Sikap siswa terhadap perilaku menyontek ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua dan jenis kelamin siswa.

(1)

ABSTRAK

SIKAP SISWA TERHADAP PERILAKU MENYONTEK

DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DAN JENIS KELAMIN SISWA

Studi Kasus pada Siswa SMP Negeri di Kota Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016

Maria Guido Mega Yoganingtyas Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya perbedaan sikap siswa kelas VIII terhadap perilaku menyontek yang ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua dan jenis kelamin siswa. Jenis penelitian ini termasuk penelitian studi kasus.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2016. Sampel penelitian diambil 122 responden dengan purposive sampling yang terdiri dari siswa - siswi SMP Kelas VIII di SMP Negeri 8, SMP Negeri 12, SMP Negeri 15, dan SMP Negeri 16. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Setelah data diuji validitas dan reliabilitasnya dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Uji Mann-Whitney dan Uji Kruskal-Wallis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tidak ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku menyontek ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua (nilai asymp sig 0,091 untuk tingkat pendidikan ayah dan nilai asymp sig 0,115 untuk tingkat pendidikan ibu). (2) tidak ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku menyontek ditinjau dari jenis kelamin siswa (nilai asymp. Sig. (2-tailed)0,073).


(2)

ABSTRACT

STUDENTS’ ATTITUDES TOWARD CHEATING BEHAVIOR PERCEIVED FROM PARENTS’ EDUCATIONAL LEVEL AND

STUDENTS GENDER

A Case Study on Junior High School Students in Yogyakarta 2015/2016 Academic Year

Maria Guido Mega Yoganingtyas Sanata Dharma University

2016

This study aims to see whether there is any difference of the eights grade students toward cheating behavior perceived from the level of parents' education and gender of students. This study is a case study

This study was conducted from February to April 2016. The samples were 122 respondents taken by purposive sampling from Junior High School of SMP Negeri 8, SMPN 12, SMPN 15 and SMPN 16. Data collection technique was a questionnaire. Data were tested for their validity and reliability and done by using Mann-Whitney and Kruskal-Wallis.

The results show that: (1) there is no difference in students' attitudes toward cheating behavior perceived from the level of parents’ education. (Sig 0.091 asymp value for father's educational level and asymp sig value 0,115 for mother's educational level). (2) there is no difference in students' attitudes toward cheating behavior perceived from the sex of the students. (Value asymp. Sig. (2-tailed) 0.073).


(3)

SIKAP SISWA TERHADAP PERILAKU MENYONTEK

DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DAN

JENIS KELAMIN SISWA

Studi Kasus pada Siswa SMP Negeri di Kota Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Maria Guido Mega Yoganingtyas NIM : 121334009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

SIKAP SISWA TERHADAP PERILAKU MENYONTEK

DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DAN

JENIS KELAMIN SISWA

Studi Kasus pada Siswa SMP Negeri di Kota Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Maria Guido Mega Yoganingtyas NIM : 121334009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

SITAT

SISWA

TERIIAI}AP PERILAI(U

MEI\IYOFTTEK

DITINJAU DARI

TINGKAT

PEI\IDIDIKAI\I ORANG TUA DAht

JENIS KELAMIN SISWA

Studi Kasus pqrda Siswa SMP Negeri di Kota Yogyakarta

: ,

TahunAjaru20l5B0l6


(6)

SKRIPSI

SIKAP SISWA

TERIIADAP PERILAKU

MEI\TYONTEK

DITINJAU DARI

TINGKAT

PENDIDIKANT ORANG TUA DAht

JENIS KELAMIN SISWA

Studi Kasus pada Siswa SMP Negeri di Kota Yoryakarta Talrun Ajaran 201 5 l20l 6

Dipersiapkan dan ditulis oteh : Maria Guido Mega Yoganingtyas

Kegrruan dan Ilmu Pendidikan SanataDharma

lll

Tanda Tangan


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya yang tersusun ini saya persembahkan kepada: TUHAN YESUS KRISTUS dan BUNDA MARIA.

Kedua orang tuaku Bapak Albertus Sumaryono dan Ibu Veronika Sri Supartini.

Kakakku mbak Regina Rita Sri Maryati dan Adikku dek Gregorius Galih Bagus Saputra.

Keluarga Trah Gemawang dan Trah Karangmojo. Teman-teman di Pendidikan Akuntansi 2012. Rekan hidupku kelak.


(8)

v Motto


(9)

PERI{YATAAITI KEASLIAN XARYA

Sryamydakan@nn

se$nsgirhnya bohwa slcipsi )ang sayatulis ini tidak mcrrlust*arya dal

@ia

kyaormg

lairr, k6cuali )4axtgtela.h disebutkan dalam

hrtiF

&n daftar puffika' senagaimna lqnknva lwya iltni&.

YogyakuE, 28 Juti 2016

Pedis

A#

,d

idaria Guido l.{cga Yog&ingt}€s

l I "j

i

l I l


(10)

LEMBAR PERNTYATAANi PERSETUJUAIT

PUBLIKASI KARYA

ILMHII

T]NTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama

: Maria Guido Mega Yoganingtyas NomorMahasiswa :121334009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, sY& memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

SIKAP SISWA TERIIADAP PERILAKU MEI\TYONTEK

DITINJAU DARI

TINGKAT PENDIDIKAIT ORANG TUA

DAN

JENIS KELAMIN SISWA

Studi Kasus pada Siswa SMP Negeri di Kota Yogyakarta Tahun Ajaran 201512016

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak

untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secala terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selamatetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 28 Juli 2016 Yang menyatakan,

/4#

4-)-Maria Guido Mega Yoganingtyas


(11)

viii ABSTRAK

SIKAP SISWA TERHADAP PERILAKU MENYONTEK

DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DAN JENIS KELAMIN SISWA

Studi Kasus pada Siswa SMP Negeri di Kota Yogyakarta Tahun Ajaran 2015/2016

Maria Guido Mega Yoganingtyas Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya perbedaan sikap siswa kelas VIII terhadap perilaku menyontek yang ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua dan jenis kelamin siswa. Jenis penelitian ini termasuk penelitian studi kasus.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2016. Sampel penelitian diambil 122 responden dengan purposive sampling yang terdiri dari siswa - siswi SMP Kelas VIII di SMP Negeri 8, SMP Negeri 12, SMP Negeri 15, dan SMP Negeri 16. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Setelah data diuji validitas dan reliabilitasnya dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Uji Mann-Whitney dan Uji Kruskal-Wallis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tidak ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku menyontek ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua (nilai asymp sig 0,091 untuk tingkat pendidikan ayah dan nilai asymp sig 0,115 untuk tingkat pendidikan ibu). (2) tidak ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku menyontek ditinjau dari jenis kelamin siswa (nilai asymp. Sig. (2-tailed)0,073).


(12)

ix

ABSTRACT

STUDENTS’ ATTITUDES TOWARD CHEATING BEHAVIOR

PERCEIVED FROM PARENTS’ EDUCATIONAL LEVEL AND

STUDENTS GENDER

A Case Study on Junior High School Students in Yogyakarta 2015/2016 Academic Year

Maria Guido Mega Yoganingtyas Sanata Dharma University

2016

This study aims to see whether there is any difference of the eights grade students toward cheating behavior perceived from the level of parents' education and gender of students. This study is a case study

This study was conducted from February to April 2016. The samples were 122 respondents taken by purposive sampling from Junior High School of SMP Negeri 8, SMPN 12, SMPN 15 and SMPN 16. Data collection technique was a questionnaire. Data were tested for their validity and reliability and done by using Mann-Whitney and Kruskal-Wallis.

The results show that: (1) there is no difference in students' attitudes

toward cheating behavior perceived from the level of parents’ education.

(Sig 0.091 asymp value for father's educational level and asymp sig value 0,115 for mother's educational level). (2) there is no difference in students' attitudes toward cheating behavior perceived from the sex of the students. (Value asymp. Sig. (2-tailed) 0.073).


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya, karena penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyusun skripsi dengan

judul: “Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek Ditinjau dari Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Jenis Kelamin Siswa”. Studi Kasus pada Siswa SMP Negeri di Kota Yogyakarta. Tahun ajaran 2015/2016.

Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga, skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma;

2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma;

3. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma; 4. Bapak Drs. Bambang Purnomo, S.E., M.Si. selaku Dosen Pembimbing

yang telah banyak meluangkan waktu, sabar dalam mengarahkan, memberikan kritik, saran dan memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

5. Segenap staf dosen pengajar Program Studi Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu


(14)

xi

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan tambahan pengetahuan, dukungan dan bantuan selama proses perkuliahan; 6. Mbak Theresia Aris Sudarsilah selaku staf sekretariat Program Studi

Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dalam kelancaran proses belajar dan administrasi selama ini;

7. Pimpinan dan seluruh staf beserta karyawan perpustakaan Mrican, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah bersedia melayani peminjaman buku-buku serta menyediakan fasilitas selama belajar hingga penyusunan skripsi ini;

8. Pimpinan dan seluruh staf beserta karyawan BAA, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah bersedia melayani administrasi selama ini; 9. Orang tua saya Bapak Albertus Sumaryono dan Ibu Veronika Sri Supartini,

mbak Regina Rita Sri Maryati, dek Gregorius Galih Bagus Saputra, Mbak Ipung, keluarga Trah Gemawang dan Trah Karangmojo yang telah memberikan dukungan doa, dukungan material, semangat, motivasi, dan cinta kepada penulis selama ini;

10. Sahabatku Tika, Tere, dan Olive yang selalu menghibur, memberikan semangat dan doa selama ini.

11. Teman-teman seperjuangan kelompok skripsi Siwi, Tomo, Denny, Jalu, Yosep, Panji dan Umex, yang sudah memberikan masukan dan bantuan kepada penulis selama ini.

12. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2012 yang telah membantu dan memberi masukan, dukungan dan kerjasama yang baik selama ini.

13. Siswa- Siswi SMP Kelas VIII di SMP Negeri 8, SMP Negeri 12, SMP Negeri 15, dan SMP Negeri 16 yang telah bersedia menjadi subyek dalam penelitian ini.


(15)

xii

14. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih untuk bantuan dan dukungannya selama ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis sendiri. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun senangtiasa penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih.

Yogyakarta, 28 Juli 2016 Penulis


(16)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERTSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Karakter dan Nilai Pendidikan Karakter ... 8

B. Sikap ... 10

1. Pengertian Sikap ... 10

2. Komponen Sikap ... 11


(17)

xiv

C. Menyontek ... 12

1. Pengertian Menyontek ... 12

2. Faktor-faktor Penyebab Menyontek ... 14

3. Bentuk-bentuk Menyontek ... 15

D. Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 16

1. Pengertian Pendidikan ... 16

2. Tingkat Pendidikan ... 17

E. Gender ... 18

1. Pengertian Gender ... 18

2. Sejarah Perbedaan Gender ... 19

F. Jenis Kelamin Siswa ... 23

G.Kerangka Berpikir... 23

H. Penelitian yang Relevan... 26

I. Hipotesis ... 27

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

C. Variabel Penelitian ... 30

D. Subjek dan Objek Penelitian ... 30

E. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 31

F. Variabel Penelitian dan Pengukurannya ... 33

G. Teknik Pengumpulan Data... 38

H. Pengujian Instrumen Penelitian ... 41

1. Uji Validitas Instrumen... 41

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 47

I. Teknik Analisis Data ... 49

1. Teknik Deskriptif ... 49

2. Uji Prasyarat Analisis ... 51


(18)

xv BAB IV. GAMBARAN UMUM

A. SMP Negeri 8 Yogyakarta ... 53

B. SMP Negeri 12 Yogyakarta ... 53

C. SMP Negeri 15 Yogyakarta ... 54

D. SMP Negeri 16 Yogyakarta ... 55

BAB V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 56

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 69

1. Pengujian Normalitas... 69

2. Pengujian Homogenitas ... 72

C. Pengujian Hipotesis ... 74

D. Pembahasan ... 79

BAB VI. KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 82

B. Keterbatasan Penelitan ... 82

C. Saran... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Karakter dan Deskripsi Karakter ... 9

Tabel 3.1 Tempat Penelitian SMP Negeri di Kota Yogyakarta ... 30

Tabel 3.2 Data Populasi Siswa SMP Negeri di Kota Yogyakarta ... 31

Tabel 3.3 Jumlah Sampel Penelitian Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kota Yogyakarta ... 33

Tabel 3.4 Skor Skala Likert dalam Kuesioner ... 35

Tabel 3.5 Indikator Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 38

Tabel 3.6 Indikator Jenis Kelamin Siswa ... 38

Tabel 3.7 Kisi-kisi Variabel Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek ... 40

Tabel 3.8 Rincian Item Favourable dan Item Unfavourable ... 41

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Variabel Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek ... 42

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Ulang Validitas Variabel Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek ... 45

Tabel 3.11 Hasil Pengujian Reliabilitas ... 48

Tabel 3.12 Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II ... 49

Tabel 3.13 Rentang Skor Variabel Sikap Siswa... 50

Tabel 4.1 Daftar Jumlah Siswa SMP Negeri 8 Yogyakarta ... 53

Tabel 4.2 Daftar Jumlah Siswa SMP Negeri 12 Yogyakarta ... 54

Tabel 4.3 Daftar Jumlah Siswa SMP Negeri 15 Yogyakarta ... 54

Tabel 4.4 Daftar Jumlah Siswa SMP Negeri 16 Yogyakarta ... 55

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 57

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek ... 57

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 58

Tabel 5.4 Deskripsi Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ayah SD ... 59

Tabel 5.5 Deskripsi Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ayah SMP ... 60


(20)

xvii

Tabel 5.6 Deskripsi Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ayah SMA ... 61 Tabel 5.7 Deskripsi Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ayah PT ... 62 Tabel 5.8 Deskripsi Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ibu SD ... 63 Tabel 5.9 Deskripsi Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ibu SMP ... 64 Tabel 5.10 Deskripsi Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ibu SMA... 65 Tabel 5.11 Deskripsi Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ibu PT... 66 Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67 Tabel 5.13 Deskripsi Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek

Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa Laki-laki ... 67 Tabel 5.14 Deskripsi Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek

Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa Perempuan... 68 Tabel 5.15 Hasil Uji Normalitas Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku

Menyontek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ayah ... 69 Tabel 5.16 Hasil Uji Normalitas Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku

Menyontek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ibu ... 70 Tabel 5.17 Hasil Uji Normalitas Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku

Menyontek Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa ... 71 Tabel 5.18 Hasil Uji Homogenitas Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku

Menyontek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ayah ... 72 Tabel 5.19 Hasil Uji Homogenitas Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku

Menyontek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ibu ... 73 Tabel 5.20 Hasil Uji Homogenitas Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku

Menyontek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 73 Tabel 5.21 Hasil Uji Kruskal Wallis Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku


(21)

xviii

Tabel 5.22 Hasil Uji Kruskal Wallis Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kelompok Ibu ... 76 Tabel 5.23 Hasil Uji Kruskal Wallis Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku

Menyontek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 77 Tabel 5.24 Hasil Uji Mann Whitney Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku

Menyontek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 78 Tabel 5.25 Hasil Uji Mann Whitney Mengenai Sikap Siswa Terhadap Perilaku


(22)

xix

DAFTAR GAMBAR


(23)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 90 Lampiran 2. Data Induk Penelitian ... 97 Lampiran 3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 121 Lampiran 4. Uji Normalitas ... 126 Lampiran 5. Uji Homogenitas ... 132 Lampiran 6. Uji Hipotesis ... 134 Lampiran 7. Tabel R Statistika ... 137 Lampiran 8. Jumlah Siswa ... 146 Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian ... 153


(24)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perilaku menyontek menjadi fenomena yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan. Kebanyakan siswa di SD, SMP, SMA/K maupun mahasiswa di perguruan tinggi pernah menyontek. Menyontek dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menulis di atas meja, menulis di kertas atau tissue, menulis di anggota tubuh, bertanya kepada teman, searching menggunakan ponsel, melihat dan menyalin jawaban teman, menyontek dari buku yang diletakkan di laci atau di WC, dan lain-lain.

Perilaku menyontek merupakan suatu upaya yang dilakukan pelajar dan mahasiswa untuk mendapatkan nilai yang baik. Beberapa alasan lainnya pelajar atau mahasiswa menyontek adalah agar mendapatkan pujian dari orang tua, guru, dan teman-temannya; tidak siap dalam ulangan atau ujian; tidak percaya diri; kesulitan dalam mata pelajaran tertentu; malas belajar; dan sebagai bentuk solidaritas antarteman. Bila hal ini terus-menerus dibiarkan dapat dipastikan pendidikan di Indonesia akan mengalami kemunduran.

Dunia pendidikan perlu mengikis perilaku menyontek ini. Perilaku menyontek merupakan bagian dari ketidakjujuran. Ketika dunia pendidikan membiarkan ketidakjujuran ini berlanjut, hal ini akan memberikan dampak pada pembangunan karakter manusia Indonesia. Pencurian, korupsi,


(25)

penipuan, dan plagiatisme yang marak terjadi merupakan contoh dari kegagalan dunia pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.

Fakta tentang perilaku ketidakjujuran di dunia pendidikan biasanya banyak terjadi saat menjelang ujian. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian oleh Hartanto dalam Pihatnaningtyas (2014 : 21) yang menunjukkan bahwa intensitas perilaku menyontek di SMP swasta di daerah Pondok Cabe Jakarta berada pada posisi sedang (53,3%), rendah (33,3%), dan tinggi (13,3%). Bentuk perilaku menyontek yang biasa dilakukan oleh peserta didik antara lain melihat, menyalin, dan meminta jawaban dari teman-temannya.

Di samping itu, perilaku menyontek juga disebutkan dalam website komunitas air mata guru (www.komunitasairmataguru.blogspot.co.id). Dalam website tersebut disebutkan banyak kecurangan dalam UN baik yang dilakukan oleh siswa maupun guru. Selain itu, hasil penelitian longitudinal Anderman dalam Mubiar (2011 : 4) menunjukkan bahwa menyontek sering dilakukan siswa SMP dikarenakan adanya perubahan keadaan lingkungan belajar yang dialami siswa. Hal ini disebabkan oleh siswa mengalami masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah, struktur kelas yang berbeda, dan lingkungan sekolah yang kompetitif.

Sekolah Menengah Pertama merupakan salah satu jenjang pendidikan yang dilalui oleh peserta didik. Pada jenjang ini, peserta didik dihadapkan pada perkembangan mental dan moral. Menurut Anderman dalam Mubiar (2011 : 4), pada usia 12-15 tahun yang umumnya individu duduk di bangku


(26)

SMP, siswa akan mulai memasuki dunia baru yang berbeda dengan pengalaman di sekolah dasar serta banyak hal baru yang menuntut individu untuk menyesuaikan diri, terutama pada siswa kelas VII.

Perubahan keadaan lingkungan belajar mengakibatkan siswa melakukan tindakan menyontek. Mereka menganggap tindakan itu sebagai bentuk solidaritas antarteman. Menyontek biasanya lebih banyak dilakukan pada pelajaran matematika dan ilmu alam atau ilmu pasti, dibandingkan dengan pelajaran lainnya. Menyontek biasanya terjadi pada waktu ulangan atau ujian.

Tingkat pendidikan orang tua menentukan cara atau pandangan orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anaknya. Dalam hal ini tingkat pendidikan yang dimaksud adalah jalur pendidikan formal maupun informal yang telah ditempuh oleh orang tua. Pendidikan yang berbeda juga menentukan sikap yang terbentuk pada masing-masing individu pada setiap jenjang pendidikan formal antara lulusan sekolah dasar, lulusan sekolah menengah pertama, lulusan sekolah menengah atas, dan lulusan perguruan tinggi. Orang tua yang tingkat pendidikannya rendah akan cenderung sempit wawasannya terhadap pendidikan, sedangkan tingkat pendidikan orang tua yang tinggi akan memperluas wawasannya terhadap pendidikan. Mereka akan mengarahkan dan membimbing anaknya untuk terus menambah ilmu dengan baik sehingga mereka dididik dan diarahkan untuk bekerja keras dalam menggapai ilmu tersebut.


(27)

Faktor jenis kelamin siswa dapat dilihat dari perbedaan sikap antara siswa laki-laki dan siswi perempuan. Menurut Gunarsa (1991) terdapat perbedaan pada laki-laki dan perempuan, yaitu jika perempuan lebih mengandalkan aspek-aspek emosional, perasaan, dan suasana hati sedangkan untuk laki-laki lebih terlihat agresif, lebih aktif, dan tidak sabaran dalam menyelesaikan masalah. Di bidang prestasi, laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang besar karena laki-laki memiliki keinginan yang lebih besar untuk sukses daripada perempuan. Oleh karena itu laki-laki lebih agresif dalam menggapai cita-citanya daripada perempuan (Kumara, 1990). Cita-cita ini merupakan objek yang ingin dicapai, sehingga cita-cita dapat mempengaruhi siswa dalam bersikap karena menurut Seares (Adi, 1994) sikap sangat dipengaruhi oleh objek yang ada.

Prof. Djemari Mardapi, Ph.D. (wawancara dilakukan bulan Agustus 2015) menyatakan bahwa pada tahun 2015 wilayah DIY termasuk daerah putih (daerah yang bersih dari kecurangan dalam UN). Pernyataan ini bertentangan dengan hasil penelitian Anderman yang menyatakan bahwa perilaku menyontek sering dilakukan oleh siswa SMP.

Berdasarkan ketidakkonsistenan antara pendapat Prof. Djemari dan hasil-hasil penelitian sebelumnya, perlu dilakukan penelitian “Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek Ditinjau dari Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Jenis Kelamin Siswa”, Studi Kasus pada Siswa SMP Negeri di Kota Yogyakarta.


(28)

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan sikap siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri di kota Yogyakarta terhadap perilaku menyontek yang ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua ?

2. Apakah ada perbedaan sikap siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri di kota Yogyakarta terhadap perilaku menyontek yang ditinjau dari jenis kelamin siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui perbedaan sikap siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri

di kota Yogyakarta terhadap perilaku menyontek yang ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua.

2. Untuk mengetahui perbedaan sikap siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri di kota Yogyakarta terhadap perilaku menyontek yang ditinjau dari jenis kelamin siswa.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, siswa, sekolah dan perguruan tinggi. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


(29)

1. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru dalam mengetahui dan mencegah perilaku menyontek siswa-siswa SMP sehingga hasil ujian atau ulangan benar-benar merupakan hasil belajar siswa dan mencerminkan kemampuan siswa yang sesungguhnya. Dengan demikian, pengambilan keputusan terkait dengan nilai yang dihasilkan siswa tidak bias.

2. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa yaitu siswa lebih menyadari tentang kemampuan yang dimiliki dan dapat mengoptimalkan kompetensi-kompetensi yang ada pada diri siswa. 3. Bagi Sekolah dan Bagi Perguruan Tinggi

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah dan perguruan tinggi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter khususnya kejujuran dalam belajar. Implementasi pendidikan karakter dapat dimulai dari hal-hal yang sederhana, salah satunya adalah mendidik untuk jujur dalam ulangan atau ujian.

4. Bagi Penulis

Untuk mengetahui secara nyata tentang perbedaan sikap siswa-siswi kelas VIII SMP terhadap perilaku menyontek yang dilihat dari tingkat pendidikan orang tua dan jenis kelamin siswa.


(30)

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian selanjutnya.


(31)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter dan Nilai Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter terbentuk dari dua kata yaitu pendidikan dan karakter. Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk menciptakan seseorang yang dapat berguna di masa yang akan datang, sedangkan karakter adalah suatu atribut yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas, mental satu orang dengan orang lainnya (Samani, 2013). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha yang sungguh-sungguh dilakukan dan mampu menciptakan ciri pribadi yang berbeda antara orang satu dengan lainnya. Pendidikan karakter memiliki makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak, yang mana tujuannya adalah untuk membentuk karakter pribadi anak supaya menjadi manusia dan warga negara yang baik.

Secara universal, berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan beberapa pilar, yaitu : kedamaian, menghargai, kerjasama, kebebasan, kebahagian, kejujuran, kerendahan hati, kasih sayang, tanggung jawab, kesederhahaan, toleransi, dan persatuan (Samani, 2013 : 43). Nilai-nilai karakter tersebut dijabarkan pada tabel 2.1 berikut ini:


(32)

Tabel 2.1 Nilai-Nilai Karakter dan Deskripsi Karakter No. Nilai Karakter Deskripsi

1 Kedamaian Sikap dan perilaku yang menyukai adanya harmoni dan bebas dari konflik dan gangguan, serta suka akan ketenangan.

2 Menghargai Menghargai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Bersikap beradab, sopan, tidak melecehkan, tidak menghina orang lain, dan tidak menilai orang lain sebelum mengenalnya dengan baik.

3 Kerjasama Saling membantu untuk mencapai sebuah tujuan.

4 Kebebasan Tidak adanya paksaan/tekanan yang sengaja mendesak seseorang untuk bertindak melawan kehendak diri sendiri.

5 Kebahagian Suatu keadaan di mana hadir kesenangan, ketentraman, dan kepuasan terhadap apa-apa yang telah dicapai.

6 Kejujuran Menjunjung tinggi kebenaran, ikhlas dan lurus hari, tidak suka berbohong, mencuri dan memfitnah, tidak pernah bermaksud menjerumuskan orang lain.

7 Kerendahan Hati Mengakui adanya peranan dan jasa orang lain dan tidak pernah menonjolkan diri.

8 Kasih sayang Memiliki dan menunjukkan perasaan penuh kasih sayang, mencintai, dan bersikap penuh kelembutan

9 Tanggung Jawab Melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras mencapai prestasi terbaik, mampu mengontrol diri, dan berdisiplin diri.

10 Kesederhanaan Suatu keadaan tentang bagaimana berlaku sederhana, tidak pamer, bermewah-mewah, tidak berpikiran melit, dan rumit.

11 Toleransi Menerima secara terbuka orang lain dengan tingkat kematangan dan latar belakang yang berbeda.

12 Persatuan Menjalin rasa kebersamaan dan saling melengkapi satu sama lain, serta menjalin rasa kemanusiaan dan saling toleransi.


(33)

B. Sikap

1. Pengertian Sikap

Pengertian sikap didefinisikan berbeda-beda oleh para ahli. Azwar (2009) mendefinisikan sikap sebagai bentuk pernyataan seseorang terhadap hal-hal yang ditemuinya seperti benda, orang, ataupun fenomena. Sikap membutuhkan stimulus untuk menghasilkan respon. Sikap merupakan perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada suatu objek. Istilah sikap atau attitude pada awalnya digunakan untuk menunjukkan status mental individu. Sikap dapat menuntun perilaku individu sehingga individu akan bertindak sesuai dengan sikap yang diekspresikan. Kesadaran individu untuk menentukan tingkah laku nyata dan perilaku yang mungkin terjadi itulah yang dimaksud dengan sikap.

Kurinasih (2014 : 65) mendefinisikan sikap sebagai sebuah ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Selanjutnya Kurinasih menjelaskan bahwa sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Ahmadi dalam Sukarmin (2009), menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten. Winkel (1999) memiliki pendapat yang berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya. Winkel (1999) berpendapat bahwa sikap merupakan kemampuan internal yang


(34)

berperanan sekali dalam mengambil tindakan, lebih-lebih jika terbuka dari berbagai kemungkinan untuk bertindak.

Dari pengertian-pengertian sikap di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan nilai yang dimiliki seseorang dalam merespon fenomena-fenomena yang ada.

2. Komponen Sikap

Azwar (2005) menggolongkan komponen-komponen sikap ke dalam tiga komponen yaitu:

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif yakni kepercayaan seseorang mengenai apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan yang dibentuk menjadi dasar pengetahuan seseorang terhadap objek yang diharapkan.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Reaksi emosional dari komponen afektif banyak dipengaruhi oleh kepercayaan yang dipercayai bagi objek tertentu.

c. Komponen Konatif

Komponen konatif menunjukkan perilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

3. Faktor Pembentuk Sikap

Faktor-faktor pembentuk sikap individu menurut Azwar (2005) yaitu:

a. Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi meninggalkan kesan yang kuat dan dapat menjadi dasar pembentukan sikap. Sikap lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.


(35)

b. Kebudayaan

Kebudayaan menanamkan pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat. c. Orang Lain yang Dianggap Penting

Pada umumnya individu cenderung memiliki sikap konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang dianggap penting.

d. Media Massa

Sebagai sarana komunikasi, media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam penyampaian informasi, media massa memberikan pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Pesan sugesti tersebut apabila cukup kuat akan memberi dasar efektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Pemahaman baik dan buruk, sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan keagamaan. Konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan, maka konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap suatu hal.

f. Emosional

Suatu bentuk sikap pernyataan yang didasari oleh emosi berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

C. Menyontek

1. Pengertian Menyontek

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), menyontek berasal dari kata sontek yang berarti melanggar, mencontoh, menggocoh yang artinya mengutip tulisan, dan lain sebagainya sebagaimana aslinya, menjiplak.


(36)

Sedangkan Anderman dan Murdock dalam Purnamasari (2013) menyatakan bahwa perilaku kecurangan akademik merupakan penggunaan segala kelengkapan dari materi ataupun bantuan yang tidak diperbolehkan digunakan dalam tugas-tugas akademik dan atau aktivitas yang mengganggu proses asesmen.

Bower dalam Purnamasari, (2013) mendefinisikan cheating adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah dan terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademik untuk menghindari kegagalan akademik. Sedangkan menurut Pincus & Schemelkin (Mujahidah, 2009) perilaku menyontek merupakan suatu tindakan curang yang sengaja dilakukan ketika seseorang mencari dan membutuhkan adanya pengakuan atas hasil belajarnya dari orang lain meskipun dengan cara yang tidak sah seperti memalsukan informasi terutama ketika dilaksanakannya evaluasi akademik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku menyontek adalah kegiatan, tindakan atau perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan cara-cara yang tidak jujur untuk memalsukan hasil belajar dengan menggunakan bantuan atau memanfaatkan informasi dari luar secara tidak sah pada saat dilaksanakan tes atau evaluasi akademik untuk mencapai tujuan tertentu.


(37)

2. Faktor-faktor Penyebab Menyontek

Salah satu alasan yang mendorong individu untuk menyontek adalah untuk memuaskan harapan orang tua. Santrock (2003) mengatakan bahwa tidak jarang orang tua dalam mengasuh atau mendidik anak-anaknya dipengaruhi oleh keinginan atau ambisi dari orang tua tanpa melihat kemampuan anaknya. Orang tua bermaksud ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, namun keinginan tersebut muncul tanpa memperhatikan kemampuan anak.

Sikap orang tua yang mengharapkan terlalu berlebihan pada anak akan menghambat anak untuk menunjukkan prestasi sesuai dengan potensi yang dimiliki. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1991), biasanya anak menyadari harapan orang tuanya. Oleh karena itu, sikap yang terlalu menuntut dapat menyebabkan anak merasa takut kehilangan kasih sayang dari orang tuanya. Hal ini menimbulkan rasa rendah diri, gangguan tingkah laku, berkurangnya motivasi untuk belajar serta ketegangan atau kecemasan dalam diri anak.

Agustin (2014) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan siswa menyontek pada saat ujian. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Tekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada “hasil studi” berupa angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam tes formatif atau sumatif.

b. Pendidikan moral, baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan dalam kehidupan siswa.

c. Sikap malas yang tertanam dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab. d. Anak remaja lebih sering menyontek daripada anak SD karena masa

remaja bagi mereka penting sekali memiliki banyak teman dan populer di kalangan teman-teman sekelasnya.


(38)

Disadari atau tidak, siswa yang menyontek pada saat ujian disebabkan oleh satu atau lebih faktor-faktor di atas.

Perilaku menyontek ini akan mengakibatkan perilaku atau watak tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak mau membaca buku pelajaran tetapi rajin membuat catatan kecil-kecil untuk bahan menyontek, menghalalkan segala macam cara, dan akhirnya menjadi koruptor (Buchari dalam Prihatnaningtyas 2014). Dengan demikian tampak bahwa perilaku menyontek secara tidak langsung membelajarkan pada siswa untuk menjadi seorang koruptor.

3. Bentuk-bentuk Menyontek

Bentuk-bentuk perilaku menyontek menurut Hetherington and Feldman dalam Veronikha (2013) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Social Active

1) Melihat jawaban teman yang lain ketika ujian berlangsung. 2) Meminta jawaban kepada teman yang lain ketika ujian sedang

berlangsung.

b. Individualistic-Opportunistic

1) Menggunakan HP atau alat elektronik lain yang dilarang ketika ujian sedang berlangsung.

2) Mempersiapkan catatan yang digunakan pada saat ujian akan berlangsung.

3) Melihat dan menyalin sebagian atau seluruh hasil kerja teman lain pada saat tes.

c. Individual Planned

1) Mengganti jawaban ketika guru ke luar kelas.

2) Membuka buku teks ketika ujian sedang berlangsung.

3) Memanfaatkan kelengahan atau kelemahan guru ketika menyontek.


(39)

d. Social Passive

1) Mengizinkan orang lain melihat jawaban ketika ujian sedang berlangsung.

2) Membiarkan orang lain menyalin pekerjaannya.

3) Memberi jawaban tes kepada teman pada saat ujian sedang berlangsung.

D. Tingkat Pendidikan Orang Tua 1. Pengertian Pendidikan

Pada hakikatnya pendidikan itu merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengembangkan suatu keterampilan yang dimiliki, melalui usaha belajar dan ditanamkan juga nilai-nilai moral serta pandangan hidup yang nantinya akan membentuk kepribadian dan karakter dari seseorang.

Pendidikan merupakan keseluruhan dari proses, teknik, dan metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standar yang ditentukan. Unsur-unsur penting dalam pendidikan adalah proses pengembangan kemampuan, pengetahuan, sikap, tingkah laku, kompetensi sosial, dan pribadi yang optimal.

Menurut Fuad Ihsan (2003 :5), pendidikan dapat diartikan sebagai : a. Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan; b. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam

pertumbuhannya;

c. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikehendaki oleh masyarakat;

d. Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan.


(40)

Menurut Ki Hajar Dewantoro (Suwarno, 1885) pendidikan adalah penentu segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab I ketentuan Umum Pasal 1, yang dimaksud pendidikan adalah :

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 2. Tingkat Pendidikan

Menurut Fuad Ihsan (2003) tingkat atau jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, dan tingkat kerumitan bahan pengajaran. Jenjang pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab VI jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kedua pasal 17 disebutkan pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.


(41)

Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab VI jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian ketiga pasal 18 disebutkan pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar; pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan; pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab VI jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian keempat pasal 19 disebutkan pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi; pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.

E. Gender

1. Pengertian Gender

Menurut Mansour (2012), untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dan seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Sedangkan konsep gender, yakni suatu sifat yang


(42)

melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.

2. Sejarah Perbedaan Gender

Teori teorikus berspekulasi bahwa beberapa faktor berkontribusi terhadap perbedaan gender. Karakteristik dan kecenderungan yang diturunkan memiliki peran substansial dalam sebagian perbedaan, sedangkan faktor-faktor lingkungan lebih berkontribusi terhadap perbedaan yang lain. Dalam banyak kasus, faktor biologis (yaitu keturunan) dan pengalaman (yaitu lingkungan) berhubungan dan saling melengkapi sehingga memperkuat pengaruh masing-masing (Lippa, 2002, dalam Ormrod, 2009 :182)

Peran identitas jenis kelamin adalah salah satu pemahaman tentang kepribadian manusia yang berdasarkan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan) dan mempengaruhi perilaku dan nilai yang dikembangkan oleh individu. Perkembangan peran identitas jenis kelamin pada diri seseorang tidak bisa lepas dari unsur biologis dan psikis. Sarwono (2005) mengatakan bahwa peran gender adalah bagian dari peran sosial, anak harus menyadari perannya masing-masing yaitu peran sebagai anak perempuan atau peran sebagai anak laki-laki sehingga mereka mempelajari perannya masing-masing.

Banyak sifat dan ciri-ciri khas perempuan dan laki-laki yang membedakan kedua jenis ini, yaitu perbedaan dan kekhususan laki-laki dan perempuan sesuai dengan tujuan peranan masing-masing dan yang


(43)

memberi makna kehidupan dan kegairahan hidup. Perbedaan khusus tersebut dapat dilihat dari segi psikis dan biologis, yaitu (Gunarsa, 1991) :

a. Segi Psikis

Dari segi psikis dapat disimpulkan dari seluruh tindak tanduk, ucapan dan sikap yang tercangkup dalam istilah kepribadian. Kepribadian seorang perempuan merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi antara aspek-aspek emosional, rasio, dan suasana hati. Biasanya kesatuan dan aspek-aspek tersebut membuat perempuan kuat dan menyebabkan logika berpikirnya dikuasai oleh kesatuan tersebut, (Gunarsa: 1991).

Hal tersebut menunjukkan seolah-olah perempuan berpikir dengan mengikutsertakan perasaan dan suasana hatinya. Apabila kesedihan sedang meliputi dirinya, pikirannya terhambat oleh kegelapan suasana hati dan sulit memperoleh penyelesaian masalah. Pikiran, perasaan, dan kemampuan yang erat hubungan satu sama lain menyebabkan kaum perempuan cepat mengambil tindakan atas dasar emosinya (Gunarsa: 1991).

Sifat perempuan berbeda dengan laki-laki. Kepribadian seorang pria menunjukkan adanya pembagian dan pembatasan yang jelas antara pikiran, rasio, dan emosionalitas. Jalan pikirannya tidak dikuasai oleh emosi, perasaan, ataupun suasana hati. Perhatiannya lebih banyak tertuju pada pekerjaan dengan


(44)

kecenderungan mementingkan keseluruhannya dan kurang memperhatikan hal-hal yang kecil (Gunarsa & Gunarsa: 1991).

Pria dalam beraktivitas lebih agresif, lebih aktif, dan tidak sabar karena itu sifat-sifat pria lebih cenderung untuk tidak mau menunggu, kurang tekun dan kurang tabah dalam menghadapi kesulitan hidup dan cepat putus asa. Pria cenderung untuk lebih banyak berinisiatif, keras, dan tegas. Segala hal yang masuk akal jauh lebih dipentingkan daripada yang tidak nyata. (Gunarsa & Gunarsa : 1991). Hal tersebut sesuai dengan karakteristik laki-laki yang maskulin, yaitu cenderung untuk bersifat mandiri, aktif, kompetitif, mudah membuat keputusan, cenderung berperan sebagai pemimpin, tidak mudah menyerah, percaya diri, merasa superior, ambisius dan mampu bertahan dalam kondisi yang memberikan stres. (Spence dan Helmrerch dalam Santrock: 2007). b. Segi Biologis

Tubuh perempuan dan laki-laki memiliki ciri-ciri yang khas yang jelas dibedakan antara keduanya. Sifat masing-masing individu merupakan perpaduan dari sifat yang ditentukan oleh pembawa sifat yakni kromosom dari ayah dan ibunya. Tulang pinggul perempuan lebih kuat dan lebih besar sesuai dengan tugasnya kelak yakni mengandung dan melahirkan, sedangkan laki-laki, dadanya lebih besar dan bidang demi tugasnya sebagai pelindung ( Gunarsa: 1991).


(45)

Santrock (2007), pengaruh biologis pada perilaku gender berhubungan dengan perubahan pubertas. Tubuh mereka dipenuhi oleh hormon, sehingga banyak anak perempuan berkeinginan menjadi perempuan sebaik mungkin (feminim) dan banyak anak laki-laki berusaha keras menjadi laki-laki sebaik mungkin (maskulin). Dengan demikian anak perempuan biasanya bertingkah laku penuh kasih sayang, sensitif, menarik dan bisa berbicara secara halus, sedangkan anak laki-laki biasanya bertingkah laku asertif, sombong dan sangat berkuasa karena anak laki-laki beranggapan bahwa dengan tingkah laku seperi ini akan menambah daya tariknya ke pada lawan jenisnya.

Selain itu ada faktor lain yang ikut mempengaruhi munculnya perbedaan gender. Gender berkaitan dengan stereotip sosial sebagai penentu bagaimana laki-laki atau perempuan bertindak. Lingkungan memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda-beda serta adanya tuntutan peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat (Rais, dalam Gunarsa & Gunarsa, 1991). Santrock (2007) juga berpendapat bahwa stereotip didasarkan pada gender, etnis, atau kelompok-kelompok lain yang menggambarkan anggota tipikal dari suatu kategori sosial tertentu.

Nathaniel (Kumara : 1990) mengatakan bahwa lingkungan sosial dapat menyebabkan perempuan menekan keinginannya untuk mencapai karir yang tinggi karena perempuan yang


(46)

mencapai prestasi yang tinggi dipandang tidak feminim lagi. Kebalikannya menurut Hudgson dan Fisher (Kumara :1990), laki-laki cenderung untuk menunjukkan identitasnya melalui kenaikan prestasi.

F. Jenis Kelamin Siswa

Jenis kelamin yang dimaksud adalah siswa laki-laki dan siswi perempuan. Peran identitas jenis kelamin ini adalah salah satu pemahaman tentang kepribadian manusia yang berdasarkan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan) dan mempengaruhi perilaku dan nilai yang dikembangkan oleh individu. Perbedaan sifat antara laki-laki dan perempuan ini dapat menimbulkan perbedaan dalam hal perhatian, pandangan, cara berpikir, dan perasaan.

G. Kerangka Berpikir

Menurut Uma Sekaran (Adrianto, 2006 :34) kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka pemikiran yang terbaik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi, secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variabel bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen). Berdasarkan landasan teori di atas dapat disusun suatu kerangka pemikiran sebagai berikut:


(47)

1. Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek Ditinjau dari Tingkat Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan orang tua yang dimaksud adalah tingkat pendidikan formal yaitu SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi yang dicapai oleh orang tua siswa. Setiap siswa mempunyai orang tua yang tingkat pendidikannya berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Salah satu tugas dari orang tua adalah mendidik anaknya dalam menentukan masa depan anak.

Kemampuan orang tua dalam mendidik anak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dicapai oleh orang tua siswa. Tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap cara pandang orang tua terhadap sesuatu, dalam hal ini adalah terhadap perilaku menyontek. Cara pandang orang tua seperti di atas akan berpengaruh juga kepada anak dalam hal menentukan sikapnya dalam menghadapi perilaku menyontek.

2. Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek Ditinjau dari Jenis Kelamin Siswa

Sesungguhnya adanya perbedaan dasar antara kaum laki-laki dan kaum perempuan disebabkan oleh suatu tujuan yang jelas (Gunarsa, 1991). Kehidupan manusia dan maknanya dapat mencapai hasil yang baik sehingga perbedaan antara pribadi perbedaan jenis kelamin ini perlu dijajaki. Pengetahuan mengenai perbedaan jenis kelamin ini dapat membawa kita menuju saling penyesuaian dan saling penyempurnaan.


(48)

Peran identitas jenis kelamin adalah salah satu pemahaman tentang kepribadian manusia yang berdasarkan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan) dan mempengaruhi perilaku dan nilai yang dikembangkan oleh individu. Perkembangan peran identitas jenis kelamin pada diri seseorang tidak bisa lepas dari unsur biologis dan psikis.

Perbedaan sifat antara laki-laki dan perempuan dapat menimbulkan perbedaan dalam hal perhatian, pandangan, cara berpikir, dan perasaan. Di bidang prestasi, laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang besar karena laki-laki memiliki keinginan yang lebih besar untuk sukses daripada perempuan. Oleh karena itu, laki-laki lebih agresif dalam menggapai cita-citanya daripada perempuan (Kumara, 1990).

Laki-laki cenderung agresif, lebih aktif, dan tidak sabar karena sifat laki-laki lebih cenderung untuk tidak mau menunggu, kurang tekun, dan kurang tabah dalam menghadapi kesulitan hidup dan cepat putus asa. Siswa laki-laki cenderung untuk lebih banyak berinisiatif, keras, dan tegas.

Perempuan berpikir dengan mengikutsertakan perasaan dan suasana hatinya. Apabila kesedihan sedang meliputi dirinya, pikirannya terhambat oleh kegelapan suasana hati dan sulit memperoleh penyelesaian masalah. Pikiran, perasaan, dan kemampuan yang erat hubungannya satu sama lain menyebabkan kaum perempuan cepat mengambil tindakan atas dasar emosinya.


(49)

Perilaku menyontek sangatlah negatif dalam pandangan moralitas. Adanya perbedaan kecenderungan menyontek antara siswa laki-laki dan siswi perempuan karena fakta menunjukkan bahwa perempuan memiliki tanggung jawab moral yang lebih besar daripada laki-laki (Thomas, dalam Newstead, dkk, 1996).

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Teoritis

H. Penelitian yang Relevan

1. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dengan Perilaku Menyontek

Penelitian ini dilakukan oleh Alvianto (2008) dari Universitas Sanata Dharma. Penelitian yang dilakukan pada siswa-siswi kelas XI di SMA Negeri 1 Dukun Kecamatan Muntilan yang berjumlah 70 orang, menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel motivasi berprestasi dengan perilaku menyontek (r=-0.577,

Tingkat Pendidikan Orang Tua

Jenis Kelamin Siswa

Sikap siswa terhadap perilaku


(50)

signifikansi 0.000). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat motivasi berprestasi pada siswa-siswi, maka akan semakin rendah tingkat perilaku menyonteknya. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat motivasi berprestasi pada siswa-siswi, maka semakin tinggi tingkat perilaku menyonteknya.

2. Perbedaan Sikap antara Mahasiswa Laki-Laki dan Perempuan terhadap Perilaku Menyontek dalam Ujian di Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini dilakukan oleh Meidiana (2005) dari Universitas Sanata Dharma. Penelitian pada mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang berjumlah 80 orang yang terdiri dari 40 orang laki-laki dan 40 orang perempuan, menunjukkan bahwa ada perbedaan sikap antara mahasiswa laki-laki dan perempuan terhadap perilaku menyontek. Perbandingan nilai mean pada mahasiswa laki-laki sebesar 132.07 dan pada perempuan sebesar 110.90. Hal ini menunjukkan bahwa sikap mahasiswa laki-laki lebih permisif daripada perempuan terhadap perilaku menyontek dalam ujian di Universitas Sanata Dharma.

I. Hipotesis

Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Hipotesis I

Ho1 : tidak ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku menyontek


(51)

Ha1 : ada perbedaan sikap siswa terhadap menyontek ditinjau dari

tingkat pendidikan orang tua. 2. Hipotesis II

Ho2 : tidak ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku menyontek

ditinjau dari jenis kelamin siswa.

Ha2 : ada perbedaan sikap siswa terhadap menyontek ditinjau dari jenis


(52)

29

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Menurut Arikunto (2010:3) penelitian studi kasus adalah penelitian yang benar-benar hanya memaparkan apa yang terdapat atau terjadi dalam sebuah lapangan atau wilayah tertentu. Dalam penelitian ini, siswa akan berperan sebagai responden. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri Yogyakarta dan hasil atau kesimpulan ini tidak bisa direalisasikan pada SMP-SMP lainnya di Yogyakarta sebab penelitian studi kasus merupakan jenis penelitian dengan karakteristik serta masalah yang mempunyai kaitan antara latar belakang dan kondisi nyata saat ini dari subyek yang diteliti. Penelitian studi kasus ini

menjelaskan tentang “Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek yang

ditinjau dari Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Jenis Kelamin Siswa : Studi Kasus Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8, SMP Negeri 12, SMP Negeri 15, dan SMP Negeri 16 di Kota Yogyakarta”.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 4 SMP Negeri yaitu SMP Negeri 8, SMP Negeri 12, SMP Negeri 15, dan SMP Negeri 16 di Wilayah Kotamadya Yogyakarta, yang tersaji pada tabel 3.1


(53)

Tempat Penelitian SMP Negeri di Kota Yogyakarta No Nama Sekolah Alamat Sekolah

1. SMP N 8 Jalan Prof. Dr. Kahar Muzakir No.2, Gondokusuman, Yogyakarta.

2. SMP N 12 Jalan Tentara Pelajar No. 9, Jetis, Yogyakarta.

3. SMP N 15 Jalan Tegal Lempuyangan 61, Danurejan, Yogyakarta.

4. SMP N 16 Jalan Nagan Lor No.8, Keraton, Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016 – April 2016.

C. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diteliti adalah :

1. Variabel bebas : tingkat pendidikan orang tua dan jenis kelamin. 2. Variabel terikat : sikap terhadap perilaku menyontek.

D. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP di SMP N 8, SMP N 12, SMP N 15, dan SMP N 16.


(54)

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah sikap siswa terhadap menyontek.

E. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel 1. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2014: 61), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut Margono (2010: 118), populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi populasi adalah keseluruhan dari subjek yang memiliki karakteristik untuk diteliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri Kota Yogyakarta.

Tabel 3.2

Data Populasi Siswa SMP Negeri di Kota Yogyakarta No Nama Sekolah Jumlah Siswa

1. SMP N 8 320

2. SMP N 12 168

3. SMP N 15 336

4. SMP N 16 235


(55)

Yogyakarta adalah dengan pertimbangan akan ketersediaan waktu, tenaga, biaya peneliti sehingga tidak mungkin sampel diambil dari seluruh SMP se-Kota Yogyakarta.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2014: 62) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan menurut Yusuf (2014: 150), sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih dan mewakili populasi sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya. Jadi sampel adalah sebagian besar dari populasi yang sesuai dengan karakter yang telah ditentukan.

Menurut Pamela L. Alreck dan Robert B. Seetle dalam bukunya The Survey Research Handbook untuk populasi yang besar, sampel minimum kira-kira 100 responden dan sampel maksimumnya adalah 1000 responden atau 10% dengan kisaran angka minimum dan maksimum, secara lebih rinci Jack E. Fraenkel dan Norman E. Wallen menyatakan (meskipun bukan ketentuan mutlak) bahwa minimum sampel adalah 100 untuk studi deskriptif, 50 untuk studi korelasional, 30 per kelompok untuk studi kausal komparatif.

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel sebesar 122 responden yang dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Noor (2011: 155) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel. Sampling purposive dilakukan dengan cara


(56)

yang termasuk dalam populasi mempunyai hak untuk dijadikan anggota sampel. Masing-masing subjek atau siswa langsung diberi lembar kuesioner satu per satu untuk diisi. Adapun pengambilan sampel adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Jumlah Sampel Penelitan Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kota Yogyakarta

No Nama Sekolah Jumlah Responden Jumlah Sampel

1. SMP N 8 29 29/122x122=29

2. SMP N 12 30 30/122x122=29

3. SMP N 15 33 33/122x122=29

4. SMP N 16 30 30/122x122=29

Jumlah 122 122

F. Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014: 3). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel pokok yaitu variabel bebas atau independent variable dan variabel terikat atau dependent variable.


(57)

Menurut Nawawi (2005), variabel bebas adalah himpunan sejumlah gejala yang mewakili berbagai aspek atau unsur yang berfungsi memengaruhi atau menentukan munculnya variabel lain yang disebut variabel terikat. Sedangkan menurut Sugiyono (2014: 4), yang disebut variabel bebas adalah variabel yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan orang tua dan jenis kelamin siswa.

b. Variabel terikat atau dependent variable

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014: 4). Pada penelitian ini variabel terikatnya adalah sikap siswa terhadap perilaku menyontek (SMP).

2. Pengukuran Variabel

a. Sikap Siswa Remaja Terhadap Perilaku Menyontek

Sikap terhadap perilaku menyontek dapat diartikan sebagai bentuk reaksi siswa laki-laki dan perempuan terhadap perilaku menyontek. Sikap tersebut bisa berarti reaksi positif artinya bahwa siswa laki-laki dan perempuan tersebut menerima perilaku menyontek dengan wajar atau setuju. Sikap negatif terhadap perilaku menyontek dapat diartikan menolak atau tidak setuju perilaku menyontek. Pengertian menyontek itu sendiri adalah perbuatan curang yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal


(58)

tindak kecurangan dalam tes, tidak jujur dan tidak legal yang biasanya dilakukan oleh siswa atau mahasiswa pada saat tes atau ujian dengan menggunakan berbagai macam cara baik secara material ataupun tidak.

Skala sikap perilaku menyontek disusun berdasarkan tiga aspek sikap yaitu kognitif, afektif, dan perilaku; sedangkan perilaku menyontek ditentukan oleh dua aspek yaitu aspek bekerja sama dengan orang lain dalam mengerjakan ujian dan menggunakan material yang tidak sah pada saat ujian.

Menurut Sugiyono (2011: 93) skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Skala likert yang digunakan telah dimodifikasi yaitu disediakan dalam empat opsi jawaban untuk setiap pernyataan yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Adapun penentuan skor dalam opsi jawaban sebagai berikut:

Tabel 3.4

Skor Skala Likert dalam Kuesioner

Jawaban Skor

Pernyataan Positif

Pernyataan Negatif

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3


(59)

yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Peneliti setuju dengan pendapat Meidiana (2005) untuk memutuskan untuk meniadakan pilihan alternatif jawaban tengah yaitu Ragu-ragu (R), sehingga hanya ada empat pilihan alternatif jawaban saja. Hadi (2004) ditiadakannya pilihan alternatif jawaban didasarkan pada tiga alasan pokok yaitu:

a. Pertama, kategori undecided itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum dapat memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya), bisa juga diartikan netral atau bahkan ragu-ragu. Kategori jawaban yang ganda arti (multi interpretable) ini tentu saja tidak diharapkan dalam suatu instrumen.

b. Kedua, tersedianya jawaban yang di tengah itu menimbulkan kecenderuungan menjawab ke tengah (central tendency effect), terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan jawabannya, ke arah setuju ataukah ke arah tidak setuju.

c. Ketiga, maksud kategorisasi jawaban SS-S-TS-STS adalah terutama melihat kecenderungan pendapat responden, ke arah setuju atau ke arah tidak setuju.

Subjek diminta untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya dengan memilih salah satu dari keempat pilihan alternatif jawaban yang tersedia untuk setiap item pernyataan.


(60)

yang favourable dan item yang unfavourable. Item yang unfavourable adalah item-item yang menyatakan sikap positif atau mendukung perilaku menyontek, sedangkan item yang unfavourable adalah item-item yang menyatakan sikap negatif atau tidak mendukung adanya perilaku menyontek. Item-item pernyataan ini disusun secara acak.

Empat pilihan alternatif dalam item memiliki nilai tersendiri yaitu untuk pernyataan favourable, respon SS diberi skor 4, S diberi skor 3, TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1, sedangkan unfavourable, respon SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3 dan STS diberi skor 4.

Variabel tingkat pendidikan orang tua dan variabel jenis kelamin diukur berdasarkan hasil kuesioner yang telah diisi oleh siswa. Untuk dapat menganalisis variabel ini, penulis menentukan kriteria sebagai berikut:

1) Tingkat pendidikan orang tua adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang berhasil diselesaikan oleh orang tua. Tingkat pendidikan diberi skor sebagai berikut:


(61)

Indikator Tingkat Pendidikan Orang Tua Tingkat Pendidikan

Orang Tua Skor

SD 1

SMP 2

SMA 3

Perguruan Tinggi 4

2) Jenis Kelamin Siswa diberi skor sebagai berikut yaitu:

Tabel 3.6

Indikator Jenis Kelamin Siswa Jenis Kelamin Siswa Skor

Laki-laki 1

Perempuan 2

G. Teknik Pengumpulan Data 1. Kuesioner

Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data non-tes yaitu kuesioner atau angket .


(62)

dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2011: 192). Penelitian ini menggunakan angket atau kuesioner

dengan pertimbangan: (1) dapat menghemat tenaga, biaya, dan waktu; (2) pengumpulan data lebih mudah; (3) tidak terlalu menggangu responden

karena dapat dijawab sesuai dengan waktu yang ada.

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam mengumpulkan data ialah dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Meidiana (2005) dengan tingkat reliabilitas sebesar 0,9682. Instrumen yang dikembangkan oleh Meidiana (2005) ini akan diuji kembali validitas dan reliabilitasnya sehingga instrumen yang dikembangkan benar-benar valid dan reliabel.

2. Penyusunan Kuesioner

Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan terbagi dalam dua bagian yaitu:

Bagian I : Berisikan pertanyaan-pertanyaan mengenai identitas para responden.

Bagian II : Berisikan pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh data tentang sikap siswa terhadap perilaku menyontek.


(63)

1. Nama Siswa :

2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 3. Kelas : VII

4. Sekolah :

5. Tingkat pendidikan orang tua :

a. Ayah b. Ibu

SD SD SMP SMP

SMA SMA

Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi

Tabel Kisi-kisi Variabel Sikap Siswa : Tabel 3.7

Kisi-kisi Variabel Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek

No Dimensi Indikator

Item Favourable

(Positif)

Unfavourable (Negatif) 1. Bekerja sama

dengan orang lain dalam mengerjakan

ujian

Kognitif 1,2,3,35,48 9,21,28,39,50 Afektif 13,22,31,40,54 5,19,24,42,59 Konotif

atau Perilaku

6,26,37,44,57 8,15,33,46,53

2. Menggunakan material yang tidak sah pada

saat ujian

Kognitif 12,18,30,36,58 10,11,23,41,51 Afektif 14,25,32,43,60 4,17,29,45,56 Konotif

atau Perilaku


(64)

Tabel 3.8

Rincian item favourable dan unfavourable (sebelum diuji kesahihan item-itemnya)

Item favourable Item unfavourable 1, 2, 3, 6, 12, 13, 14, 18, 20, 22,

25, 26, 27,30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 40, 43, 44, 47, 48, 52, 54, 57, 58, 60

4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 15, 16, 17, 19, 21, 23, 24, 28, 29, 33, 38, 39, 41, 42, 45, 46, 49, 50, 51, 53, 55, 56, 59

H. Pengujian Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas Instrumen

Menurut Jonathan Sarwono (2014:247) validitas adalah suatu skala pengukuran yang dikatakan valid apabila skala tersebut digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur dan inferensi yang dihasilkan mendekati kebenaran.

Untuk menguji kesahihan setiap butir pernyataan dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor tiap butir dengan skor total. Rumus yang digunakan untuk nilai r tabel adalah korelasi Product Moment dari Pearson

(Arikunto, 2006:170) sebagai berikut:

r

xy

=

Keterangan:

rxy = koefisien validitas butir

N = banyaknya siswa X = skor tiap butir


(65)

XY = Hasil perkalian antara X dan Y

Pengujian validitas alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan program komputer SPSS versi 16.0 for Windows dengan cara melihat nilai korelasi (pearson correlation) adalah positif, dan nilai probabilitas korelasi [sig. (2-tailed)] ≤ taraf signifikan (α) sebesar 0,05.

Kriteria setiap butir pernyataan pada kuesioner dikatakan valid jika

pada α = 5%, rhitung bersifat positif dan nilainya lebih besar dari r tabel.

Pelaksanaan analisis uji validitas ini dilakukan kepada siswa-siswi kelas VIII di SMP N 8, SMP N 12, SMP N 15, dan SMP N 16 dengan jumlah responden 122 dengan dk= n-2. Dari hasil pengujian diketahui bahwa derajat kebebasan sebesar 120 (dk= 122-2) dengan taraf signifikan 5% menunjukkan rtabel= 0,1779.

Tabel 3.9

Hasil Pengujian Validitas Variabel Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek

No Butir rhitung rtabel Keterangan

1. 1 .689 0.178 Valid

2. 2 .687 0.178 Valid

3. 3 .507 0.178 Valid

4. 4 .223 0.178 Valid

5. 5 .442 0.178 Valid

6. 6 .736 0.178 Valid


(66)

9. 9 .674 0.178 Valid

10. 10 .605 0.178 Valid

11. 11 .505 0.178 Valid

12. 12 -.179 0.178 Tidak Valid

13. 13 .341 0.178 Valid

14. 14 .654 0.178 Valid

15. 15 .330 0.178 Valid

16. 16 .621 0.178 Valid

17. 17 .451 0.178 Valid

18. 18 .236 0.178 Valid

19. 19 .382 0.178 Valid

20. 20 .677 0.178 Valid

21. 21 .495 0.178 Valid

22. 22 -.424 0.178 Tidak Valid

23. 23 .476 0.178 Valid

24. 24 .427 0.178 Valid

25. 25 .575 0.178 Valid

26. 26 .634 0.178 Valid

27. 27 .742 0.178 Valid

28. 28 .601 0.178 Valid

29. 29 .265 0.178 Valid

30. 30 .057 0.178 Tidak Valid

31. 31 .597 0.178 Valid


(67)

34. 34 .694 0.178 Valid

35. 35 .708 0.178 Valid

36. 36 -.169 0.178 Tidak Valid

37. 37 .688 0.178 Valid

38. 38 .504 0.178 Valid

39. 39 .471 0.178 Valid

40. 40 .645 0.178 Valid

41. 41 .295 0.178 Valid

42. 42 .457 0.178 Valid

43. 43 .652 0.178 Valid

44. 44 .768 0.178 Valid

45. 45 .163 0.178 Tidak Valid

46. 46 .593 0.178 Valid

47. 47 .692 0.178 Valid

48. 48 .653 0.178 Valid

49. 49 .575 0.178 Valid

50. 50 -.276 0.178 Tidak Valid

51. 51 .413 0.178 Valid

52. 52 .776 0.178 Valid

53. 53 .340 0.178 Valid

54. 54 .348 0.178 Valid

55. 55 .484 0.178 Valid

56. 56 .109 0.178 Tidak Valid


(68)

59. 59 .406 0.178 Valid

60. 60 .637 0.178 Valid

Tabel 3.10

Hasil Pengujian Ulang Validitas Variabel Sikap Siswa Terhadap Perilaku Menyontek

No Butir rhitung rtabel Keterangan

1. 1 .704 0.178 Valid

2. 2 .696 0.178 Valid

3. 3 .522 0.178 Valid

4. 4 .197 0.178 Valid

5. 5 .447 0.178 Valid

6. 6 .751 0.178 Valid

7. 7 .184 0.178 Valid

8. 8 .587 0.178 Valid

9. 9 .688 0.178 Valid

10. 10 .628 0.178 Valid

11. 11 .523 0.178 Valid

12. 13 .361 0.178 Valid

13. 14 .668 0.178 Valid

14. 15 .333 0.178 Valid

15. 16 .629 0.178 Valid

16. 17 .455 0.178 Valid


(69)

19. 20 .678 0.178 Valid

20. 21 .513 0.178 Valid

21. 23 .473 0.178 Valid

22. 24 .407 0.178 Valid

23. 25 .584 0.178 Valid

24. 26 .654 0.178 Valid

25. 27 .739 0.178 Valid

26. 28 .588 0.178 Valid

27. 29 .220 0.178 Valid

28. 31 .616 0.178 Valid

29. 32 .687 0.178 Valid

30. 33 .613 0.178 Valid

31. 34 .712 0.178 Valid

32. 35 .718 0.178 Valid

33. 37 .693 0.178 Valid

34. 38 .500 0.178 Valid

35. 39 .470 0.178 Valid

36. 40 .646 0.178 Valid

37. 41 .321 0.178 Valid

38. 42 .455 0.178 Valid

39. 43 .654 0.178 Valid

40. 44 .786 0.178 Valid

41. 46 .594 0.178 Valid


(70)

44. 49 .579 0.178 Valid

45. 51 .413 0.178 Valid

46. 52 .785 0.178 Valid

47. 53 .341 0.178 Valid

48. 54 .365 0.178 Valid

49. 55 .478 0.178 Valid

50. 57 .739 0.178 Valid

51. 58 .315 0.178 Valid

52. 59 .390 0.178 Valid

53. 60 .637 0.178 Valid

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Menurut Jonathan Sarwono (2014: 248) reliabilitas menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil pengukuran tertentu di setiap kali pengukuran dilakukan pada hal yang sama.

Menurut Siregar (2013: 55) reliabilitas adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama pula. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan Alpha Cronbach (Siregar, 2013:58):


(71)

r11 = koefisien reliabilitas instrumen

k = jumlah butir pertanyaan = jumlah varians butir

= varians total

Pengujian reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan program komputer SPSS dengan teknik koefisien Alpha Cronbach yaitu dengan membelah item sebanyak jumlah itemnya. Semakin besar koefisien reliabilitas berarti semakin kecil kesalahan pengukuran maka semakin reliabel alat ukur tersebut. Sebaliknya, semakin kecil koefisien reliabilitas berarti semakin besar kesalahan pengukuran maka semakin tidak reliabel.

Untuk melakukan uji reliabilitas digunakan bantuan program SPSS versi 16.0 for Windows. Kriteria kuesioner dikatakan reliabel jika pada α = 5% nilai alpha cronbach lebih dari 0,6.

Tabel 3.11

Hasil Pengujian Reliabilitas

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.954 .959 53

Tabel 3.11 menunjukkan bahwa variabel sikap menyontek siswa adalah reliabel dimana koefisien Cronbach's Alpha yaitu 0,954 lebih besar dari 0,600 dengan tingkat reliabilitasnya tinggi.


(72)

1. Teknik Deskriptif

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan stastistika deskriptif. Menurut Siregar (2013: 126) analisis statistika deskriptif merupakan bentuk analisis data penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan suatu sampel. Analisis deskriptif ini dilakukan dengan pengujian hipotesis deskriptif. Sedangkan menurut Subagyo (2003: 1) statistika deskriptif adalah bagian statistika mengenai pengumpulan data, penyajian, penentuan nilai-nilai statistika, pembuatan diagram atau gambar mengenai sesuatu hal.

Peneliti melakukan penyajian data dengan mendeskripsikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan nilai-nilai statistika yang akan diinterpretasikan secara kualitatif. Untuk mendeskripsikan data penelitian menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP) tipe II. Berikut adalah tabel PAP tipe II (Masidjo, 1995:157):

Tabel 3.12

Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II Tingkat Penguasaan

Kompetensi

Kategori Kecenderungan Variabel

81% - 100% Sangat Baik

66% - 80% Baik

56% - 65% Cukup

46% - 55% Tidak Baik

Di bawah 46% Sangat Tidak Baik

PAP tipe II umumnya merupakan cara untuk menghitung sikap siswa dengan skor minimal 1 dan skor maksimal 10. Namun data penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya dengan skor terendah 1 dan skor tertinggi 4, maka untuk mendeskripsikan kategori sikap siswa


(73)

memodifikasi rumus PAP tipe II dengan rumus:

Skor terendah yang mungkin dicapai + {nilai persentase x (skor tertinggi yang mungkin dicapai –skor terendah yang mungkin dicapai)}. Berikut ini adalah pendeskripsian variabel penelitian:

Variabel sikap siswa

Skor tertinggi yang mungkin dicapai : 4 x 53 = 212 Skor terendah yang mungkin dicapai : 1 x 53 = 53 Perhitungan rentang skor untuk variabel sikap siswa: 53 + 81% (212-53) = 181,79 dibulatkan 182

53 + 66% (212-53) = 157,94 dibulatkan 158 53 + 56% (212-53) = 142,04 dibulatkan 142 53 + 46% (212-53) = 126,14 dibulatkan 126 53 + 0% (212-53) = 53

Dari perhitungan di atas dapat ditentukan rentang skor untuk variabel sikap siswa sebagai berikut:

Tabel 3.13

Rentang Skor Variabel Sikap Siswa

Interval Kategori

182 – 212 Sangat Tinggi 158 – 181 Tinggi 142 – 157 Cukup 126 – 141 Rendah

53 – 125 Sangat Rendah Jumlah


(74)

a. Uji Normalitas

Pengujian normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya suatu distribusi data. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Kolmogorov Smirnov Test. Berdasarkan analisis data akan digunakan program komputer yaitu SPSS 16.0 for Windows yang dapat menunjukkan normalitas data. Kriteria yang ditetapkan yaitu:

1) Jika koefisien asymptotic sig (2 tailed) pada output One-Sample Kolmogorov-Smirnov test > dari alpha 5% (0.05), data berdistribusi normal.

2) Jika koefisien asymptotic sig (2 tailed) pada output One-Sample Kolmogorov-Smirnov test < dari alpha 5% (0.05), data tidak berdistribusi normal .

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas digunakan untuk mengetahui identik tidaknya suatu distribusi data. Pengujian homogenitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Levene’s Test for Equality of Variance. Berdasarkan analisis data akan digunakan program komputer yaitu SPSS 16.0 for Windows yang dapat menunjukkan homogenitas data. Kriteria yang ditetapkan yaitu:

1) Jika koefisien sig pada output Test of Homogeneity of Variances > dari alpha 5% (0.05), data berdistribusi identik.


(75)

Variances < dari alpha 5% (0.05), data tidak identik.

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan uji beda dua sampel tidak berhubungan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan hipotesis

Ha1: ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku menyontek

ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua.

Ha2: ada perbedaan sikap siswa terhadap perilaku menyontek

ditinjau dari jenis kelamin siswa. b. Menentukan tingkat signifikansi

Pengujian perbedaan sikap siswa terhadap perilaku menyontek menggunakan taraf signifikansi 5%.

c. Menentukan kriteria penerimaan hipotesis

Ha diterima apabila probability value lebih kecil daripada

taraf signifikansi yang ditetapkan (α = 5%). Dengan kata lain, dapat

dikatakan bahwa apabila probability value lebih kecil dari taraf

signifikansi (α = 5%), terdapat perbedaan yang signifikan antara

tingkat pendidikan orang tua dan jenis kelamin siswa. d. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan alat bantu Program SPSS 16.0 for Windows yaitu Uji Mann-Whitney dan Uji Kruskal-Wallis.


(1)

152

55

SMP IT Masjid

Syuhada 2 34 18 23 21 32 30 89 69 158 56

SMP Islam Terpadu Bina

Anak Sholeh 2 22 14 27 14 20 16 69 44 113 57

SMP Kristen

Kalam Kudus 4 26 24 25 33 24 21 75 78 153 58 SMP Tumbuh 4 15 6 9 1 15 10 39 17 56

Jumlah Swasta 2,201 1,601 2,161 1,798 2,273 1,955 6,635 5,354 11,989 3,744 3,553 3,710 3,743 3,797 3,823 11,251 11,119 22,370


(2)

153

LAMPIRAN 9

Surat Ijin

Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

(4)

155 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

(6)

157 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI