PENGARUH MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH DALAM PEMBELAJARAN IPA TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA SMP.

(1)

PENGARUH MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH DALAM PEMBELAJARAN IPA TERHADAP KETERAMPILAN

SOSIAL DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA SMP

Oleh Apriyani 12312241002

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match terhadap keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran IPA SMP (2) pengaruh model Cooperatuve Learning tipe Make a Match terhadap hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran IPA SMP

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan desain non equivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 2 Wates terdiri lima kelas. Sampel dalam penelitian diambil menggunakan teknik cluster random sampling. Diperoleh kelas VIII C sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match dan kelas VIII D sebagai kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran konvensional/pembelajaran langsung. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes dan nontes yaitu lembar keterlaksanaan pembelajaran, lembar observasi keterampilan sosial, dan soal pretest-posttest. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas, homogenitas, uji-t dan N-Gain dengan menggunakan program SPSS 18.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran cooperative learning tipe make a match berpengaruh posistif terhadap keterampilan sosial siswa SMP dibuktikan oleh hasil uji t dengan nilai sig 0,25 (2) model pembelajaran cooperative learning tipe make a match berpengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif siswa SMP dibuktikan oleh hasil uji t dengan nilai sig 0,48 dan hasil N-Gain kelas eksperimen lebih besar dibanding kelas kontrol yaitu 0,6069>0,5273

Kata kunci: Pengaruh model pembelajaran, cooperative learning tipe make a match, keterampilan sosial, hasil belajar kognitif


(2)

EFFECTS OF COOPERATIVE LEARNING MODEL MAKE A

MATCH TYPE OF LEARNING AGAINST SCIENCE SOCIAL SKILLS AND OUTCOMES

COGNITIVE STUDENT JUNIOR HIGH SCHOOL By

Apriyani 12312241002

ABSTRACT

This research aims to determine (1) the effect of the type of model of Cooperative Learning Make a Matchagainst the social skills of students in science learning SMP (2) the effect of Learning-type models CooperatuveMake a Match against cognitive achievement of students in junior high school science teaching

This research is a quasi-experimental design of learning science with non-equivalent control group design. The population in this study were all students of class VIII SMPN 2 Wates consisting of five classes namely class A, B, C, D, and E. The samples in this study using cluster random sampling technique. Retrieved class VII C as the experimental class using the type cooperative learning model of learning make a match and class D as the control class uses conventional learning models / direct learning. The research instrument used is the test instrument and the report sheet learning, social skills observation sheets, and question pretest-posttest. Data were analyzed using normality test, homogeneity, and t-test using SPSS 18.

The results showed that (1) the positive effect of cooperative learning model make a match type on students social skills junior high school evidenced by the results of the t test with sig 0.25 (2) the positive effect of cooperative learning model make a match type on students cognitive junior high school is evidenced by the results of the t test with sig 0.48

Keywords: Influence of modes of learning, cooperative learning type of make a match, social skills, cognitive learning outcomes


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting dan wajib bagi setiap orang. Pendidikan akan menunjang kehidupan yang lebih baik di masa depan. Oleh karena itu pemerintah mencanangkan tentang wajib belajar 12 tahun. Program ini merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap pendidikan bagi generasi penerus Indonesia. Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan mengelola wajib belajar 12 tahun pemerintah harus menambah kemampuan untuk bisa menampung lulusan, menyiapkan sarana dan prasarana serta kualitas tenaga kependidikan. Kualitas tenaga kependidikan salah satunya adalah guru. Guru sebagai fasilitator dan mediator sehingga siswa dapat berperan aktif dalam memperoleh pendidikan.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diharapkan dapat memberikan pembelajaran secara utuh. Hakikat dari pendidikan IPA adalah : sains pada hakikatnya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (a way of thinking), dan cara untuk penyelidikan (a way of investigating) (Collette dan Chiappetta, 1994: 30). Pembelajaran IPA yang utuh bukan hanya tentang pengetahuan saja, akan tetapi juga bagaimana siswa memperoeh pengetahuan tersebut. Proses pendidikan IPA akan bermakna apabila dalam proses pendidikannya guru dapat menarik minat siswa dalam mempelajari IPA.


(4)

Setiap guru IPA memiliki model dan cara mengajar yang berbeda-beda antara guru satu dengan yang lainnya. Model pembelajaran yang berbeda memiliki sintaks yang berbeda-beda pula. Model pembelajaran yang berbeda membuat proses pembelajaran yang dilakukan berbeda. Model pembelajaran dengan teacher centered berfokus pada kemampuan guru menyampaikan materi pembelajaran di depan kelas, sedangkan pembelajaran dengan student centered berfokus pada bagaimana siswa memperoleh pembelajaran. Proses pembelajaran student centered merupakan model pembelajaran siswa aktif, karena siswa diberikan kesempatan untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan dalam kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP 2 Wates, guru mata pelajaran IPA di SMP 2 Wates berfokus pada bagaimana siswa mendapatkan pengetahuan atau pembelajaran yang berpusat pada guru yaitu teacher centered. Guru menggunakan model pembelajaran langsung, guru mengajarkan siswa dengan ceramah dan sesekali dengan menggunakan demonstrasi. Siswa memperhatikan dan mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru mata pelajaran IPA. Pada saat proses pembelajaran keterampilan sosial siswa seperti bekerja sama, menolong siswa lain, menyampaikan dan mendengarkan pendapat belum terlihat. Model pembelajaran yang demikian membuat siswa cenderung pasif sehingga keterampilan sosial pada siswa rendah. Dalam proses pembelajaran hanya sedikit siswa yang bertanya sedangkan siswa yang lainnya tidak menanggapi pertanyaan tersebut.


(5)

Siswa pasif serta keterampilan sosial yang rendah, membuat proses pembelajaran berpusat pada guru. Model pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif (student centered) belum diterapkan. Model pembelajaran aktif meningkatkan keterampilan sosial siswa. Pada saat proses pembelajaran di SMP 2 Wates berlangsung hanya ada sedikit siswa yang bertanya tentang materi yang disampaikan oleh guru. Siswa yang sering bertanya ini mendominasi proses pembelajaran, sehingga hasil belajar kognitif yang diperoleh oleh siswa juga rendah. Hasil belajar kognitif yang rendah ditunjukkan oleh nilai Ujian Tengah Semester (UTS) yang diperoleh siswa masih banyak yang mendapatkan nilai di bawah KKM yaitu 75.

Model pembelajaran tidak hanya model pembelajaran langsung saja. Namun masih banyak lagi yang bisa dikembangkan seperti model kooperatif. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik, selain untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa (Rusman, 2010: 209). Model kooperatif ini merupakan model yang digunakan untuk membimbing siswa agar menjadi lebih aktif dalam proses belajar mengajar. Model cooperative learning dapat memecah kejenuhan siswa dalam proses pembelajaran, karena siswa tidak hanya mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru tetapi siswa bersama-sama mencari tahu pengetahuan tersebut. Di dalam model pembelajaran kooperatif terdapat berbagai tipe seperti jigsaw, STAD, TGT, Make a Match dan yang lain. Setiap tipe memiliki ciri yang berbeda-beda. Jigsaw mengelompokkan siswa


(6)

beberapa kelompok kemudian dipecah lagi menjadi tim ahli dan akan kembali lagi kekelompok sebelumnya untuk mengajarkan keahliannya. Model ini sudah sering digunakan dan umum digunakan di sekolah.

Make a Match merupakan salah satu bagian dari struktural yang menekankan pada struktur yang dirancang yang digunakan untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tersebut memiliki tujuan umum diantaranya untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan mengajarkan keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 44-48). Model pembelajaran Make a Match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama, kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan dibantu kartu (Wahab, 2007 : 59). Model kooperatif tipe Make a Match memiliki dua orang anggota yaitu anggota kelompok pertanyaan dan jawaban. Model pembelajaran ini seperti halnya permainan, antar kelompok yang dilakukan di dalam kelas. Pembelajaran ini menggunakan media kartu permainan pertanyaan dan jawaban dengan materi getaran dan gelombang. Suyatno (2009 : 72) mengungkapkan bahwa model make a match adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya. Tujuan dari pembelajaran dengan model make a match adalah untuk melatih peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi pokok (Imam Fachrudin, 2009 : 168). Melalui pembelajaran ini maka siswa lebih


(7)

bersemangat dalam belajar IPA, keterampilan sosial siswa akan terasah dan siswa lebih mudah memahami materi pembelajaran IPA.

Berdasarkan masalah tersebut, maka peneliti membuat penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Make a Match dalam Pembelajaran IPA Terhadap Keterampilan Sosial dan Hasil Belajar Siswa SMP”. Model pembelajaran ini dipilih oleh peneliti, karena siswa SMP 2 Wates saat melakukan proses pembelajaran di kelas kurang aktif sehingga keterampilan sosial siswa rendah. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat disajikan identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Proses pembelajaran IPA di SMP 2 Wates masih berpusat pada guru (teacher centered), hal ini membuat siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran IPA.

2. Guru mata pelajaran IPA masih mengunakan metode ceramah dan demonstrasi membuat siswa tidak berinteraksi dengan guru ataupun siswa yang lainnya.

3. Keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran IPA masih belum berkembang. Hal ini dapat dilihat dari kerjasama, pengendalian diri dan orang lain, kemampuan bertukar pendapat masih belum terlihat dalam proses pembelajaran.


(8)

4. Proses pembelajaran masih didominasi oleh beberapa siswa. Siswa belum berinteraksi dan bekerja sama dengan siswa lain dalam proses pembelajaran.

5. Hasil belajar kognitif mata pelajaran IPA masih rendah. Hal ini dapat diketahui banyaknya siswa yang mendapatkan nilai Ujian Tengah Semester (UTS) di bawah nilai KKM yaitu 75.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dapat diketahui berbagai macam masalah. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah pada poin 1, 3, dan 5. Sehingga, peneliti membatasi permasalahan pembelajaran sebagai berikut.

1. Proses pembelajaran IPA di SMP 2 Wates masih berpusat pada guru (teacher centered), hal ini membuat siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran IPA.

3. Keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran IPA masih belum berkembang. Hal ini dapat dilihat dari kerjasama, pengendalian diri dan orang lain, kemampuan bertukar pedapat masih belum terlihat dalam proses pembelajaran.

5. Hasil belajar kognitif mata pelajaran IPA masih rendah. Hal ini dapat diketahui banyaknya siswa yang mendapatkan nilai Ujian tengah Semester (UTS) dibawah nilai KKM 75.


(9)

Berdasarkan pembatasan masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah.

1. Bagaimana pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match terhadap keterampilan sosial siswa dalam pelajaran IPA SMP?

2. Bagaimana pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match terhadap hasil belajar kognitif siswa dalam pelajaran IPA SMP?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini adalah. 1. Mengetahui pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match

terhadap keterampilan sosial siswa dalam pelajaran IPA SMP.

2. Mengetahui pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match terhadap hasil belajar kognitif siswa dalam pelajaran IPA SMP.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat bagi sekolah

Diharapkan dengan adanya penelitian ini terdapat peningkatan hasil belajar siswa. Setelah adanya penelitian ini diharapkan sekolah lebih kreatif dan variatif lagi dalam menggunakan model pembelajaran.


(10)

Hasil penelitian ini dapat digunakan guru untuk meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif siswa dalam pelajaran IPA. Penelitian ini juga dapat menambah inovasi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

3. Manfaat bagi siswa

Diharapakan setelah adanya penelitian ini siswa lebih aktif dan semangat lagi mengikuti pembelajaran IPA, sehingga hasil belajar kognitif siswa dapat meningkat.

4. Manfaat bagi peneliti

Setelah melakukan penelitian ini maka dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti menggunakan ilmu yang didapatkan selama perkuliahan dan membantu peneliti memperoleh gelar sarjana pendidikan.


(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Hakikat IPA

Sains berawal dari rasa ingin tahu manusia tentang gelaja alam yang diamati. Sains pada hakikatnya merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (a way of thinking),dan cara untuk penyelidikan (a way of investigating). Hakikat IPA atau sains dipandang sebagai ilmu yang komprehensif (Collette dan Chiappetta, 1994: 30). Hakikat IPA menurut Trianto (2010: 37), bahwa hakikat IPA semata-mata tidaklah hanya dimensi pengetahuan (keilmuan), namun juga dimensi nilai. Sehingga hakikat IPA adalah serangkaian cara berpikir serta cara penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan dengan melalui nilai-nilai (sikap ilmiah). Menurut Trianto (2010: 137), IPA sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun menemukan pengetahuan baru. Dalam mencari tahu pengetahuan peneliti menggunakan cara berpikir ilmiah dan langkah-langkah ilmiah. Langkah-langkah ilmiah dilakukan untuk memperoleh pengetahuan yang tidak hanya dapat diakuioleh orang lain tetapi juga dapat dipertanggung jawabkan hasil penelitiannya atau pengetahuannya. Selain menggunakan langkah-langkah ilmiah, seorang peneliti juga wajib bersikap ilmiah. Sikap ilmiah merupakan pondasi dasar seorang peneliti, sebab tanpa


(12)

dilandasi sikap ilmiah maka tidak akan ilmu yang diperolehnya itu benar dan ilmu itu hanya tulisan atau produk yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Produk berupa pengetahuan, hukum, teori, dan yang lainnya apabiladilakukan dengan melalui langkah-langkah atau proses ilmiah serta dilandasi sikap ilmiah maka produk tersebut akan diterima dan digunakan karena produk tersebut dapat dipertanggung jawabkan.

Berdasarkan definisi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa hakikat IPA adalah sekumpulan pengetahuan, cara berpikir dan proses pengetahuan yang digunakan untuk mengetahui gejala alam. Dalam proses mencari pengetahuan peneliti berfikir ilmiah menggunakan langkah ilmiah dan bersikap ilmiah. IPA memiliki tiga ilmu dasar yaitu, fisika, kimia dan biologi.

2. Pembelajaran IPA

Gagne dalam Ratna (2011: 2), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Sehingga belajar dapat diartikan sebagai pengalaman proses dimana siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar guna mencapai tujuan untuk membentuk siswa ke arah yang lebih baik. Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan kepada sebuah tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Dalam belajar siswa tidak berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran (Nana Sudjana, 2005: 28).


(13)

Proses pembelajaran IPA di kelas harus dapat memberikan pengalaman ilmiah kepada siswa, memberikan kesempatan bekerjasama, mengembangkan keterampilan berpikir untuk memecahkan masalah, sehingga mencapai hasil belajar yang baik Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek yaitu belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswadan mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pembelajaran (Jihas, Haris, 2008: 11).

Dari paparan di atas maka pembelajaran IPA merupakan suatu proses yang diarahkan kepada tujuan sehingga berubah perilakunya akibat pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya melalui model pembelajaran. Pembelajaran IPA yang dilakukan juga harus beorientasi terhadap lingkungan sebab tidak hanya guru saja yang digunakan sebagai sumber belajar tetapi lingkungan juga dapat digunakan sebagai sumber belajar. Sumber belajar yang digunakan dan proses pembelajaran siswa harus mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Model pembelajaran Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran (Slavin, 2010:4). Menurut Agus Suprijono (2010:54-65) menjelaskan pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua


(14)

jenis kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2012: 202). Kelompok-kelompok kecil membuat siswa berinteraksi dengan siswa dalam satu kelompok. Siswa belajar tentang kerja sama, bertukar pendapat dan menolong siswa lain.

Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif. Perspektif pertama yaitu motivasi artinya penghargaan diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok. Perspektif kedua yaitu sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena anggota kelompok menginginkan semua anggotanya memperoleh keberhasilan. Perspektif ketiga yaitu pengembangan kognitif artinya melalui interaksi antar anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi (Wina Sanjaya, 2006: 242).

Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe seperti jigsaw, STAD, TGT, Make a Match dan lainnya. Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel. Para siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Siswa diberi tugas membaca bab atau topik


(15)

dengan fokus yang berbeda pada masing-masing kelompok asal. Siswa yang telah membaca berkelompok dengan kelompok yang lain membahas topik yang sama sebagai kelompok ahli. Para siswa yang berasal dari kelompok ahli bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Kunci metode Jigsaw ini adalah interdependensi. Setiap siswa bergantung pada teman satu timnya untuk memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilainan (Slavin, 2005: 237-246).

Student Team-Achievement Divisions (STAD) merupakah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk guru baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2005: 143). Model pembelajaran ini terdiri lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim.

Menurut Slavin (2005: 163-166) Team-Game-Turnamen (TGT) hampir sama dengan STAD hanya saja pada TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu. Sistem skor kemajuan individu pada TGT yaitu para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan tim lain yang kinerja akademiknya setara dengan mereka.

Make a Match merupakan model pembelajaran kooperatif yang beranggotakan dua kelompok besar yaitu kelompok pertanyaan dan jawaban. Para siswa yang sudah belajar tentang materi diberi kartu


(16)

pertanyaan dan jawaban. Siswa mencari pasangan mereka sesuai kartu yang mereka dapatkan.

Berdasarkan beberapa tipe-tipe model kooperatif ini peneliti mengambil tipe Make a Match sebagai variabel bebas penelitian. Tipe Make a Match paling sesuai dengan materi yang digunakan pada penelitian yaitu “Getaran dan Gelombang”. Model kooperatif tipe Make a Match pada penelitian ini digunakan pada akhir pembelajaran yang berfungsi sebagai evaluasi pembelajaran.

4. Ma

ke a Match

Make a Match merupakan salah satu bagian dari struktural yang menekankan pada struktur yang dirancang yang digunakan untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tersebut memiliki tujuan umum diantaranya untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan mengajarkan keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 44-48).

Tabel 2.1.Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif

Fase-fase Perilaku Guru

Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan menyiapkan siswa

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa

Fase 2: Present information Menyajikan informasi

Mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal

Fase 3: Organize students into learning teams

Mengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada siswa tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien

Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama siswa mengerjakan tugasnya


(17)

Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi

Menguji pengetahuan siswa mengenai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase 6: Provide recognition

Memberikan penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok

Sumber : (Sugiyanto, 2010: 44-48).

Metode Make a Match (mencari pasangan) pertama kali dikembangkan oleh Lorna Curran (Miftahul Huda, 2011: 113) mencari variasi mode berpasangan. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode ini cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun tetap bisa diajarkan dengan metode ini.

Langkah- langkah pembelajaran Make a Match:

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep atau topik yang cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian).

b. Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.

c. Mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.

d. Siswa dapat bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memegang kartu yang berhubungan.

Miftahul Huda (2013: 253-254) mengatakan bahwa kelebihan dan kelemahan model Cooperative Learning tipe Make a Match adalah :


(18)

a. Kelebihan model pembelajaran tipe Make a Match antara lain.

1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik

2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan

3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa

4) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi

5) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. b. Kelemahan model pembelajaran tipe Make a Match antara lain:

1) Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang.

2) Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.

3) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan. 4) Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada

siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu. 5) Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan

kebosanan.

Berdasarkan paparan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match merupakan model pembelajaran konstrukstivisme yang membagi siswa menjadi dua


(19)

kelompok besar. Model pembelajaran ini membuat siswa lebih berinteraksi dengan siswa yang lain. Model pembelajaran ini menggunaka media kartu untuk pertanyaan dan jawaban.

5. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain (Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel & Merrell, 1998).

Keterampilan sosial yang dimaksudkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2007) mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill), kecakapan bekerjasama (collaboration skill) dan kecakapan bertanggung jawab (accountability skill). Jarolimek dalam Jakiatin Nisa (2010: 62) mengemukakan bahwa keterampilan sosial dapat meliputi: living and working together;taking turns; respecting the right of others; being socially sensitive (hidup dan bekerjasama, bergiliran, respek dan sensitif terhadap hak orang lain). Learning self-control and self-direction (belajar mengontrol diri dan tahu diri). Sharing ideas and experience with others (berbagi ide dan pengalaman dengan orang lain).


(20)

Sub indikator dalam keterampilan sosial menurut Jarolimek dalam Jakiatin Nisa (2010: 62) yaitu:

1. Bekerja Sama meliputi membantu/menolong orang lain, menghargai orang lain, dan bergiliran

2. Mengontrol diri dan orang lain meliputi mengucapkan kata-kata baik, mengontrol emosi, dan mengikuti petunjuk/aturan

3. Menyampaikan pendapat yaitu menyampaikan pendapat dan menerima pendapat

Berdasarkan rujukan maka keterampilan sosial adalah keterampilan seseorang kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif sesuai dengan situasi dan kondisi dan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain. Keterampilan sosial mencakup kecakapan berkomunikasi, kecakapan bekerjasama dan kecakapan bertanggung jawab. Keterampilan sosial yang digunakan pada penelitian ini adalah keterampilan bekerja sama, mengontrol diri dan orang lain, dan menyampaikan pendapat.

6. Hasil Belajar

Hasil belajar siswa merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran. Hasil belajar menurut Sugandi (2007:63) hasil belajar merefleksikan keleluasaan, kedalaman, dan kompleksitas (secara bergradasi) dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Aspek


(21)

perubahan perilaku tersebut tergantung yang dipelajari oleh siswa (Achmad Rifa’i, 2009:85).

Menurut Bloom (dalam Agus Suprijono: 2010:5-7) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam perkembangannya taksonomi Bloom dimulai sejak tahun 1948 oleh Bloom di bawah bimbingan Ralph Tyler, dan baru diselesaikan dan dipublikasikan resmi tahun 1956. Bloom dan kawan-kawan mengembangkan ranah koognitif menjadi enam klompok, yang tersusun secara hierarki mulai dari kemampuan yang paling rendah (lower order thinking) sampai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), yaitu: 1) knowledge, 2) comprehension, 3) application-ketiganya termasuk lower order thinking, dan 4) analysis, 5) syinthesis, dan evaluation yang termasuk dalam higher order thinking.

Taksonomi Bloom yang lama direvisi menurut Anderson dan Krathwohl ada enam proses kognitif yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan. Hasil revisi yang dilakukan oleh Anderson dan Krathwohl menjadikan enam kategori proses kognitif menurut tingkat kompleksistas (Wowo Sunaryo Kuswana, 2012: 109-110). Mengingat artinya mendapatkan kembali pengetahuan yang tersimpan pada memori jangka panjang. Memahami artinya mendeskripsikan isi pembelajaran mencakup tulisan dan komunikasi grafik. Menerapkan artinya menggunakan prosedur dalam situasi yang diharapkan. Menganalisis artinya memecah materi menjadi bagian-bagian


(22)

pokok dan menggambarkan bagian-bagian tersebut. Mengevaluasi artinya menilai yang didasarkan pada standar kriteria. Menciptakan artinya menempatkan bagian secara bersama pada suatu ide untuk memperoleh hasil yang baik.

Tabel 2.2. Hubungan dan Dimensi Proses Kognitif

Kategori proses kognitif Contoh

1. Mengingat:

Mendapatkan pengetahuan dari memori jangka panjang

1.1 Mengenal Tanggal-tanggal penting sejarah

negara

1.2 Mengingat Mengingat kembali tanggal-tanggal penting sejarah negara

2. Memahami:

Membangun pengertian dari pesan pembelajaran, diantaranya oral, tulisan dan komunikasi grafik

2.1 Mengartikan Menguraikan dengan kata-kata

sendiri dalam pidato

2.2 Memberikan contoh Memberikan contoh macam-macam gaya lukisan artistik

2.3 Mengklasifikasi Mengamati atau menggambarkan kasus kekacauan mental

2.4 Menyimpulkan Menulis kesimpulan pendek dari kejadian yang ditayangkan video

2.5 Menduga Mengambil kesimpulan dasar-dasar

contoh dari pembelajaran bahasa asing

2.6 Membandingkan Membandingkan

peristiwa-peristiwa sejarah dengan situasi sekarang

2.7 Menjelaskan Menjelaskan penyebab peristiwa penting Perancis abad ke 18

3. Menerapkan:

Menggunakan prosedur dalam situasi yang diberikan

3.1 Menjalankan Membagi sau angka dengan seluruh angka dengan perkalian

3.2 Melaksanakan Menetapkan situasi tepatnya hukum Newton yang kedua


(23)

Kategori proses kognitif Contoh 4. Menganalisis:

Memecah materi menjadi bagian-bagian pokok dan mendeskripsikan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu sama lain maupun menjadi sebuah struktur keseluruhan atau tujuan

4.1 Membedakan Membedakan angka yang relevan dan tidak relevan dalam satu soal matematika

4.2 Mengorganisasi Bukti-bukti struktur dalam deskripsi sejarah menjadi sesuatu atau melawan sesuatu penjelasan sejarah

4.3 Mendekonstruksi Menetapkan pandangan para ahli dalam pandangan politiknya

5. Menilai:

Membuat penilaian yang didasarkan pada kriteria standar

5.1 Memeriksa Menetapkan apakah kesimpulan

para ilmuan sesuai dengan data yang diteliti

5.2 Menilai Menilai antara dua metode mana yang terbaik yang dapat menyelesaikan masalah

6. Menciptakan:

Menempatkan bagian-bagian secara bersama-sama kedalam suatu ide semuanya saling berhubungan untuk membuat hasil yang baik

6.1 Menghasilkan Menghasilkan hipotesis untuk menghitung fenomena yang sudah diteliti

6.2 Merencanakan Merencanakan penelitian mengenai masalah sejarah

6.3 Membangun Membangun sebuah habitat baru untuk menyakinkan tujuan yang baru

Sumber: Wowo Sunaryo Kuswana, (2012: 117-118)

Berdasarkan paparan di atas bahwa hasil belajar kognitif adalah perubahan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Hasil belajar kognitif digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan proses pembelajaran.


(24)

Dalam penelitian ini peneliti mengambil 4 tingkatan kognitif yaitu mengingat, memahami, menerapkan dan menganalisis.


(25)

7. Kajian Keilmuan a. Getaran

Getaran adalah salah satu bentuk gerak yang khusus (Mirza Satriawan, 2007: 1). Getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Satu getaran didefinisikan sebagai satu kali bergetar penuh, yaitu dari titik awal kembali ke titik tersebut. Gerakan yang dilakukan dari titik awal kembali ke titik tersebut disebut getaran harmonis. Getaran-getaran harmonis ini banyak dijumpai sehari-hari misalnya sebatang per yang disimpangkan kemudian dilepaskan, getaran-getaran senar, dan kolom udara pada alat musik dan lain sebagainya.

Gambar 2.1. Gerak Bolak-Balik Benda Sumber: (Saeful Karim, 2008: 238)

Satu kali getaran yang dialami bandul pada gambar di atas adalah ketika bandul bergerak dari titik A1 kembali ke titik A ( A-B-C-B-A ) atau dari titik B kembali ke titik B ( B-C-B-A-B) (Saeful Karim, 2008: 238).. Getaran juga dapat dilihat pada pegas yang diberi beban, kemudian diberi simpangan dan dibiarkan bergerak bolak-balik di sekitar titik


(26)

kesetimbangannya. Mistar plastik yang salah satu ujungnya ditahan tetap dan ujung yang lain diberi simpangan akan bergetar pula setiap benda yang melakukan gerak bolak balik di sekitar titik kesetimbangannya dikatakan bergetar

Parameter-parameter getaran 1) Amplitudo Getaran

Gambar 2.2 Gerak Amplitudo Benda Sumber: (Saeful Karim, 2008: 328)

Pada gambar di atas, misalkan kita anggap titik B adalah titik kesetimbangan. Simpangan terbesar getaran pada gambar di atas adalah jarak BA atau BC. Simpangan terbesar disebut amplitudo.

2) Periode Getaran

Periode getaran adalah waktu yang ditempuh benda dalam melakukan satu kali getaran. Periode dilambangkan dengan T. Untuk menghitung periode getaran, digunakan persamaan berikut (Saeful Karim, 2008: 239)


(27)

T = ... (1) (Saeful Karim, 2008: 239)

dimana :

T = periode getaran ( sekon atau detik ) � = Waktu ( sekon atau detik )

N = banyaknya getaran 3) Frekuensi Getaran

Frekuensi getaran adalah banyaknya getaran yang dilakukan dalam satu detik. Frekuensi dilambangkan dengan f. Untuk menghitung frekuensi getaran, digunakan persamaan berikut (Saeful Karim, 2008: 239).

f = ... (2) (Saeful Karim, 2008: 239)

dimana :

f = frekuensi getaran ( Hertz atau Hz ) � = Waktu ( sekon atau detik )

N = banyaknya getaran b. Gelombang

Gelombang adalah getaran yang merambat. Setiap titik yang dilalui gelombang terjadi getaran, dan getaran tersebut berubah fasenya sehingga tambak sebagai getaran yang merambat (Mirza Satriawan, 2007: 14). Gelombang adalah getaran yang merambat dalam suatu medium. Dalam peristiwa perambatan gelombang yang merambat hanyalah


(28)

getarannya/usikannya, sedang mediumnya/zat perantaranya tetap (Saeful Karim, 2008: 239).

1) Berdasarkan medium perantaranya gelombang dibedakan menjadi 2 macam yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromagnet (Sutrisno, 1979: 5).

a) Gelombang mekanik adalah gelombang yang merambat memerlukan zat perantara. Gelombang mekanis dicirikan oleh pengangkutan tenaga melalui materi oleh gerak suatu gangguan di dalam materi tersebut tanpa suatu gerak yang bersangkutan dari materi itu sendiri (Halliday,R.1985:609-610).Contoh : gelombang laut, gelombang bunyi, gelombang pada tali, gelombang pada slinki.

b) Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang ditimbulkan oleh getaran medan listrik dan medan magnet dan dapat merambat tanpa medium zat perantara. Contohnya : gelombang radio, gelombang cahaya, gelombang radar, sinar x, sinar alfa, sinar beta, dan sinar gama.

2) Jenis-jenis Gelombang

Ada dua jenis gelombang yang dapat di lihat dari arah ramabatan gelombangnya, yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal.

a) Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatannya tegak lurus dengar arah getarannya.Misalnya, sebuah tali vertikal di


(29)

bawah tegangan dibuat berosilasi bolak-balik di sebuah ujung maka sebuah gelombang transversal akan berjalan sepanjang tali tersebut. Gangguan atau usikkan bergerak sepanjang tali tetapi partikel-partikel tali bergetar di dalam arah yang tegak lurus kepada arah penjalaran gangguan (Halliday,R.1985: 610).

b) Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah rambatnya sejajar (berimpit) dengan arah getarnya. Misalnya, bila sebuah pegas vertikal di bawah tegangan dibuat berisolasi ke atas dan ke bawah di suatu ujung maka sebuah gelombang longitudinal berjalan sepanjang pegas tersebut. Tali-tali akan bergetar bolak-balik di dalam arah dimana gangguan berjalan sepanjang pegas atau sejajar. Contoh lain pada gelombang longitudinal yaitu gelombang bunyi di dalam gas (Halliday,R.1985: 612).

3) Parameter-parameter gelombang a) Periode

Periode gelombang adalah waktu yang diperlukan gelombang untuk melakukan satu panjang gelombang (Saeful Karim, 2008: 240).


(30)

Frekuensi gelombang adalah jumlah gelombang yang lewat satu titik selama satu detik (Saeful Karim, 2008: 240). Hubungan antara periode dan frekuensi dapat dituliskan sebagai berikut :

T = atau f = ... (3) (Saeful Karim, 2008: 240)

dimana :

T = periode gelombang ( sekon atau detik ) f = frekuensi gelombang ( Hertz atau Hz ) c) Panjang gelombang

Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh gelombang dalam satu periode. Panjang satu gelombang sama dengan jarak yang ditempuh dalam waktu satu periode.

 Panjang gelombang dari gelombang transversal

Gambar 2.3. Gelombang Transversal Sumber: (Saeful Karim 2008: 241)

Pada gelombang transversal, satu gelombang terdiri atas 1 puncak dan 1lembah. Jarak antara dua puncak atau dua lembah yang berurutan disebut setengah panjang gelombang atau ½ λ (lambda)


(31)

 Panjang gelombang dari gelombang longitudinal

Gambar 2.4 Gelombang Longitudinal Sumber: (Saeful karim, 2008: 246)

Pada gelombang longitudinal, satu gelombang (1 λ) terdiri dari 1 rapatan dan 1 renggangan.

d) Cepat rambat gelombang

Cepat rambat gelombang adalah jarak yang ditempuh gelombang tiap detik (Saeful Karim, 2008: 247). Hubungan antara v, λ, dan f dituliskan dalam persamaan sebagai berikut.

v= atau v = f λ ... (4) (Saeful Karim, 2008: 247)

dimana :

v = cepat rambat gelombang ( m/s ) λ = panjang gelombang ( m )

T = per iode gelombang ( s ) f = frekuensi gelombang ( Hz) 4) Pemantulan Gelombang

Pada saat berteriak di lereng sebuah bukit, maka akan terdengar suara kembali setelah beberapa saat. Hal ini membuktikan bahwa bunyi dapat dipantulkan. Bunyi merupakan salah satu contoh gelombang mekanik. Berdasarkan uraian sebelumnya dan dari hasil


(32)

diskusi, dapat disimpulkan bahwa salah satu sifat gelombang adalah dapat dipantulkan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering melihat pemantulan gelombang air kolam oleh dinding kolam, ataupun gelombang ombak laut oleh pinggir pantai. Dapat diterimanya gelombang radio dari stasiun pemancar yang sedemikian jauh juga menunjukkan bahwa gelombang radio dapat dipantulkan atmosfer bumi (Saeful Karim, 2008: 248)

Gambar 2.5 Pemantulan Tali Ujung Terikat Sumber: (Saeful Karim, 2008: 249)

Sebuah gelombang merambat pada tali, jika ujung tali diikat pada suatu penopang, gelombang yang mencapai ujung tetap tersebut memberikan gaya keatas pada penopang. Penopang memberikan gaya yang sama tetapi berlawanan arah ke bawah pada tali. Gaya ke bawah pada tali inilah yang membangkitkan gelombang pantulan yang terbalik (Saeful Karim, 2008: 249).


(33)

Gambar 2.6. Pemantulan Tali Ujung Bebas Sumber: (Saeful Karim, 2008: 249)

Pada Gambar ujung yang bebas tidak ditahan oleh sebuh penopang. Gelombang cenderung melampaui batas. Ujung yang melampaui batas memberikan tarikan ke atas pada tali dan inilah yang membangkitan gelombang pantulan yang tidak terbalik (Saeful Karim, 2008: 249).

B. Hasil Penelitian Relevan

1. Pada tahun 2012, penelitian Ita Ulansari dan Bertha Yonanta mengenai keterampilan sosial siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pokok larutan penyangga di SMAN 1 Sumberrejo Bojonegoro, hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa keterampilan sosial yang meliputi keterampilan komunikasi, keterampilan kerjasama dan keterampilan tanggung jawab pada pelaksanaan kegiatan


(34)

belajar mengajar dapat dikategorikan memberikan hasil yang positif, karena rata-rata pada tiap aspek keterampilan sosial yang diamati sebanyak ≥ 60% siswa memperoleh nilai memuaskan. Berdasarkan kegiatan belajar mengajar I, II dan III keterampilan sosial siswa yang diamati semakin menunjukkan peningkatan terhadap kategori penilaian.

2. Tahun 2014, penelitian Anita Ekantini pengembangan LKPD IPA dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berpadu eksperimen untuk meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif siswa SMP berdasarkan hasil uji-t terhadap keterampilan sosial H0 ditolak dengan taraf signifikansi 0,000. Variabel keterampilan sosial memberikan sumbangan efektif terhadap hasil belajar kognitif lebih besar (9,76%) jika dibandingkan kemampuan awal (8,24%)


(35)

C. Kerangka Pikir Penelitian

IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai objek, fenomena dan gejala alam. Pembelajaran IPA hendaknya menerapkan tentang hakikat IPA yaitu, produk,proses dan nilai. Proses pembelajaran IPA harusnya mengaktifkan siswa (student centered). Keterampilan sosial ini memiliki peran penting dalam belajar di kelas. Karena dengan keterampilan sosial tersebut maka siswa akan mudah bersosialisasi dengan siswa lain maupun guru. Pembelajaran aktif akan membuat siswa semangat siswa untuk belajar IPA.

Model pembelajaran memiliki peran yang sangat penting, sehingga perlu disesuaikan antara model pembelajaran dan tujuan dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif adalah Cooperative Learning. Model ini dapat membuat siswa lebih aktif sehingga keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif siswa akan meningkat.

Model Cooperative Learning terdapat beberapa tipe, tipe yang digunakan adalah Make a Match yaitu berpasangan dengan sebuah kartu pertanyaan dan jawaban. Siswa yang telah belajar tentang materi getaran dan gelombang diberi kartu pertanyaan dan jawaban. Kartu yang dibagikan berisi materi sesuai meteri yang telah dipelajari. Siswa tidak hanya bermain dengan permainan kartu tetapi sekaligus belajar tentang


(36)

meteri tersebut. Pada saat siswa mencari pasangan kartu yang mereka dapatkan keterampilan sosial siswa diasah.

Keterampilan sosial siswa diasah dari pertemuan pertama hingga pertemuan ketiga. Keterampilan sosial yang diasah terus menerus maka keterampilan sosial yang dimiliki siswa akan meningkat. Hasil belajar siswa akan meningkat dengan penggunaan materi sebagai bahan permainan. Proses pembelajaran akan menarik, diimbangi dengan keterampilan sosial dan hasil belajar yang meningkat.


(37)

Gambar 2.7. Alur Kerangka Berpikir Penelitian

D.Hipotesis Penelitian

Ada/tidak pengaruh model Cooperative Learning tipe Make a Match terhadap keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif Fakta :

1. Sistem pembelajaran masih menggunakan teacher centered, padahal untuk mengembangkan

keterampilan siswa harus

berorientasi pada student centered. 2. Siswa masih belajar dengan pasif,

keterampilan sosial siswa belum muncul.

3. Hasil belajar kognitif siswa masih rendah.

Teori :

1. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik, selain untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademik juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa (Rusman, 2010: 209). 2. Struktur tersebut memiliki tujuan

umum diantaranya untuk

meningkatkan penguasaan isi

akademik dan mengajarkan

keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 44-48).

Dilakukan pengujian untuk meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar siswa

Keterampilan sosial: a. Living and Working

Together (Bekerja

sama)

b. Learning Self

Control and Self

Direction

(Mengontrol diri dan orang lain)

c. Sharing Ideas and Experiences

(Menyampaikan pendapat)

Hasil belajar kognitif a. Mengingat

b. Memahami

c. Menerapkan d. Menganalisis Sintak model

Cooperative Learning

tipe Make a Match: a. Menyampaikan

tujuan dan

menyiapkan siswa b. Menyajikan

informasi

c. Mengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar

d. Membantu kerja tim dan belajar e. Mengevaluasi f. Memberi penghargaan dapat mempengaruhi dapat mempengaruhi


(38)

1. Model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match dalam pembelajaran IPA berpengaruh positif terhadap keterampilan sosial siswa SMP.

2. Model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match dalam pembelajaran IPA berpengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif siswa SMP.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian eksperimen, namun karena variabel kontrolnya sulit untuk dikontrol semua sehingga dilakukannya metode ini yaitu quassi exsprimen (Sugiyono, 2010: 3). Penelitian ini menggunakan desain nonequivalent control group desain dengan menggunakan dua kelas yang terdiri dari kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas kontrol akan diberikan pembelajaran konvensional (pembelajaran langsung) sedangkan kelas eksperimen akan diberikan pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match. Dengan perbedaan perlakuan ini maka akan dilihat hasil kemampuan sosial dan hasil belajar kognitif siswa.

Siswa pada masing-masing kelompok sebelum diberikan perlakuan, terlebih dahulu diberikan tes untuk memastikan kemampuan awal siswa (pretest). Pada akhir penelitian siswa juga diberikan tes (posttest), tes ini berfungsi melihat hasil belajar kognitif siswa. Apakah hasil belajar kognitif pada kelas eksperimen meningkat setelah diberikan perlakuan pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match.

Desain penelitian quassi eksperiment dengan design nonequivalent control group design (Sugiyono, 2007: 116) pada gambar 3.1.


(40)

Gambar 3.1. Rancangan Nonequivalent Control Group Design Keterangan:

O1: pengukuran kemampuan awal kelompok eksperimen O2: pengukuran kemampuan akhir kelompok eksperimen X : pemberian perlakuan

O3: pengukuran kemampuan awal kelompok kontrol O4: pengukuran kemampuan akhir kelompok kontrol B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 2 Wates Kulon Progo DIY. 2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April semester genap tahun ajaran 2015/2016.

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau dari aktivitas yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti agar dapat dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan (Sugiyono, 2010: 61).


(41)

Variabel bebas dalam penelitian adalah model pembelajaran yang digunakan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match sedangkan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional atau pembelajaran langsung.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif siswa.

c. Variabel kontrol

Variabel yang dikontrol dalam penelitian atau variabel yang sengaja dikendalikan oleh peneliti sebagai usaha untuk menghilangkan pengaruh lain selain variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel kontrol dalam penelitian ini pada dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah:

1) Proses pembelajaran menggunakan guru yang sama

2) Materi pembelajaran dikontrol dengan menggunakan pokok bahasan yang sama yaitu tentang getaran dan gelombang

3) Waktu pembelajaran, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan materi dalam jumlah waktu pertemuan yang sama

4) Kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam tingkat yang sama


(42)

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, agar tidak terjadi kesalahan penafsiran mengenai istilah-istilah dalam penelitian ini, maka ada beberapa istilah (definisi operasional) yang perlu dijelaskan sebagai berikut.

a. Model Pembelajaran Make a Match

Metode pembelajaran Make a Match adalah metode pembelajaran guru yang mengelompokkan siswa menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah kelompok pertanyaan dan kelompok kedua adalah kelompok jawaban. Kedua kelompok ini akan diberikan kartu pertanyaan dan jawaban yang nantinya siswa akan berusaha mencari pasangannya. Materi yang digunakan untuk pertanyaan dan jawaban adalah getaran dan gelombang. Make a Match dilakukan pada saat evaluasi pembelajaran setiap pertemuan. b. Keterampilan sosial

Keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan tujuan pribadinya dengan perilaku atau tingkah laku terhadap lingkungannya. Keterampilan sosial ini kerja sama, mengontrol diri dan orang lain, dan menyampaikan pendapat.

c. Hasil belajar kognitif

Hasil belajar kognitif adalah perubahan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah mengingat, memahami, menerapkan, dan menganalisis.

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian


(43)

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012: 117). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 2 Wates yaitu terdiri dari kelas VIII A, VIII B, VIII C, VIII D dan VIII E.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2006: 109). Sampel yang diambil dalam penelitian menggunakan teknik sampling. Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel oleh peneliti (Sugiyono, 2012: 118). Teknik sampling ini ada beberapa namun yang digunakan oleh peneliti adalah cluster random sampling yaitu sampel diambil dari kelas VIII yang ada di SMP N 2 Wates. Seluruh kelas ditulis dalam kertas kemudian diundi untuk menentukan kelas mana yang akan digunakan dalam penelitian. Hasil undian adalah dua kelas, kelas pertama digunakan untuk kelas eksperimen sedangkan kelas yang satu lagi untuk kelas kontrol. Berdasarkan hasil undian yang dilakukan kelas VIII C sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas VIII D kelas kontrol.

E.Teknik dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data


(44)

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik tes dan non-tes. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu soal pretest-posttest dan lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk keterampilan sosial sedangkan soal digunakan untuk hasil belajar kognitif siswa.

Keterampilan sosial dilihat beberapa aspek bekerja sama dengan orang lain (bergiliran, menghargai hak orang lain, dan memiliki kepekaan sosial), keterampilan untuk cara mengontrol diri dan orang lain, dan keterampilan bertukar pendapat dan pengalaman dengan lainnya.

a. Instrumen nontes

Instrumen nontes yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi keterlaksanaan dan lembar observasi keterampilan sosial. Berikut adalah penjelasan masing-masing instrumen nontes. 1) Lembar Observasi

Lembar observasi keterampilan sosial disusun untuk mengetahui peningkatan keterampilan sosial siswa selama proses pembelajaran. Tabel. 3.1. Kisi-kisi Lembar Observasi Keterampilan Sosial

Indikator Keterampilan Sosial

Sub Indikator Keterampilan Sosial

Living and Working Together (bekerja sama)

1. Membantu/menolong orang lain (diambil dari Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey for Social Relationship Skills and Survey for Decision Making and Problem Solving Skills)

2. Menghargai (diambil dari Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey for Social Relationship


(45)

Indikator Keterampilan Sosial

Sub Indikator Keterampilan Sosial

Skills)

3. Bergiliran (diambil dari Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey for Social Relationship Skills

Learning Self Control and Self Direction

(Mengontrol diri dan orang lain)

1. Mengucapkan Kata-kata baik (diambil dari Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey for Social Relationship Skills) 2. Mengontrol Emosi (diambil dari

Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey of skills for Ekspressing Feeling and Survey of Conflict Management Skills) 3. Mengikuti Petunjuk/aturan

(diambil dari Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey for Social Relationship Skills) Sharing Ideas and

Experiences

(Menyampaikan pendapat)

1. Menyampaikan Pendapat (diambil dari Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey Of Skill for Initial Social Skills) 2. Menerima pendapat (diambil dari

Skills and Curiculum Guide, 1992 Survey Of Skill for Initial Social Skills)

Diadaptasi dari Skills and Curiculum Guide Jarolimek, dalam Jakiatin Nisa (2010:62)

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran berisi beberapa pernyataan-pernyataan yang mendeskripsikan aktivitas pembelajaran yang berlangsung di kelas, kegiatan ini berdasarkan dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lembar observasi diberikan kepada


(46)

observer yang digunakan untuk memperoleh deskripsi atau data kegiatan pembelajaran. Data ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Siswa ini apakah sudah melakukan kegiatan yang akan diamati observer atau belum. Lembar observasi ini menggunakan skala Guttman dengan penilaian menggunakan dua kategori yakni Ya dan

Tidak. Kegiatan dengan kategori keterlaksanaan “YA” diberi skor 1, dan kegiatan dengan keterlaksanaan “Tidak” diberi skor 0. Skor yang didapatkan siswa akan dan dijadikan skala kuantitatif.

Tabel. 3.2. Kisi-Kisi Lembar Keterlaksanaan Model Pembelajaran Cooperative Learning

No. Tahap Pembelajaran Indikator

1

Present goals and set Menyampaikan tujuan dan menyiapkan peserta didik

Mengajukan pertanyaan apersepsi

Menyampaikan tujuan pembelajaran

2 Present information Menyajikan informasi

Menjelaskan materi yang akan dipelajari

3 Organize students into learning teams

Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar

Mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok kecil

Menjelaskan kegiatan percobaan

4 Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar

Membantu kelompok dalam kegiatan percobaan

5 Test on the materials Mengevaluasi

Peserta didik menyampaikan hasil percobaan/ pengamatan dan diskusi


(47)

No. Tahap Pembelajaran Indikator

Mengelompokkan peserta didik menjadi dua kelompok besar

Membagikan kartu dan melakukan permainan kartu pertanyaan dan jawaban Guru membantu peserta didik menyimpulkan materi

pembelajaran 6 Provide recognition

Memberikan penghargaan

Memberikan penghargaan kepada peserta didik

2. Instrumen Tes

Instrumen tes digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa yang berupa soal pilihan ganda. Instrumen tes digunakan untuk pretest dan posttest. Pretest digunakan untuk mengukur kemampuan awal sebelum diberikan perlakukan. Posttest digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan perlakuan. Instrumen tes dibuat sebanyak 30 soal dengan materi “Getaran dan Gelombang”.

F. Validitas dan Reabilitas Instrumen 1. Uji Validitas Instrumen

Lembar atau instrumen yang akan digunakan dalam penelitian hendaknya sudah divalidasi. Validasi ini berupa validitas yang dilakukan oleh valodator. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Suharsimi Arikunto,


(48)

2006: 168). Apabila instrumen mendapatkan validitas yang baik maka dapat digunakan untuk penelitian. Validitas instrumen menggunakan program Iteman versi 3.00. Soal yang digunakan valid atau tidak dilihat dari porposi coreect, point biseral dan berdasarkan ada tidaknya kunci jawaban yang terindikasi salah.

2. Reliabilitas Butir Soal

Reliabilitas berhubungan dengan tingkat kepercayaan. Instrumen dikatakan reliabel jika memberikan hasil yang tetap atau ajeg apabila digunakan berkali-kali. Reliabilitas tes pada penelitian ini menggunakan program Iteman versi 3.00. Tingkat reliabilitas diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai dengan 1. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 108) diinterpretasikan dengan tingkat keterandaian instrumen, digunakan patokan sebagai berikut:

Tabel.3.3.Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Indeks Reliabel Kualifikasi Hasil

0,91 – 1,00 sangat tinggi

0,71 – 0,90 Tinggi

0,41 – 0,70 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 sangat rendah

Sumber : Arikunto (2006: 108)


(49)

Data yang diperoleh dari penelitian dapat berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dari data kualitatif yang diubah menjadi kuantitatif. Untuk menganalisis data yang diperoleh menggunakan beberapa uji yaitu: 1. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah data pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan uji statistik deskriptif program SPSS versi 18.00. Penggunaan statistik parametris mensyaratkan bahwa data setiap variabel yang dianalisis harus terdistribusi normal (Sugiyono, 2011: 171). Uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (One Sample K-S). Menurut Triton (2006: 79) data dikatakan normal apabila probabilitas atau (Sig.) > 0,05.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel yang digunakan berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Cara yang digunakan untuk mengetahui homogenitasnya dengan membandingkan kedua variansnya. Uji homogenitas dilakukan pada data awal nilai Ujian Tengah Semester (UTS) dan nilai pretest. Uji Homogenitas dianalisis menggunakan Test of Homogeneity of Varians menggunakan program analisis SPSS 18.00. Menurut Triton (2006: 87) data homogen


(50)

apabila probabilitas (Sig.) >0,05 dan bila probalitas (Sig.) <0,05 tidak homogen.

2. Uji Hipotesis a. Uji-t

Data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji-t dua sampel independen (independent-samples t test) menggunakan program SPSS versi 18.00. Bentuk hipotesisnya jika nilai P-value (signifikasi) (2-tailed) ≥ α, dimana α = 0,05; maka H0 diterima dan diinterpretasikan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan sosial atau hasil belajar kognitif siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. b. Gain Ternormalisasi (N-Gain)

Uji gain ternormalisasi (N-Gain) dilakukan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan perlakuan. Peningkatan ini diambil dari nilai pretest dan posttest yang disapatkan oleh siswa. Gain ternormalisasi atau yang disingkat dengan N-Gain merupakan perbandingan skor gain aktual dengan skor gain maksimum. (Richard R. Hake, 1998: 65). Skor gain aktual yaitu skor gain yang diperoleh siswa sedangkan skor gain maksimum yaitu skor gain tertinggi yang mungkin diperoleh siswa. Perhitungan skor gain ternormalisasi (N-Gain) dapat dinyatakan dalam rumus berikut:

...(6) Keterangan :


(51)

<Sf> = Skor Posttest <Si> = Skor Pretest

Besar ukuran efek yang diberikan pendekatan Cooperative Learning tipe Make a Match dapat diketahui melalui analisis ukuran efek atau effect size. Menurut Cohen (Dali S. Naga, 2005:2), besarnya effect size adalah selisih rerata yang dinyatakan dalam simpangan baku, yaitu.

... (7) Keterangan:

d : ukuran efek

: rata-rata gain ternormalisasi (N-Gain) kelas eksperimen : rata-rata gain ternormalisasi (N-Gain) kelas kontrol

Adapun kriteria effect size menurut Cohen (Dali S. Naga, 2005: 2), dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4. Kriteria Effect Size Ukuran efek Kriteria

0 < d ≤ 0,2 Efek kecil

0,2 < d ≤ 0,8 Efek sedang

d > 0,8 Efek besar Sumber : Dali S. Naga (2005: 2)

3. Pengolahan Data Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar keterlaksanaa di nilai oleh observer penelitian yang telah memahami rubrik atau pedoman penelitian sehingga observer dapat menggunakan dan menilai keterlaksanaan pembelajaran dengan benar.


(52)

Persentase keterlaksanaan pembelajaran dihitung menggunakan rumus persentase sebagai berikut.

% keterlaksanaan= % ... (8)

Persen keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh selanjutnya diubah menjadi data kualitatif dengan menggunakan kriteria dari Eko Putro Widoyoko (2009: 242).

Tabel 3.5. Persentase dan Kategori Keterlaksanaan Pembelajaran

No Persentase Kategori

1 80 ≤ X≤ 100 Sangat baik

2 60 ≤ X ≤ 80 Baik

3 40 ≤ X ≤ 80 Cukup

4 20 ≤ X ≤ 40 Kurang

5 0 ≤ X ≤ 20 Sangat kurang


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Rifa’i, dan Catharina Tri Anni. (2009). Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.

Ahmad Sholahuddin. (2011). Getaran dan Gelombang. Diunduh dari

https://sainsmediaku.wordpress.com/2011/03/16/getaran-dan-gelombang/

pada 30 Juli 2016 pukul 17.45 WIB

Agus Suprijono. (2010). Cooperative Laerning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anita Ekantini. (2014). Pengembangan LKPD IPA dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berpadu eksperimen untuk meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif peserta didik SMP. Yogyakarta: FMIPA UNY

Collette, Alfred T. & Chiappetta, Eugene L. (1994). Science Instruction in the Middle and Secondary Schools. New York : MacMillan Publishing Company.

Dali S. Naga. (2005). Ukuran Efek dalam Laporan Hasil Penelitian. Diakses dari http://dali.staff.gunadarma.ac.id [18Maret 2016].

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Konsep Pengembangan Model Integrasi Kurikulum Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarta : Puskur, Balitbang Depdiknas.

Desliana Maulipaksi. (2015). Pemerintah Siapkan Perangkat untuk Wajib Belajar

12 Tahun. Diunduh melalui internet dalam

http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2015/pemerintah-siapkan-perangkat-untuk-wajib-belajar-12-tahun pada tanggal 13 Juli 2016

Eko Putro Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gimpel, G.A. & Merrell, K.W. (1998). Social Skill of Children and Adolescents: Conceptualization, Assessment, Treatment. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publisher. http://www.questia.com/read/27773641/. Tanggal akses 17 Mei 2015.

Halliday, R. (1985). FISIKA.Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga Imam Fachruddin. 2009. Desain Penelitian. Malang.


(54)

Isjoni. (2009). Pembelajaran Koperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ita Ulansari dan Bertha Yonata. (2012). Keterampilan Sosial Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Materi Pokok Larutan Penyangga Di Sman 1 Sumberrejo Bojonegoro. Surabaya: Jurnal pendidikan. No.1 Vol.1

Jakiatin Nisa. (2010). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif tipe Think pair Square dan tipe Numbered Heads Together Terhadap Keterampilan Sosial Peserta Disik Pada Mata Pelajaran IPS. Lampung: Unila

Jihas, Asep dan Haris, Abdul. (2008). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta : Multi Press.

Miftahul Huda. (2011). COOPERATIVE Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Miftahul Huda. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Mirza Satriawan. (2007). Getaran dan Gelombang Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil. Yogyakarta: UGM

Muijs, Daniel, dan David Reynolds. (2008). Effective Teaching. terj. Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Nana Sudjana. (2005). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Ratna Wilis Dahar. (2011). Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga

Richard I. Arends. (2013). Belajar Untuk Mengajar ed. Rev. Made Frida Yulia. Jakarta: Salemba.Humanika.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press.

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press.

R. Hake, Richard. (1998). Analyzing Change/Gain Scores. Diakses dari :

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.[18 Marert 2016].

Saeful Karim, dkk, (2008). Membuka Cakrawala Alam Sekitar untuk Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.


(55)

Slavin, Robert. E. (2005). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek. (Terjemahan Nurulita Yusron). Bandung: Nusa Media.

Slavin, Robert. E.(2010). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek. (Terjemahan Nurulita Yusron). Bandung: Nusa Media.

Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugandi. (2007). Teori Pembelajaran. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.

Sugiyanto. (2010). Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Sutrisno.(1979). Fisika Dasar:Gelombang dan Optik. Bandung: ITB

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka

Triton. (2006). SPSS 16.0 Terapan, Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: ANDI Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahab Abdul Aziz. 2007. Metode dan Model-Model Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap dan. Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika

Wina Sanjaya. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Wowo Sunaryo Kuswana. (2012). Taksonomi Kognitif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


(56)

Yulia Siska. (2011). Penerapan Metod Bermain Peran (Role Playing) dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan. No.2. ISSN 1412-566X


(1)

<Sf> = Skor Posttest <Si> = Skor Pretest

Besar ukuran efek yang diberikan pendekatan Cooperative Learning tipe Make a Match dapat diketahui melalui analisis ukuran efek atau effect size. Menurut Cohen (Dali S. Naga, 2005:2), besarnya effect size adalah selisih rerata yang dinyatakan dalam simpangan baku, yaitu.

... (7) Keterangan:

d : ukuran efek

: rata-rata gain ternormalisasi (N-Gain) kelas eksperimen : rata-rata gain ternormalisasi (N-Gain) kelas kontrol

Adapun kriteria effect size menurut Cohen (Dali S. Naga, 2005: 2), dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4. Kriteria Effect Size Ukuran efek Kriteria

0 < d ≤ 0,2 Efek kecil 0,2 < d ≤ 0,8 Efek sedang

d > 0,8 Efek besar Sumber : Dali S. Naga (2005: 2)

3. Pengolahan Data Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar keterlaksanaa di nilai oleh observer penelitian yang telah memahami rubrik atau pedoman penelitian sehingga observer dapat menggunakan dan menilai keterlaksanaan pembelajaran dengan benar.


(2)

Persentase keterlaksanaan pembelajaran dihitung menggunakan rumus persentase sebagai berikut.

% keterlaksanaan= % ... (8)

Persen keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh selanjutnya diubah menjadi data kualitatif dengan menggunakan kriteria dari Eko Putro Widoyoko (2009: 242).

Tabel 3.5. Persentase dan Kategori Keterlaksanaan Pembelajaran

No Persentase Kategori

1 80 ≤ X≤ 100 Sangat baik

2 60 ≤ X ≤ 80 Baik

3 40 ≤ X ≤ 80 Cukup

4 20 ≤ X ≤ 40 Kurang

5 0 ≤ X ≤ 20 Sangat kurang


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Rifa’i, dan Catharina Tri Anni. (2009). Psikologi Pendidikan. Semarang:

Universitas Negeri Semarang Press.

Ahmad Sholahuddin. (2011). Getaran dan Gelombang. Diunduh dari https://sainsmediaku.wordpress.com/2011/03/16/getaran-dan-gelombang/ pada 30 Juli 2016 pukul 17.45 WIB

Agus Suprijono. (2010). Cooperative Laerning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anita Ekantini. (2014). Pengembangan LKPD IPA dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berpadu eksperimen untuk meningkatkan keterampilan sosial dan hasil belajar kognitif peserta didik SMP. Yogyakarta: FMIPA UNY

Collette, Alfred T. & Chiappetta, Eugene L. (1994). Science Instruction in the Middle and Secondary Schools. New York : MacMillan Publishing Company.

Dali S. Naga. (2005). Ukuran Efek dalam Laporan Hasil Penelitian. Diakses dari http://dali.staff.gunadarma.ac.id [18Maret 2016].

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Konsep Pengembangan Model Integrasi Kurikulum Pendidikan Kecakapan Hidup. Jakarta : Puskur, Balitbang Depdiknas.

Desliana Maulipaksi. (2015). Pemerintah Siapkan Perangkat untuk Wajib Belajar

12 Tahun. Diunduh melalui internet dalam

http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2015/pemerintah-siapkan-perangkat-untuk-wajib-belajar-12-tahun pada tanggal 13 Juli 2016

Eko Putro Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gimpel, G.A. & Merrell, K.W. (1998). Social Skill of Children and Adolescents: Conceptualization, Assessment, Treatment. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publisher. http://www.questia.com/read/27773641/. Tanggal akses 17 Mei 2015.

Halliday, R. (1985). FISIKA.Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga Imam Fachruddin. 2009. Desain Penelitian. Malang.


(4)

Isjoni. (2009). Pembelajaran Koperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ita Ulansari dan Bertha Yonata. (2012). Keterampilan Sosial Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Pada Materi Pokok Larutan Penyangga Di Sman 1 Sumberrejo Bojonegoro. Surabaya: Jurnal pendidikan. No.1 Vol.1

Jakiatin Nisa. (2010). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif tipe Think pair Square dan tipe Numbered Heads Together Terhadap Keterampilan Sosial Peserta Disik Pada Mata Pelajaran IPS. Lampung: Unila

Jihas, Asep dan Haris, Abdul. (2008). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta : Multi Press.

Miftahul Huda. (2011). COOPERATIVE Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Miftahul Huda. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Mirza Satriawan. (2007). Getaran dan Gelombang Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil. Yogyakarta: UGM

Muijs, Daniel, dan David Reynolds. (2008). Effective Teaching. terj. Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Nana Sudjana. (2005). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.

Ratna Wilis Dahar. (2011). Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga

Richard I. Arends. (2013). Belajar Untuk Mengajar ed. Rev. Made Frida Yulia. Jakarta: Salemba.Humanika.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press.

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press.

R. Hake, Richard. (1998). Analyzing Change/Gain Scores. Diakses dari : http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.[18 Marert 2016].

Saeful Karim, dkk, (2008). Membuka Cakrawala Alam Sekitar untuk Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat


(5)

Slavin, Robert. E. (2005). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek. (Terjemahan Nurulita Yusron). Bandung: Nusa Media.

Slavin, Robert. E.(2010). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek. (Terjemahan Nurulita Yusron). Bandung: Nusa Media.

Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugandi. (2007). Teori Pembelajaran. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.

Sugiyanto. (2010). Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Sutrisno.(1979). Fisika Dasar:Gelombang dan Optik. Bandung: ITB

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka

Triton. (2006). SPSS 16.0 Terapan, Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: ANDI Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahab Abdul Aziz. 2007. Metode dan Model-Model Mengajar. Bandung: Alfabeta.

Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap dan. Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika

Wina Sanjaya. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Wowo Sunaryo Kuswana. (2012). Taksonomi Kognitif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


(6)

Yulia Siska. (2011). Penerapan Metod Bermain Peran (Role Playing) dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan. No.2. ISSN 1412-566X