analisis Data ... 69

1. Analisis Kuantitatif ... 69

2. Analisis Kualitatif ... 74

F. Indikator Keberhasilan Penelitian ... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 75

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 75

a. Siklus I ... 75

b. Siklus II ... 87

2. Hasil Analisis Motivasi Belajar Siswa ... 100

3. Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 102

4. Hasil Belajar Ranah Afektif ... 105

5. Hasil Wawancara ... 107

B. Pembahasan ... 109

1. Motivasi Belajar Siswa ... 109

2. Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 111

3. Hasil Belajar Ranah Afektif ... 120

4. Hasil Wawancara ... 122

5. Keterbatasan Penelitian ... 122

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 126

B. Saran ... 126


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1Kriteria Skor Ketuntasan Individu ... 70

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Penskoran Observasi ... 71

Tabel 3.3 Kriteria Hasil Persentase Observasi Aspek Afektif Siswa... 71

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Penskoran Kuesioner Motivasi Belajar (Awal dan Akhir) ... 72

Tabel 3.5 Kategori Motivasi Siswa ... 73

Tabel 3.6 Indikator Keberhasilan Penelitian ... 74

Tabel 4.1 Motivasi Belajar Siswa (Awal) ... 100

Tabel 4.2 Motivasi Belajar Siswa (Akhir) ... 101

Tabel 4.3 Hasil Pretest ... 102

Tabel 4.4 Hasil Belajar Ranah Kognitif (Posttest) Siklus I ... 103

Tabel 4.5 Hasil Belajar Ranah Kognitif (Posttest) Siklus II ... 104

Tabel 4.6 Hasil Belajar Ranah Afektif Siswa Siklus I ... 105


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Permainan Edukatif Estafet ... 46

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir ... 51

Gambar 3.1 Desain Siklus PTK Model Kemmis S. dan Mc. Taggart ... 55

Gambar 4.1 Suasana Pembelajaran Siklus I (Diskusi Kelompok Pengerjaan LKS) ... 79

Gambar 4.2 Suasana Pembelajaran Siklus I (Permainan Edukatif Estafet) ... 85

Gambar 4.3 Suasana Pembelajaran Siklus II (Diskusi Kelompok Pengerjaan LKS) ... 92

Gambar 4.4 Suasana Pembelajaran Siklus II (Permainan Edukatif Estafet) ... 98

Gambar 4.5 Persentase Motivasi Siswa ... 110

Gambar 4.6 Nilai Rata-Rata Siswa ... 114

Gambar 4.7 Persentase KKM ... 115


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Silabus ... 131

Lampiran 2 RPP Siklus I ... 134

Lampiran 3 LKS I ... 141

Lampiran 4 Rubrik Penilaian LKS I ... 143

Lampiran 5 Soal Game Siklus I ... 144

Lampiran 6 Kunci Jawaban Soal Game Siklus I ... 146

Lampiran 7 RPP Siklus II ... 147

Lampiran 8 LKS II ... 154

Lampiran 9 Rubrik Penilaian LKS II ... 155

Lampiran 10 Soal Game Siklus II ... 157

Lampiran 11 Kunci Jawaban Soal Game Siklus II ... 159

Lampiran 12 Kisi-Kisi Pretest ... 160

Lampiran 13 Pretest ... 162

Lampiran 14 Kisi-Kisi Posttest I... 165

Lampiran 15 Posttest I ... 166

Lampiran 16 Kisi-Kisi Posttest I... 169

Lampiran 17 Posttest II ... 170

Lampiran 18 Lembar Observasi ... 173

Lampiran 19 Kisi-Kisi Kuesioner Motivasi Awal ... 175

Lampiran 20 Kuesioner Motivasi Siswa Awal ... 176

Lampiran 21 Kisi-Kisi Kuesioner Motivasi Akhir ... 178

Lampiran 22 Kuesioner Motivasi Siswa Akhir ... 179

Lampiran 23 Panduan Wawancara... 181

Lampiran 24 Hasil Analisis Pretest ... 182

Lampiran 25 Hasil Analisis Posttest I ... 183

Lampiran 26 Hasil Analisis Posttest II ... 184

Lampiran 27 Hasil Analisis Kuesioner Motivasi Siswa Awal ... 186

Lampiran 28 Hasil Analisis Kuesioner Motivasi Siswa Akhir ... 187

Lampiran 29 Hasil Analisis Aspek Afektif Siswa Siklus I ... 188

Lampiran 30 Hasil Analisis Aspek Afektif Siswa Siklus II ... 189

Lampiran 31 Kuesioner Motivasi Siswa Awal ... 190

Lampiran 32 Kuesioner Motivasi Siswa Awal ... 192

Lampiran 33 Kuesioner Motivasi Siswa Akhir ... 194

Lampiran 34 Kuesioner Motivasi Siswa Akhir ... 196

Lampiran 35 Pretest ... 198

Lampiran 36 Posttest I ... 199

Lampiran 37 Posttest II ... 200

Lampiran 38 LKS I ... 201

Lampiran 39 LKS II ... 203

Lampiran 40 Lembar Observasi Siklus I Observer 1 ... 206

Lampiran 41 Lembar Observasi Siklus I Observer 2 ... 208

Lampiran 42 Lembar Observasi Siklus II Observer 1 ... 210


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat penting karena memiliki tujuan untuk mencerdaskan anak didik. Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang untuk memperdalam dan mengembangkan pengetahuannya. Pendidikan tidak hanya berlangsung pada jenjang TK, SD, SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi saja tetapi pendidikan berlangsung seumur hidup dan tidak ada batasnya. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam pembangunan dan kemajuan di suatu negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, serta keterampilan diri.

Mutu pendidikan dapat diukur dari proses dalam suatu pembelajaran dan hasil pembelajaran tersebut. Dalam suatu proses pembelajaran sangat dibutuhkan metode dan cara mengajar yang bervariasi dan menyenangkan, sehingga dapat menarik perhatian dan meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hasil belajar peserta didik yang merupakan hasil yang diperoleh setelah melalui proses belajar dapat dilihat dari nilai ulangan atau tugas yang diberikan oleh guru.


(18)

Keberhasilan yang didapat dalam proses belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain guru sebagai fasilitator dan motivator, sarana dan prasarana yang digunakan, dan juga adanya motivasi belajar dari peserta didik tersebut. Untuk mencapai hasil yang optimal dibutuhkan adanya kontribusi yang maksimal dari semua unsur tersebut. Sebagai fasilitator dan motivator, guru memegang peranan yang sangat penting. Peran guru sebagai motivator adalah untuk memberi motivasi kepada peserta didik agar melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri sesuai dengan tujuan belajar yang ingin dicapai, sedangkan guru sebagai fasilitator berperan untuk memfasilitasi peserta didik agar dapat belajar serta mengembangkan potensi diri yang dimiliki peserta didik. Guru sebagai pendidik harus bertanggung jawab terhadap hasil belajar peserta didik dan kompetensi peserta didik terkait materi yang telah dipelajari. Dorongan dan dukungan dari guru melalui metode yang digunakan dan didukung dengan sarana prasarana lainnya akan sangat membantu peserta didik untuk lebih termotivasi dalam belajar. Pemanfaatan sarana prasarana yang tersedia secara maksimal oleh guru dalam proses belajar turut mendukung keberhasilan proses belajar tersebut. Selain itu, faktor yang dapat mendukung kegiatan belajar mengajar adalah situasi kelas. Situasi yang kondusif dan menyenangkan sangat mendukung peserta didik menjalani proses belajar dengan baik. Situasi belajar sangat dipengaruhi oleh motivasi peserta didik dalam belajar. Peserta didik yang termotivasi untuk belajar akan menjalani proses belajar dengan baik karena situasi belajar yang tercipta menyenangkan.


(19)

Dalam dunia pendidikan, kenyataannya masih banyak permasalahan terkait dengan rendahnya motivasi belajar dan hasil belajar. Hal yang sama juga terjadi pada mata pelajaran Biologi di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. Berdasarkan pengalaman PPL di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta, saat peneliti menanyakan pendapat siswa mengenai mata pelajaran Biologi, banyak siswa berpendapat bahwa mata pelajaran Biologi merupakan mata pelajaran yang cukup sulit dikarenakan banyaknya materi hafalan sehingga siswa merasa bosan dan enggan mempelajarinya. Proses pembelajaran juga cenderung membosankan dan siswa merasa bahwa mata pelajaran Biologi kurang menyenangkan. Pernyataan dari para siswa tersebut menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Biologi rendah.

Berdasarkan hasil diskusi dengan Ibu Istiana yang merupakan salah satu guru pengampu mata pelajaran Biologi kelas XI di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta, diperoleh bahwa materi yang masih dianggap sulit oleh siswa dari tahun ke tahun adalah materi struktur jaringan tumbuhan. Pada tahun ajaran 2015/2016, tidak satupun siswa kelas XI IPA 1 memperoleh nilai tuntas (>75) dalam materi struktur jaringan tumbuhan. Skor rata-rata kelas mencapai 43 pada materi struktur jaringan tumbuhan. Materi ini dianggap sulit karena metode atau media yang digunakan kurang bervariasi. Proses pembelajaran masih didominasi oleh tugas mandiri sehingga saat proses pembelajaran berlangsung banyak siswa yang merasa bosan dan tidak memperhatikan guru, menyibukkan diri dengan kegiatannya masing-masing, sibuk dengan gadget masing-masing, mengobrol dengan teman, selfie dan


(20)

atau wefie, keluar ruangan kelas untuk pergi ke kantin, dan melakukan hal-hal lain yang tidak berkaitan dengan pembelajaran materi struktur jaringan tumbuhan sehingga berakibat pada menurunnya hasil belajar siswa.

Selain metode pembelajaran yang hanya menggunakan tugas mandiri, guru juga menggunakan media yang kurang bervariasi untuk mendukung anak dalam meningkatkan minat dan pemahaman mengenai materi tersebut. Media yang sering digunakan yaitu Powerpoint dan buku. Guru mengharapkan adanya media atau metode baru yang akan digunakan untuk mendukung pemahaman dan motivasi siswa dalam belajar terutama mengenai materi struktur jaringan tumbuhan.

Dari permasalahan tersebut, diperlukan adanya tindakan yang tepat untuk mengatasinya. Perbaikan ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran Biologi di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. Dengan demikian maka diperlukan penelitian tindakan kelas dalam mendukung peningkatan kualitas tersebut.

Pembelajaran dengan permainan edukatif estafet merupakan pembelajaran aktif dan menarik bagi siswa. Penggunaan permainan edukatif estafet dapat menjadikan siswa lebih aktif dan termotivasi dalam belajar karena menciptakan suasana menyenangkan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Permainan Estafet sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XA SMA Budya Wacana Yogyakarta pada


(21)

Materi Protista” yang telah dilaksanakan, terbukti bahwa penerapan metode pembelajaran estafet dapat meningkatkan motivasi siswa kelas XA SMA Budya Wacana Yogyakarta pada materi protista (Riyani, 2014). Penelitian lain yang juga menggunakan metode estafet yaitu “Keefektifan Metode Estafet Writing dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Bahasa Jerman Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Sedayu Bantul” juga telah membuktikan bahwa metode estafet writing efektif dalam pembelajaran keterampilan menulis bahasa Jerman (Rosaliana, 2014).

Terkait hal tersebut, peneliti tertarik untuk menerapkan permainan estafet dalam pembelajaran. Penerapan permainan estafet dalam penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Permainan estafet dikembangkan dan dimodifikasi agar lebih sesuai dengan pembelajaran yang akan diterapkan. Selain materi pembelajaran, langkah-langkah permainan estafet juga berbeda. Permainan estafet dalam penelitian ini menggunakan kotak pengambilan soal, kotak pengumpulan soal, kartu jawab, dan kartu soal yang telah berisi soal sesuai materi. Dalam permainan edukatif estafet ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan setiap anggota kelompok akan bertanggung jawab atas kelompoknya. Setiap kelompok akan beradu cepat dalam estafet dan tepat dalam menjawab setiap soalnya. Dalam permainan ini setiap jawaban benar dari soal yang disediakan dan kecepatan kelompok dalam menyelesaikan semua soal akan mendapat poin tersendiri. Pemenang dengan skor total tertinggi akan mendapatkan reward. Permainan edukatif estafet ini diharapkan akan mampu menciptakan kompetisi yang positif antar kelompok


(22)

dan mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Penerapan Permainan Edukatif Estafet Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 Pada Materi Struktur Jaringan Tumbuhan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Apakah penerapan permainan edukatif estafet dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 pada materi struktur jaringan tumbuhan?

2. Apakah penerapan permainan edukatif estafet dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 pada materi struktur jaringan tumbuhan?

C. Batasan Masalah

Agar masalah yang diteliti tidak meluas, maka perlu adanya batasan masalah yang menjadi fokus penelitian. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2016/2017 sebanyak 27 orang.


(23)

2. Motivasi

Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini berkaitan dengan kemauan siswa secara positif dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Tindakan yang dimaksud adalah mengikuti proses pembelajaran dengan baik, aktif dalam kelompok permainan, perhatian kepada guru, mendengarkan penjelasan guru, melaksanakan tugas yang diberikan dengan baik, mempelajari materi yang telah diberikan maupun yang akan dipelajari. Aspek yang diamati meliputi aspek perasaan senang, kemauan belajar, keaktifan dalam proses pembelajaran, perhatian, dan kesungguhan dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam aspek kognitif yang dilihat dari hasil posttest dan aspek afektif siswa dari hasil observasi yang meliputi minat, interaksi, dan kepribadian yang diketahui dari hasil observasi.

4. Permainan Edukatif Estafet

Permainan edukatif estafet yang digunakan dalam penelitian ini merupakan permainan estafet dengan cara menjawab soal pertanyaan yang telah dikaitkan dengan materi struktur jaringan tumbuhan. Permainan edukatif estafet dirancang dan dimodifikasi oleh peneliti sendiri agar lebih sesuai dengan pembelajaran.


(24)

5. Materi Pokok

Materi yang diajarkan yaitu Kompetensi Dasar 2.1 Mengidentifikasi struktur jaringan tumbuhan dan mengkaitkannya dengan fungsinya, menjelaskan sifat totipotensi sebagai dasar kultur jaringan. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2006.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk

1. Mengetahui bahwa penerapan permainan edukatif estafet pada materi struktur jaringan tumbuhan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 2. Mengetahui bahwa penerapan permainan edukatif estafet pada materi

struktur jaringan tumbuhan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Bagi peneliti

a. Mengembangkan dan menerapkan teori yang sudah diterima selama belajar di perkuliahan.

b. Meningkatkan pemahaman terkait pendidikan yang ada di sekolah. c. Menambah pengalaman dalam merencanakan suatu metode yang


(25)

d. Menyelesaikan tugas akhir dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan.

2. Bagi guru

a. Guru memperoleh strategi pembelajaran yang baru dengan bertambahnya variasi penggunaan media yang menarik dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

3. Bagi siswa

a. Meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa selama proses pembelajaran.

b. Meningkatkan motivasi siswa selama proses pembelajaran. 4. Bagi sekolah

a. Hasil penelitian tindakan kelas ini dapat bermanfaat bagi sekolah dalam membantu meningkatkan kualitas pembelajaran biologi.

b. Meningkatkan kualitas guru dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.


(26)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

1) Pengertian Belajar

Belajar merupakan unsur penting dalam setiap usaha pendidikan. Pendidikan tanpa belajar adalah nihil. Belajar memiliki pengertian sebagai perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan dan pengalaman. Belajar merupakan perubahan kepribadian sebagai pola baru yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.

Abin Syamsudin Makmun dalam Rohmah (2012) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang mencakup perubahan perilaku seseorang yang didasarkan oleh pengalaman tertentu. Belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan (psikologi kognitif). Belajar juga diartikan pula sebagai suatu perubahan kemampuan sebagai hasil latihan yang dilakukan.

Karakteristik belajar antara lain:

a) Belajar terjadi melalui latihan dan pengalaman dalam hal ini perubahan karena pertumbuhan atau kematangan bukan merupakan hasil belajar.


(27)

b) Belajar terjadi melalui latihan dan pengalaman, berarti perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi , kelelahan, adaptasi/kepekaan seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara bukan merupakan hasil belajar.

c) Perubahan tingkah laku itu meliputi berbagai aspek kepribadian (fisik dan psikis) seperti perubahan pengertian, berpikir, keterampilan, kebiasaan, sikap, dan lain-lain.

Selain itu ada beberapa ahli yang juga merumuskan tentang belajar. Di bawah ini merupakan beberapa rumusannya:

1) Walker dalam Rohmah (2012) merumuskan arti belajar dengan kata-kata singkat yakni perubahan yang timbul sebagai akibat dari pengalaman.

2) Morgan dalam Rohmah (2012) merumuskan belajar sebagai suatu perubahan yang cenderung tetap dalam tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman yang lalu. Menurut Morgan, perubahan tingkah laku yang bisa diamati pada perkembangan seorang bayi pada hingga dewasa, terdapat 3 hal yaitu:

a. Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses fisiologis, misalnya sakit, penyakit.

b. Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses pematangan.


(28)

3) Crow & Crow dalam Rohmah (2012) menyatakan bahwa belajar adalah usaha untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Hal tersebut meliputi cara-cara yang baru digunakan melakukan suatu upaya memperoleh penyesuaian diri terhadap situasi yang baru. Belajar dalam pandangan Crow & Crow merujuk pada perubahan yang progresif dari tingkah laku.

4) Hintzman dalam Rohmah (2012) mengatakan belajar ialah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme dikarenakan pengalaman tersebut yang bisa mempengaruhi tingkah laku organisme itu. Suatu perubahan dapat dikatakan belajar hanya jika perubahan yang disebabkan oleh pengalaman mempengaruhi organisme tersebut. Pengalaman hidup sehari-hari, dalam bentuk apapun amat memungkinkan diartikan sebagai belajar. Sebab bagaimanapun juga pengalaman yang dialami oleh tiap makhluk hidup akan memberikan pengaruh terhadap pembentukan kepribadiannya. 5) Laurine dalam Rohmah (2012) mengemukakan bahwa belajar

adalah modifikasi perilaku melalui pengalaman. Menurut pengertian ini belajar merupakan proses kegiatan yang bukan merupakan hasil atau tujuan. Belajar tidak hanya mengingat, tetapi lebih luas dari itu dan bukan hanya penguasaan dari latihan, melainkan perubahan kelakuan.


(29)

6) Atkinson dan kawan-kawan dalam Rohmah (2012) mengemukakan bahwa belajar sebagai perubahan yang relatif permanen pada perilaku yang terjadi akibat latihan. Mereka berpendapat bahwa semua kasus belajar tidaklah sama.

7) Hilgard dan Bower dalam Rohmah (2012) mengemukakan bahwa belajar itu berkaitan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya secara berulang-ulang dalam situasi itu. Perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan atau pengaruh obat).

Berdasarkan beberapa rumusan definisi belajar diatas, bisa disimpulkan beberapa unsur penting yang menjadi ciri atas pengertian dan perilaku belajar, yaitu:

a. Situasi belajar harus bertujuan. Tujuan tersebut harus diterima, baik oleh individu maupun masyarakat.

b. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku. Perubahan itu dapat mengarah pada tingkah laku yang lebih baik tetapi juga terdapat kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk. c. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan

pengalaman. Perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar.


(30)

Hal ini berarti pengalaman atau praktik atau latihan itu dilakukan secara sengaja dan disadari, bukan secara kebetulan. Dengan demikian, perubahan karena kemantapan, kematangan, keletihan, atau karena penyakit tidak dapat dipandang sebagai perubahan hasil belajar.

d. Belajar mencakup perubahan yang relatif tetap dalam periode waktu tertentu yang sulit ditentukan lamanya. Ini berarti perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian, atau kepekaan seseorang yang biasanya berlangsung sementara harus dikesampingkan. Dapat pula dikatakan bahwa perubahan itu efektif, dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar itu (setidaknya sampai batas waktu tertentu) relatif tetap dan setiap saat diperlukan dapat digunakan seperti dalam pemecahan masalah, baik dalam ujian, ulangan, dan sebagainya maupun dalam penyesuaian diri dalam kehidupan sehari-hari.

e. Tingkah laku yang berubah karena belajar meliputi aspek-aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, keterampilan, kecakapan, sikap, ataupun kebiasaan.

Sehingga dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan berproses melalui latihan dan pengalaman yang menyebabkan perubahan tingkah laku secara tetap.


(31)

2. Tujuan Belajar

Dalam upaya belajar perlu diciptakan adanya kondisi belajar yang lebih kondusif. Sistem lingkungan belajar ini sendiri terdiri dari berbagai komponen yang masing-masing akan saling mempengaruhi. Komponen-komponen tersebut yaitu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi, guru, dan siswa, yang berperan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar yang tersedia.

Tujuan belajar (Rohmah, 2012) itu ada 3 jenis, antara lain: 1) Mendapatkan Pengetahuan

Mendapatkan pengetahuan berkaitan dengan kemampuan berpikir. Pengetahuan dan kemampuan berpikir tidak dapat dipisahkan. Bahan pengetahuan dapat mengembangkan kemampuan berpikir, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan guru sebagai pengajar lebih menonjol.

Cara yang digunakan untuk kepentingan mendapat pengetahuan pada umumnya dengan model kuliah (presentasi), pemberian tugas-tugas bacaan. Dengan cara demikian siswa akan diberikan pengetahuan sehingga menambah pengetahuannya dan sekaligus akan mengembangkan cara berpikir dalam rangka memperkaya pengetahuannya.


(32)

2) Penanaman Konsep dan Keterampilan

Penanaman konsep juga memerlukan suatu keterampilan, baik konsep yang bersifat jasmani atau rohani. Keterampilan jasmani merupakan keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan menekankan pada keterampilan gerak / penampilan diri anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Termasuk dalam hal ini masalah-masalah teknik dan pengulangan. Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat diamati bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan dan keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep. Jadi semata-mata bukan soal pengulangan, tetapi mencari jawaban yang cepat dan tepat.

Keterampilan dapat dibina dengan banyak melatih kemampuan. Demikian juga mengungkapkan perasaan melalui bahasa tulis dan lisan, semua memerlukan banyak latihan.

3) Pembentukan Sikap

Pembentukan sikap, mental, dan perilaku anak didik terkait dengan soal penanaman nilai-nilai. Oleh karena itu guru bukan hanya sebagai pengajar yang tugasnya hanya mentransfer ilmu tetapi juga sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya melalui pemberian contoh-contoh yang baik


(33)

dalam setiap pola interaksinya baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan masyarakat luas. Terkait hal tersebut, nantinya diharapkan terjadi proses internalisasi berupa proses penghayatan pada setiap diri siswa untuk kemudian diamalkan. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, anak didik akan tumbuh kesadaran dan kemauannya untuk mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya.

Jadi pada intinya tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan penanaman sikap, mental, atau nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar. Relevan dengan uraian mengenai tujuan belajar tersebut, hasil belajar itu meliputi:

a. Aspek keilmuan dan pengetahuan, konsep, atau fakta(kognitif) b. Aspek personal, kepribadian, atau sikap (afektif)

c. Aspek kelakuan, keterampilan, atau penampilan (psikomotorik)

Ketiga hasil belajar diatas merupakan tiga hal yang secara perencanaan dan programatik terpisah, namun dalam kenyataan dalam diri siswa akan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. Dalam kegiatan belajar mengajar, ketiganya direncanakan sesuai dengan butir-butir bahan pelajaran. Karena semua itu bermuara pada anak didik, maka terjadi proses internalisasi, terbentuklah suatu kepribadian yang utuh. Oleh karena itu, diperlukan sistem lingkungan yang mendukung.


(34)

Dari ketiga tujuan tersebut, ketiganya menjadi fokus penelitian ini yaitu untuk mendapatkan pengetahuan (kognitif), pembentukan sikap (afektif), dan penanaman keterampilan (psikomotorik).

3. Beberapa Jenis Belajar

Jenis-jenis belajar dapat dikelompokkan berdasarkan banyak hal. Pengelompokkan jenis belajar ini muncul dalam dunia pendidikan dan berkembang sejalan dengan kebutuhan kehidupan manusia yang juga bermacam-macam.

Dilihat dari tujuan dan hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan belajar, menurut para ahli (Saodih dan Surya; Effendi dalam Rohmah, 2012) umumnya mengemukakan delapan jenis belajar berikut:

1) Belajar Abstrak

Belajar abstrak adalah belajar dengan menggunakan cara-cara abstrak. Tujuannya untuk memperoleh pemahaman serta pemecahan yang tidak nyata. Dalam hal ini peranan rasio atau akal sangatlah penting. Begitu pula penguasaan atas prinsip-prinsip dan konsep-konsep. Termasuk dalam jenis ini, misalnya belajar astronomi, kosmografi, kimia, dan matematika.

2) Belajar Keterampilan

Belajar keterampilan merupakan proses belajar dengan tujuan memperoleh keterampilan tertentu menggunakan gerakan-gerakan motorik. Dalam belajar jenis ini, proses pelatihan yang intensif dan


(35)

teratur sangatlah diperlukan. Termasuk dalam belajar jenis ini adalah belajar olahraga, melukis, memperbaiki benda elektronik. Bentuk belajar jenis ini juga sering disebut dengan latihan.

3) Belajar Sosial

Belajar sosial adalah belajar yang bertujuan memperoleh keterampilan dan pemahaman terkait masalah-masalah sosial, penyesuaian terhadap nilai-nilai sosial, dan sebagainya. Termasuk dalam belajar ini misalnya belajar memahami masalah keluarga, konflik antara etnis atau antara kelompok, dan masalah lainnya yang bersifat sosial.

4) Belajar Pemecahan Masalah

Belajar pemecahan masalah adalah belajar untuk memperoleh keterampilan atau kemampuan memecahkan berbagai masalah secara logis dan rasional. Tujuannya ialah memperoleh kemampuan atau kecakapan kognitif guna memecahkan masalah secara tuntas. Dalam hal ini, setiap individu perlu menguasai berbagai konsep, prinsip, serta generalisasi.

5) Belajar Rasional

Belajar rasional merupakan belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis. Tujuannya untuk memperoleh berbagai kecakapan menggunakan prinsip-prinsip atau konsep-konsep. Jenis belajar ini berkaitan erat dengan belajar memecahkan masalah. Dengan belajar rasional, individu diharapkan memiliki


(36)

kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan dan strategi akal sehat, logis, dan sistematis.

6) Belajar Kebiasaan

Belajar kebiasaan ialah proses pembentukan kebiasaan baru atau memperbaiki kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan dapat menggunakan perintah, keteladanan, serta pengalaman khusus, juga menggunakan hukum dan ganjaran. Tujuannya agar individu memperoleh sikap dan kebiasaan baru yang lebih tepat dan lebih positif, dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu atau bersifat kontekstual.

7) Belajar Apresiasi

Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan nilai atau arti penting suatu objek. Tujuannya untuk memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa, dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat, arti penting objek tertentu, misalnya apresiasi sastra, apresiasi musik, dan apresiasi seni lukis.

8) Belajar Pengetahuan

Belajar pengetahuan yaitu belajar untuk memperoleh sejumlah pemahaman, pengertian informasi, dan sebagainya. Tujuan belajar pengetahuan agar individu memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu, yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam


(37)

mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-alat laboratorium (Rohmah, 2012)

Jenis belajar yang difokuskan pada penelitian ini yaitu belajar abstrak, belajar keterampilan, belajar sosial, belajar rasional, dan belajar pengetahuan. Dalam penelitian ini, siswa belajar abstrak melalui permainan, belajar keterampilan melalui aktivitas permainan tersebut, belajar sosial melalui kegiatan kerjasama dan diskusi kelompok, belajar rasional melalui pengerjaan soal-soal latihan agar memperoleh pemahaman dan konsep, serta belajar pengetahuan agar dapat memahami dan menguasai materi pembelajaran yang dilaksanakan.

4. Sistem Pembelajaran

Sistem merupakan kesatuan komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan secara optimal. Pembelajaran dikatakan sebagai suatu sistem karena pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa, Sistem digunakan untuk merencanakan suatu proses pembelajaran. Perencanaan merupakan proses dan cara berpikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang diharapkan. Proses perencanaan yang sistematis dalam sistem pembelajaran memiliki beberapa keuntungan, yaitu:

a. Melalui sistem perencanaan yang matang, keberhasilan proses pembelajaran dapat diramalkan karena memang perencanaan disusun untuk mencapai hasil yang optimal.


(38)

b. Melalui sistem perencanaan yang sistematis, guru dapat menggambarkan berbagai kendala yang mungkin akan dihadapi sehingga dapat menentukan berbagai strategi yang sesuai untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

c. Melalui sistem perencanaan yang rinci, guru dapat menentukan berbagai langkah dalam memanfaatkan berbagai sumber dan fasilitias yang ada untuk ketercapaian tujuan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.

a. Faktor Guru

Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Peran guru tidak tergantikan karena suatu strategi tidak mungkin dapat diaplikasikan tanpanya. Hal tersebut dikarenakan siswa adalah individu yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.

Menurut Dunkin dalam Sanjaya (2008), ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu teacher formative experience, teacher training

experience, dan teacher properties.

Teacher formative experience meliputi jenis kelamin serta


(39)

mereka diantaranya, meliputi tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya dan adat istiadat. Selain itu keadaan keluarga dari mana guru itu berasal juga mempengaruhi, misalkan guru itu tergolong berasal dari keluarga yang mampu atau tidak, keluarga harmonis atau bukan.

Teacher training experience, meliputi

pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru. Contohnya yaitu pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan dan lain sebagainya.

Teacher properties adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan sifat yang dimiliki guru. Contohnya yaitu kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran.

b. Faktor Siswa

Siswa adalah individu unik yang berkembang sesuai dengan tahapnya. Perkembangan anak meliputi perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa yang menurut Dunkin disebut


(40)

Aspek latar belakang atau pupil formative experience meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran dan tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa atau pupil properties meliputi kemampuan dasar, pengetahuan dan sikap. Sikap dan penampilan siswa didalam kelas juga merupakan aspek lain yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.

c. Faktor Sarana dan Prasarana

Sarana merupakan segala sesuatu yang mendukung secara langsung suatu proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, perlengkapan sekolah dan lain sebagainya. Prasarana merupakan segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil dan lain sebagainya.

Terdapat beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana. Pertama, perlengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan motivasi guru dalam mengajar. Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar. Misalkan siswa yang bertipe auditif akan lebih mudah belajar melalui pendengaran


(41)

sedangkan tipe siswa yang visual akan lebih mudah belajar melalui pengelihatan.

d. Faktor Lingkungan

Dilihat dari aspek lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Faktor pertama yaitu organisasi kelas dan faktor kedua yaitu iklim sosial-psikologis.

Faktor organisasi kelas meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas cenderung:

1) Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit.

2) Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan semua sumber daya yang ada. Contohnya dalam penggunaan waktu diskusi, jumlah siswa yang terlalu banyak akan memakan waktu yang banyak pula.

3) Kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun karena mendapatkan pelayanan terbatas dari guru.

4) Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan.


(42)

5) Anggota kelompok yang terlalu banyak cenderung akan makin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru.

6) Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyak siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok (Sanjaya, 2008)

Dari keempat faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran tersebut, semuanya digunakan dalam penelitian ini karena untuk mencapai keberhasilan belajar dibutuhkan peran guru sebagai fasilitator dan motivator, sarana dan prasarana yang mendukung khususnya dalam pelaksanaan permainan estafet kelereng, peran siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran dan lingkungan siswa yang meliputi kelompok diskusi yang mendukung.

B. Motivasi dalam Belajar

1. Pengertian Motivasi

Motif diartikan sebagai upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat digunakan sebagai daya penggerak dari dalam diri dan daya subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu. Motif juga diartikan sebagai suatu kondisi intern. Berawal dari kata “motif” itu maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif akan aktif pada


(43)

saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.

Menurut Mc. Donald dalam Santrock (2009), motivasi merupakan perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Pengertian tersebut memiliki arti:

a. Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia, penampakkannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

b. Motivasi ditandai dengan munculnya feeling afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi, dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.

c. Motivasi akan dirangsang dengan adanya tujuan. Motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan suatu respon dari suatu aksi yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang atau terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.

Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan terhubung pada persoalan kejiwaan, perasaan, dan juga emosi untuk


(44)

kemudian bertindak atau melakukan sesuatu demi mencapai tujuan tertentu.

Dalam proses pembelajaran apabila ada seorang siswa, misalnya tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan maka perlu diselidiki penyebabnya. Penyebab itu biasanya bermacam-macam, mungkin ia tidak senang, mungkin sakit, lapar, ada masalah pribadi dan lain-lain. Hal ini berarti dalam diri anak tidak terjadi peruahan energi, tidak terangsang afeksinya untuk melakukan sesuatu, karena tidak memliki kebutuhan atau tujuan belajar. Perlu dilakukan upaya untuk menemukan penyebabnya kemudian mendorong siswa tersebut untuk mau melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan yakni belajar, dengan kata lain siswa perlu diberikan rangsangan atau dorongan agar tumbuh motivasi pada dirinya.

Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas yaitu untuk penumbuh gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi tinggi, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar akan optimal jika ada motivasi belajar yang tepat. Melihat hal tersebut maka kegagalan belajar siswa belum tentu merupakan kesalahan pihak siswa, sebab mungkin saja guru tidak berhasil dalam memberikan motivasi yang mampu memberikan semangat dan kegiatan siswa untuk belajar. Tugas guru adalah bagaimana mendorong siswa agar pada dirinya tumbuh motivasi (Santrock, 2009).


(45)

2. Fungsi Motivasi dalam Belajar

a. Mendorong manusia untuk berbuat, yakni sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dilakukan.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang ditargetkan. Motivasi dalam hal ini memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang sesuai guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Disamping itu ada pula fungsi-fungsi motivasi yang lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik (Santrock, 2009).

3. Perspektif akan Motivasi

a. Perspektif ilmu perilaku, menitikberatkan penghargaan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi siswa. Insentif adalah stimulus atau kejadian positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku seorang siswa. Insentif dapat menambah minat atau rangsangan kepada kelas serta mengarahkan perhatian pada


(46)

perilaku yang tepat dan menjauhi perilaku yang tidak tepat. Insentif yang digunakan guru di kelas termasuk nilai numerik dan huruf yang memberikan umpan balik mengenai kualitas kerja siswa. Insentif lainnya termasuk memberikan pengakuan kepada siswa, sebagai contoh dengan memamerkan hasil kerja mereka, memberi mereka sertifikat prestasi, menempatkan mereka pada daftar nama kehormatan, dan secara verbal menyebutkan pencapaian mereka. b. Perspektif humanistis, menekankan pada kapasitas siswa untuk

tumbuh dan memiliki nasib mereka sendiri serta kualitas-kualitas positif seperti bersikap sensitif pada orang lain. Perspektif ini dikaitkan dengan keyakinan menurut Abraham Manslow dalam Santrock (2009) bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang lebih tinggi dapat dipuaskan. Menurut hierarki kebutuhan Manslow, kebutuhan individu harus dipuaskan dalam urutan berikut:

1) Fisiologis: lapar, haus, tidur.

2) Rasa aman: memastikan kelangsungan hidup, seperti perlindungan dari perang dan kriminal.

3) Cinta dan rasa memiliki: keamanan, afeksi, dan perhatian dari orang lain.

4) Harga diri: merasa senang terhadap diri sendiri. 5) Aktualisasi diri: mewujudkan potensi diri.


(47)

Jadi menurut pandangan Manslow, siswa harus memuaskan kebutuhan mereka akan makanan sebelum mereka dapat berprestasi. Abraham Manslow mengembangkan hierarki kebutuhan manusia untuk memperlihatkan bagaimana kita harus memuaskan kebutuhan dasar tertentu sebelum kita dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi.

c. Perspektif kognitif, menekankan bahwa pemikiran siswa mengarahkan motivasi mereka. Minat ini berfokus pada gagasan-gagasan seperti motivasi internal siswa untuk berprestasi, atribusi mereka (persepsi mengenai penyebab kegagalan atau keberhasilan, khususnya persepsi bahwa usaha merupakan faktor penting dalam prestasi), dan keyakinan bahwa mereka dapat mengontrol lingkungannya secara efektif. Perspektif kognitif juga menekankan pentingnya penempatan tujuan, perencanaan, dan pemantauan kemajuan menuju suatu sasaran. Selanjutnya perspektif kognitif tentang motivasi cocok dengan gagasan R. W, White dalam Santrock (2009), yang menggagas konsep motivasi kompetensi, gagasan bahwa orang termotivasi untuk menangani lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses informasi secara efisien. White mengatakan bahwa orang melakukan hal ini karena mereka termotivasi secara internal untuk berinteraksi secara efektif dengan lingkungan. Konsep motivasi kompetensi menjelaskan


(48)

mengapa manusia termotivasi untuk mencapai inovasi ilmiah dan tekologi.

d. Perspektif sosial, kebutuhan akan hubungan adalah motif untuk bergabung secara aman dengan orang lain. Hal ini termasuk membangun, mempertahankan, serta memulihkan hubungan pribadi yang hangat dan akrab. Kebutuhan siswa akan hubungan terlihat dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman-teman sebaya, sahabat mereka, kasih sayang mereka kepada orang tuanya, dan keinginan mereka untuk mempunyai hubungan positif dengan guru mereka. Siswa yang berada di sekolah dengan hubungan interpersonal yang penuh perhatian dan dukungan, mempunyai sikap dan nilai akademis yang lebih positif dan merasa lebih puas terhadap sekolah. Salah satu faktor penting dalam motivasi dan prestasi siswa adalah persepsi mereka tentang hubungan positif mereka dengan para guru. Salah satu contohnya adalah nilai bahwa siswa sekolah menengah yang mengikuti matematika meningkat ketika mereka mempunyai guru yang mereka nilai memberikan banyak dukungan (Santrock, 2009).

Perspektif atau motivasi yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu perspektif kognitif dan perspektif sosial. Perspektif kognitif harus ditanamkan oleh siswa dalam mendukung pencapaian keberhasilan belajar dan perspektif sosial ditanamkan siswa untuk berhubungan baik dengan siswa lain untuk membangun dan


(49)

mempertahankan hubungan pribadi dengan siswa lain yang dapat dilihat dari kerja kelompok.

4. Macam-macam Motivasi

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang aktif tanpa perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Contohnya seseorang yang senang membaca, tidak perlu mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Kemudian jika dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar) maka yang dimaksudkan dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung dalam perbuatan belajar itu sendiri. Contoh konkretnya, seorang siswa melakukan belajar karena benar-benar ingin mendapatkan pengetahuan, nilai, atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif, tidak karena tujuan yang lain-lain.

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik merupakan motif-motif yang aktif dan berfungsi bila ada rangsangan dari luar. Contohnya seseorang itu belajar, karena keesokan harinya akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik sehingga dipuji oleh temannya. Jikalau dilihat dari segi tujuan kegiatannya, tidak secara langsung berkaitan


(50)

dengan apa yang dilakukannya itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai pembentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dilakukan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara langsung berkaitan dengan aktivitas belajar. Bukan berarti motivasi ekstrinsik tidak penting. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik (Sardiman, 2008).

Pada penelitian ini, motivasi ekstrinsik sangat diperlukan untuk mendukung proses pembelajaran. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari luar diri siswa guna mendorong motivasi intrinsik siswa. Motivasi ekstrinsik pada penelitian ini berupa metode kooperatif dengan penerapan permainan edukatif estafet. Permainan edukatif estafet sebagai motivasi ekstrinsik diharapkan dapat memacu dan mendukung motivasi intrinsik siswa sehingga proses pembelajaran siswa akan terlaksana dengan baik dan memperoleh hasil yang baik serta sesuai dengan indikator yang akan dicapai.


(51)

C. Hasil Belajar

Pada hakikatnya, hasil belajar siswa merupakan perubahan tingkah laku setelah mengalami proses pembelajaran. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian hasil belajar dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar, terutama hasil belajar kognitif berkaitan dengan penguasaan bahan ajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tes juga dapat digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar di bidang afektif dan psikomotorik (Sudjana, 2010).

Tujuan penilaian hasil belajar adalah:

1. Mengetahui tingkatan penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diberikan.

2. Mengetahui kecakapan, motivasi, minat, bakat, dan sikap peserta didik terhadap program pembelajaran.

3. Mengetahui tingkatan kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

4. Mendiagnosis keunggulan dan kelemahan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Keunggulan dan kelemahan peserta didik dapat dijadikan acuan untuk memberikan bantuan dan bimbingan. 5. Untuk seleksi, yaitu memilih dan menentukan peserta didik yang

sesuai dengan jenis pendidikan tertentu. 6. Menentukan kenaikan kelas.


(52)

7. Menempatkan peserta didik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki (Arifin, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu:

1. Faktor pada diri sendiri diantaranya intelegensi, kecemasan, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, serta faktor fisik dan psikis.

2. Faktor dari luar diri siswa, seperti ukuran kelas, suasana belajar (termasuk didalamnya guru), fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Menurut Benyamin S. Bloom, dkk dalam Arifin (2009) hasil belajar dapat dikelompokkan dalam tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap aspek disusun dalam beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hal yang mudah sampai dengan hal yang kompleks (Arifin, 2009).

Aspek kognitif memiliki enam jenjang kemampuan yaitu:

a. Mengingat, yaitu kemampuan untuk menyebutkan kembali konsep, fakta, atau istilah tanpa harus mengerti atau menggunakannya. Contoh, menyebutkan arti taksonomi. Kata kerja kunci yang digunakan yaitu mendefinisikan, menyusun daftar, menjelaskan, mengingat, mengenali, menemukan kembali, menyatakan, mengulang, mengurutkan, menamai, menempatkan, menyebutkan. b. Memahami, yaitu kemampuan untuk memahami atau menegaskan

pengertian atau makna ide atau konsep yang telah diajarkan baik dalam bentuk lisan, tertulis, maupun grafik. Contoh: merangkum materi yang telah diajarkan dengan kata-kata sendiri. Kata kerja


(53)

kunci yang digunakan yaitu menerangkan, menjelaskan, menerjemahkan, melaporkan, menguraikan, mengartikan, menyatakan kembali, menafsirkan, menginterpretasikan, mendiskusikan, menyeleksi, mendeteksi, menduga, mengelompokkan, memberi contoh, merangkum, menganalogikan, mengubah, memperkirakan.

c. Menerapkan, yaitu kemampuan melakukan sesuatu dan mengaplikasikan konsep dalam situasi tertentu yang konkret. Contoh: menggunakan informasi yang dimiliki untuk memecahkan sebuah masalah. Kata kerja kunci yang digunakan yaitu memilih, menerapkan, melaksanakan, mengubah, menggunakan, mendemonstrasikan, memodifikasi, menunjukkan, membuktikan, menggambarkan, mengoperasikan, menjalankan, memprogramkan, mempraktekkan, memulai.

d. Menganalisis, yaitu kemampuan memisahkan konsep kedalam komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh. Contoh: menganalisis penyebab layunya suatu tanaman. Kata kerja kunci yang digunakan yaitu mengkaji ulang, membedakan, membandingkan mengkontraskan, memisahkan menghubungkan, menyisihkan, menduga, mengubah, mempertimbangkan, mempertentangkan, menata ulang, mencirikan, melakukan pengetesan, mengintegrasikan, mengorganisir, mengkerangkakan,


(54)

menunjukkan hubungan antara variabel, memecah menjadi beberapa bagian.

e. Mengevaluasi, yaitu kemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan norma, kriteria, atau patokan tertentu. Contoh: membandingkan hasil ujian siswa dengan kunci jawaban. Kata kerja kunci yang digunakan yaitu mengkaji ulang, mempertahankan, menyeleksi, mengevaluasi, mendukung, menilai, mengecek, mengkritik, memprediksi, membenarkan, menyalahkan. f. Mencipta, yaitu kemampuan memadukan unsur-unsur menjadi

sesuatu bentuk baru yang utuh atau membuat sesuatu yang orisinil. Contoh: membuat kurikulum dengan mengintegrasikan pendapat dan materi dari beberapa sumber. Kata kerja kunci yang digunakan yaitu mengabstraksi, mengatur, mengumpulkan, mengkategorikan, mengkode, mengkombinasikan, menyusun, mengarang, membangun, menanggulangi, menghubungkan, menciptakan, mengkreasikan, mengoreksi, merancang, merencanakan, mendikte, meningkatkan, memperjelas, menampilkan, memproduksi, merangkum, merekonstruksi (Taher, 2007).

Domain afektif berkaitan dengan sikap dan nilai. Hal ini terjadi bila seseorang sadar akan nilai yang diterima kemudian mengambil sikap untuk menentukan tingkah laku. Domain afektif dikelompokkan menjadi lima jenis dari tingkat sederhana hingga tingkat kompleks, yaitu sebagai berikut (Sudjana, 2010)


(55)

a. Receiving/attending, yakni kemampuan untuk peka terhadap situasi

atau rangsangan tertentu dari luar.

b. Responding, yakni kemampuan untuk bereaksi yang terhadap

stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar.

c. Valuing, yakni kemampuan untuk menilai suatu objek. Dalam

evaluasi ini termasuk kesediaan dalam menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman.

d. Organisasi, yakni kemampuan untuk menyatukan nilai yang berbeda, memecahkan masalah, dan membentuk suatu sistem nilai.

e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

Domain psikomotorik, berorientasi pada keterampilan motorik psikis yaitu keterampilan yang berhubungan dengan anggota badan yang memerlukan koordinasi saraf dan otot yang didukung oleh perasaan dan mental untuk membentuk suatu gerakan baik yang sederhana maupun yang kompleks (Yani, 2013).

Domain yang difokuskan dalam penelitian ini adalah ketiga domain. Domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan siswa, domain afektif berkaitan dengan sikap siswa, dan domain psikomotorik berkaitan dengan keterampilan motorik psikis.


(56)

D. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif pada umumnya merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan cara berkelompok. Hal ini meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin atau diarahkan oleh guru. Umumnya pada pembelajaran kooperatif siswa akan diarahkan oleh guru untuk menyelesaikan suatu masalah yang dimaksud dalam proses pembelajaran yang dapat berupa tugas atau mengolah informasi (Suprijono, 2009). Tujuan pembelajaran kooperatif yaitu untuk melatihkan keterampilan sosial seperti tenggang rasa, bersikap sopan terhadap teman, mengkritik ide orang lain, berani mempertahankan pikiran yang logis, dan berbagai keterampilan yang bermanfaat untuk menjalin hubungan interpersonal (Sani, 2013).

Dalam pembelajaran kooperatif siswa terbagi dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam mempelajari materi pelajaran. Selama proses, siswa diharapkan dapat saling membantu, saling berdiskusi dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing (Slavin, 2005).

Pembelajaran kooperatif ini mempunyai ciri-ciri tertentu dibandingkan dengan model lainnya yaitu sebagai berikut:

a. Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar

b. Kelompok dibentuk dari peserta didik yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah


(57)

c. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda

d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu

Dalam pembelajaran kooperatif, pembagian kelompok tidak dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model peembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan:

a. Memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama. b. Pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang

berkompeten menilai.

Dalam penjelasan tentang pembelajaran kooperatif ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dalam kelompok yang memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan, dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, dimana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai tujuan yang positif dalam belajar kelompok (Suprijono, 2009).


(58)

E. Permainan Estafet

Pada hakikatnya lari sambung atau estafet adalah salah satu nomor lomba lari beregu pada perlombaan atletik yang dilaksanakan secara berantai atau sambung-menyambung (estafet). Anggota dalam regu akan secara bergantian lari dari garis start sampai dengan finish. Setiap regu akan terdiri dari beberapa anggota. Dalam permainan ini sangat dibutuhkan kekompakan regu dan kerjasama yang baik (Sutrisno dan Khafadi, 2010).

Dalam pembelajaran, permainan estafet initermasuk dalam salah satu model pembelajaran kooperatif. Sistem permainannya tidak jauh berbeda dengan lari sambung atau estafet namun terdapat modifikasi yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran di dalam kelas. Dalam penelitian ini, permainan estafet yang dikembangkan dalam pembelajaran di kelas dirancang sebagai berikut:

1) Pemain

Jumlah pemain ditentukan dari jumlah siswa di kelas. Seluruh siswa di kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok atau regu sesuai ketentuan. Jumlah keseluruhan siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta adalah 27 orang. Kemudian 27 siswa ini dibagi kedalam 6 kelompok, jadi 3 kelompok terdiri dari 5 orang anggota dan 3 kelompok terdiri dari 4 anggota. Setiap kelompok akan terdiri dari anggota yang berbeda jenis kelamin, suku, tingkat kecerdasan, dan lain sebagainya.


(59)

2) Peralatan

Peralatan yang dipakai untuk permainan edukatif estafet ini adalah kartu soal serta kartu jawab, wadah pengambilan kartu dan wadah pengumpulan kartu. Kartu soal disediakan dalam wadah pengambilan yang sudah ditentukan, kartu ini berisi soal mengenai materi terkait. Kartu jawab disediakan pada kelompok masing-masing dan digunakan untuk mengisi jawaban dari kartu soal yang diambil. Wadah pengumpulan kartu soal dan kartu jawab disediakan didepan untuk mengumpulkan kartu soal daan kartu jawab yang telah diisi. Setiap kelompok akan mendapatkan soal yang sama dengan jumlah yang sama dalam masing-masing wadahnya.

3) Lapangan Permainan

Lapangan untuk pelaksanaan permainan dapat menggunakan ruang kelas. Bila kondisi memungkinkan, permainan dapat dilaksanakan di lapangan sekolah atau ruang lain yang sesuai.

4) Peraturan Permainan

• Peserta dilarang curang dalam permainan. • Tidak boleh mengganggu kelompok lain.

• Setiap satu kartu jawab yang berhasil diselesaikan dan dimasukkan dalam wadah pengumpulan di garis akhir, pemain dapat mengambil satu kartu soal lain dari wadah pengambilan untuk dijawab dalam kartu jawab yang sudah disediakan.


(60)

• Kelompok pertama yang menyelesaikan semua kartu soalnya dengan waktu tercepat akan mendapat bonus poin 6, kelompok urutan kedua tercepat mendapat bonus poin 5, kelompok urutan ketiga tercepat mendapat bonus poin 4, dan seterusnya hingga kelompok yang terakhir menyelesaikan kartu soal mendapat poin 1.

• Setiap soal yang terjawab dengan benar akan diberi skor 1. Skor keseluruhan dihitung dengan rumus sebagai berikut

Skor = ��������������

�����������������

100

• Waktu tercepat yang dimaksud adalah waktu dimana terdapat kelompok pertama yang menyelesaikan semua kartu soal dan menjawab serta mengembalikan kartu jawab pada wadahnya.

Pemenang merupakan kelompok dengan poin paling banyak. 5) Jalannya Permainan

• Masing-masing peserta berdiri di belakang garis awal dan sudah siap berlari menunggu aba-aba.

• Setelah aba-aba mulai, peserta yang berdiri di belakang garis awal segera berlari menuju garis akhir.

• Sesampainya di garis akhir, peserta kemudian mengambil satu kartu soal di dalam wadah pengambilan yang sudah disediakan.

• Kartu soal yang sudah diambil kemudian dibawa kembali pada kelompok masing-masing dan dikerjakan dalam kartu jawab yang sudah disediakan.


(61)

• Kemudian dilanjutkan peserta berikutnya sambil membawa kartu jawab yang telah diisi berdasarkan kartu soal yang diperoleh. Peserta ini kemudian memasukkan kartu jawab beserta kartu soal yang telah diisi kedalam wadah pengumpulan yang juga tersedia di depan.

• Begitu juga seterusnya hingga salah satu kelompok berhasil menyelesaikan semua kartu soal dan mengumpulkannya dalam wadah di depan, maka kelompok yang dapat menyelesaikan semua kartu soalnya dengan waktu tercepat akan mendapat bonus poin 6. • Kelompok lain tetap menyelesaikan semua kartu soalnya tetapi tidak

mendapatkan bonus poin 6.

• Poin dihitung dari bonus poin dan jumlah kartu soal yang dijawab dengan benar. Dalam penghitungan poin kartu soal, guru sembari mengklarifikasi jawaban siswa dan memberi penguatan.


(62)

Gambar 2.1 Skema Permainan Edukatif Estafet

Keterangan:

= Pemain

= Kotak pengambilan, untuk mengambil kartu soal serta kartu jawab

= Kotak pengumpulan, untuk mengumpulkan kartu soal dan kartu jawab

S

T

A

R

T

F

I

N

I

S

H


(63)

6) Ketentuan Pemenang

Kelompok dinyatakan menang apabila kelompok tersebut mendapatkan poin paling banyak. Poin berasal dari bonus poin 5 untuk kelompok yang dapat menyelesaikan semua kartu soalnya tercepat dan poin dari jumlah kartu soal yang dapat dijawab dengan benar. Perhitungan poin diatur sebagai berikut :

• Poin = jumlah kartu soal yang djawab dengan benar.

• Kelompok tercepat memperoleh tambahan poin sebanyak 6. • Pemenang adalah kelompok yang memperoleh poin terbanyak.

F. Materi

Materi yang diajarkan yaitu Kompetensi Dasar 2.1 Mengidentifikasi struktur jaringan tumbuhan dan mengkaitkannya dengan fungsinya, menjelaskan sifat totipotensi sebagai dasar kultur jaringan. Dalam penelitian ini, materi secara garis besar yaitu:

1. Jaringan pada tumbuhan dan fungsinya

2. Struktur jaringan pada organ tumbuhan dan sifat totipotensi

G. Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Permainan Estafet sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XA SMA Budya Wacana Yogyakarta pada Materi Protista” yang telah dilaksanakan, ditemukan bahwa


(64)

motivasi siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan metode permainan estafet adalah sebanyak 80% siswa memiliki motivasi yang tinggi dan 20% siswa memiliki motivasi yang cukup. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran permainan estafet dapat meningkatkan motivasi siswa kelas XA SMA Budya Wacana Yogyakarta pada materi protista (Riyani, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Keefektifan Metode Estafet

Writing dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Bahasa Jerman Peserta

Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Sedayu Bantul” yang telah dilaksanakan, ditemukan bahwa hasil analisis menggunakan uji-t menghasilkan thitung 2,573 lebih besar dari ttabel 2,000 dengan taraf signifikan a = 5%. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai rata-rata akhir kelas eksperimen 65,162 lebih besar dari kelas kontrol yaitu 62,902. Maka dapat disimpulkan bahwa metode estafet writing efektif dalam pembelajaran keterampilan menulis bahasa Jerman (Rosaliana, 2014).

H. Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta, guru mata pelajaran Biologi lebih sering menggunakan metode ceramah dan penggunaan media kurang bervariasi yaitu menggunakan powerpoint serta memberikan tugas dan latihan. Saat proses pembelajaran berlangsung banyak siswa yang kurang termotivasi pada


(65)

materi yang diajarkan. Hal ini terlihat dari banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru tetapi mengobrol dengan teman sebangku saat pelajaran, sibuk dengan gadget masing-masing, dan bermain-main kecil di dalam kelas. Suasana seperti ini dapat menyebabkan siswa kurang fokus pada kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga dapat menyebabkan menurunnya prestasi belajar.

Pembelajaran dengan permainan edukatif estafet merupakan pembelajaran aktif dan menarik bagi siswa. Dalam beberapa penelitian yang relevan yang telah dibaca peneliti, penggunaan permainan edukatif estafet dapat menjadikan siswa lebih aktif dan termotivasi dalam belajar karena menciptakan suasana menyenangkan dalam proses pembelajaran. permainan edukatif estafet diharapkan akan mampu menciptakan kompetisi yang positif antar kelompok dan mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

Berangkat dari kenyataan tersebut, peneliti menerapkan proses pembelajaran dengan permainan edukatif estafet. Pembelajaran dengan permainan edukatif estafet merupakan salah satu cara belajar yang menarik perhatian siswa sehingga dapat menciptakan situasi belajar yang menyenangkan. Pembelajaran dengan permainan edukatif estafet memiliki keunggulan yaitu menyebabkan siswa aktif bermain sehingga siswa merasa senang dan tidak terbebani dengan materi pembelajaran yang diberikan.

Pada umumnya siswa lebih senang belajar dengan bermain daripada belajar dengan penjelasan dari guru. Permainan edikatif estafet sangat


(66)

membantu siswa untuk belajar dengan perasaan senang dan aktif. Siswa lebih merasa santai dan tidak jenuh pada materi yang dipelajari.

Dari hasil penelitian yang relevan dikatakan bahwa permainan edukatif estafet dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi, minat dan hasil belajar siswa pada materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil penelitian relevan yang mendukung, peneliti berharap dengan menerapkan pembelajaran menggunakan permainan edukatif estafet dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta pada materi jaringan tumbuhan.


(67)

Berikut merupakan skema yang merupakan rangkuman penjelasan dari kerangka berpikir:

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir Kondisi Awal

Guru Siswa

Motivasi belajar siswa rendah, siswa asyik dengan kesibukan masing-masing di kelas, dan hasil belajar siswa rendah. Skor rata-rata kelas mencapai 43 pada

materi jaringan tumbuhan

Metode atau media yang digunakan kurang bervariasi, proses pembelajaran didominasi

oleh ceramah dan tugas mandiri

Penelitian Relevan

Penerapan metode pembelajaran permainan estafet

dapat meningkatkan motivasi siswa kelas XA SMA Budya Wacana Yogyakarta pada materi protista (Riyani, 2014).

Penerapan metode estafet

writing efektif dalam pembelajaran keterampilan menulis bahasa Jerman kelas XI SMA Negeri 1 Sedayu Bantul (Rosaliana, 2014).

Tindakan

Penelitian menggunakan permainan edukatif

estafet pada materi struktur jaringan tumbuhan

Motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta meningkat


(68)

I. Hipotesis

1. Penerapan permainan edukatif estafet dapat meningkatkan motivasi siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 pada materi struktur jaringan tumbuhan.

2. Penerapan permainan edukatif estafet dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 pada materi struktur jaringan tumbuhan.


(69)

53

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis Penelitian Tindakan Kelas atau sering disebut PTK. Penelitian Tindakan Kelas atau PTK ini merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dan tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan (Muslich, 2009). Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus untuk memperoleh hasil penelitian yang nantinya dapat dipergunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang berlangsung.

B. Setting Penelitian

Lokasi Penelitian : SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Waktu Penelitian : Bulan September - Oktober 2016

Objek Penelitian : Motivasi dan hasil belajar pada materi jaringan tumbuhan Subjek Penelitian : Siswa kelas XI IPA 1 pada semester I (ganjil) tahun ajaran 2016/2017 yang terdiri dari 27 siswa.


(70)

C. Rancangan Tindakan

Penelitian Tindakan Kelas atau PTK dirancang dalam 2 siklus, siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri dari planning (perencanaan tindakan),

acting (pelaksanaan tindakan), observing (observasi), dan reflecting

(refleksi). Perbedaan dari siklus I dan siklus II yaitu dimana hasil dari refleksi atau kegiatan evaluasi dari siklus I akan dijadikan sebagai dasar dan pedoman perubahan rencana dan pelaksanaan pada siklus II. Berikut merupakan desain siklus Penelitian Tindakan Kelas yang akan dilaksanakan:


(71)

Gambar 3.1. Desain Siklus PTK model Kemmis S dan Mc. Taggart (Tampubolon, 2013)

Keterangan:

a) Planning (Perencanaan Tindakan)

Planning atau perencanaan tindakan dimulai dengan proses identifikasi

masalah yang akan diteliti, termasuk hasil pra penelitian. Setelah itu adalah Siklus I

Planning

Reflecting Next

Revised Planning Reflecting

Acting & Observing

Siklus II

Acting & Observing


(72)

proses perencanaan tindakan, dalam hal ini termasuk menyusun perangkat pembelajaran yang akan diperlukan dan lain-lain.

b) Acting (Pelaksanaan Tindakan)

Acting atau pelaksanaan tindakan adalah pelaksanaan pembelajaran di kelas

dengan menggunakan perangkat pembelajaran mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, hingga kegiatan akhir sesuai dengan RPP.

c) Observing (Observasi)

Observing atau observasi merupakan pengamatan selama berlangsungnya

kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh observer secara simultan (bersamaan pada saat pembelajaran berlangsung).

d) Reflecting (Refleksi)

Reflecting atau refleksi merupakan kegiatan mengevaluasi hasil analisis data

bersama kolaborator yang direkomendasikan tentang hasil suatu tindakan yang dilakukan demi mencapai keberhasilan penelitian dari seluruh aspek atau indikator yang ditentukan.

Pada penelitian ini, pelaksanaan model Kemmis S dan Mc. Taggart dilaksanakan dengan cara:

1. Siklus I

a. Perencanaan tindakan

Proses perencanaan tindakan meliputi:

1) Melakukan observasi kegiatan pembelajaran Biologi di kelas XI IPA 1 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.


(73)

2) Melakukan wawancara pada guru mata pelajaran Biologi mengenai permasalahan yang terjadi pada pembelajaran Biologi.

3) Merancang sebuah pembelajaran yang menggunakan media atau metode untuk memecahkan masalah pembelajaran Biologi. Dalam hal ini permainan edukatif estafet akan diterapkan dalam pembelajaran Biologi.

4) Menyusun silabus, RPP, materi terkait, LKS, kuesioner, lembar observasi, pretest dan posttest, soal dan rubrik penilaian, permainan dan perlengkapan permainan edukatif estafet, rancangan kegiatan pembelajaran.

b. Pelaksanaan tindakan

Proses pelaksanaan tindakan meliputi:

1) Peneliti melakukan apersepsi mengenai materi struktur jaringan tumbuhan yang akan dipelajari untuk menggali pengetahuan awal siswa dengan cara menyajikan pertanyaan umum kepada siswa. 2) Pemberian pretest.

3) Pemaparan tujuan pembelajaran dan indikator yang akan dicapai. 4) Pembagian kelompok. Siswa dalam kelas dibagi menjadi 6

kelompok, 3 kelompok terdiri dari 5 orang anggota dan 3 kelompok terdiri dari 4 anggota. Setiap kelompok akan terdiri dari anggota yang berbeda jenis kelamin, suku, tingkat kecerdasan, dan lain sebagainya. Pembagian kelompok secara heterogen dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling


(74)

mendukung dan mengisi kelebihan dan kekurangannya. Setiap kelompok mendapat wadah pengambilan kartu soal serta kartu jawab dan wadah pengumpulan kartu soal serta kartu jawab. Kartu soal berisi soal yang sama untuk semua kelompok dengan jumlah yang sama pula (20 isian singkat).

5) Pelaksanaan permainan edukatif estafet.

6) Setiap anggota kelompok akan maju mengambil kartu soal yang ada di wadah pengambilan. Kartu jawab sudah disediakan pada masing-masing kelompok.

7) Setelah mengambil kartu soal serta kartu jawab tersebut, anggota kelompok kembali ke kelompok masing-masing dan berdiskusi untuk menjawab soal pada lembar kartu soal di kartu jawab yang tersedia.

8) Anggota kelompok yang akan maju berikutnya hanya diperkenankan maju apabila membawa kartu yang sudah didiskusikan dan dijawab tadi serta mengumpulkannya pada wadah pengumpulan. Kemudian anggota kelompok yang maju mengumpulkan kartu tersebut juga mengambil kartu soal yang baru pada wadah pengambilan. Lalu kartu tersebut dibawa kembali ke kelompok untuk didiskusikan dan dijawab pada lembar kartu jawab yang sudah disediakan dan keduanya dikembalikan pada wadah pengumpulan. Begitu juga seterusnya.


(75)

9) Kelompok yang berhasil menjawab semua kartu soal dan mengembalikannya ke wadah pengumpulan dianggap sebagai kelompok tercepat dan mendapatkan bonus poin 6. Setelah terdapat kelompok yang berhasil menyelesaikan semua kartu soal tercepat, kelompok lain tetap melanjutkan permainan hingga semua kelompok menyelesaikan kartu soalnya, tetapi tidak mendapat bonus poin 6.

10)Klarifikasi jawaban dari soal yang sudah dikerjakan. Siswa menjawab pertanyaan secara bergilir. Peneliti memberikan tanggapan dan penguatan atas jawaban siswa. Pada tahap ini, siswa yang belum merasa jelas diperbolehkan untuk bertanya agar mendapat penjelasan yang sesuai.

11)Penghitungan poin berdasarkan jumlah soal yang dijawab dengan tepat terbanyak dari masing-masing kelompok. Poin total dijumlah dilanjutkan pengumuman pemenang serta pemberian apresiasi. 12)Siswa diminta untuk membuat inti sari dari pembelajaran yang

telah dilakukan. 13) Pemberian posttest.

14) Peneliti membagikan lembar kuesioner untuk mengukur motivasi belajar siswa pada materi yang telah dipelajari.

15)Peneliti meminta siswa untuk membaca materi pembelajaran yang akan dipelajari selanjutnya dari berbagai referensi.


(76)

c. Observasi

Pada tahap observasi ini, dilakukan pengamatan pada proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Pengamatan terhadap siswa pada setiap kelompok berdasarkan beberapa aspek yang terkait dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Pengamatan ini dilakukan oleh observer yaitu seorang guru pengampu mata pelajaran biologi di kelas XI dan rekan mahasiswa.

d. Refleksi

Refleksi dilakukan setelah pengamatan kegiatan proses pembelajaran pada setiap pertemuan. Refleksi berkaitan dengan analisis data yang diperoleh dari hasil evaluasi dan hasil observasi. Kegiatan refleksi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pada proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dan kemudian hari akan dijadikan pedoman perbaikan pada siklus berikutnya yaitu siklus II.

2. Siklus II

a. Perencanaan tindakan

Perencanaan tindakan dalam siklus II merupakan hasil kesimpulan dari hasil evaluasi dan refleksi pada siklus I dan merupakan perencanaan perbaikan pelaksanaan pembelajaran selanjutnya. Tahap perencanaan tindakan selanjutnya adalah menyusun RPP, materi terkait, LKS,


(77)

kuesioner, lembar observasi, pretest dan posttest, soal dan rubrik penilaian, permainan dan perlengkapan permainan edukatif estafet, rancangan kegiatan pembelajaran.

b. Pelaksanaan tindakan

Proses pelaksanaan tindakan meliputi:

1) Peneliti melakukan apersepsi mengenai materi struktur jaringan tumbuhan yang akan dipelajari untuk menggali pengetahuan awal siswa dengan cara menyajikan pertanyaan umum kepada siswa. 2) Pemaparan tujuan pembelajaran dan indikator yang akan dicapai. 3) Pada siklus II ini dilakukan beberapa perubahan yang telah

didasarkan atas refleksi yaitu kegiatan evaluasi pada siklus I. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan pembagian kelompok (perubahan susunan anggota kelompok), perpindahan lapangan permainan, dan lainnya yang tentunya sudah disesuaikan hasil evaluasi.

4) Pembagian kelompok. Siswa dalam kelas dibagi menjadi 6 kelompok, 3 kelompok terdiri dari 5 orang anggota dan 3 kelompok terdiri dari 4 anggota. Setiap kelompok akan terdiri dari anggota yang berbeda jenis kelamin, suku, tingkat kecerdasan, dan lain sebagainya. Pembagian kelompok secara heterogen dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling mendukung dan mengisi kelebihan dan kekurangannya. Setiap kelompok mendapat wadah pengambilan kartu soal serta kartu


(1)

(2)

209


(3)

(4)

211


(5)

(6)

213


Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN MEDIA “WOODY PUZZLE” UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI, AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI STRUKTUR JARINGAN TUMBUHAN

6 59 172

Penerapan permainan edukatif estafet untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA Bopkri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017 pada materi struktur jaringan tumbuhan.

0 9 233

Penerapan permainan ular tangga Untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XE SMA Bopkri 2 Yogyakarta pada materi hakikat Biologi.

0 0 2

Penerapan permainan edukatif ular tangga dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar pada materi avertebrata kelas X SMA Tiga Maret Yogyakarta.

0 1 195

Penerapan metode observasi untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada materi vertebrata di Kelas X SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

0 1 203

Efektivitas penggunaan program Geogebra pada pembelajaran Matematika materi geometri terhadap motivasi dan hasil belajar di kelas X SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2016 2017

1 3 370

Penerapan metode observasi untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada materi vertebrata di Kelas X SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

0 1 201

Penerapan permainan ular tangga Untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XE SMA Bopkri 2 Yogyakarta pada materi hakikat Biologi

0 1 240

IDENTIFIKASI KESULITAN BELAJAR MATERI STRUKTUR - FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN PADA SISWA SMA NEGERI 3 KLATEN KELAS XI SEMESTER 1 TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 2 2

PENGGUNAAN PERMAINAN EDUKATIF ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA MATERI SISTEM IMUNITAS KELAS XI IPA SMA TIGA MARET YOGYAKARTA

0 0 232