BUDAYA KERJA ORGANISASI PEMERINTAH3

(1)

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PRAJABATAN GOLONGAN III

Drs. Gering Supriyadi, MM Drs. Tri Guno, LLM

Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2006


(2)

Hak Cipta Pada : Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2006

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110

Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah

Jakarta – LAN – 2006 94 hlm: 15 x 21 cm ISBN: 979 – 8619 – 87 – 0

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2005 – 2009 telah menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah: (1) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai; (2) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia; serta (3) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi ini, mutlak diperlukan peningkatan kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang akan menjadi PNS. PNS memainkan peran dan tanggungjawabnya yang sangat strategis dalam mendorong dan mempercepat perwujudan visi tersebut.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS mengamanatkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Untuk mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan amanat PP 101 Tahun 2000 maka seorang CPNS harus mengikuti dan lulus Diklat Prajabatan sebagai syarat untuk dapat diangkat menjadi PNS.


(3)

Untuk mempercepat upaya meningkatkan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dengan pengendalian kualitas dengan standar tertentu dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan dapat lebih menyebar disamping jumlah alumni yang berkualitas dapat meningkat pula. Standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran dan lain-lain sampai pada aspek administrasi seperti persyaratan peserta, administrasi penyelenggaraan, dan sebagainya. Dengan standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni diharapkan dapat lebih terjamin.

Salah satu unsur Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan yang mengalami penyempurnaan antara lain modul atau bahan ajar untuk para peserta. Oleh karena itu, kami menyambut baik penerbitan modul yang telah disempurnakan ini, sebagai antisipasi dari perubahan lingkungan stratejik yang cepat dan luas diberbagai sektor. Dengan kehadiran modul ini, kami mengharapkan agar peserta Diklat dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali keluasan dan kedalaman substansinya bersama melalui diskusi sesama dan antar peserta dengan fasilitator para Widyaiswara dalam proses kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung.

Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan terima kasih. Semoga buku hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, Desember 2006

KEPALA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SUNARNO

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)... 2

C. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)... 3

BAB II BUDAYA KERJA ... 4

A. Pengertian Budaya... 4

B. Pengertian Kerja ... 6

C. Pengertian Budaya Kerja ... 7

D. Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja... 11

E. Prinsip-prinsip Budaya Kerja ... 11

BAB III NILAI-NILAI BUDAYA KERJA ... 14

A. Unsur-Unsur Falsafah... 14

B. Arti dan Makna Nilai... 17

C. Nilai Budaya Kerja Yang Melekat Pada Kebijakan ... 20


(4)

vi

BAB IV WAWASAN TUGAS

ORGANISASI PEMERINTAH ... 40

A. Wawasan Tugas ... 40

B. Organisasi Pemerintah ... 43

C. Perubahan ... 44

D. Cara Kerja Birokrasi ... 52

BAB V PENERAPAN BUDAYA KERJA ORGANISASI PEMERINTAH... 57

A. Organisasi Budaya Kerja ... 57

B. Komitmen Pimpinan Puncak ... 59

C. Komunikasi... 62

D. Motivasi ... 65

E. Lingkungan Kerja ... 67

F. Kerjasama Melalui Kelompok ... 69

G. Disiplin ... 74

BAB VI MASALAH BUDAYA KERJA ORGANISASI PEMERINTAH... 77

BAB VII PENUTUP... 102

A. Strategi Pembelajaran ... 103

B. Latihan ... 104


(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Budaya Kerja sudah lama dikenal oleh umat manusia, namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja itu berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dan adat kebiasaan, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya menjadi kebiasaan dalam perilaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut dinamakan Budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu/kualitas kerja, maka kita namakan BUDAYA KERJA.

Budaya kerja menjadi terkenal setelah Jepang mencapai tingkat kemajuan yang fanatik dalam melakukan manajemen kualitas yang berakar dan bersumber dari budaya yang dimiliki bangsa Jepang yang dikombinasikan dengan teknik-teknik manajemen modern pada tahun 1970-an. Semangat membangun kembali perekonomian Jepang setelah kalah perang mendorong bangsa Jepang mencari cara-cara baru untuk kerja yang lebih baik agar menghasilkan produk yang lebih baik pula. Mula pertama mengundang sejumlah ahli dari Amerika Serikat yang bernama Prof. Dr. Edward Deming dan Prof. Dr. Juran. Upaya kedua ahli tersebut diolah sesuai dengan budaya bangsa Jepang oleh Prof. Dr. Kauro Ishikawa, yang melakukan manajemen kualitas berdasar pada kerja kelompok dan partisipatif. Keberhasilan


(6)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 2

Jepang membangun perekonomiannya mendorong bangsa-bangsa lain ingin meniru dan mengembangkan sendiri sesuai dengan budaya yang mereka miliki dengan nama yang beraneka ragam,

seperti Total Quality Control, Total Quality Management,

Quality Assurance, Value Added Management, Work Improvement Team, Budaya Kerja dan lain-lain.

Dengan menerapkan manajemen kualitas Budaya Kerja tersebut di benua Asia bermunculan Negara-Negara industri baru seperti : Korea, Taiwan, Hongkong, Singapore, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Khusus Indonesia peningkatan perekonomian yang pernah terjadi karena pemerintah menjalankan kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi serta sebagian kecil di sektor swasta telah menjalankan program Pengendalian Mutu Terpadu sejak pertengahan 1985, terutama yang mempunyai induk perusahaan Jepang. Program Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) telah berkembang di sektor swasta, namun kurang mengakar, sehingga kurang mantap keberadaannya. Hal ini disebabkan oleh manajemen yang kurang menggali nilai-nilai budaya untuk diolah, agar menjadi perilaku manajemen yang pada saatnya nanti menjadi kebiasaan dan keyakinannya untuk bekerja yang lebih baik dan mendapatkan mutu yang diharapkan dan sekaligus membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

B.

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip budaya kerja organisasi Pemerintah.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 3

C.

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu :

1. menjelaskan pengertian budaya, kerja, budaya kerja;

2. menjelaskan tujuan dan manfaat budaya kerja;

3. menjelaskan budaya kerja dalam organisasi;

4. menjelaskan prinsip-prinsip budaya kerja;

5. menjelaskan nilai budaya kerja termasuk nilai budaya yang

melekat dalam kebijakan;

6. menjelaskan cara kerja yang berkualitas;

7. menjelaskan wawasan tugas organisasi Pemerintah;

8. menerapkan budaya kerja organisasi Pemerintah.

9. menjelaskan masalah-masalah budaya kerja organisasi


(7)

4

BAB II

BUDAYA KERJA

A.

Pengertian Budaya

Secara harfiah, pengertian budaya (culture) berasal dari kata

Latin Colere, yang berarti mengerjakan tanah, mengolah,

memelihara ladang (Soerjanto Poespowardojo, 1993). Namun, pengertian yang semula agraris ini lebih lanjut diterapkan pada hal-hal yang bersifat rohani (Langeveld, 1993). Sedangkan Ashley Montagu dan Cristoper Dawson (1993), mengartikan

kebudayaan sebagai way of life, yaitu cara hidup tertentu yang

memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa.

The American Herritage Dictionary (dalam Kotter dan Heskett, 1992) mendefinisikan "kebudayaan" secara lebih formal, "sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan, dan segala hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok

manusia". Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah

"keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar". Selanjutnya dinyatakan, bahwa kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu :

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas dari ide-ide,

gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya;

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas aktivitas

kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat; dan

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya

manusia.

Wujud pertama adalah wujud idiil dari kebudayaan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di mana alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan hidup. Kebudayaan idiil ini berfungsi sebagai adat istiadat yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam fungsinya ini, kebudayaan idiil terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan pertama, yaitu dari yang paling "abstrak" (misalnya sistem nilai budaya); Lapisan kedua, yang lebih "konkret" yaitu norma-norma dan sistem hukum. Sedangkan lapisan ketiga berupa peraturan-peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari dalam kehidupan organisasi, seperti aturan sopan santun.

Wujud kedua dari kebudayaan atau disebut sebagai sistem sosial, terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, bergaul berdasarkan pola tata laku tertentu. Wujud kedua ini lebih konkret karena terjadi disekeliling kita sehari-hari, bisa diamati, difoto dan didokumentasikan.

Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, dan merupakan wujud kebudayaan yang paling konkret, misalnya: candi-candi, pabrik-pabrik, bangunan kantor dan sebagainya. Para sarjana seperti ahli arkeologi yang menggarap wujud kebudayaan ketiga ini.


(8)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 6

Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ketiga wujud ke-budayaan tersebut tidak terpisah satu sama lain, dan bahkan saling mengisi dan saling berkait secara erat. Kemudian pada bagian lain, menurut Koentjaraningrat kebudayaan dirumuskan sebagai, "Keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu".

B.

Pengertian Kerja

Dalam literatur budaya organisasi dapat juga disebut basic

assumption tentang sesuatu, dalam hal ini kerja. Kata Kerja itu apa ? Apakah hakekat kerja ? Kata kerja dapat diidentifikasi berbagai pernyataan sebagai berikut :

1. Kerja adalah hukuman. Manusia sebenarnya hidup bahagia

tanpa kerja di Taman Firdaus, tetapi karena ia jatuh ke dalam dosa, maka ia dihukum: untuk bisa hidup sebentar manusia harus bekerja banting tulang cari makan. Salah satu bentuk hukuman adalah kerja paksa;

2. Kerja adalah beban. Bagi orang malas, kerja adalah beban.

Juga bagi kaum budak atau pekerja yang berada dalam posisi lemah;

3. Kerja adalah kewajiban. Dalam sistem birokrasi atau sistem

kontraktual, kerja adalah kewajiban, guna memenuhi perintah atau membayar hutang;

4. Kerja adalah sumber penghasilan. Hal ini jelas. Kerja

sebagai sumber nafkah merupakan anggaran dasar masyarakat umumnya;

5. Kerja adalah kesenangan. Kerja sebagai kesenangan seakan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 7

hobi atau sport. Hal ini ada kaitannya dengan leisure,

sampai pada SDM yang workaholic;

6. Kerja adalah gengsi, prestise. Kerja sebagai gengsi

berkaitan dengan status sosial dan jabatan. Jabatan seseorang struktural misalnya, jauh lebih diidamkan ketimbang jabatan fungsional;

7. Kerja adalah aktualisasi diri. Kerja di sini dikaitkan dengan

peran, cita-cita atau ambisi. Bagi seseorang yang menganut anggapan dasar ini, lebih baik jadi kepala ayam ketimbang ekor sapi;

8. Kerja adalah panggilan jiwa. Kerja di sini berkaitan dengan

bakat. Dan sini tumbuh profesionalisme dan pengabdian kepada kerja;

9. Kerja adalah pengabdian kepada sesama. Kerja dengan

tulus, tanpa pamrih;

10. Kerja adalah hidup. Hidup diabdikan dan diisi untuk dan

dengan kerja;

11. Kerja adalah ibadah. Kerja merupakan pernyataan syukur atas kehidupan di dunia ini. Kerja dilakukan seakan-akan kepada dan bagi kemuliaan nama Tuhan dan bukan kepada

manusia. Oleh karena itu orang bekerja penuh enthusiasm;

12. Kerja adalah suci. Kerja harus dihormati dan jangan dicemarkan dengan perbuatan dosa, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan.

C.

Pengertian Budaya Kerja

Berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat Indonesia kebudayaan diolah sedemikian rupa,


(9)

sehingga menjadi nilai-nilai baru yang menjadi sikap dan perilaku manajemen dalam menghadapi tantangan baru. Budaya Kerja itu tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan semua SDM dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-teknik pendukung. Budaya Kerja merupakan kawah Candradimuka untuk merubah cara kerja lama menjadi cara kerja baru yang akan berorientasi untuk memuaskan pelanggan atau masyarakat.

Kualitas atau mutu suatu produk (jasa atau barang), cara kerja dan SDM harus dapat diukur dan merupakan kesepakatan bersama. Pengukuran kualitas antara lain dari aspek persyaratan, bentuk, warna, aestetika, ketahanan, performa atau kinerja, waktu, jaminan, pelayanan dan lain-lain. Kembali pada dasar kualitas yang bersumber pada tingkat kualitas SDM yang bermutu tinggi dapat dipastikan akan dapat bekerja dengan baik dan menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, karena semua orang terlibat dalam proses kerja dan mereka sudah tahu apa yang seharusnya dikerjakan dengan bahasa yang sama.

Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai "kerja" atau "bekerja". Budaya Kerja organisasi adalah manajemen yang

meliputi pengembangan, perencanaan, produksi dan pelayanan suatu produk yang berkualitas dalam arti optimal, ekonomi dan memuaskan.

Dalam Seminar KORPRI Daerah Istimewa Yogyakarta Nopember 1992 berkesimpulan bahwa :

1. Budaya Kerja adalah salah satu komponen kualitas manusia

yang sangat melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam pembangunan;

2. Budaya Kerja dapat ikut menentukan integritas bangsa dan

menjadi penyumbang utama dalam menjamin

kesinambungan kehidupan bangsa;

3. Budaya Kerja sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang

dimilikinya, terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja setinggi-tingginya.

Program Budaya Kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan. Wahana Budaya Kerja adalah produktivitas, yang berupa perilaku kerja yang tercermin antara lain: kerja keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi, manfaat, kreatif, dinamik, konsekuen, konsisten, responsive, mandiri, makin lebih baik dan lain-lain. Menurut Budhi Paramita dalam tulisannya berjudul "Masalah Keserasian Budaya dan Manajemen di Indonesia", budaya kerja dapat dibagi menjadi:


(10)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 10

1. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja

dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau

semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan

pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya;

2. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi,

bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama karyawan, atau sebaliknya.

Selanjutnya oleh Profesor Emil P. Bolongaita, JR dari Asian

Institute of Management menyatakan bahwa pada masa

globalisasi ini sebaiknya pemerintah mampu

mengakomodasikan pengalaman manajemen pemerintahan dengan pengalaman pengelolaan bisnis, dan memperlakukan

masyarakat sebagai pelanggan (customer). Kombinasi upaya

pengelolaan seperti tersebut mendorong ide yang disebut Total

Quality Governance (TQG) dengan beberapa prinsip sebagai berikut :

1. mempertemukan tuntutan masyarakat dan kemampuan

pemerintahan;

2. mekanisme kerja yang berorientasi pada pasar;

3. mengaktualisasikan misi lebih penting dari pada mengatur;

4. fokus kerja pada hasil/keluaran (barang/jasa) bukan masukan;

5. upaya kualitas lebih banyak mencegah daripada

memperbaiki/mengobati;

6. mengutamakan kerja partisipatif/gotong-royong;

7. melakukan kerjasama, koordinasi dan kemitraan.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 11

D.

Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja

Melaksanakan Budaya Kerja mempunyai arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku SDM untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Manfaat yang didapat antara lain sebagai berikut: Menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik;

membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan,

kebersamaan, kegotong-royongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri perkembangan dari luar (faktor eksternal seperti pelanggan, teknologi, sosial, ekonomi, dan lain-lain). Mengurangi laporan berupa data-data dan informasi yang salah dan palsu.

Di samping itu masih banyak lagi manfaat yang muncul seperti kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan berkurang, tingkat absensi turun, ingin belajar terus, ingin memberikan yang terbaik bagi organisasi dan lain-lain.

E.

Prinsip Budaya Kerja

Unsur dasar budaya kerja itu adalah mata rantai proses, di mana tiap kegiatan berkaitan dengan proses lainnya atau suatu hasil pekerjaan merupakan suatu masukan bagi proses pekerjaan lainnya. Dalam suatu organisasi bekerja melalui serangkaian proses yang saling berkaitan, yang terjadi melalui dan melewati batas-batas birokrasi.


(11)

Kekuatan rantai proses secara terpadu tersebut tergantung pada rangkaian terlemah pada proses individual.

Kesalahan dalam suatu proses akan mempengaruhi pada kualitas produk akhir, oleh karena itu jaminan mutu terletak pada kekuatan setiap rangkaian yang berjalan benar sejak saat pertama pada setiap tahap pekerjaan.

Setiap organisasi memiliki berbagai metode dan aneka ragam proses kerja baik yang bersifat administratif maupun yang manufaktur. Orang dapat kerja individual maupun kerjasama dengan lainnya dalam setiap tahapan proses seperti mengetik

B.K

K.T

B.K

K.T

B.K

surat, menjalankan mesin, menyusun kebijaksanaan, mencatat calon pasien, menerima tamu. Setiap proses mempunyai sifat peran sebagai pelanggan dan pemasok atau saling melayani, untuk internal.

Tujuan fundamental Budaya Kerja untuk membangun SDM seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran sebagai pelanggan pemasok dan komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Oleh karena itu Budaya Kerja berupaya merubah budaya komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga tertanam kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.

Keterangan : B.K = Budaya Kerja K.T = Kerja Tradisional


(12)

BAB III

NILAI-NILAI BUDAYA KERJA

A.

Unsur-Unsur Falsafah

Falsafah negara, bangsa dan masyarakat Indonesia telah jelas dimuat dalam Pembukaan UUD Dasar 1945 yang kita namakan PANCASILA. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya merupakan cermin nilai-nilai luhur yang hidup di masyarakat. Dalam menghadapi tantangan apapun, hakekat nilai-nilai luhur tersebut tidak bisa berubah, yang berubah adalah nilai-nilai

instrumental yang disesuaikan dengan perkembangan

lingkungan. Untuk itu kualitas SDM dituntut responsive atau

peka, penuh prakarsa, bersikap proaktif, terampil, mandiri, disiplin, integritas tinggi dan lain-lain.

Implementasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam organisasi menuntut perubahan cara komunikasi, dan yang biasa dilakukan secara vertikal dan atas ke bawah; menjadi hubungan lebih horisontal dan partisipatif. Demikian juga gaya kepemimpinan menjadi lebih banyak mengajak dari pada memerintah,

memberikan keteladanan, mendorong dan memberikan

kepercayaan lebih besar kepada bawahan. Sebagai konsekuensi gaya partisipatif tersebut maka dalam pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah dan mufakat. Dengan gaya manajemen seperti tersebut di atas akan mendorong bawahan menjadi lebih merasa ikut memiliki, ikut bertanggungjawab dan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 15

mawas diri. Hal ini sangat penting bagi pengembangan SDM agar mampu memberikan sumbangan kerja yang terbaik atau optimal bagi manajemen.

Dengan masuknya nilai-nilai budaya dalam manajemen diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas SDM, kualitas cara kerja dan kualitas produknya. Mengenai kualitas produk dapat diukur dari beberapa aspek antara lain :

1. Kesesuaian dengan mutu yang diminta oleh pelanggan,

mereka menyatakan puas atau tidak, kalau mereka tidak puas, berarti kualitas produk tersebut belum mencapai standarnya, dan harus disempurnakan;

2. Setiap orang dalam organisasi mempunyai sifat peran

sebagai pemasok pelanggan baik yang berorientasi internal maupun eksternal. Setiap pelanggan mempunyai dimensi persyaratan mutu yang berbeda-beda tergantung pada


(13)

keperluannya. Oleh karena itu untuk menciptakan produk (barang atau jasa) diperlukan kerjasama internal maupun eksternal agar produk tersebut dapat memenuhi standard yang dipersyaratkan oleh pelanggan. Untuk kerjasama yang intensif perlu diciptakan jaringan kerja yang menerobos kekakuan birokrasi seperti jaringan kerja horisontal, vertikal dan diagonal;

3. Orientasi pada pencegahan lebih baik dari pada

memperbaiki kesalahan, karena biaya perbaikan akan menjadi lebih mahal dan mempengaruhi daya saing.

Falsafah yang terkenal untuk kegiatan itu antara lain "Do it

right at the first time", "Zero Defect" "Zero biscrepencies";

4. Untuk mencegah pemborosan agar mutu menjadi lebih baik

perlu diperhatikan hal-hal berikut: pembiayaan, yang antara lain meliputi penilaian (inspeksi, pengujian dan tugas lain),

pencegahan (latihan, mencari penyebab, koreksi,

pengembangan), kegagalan (kerusakan, perbaikan, kerja ulang, kurang waktu), kegagalan eksternal (penghentian jaminan, kerusakan, kehilangan pelanggan, keluhan dan perbaikan);

5. Mutu terletak pada sumbernya, yang berarti setiap SDM

adalah inspektur kualitas bagi pekerjaannya. Untuk mencapai tingkat optimal cara kerja seperti itu diperlukan, kerjasama melalui kelompok tertentu, mereka diberi pelatihan dan peralatan teknik untuk pemecahan masalah, sehingga mereka mampu mencegah kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi;

6. Mutu dapat diraih melalui cara perbaikan yang

berkesinambungan, hal ini merupakan falsafah manajemen yang mendekatkan tantangan atau tuntutan dengan cara kerja melalui proses yang berkesinambungan dan mencapai kemenangan kecil. Dalam hal ini ide-ide dari kelompok akan banyak berperan dalam upaya memperbaiki terus menerus.

B.

Arti dan Makna Nilai

1.

Arti dan Makna Nilai Budaya Kerja

Pengertian nilai didefinisikan oleh banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, selain itu pengertian nilai juga dapat ditemui dalam kebijakan, antara lain sebagai berikut:

a. Pengertian nilai dari sudut pandang dan disiplin ilmu,

diambil dari buku Handbook of Administrative Ethic,

yang diedit oleh Terry L. Cooper dan Marcel Dekker (1994) antara lain sebagai berikut:

Arti Umum: Nilai merupakan inti dari pilihan

moral, yang berkaitan dengan etika dalam

administrasi/ manajemen;

Arti Sempit: Nilai-nilai merupakan sesuatu yang dianggap “baik”, “menyenangkan”, atau “penting”, “manfaat”;

Arti Luas: Nilai merupakan semua yang dianggap baik, kewajiban, kebijakan, keindahan, kebenaran dan luhur;


(14)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 18

Dari sudut Antropologi: Nilai adalah suatu konsepsi, eksplisit/implisit, berbeda di antara kelompok, yang dijadikan dasar untuk memilih cara, alat, tujuan yang tersedia dalam bertindak (William Frankena);

Dari sudut Psikologi: Nilai adalah pandangan metafisik/kepercayaan mikrokosmos tentang manusia, apa sebenarnya diri manusia itu dan tindakannya terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Sehingga

mampu menilai untuk mengambil sikap dan

menentukan perilakunya (Clyde Kluckhohn);

Dari sudut Sosiologi: Nilai erciri pada kelompok dan merupakan tolok ukur nilai batin individu yang memerlukan tuntutan masyarakat (Erikson).

b. Harold F. Gortner dalam makalahnya Values and Ethic,

menyusun klasifikasi nilai sebagai berikut: (1) Nilai-nilai ekonomi seperti : rasional, ilmiah, efisiensi, nilai terukur dengan materi, tujuan yang terukur, campur tangan minimal, dan tergantung kekuatan pasar; 2) Nilai-nilai sosial, seperti : kemanusiaan, keamanan, kenyamanan, keselarasan, efisiensi, kepraktisan; 3) Nilai-nilai demokratik, seperti : kepentingan, kepatuhan, aktualisasi

diri, hak-hak minoritas, kebebasan/kemerdekaan,

ketepatan; 4) Nilai-nilai briokratik, seperti kemampuan teknik, spesialisasi, tujuan yang ditentukan, lugas dalam tindakan, rasional, stabilitas, tugas terstruktur; 5)

Nilai-nilai profesional, seperti: keahlian, kewenangan

memutuskan, penolakan kepentingan pribadi,

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 19

pengakuan/diakui masyarakat, komitmen kerja, kewajiban sosial manfaat bagi pelanggan, disiplin.

c. Nilai adalah dasar pertimbangan yang berharga bagi

seseorang atau organisasi untuk menentukan sikap dan perilaku dalam menghadapi suatu masalah atau kejadian. Dengan demikian nilai adalah suatu makna yang berfungsi untuk: (a) Memberikan tujuan, arti, kesenangan dan nilai pada kehidupan untuk melakukan sesuatu; (b)

Mempermudah dalam membuat keputusan; (c)

Menentukan bagaimana kita melihat dan memahami persoalan; (d) Memberi arti, makna dan signifikansi pada masalah tertentu; dan (e) Ada yang bersifat sesaat dan ada juga yang permanen (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI No. 25/ KEP/M.PAN/4/2002). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan nilai budaya kerja adalah pilihan nilai-nilai moral dan etika yang dianggap baik dan positif, meliputi nilai sosial budaya positif yang relevan, norma atau kaidah, etika dan nilai kinerja produktif yang bersumber dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai tersebut dipedomani secara individu atau kelompok yang dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja

dalam rangka pelaksanaan tugas penyelenggaraan


(15)

C.

Nilai Budaya Kerja Yang Melekat Pada

Kebijakan

1. Undang-Undang Dasar 1945

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat rumusan mengenai landasan falsafah Negara Republik Indonesia yang disebut Pancasila, terdiri dari lima sila sebagai berikut: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keseluruhan sila tersebut merupakan nilai-nilai yang hakiki, termanifestasikan dalam simbol-simbol kehidupan bangsa, menandai realitas sosial masyarakat bangsa di seluruh wilayah negara, menjadi nilai pemersatu kehidupannya sebagai bangsa, serta sebagai pandangan hidup bangsa dan falsafah negara atau falsafah dalam bernegara.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kelima sila itu harus dipandang secara utuh dalam keseluruhan tataran dan kegiatan baik pada tingkat pengembangan konsep, penentuan tujuan dan

langkah-langkah kebijakan, maupun pada tingkat

pelaksanaannya. Komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaraan pemerintahan negara di samping dimanifestasikan secara utuh, juga berkeseimbangan.

2. TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika

kehidupan berbangsa memberi dasar bagi

pengejawantahan etika dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara

Etika dalam kehidupan berbangsa merupakan satu wahana

dalam rangka kelancaran penyelenggraan Sistem

Administrasi Negara di mana dengan adanya etika yang dipahami dan menjadi dasar pola perilaku dalam berbangsa dan bernegara akan mengarah pada satu tatanan kenegaraan yang stabil, karena persepsi akan perilaku yang diharapkan oleh masing-masing individu sebagai warga negara dapat teramalkan dengan baik.

Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa

mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggungjawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga negara. Etika kehidupan berbangsa ini meliputi etika sosial dan budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang berkeadilan, etika keilmuan, dan etika lingkungan.

3. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

MPR RI berketetapan untuk memfungsikan secara proporsional dan benar Lembaga Tinggi Negara, dan


(16)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 22

Lembaga Kepresidenan, sehingga penyelenggaraan negara berlangsung sesuai dengan UUD 1945. Dalam kaitan ini, penyelenggara negara pada lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya, serta mampu membebaskan diri dari prektek korupsi, kolusi, dan nepotisme.

4. Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang

Perubahan arah Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam

penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, dan

pembangunan.

Dalam kedudukan dan tugas tersebut, Pegawai Negeri Sipil harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak deskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menjamin netralitas, Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan

pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna,

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 23

diperlukan adanya Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang didukung oleh Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggungjawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan.

5. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan Negara/pemerintahan, pasal 3 UU No. 28 tahun 1999

mengenai asas-asas umum penyelenggaraan Negara

disebutkan 7 (tujuh) asas umum penyelenggaraan Negara, sebagai berikut:

a. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara

hukum yang mengutamakan landasan peraturan

perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara negara.

b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah asas yang

menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan

keseimbangan, dalam pengendalian Penyelenggara


(17)

c. Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

d. Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif, tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

e. Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.

f. Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

g. Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa

setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan

Penyelenggara Negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Sejak UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diundangkan, terdapat berbagai interpretasi

atau penafsiran yang berkembang di masyarakat khususnya mengenai penerapan Undang-undang tersebut terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum UU No 31 Tahun 1999 diundangkan. Hal ini disebabkan pasal 44 UU tersebut menyatakan bahwa UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan tidak berlaku sejak UU No. 31 Tahun 1999 diundangkan, sehingga timbul suatu anggapan adanya kekosongan hukum untuk memproses tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 31 Tahun 1999.

Di samping hal tersebut, mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Dengan demikian pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus, antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa.

7. Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Di samping telah dikeluarkan undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya dikeluarkan UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. Undang-undang tersebut mengatur antara lain tugas,


(18)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 26

wewenang dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam rangka penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

8. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil

Dalam meningkatkan disiplin PNS, telah diatur kewajiban dan larangan bagi PNS. Mengenai kewajiban PNS sebagai berikut:

a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,

Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;

b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan

golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri/pihak lain;

c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara,

Pemerintah dan Pegawai Negeri Sipil;

d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji pegawai Negeri

Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan

dengan sebaik-baiknya;

f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan

Pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku umum;

g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya

dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan

tanggungjawab;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 27

h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat

untuk kepentingan Negara;

i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakkan

persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;

j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui

ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan keuangan, dan materiil;

k. Mentaati ketentuan jam kerja;

l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;

m.Menggunakan dan memelihara barang-barang milik

Negara dengan sebaik-baiknya;

n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada

masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing;

o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana

terhadap bawahannya;

p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;

q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik

terhadap bawahannya;

r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi

kerjanya;

s. Memberikan kesempatan bawahannya untuk

mengembangkan kariernya;

t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan

tentang perpajakan;

u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah

laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan;


(19)

v. Hormat-menghormati antara sesama negara-negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan;

w.Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam

masyarakat;

x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan

peraturan kedinasan yang berlaku;

y. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;

z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan

sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.

Di samping itu, Pegawai Negeri Sipil dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan

atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;

b. Menyalahgunakan wewenangnya;

c. Tanpa izin pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja

untuk Negara asing;

d. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat

berharga milik Negara;

e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan,

menyewakan, atau meminjamkan barang-barang,

dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah;

f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman

sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di

luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara;

g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud

membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya;

h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja

dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;

i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan

kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;

j. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;

k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan

suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;

l. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

m.Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara

yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;

n. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau

golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi pemerintah;

o. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan


(20)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 30

p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya

tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;

q. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi,

maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I;

r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun

juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.

9. Keputusan Kementerian Pendayagunaan Aparatur

Negara No. 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang

Pedoman Pengembangan Budaya Aparatur Negara

Sebagai penyempurnaan Keputusan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara No. 04/ 1991 Tentang Pedoman Pemasyarakatan Budaya Kerja, di keluarkan Keputusan Kementerian PAN No. 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Aparatur Negara, antara lain memuat (1) kebijakan pengembangan budaya kerja aparatur, (2) nilai-nilai dasar budaya kerja aparatur negara, (3) penerapan nilai-nilai budaya kerja aparatur negara, dan (4) sosialisasi pengembangan budaya kerja

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 31

aparatur negara. Adapun yang dimaksud dengan nilai-nilai budaya kerja dalam pedoman dimaksud, antara lain :

a. komitmen dan konsisten terhadap visi, misi dan tujuan

organisasi, dalam pelaksanaan kebijakan negara serta peraturan perundangan yang berlaku;

- komitmen; adalah keteguhan dan tekad yang mantap dan janji untuk melakukan atau mewujudkan sesuatu yang diyakininya;

- konsistensi; adalah ketetapan, kesesuaian, ketaatan dan kemantapan dalam bertindak sesuai dengan visi, misi, janji, prinsip, amanah, kebijakan atau aturan yang ditetapkan.

- visi; adalah pandangan ke depan dan arah tujuan yang

ingin diwujudkan;

- misi; adalah tugas yang diemban untuk mencapai

sasaran pokok/strategis dan tujuan organisasi;

b. wewenang dan tanggungjawab;

- wewenang; adalah hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu;

- tanggungjawab; kesediaan menanggung sesuatu, bila salah wajib memperbaiki atau dapat dituntut dan diperkarakan;

c. keikhlasan dan kejujuran;

- ikhlas dalam norma etika dan agama dapat diartikan sepenuh hati, datang dari lubuk hati, tidak mengharapkan imbalan atau balas jasa atas suatu perbuatan, khususnya yang berdampak positif pada orang lain, dan semata-mata karena menjalankan


(21)

tugas/amanah;

- kejujuran atau dikenal dengan kata ”siddiq” adalah komponen rohani yang memantulkan berbagai sikap yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang terpuji. Kejujuran berarti juga kebenaran untuk mengatasi dirinya sendiri, berani menolak dan bertindak melawan segala kebatilan yang bertentangan dengan suatu hati kalbunya.

d. integritas dan profesionalisme;

- integritas; orang yang mempunyai integritas pribadi yang baik adalah orang yang tidak diragukan lagi serta selalu konsisten dalam kata dan perbuatan;

- profesional; inti profesional adalah kepandaian, keahlian, dan ketrampilan tertentu. Profesional adalah

orang yang terampil, andal dan sangat

bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya. Orang yang tidak mempunyai integritas biasanya juga tidak profesional. Profesional pada intinya kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara bertanggungjawab.

e. kreativitas dan kepekaan terhadap lingkungan tugas;

- kreativitas; ide-ide baru secara spontan muncul dari seseorang karena suatu hal yang dianggap penting atau mendesak dalam kehidupan dan pekerjaannya. Ide-ide tersebut diolah sedemikian rupa sehingga menjadi suatu inovasi yang dapat diterapkan pada kerja individu atau organisasi yang lebih baik atau menguntungkan.

- kepekaan; respon seseorang dalam menghadapi sesuatu peristiwa yang mungkin menguntungkan, merugikan atau membahayakan. Kepekaan dapat bersifat reaktif, tetapi juga proaktif atau kejelian mengenal peluang.

f. kepemimpinan dan keteladanan;

- kepemimpinan berarti kesadaran diri sebagai seorang pemimpin yang ditujukan melalui kemampuannya untuk mempengaruhi dan menjadikan dirinya sebagai teladan, serta mampu memotivasi orang lain agar

tergerak mencapai sasaran yang lebih tinggi

berdasarkan nilai-nilai moral seperti: integritas, komitmen, konsistensi, profesional dan kemampuan komunikasi;

- keteladanan yang dimaksud adalah sikap perilaku yang dinyatakan secara sadar maupun tidak disadari dari seroang pemimpin yang dipersepsi oleh bawahannya sebagai sesuatu yang memicu atau mendorong bawahan untuk mencontohnya.

g. kebersamaan dan dinamika kelompok kerja;

- kebersamaan; dimaksudkan sebagai suatu hati yang merasakan dirinya bagian dari satu kelompok kerja tertentu sehingga tumbuhlah perasaan bersama dalam

kelompok (group feeling) yang kuat yang melahirkan

kelompok kerja (team work) dan sinergi dalam


(22)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 34

- Dinamika kelompok merupakan cara kerja kelompok yang bersifat dinamis kreatif dan sinergi dalam melayani dan atau mencapai sasaran kerja secara menyeluruh.

h. ketepatan dan kecepatan;

- Ketepatan : Mengena sasaran, mencapai tujuan, ketelitian, dan bebas kesalahan.

- Kecepatan : Ketepatan waktu

Ketepatan dan kecepatan memberikan kepastian dalam arti waktu, kuantitas, kualitas dan finansial yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan/memberikan pelayanan.

i. rasionalitas dan kecerdasan emosi;

- Berpikir cerdas, obyektif, logis, sistematik, banyak

terkait dengan proses ilmiah atau kemampuan intelektual.

- Kecerdasan memandang sesuatu dari aspek akal (ratio) yang menentukan nilai benar atau salah. Fungsi ratio terletak pada otak kiri, kemampuan logika,

matematis, sistematik, sebab-akibat, eksak (Intellectual

Quotient, IQ);

- Perasaan, kepekaan, bagian dari karakter, ketangguhan;

- Kecerdasan emosi memandang sesuatu dari aspek

perasaan (emosi), matahati (Emotional Quotient, EQ),

terletak pada otak sisi kanan, bersifat spontan, kreatif,

inovatif, holistik, integratif, rinestetik, ruang,

komunikasi kooperatif, silih asih-asah-asuh, dan

lain-Modul Diklat Prajabatan Golongan III 35

lain.

j. keteguhan dan ketegasan;

- Keteguhan : Kuat dalam berpegang pada aturan dan nilai moral, prinsip-prinsip manajemen dan lain-lain. - Ketegasan : Sifat, watak dan tindakan yang jelas dan

tidak ragu-ragu.

k. disiplin dan keteraturan kerja;

- Secara konseptual disiplin lebih merujuk pada sikap

yang selalu taat kepada aturan norma dan prinsip-prinsip tertentu.

- Keteraturan lebih menunjukkan perilaku yang konsisten mengikuti ketentuan dan prosedur tertentu.

l. keberanian dan kearifan dalam mengambil keputusan dan

menangani konflik;

- Keberanian diartikan sebagai berani menanggung resiko dalam pembuatan keputusan dengan cepat dan tepat waktu. Di sini peran EQ sangat besar dibandingkan IQ.

- Kearifan merupakan landasan membentuk nilai-nilai bersumber dari otak sebelah kanan yang penuh nilai baik dan buruk (EQ/SQ/AQ) dan dengan kearifan itu orang dapat memilih nilai-nilai yang paling cocok (proper) dalam manajamen untuk memecahkan berbagai masalah dan menghadapi tantangan baru dengan mengambil tindakan yang diperlukan.


(23)

m. dedikasi dan loyalitas;

- Aparatur harus mempunyai sifat rela berkorban dan

jiwa pengabdian terhadap instansi, bangsa negara, dan taat serta setia dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

n. semangat dan motivasi;

- Semangat adalah ”drive”, yaitu daya atau energi yang mendorong perilaku sampai pada tingkatnya yang tertinggi.

- Motivasi lebih merujuk kepada tujuan dari perilaku yang dasarnya adalah kebutuhan dari si pelaku yang bersangkutan.

- Orang harus mulai dengan pemenuhan kebutuhan yang

paling dasar dulu yaitu kebutuhan fisik-biologis termasuk rasa aman, sebelum bisa meningkat ke jenjang yang lebih tinggi yaitu rasa memiliki dan harga diri, dan yang tertinggi aktualisasi diri.

o. ketekunan dan kesabaran;

- Ketekunan: Teliti, rajin mendalami sesuatu pekerjaan/tugas seseorang maupun kelompok yang bersifat konsisten dan berkelanjutan sesuai dengan komitmen yang disepakatinya (atau sikap kerja yang

memuat nilai: Commitment, Consistence, Continuous).

- Kesabaran : Tidak emosional, tidak perlu tergesa-gesa, asalkan tercapai tujuannya tanpa mengorbankan kepentingan orang lain. Kesabaran merupakan sikap mental seseorang yang bersifat tangguh, tekun dan bersungguh-sungguh, amanah untuk mencapai sasaran

kerja dan prestasi kerja terbaiknya, tidak asal jadi.

p. keadilan dan keterbukaan;

Seseorang Aparatur Negara yang dapat memperlakukan

orang lain sesuai dengan fungsi, peran,

tanggungjawabnya, agar dapat adil, perlu memperhatikan hak dan kewajiban masyarakat, sehingga dalam menjalankan tugas tidak melakukan kegiatan secara sembunyi-sembunyi (tertutup) agar tidak menimbulkan prasangka tidak baik.

q. penguasaan IPTEK yang diperlukan untuk melaksanakan

tugas/pekerjaan, terutama metode analisis dan

pengambilan keputusan, keahlian/keterampilan

manajerial, teknis dsb.

10. Keputusan Kementerian Pendayagunaan Aparatur

Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Pelaksanaan budaya kerja berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan publik karena pelayanan publik pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, antara lain memuat asas dan prinsip pelayanan publik. Mengenai asas pelayanan publik, sebagai berikut:

a. Transparansi: Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses


(24)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 38

secara memadai serta mudah dimengerti.

b. Akuntabilitas: Dapat dipertanggungjawabkan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Kondisional: Sesuai dengan kondisi dan kemampuan

pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas;

d. Partisipatif: Mendorong peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan

memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan

masyarakat;

e. Kesamaan Hak: Tidak diskriminatif dalam arti tidak

membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan

status ekonomi;

f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban: Pemberi dan

penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Adapun yang menjadi prinsip Pelayanan Publik adalah sebagai berikut:

a. Kesederhanaan: Prosedur pelayanan publik tidak

berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.

b. Kejelasan: Prinsip ini mencakup (1) Persyaratan teknis

dan administratif pelayanan publik; (2) Unit

kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab

dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian

keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan

pelayanan publik; dan (3) Rincian biaya pelayanan

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 39

publik dan tatacara pembayaran.

c. Kepastian waktu: Pelaksanaan pelayanan publik dapat

diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan, dan sah.

d. Akurasi: Produk pelayanan publik diterima dengan

benar, tepat, dan sah.

e. Keamanan: Proses dan produk pelayanan publik

memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

f. Tanggungjawab; Pimpinan penyelenggara pelayanan

publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas

penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian

keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

g. Kelengkapan sarana dan prasarana: Tersedianya sarana

dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

h. Kemudahan Akses: Tempat dan lokasi serta sarana

pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh

masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi

telekomunikasi dan informatika.

i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan: Pemberi

pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

j. Kenyamanan: Lingkungan pelayanan harus tertib,

teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.


(25)

40

BAB IV

WAWASAN TUGAS ORGANISASI

PEMERINTAH

A.

Wawasan Tugas

Wawasan tugas organisasi pemerintah merupakan pemahaman terhadap wawasan/pandangan kondisi terhadap unsur/aspek yang mempengaruhi organisasi/unit kerja baik internal maupun eksternal. Untuk memahami wawasan tugas organisasi pemerintah, harus memahami paling tidak:

1. Visi; secara sederhana menurut Burt Nanus sebagai

gambaran masa depan suatu organisasi yang realistik, kredibel dan atraktif. Visi organisasi merupakan visi bersama (shared vision) yang berasal dari perpaduan visi-visi pribadi anggota organisasi, atau yang setidak-tidaknya merupakan visi yang disepakati oleh seluruh jajaran organisasi. Visi pribadi merupakan gambaran harapan/cita-cita seseorang yang timbul dari perhatiannya yang mendalam terhadap sesuatu yang diyakininya baik yang mendorong tumbuhnya komitmen yang tinggi pada dirinya. Visi bagi organisasi mempunyai makna sebagai berikut:

a. Memberi nilai tambah bagi kehidupan organisasi, baik

secara individu, kelompok maupun keseluruhan

organisasi;

b. Membangun komitmen diantara angkatan kerja orga

nisasi untuk bergerak maju menuju masa depan yang lebih baik;

c. Mengatasi ketakutan akan kegagalan usaha yang

mengarah pada kemajuan dan perbaikan masa depan;

d. Menantang setiap kemapanan dan status quo yang

merugikan kelangsungan hidup organisasi.

2. Misi; suatu pengaturan komprehensif dan singkat mengenai

tujuan suatu organisasi, program ataupun sub program. Dalam Inpres No.7/1999 tentang AKIP menyebutkan bahwa misi adalah suatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh instansi pemerintah, sesuai yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana, dan berhasil dengan baik. Dengan pernyataan visi tersebut diharapkan seluruh pegawai dari pihak yang berkepentingan dapat mengenal instansi pemerintah, dan mengetahui peran dan program-programnya serta hasil yang akan diperoleh diwaktu-waktu yang akan datang.

Menurut Sandra Vandermerwe (1996), kalau visi

mengartikulasikan keinginan sesuatu institusi untuk menjadi apa, maka misi menyatakan apa yang harus dilakukan organisasi tersebut. Selanjutnya ia menyebut beberapa ciri misi yang baik:

a. Memiliki integritas suatu "sense of purpose" sejati yang

mendorong organisasi berbuat serta menyatakan hal yang terbaik;


(26)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 42

b. Memiliki keinginan yang menonjol yang membuatnya

unit serta memberikan posisi khusus di pasar terpilih;

c. Harus bermakna dan relevan membuat perbedaan yang

jelas bagi person dan atau kehidupan pekerjaan;

d. Bertahan lama dan dapat diperpanjang, serta mampu

melanggengkan hubungan-hubungan;

e. Mudah dikomunikasikan dan dapat diingat yang

memadukan tujuan organisasi tersebut dan janjinya pada pelanggan;

f. Sederhana;

g. Didasari oleh nilai-nilai, denganmana anggota-

anggotanya dapat mengacu;

h. Mudah diterjemahkan menjadi spesifik. Dari misi yang

baik anggota harus tahu apa yang harus dilakukannya berbeda dan lainnya, atau aktivitas apa yang harus dikerjakannya berbeda;

i. Berbeda dapat diingat, dan baru, tidak hanya

mengarahkan anggota-anggotanya ke arah yang sama, melainkan juga menyegarkan, menggetarkan, dan memberi.

j. Kredibel namun tidak mengukung/menguasai

kompetensi-kompetensi yang diperlukan organisasi;

k. Menarik bersama-sama sumber daya dan berbagai bagian

organisasi;

l. Misi yang menciptakan pasar harus mengaitkan

kemanusiaan dan fungsi analitas.

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 43

B.

Organisasi Pemerintah

Pengertian organisasi dalam arti Statis adalah merupakan wadah yang berupa struktur/bagan organisasi, tempat berkumpulnya orang-orang/anggota yang melaksanakan tugas dalam mencapai tujuan organisasi.

Sedangkan dalam arti dinamis organisasi merupakan suatu proses penetapan dan pembagian pekerjaan.

Pembatasan tugas dan tanggung jawab serta wewenang, hubungan kerja, sehingga memungkinkan orang-orang/anggota dapat berinteraksi dalam pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian organisasi terdapat 2 aspek, yaitu :

1. Aspek struktur organisasi yang meliputi: pengelompokkan

orang secara formal dan bagan organisasi;

2. Aspek proses perilaku yang meliputi: komunikasi,

pembuatan keputusan, motivasi dan kepemimpinan.

Dalam operasionalnya organisasi Pemerintah dapat dibedakan dalam Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). Adapun bentuk organisasi Pemerintah merupakan gabungan dari unsur lini, unsur staf dan fungsional.


(27)

C.

Perubahan

Perubahan itu sangat penting dalam pelaksanaan program Budaya Kerja, sehingga masalah Budaya Kerja itu terletak pada diri kita masing-masing dan musuh Budaya Kerjapun adalah diri kita sendiri. Oleh karena itu kita harus memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan perubahan berdasar pada empat potensi kemampuan umat manusia karunia Tuhan YME, menurut

Stephen Covey dalam bukunya “First Thing First”: (1)

Kesadaran diri, yang membuat kita mampu mengambil jarak terhadap diri sendiri dan menelaah pemikiran kita, motif-motif kita, sejarah kita, naskah hidup kita, tindakan kita, maupun kebiasaan dan kecenderungan kita. Hal ini memungkinkan kita menjadi sadar akan nilai-nilai sosial psikhis dari program-program yang ada dalam diri kita untuk mencari peluang antara

rangsangan dan tanggapan; (2) hati nurani mampu

menghubungkan kita dengan perkembangan jaman dan bisikan hati. Hal itu merupakan alat pemberi arah dalam hati kita, yang memungkinkan untuk memahami ketika kita bertindak atau merenungkan sesuatu yang tidak sejalan dengan prinsip. Di samping itu juga hati nurani memberi kita pemahaman akan

bakat-bakat khusus dan misi kita; (3) kehendak bebas

memberikan kemampuan pada kita untuk bertindak,

memberikan kekuatan untuk mengatasi paradigma-paradigma kita, untuk berenang melawan arus, untuk menulis kembali sejarah hidup kita, untuk bertindak atas dasar prinsip dan bukannya reaksi atas dasar emosi dan lingkungan sekitar kita. Kita memiliki kekuatan untuk bertindak berdasarkan kesadaran

diri, hati nurani dan visi; (4) Imajinasi kreatif memberikan

kemampuan untuk meneropong keadaan di masa yang akan datang, untuk menciptakan sesuatu di benak kita, dan memecahkan persoalan kita secara sinergik. Dengan imajinasi kreatif tersebut kita mampu menyatakan misi pribadi, menetapkan tujuan, atau merencanakan suatu pertemuan, bahkan untuk menerapkan prinsip-prinsip dalam berbagai situasi baru secara efektif. Anugerah empat kemampuan umat manusia dari Tuhan YME tersebut kalau tidak dibina dan dilatih tidak akan muncul, potensi tersebut tidur terus dan terbangun bilamana kondisi lingkungan telah memungkinkan. Pada tingkat diri pribadi mungkin lebih mudah munculnya potensi tadi menjadi perilaku nyata, akan tetapi pada tingkat berkelompok akan lebih sulit aktualisasi potensi tadi. Perlu kondisi tertentu agar potensi

itu bisa menjadi kenyataan perilaku antara lain: a) pembentukan

karakter yang memuat kekuatan integritas, sifat kedewasaan dan

kepedulian sosial; b) pemberian keterampilan yang mencakup

komunikasi, perencanaan/pengorganisasian dan perilaku

sinergistik;c) penanaman tingkat kepercayaan yang baik untuk

mencapai tujuan dan sasaran kelompok atau organisasi; d) mawas diri kesadaran mengukur kemampuan diri, belajar dan sadar untuk bisa memberikan yang lebih baik; e) tanggung jawab kelompok di mana masing-masing individu menempatkan diri dalam fungsi atau peran dan tanggung jawab kelompok, sehingga memungkinkan semua fungsi manajemen dapat berjalan; f) penciptaan struktur dan sistem yang kondusif, agar faktor a s/d e dapat berjalan dengan mulus perlu diformalkan pembagian tugas dan wewenang serta tanggung jawab dengan pedoman pelaksanaan.


(28)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 46

Apa yang terkandung dalam Budaya Kerja adalah strategi untuk mencapai keberhasilan masa depan dalam membangun SDM dan organisasi melalui pelatihan alami, seperti apa yang

dinyatakan oleh Elaine Biech dalam bukunya "Deming

Management at Work" semuanya mempunyai arti proses panjang yang terus menerus disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kemampuan SDM itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui, karena tanpa pedoman manajemen akan mengalami banyak perilaku yang salah, yang akan menimbulkan pemborosan dan kerugian.

Kekuatan nilai-nilai yang tersembunyi berupa kemampuan untuk

menyempurnakan atau memperbaiki semua aspek

administrasi/manajemen menjadi Iebih baik atau pas (proper)

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 47

dalam upaya menghadapi tantangan. Kekuatan tersembunyi

tersebut dapat menjadi kenyataan bilamana : (1) tujuan dirinci

menjadi perilaku nyata yang dapat menghasilkan, berarti upaya

tersebut berupa tindakan yang bermutu. (2) tindakan bermutu

tersebut dikembangkan, dipertahankan dan dibina terus menerus

sehingga menjadi budaya. (3) tindakan manajemen atau

administrasi harus dapat mengukur perilaku kerja dan menyelesaikan pekerjaan; kepemimpinan berasaskan pada keteladanan pembinaan-pelatihan.

Potensi kekuatan Budaya dalam manajemen dapat dilihat dari beberapa aspek seperti :

KEKUATAN : Individu yang menduduki posisi penting

atau kunci dalam organisasi (ing-ing-tut);

PERAN : Pilar-pilar spesialisasi atau keterampilan

yang berinteraksi melalui uraian jabatan

prosedur, peraturan dan sistem

(profesional);

TUGAS : Mendorong dinamika dengan melakukan

penelitian dan pengembangan (semangat dinamik);

PRIBADI : Individual dalam struktur kolektif untuk

menentukan (gotong-royong);

KETEPATAN : Bilamana kita mampu mempertemukan Budaya dengan tuntutan eksternal dan

hambatan internal


(29)

Budaya Kerja merupakan suatu komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun SDM, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang lebih baik diharapkan bersumber dari setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyai perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Seperti nilai-nilai apa yang sepatutnya setiap orang akan mempengaruhi kerja mereka, kemudian falsafah yang dianutnya seperti "Budaya Kerja" merupakan suatu proses tanpa akhir atau terus menerus".

Bagaimana cara memasukkan gagasan Budaya Kerja ke dalam manajemen merupakan suatu tantangan yang cukup serius untuk ditelaah secara mendalam, karena menyangkut berbagai hal yang perlu diketahui oleh semua SDM yang terlibat dalam program seperti Visi, Misi, Strategi, nilai-nilai, asas-asas, pedoman, alasan yang kuat, maksud dan tujuan, falsafah, kepercayaan dan pernyataan aspirasi.

Untuk itu perlu ungkapan dan ucapan para pemimpin yang

konsisten dan konsekuen agar mampu menimbulkan

kepercayaan bagi semua karyawan yang mampu mendorong komitmen.

Oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut

1. Alasan yang kuat, terhadap program Budaya Kerja, sehingga

merupakan kekuatan pendorong agar program dapat

dilaksanakan dengan baik dan mendapat dukungan dari semua pihak. Diperlukan dialog dengan pihak-pihak yang berkepentingan untuk menganalisis tantangan manajemen baik eksternal maupun internal, biarkan muncul kritik dan saran yang membangun;

2. Visi, menggambarkan maksud dan tujuan organisasi yang

seharusnya dilakukan dan menjadi kerangka kerja dalam pengambilan keputusan yang memberikan arah pada proses kerja. Hal ini penting, karena biasanya orang lupa visi bilamana telah sibuk kerja, sehingga tujuan memuaskan masyarakat yang dilayani tertinggalkan;

3. Tujuan yang akan dicapai, harus bisa diukur melalui target

organisasi, bisa juga menerangkan mengapa anda bekerja di sini;

4. Strategi untuk mencapai tujuan, bagaimana mencapai tujuan

organisasi.

Kadar kemampuan menangkap maksud dan tujuan organisasi tersebut tergantung pada tingkat kemampuan berkomunikasi para pemimpin dan fasilitator budaya kerja menterjemahkan dengan kata-kata operasional pada setiap level SDM sesuai dengan struktur organisasi.

Selanjutnya Stephen Covey dalam bukunya "The 7 Habits of

Highly Effective People" menyatakan bahwa "Visi dan Nilai-nilai akan muncul dari orang-orang dalam organisasi", sehingga akan memberi arah untuk pengambilan keputusan yang lebih baik dan mengurangi fungsi pengawasan. Hal itu akan


(30)

Budaya Kerja Organisasi Pemerintah 50

membentuk prinsip Kepemimpinan Pancasila seperti : Ing

Ngarso sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani (Ing-Ing-Tut) atau prinsip 5 L (Listen-Learn-Live--Lead-Let) seperti yang dikemukakan oleh Elaine Biech dalam

bukunya TQM for Training.

Selanjutnya upaya penanaman nilai-nilai budaya dalam manajemen/administrasi dapat dilakukan melalui :

1. Struktur Organisasi yang benar sesuai dengan tuntutan/tujuan

dan sebagai strategi;

2. Melakukan manajemen secara horizontal, lebih banyak yang

bersifat kerjasama/koordinasi;

3. Memberikan pelayanan atas dasar strategi yang baik;

4. Interaksi atau pergaulan atas dasar silih asih, asah dan asuh;

5. Membuang, budaya yang negatif dan memasukkan nilai-nilai

baru;

6. Orientasi kerja pada peningkatan kualitas;

7. Mengembangkan upaya kemitraan/partnership;

8. Melakukan gaya kepemimpinan dengan keteladanan

(ing-ing-tut);

9. Manajemen/administrasi dengan melakukan penyempurnaan

terus menerus.

Untuk itu Prof. Edward Deming dalam bukunya “Out of Crisis”,

berpesan:

1. Tanamkan komitmen pimpinan dalam hal kesetiaan terhadap

tujuan perbaikan produk, baik barang ataupun jasa;

2. Serap dan gunakan pendekatan baru yang relevan;

Modul Diklat Prajabatan Golongan III 51

3. Hentikan memberikan penghargaan terhadap prestasi

pegawai/karyawan dalam bentuk uang;

4. Hentikan pengawasan hanya diakhir proses untuk

mewujudkan mutu produk;

5. Sempurnakan secara periodik dan terus menerus proses

perencanaan, produksi, dan pelayanan;

6. Sediakan dan lakukan pelatihan disekitar lokasi kerja;

7. Kembangkan pengetahuan dan latihan kepemimpinan

partisipatif;

8. Kembangkan iklim kerja yang positif, merangsang inovasi,

jangan mengancam dan menakut-nakuti, kembangkan rasa saling percaya antar pegawai/karyawan, atasan dan bawahan;

9. Jangan menciptakan batas-batas birokratis antara staf dan

karyawan/pegawai;

10. Singkirkan kebijakan mengecam pegawai/bawahan;

11. Pelajari dan terapkan metode perbaikan dan hindari Quota

Numerik dalam memacu produksi;

12. Jangan meremehkan keterampilan pegawai atau karyawan,

tetapi berikan, tanamkan kebanggaan akan keterampilan kerja yang dimilikinya;

13. Laksanakan program pendidikan dan pelatihan atau Diklat

secara rutin periodik pada setiap pegawai/karyawan, dan

14. Libatkan setiap orang yang berada di organisasi dalam


(31)

D.

Cara Kerja Birokrasi

1. Cara Kerja Tradisional

Cara Kerja Tradisional ini mewarnai kehidupan manajemen baik di pemerintahan maupun di masyarakat, cara seperti ini sudah tidak efisien lagi, karena sangat lamban dan menghambat perubahan. Menurut J.C. Tukiman Taruna pada suatu Seminar yang dimuat di Surat MEDIA tanggal 10 April 1994 menyebutkan antara lain bahwa masyarakat Indonesia masih bersifat feodalistik, ketat pada peraturan, lebih menyenangi tertutup, lebih suka mempersulit pelayanan kepada orang lain, menghadapi orang lain dengan penuh curiga, dalam keadaan tertentu suka main hakim sendiri, suka membuat peraturan untuk memperkuat diri.

Keadaan seperti itu seharusnya berubah karena tantangan sudah lain dan oleh Prof. Dr. Muladi dari UNDIP pada Surat Kabar yang sama menyatakan perlu paradigma baru seperti dalam menentukan tujuan itu harus fleksibel, komunikasi harus terbuka, kebijaksanaan harus rasional dan bersifat partisipatif.

Lebih lanjut dikatakan oleh Dr. Lukman Sutrisno dari UGM ciri tuntutan masa depan tersebut antara lain berorientasi pada demokrasi dan hak-hak asasi manusia serta prestasi, menghormati hukum, tidak cepat puas dan solidaritas sosial tinggi.

Menurut Prof. Dr. Warren Bennis keadaan seperti yang dikemukakan oleh J.C. Tukiman Taruna tersebut disebut matinya birokrasi karena bersifat kaku dan lamban, sehingga tidak mampu lagi untuk mengakomodasi tuntutan-tuntutan baru yang bersifat cepat dan mendasar.

Disebut mendasar karena menyangkut perubahan sikap dan perilaku SDM dalam upaya merubah perilaku manajemen baru yang lebih dinamik dan fleksibel. Namun perubahan sikap dan perilaku SDM tersebut memerlukan proses waktu yang cukup lama agar benar-benar menjadi budaya baru.

2. Cara Kerja Baru

Untuk mengatasi tantangan globalisasi diperlukan perubahan cara kerja baru yang lebih efektif dan efisien, lebih demokratis dan terbuka, lebih rasional dan fleksibel dan lebih bersifat terdesentralisasi. Hal itu dikemukakan oleh Bapak Presiden RI di depan para Gubernur pada 10 Juni 1993 dengan maksud agar diadakan perubahan manajemen untuk mengantisipasi pengaruh globalisasi yang akan menerpa semua negara di dunia termasuk Indonesia.

Bilamana perubahan manajemen tersebut dapat dikelola dengan baik maka akan dipetik keuntungan yang berupa tumbuhnya banyak prakarsa, aneka ragam kreativitas dan dorongan partisipasi yang makin besar. Pertumbuhan semacam itu akan mendorong terwujudnya kemandirian yang harus menjadi ciri utama pembangunan dalam rangka


(1)

dampak kualitas manajemen/administrasi yang kurang baik, oleh karena itu disiplin harus mampu ditanamkan pada seluruh SDM dalam manajemen, melalui cara-cara sebagai berikut :

a. Mengenal dirinya sendiri; b. Mendisiplinkan diri;

c. Memimpin dengan keteladanan; d. Menanamkan semangat kemandirian; e. Hindari sikap dan perilaku negatif; f. Anggap disiplin sebagai cermin ibadah.

BAB VI

MASALAH BUDAYA KERJA

ORGANISASI PEMERINTAH

Pelaksanaan budaya kerja pada Instansi Pemerintah diperlukan berkaitan dari semua pihak, agar betul-betul bisa terlaksana sesuai dengan harapan. Pelaksanaan budaya kerja, adalah persoalan perilaku, oleh karena pemahaman terhadap nilai-nilai yang menjadi dasar dalam organisasi pada penghayatan yang lebih dalam. Dengan penghayatan nilai-nilai tersebut akan tercermin dalam tindaktanduk/perilaku Aparatur sehari-hari.

Berbagai masalah budaya kerja dalam organisasi pemerintah sebagaimana dijelaskan dalam pedoman pengembangan budaya kerja Aparatur Negara yang diterbitkan oleh Kementrian PAN-RI (tahun 2002) yang diilustrasikan dalam penjabaran nilai-nilai budaya kerja yang terdiri dari 17 pasang tersebut, dapat diidentifikasikan, antara lain sebagai berikut :

1. Komunitas dan konsistensi terhadap visi dan misi organisasi masih rendah;

2. Sering terjadi penyimpangan dan kesalahan dalam kebijakan publik yang berdampak luas kepada masyarakat;

3. Pelaksanaan kebijakan jauh berbeda dari yang diharapkan; 4. Terjadi arogansi pejabat dan peyalahgunaan kekuasaan;

5. Pelaksanaan wewenang dan tanggungjawab aparatur saat ini belum seimbang;


(2)

6. Dalam praktek dilapangan sulit dibedakan antara ikhlas dan tidak ikhlas, jujur dan tidak jujur;

7. Pejabat yang KKN akan menyebabkan KKN meluas pada pegawai, dunia usaha dan masyarakat;

8. Gaji pegawai yang rendah/kecil dibandingkan dengan harga barang/jasa lainnya;

9. Banyak aparatur yang integritas, loyalitas dan profesionalnya rendah;

10.Belum ada sistem merit yang jelas untuk mengukur kinerja pegawai dan tindak lanjut hasil penilaiannya.

11.Kreativitas karyawan kurang mendapat perhatian atasan; 12.Kepekaan terhadap keluhan masyarakat dinilai masih rendah; 13.Sikap yang berorientasi vertikal menyebabkan hilangnya

kreativitas, rasa takut berimprovisasi;

14.Budaya suap bukan hal yang rahasia, sehingga dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku pimpinan dalam bekerja; 15.Ada kecenderungan para pemimpin tidak mau mengakui

kesalahan di depan bawahan;

16.Masing-masing bekerja sesuai dengan uraian tugas yang ada dan belum optimal untuk bekerjasama dengan unit lain;

17.Sifat individualisme lebih menonjol dibandingkan kebersamaan; 18.Tidak ada sanksi yang jelas dan tegas jika pegawai melanggar

aturan;

19.Budaya KKN yang menjiwai sebagian aparat; 20.Tingkat kesejahteraan yang kurang memadai;

21.Pengaruh budaya prestise yang lebih menonjol, sehingga aspek rasionalitas sering dikesampingkan;

22.Sistem seleksi (rekruitment) yang masih kurang transparan; 23.Tidak berani tegas, karena khawatir mendapat reaksi yang negatif; 24.Banyak aparatur belum memahami makna keadilan dan

keterbukaan.

Berbagai permasalahan tersebut dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah masih ditemukan. Berbagai upaya telah dilakukan, akan tetapi belum mencapai hasil yang optimal.


(3)

BAB VII

PENUTUP

Selama kita mempelajari Budaya Kerja dengan segala bentuk kreativitas SDM, maka kita tidak akan henti-hentinya haus akan bahan bacaan dan pengalaman, di mana Budaya Kerja dilaksanakan dan diteliti oleh para pakar manajemen mutu dengan semangat yang sedang membara untuk selalu mencari alternatif-alternatif baru dalam menghadapi tantangan yang tidak kunjung berhenti, sehingga mereka dituntut untuk berfikir jauh ke depan, menyiapkan diri agar upaya yang sekarang dilakukan dapat menjadi tonggak kuat untuk menopang tantangan yang akan datang.

Kondisi tersebut maka benar, nyata petuah nenek moyang kita yang menyatakan : "Belajarlah dari buaian sampai ke liang lahat" kalam Illahi juga telah membimbing kita untuk selalu ingat akan hukum-hukum alam yang tidak bisa ditawar-tawar, siapa saja yang melawan hukum tersebut akan mendapatkan kesulitan dan kegagalan. Manusia adalah merupakan makhluk tertinggi di antara ciptaan Tuhan dan bahkan menjadi pemimpin di muka bumi. Mereka hendaklah bersyukur kepada-Nya, agar mendapatkan rahmat. Kalau ingin merubah sesuatu masyarakat/bangsa hendaklah mereka merubah dirinya sendiri terlebih dahulu.

Oleh karena itu sebagai makhluk Tuhan yang tertinggi di harapkan dapat mengerti pesan-pesan tersebut agar kita selamat menghadapi

bagaimana seharusnya kita berbuat sesuai dengan hukum-hukum Tuhan tersebut di atas sesuai dengan kodrat manusia yang beriman yang dikenal dengan istilah back to basic atau kembali ke fitrah. Dengan Budaya Kerja berarti kita kerja ibadah dan barang siapa beribadah, Tuhan akan memberikan rahmat berupa bimbingan ke arah jalan yang benar, sehingga kita akan dapat lindungan Tuhan dalam menghadapi segala tantangan berupa apapun.

Selamat melaksanakan Program Budaya Kerja untuk meraih prestasi yang lebih baik dari pada ini dengan motto "tiada hari tanpa prestasi". Hari ini lebih baik dari hari kemarin. Hari esok lebih baik dari pada hari ini", Tuhan selalu di samping anda semua.

A.

Strategi Pembelajaran

Strategi metode merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pendidikan dan pelatihan yang dibawakan oleh para instruktur atau Widyaiswara. Oleh sebab itu strategi pembelajaran harus dibedakan dengan strategi pembelajaran bagi para siswa di sekolah dasar dan sekolah lanjutan. Perlu dihindarkan pendekatan yang bersifat paedagogik. Bahan kepemimpinan dalam keragaman budaya, ditransformasikan kepada para peserta perlu memperhatikan posisi kunci sebagai berikut:

1. Peserta, adalah para orang dewasa, pejabat harus diperlakukan sebagai subyek yang memiliki seribu macam pengalaman;


(4)

berani bicara, mengungkapkan pengalaman, memecahkan masalah, berfikir penuh penalaran, kreatif dan mampu memecahkan permasalahan;

3. Instruktur (Widyaiswara), datang dengan pikiran sebagai seorang fasilitator yang mampu menciptakan situasi yang mendorong peserta untuk proaktif, kreatif, terbuka.

B.

Latihan

I Tujuan : Secara umum latihan bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman para peserta terhadap materi yang disajikan oleh Widyaiswara.

II Waktu : 90 menit

III Metode : Dilaksanakan melalui diskusi kelompok yang dibentuk/ditentukan oleh Widyaiswara.

IV Peserta : Seluruh peserta dibagi kedalam kelompok. Masing-masing kelompok bertugas mendiskusikan topik-topik tertentu.

V Prosedur : Masing-masing kelompok dipimpin oleh Ketua yang dibantu Sekretaris yang dipilih & ditentukan oleh peserta.

NO POKOK BAHASAN SUB POKOK

BAHASAN SESI WAKTU METODE

1. BUDAYA KERJA 1. Pengertian Budaya; 2. Pengertian Kerja; 3. Pengertian Budaya

Kerja;

4. Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja; 5. Unsur-unsur Budaya

Kerja;

6. Prinsip-prinsip Kerja

I 90 menit Ceramah Tanya jawab

2. NILAI-NILAI BUDAYA KERJA

1.Unsur-unsur falsafah 2.Arti dan makna nilai 3.Nilai-nilai budaya

kerja yang melekat pada kebijakan.

II 90 menit Ceramah Tanya jawab

3. WAWASAN TU GAS ORGANI SASI PEMERINTAH

1. Wawasan Tugas (Visi & Misi);

2. Organisasi Pemerintah: 3. Perubahan 4. Cara Kerja Birokrasi

II 90 menit Ceramah Tanya jawab

4. PENERAPAN BUDAYA KERJA ORGANISA SI PEMERIN TAH

1. Organisasi Budaya kerja;

2. Komitmen Pemimpin Puncak;

3. Komunikasi; 4. Motivasi; 5. Lingkungan Kerja; 6. Kerjasama melalui

Kelompok; 7. Disiplin

III 90 menit Ceramah Tanya jawab

5. PERMASALAHAN BUDAYA KERJA DALAM ORGANI SASI PEMERINTAH

Diskusi kelompok III 90 Peserta di bagi dalam kelompok. Akhir diskusi peserta menyajikan hasilnya da lam pleno.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

________, Organization Psychology, Prentice HII Inc, New Delhi, 1980.

_______, Editor, System Thinking, published by Magellan Group, 1998.

_______, First Things First, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994. A.R. Mustopadidjaja, Dr. Peranan Etos Kerja, STIA-LAN, 1989. Bennis, Warren & Michael Mishe. The21 Century Organization,

Reiventing Through Reegineering, published by pfeiffer & Company 1995.

BP-7 Pusat. Kepemimpinan Pancasila, BP-7 Pusat Jakarta, 1993. Ciampa, Dan, Total Quality, Addisom-Wsley P.C. Inc. 1992.

Cleary, Tjomas. The Book of Leadership & Strategy, PT Elex Media Komputindo, 1990.

Covey, Stephen R. Principle Centered Leadership, Simon & Schuster Inc, 1993.

Covey, Stephen R. The Seven Habits of Highly Effective People, Simon & Schuster. Inc, 1993.

Drucker, Peter, Prof. Dr. Practice of Management, Harper & Row, New York, 1954.

Eisenberg, Ronni & Kate Kelly. Organize Your Office, Hyperion, 1994.

Garratt, Bob, Creating a Learning Organization. A direct Book publisher 1990.

Hame, Gary & C.K. Prahalad, Competing The Future, penerbit Binarupa Aksara, 1995.

Heath, W. Stanley. Psikologi yang Sebenarnya, Yayasan Andi, Yogyakarta, 1995.

Huneryager, S.G. & L.L. Heemun. Purtisipasi dun Dinamika Kelompok, Dahara Prize, 1992.

Ishikawa, Kaoru, Prof. Quality Control Circle at Work, APO, Tokyo, 1984.

Israel, Richard and Julianne Crane, The Vision terjemahan, penerbit PT. Elex Komputindo, 1998.

Juran, J.M.; Juran on Leadership of Quality, Free Press, Mc. Millan Inc. USA, 1989.

Kantor MENPAN, Pemasyarakatan Budaya Kerja, S.K. No. 04/1991. Kementrian PAN-RI, Pedoman Pengembangan Budaya Kerja

Aparatur Negara, Jakarta, 2002.

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, 1974.

Komarudin, Prof. Manajemen Berdasarkan Sasaran, Bumi Aksara, 1990.

Max Hand & Brian Plowman, Editor. Quality Management Handbook, Butterworth/Heinemann, 1992.

Moekijat, Drs. Asas Asas Perilaku Organisasi, C.V. Mandar Maju, 1990.

Osada, Takashi, Sikap Kerja 5-S. terjemahan, Pustaka Binaman Pressindo, 1995.


(6)

Persadi, Pembaharuan Administrasi dalam Menghadapi Era Globalisasi, Persadi, 1995.

Pidato Presiden R.I.; Gagasan Manajemen Modern, Raker Gubemur, 10 Juni 1993.

Senge, Peter, Ph.D. The Fifth Disciplines, published by Magellan Group, 1990.

Shein, Edgar H. How Culture Forms, Develops and Changes, ICQCC, Denpasar, 1992.

Tunggal, Amien Widjaja, Drs. Manajemen Mutu Terpadu, penerbit Rineka Cipta, 1993.

Wall, Bob, Robert Solun, Mark I. Sobol; The Visionary Leader,

terjemahan, penerbit Interaksara, 1999.

Walton, Mary, Deming Management at Woek, Abdul Majeed & Co. 1993.