Perilaku siswa terhadap menyontek ditinjau dari status sekolah dan tingkat penghasilan orang tua pada siswa kelas VIII di kota Yogyakarta

(1)

(2)

i

PERILAKU SISWA TERHADAP MENYONTEK DITINJAU

DARI STATUS SEKOLAH DAN TINGKAT PENGHASILAN

ORANG TUA PADA SISWA KELAS VIII DI KOTA

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Andreas Panji Wicaksono NIM : 121334023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk :

1.

Tuhan Yesus

2.

Kedua Orang Tuaku : Bapak Asmono dan Ibu Sri Wiyanti

3.

Adik saya : Iga Aswiyanti

4.

Teman cowok di kelas : Umex, Mamix, Boy, Tombol,

Gendut, Yosep, Pather, Bima, Galing, Marsel, Dani, Si

Cun, Tomi.

5.

Sahabat-sahabatku Pendidikan Akuntansi dan Pendidikan

Ekonomi.

6.

Teman motivasi : Arnita, Christin, Grace, Herlambang,

Firman, Lambang, Andang, Bajuri, Roni.

Kupersembahan karya ini untuk Almamaterku:


(6)

v

Motto

“Kuatkan dan teguhkan hatimu,

janganlah takut dan jangan gemetar

karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu,

Dialah yang berjalan menyertai engkau,

Ia tidak akan membiarkan engkau dan

tidak akan meninggalkan

engkau.”(Ulangan 31 : 6)

“TUHAN Memberkati engkau dan

melindungi engkau.”


(7)

(8)

(9)

viii

ABSTRAK

PERILAKU SISWA TERHADAP MENYONTEK DITINJAU

DARI STATUS SEKOLAH DAN TINGKAT PENGHASILAN

ORANG TUA PADA SISWA KELAS VIII DI KOTA

YOGYAKARTA

Andreas Panji Wicaksono Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaaan perilaku siswa kelas VIII terhadap menyontek yang ditinjau dari status sekolah dan tingkat penghasilan orang tua. Jenis penelitian ini termasuk penelitian studi kasus.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8, SMP Negeri 2, SMP Kristen Kalam Kudus, dan SMP Tumbuh Yogyakarta pada bulan Februari 2016 – April 2016. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII berjumlah 113 responden. Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah Mann Whitney untuk variabel status sekolah dan Kruskal-Wllis untuk variabel tingkat penghasilan orang tua.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tidak ada perbedaan perilaku siswa SMP terhadap menyontek yang ditinjau dari status sekolah (nilai Asymp. Sig

0,888), (2) tidak ada perbedaan perilaku siswa SMP terhadap menyontek yang ditinjau dari tingkat penghasilan orang tua kelompok ayah (nilai Asymp. Sig

0,776) dan tingkat penghasilan orang tua kelompok ibu (nilai Asymp. Sig 0,128).


(10)

ix

ABSTRACT

THE BEHAVIOR OF STUDENTS IN CHEATING PERCEIVED

FROM SCHOOL STATUS AND PARENT’S INCOME ON THE

EIGHTH GRADE STUDENTS OF JUNIOR HIGH SCHOOL IN

YOGYAKARTA

Andreas Panji Wicaksono Universitas Sanata Dharma

2017

This research aims to identify whether there is a difference in students’ of the eighth grade students’ toward cheating perceived from school status and parents’ income. This research is a case study.

This research was conducted in several junior high school in Yogyakarta. There were SMP Negeri 8; SMP Negeri 2, SMP Kristen Kalam Kudus, dan SMP Tumbuh Yogyakarta. This research was carried out from February to April 2016. The respondents of this research are 113 students’ of the eighth grade of Junior High School. The data were collected though questionnare and analyze by Mann Whitney’s theory for the variable of school status and Kruskal-Wallis’ theory to analyze the parents’ income.

The result of research shows that: (1) there is no difference in students’ behavior towards cheating perceived from school status (Asymp. Sig value is 0,888), (2) there is no difference in students’ towards cheating perceived from father’s income (Asymp. Sig value is 0,776) and for mother’s income (Asymp. Sig value is 0,128).


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau Dari Status Sekolah Dan Tingkat Penghasilan Orang Tua Pada Siswa Kelas VIII Di Kota Yogyakarta” dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(12)

xi

4. Bapak Drs. Bambang Purnomo S.E., M.Si.. selaku Dosen Pembimbing, terima kasih untuk doa, bimbingan, serta bantuannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan membimbing saya selama proses perkuliahan.

6. Ibu Theresia Aris Sudarsilah selaku staf secretariat Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi yang telah membantu saya dalam urusan administrasi selama proses perkuliahan. 7. Kedua Orang tuaku, Bapak Asmono dan Ibu Sri Wiyanti yang selalu

memberikan nasihat, doa, motivasi, perhatian, dan kasih sayang untuk dukungan moral.

8. Adiku Iga Aswiyanti telah memberikan doa, dukungan moral dalam penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman satu dosen pembimbing: Siwi, Mega, There, Tomo, Yosep, Bayu, Jalu, Denny.

10.Teman-teman satu angkatan Pendidikan Akuntansi Angkatan 2012 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas empat tahun yang luar biasa ini dan dinamika kita yang mendewasakan dimasa perkuliahan. Sukses untuk kita semua.

11.Semua pihak yang mendukung membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.


(13)

(14)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTAK ... viii

ABSTRACT... viiii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix


(15)

xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Pendidikan Karakter dan Nilai Karakter ... 9

B. Perilaku ... 11

C. Menyontek ... 14

D. Status Sekolah ... 18

E. Penghasilan Orang Tua ... 24

F. Penelitian Yang Relevan ... 26

G. Kerangka Berpikir ... 27

H. Paradigma Penelitian ... 30

I. Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

C. Subyek dan Obyek Penelitian... 32

D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 36


(16)

xv

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 56

A. SMP Negeri 8 Yogyakarta ... 56

B. SMP Negeri 2 Yogyakarta ... 59

C. SMP Tumbuh Yogyakarta... 62

D. SMP Kristen Kalam Kudus Yogyakarta ... 62

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Deskripsi Penelitian ... 64

B. Pengujian Hipotesis ... 77

C. Pembahasan ... 80

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Keterbatasan ... 85

C. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai-nilai Karakter dan Deskripsi Karakter ... 10

Tabel 3.1 Nama Sekolah dan Jumlah Siswa ... 33

Tabel 3.2 Operasional Variabel Perilaku Menyontek ... 35

Tabel 3.3 Sebagian r tabel ... 38

Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Perilaku Menyontek ... 39

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Ulang 1 Instrumen Perilaku Menyontek ... 43

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 49

Tabel 3.7 Nilai Presentil PAP Tipe II ... 50

Tabel 3.8 Rentang Tingkat Perilaku Menyontek ... 52

Tabel 3.9 Pedoman Teknik Pengolahan Data ... 53

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 63

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Status Sekolah ... 64


(18)

xvii

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan

Pengahsilan Orang Tua ... 65

Tabel 5.4 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap Menyontek ... 67

Tabel 5.5 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau Dari Status Sekolah Negeri ... 68

Tabel 5.6 Perhitungan dan Interpretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau Dari Status Sekolah Swasta ... 69

Tabel 5.7 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa

Terhadap Menyontek Ditinjau Dari

Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ayah) < Rp 1.000.000 ... 70

Tabel 5.8 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa

Terhadap Menyontek Ditinjau

Dari Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ayah)

Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 ... 71

Tabel 5.9 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau Dari Dari


(19)

xviii

Tabel 5.10 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau Dari

Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ibu) < Rp 1.000.000 ... 73

Tabel 5.11 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa

Terhadap Menyontek Ditinjau

Dari Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ayah)

Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 ... 74

Tabel 5.12 Perhitungan dan Intepretasi Penilaian Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau Dari Dari

Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ayah) > Rp 3.000.000 ... 75

Tabel 5.13 Hasil uji Kruskal Wallis Mengenai Perilaku Siswa Terhadap

Menyontek Berdasarkan Akreditasi Sekolah. ... 76

Tabel 5.14 Hasil uji Kruskal Wallis Mengenai Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Berdasarkan

Tingkat Penghasilan Orang Tua (Ayah). ... 77

Tabel 5.15 Hasil uji Kruskal Wallis Mengenai Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Berdasarkan


(20)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Struktur Organisasi SMP Negeri 8 Yogyakarta ... 55

Gambar 4.2 Skema Hubungan dan Standar

Pendidikan Nasional Dengan Pembagian

Tugas Wakasek dan Kepala Tata Usaha


(21)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran ... 90

Lampiran I Koesioner ... 91

Lampiran II Data Induk ... 101

Lampiran III Validitas Dan Reabilitas ... 113

Lampiran IV Uji Mann Whiteney dan Kruskal Wallis ... 119

Lampiran V Surat Ijin ... 124


(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia. Hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam dunia pendidikan. Pemerintah Indonesia juga mencanangkan tentang pendidikan yaitu yang disebut dengan Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional sesuai dengan Garis-garis Besar Halauan Negara (GBHN) 1993, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani (Sekretariat Republik Indonesia, 1993).

Tetapi tujuan yang sangat baik itu nampaknya sulit tercapai apabila pelajar dari mahasiswa di Indonesia sering berbuat curang, tidak jujur serta asal-asalan pada saat ujian, yaitu dengan menyontek. Perilaku menyontek merupakan suatu upaya yang dilakukan pelajar dan mahasiswa untuk mendapatkan nilai yang baik. Beberapa alasan lainnya pelajar/mahasiswa menyontek adalah agar mendapatkan pujian dari orang tua, guru, dan teman-temannya, tidak siap dalam ulangan/ujian, tidak percaya diri, kesulitan dalam


(23)

mata pelajaran tertentu, malas belajar, dan sebagai bentuk solidaritas antar teman. Bila hal ini terus-menerus dibiarkan maka dapat dipastikan pendidikan di Indonesia akan mengalami kemunduran.

Perilaku menyontek menjadi fenomena yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan. Kebanyakan siswa di SD, SMP, SMA/K maupun mahasiswa di perguruan tinggi pernah menyontek. Menyontek dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menulis di atas meja, menulis di kertas/tissue, menulis di anggota tubuh, bertanya kepada teman, searching menggunakan ponsel, melihat dan menyalin jawaban teman, menyontek dengan buku yang diletakkan di laci atau di WC, dan lain-lain.

Perilaku menyontek merupakan suatu upaya yang dilakukan pelajar dan mahasiswa untuk mendapatkan nilai yang baik. Beberapa alasan lainnya pelajar/mahasiswa menyontek adalah agar mendapatkan pujian dari orang tua, guru, dan teman-temannya, tidak siap dalam ulangan/ujian, tidak percaya diri, kesulitan dalam mata pelajaran tertentu, malas belajar, dan sebagai bentuk solidaritas antar teman. Bila hal ini terus-menerus dibiarkan maka dapat dipastikan pendidikan di Indonesia akan mengalami kemunduran.

Dunia pendidikan perlu mengikis perilaku menyontek ini. Perilaku menyontek merupakan bagian dari ketidakjujuran. Ketika dunia pendidikan membiarkan ketidakjujuran ini berlanjut, maka akan memberikan dampak pada pembangunan karakter manusia Indonesia. Pencurian, korupsi, penipuan, dan


(24)

plagiatisme yang marak terjadi merupakan contoh dari kegagalan dunia pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.

Fakta tentang perilaku ketidakjujuran di dunia pendidikan biasanya banyak terjadi saat menjelang ujian. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian dari Hartanto dalam Kharisma (2014 : 21) menunjukkan bahwa intensitas perilaku menyontek di SMP Swasta di daerah Pondok Cabe Jakarta, berada pada posisi sedang (53,3%), rendah (33,3%), dan tinggi (13,3%). Bentuk perilaku menyontek yang biasa dilakukan oleh peserta didik antara lain melihat, menyalin, dan meminta jawaban dari teman-temannya.

Selain itu, ada fakta lain mengenai perilaku menyontek di kota Yogyakarta. kota yang dikenal dengan sebutan “Kota Pelajar” ini dinobatkan sebagai daerah yang memiliki nilai Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) tertinggi di Indonesia pada tahun 2015 (Harian Republika, 2015 tanggal 19 Mei). Berdasarkan data laporan hasil UN dan IIUN per kabupaten/kota yang masuk ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), kota Yogyakarta meraih nilai tertinggi, yakni sekitar 82,37 dengan rata-rata nasional 63,28.

Di samping itu, perilaku menyontek juga disebutkan dalam website komunitas air mata guru (www.komunitasairmataguru.blogspot.co.id). Dalam website tersebut disebutkan banyak kecurangan-kecurangan dalam UN baik yang dilakukan oleh siswa dan guru. Selain itu, hasil penelitian longitudinal Anderman dalam Mubiar (2011 : 4) menunjukkan bahwa menyontek sering


(25)

dilakukan siswa SMP dikarenakan adanya perubahan keadaan lingkungan belajar yang dialami siswa. Hal ini disebabkan karena siswa mengalami masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah, struktur kelas, dan lingkungan sekolah yang kompetitif.

Sekolah Menengah Pertama merupakan salah satu jenjang pendidikan yang dilalui oleh peserta didik. Pada jenjang ini, peserta didik dihadapkan pada perkembangan mental dan moral. Menurut Anderman dalam Mubiar (2011 : 4), pada usia 12-15 tahun yang umumnya individu duduk di bangku SMP akan mulai memasuki dunia baru yang berbeda dengan pengalaman di sekolah dasar serta banyak hal baru yang menuntut individu untuk menyesuaikan diri, terutama pada siswa kelas VIII.

Perubahan keadaan lingkungan belajar mengakibatkan siswa melakukan tindakan menyontek. Mereka menganggap tindakan itu sebagai bentuk solidaritas antar teman. Menyontek biasanya dilakukan pada pelajaran matematika dan ilmu alam atau ilmu pasti, dibandingkan dengan pelajaran lainnya. Menyontek biasanya terjadi pada waktu ulangan atau ujian.

Sekolah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bangunan untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran (menurut tingkatnya). Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal harus berkewajiban mengembangkan potensi seorang siswa dalam berbagai aspek kepribadian, sehingga nantinya dapat menjadi manusia yang mampu berdiri sendiri di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan di sekolah diartikan sebagai


(26)

proses kegiatan terencana dan terorganisir yang terdiri atas kegiatan belajar, kegiatan ini bertujuan menghasilkan perubahan positif pada diri siswa. Menurut status, di Indonesia lembaga pendidikan/sekolah terbagi menjadi dua yaitu sekolah swasta dan negeri.

Sekolah swasta maupun sekolah negeri memiliki karakteristiknya sendiri, sehingga dengan karakteristik tersebut akan menimbulkan perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Pada hakikatnya, sekolah swasta maupun negeri mempunyai tujuan yang sama yakni mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Sekolah swasta adalah sekolah sekolah yang diselenggarakan oleh non-pemerintah atau swasta, penyelenggara sekolah swasta biasanya berupa badan maupun yayasan pendidikan. Sedangkan sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sekolah swasta maupun negeri dalam menyelenggarakan pendidikan selalu berupaya agar membentuk siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan dapat membuat keputusan untuk masa depannya.

Keberhasilan setiap siswa dalam dunia pendidikan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor intern seperti motivasi, cara belajar, kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan serta faktor ekstern seperti lingkungan sekolah, lingkungan keluarga (orang tua) maupun lingkungan masyarakat. Di dalam lingkungan keluarga, banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan, salah satunya yaitu latar belakang


(27)

pekerjaan orang tua, di mana faktor terssebut menentukan tingkat pendapatan yang pada akhirnya akan menentukan berbagai kebutuhan pendidikan siswa.

Seorang siswa yang memiliki orang tua dengan latar belakang pekerjaan yang berpenghasilan tinggi, semua kebutuhan dapat dipenuhi, seperti misalnya sekolah di pendidikan formal, selain itu orang rua juga mampu memasukkan anaknya di pendidikan non formal (bimbingan belajar) agar mereka lebih dapat memahami materi yang diajarkan di sekolah. Begitupun sebaliknya, siswa yang memiliki orang tua dengan latar belakang perkerjaan yang berpenghasilan rendah, fasilitas tidak dapat terpenuhi sehingga dituntut untuk memikirkan kebutuhan lain sehingga anak tidak ada waktu untuk belajar.

Sebuah tinjauan lingkungan kemiskinan anak menyimpulkan bahwa dibanding dengan rekan-rekan yang lebih diuntungkan secara ekonomi, anak-anak miskin mengalami kesengsaraan. Menurut Evans (2004) dalam Santrock (2014 : 163) lebih banyak konflik keluarga, kekerasan, kekacauan dan pemisahan keluarga dari mereka, kurang dukungan sosial, kurang stimulasi intelektual, lebih banyak menonton TV, fasilitas sekolah dan perawatan anak rendah, serta orang tua yang kurang terlibat dalam kegiatan sekolah mereka, lebih banyak polusi dan ramai, rumah berisik, dan lebih berbahaya, memburuknya lingkungan. Dengan adanya pendapat tersebut dapat memungkinkan mereka malas untuk belajar dan dapat menimbulkan perilaku menyimpang di sekolah, seperti menyontek.


(28)

Di pihak lain, Prof. Djemari Mardapi, Ph.D. (wawancara dilakukan bulan Agustus 2015) menyatakan bahwa pada tahun 2015, wilayah DIY merupakan termasuk daerah putih (daerah yang bersih dari kecurangan dalam UN). Pernyataan ini bertentangan dengan hasil penelitian Anderman yang menyatakan bahwa perilaku menyontek sering dilakukan oleh siswa SMP.

Berdasarkan ketidakkonsistenan antara pendapat Prof. Djemari dan hasil-hasil penelitian sebelumnya maka perlu dilakukan penelitian yaitu “Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Yang Ditinjau Dari Status Sekolah dan Tingkat Penghasilan Orang Tua Pada Siswa Kelas VIII Di Kota Yogyakarta ”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada perbedaan perilaku siswa/siswi terhadap menyontek yang ditinjau dari status sekolah?

2. Apakah ada perbedaan perilaku siswa/siswi terhadap menyontek yang ditinjau dari penghasilan orang tua?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui perbedaan perilaku antara siswa di smp yang negeri atau swasta dan perbedaan perilaku siswa berdasarkan tingkat penghasilan orang tua terhadap menyontek di kota Yogyakarta.


(29)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, siswa, dan sekolah dan perguruan tinggi.

1. Guru

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru dalam mengetahui dan mencegah perilaku menyontek siswa-siswa SMP. Sehingga, hasil ujian/ulangan yang dihasilkan benar-benar merupakan hasil belajar siswa dan mencerminkan kemampuan siswa yang sesungguhnya. Dengan demikian, pengambilan keputusan terkait dengan nilai yang dihasilkan siswa tidak bias.

2. Siswa

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa. Siswa lebih menyadari tentang kemampuan yang dimiliki dan dapat mengoptimalkan kompetensi-kompetensi yang ada pada diri siswa.

3. Sekolah dan Perguruan Tinggi

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah dan perguruan tinggi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter khususnya kejujuran dalam belajar. Implementasi pendidikan karakter dapat dimulai dari hal-hal yang sederhana, salah satunya adalah mendidik untuk jujur dalam ulangan.


(30)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter dan Nilai Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan karakter. Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk menciptakan seseorang yang dapat berguna di masa yang akan datang, sedangkan karakter adalah suatu atribut yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan komplesitas, mental satu orang dengan orang lainnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha yang sungguh-sungguh dilakukan dan mampu menciptakan ciri pribadi yang berbeda antar orang satu dan lainnya. Pendidikan karakter memiliki makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak, yang mana tujuannya adalah untuk membentuk karakter pribadi anak supaya menjadi manusia dan warga negara yang baik.

Secara universal, berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan beberapa pilar yaitu : kedamaian, menghargai, kerjasama, kebebasan, kebahagian, kejujuran, kerendahan hati, kasih sayang, tanggung jawab, kesederhahaan, toleransi, dan persatuan (Samani, 2013 : 43). Nilai-nilai karakter tersebut dijabarkan pada Tabel 1 berikut ini.


(31)

Tabel 2.1

Nilai-Nilai Karaker dan Deskripsi Karakter

No. Nilai Karakter Deskripsi

1 Kedamaian Sikap dan perilaku yang menyukai adanya harmoni dan bebas dari konflik dan gangguan, serta suka akan ketenangan.

2 Menghargai Menghargai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Bersikap beradab, sopan, tidak melecehkan, tidak menghina orang lain, dan tidak menilai orang lain sebelum mengenalnya dengan baik.

3 Kerjasama Saling membantu untuk mencapai sebuah tujuan.

4 Kebebasan Tidak adanya paksaan/tekanan yang sengaja mendesak seseorang untuk bertidak melawan kehendak diri sendiri.

5 Kebahagian Suatu keadaan di mana hadir kesenangan, ketentraman, dan kepuasan terhadap apa-apa yang telah dicapai.

6 Kejujuran Menjunjung tinggi kebenaran, ikhlas dan tulus hati, tidak suka berbohong, mencuri dan


(32)

memfitnah, tidak pernah bermaksud menjerumuskan orang lain.

7 Kerendahan Hati Mengakui adanya peranan dan jasa orang lain dan tidak pernah menonjolkan diri.

8 Kasih sayang Memiliki dan menunjukkan perasaan penuh kasih sayang, mencintai, dan bersikap penuh kelembutan.

9 Tanggung Jawab Melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras mencapai prestasi terbaik, mampu mengontrol diri, dan berdisplin diri.

10 Kesederhanaan Suatu keadaan tentang bagaimana berlaku sederhana, tidak pamer, bermewah-mewah, tidak berpikiran melit, dan rumit.

11 Toleransi Menerima secara terbuka orang lain yang tingkat kematangan dan latar belakang yang berbeda.

12 Persatuan Menjalin rasa kebersamaan dan saling melengkapi satu sama lain, serta menjalin rasa kemanusiaan dan saling toleransi.


(33)

B. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif maupun aktif. Perilaku aktif dapat dilihat sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku menjadi tiga yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice ( Sarwono, 2004).

Menurut Skinner, sebagaimana yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon

Kwick (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmojo (2003), perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari Umum, perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah mahluk hidup. Menurut penulis yang disebut perilaku manusia adalah


(34)

aktifitas yang timbul karena adanya respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

2. Proses Pembentukan Perilaku

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abrahm Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar yakni :

a. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan poko utama, yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks.

b. Kebutuhan rasa aman, misalnya:

1) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, dan perampokan atau kejahatan lainnya.

2) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan dan lain-lain.

3) Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit. 4) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum. c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya:

1) Mendambakan kasih sayang orang lain baik dari orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.

2) Ingin dicintai/mencintai orang lain.

3) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada. d. Kebutuhan harga diri, misalnya:

1) Ingin dihargai dan menghargai orang lain. 2) Adanya respek dan perhatian dari orang lain.


(35)

3) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan.

e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :

1) Ingin dipuja atau disanjung orang lain.

2) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita.

3) Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha, kekayaan, dan lain-lain.

3. Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu:

a. Perilaku Pasif (respons internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati secara langsung.

b. Perilaku Aktif (respons eksternal)

Perlaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.

C. Menyontek

1. Pengertian Menyontek

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), menyontek berasal dari kata sontek yang berarti melanggar, mencontoh, menggocoh yang artinya mengutip tulisan, dan lain sebagainya sebagaimana


(36)

aslinya, menjiplak. Sedangkan Anderman dan Murdock dalam Purnamasari (2013) menyatakan bahwa perilaku kecurangan akademik merupakan penggunaan segala kelengkapan dari materi ataupun bantuan yang tidak diperbolehkan digunakan dalam tugas-tugas akademik dan atau aktivitas yang mengganggu proses asesmen.

Bower dalam Purnamasari, (2013) mendefinisikan cheating adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah dan terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademik untuk menghindari kegagalan akademik. Sedangkan menurut Pincus & Schemelkin (Mujahidah, 2009) perilaku menyontek merupakan suatu tindakan curang yang sengaja dilakukan ketika seseorang mencari dan membutuhkan adanya pengakuan atas hasil belajarnya dari orang lain meskipun dengan cara yang tidak sah seperti memalsukan informasi terutama ketika dilaksanakannya evaluasi akademik.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku menyontek adalah kegiatan, tindakan atau perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan cara-cara yang tidak jujur atau curang untuk memalsukan hasil belajar dengan menggunakan bantuan atau memanfaatkan informasi dari luar secara tidak sah pada saat dilaksanakan tes atau evaluasi akademik untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Faktor-faktor penyebab menyontek

Salah satu alasan yang mendorong individu untuk menyontek adalah untuk memuaskan harapan orang tua. Santrock (2003) mengatakan bahwa


(37)

tidak jarang orang tua dalam mengasuh atau mendidik anak-anaknya dipengaruhi oleh keinginan atau ambisi dari orang tua tanpa melihat kemampuan anaknya. Orang tua bermaksud ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, namun keinginan tersebut tidak memperhatikan kemampuan anak.

Sikap orang tua yang mengharapkan terlalu berlebihan pada anak akan menghambat anak untuk menunjukkan prestasi sesuai dengan potensi yang dimiliki. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1991) biasanya anak menyadari harapan orang tuanya. Oleh karena itu sikap yang terlalu menuntut dapat menyebabkan anak merasa takut kehilangan kasih sayang dari orang tuanya. Hal ini menimbulkan rasa rendah diri, gangguan tingkah laku, berkurangnya motivasi untuk belajar serta ketegangan atau kecemasan dalam diri anak.

Agustin (2014) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan siswa menyontek pada saat ujian. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Tekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada “hasil studi” berupa angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam tes formatif atau sumatif. b. Pendidikan moral, baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan

dalam kehidupan siswa.

c. Sikap malas yang tertanam dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab.


(38)

d. Anak remaja sering menyontek daripada anak SD, karena masa remaja bagi mereka penting sekali memiliki banyak teman dan populer di kalangan teman-teman sekelasnya.

e. Kurang mengerti arti dari pendidikan.

Disadari atau tidak, siswa yang menyontek pada saat ujian disebabkan oleh satu atau lebih faktor-faktor di atas.

Faktor menyontek juga bisa bisa terjadi dari status sekolah, status sekolah yang dimaksud adalah status sekolah negeri dan swasta. Sekolah negeri dan swasta jelas berbeda cara mendidiknya. Ada beberapa faktor yang mengeakibatkan siswa menyontek. Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Peraturan belajar mengajar di kelas yang ditetapkan oleh pihak sekolah.

b. Pendidik/guru.

c. Keadaan gedung dan tugas belajar.

Selain itu, faktor menyontek juga bisa disebabkan oleh tingkat penghasilan orang tua. Tingkat penghasilan orang tua yang dimaksud adalah < Rp 1.000.000, Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000, dan > Rp 3.000.000. Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa menyontek dari tingkat penghasilan orang tua. Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Besarnya penghasilan yang masuk.

b. Besarnya keluarga (jumlah anggota keluarga). c. Tingkat biaya hidup.


(39)

d. Taraf pendidikan keluarga dan status sosial. e. Lingkungan sosial dan ekonomi keluarga itu.

Perilaku menyontek ini akan mengakibatkan perilaku atau watak tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak mau membaca buku pelajaran tetapi rajin membuat catatan kecil-kecil untuk bahan menyontek, menghalalkan segala macam cara, dan akhirnya menjadi koruptor (Buchari dalam Prihatnaningtyas 2014). Dengan demikian tampak bahwa perilaku menyontek secara tidak langsung membelajarkan pada siswa untuk menjadi seorang koruptor.

3. Bentuk-Bentuk Menyontek

Bentuk-bentuk perilaku menyontek menurut Hetherington and Feldman dalam Veronikha (2013) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Social Active

1) Melihat jawaban teman yang lain ketika ujian berlangsung.

2) Meminta jawaban kepada teman yang lain ketika ujian sedang berlangsung.

b. Individualistic-Opportunistic

1) Menggunakan HP atau alat elektronik lain yang dilarang ketika ujian sedang berlangsung.

2) Mempersiapkan catatan yang digunakan pada saat ujian akan berlangsung.


(40)

3) Melihat dan menyalin sebagian atau seluruh hasil kerja teman lain pada saat tes.

c. Individual Planned

1) Mengganti jawaban ketika guru keluar kelas.

2) Membuka buku teks ketika ujian sedang berlangsung.

3) Memanfaatkan kelengahan/kelemahan guru ketika menyontek.

d. Social Passive

1) Mengijinkan orang lain melihat jawaban ketika ujian sedang berlangsung.

2) Membiarkan orang lain menyalin pekerjaannya.

3) Memberi jawaban tes kepada teman pada saat ujian sedang berlangsung.

D. Status Sekolah

1. Pengertian Status Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang digunakan untuk proses belajar mengajar. Sekolah adalah organisasi kerja sebagai wadah kerjasama kelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai organisasi, wadah tersebut merupakan alat dan bukan tujuan. Dengan kata lain sekolah adalah suatu bentuk ikatan kerjasama sekelompok orang yang bermaksud mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Sekolah merupakan wujud relasi antar personal yang didasari berbagai motif, yang menjadi intensif ke satu arah dan kurang intensif ke arah yang lain ( Nawawi, 1981:25).


(41)

2. Jenis-jenis jenjang sekolah

Peran sekolah sebagai lembaga pendidikan formal adalah mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat. Ditinjau dari sudut perkembangan anak dan dengan tidak melupakan berbagai faktor lain yang mempengaruhinya, maka penjenjangan sekolah di Indonesia diatur sebagai berikut (Nawawi, 1981:32) :

a. Menurut penjenjangan sekolah 1) Taman kanak-kanak. 2) Sekolah dasar.

3) Sekolah menengah yang terdiri dari Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.

4) Perguruan Tinggi. b. Menurut jenis sekolah

1) Sekolah umum, terutama dalam bentuk SD, SMP, SMA. 2) Sekolah kejuruan yang diselenggarakan untuk

mempersiapkan tenaga kerja tingkat menengah, sehingga pada umumnya bertingkat sekolah lanjutan atas.

3) Sekolah khusus untuk anak-anak yang menderita kelainan sehingga disebut SLB untuk anak cacat mental, tuna rungu, tuna wicara, dan anak-anak nakal.


(42)

4) Sekolah yang diselenggarakan oleh Departement Agama dengan penjenjangan.

c. Menurut penanggung jawab dalam melaksanakan sekolah 1) Sekolah negeri yakni sekolah dan perguruan tinggi yang

diselenggarakan oleh pemerintah.

2) Sekolah bantuan yakni sekolah diselenggarakan oleh masyarakat melalui bantuan badan tertentu, yang mendapat bantuan berupa pembiayaan dan tenaga guru pemerintah. 3) Sekolah swasta yakni sekolah yang diselenggarakan

sepenuhnya oleh masyarakat melalui suatu badan atau organisasi tertentu, tanpa mendapat bantuan dari pemerintah. Sekolah lanjutan sebagai lembaga pendidikan tingkat menengah, merupakan kelanjutan dari sekolah dasar yang diselenggarakan untuk anak-anak yang berumur 12-13 s/d 17-18 tahun. Sekolah dipisahkan menjadi 2 jenjang yaitu SMP dan SMA. Sekolah Menengah Atas diperuntukan bagi tamatan SMP yang pada umumnya berusia 15-16 s/d 17-18 tahun. Dengan demikian sekolah ini diselenggarakan dalam tiga jenjang atau kelas secara vertikal, yang terdiri dari X s/d XII.

Berdasarkan Keputusan-Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 1993 sekolah dibagi menjadi dua yaitu :


(43)

1) Sekolah Negeri

Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah. Tanggung jawab pengelola sekolah (kepala sekolah) negeri ini sebagai berikut :

a. Penyelenggara kegiatan pendidikan yang meliputi: 1) Penyusun program kerja sekolah.

2) Peraturan kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan penilaian dan proses belajar serta bimbingan penyuluhan.

3) Penyusunan Rencana dan Anggaran Belanja Sekolah (RAPBS).

b. Pembinaan kesiswaan

1) Pelaksanaan bimbingan dan penilaian bagi guru dan tenaga pendidik lainnya.

2) Penyelenggaraan administrasi sekolah.

3) Perencanaan pengembangan, penyalahgunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana.

2) Sekolah Swasta

Sekolah swasta adalah sekolah yang diselenggarakan oleh non-pemerintah atau masyarakat, penyelenggaraan sekolah swasta biasanya berupa badan maupun yayasan pendidikan. Tanggung jawab pengelola sekolah swasta diatur sebagai berikut:


(44)

a. Menteri bertanggung jawab atas penngelolaan yang berkenaan dengan:

1) Pengembangan, pengadaan, dan pendayagunaan kurikulum. 2) Pembinaan dan pengembangan guru serta tenaga pendidik

lainnya.

3) Penetapan pedoman penyusun buku pelajaran. 4) Penyusun pedoman pengembangan.

5) Penyusun pedoman pengembangan, pengadaan dan pemanfaatan peralatan pendidikan.

6) Pengawasan penyelengara pendidikan.

b. Yayasan atau badan yang menyelenggarakan sekolah bertanggung jawab atas pengelolaan yang berkenan dengan: 1) Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan guru serta

tenaga kependidikan lainnya.

2) Pengadaan, pemanfaatan tanah, gedung, dan ruang kelas. 3) Keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kekeluargaan,

dan perundangan sekolah.

4) Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.

5) Penambahan jam pelajaran berkenaan dengan ciri khas sekolah tanpa mengurangi struktur program.

Sekolah negeri merupakan sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sedangkan sekolah swasta merupakan sekolah yang


(45)

diselenggarakan oleh non pemerintah. Sekolah negeri lebih memiliki kelebihan dalam hal fasilitas serta guru/pendidik. Sekolah negeri memliki fasilitas yang lengkap. Sehingga akan lebih menunjang proses belajar mengajar di sekolah. Jika dilihat dari guru/pendidik sekolah negeri memiliki banyak guru dengan begitu akan lebih mudah mengawasi siswanya di sekolah. Sedangkan sekolah swasta hanya memiliki sedikit guru, dengan begitu akan kesulitan dalam mengawasi siswanya di sekolah, ditambah lagi guru-guru di sekolah swasta merupakan guru honorer. Tidak seperti di negeri yang merupakan pegawai tetap. Selain itu perbedaan peraturan yang ditetapkan antara sekolah negeri dan swasta juga berbeda. Sekolah negeri cenderung lebih ketat dalam hal peraturan di sekolah, sehingga siswa di sekolah negeri lebih disiplin dalam proses belajar mengajar di sekolah.

E. Penghasilan Orang Tua

Jaman sekarang untuk dapat bertahan hidup dengan layak, orang harus bekerja. Dengan bekerja orang memperoleh upah atau imbalan untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik hidup pribadi maupun hidup berkeluarga/rumah tangga. Orang harus bekerja keras untuk memperoleh penghasilan. Penghasilan yang di dapat itu kemudian dibelanjakan guna memenuhi kebutuhan hidup baik berupa barang dan jasa. Besar jumlah yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tergantung dari berbagai hal (Gilarso, 1986:42):


(46)

2. Besarnya keluarga (jumlah anggota keluarga). 3. Tingkat biaya hidup.

4. Taraf pendidikan keluarga dan status sosial. Misalnya pola kebutuhan seorang dokter berbeda dengan pola kebutuhan seorang guru atau seorang tukang kayu. Dengan demikian jumlah dan pola pengeluarannya akan berbeda pula.

5. Lingkungan sosial dan ekonomi keluarga itu (misal tinggal di desa, di kota kecil, ataupun di kota besar seperti Jakarta).

Dengan penghasilan yang dihasilkan hendaknya orang tua memperhatikan perkembangan anak khususnya pendidikan. Tingkat penghasilan berpengaruh terhadap pemenuhan fasilitas pada si anak. Semakin tinggi tingkat penghasilan orang tua, semakin banyak pula fasilitas yang akan di dapat oleh si anak, misalnya orang tua bisa memberikan komputer, gadget canggih serta bisa memasukkan anaknya di pendidikan non formal (bimbingan belajar) agar mereka lebih dapat memahami materi yang diajarkan di sekolah.

Sebuah tinjauan lingkungan kemiskinan anak menyimpulkan bahwa dibanding dengan rekan-rekan yang lebih diuntungkan secara ekonomi, anak-anak miskin mengalami kesengsaraan. Menurut Evans (2004) dalam Santrock (2014 : 163) lebih banyak konflik keluarga, kekerasan, kekacauan dan pemisahan keluarga dari mereka, kurang dukungan sosial, kurang stimulasi intelektual, lebih banyak menonton TV, fasilitas sekolah dan perawatan anak


(47)

rendah, serta orang tua yang kurang terlibat dalam kegiatan sekolah mereka, lebih banyak polusi dan ramai, rumah berisik, dan lebih berbahaya memburuknya lingkungan. Dengan adanya pendapat tersebut dapat memungkinkan mereka malas untuk belajar dan menimbulkan perilaku menyimpang di sekolah, seperti menyontek.

F. Penelitian yang Relevan

1. Hubungan antara motivasi berprestasi dengan perilaku Menyontek

Penelitian ini dilakukan oleh Alvianto, (2008) Universitas Sanata Dharma. Penelitian yang dilakukan pada siswa-siswi kelas XI di SMA Negeri 1 Dukun Kecamatan Muntilan yang berjumlah 70 orang, menunjukkan bahwa terdapat hubugan negatif yang signifikan antara variabel motivasi berprestasi dengan perilaku menyontek (r=-0.577, signifikansi 0.000). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat motivasi berprestasi pada siswa-siswi, maka akan semakin rendah tingkat perilaku menyonteknya. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat motivasi berprestasi pada siswa-siswi, maka semakin tinggi tingkat perilaku menyonteknya.

2. Perbedaan Sikap antara Mahasiswa Laki-Laki dan Perempuan

Terhadap Perilaku Menyontek dalam Ujian di Universitas Sanata

Dharma.

Penelitian ini dilakukan oleh Meidiana (2005) Universitas Sanata Dharma. Penelitian pada mahasiswa USD yang berjumlah 80 orang yang terdiri dari 40 orang laki-laki dan 40 orang perempuan, menunjukkan bahwa


(48)

ada perbedaan sikap antara mahasiswa laki-laki dan perempuan terhadap perilaku menyontek. Perbandingan nilai mean pada mahasiswa laki-laki sebesar 132.07 dan pada perempuan sebesar 110.90. Hal ini menunjukkan bahwa sikap mahasiswa laki-laki lebih permisif daripada perempuan terhadap perilaku menyontek dalam ujian di USD.

G. Kerangka Berpikir

1. Perilaku Siswa Terhadap Menyontek ditinjau dari Status Sekolah.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang digunakan untuk proses belajar mengajar. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang terbagi menjadi dua macam yaitu sekolah negeri dan sekolah swasta. Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sekolah swasta adalah sekolah yang diselenggarakan oleh non-pemerintah atau masyarakat, penyelenggara sekolah swasta biasanya berupa badan maupun yayasan pendidikan melalui suatu badan atau organisasi tertentu, tanpa mendapat bantuan dari pemerintah.

Status sekolah yang baik adalah sekolah yang dianggap berpotensi untuk memberikan masa depan yang baik bagi siswa. Ada dugaan bahwa sekolah swasta memiliki intensitas menyontek yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah negeri, hal ini disebabkan karena sekolah negeri lebih memiliki kelebihan dalam hal fasilitas serta guru/pendidik. Sekolah negeri memliki fasilitas yang lengkap. Sehingga akan lebih menunjang proses belajar mengajar di sekolah. Jika dilihat dari guru/


(49)

pendidik sekolah negeri memiliki banyak guru dengan begitu akan lebih mudah mengawasi siswa nya di sekolah. Sedangkan sekolah swasta hanya memiliki sedikit guru, dengan begitu akan kesulitan dalam mengawasi siswanya di sekolah, ditambah lagi guru-guru di sekolah swasta merupakan guru honorer. Tidak seperti di negeri yang merupakan pegawai tetap. Selain itu perbedaan peraturan yang ditetapkan antara sekolah negeri dan swasta juga berbeda. Sekolah negeri cenderung lebih ketat dalam hal peraturan di sekolah, sehingga siswa di sekolah negeri lebih disiplin dalam proses belajar mengajar di sekolah dengan begitu siswa akan lebih tertib dan juga akan berperilaku baik di sekolah.

Status sekolah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan sikap siswa setelah lulus dari bangku sekolah menengah pertama. Dengan kata lain baik-buruknya status sekolah dan iklim sekolah akan mempengaruhi kebiasaan siswa menjadi baik juga. Sehingga peneliti menduga bahwa ada perbedaan perilaku menyontek berdasarkan dan status sekolah.

2. Perilaku Siswa Terhadap Menyontek Ditinjau dari Tingkat Penghasilan

Orang Tua

Semakin tinggi tingkat penghasilan orang tua akan dapat memenuhi segala fasilitas yang diperlukan anak dalam belajar misalnya selain dapat menempuh pendidikan formal, si anak juga dapat menempuh pendidikan nonformal seperti mengikuti bimbel atau les privat. Hal tersebut membuat anak lebih semangat dalam belajar dan lebih memahami materi yang


(50)

diajarkan di sekolah sehingga anak tidak melakukan tindakan menyontek. Sebaliknya, semakin rendah tingkat penghasilan orang tua tidak dapat memenuhi fasilitas yang diperlukan si anak dalam belajar sehingga membuat anak dituntut untuk memikirkan kebutuhan lain yang akhirnya anak tidak ada waktu untuk belajar, kelelahan dan cenderung melakukan tindakan menyontek pada saat ujian.

Sebuah tinjauan lingkungan kemiskinan anak menyimpulkan bahwa dibandingkan dengan rekan-rekan yang lebih diuntungkan secara ekonomi, anak-anak miskin mengalami kesengsaraan. Menurut Evans (2004) dalam Santrock (2014 : 163) lebih banyak konflik keluarga, kekerasan, kekacauan dan pemisahan keluarga dari mereka, kurang dukungan sosial, kurang stimulasi intelektual, lebih banyak polusi dan ramai, rumah berisik, dan lebih berbahaya, memburuknya lingkungan. Dengan adanya pendapat tersebut dapat memungkinkan mereka malas untuk belajar dan dapat menimbulkan perilaku penyimpangan di sekolah, seperti menyontek.

Teori-teori dan penjelasan yang didapat, sehingga peneliti menduga ada perbedaan sikap terhadap perilaku menyontek berdasarkan tingkat penghasilan orang tua.


(51)

H. Paradigma Penelitian

Keterkaitan antara variabel-variabel penelitian dapat disusun dalam suatu paradigma sebagai berikut:

I. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis 1

Ho= Tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau dari status sekolah.

Ha= Ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau dari status sekolah.

2. Hipotesis 2

Ho= Tidak ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau dari tingkat penghasilan orang tua.

Ha= Ada perbedaan perilaku siswa terhadap menyontek yang ditinjau dari tingkat penghasilan orang tua.

Status Sekolah (X1)

Tingkat Penghasilan Orang Tua

(X2)

Perilaku Siswa Terhadap Menyontek


(52)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Menurut Sangaji dan Shopian (2010:35) studi kasus adalah penelitian yang melakukan penyelidikan secara mendalam mengenai subjek tertentu untuk memberikan gambaran lengkap mengenai subjek tertentu. Dalam penelitian ini siswa akan berperan sebagai responden. Penelitian ini akan dilakukan di SMP dan hasil atau kesimpulan ini tidak bisa direalisasikan pada SMP-SMP lainnya di Yogyakarta sebab penelitian studi kasus merupakan jenis penelitian dengan karakteristik serta masalah yang mempunyai kaitan antara latar belakang dan kondisi nyata saat ini dari subyek yang diteliti.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMP N 8 Yogyakarta, SMP N 2 Yogyakarta, SMP Kalam Kudus Yogyakarta dan SMP Tumbuh Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian


(53)

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah siswa-siswi di SMP Negeri 8 Yogyakarta, SMP Negeri 2 Yogyakarta, SMP Kalam Kudus Yogyakarta dan SMP Tumbuh Yogyakarta.

2. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah perilaku siswa/siswi terhadap menyontek.

Siswa yang dipilih oleh peneliti adalah siswa yang berada di kelas VIII, karena peneliti berpendapat siswa yang berada dikelas VIII adalah siswa yang berada pada masa usia anak-anak menuju remaja sehingga memiliki emosi yang tidak stabil dan dapat mempengaruhi bagaimana mereka berperan. Menurut Bichler (1972) dalam buku perkembangan peserta didik, remaja berusia 12-15 tahun cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya percaya diri. Kurangnya kepercayaan diri inilah yang menyebabkan remaja pada usia tersebut dapat melakukan hal-hal yang negative, misalnya menyontek untuk memperoleh nilai yang tinggi.

Berdasarkan gambaran populasi yang diperoleh oleh peneliti, maka didapat sampel penelitian. Menurut Sugiono (2012: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Yusuf (2014: 150), sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih dan mewakili populasi


(54)

sesuai dengan karateristik yang dimilikinya. Jadi sampel adalah sebagian besar dari populasi yang sesuai dengan karakter yang telah ditentukan. Oleh karena itu, sampel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karateristik di bawah ini, yaitu:

1. Latar belakang penghasilan orang tua siswa yang dibagi menjadi kurang dari Rp 1.000.000,00, Rp 1.000.000,00 – Rp 3.000.000,00, lebih dari Rp 3.000.000,00 dan lainnya

2. Terdaftar sebagai siswa sekolah yang berstatus negri dan swasta.

Penelitian yang ideal mensyaratkan pengambilan sampel yang random untuk mendapatkan sampel yang representative. Namun keterbatasan yang dimiliki peneliti dalam hal tenaga, waktu, dan biaya menyebabkan peneliti memilih menggunakan teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Teknik ini memilih sekelompok subjek yang berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).

D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiono (2012: 80), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut Margono (2010: 118), populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi


(55)

populasi adalah keseluruhan dari subjek yang memiliki karakteristik untuk diteliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang telah ditentukan.

Oleh sebab itu dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Oleh sebab itu dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah siswa/i kelas VIII di SMP Negeri 8 Yogyakarta, SMP Negeri 2 Yogyakarta, SMP Kalam Kudus Yogyakarta dan SMP Tumbuh Yogyakarta pada tahun ajaran 2015/2016. Adapun jumlah populasi penelitian ini sebanyak 113 responden. Nama sekolah dan jumlah siswa sebagai berikut :

Tabel 3.1

Nama Sekolah dan Jumlah siswa

No. Nama Sekolah Jumlah Siswa

1. SMP Negeri 8 Yogyakarta 29

2. SMP Negeri 2 Yogyakarta 30

3. SMP Kristen Kalam Kudus Yogyakarta 30

4. SMP Tumbuh Yogyakarta 24

Jumlah Siswa 113

Alasan Memilih hanya beberapa sekolah di daerah Kota Yogyakarta karena adanya pertimbangan terhadap kesediaan waktu, tenaga, dan biaya penelitian sehingga tidak mungkin populasi diambil dari seluruh SMP se- Kota Yogyakarta.


(56)

2. Sampel

Menurut Sugiono (2012: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Yusuf (2014: 150), sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih dan mewakili populasi sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya. Jadi sampel adalah sebagian besar dari populasi yang sesuai dengan karakter yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2007: 78) adalah:

n= +NeN

Keterangan:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya 2%.

3. Teknik Penarikan Sampel

Pada penelitian ini akan menggunakan teknik penarikan sampel jenis

Proportional Random Sampling yang merupakan pengembangan stratified random sampling dengan rumus sebagai berikut:

� �


(57)

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Menurut Sugiyono (2013:230) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data di mana partisipan/responden mengisi pertanyaan atau pernyataan kemudian setelah diisi dengan lengkap mengembalikan kepada peneliti. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Meidiana (2005) dengan tingkat reliabilitas sebesar 0,9682. Instrumen yang dikembangkan oleh Meidiana (2015) ini akan diuji kembali validitas dan reliabilitasnya sehingga instrument yang dikembangkan benar-benar valid reliable. Berikut ini adalah dimensi dan indikator peran menyontek:

Tabel 3.2

Operasional Variabel Perilaku Menyontek

No . Konteks atau Aspek Komponen Perilaku Item

Favorable Unfavorable 1. Bekerjasama

dengan orang lain dalam mengerjakan ujian

Kognitif 1,2,3,35,48 9,21,28,39,50 Afektif 13,22,31,40,54 5,19,24,42,59 Perilaku 6,26,37,44,57 8,15,33,46,53

2. Menggunakan material yang

Kognitif 12,18,30,36,58 10,11,23,41,51 Afektif 14,25,32,43,60 4,17,29,45,56


(58)

No .

Konteks atau Aspek

Komponen Perilaku

Item

Favorable Unfavorable tidak sah pada

saat ujian

Perilaku 20,27,34,47,52 7,16,38,49,55

Setiap butir pernyataan dalam 4 (empat) pilihan kategori, yaitu meliputi SS (Sangat Setuju), S ( Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Keseluruhan item pernyataan yang dibuat dari item yang favorable dan item unfavorable. Item favorable adalah item-item yang menyatakan peran positif atau mendukung perilaku mencontek, sedangkan item yang unfavorable adalah item-item

yang menyatakan peran negatif atau tidak mendukung adanya perilaku mencontek.

Item-item disusun secara acak.

Empat pilihan alternatif dalam item memiliki nilai tersendiri, yaitu untuk pernyataan favorable, respon SS diberi nilai 4, S diberi nilai 3, TS diberi nilai 2 dan STS diberi nilai 1, sedangkan unfavorable, respon SS diberi nilai 1, S diberi nilai 2, TS diberi nilai 3, dan STS diberi nilai 4.


(59)

F. Pengujian Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas Instrumen

Menurut Sugiyono (2013:203) instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi

product moment, sebagai berikut Sugiyono (2013:286):

= ∑ − (∑ (∑

√{ ∑ � − (∑ � }{ ∑ � − (∑

Keterangan:

r = koefisien korelasi antara variabel X dengan Variabel Y Y= skor total dari seluruh item

X= skor total dari setiap item N=jumlah responden

∑ =hasil kali X dan Y

Jika nilai koefisien r hitung lebih besar dari r tabel, maka butir soal tersebut dikatakan valid. Jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka butir soal tersebut dapat dikatakan tidak valid.

Nilai � � dapat di hitung dengan menggunakan sampel sebanyak 113 responden dengan taraf signifikansi 5%, dari responden sebanyak 113 siswa tersebut dapat dilihat di tabel dengan cara menghitung:


(60)

Df= n-2 Keterangan:

Df = degree of freedom (derajat bebas) n = jumlah responden

Perhitungan � � adalah sebagai berikut: Df= 113-2 = 111

Tabel 3.3 Sebagian dari r table

Df= n-2

Taraf Signifikansi sebesar 0,05 (5%)

111 0,1867

Jika nilai-nilai corrected item-total correlation setiap item lebih besar dari nilai � � =0,1867, maka item pertanyaan/pernyataan dapat dikatakan valid. Sebaliknya, jika nilai-nilai corrected item-total correlation setiap item lebih kecil

� � =0,1867, maka item pertanyaan/pernyataan dikatakan tidak valid.

Pengujian validitas dilakukan secara serentak dengan jumlah responden sebanyak 113 siswa. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 8 Yogyakarta, SMP Kristen Kalam Kudus, SMP Tumbuh Yogyakarta dan SMP Negeri 2 Yogyakarta. Berikut ini disajikan hasil validitas item penelitian ini:


(61)

a. Variabel Perilaku Menyontek Siswa

Tabel 3.4

Hasil Pengujian Validitas Instrumen Perilaku Menyontek

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 1 .376 0,1867 Valid

Butir 2 .572 0,1867 Valid

Butir 3 .449 0,1867 Valid

Butir 4 .313 0,1867 Valid

Butir 5 .430 0,1867 Valid

Butir 6 .424 0,1867 Valid

Butir 7 .356 0,1867 Valid

Butir 8 .322 0,1867 Valid

Butir 9 .476 0,1867 Valid

Butir 10 .339 0,1867 Valid

Butir 11 .313 0,1867 Valid

Butir 12 -.162 0,1867 Tidak Valid


(62)

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 14 .657 0,1867 Valid

Butir 15 .235 0,1867 Valid

Butir 16 .545 0,1867 Valid

Butir 17 .376 0,1867 Valid

Butir 18 .389 0,1867 Valid

Butir 19 .377 0,1867 Valid

Butir 20 .523 0,1867 Valid

Butir 21 .426 0,1867 Valid

Butir 22 -.480 0,1867 Tidak Valid

Butir 23 .400 0,1867 Valid

Butir 24 .357 0,1867 Valid

Butir 25 .593 0,1867 Valid

Butir 26 .568 0,1867 Valid


(63)

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 28 .522 0,1867 Valid

Butir 29 .209 0,1867 Valid

Butir 30 .285 0,1867 Valid

Butir 31 .571 0,1867 Valid

Butir 32 .651 0,1867 Valid

Butir 33 .681 0,1867 Valid

Butir 34 .680 0,1867 Valid

Butir 35 .568 0,1867 Valid

Butir 36 -.134 0,1867 Tidak Valid

Butir 37 .667 0,1867 Valid

Butir 38 .553 0,1867 Valid

Butir 39 .454 0,1867 Valid

Butir 40 .549 0,1867 Valid


(64)

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 42 .548 0,1867 Valid

Butir 43 .692 0,1867 Valid

Butir 44 .638 0,1867 Valid

Butir 45 .103 0,1867 Tidak Valid

Butir 46 .519 0,1867 Valid

Butir 47 .666 0,1867 Valid

Butir 48 .652 0,1867 Valid

Butir 49 .485 0,1867 Valid

Butir 50 -.547 0,1867 Tidak Valid

Butir 51 .227 0,1867 Valid

Butir 52 .717 0,1867 Valid

Butir 53 .439 0,1867 Valid

Butir 54 .334 0,1867 Valid


(65)

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 56 .103 0,1867 Tidak Valid

Butir 57 .679 0,1867 Valid

Butir 58 .567 0,1867 Valid

Butir 59 .307 0,1867 Valid

Butir 60 .703 0,1867 Valid

Tabel 3.4 menunjukan bahwa ada beberapa butir pertanyaan/pernyataan tentang perilaku menyontek adalah tidak valid karena nilai corrected item-total correlation ( � � = 0,1867). Butir yang tidak valid antara lain 12, 22, 36, 45, 50, dan 56 karena ada beberapa butir pertanyaan/ pernyataan yang tidak valid maka dilakukan pengujian validitas ulang.

Tabel 3.5

Hasil Pengujian Validitas Ulang 1 Instrumen Perilaku Menyontek

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 1 .389 0.1867 Valid


(66)

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 3 .454 0.1867 Valid

Butir 4 .313 0.1867 Valid

Butir 5 .441 0.1867 Valid

Butir 6 .448 0.1867 Valid

Butir 7 .348 0.1867 Valid

Butir 8 .322 0.1867 Valid

Butir 9 .480 0.1867 Valid

Butir 10 .374 0.1867 Valid

Butir 11 .346 0.1867 Valid

Butir 13 .458 0.1867 Valid

Butir 14 .666 0.1867 Valid

Butir 15 .237 0.1867 Valid

Butir 16 .560 0.1867 Valid

Butir 17 .371 0.1867 Valid


(67)

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 19 .383 0.1867 Valid

Butir 20 .516 0.1867 Valid

Butir 21 .465 0.1867 Valid

Butir 23 .426 0.1867 Valid

Butir 24 .355 0.1867 Valid

Butir 25 .582 0.1867 Valid

Butir 26 .573 0.1867 Valid

Butir 27 .666 0.1867 Valid

Butir 28 .525 0.1867 Valid

Butir 29 .188 0.1867 Valid

Butir 30 .281 0.1867 Valid

Butir 31 .567 0.1867 Valid

Butir 32 .655 0.1867 Valid


(68)

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 34 .684 0.1867 Valid

Butir 35 .573 0.1867 Valid

Butir 37 .674 0.1867 Valid

Butir 38 .559 0.1867 Valid

Butir 39 .453 0.1867 Valid

Butir 40 .552 0.1867 Valid

Butir 41 .366 0.1867 Valid

Butir 42 .552 0.1867 Valid

Butir 43 .683 0.1867 Valid

Butir 44 .654 0.1867 Valid

Butir 46 .502 0.1867 Valid

Butir 47 .679 0.1867 Valid

Butir 48 .653 0.1867 Valid


(69)

No Item r hitung r tabel Keterangan

Butir 51 .222 0.1867 Valid

Butir 52 .729 0.1867 Valid

Butir 53 .448 0.1867 Valid

Butir 54 .328 0.1867 Valid

Butir 55 .289 0.1867 Valid

Butir 57 .688 0.1867 Valid

Butir 58 .565 0.1867 Valid

Butir 59 .298 0.1867 Valid

Butir 60 .702 0.1867 Valid

Tabel 3.5 setelah menghapus butir pertanyaan/pernyataan yang tidak valid dan melakukan pengujian validitas ulang maka semua butir pertanyaan/pernyataan tentang peran menyontek adalah valid karena nilai corrected item-total correlation ( � � = 0,1867).


(70)

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Jonathan Sarwono (2014:248) reliabilitas menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil pengukuran tertentu di setiap kali pengukuran dilakukan pada hal yang sama.

Pengujian reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan program komputer SPSS dengan teknik koefisien Alpha Cronbach yaitu dengan membelah item sebanyak jumlah itemnya. Semakin besar koefisien reliabilitas berarti semakin kecil kesalahan pengukuran maka semakin reliabel alat ukur tersebut. Sebaliknya, semakin kecil koefisien reliabilitas berarti semakin besar kesalahan pengukuran maka semakin tidak reliabel.

Pengujian realibitas dalam penelitian ini menggunakan Cronbach’s Alpha, sebagai berikut Kountur (2003:158):

α=(�−� ( −∑ α2��� α2���� Keterangan:

a = cronbach’s alpha N = banyaknya pertanyaan

α ��� = variance dari pertanyaan

α ��� = variance dari skor

Jika cronbach’s alpha lebih dari 0,6 maka kuesioner tersebut dikatakan reliabel.


(71)

Hasil pengujian reliabilitas variabel tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual, variabel keterampilan berkomunikasi, variabel integritas pribadi, dan variabel minat belajar siswa tampak dalam tabel berikut:

Tabel 3.6

Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian

Variabel Nilai r hitung Nilai r tabel Status Perilaku

Menyontek

0,923 0,6 Reliabel

Tabel 3.6 menunjukkan bahwa instrument penelitian untuk variabel peran menyontek adalah reliabel (keseluruhan nilan r hitung atau cronbach’s alpha> 0,6).

3. Teknik Analisis Data 1. Deskripsi Data

Deskripsi data digunakan peneliti untuk menggambarkan karakter suatu data yang berasal dari populasi penelitian pada variabel peran. Menurut Kountor (2003:104) penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti.

Data yang diperoleh dari hasil kuesioner dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif atau pemaparan. Data hasil kuesioner dideskripsikan dengan Penilaian Acuan Patokan tipe II (PAP II), karena jika dibandingkan dengan PAP tipe I, PAP tipe II memiliki passing score lebih rendah yaitu pada persentil 56. Tuntutan


(72)

pada persentil 56 sering disebut sebagai presentil minimal, karena passing score pada presentil 56 dianggap merupakan batas penguasaan kompetensi minimal yang paling rendah. Perlu kiranya diperhatikan bahwa passing score pada presentil kurang dari 56 dan lebih dari 65 biasanya tidak disarankan, mengingat kedua passing score tersebut telah keluar dari presentil minimal dan maksimal. Namun, terbuka kesempatan untuk menentukan passing score pada daerah presentil 56 dan 65, asalkan penentuan

passing score tertentu itu masih tetap memperhitungkan keadaan.

Nilai presentil PAP tipe II adalah sebagai berikut (Masidjo, 1995:157):

Tabel 3.7 Nilai Presentil PAP Tipe II

Nilai Presentil Kategori Kecenderungan Variabel

81%-100% Sangat Tinggi

66%-80% Tinggi

56%-65% Sedang

46%-55% Rendah

<46% Sangat Rendah

PAP tipe II ini pada umumnya merupakan cara untuk menghitung prestasi siswa di kelas dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 100. Dalam hal ini data penelitian yang ditetapkan sebelumnya memiliki skor tertinggi 4 dan skor terendah 1, maka dari itu untuk mendiskripsikan kategori kecenderungan variabel yang harus


(73)

dilakukan adalah menemukan skor interval dengan memodifikasi rumus PAP tipe II dengan rumus:

Skor terendah yang mungkin dicapai + [nilai presentil x (skor tertinggi yang mungkin dicapai item – skor terendah yang mungkin dicapai)]

Perhitungan untuk setiap variabel adalah sebagai berikut: a. Variabel Perilaku Menyontek Para Siswa

Skor tertinggi yang mungkin dicapai : 4 x 54 = 216 Skor terendah yang mungkin dicapai : 1 x 54= 54 Skor:

54+81% (216-54) = 185,22 dibulatkan 185 54+66% (216-54) = 160,92 dibulatkan 161 54+56% (216-54) = 144,72 dibulatkan 145 54+46% (216-54) = 128,52 dibulatkan 129 54+0% (216-54) = 54


(74)

Tabel 3.8

Rentang Tingkat Perilaku Menyontek Siswa

No. Interval Skor Kategori

1 185-216 Sangat Tinggi

2 161-184 Tinggi

3 145-160 Sedang

4 129-144 Rendah

5 54-128 Sangat Rendah

2. Pengujian Kruskal Wallis

Menurut Sugiyono dan Wibowo terdapat dua model komparasi, yaitu komparasi antara dua sampai dan komparasi antara lebih dari dua sampel yang sering disebut komparasi k sampel. Selanjutnya setiap model komparasi sampel dibagi menjadi dua jenis yaitu sampel yang berkolerasi dan sampel yang tidak berkolerasi disebut dengan sampel independent.

Dalam pengujian hipotesis komparatif dua sampel atau lebih terdapat berbagai teknik statistic yang dapat digunakan. Teknik statistik digunakan tergantung pada bentuk komparasi dan macam data. Berikut ini tabel pedoman untuk memilih tekniik yang sesuai:


(75)

Tabel 3.9

Pedoman Teknik Pengolahan Data

Macam- macam data

Bentuk komparasi

Dua sampel K sampel

Korelasi Independent Korelasi independent Interval

rasio

T-test dua sampel

T-test dua sampel

One way

anova

One way

anova Nominal Mc nemar Fisher exact

Chi kuadrat Two sample

Chi kuadrat for k sampel Cochron Q

Chi kuadrat for k sample

Ordinal Sign test Wilcoxon Matched pairs Median test Mann-whitney Test Kolmogororov Smirnov Wald-wolfowitz Friedman

Two way

anova

Median Extension Kruskal-wallis one way anova

Berdasarkan data kuesioner karena penelitian ini menggunakan jenis data ordinal sehingga peneliti memilih pengujian statistika non parametik yaitu kruskal wallis (lebih dari dua kelompok data) yang yang diolah dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 For Windows.


(76)

3. Uji Hipotesis

Hipotesis yang diuji adalah ada perbedaan perilaku menyontek yang ditinjau dari status sekolah dan tingkat pendidikan orang tua. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan dengan alat bantu SPSS for windows versi 17,0, pengujiannya antara lain:

a. Mann-Whitney

Uji mann-whitney berfungsi sebagai pengujian signifikan hipotesis komparatif dua kelompok data independent.

b. Kruskal-Wallis

Uji kruskal wallis sebagai pengujian signifkan hipotesis komparatif lebih dari dua kelompok data independent.


(77)

56

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. SMP Negeri 8

1. Identitas Sekolah

Jl. Prof Dr. Kahar Muzakir No. 2, Terban, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55223. Saat ini SMP Negeri 8 Yogyakarta memiliki siswa keseluruhan sebanyak 952 siswa, yang terdiri dari : kelas VII 122 siswa laki-laki dan 193 siswa perempuan, kelas XIII 126 siswa laki-laki dan 196 siswa perempuan, dan kelas IX 136 siswa laki-laki dan 176 siswa perempuan

2. Struktur Organisasi SMP Negeri 8


(78)

Gambar 4.2

3. Visi dan Misi a. Indikator Visi:

1) Terwujudnya insan pendidikan yang religius

2) Terwujudnya pendidikan yang rasional, tanggap terhadap kemajuan teknologi

3) Terwujudnya konsep pendidikan yang bermasa depan cerah, dapat merespon harapan masyarakat serta bermasyarakat b. Misi:

1) Melaksanakan proses belajar mengajar dengan mengutamakan peningkatan kurikulum untuk mencapai kompetensi siswa yang


(79)

terarah kepada kebiasaan menjalankan syariat agamanya dan mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari.

2) Mengembangkan proses belajar mengajar bagi tenaga kependidikan dengan memperhatikan kompetensi siswa yang terarah kepada kebiasaan siswa untuk berani menyatakan pendapat sendiri dan sekaligus memperhatikan, memahami dan dapat menerima pendapat orang lain.

3) Meningkatkan standar proses belajar mengajar yang memprioritaskan kompetensi siswa kepada kebiasaan untuk menggunakan pengertian-pengertian yang transparan dalam berkomunikasi.

4) Meningkatkan pengembangan fasilitas pendidikan untuk dapat bersaing dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. 5) Menjalankan proses belajar mengajar yang mengembangkan

kompetensi siswa sehingga tercapai standar kelulusan yang mengarah kepada kebiasaan siswa untuk mengandalkan kekuatan argumentasi yang rasional dalam usahanya untuk membuat pendapatnya diterima, bukan mengandalkan kekuatan lain seperti kekuasaan, kekayaan, dan bahkan kebaikan hatinya.

6) Menjalankan proses belajar mengajar yang memperatikan mutu kelembagaan dan manajemen sekolah, mencapai kompetensi


(80)

siswa sehingga mengarah kepada kebiasaan siswa untuk menggunakan lambang-lambang yang sudah disepakati bersama dan menggunakan secara konsisten sehingga orang dapat mempercainya.

7) Menciptakan lingkungan sosial dan fisik di sekolah untuk dapat meningkatkan kerjasama dengan berbagai lembaga yang ada.

B. SMP Negeri 2

1. Data Sekolah

SMP Negeri 2 Yogyakarta berada dikawasan pusat kota (nol kilometer) , berjarak 100 m sebelah timur perempatan jalan Malioboro dan Jl.P.Senopati sejajar dengan Kantorpos besar, gedung BI, Kantor Pajak dan Gereja, posisinya tepat diseberang jalan Gedung Taman Pintar. Gedung sekolah menghadap halaman parkir bus wisata. SMP Negeri 2 menempati gedung kuno yang sebagian besar merupakan cagar budaya

a. Luas tanah : 3500 m2

b. Jumlah Rombongan Belajar dan siswa :

kelas 7 : 6 rombel reguler x 36 siswa + 1 rombel akselerasi x 26 siswa = 242 siswa

kelas 8 : 7 rombel x 34 siswa = 238 siswa kelas 9 : 6 rombel x 36 siswa = 216 siswa


(1)

36 0,2709 0,3202 0,3760 0,4128 0,5126

37 0,2673 0,3160 0,3712 0,4076 0,5066

38 0,2638 0,3120 0,3665 0,4026 0,5007

39 0,2605 0,3081 0,3621 0,3978 0,4950

40 0,2573 0,3044 0,3578 0,3932 0,4896

41 0,2542 0,3008 0,3536 0,3887 0,4843

42 0,2512 0,2973 0,3496 0,3843 0,4791

43 0,2483 0,2940 0,3457 0,3801 0,4742

44 0,2455 0,2907 0,3420 0,3761 0,4694

45 0,2429 0,2876 0,3384 0,3721 0,4647

46 0,2403 0,2845 0,3348 0,3683 0,4601

47 0,2377 0,2816 0,3314 0,3646 0,4557

48 0,2353 0,2787 0,3281 0,3610 0,4514

49 0,2329 0,2759 0,3249 0,3575 0,4473

50 0,2306 0,2732 0,3218 0,3542 0,4432

51 0,2284 0,2706 0,3188 0,3509 0,4393

52 0,2262 0,2681 0,3158 0,3477 0,4354

53 0,2241 0,2656 0,3129 0,3445 0,4317

54 0,2221 0,2632 0,3102 0,3415 0,4280

55 0,2201 0,2609 0,3074 0,3385 0,4244

56 0,2181 0,2586 0,3048 0,3357 0,4210

57 0,2162 0,2564 0,3022 0,3328 0,4176

58 0,2144 0,2542 0,2997 0,3301 0,4143

59 0,2126 0,2521 0,2972 0,3274 0,4110

60 0,2108 0,2500 0,2948 0,3248 0,4079

61 0,2091 0,2480 0,2925 0,3223 0,4048

62 0,2075 0,2461 0,2902 0,3198 0,4018

63 0,2058 0,2441 0,2880 0,3173 0,3988

64 0,2042 0,2423 0,2858 0,3150 0,3959

65 0,2027 0,2404 0,2837 0,3126 0,3931

66 0,2012 0,2387 0,2816 0,3104 0,3903

67 0,1997 0,2369 0,2796 0,3081 0,3876

68 0,1982 0,2352 0,2776 0,3060 0,3850

69 0,1968 0,2335 0,2756 0,3038 0,3823


(2)

71 0,1940 0,2303 0,2718 0,2997 0,3773

72 0,1927 0,2287 0,2700 0,2977 0,3748

73 0,1914 0,2272 0,2682 0,2957 0,3724

74 0,1901 0,2257 0,2664 0,2938 0,3701

75 0,1888 0,2242 0,2647 0,2919 0,3678

76 0,1876 0,2227 0,2630 0,2900 0,3655

77 0,1864 0,2213 0,2613 0,2882 0,3633

78 0,1852 0,2199 0,2597 0,2864 0,3611

79 0,1841 0,2185 0,2581 0,2847 0,3589

80 0,1829 0,2172 0,2565 0,2830 0,3568

81 0,1818 0,2159 0,2550 0,2813 0,3547

82 0,1807 0,2146 0,2535 0,2796 0,3527

83 0,1796 0,2133 0,2520 0,2780 0,3507

84 0,1786 0,2120 0,2505 0,2764 0,3487

85 0,1775 0,2108 0,2491 0,2748 0,3468

86 0,1765 0,2096 0,2477 0,2732 0,3449

87 0,1755 0,2084 0,2463 0,2717 0,3430

88 0,1745 0,2072 0,2449 0,2702 0,3412

89 0,1735 0,2061 0,2435 0,2687 0,3393

90 0,1726 0,2050 0,2422 0,2673 0,3375

91 0,1716 0,2039 0,2409 0,2659 0,3358

92 0,1707 0,2028 0,2396 0,2645 0,3341

93 0,1698 0,2017 0,2384 0,2631 0,3323

94 0,1689 0,2006 0,2371 0,2617 0,3307

95 0,1680 0,1996 0,2359 0,2604 0,3290

96 0,1671 0,1986 0,2347 0,2591 0,3274

97 0,1663 0,1975 0,2335 0,2578 0,3258

98 0,1654 0,1966 0,2324 0,2565 0,3242

99 0,1646 0,1956 0,2312 0,2552 0,3226

100 0,1638 0,1946 0,2301 0,2540 0,3211

101 0,1630 0,1937 0,2290 0,2528 0,3196

102 0,1622 0,1927 0,2279 0,2515 0,3181

103 0,1614 0,1918 0,2268 0,2504 0,3166

104 0,1606 0,1909 0,2257 0,2492 0,3152


(3)

106 0,1591 0,1891 0,2236 0,2469 0,3123

107 0,1584 0,1882 0,2226 0,2458 0,3109

108 0,1576 0,1874 0,2216 0,2446 0,3095

109 0,1569 0,1865 0,2206 0,2436 0,3082

110 0,1562 0,1857 0,2196 0,2425 0,3068

111 0,1555 0,1848 0,2186 0,2414 0,3055

112 0,1548 0,1840 0,2177 0,2403 0,3042

113 0,1541 0,1832 0,2167 0,2393 0,3029

114 0,1535 0,1824 0,2158 0,2383 0,3016

115 0,1528 0,1816 0,2149 0,2373 0,3004

116 0,1522 0,1809 0,2139 0,2363 0,2991

117 0,1515 0,1801 0,2131 0,2353 0,2979

118 0,1509 0,1793 0,2122 0,2343 0,2967

119 0,1502 0,1786 0,2113 0,2333 0,2955

120 0,1496 0,1779 0,2104 0,2324 0,2943

121 0,1490 0,1771 0,2096 0,2315 0,2931

122 0,1484 0,1764 0,2087 0,2305 0,2920

123 0,1478 0,1757 0,2079 0,2296 0,2908

124 0,1472 0,1750 0,2071 0,2287 0,2897

125 0,1466 0,1743 0,2062 0,2278 0,2886

126 0,1460 0,1736 0,2054 0,2269 0,2875

127 0,1455 0,1729 0,2046 0,2260 0,2864

128 0,1449 0,1723 0,2039 0,2252 0,2853

129 0,1443 0,1716 0,2031 0,2243 0,2843

130 0,1438 0,1710 0,2023 0,2235 0,2832

131 0,1432 0,1703 0,2015 0,2226 0,2822

132 0,1427 0,1697 0,2008 0,2218 0,2811

133 0,1422 0,1690 0,2001 0,2210 0,2801

134 0,1416 0,1684 0,1993 0,2202 0,2791

135 0,1411 0,1678 0,1986 0,2194 0,2781

136 0,1406 0,1672 0,1979 0,2186 0,2771

137 0,1401 0,1666 0,1972 0,2178 0,2761

138 0,1396 0,1660 0,1965 0,2170 0,2752

139 0,1391 0,1654 0,1958 0,2163 0,2742


(4)

141 0,1381 0,1642 0,1944 0,2148 0,2723

142 0,1376 0,1637 0,1937 0,2140 0,2714

143 0,1371 0,1631 0,1930 0,2133 0,2705

144 0,1367 0,1625 0,1924 0,2126 0,2696

145 0,1362 0,1620 0,1917 0,2118 0,2687

146 0,1357 0,1614 0,1911 0,2111 0,2678

147 0,1353 0,1609 0,1904 0,2104 0,2669

148 0,1348 0,1603 0,1898 0,2097 0,2660

149 0,1344 0,1598 0,1892 0,2090 0,2652

150 0,1339 0,1593 0,1886 0,2083 0,2643

151 0,1335 0,1587 0,1879 0,2077 0,2635

152 0,1330 0,1582 0,1873 0,2070 0,2626

153 0,1326 0,1577 0,1867 0,2063 0,2618

154 0,1322 0,1572 0,1861 0,2057 0,2610

155 0,1318 0,1567 0,1855 0,2050 0,2602

156 0,1313 0,1562 0,1849 0,2044 0,2593

157 0,1309 0,1557 0,1844 0,2037 0,2585

158 0,1305 0,1552 0,1838 0,2031 0,2578

159 0,1301 0,1547 0,1832 0,2025 0,2570

160 0,1297 0,1543 0,1826 0,2019 0,2562

161 0,1293 0,1538 0,1821 0,2012 0,2554

162 0,1289 0,1533 0,1815 0,2006 0,2546

163 0,1285 0,1528 0,1810 0,2000 0,2539

164 0,1281 0,1524 0,1804 0,1994 0,2531

165 0,1277 0,1519 0,1799 0,1988 0,2524

166 0,1273 0,1515 0,1794 0,1982 0,2517

167 0,1270 0,1510 0,1788 0,1976 0,2509

168 0,1266 0,1506 0,1783 0,1971 0,2502

169 0,1262 0,1501 0,1778 0,1965 0,2495

170 0,1258 0,1497 0,1773 0,1959 0,2488

171 0,1255 0,1493 0,1768 0,1954 0,2481

172 0,1251 0,1488 0,1762 0,1948 0,2473

173 0,1247 0,1484 0,1757 0,1942 0,2467

174 0,1244 0,1480 0,1752 0,1937 0,2460


(5)

176 0,1237 0,1471 0,1743 0,1926 0,2446

177 0,1233 0,1467 0,1738 0,1921 0,2439

178 0,1230 0,1463 0,1733 0,1915 0,2433

179 0,1226 0,1459 0,1728 0,1910 0,2426

180 0,1223 0,1455 0,1723 0,1905 0,2419

181 0,1220 0,1451 0,1719 0,1900 0,2413

182 0,1216 0,1447 0,1714 0,1895 0,2406

183 0,1213 0,1443 0,1709 0,1890 0,2400

184 0,1210 0,1439 0,1705 0,1884 0,2394

185 0,1207 0,1435 0,1700 0,1879 0,2387

186 0,1203 0,1432 0,1696 0,1874 0,2381

187 0,1200 0,1428 0,1691 0,1869 0,2375

188 0,1197 0,1424 0,1687 0,1865 0,2369

189 0,1194 0,1420 0,1682 0,1860 0,2363

190 0,1191 0,1417 0,1678 0,1855 0,2357

191 0,1188 0,1413 0,1674 0,1850 0,2351

192 0,1184 0,1409 0,1669 0,1845 0,2345

193 0,1181 0,1406 0,1665 0,1841 0,2339

194 0,1178 0,1402 0,1661 0,1836 0,2333

195 0,1175 0,1398 0,1657 0,1831 0,2327

196 0,1172 0,1395 0,1652 0,1827 0,2321

197 0,1169 0,1391 0,1648 0,1822 0,2315

198 0,1166 0,1388 0,1644 0,1818 0,2310

199 0,1164 0,1384 0,1640 0,1813 0,2304

200 0,1161 0,1381 0,1636 0,1809 0,2298

201 0,1158 0,1378 0,1632 0,1804 0,2293

202 0,1155 0,1374 0,1628 0,1800 0,2287

203 0,1152 0,1371 0,1624 0,1795 0,2282

204 0,1149 0,1367 0,1620 0,1791 0,2276


(6)

206 0,1144 0,1361 0,1612 0,1782 0,2265

207 0,1141 0,1358 0,1608 0,1778 0,2260

208 0,1138 0,1354 0,1604 0,1774 0,2255

209 0,1135 0,1351 0,1601 0,1770 0,2250

210 0,1133 0,1348 0,1597 0,1766 0,2244

211 0,1130 0,1345 0,1593 0,1761 0,2239

212 0,1127 0,1342 0,1589 0,1757 0,2234

213 0,1125 0,1338 0,1586 0,1753 0,2229

214 0,1122 0,1335 0,1582 0,1749 0,2224

215 0,1120 0,1332 0,1578 0,1745 0,2219

216 0,1117 0,1329 0,1575 0,1741 0,2214

217 0,1114 0,1326 0,1571 0,1737 0,2209

218 0,1112 0,1323 0,1568 0,1733 0,2204

219 0,1109 0,1320 0,1564 0,1729 0,2199