Pemanfaatan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran matematika pada materi faktorisasi suku Aljabar di kelas VIII B semester gasal SMP Pangudi Luhur 1 Klaten tahun ajaran 2013/2014.

(1)

ABSTRAK

Agnes Rina Kusumaningtyas. 2014. Pemanfaatan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD dalam Pembelajaran Matematika pada Materi Faktorisasi Suku Aljabar di Kelas VIII B Semester Gasal SMP Pangudi Luhur 1 Klaten Tahun Ajaran 2013/2014. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiseberapa tinggi hasil belajar dan tingkat keterlibatan siswa pada topik pembelajaran Faktorisasi Suku Aljabar dengan memanfaatkan model pembelajaran kooperatif STAD.

Populasi dari penelitian ini adalah kelas VIII SMP Pangudi Luhur 1 Klaten dengan sampel kelas VIII B yang berjumlah 37 siswa. Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2013/2014 dengan materi faktorisasi suku aljabar. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes dan observasi. Metode tes dilakukan dengan dilakukan untuk memperoleh data hasil belajar siswa sedangkan metode observasi dilakukan untuk memperoleh data keterlibatan siswa.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, tes hasil belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD yang mencapai KKM pada kuis-1, kuis-2, dan tes hasil belajar masing-masing 75%, 86,5%, dan 64,9%. Sedangkanhasil penelitian tentang keterlibatan siswa ini diperoleh pertemuan 1 dari keterlibatan 31 siswa yang hadir termasuk dalam kriteria rendah dengan total frekuensi keterlibatannya 148. Hasil pertemuan 2 yang diperoleh dari keterlibatan 37 siswa yang hadir termasuk dalam kriteria cukup dengan total frekuensi keterlibatannya 231. Pertemuan 3 dari keterlibatan 36 siswa yang hadir termasuk dalam kriteria cukup dengan total frekuensi keterlibatannya 177. Pertemuan 4 dari keterlibatan 37 siswa yang hadir termasuk dalam kriteria cukup dengan total frekuensi keterlibatannya 241. Dan pertemuan 5 dari keterlibatan 37 siswa yang hadir termasuk dalam kriteria tinggi dengan total frekuensi keterlibatannya 184. Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif, STAD, Pembelajaran Matematika


(2)

ABSTRACT

Agnes Rina Kusumaningtyas. 2014. The Use of Cooperative Learning Model

Type STAD in the Learning Mathematics of Algebrafactorization at Class VIII B Odd Semester SMP Pangudi Luhur 1 Klaten 2013/2014. Department of

Mathematics Education and Natural Sciences, Faculty of Teachers training and Sciences Education, Sanata Dharma University.

The purpose of this research is to know how high the learning out comes of the students of Algebra factorization by using cooperative learning model type STAD and to know the level of students involvement.

Population of this research are the students at class VIII SMP Pangudi Luhur 1 Klaten with sample at class VIII B that consist of 37 students. The research was held in First Semester Academic Year 2013/2014 with the material of Algebra factorization. The data collection was conducted using test method and observation method. The test method is to obtain the data of the student learning out comes and the observation method is to obtain the data of the student invovelment.

Based on the result and discussion, the student learning outcomes using cooperative learning type STAD on quiz-1, quiz-2, and student achievement test are 75%, 86,5%, and 64,9%. On the other hand, the research result on the students involment in the first meeting from 31 students involment included in low criteria, the involment frequency was 148. The result in the second meeting which was got from 37 students involment included qualify criteria was 231. The result in the third meeting which was got from 36 students included in a qualify criteria, the total of involment frequency was 177. The result in the fourth meeting which was got from 37 students involment included in high criteria, the total of frequency was 241. And the result in the fifth meeting from 37 students involment included in high criteria , the total of frequency was 184.


(3)

PEMANFAATAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STAD DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PADA MATERI FAKTORISASI SUKU ALJABAR DI KELAS

VIII B SEMESTER GASAL

SMP PANGUDI LUHUR 1 KLATEN TAHUN AJARAN

2013/2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh:

Agnes Rina Kusumaningtyas (091414010)

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta


(4)

i

PEMANFAATAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STAD DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PADA MATERI FAKTORISASI SUKU ALJABAR DI KELAS

VIII B SEMESTER GASAL

SMP PANGUDI LUHUR 1 KLATEN TAHUN AJARAN

2013/2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh:

Agnes Rina Kusumaningtyas (091414010)

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“ Tuhan Tak Selalu

Mengabulkan Yang Kita Minta

Tapi Pasti

Memberi Yang Kita

Perlukan “

Dengan

penuh

rasa

syukurku

persembahkan karya ku ini untuk :

Tuhan Yesus

Bapak Fx. Suweno dan Ibu

MM. Sri Rahayu yang tidak

pernah lelah berdoa untukku

Saudara-saudaraku

dan

sahabat-sahabatku

yang


(8)

(9)

(10)

vii ABSTRAK

Agnes Rina Kusumaningtyas. 2014. Pemanfaatan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD dalam Pembelajaran Matematika pada Materi Faktorisasi Suku Aljabar di Kelas VIII B Semester Gasal SMP Pangudi Luhur 1 Klaten Tahun Ajaran 2013/2014. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi hasil belajar dan tingkat keterlibatan siswa pada topik pembelajaran Faktorisasi Suku Aljabar dengan memanfaatkan model pembelajaran kooperatif STAD.

Populasi dari penelitian ini adalah kelas VIII SMP Pangudi Luhur 1 Klaten dengan sampel kelas VIII B yang berjumlah 37 siswa. Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2013/2014 dengan materi faktorisasi suku aljabar. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes dan observasi. Metode tes dilakukan dengan dilakukan untuk memperoleh data hasil belajar siswa sedangkan metode observasi dilakukan untuk memperoleh data keterlibatan siswa.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, tes hasil belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD yang mencapai KKM pada kuis-1, kuis-2, dan tes hasil belajar masing-masing 75%, 86,5%, dan 64,9%. Sedangkan hasil penelitian tentang keterlibatan siswa ini diperoleh pertemuan 1 dari keterlibatan 31 siswa yang hadir termasuk dalam kriteria rendah dengan total frekuensi keterlibatannya 148. Hasil pertemuan 2 yang diperoleh dari keterlibatan 37 siswa yang hadir termasuk dalam kriteria cukup dengan total frekuensi keterlibatannya 231. Pertemuan 3 dari keterlibatan 36 siswa yang hadir termasuk dalam kriteria cukup dengan total frekuensi keterlibatannya 177. Pertemuan 4 dari keterlibatan 37 siswa yang hadir termasuk dalam kriteria cukup dengan total frekuensi keterlibatannya 241. Dan pertemuan 5 dari keterlibatan 37 siswa yang hadir termasuk dalam kriteria tinggi dengan total frekuensi keterlibatannya 184. Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif, STAD, Pembelajaran Matematika


(11)

viii

ABSTRACT

Agnes Rina Kusumaningtyas. 2014. The Use of Cooperative Learning Model

Type STAD in the Learning Mathematics of Algebra factorization at Class VIII B Odd Semester SMP Pangudi Luhur 1 Klaten 2013/2014. Department of

Mathematics Education and Natural Sciences, Faculty of Teachers training and Sciences Education, Sanata Dharma University.

The purpose of this research is to know how high the learning out comes of the students of Algebra factorization by using cooperative learning model type STAD and to know the level of students involvement.

Population of this research are the students at class VIII SMP Pangudi Luhur 1 Klaten with sample at class VIII B that consist of 37 students. The research was held in First Semester Academic Year 2013/2014 with the material of Algebra factorization. The data collection was conducted using test method and observation method. The test method is to obtain the data of the student learning out comes and the observation method is to obtain the data of the student invovelment.

Based on the result and discussion, the student learning outcomes using cooperative learning type STAD on quiz-1, quiz-2, and student achievement test are 75%, 86,5%, and 64,9%. On the other hand, the research result on the students involment in the first meeting from 31 students involment included in low criteria, the involment frequency was 148. The result in the second meeting which was got from 37 students involment included qualify criteria was 231. The result in the third meeting which was got from 36 students included in a qualify criteria, the total of involment frequency was 177. The result in the fourth meeting which was got from 37 students involment included in high criteria, the total of frequency was 241. And the result in the fifth meeting from 37 students involment included in high criteria , the total of frequency was 184.


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas berkat yang dilimpahkan Allah Bapa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Skripsi ini dapat tersusun atas bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika.

2. Bapak Drs. Th. Sugiarto, M.T. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar selalu membimbing dan memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun dalam penyelesaian skripsi.

3. Segenap Dosen, Staf dan Karyawan Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya dosen-dosen Program Studi Pendidikan Matematika, yang telah memberikan dukungan dan fasilitas demi kelancaran dan terselesaikannya skripsi ini.

4. Kedua orangtuaku tercinta, Bapak Fx Suweno dan Ibu MM Sri Rahayu, serta kakakku dan keluarga kecilnya yang selalu memberikan semangat dan doa dari awal hingga akhir penulis tidak pernah putus asa untuk terus mencoba yang terbaik.


(13)

x

5. Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur 1 Klaten yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

6. Ibu S. Setyawati Triastuti, S.Pd. selaku guru Matematika SMP Pangudi Luhur 1 Klaten yang telah membantu dan membimbing penulis dalam melaksanakan penelitian di sekolah.

7. Semua guru SMP Pangudi Luhur 1 Klaten yang telah mendukung penulis dalam melaksanakan penelitian di sekolah.

8. Siswa-siswi kelas VIII B SMP Pangudi Luhur 1 Klaten yang telah bekerja sama dengan baik selama pelaksanaan penelitian.

9. Teman-teman yang selalu memberi keceriaan, Chatarina Yustietyas Ariani, Yuni Wijayanti, Agnes Christyati, Ely Cahyati, Agata Lystia Dewi, dan semua teman-teman Pendidikan Matematika angkatan ’09 yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Yohanes Nikko Sintony, yang selalu memberikan doa, dukungan, dan berbagai macam bantuan kepada penulis dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih. 11. Serta semua pihak yang telah memberi masukan, doa, dan dukungan

kepada penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya, penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.


(14)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Batasan Istilah ... 4

F. Tujuan Penelitian ... 6

G. Manfaat Penelitian ... 6

H. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Belajar ... 8

B. Keterlibatan Siswa ... 10

C. Hasil Belajar ... 11


(15)

xii

1. Definisi Konseptual Pembelajaran Kooperatif ... 13

2. Manfaat Pembelajaran Kooperatif ... 14

3. Apek - Aspek Pembelajaran Kooperatif ... 15

4. Metode – Metode Pembelajaran Kooperatif ... 18

E. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 29

F. Faktorisasi Suku Aljabar ... 32

1. Pengertian Bentuk Aljabar ... 32

2. Pengertian Suku, Variabel, Koefisien, dan Konstanta Bentuk Aljabar ... 32

3. Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar... 33

4. Operasi Perkalian pada Bentuk Aljabar ... 34

5. Perpangkatan pada Bentuk Aljabar ... 35

6. Pembagian pada Bentuk Aljabar ... 36

7. Faktor – Faktor Suku Aljabar ... 37

8. Faktorisasi Bentuk x2 2xyy2 ... 39

9. Faktorisasi Bentuk Selisih Dua Kuadrat ... 40

10.Faktorisasi Bentuk ax2bxc ... 41

G. Kerangka Berfikir ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 44

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 44

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 44

D. Variabel Penelitian ... 45

E. Bentuk Data ... 45

F. Metode Pengumpulan Data ... 46

G. Instrumen Penelitian ... 46

1. Lembar Observasi ... 46

2. Tes Hasil Belajar ... 47


(16)

xiii

1. Analisis Hasil Observasi Keterlibatan Siswa ... 48

2. Analisis Hasil Belajar Siswa ... 50

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, TABULASI DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 52

B. Tabulasi Data ... 60

C. Analisis Data ... 67

D. Pembahasan ... 77

1. Hasil Belajar ... 77

2. Keterlibatan Siswa ... 78

BAB V A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 82


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan-Perbedaan Mendasar Antara Kelompok Kooperatif dan

Kelompok Kecil ... 16

Tabel 2.2 Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Tradisional ... 17

Tabel 3.1 Kisi – Kisi Observasi Keterlibatan Siswa ... 46

Tabel 3.2 Kisi – Kisi Soal Tes Hasil Belajar ... 47

Tabel 3.3 Jumlah Siswa yangTerlibat dalam Setiap Pertemuan dan Frekuensi Keterlibatan ... 48

Tabel 3.4 Distribusi Keterlibatan Setiap Siswa pada Pertemuan ... 49

Tabel 3.5 Kriteria Efektivitas Keterlibatan Siswa ... 49

Tabel 3.6 Kriteria Skor Kemajuan Individual ... 50

Tabel 3.7 Tingkat Penghargaan Kelompok ... 51

Tabel 4.1 Daftar Nilai Siswa Selama Penelitian ... 60

Tabel 4.2 Keterlibatan Siswa pada Pertemuan 1 ... 61

Tabel 4.3 Keterlibatan Siswa pada Pertemuan 2 ... 50

Tabel 4.4 Keterlibatan Siswa pada Pertemuan 3 ... 64

Tabel 4.5 Keterlibatan Siswa pada Pertemuan 4 ... 65

Tabel 4.6 Keterlibatan Siswa pada Pertemuan 5 ... 66

Tabel 4.7 Frekuensi dan Jumlah Siswa yang Terlibat pada Pertemuan 1 .... 67

Tabel 4.8 Kriteria Keterlibatan Siswa pada Pertemuan 1 ... 68

Tabel 4.9 Kriteria Keterlibatan Seluruh Siswa pada Pertemuan 1 ... 68

Tabel 4.10 Frekuensi dan Jumlah Siswa yang Terlibat pada Pertemuan 2 .... 68

Tabel 4.11 Kriteria Keterlibatan Siswa pada Pertemuan 2 ... 68

Tabel 4.12 Kriteria Keterlibatan Seluruh Siswa pada Pertemuan 2 ... 69

Tabel 4.13 Frekuensi dan Jumlah Siswa yang Terlibat pada Pertemuan 3 .... 69

Tabel 4.14 Kriteria Keterlibatan Siswa pada Pertemuan 3 ... 69

Tabel 4.15 Kriteria Keterlibatan Seluruh Siswa pada Pertemuan 3 ... 70

Tabel 4.16 Hasil Belajar Siswa pada Kuis-1 ... 70


(18)

xv

Tabel 4.18 Frekuensi dan Jumlah Siswa yang Terlibat pada Pertemuan 4 .... 71

Tabel 4.19 Kriteria Keterlibatan Siswa pada Pertemuan 4 ... 72

Tabel 4.20 Kriteria Keterlibatan Seluruh Siswa pada Pertemuan 4 ... 72

Tabel 4.21 Frekuensi dan Jumlah Siswa yang Terlibat pada Pertemuan 5 .... 72

Tabel 4.22 Kriteria Keterlibatan Siswa pada Pertemuan 5 ... 73

Tabel 4.23 Kriteria Keterlibatan Seluruh Siswa pada Pertemuan 5 ... 73

Tabel 4.24 Hasil Belajar Siswa pada Kuis-2 ... 73

Tabel 4.25 Hasil Belajar Kuis-2 Seluruh Siswa ... 74

Tabel 4.26 Skor Kemajuan Individu dan Penghargaan Kelompok ... 75

Tabel 4.27 Nilai Tes Hasil Belajar Siswa ... 76

Tabel 4.28 Hasil Belajar Seluruh Siswa ... 77

Tabel 4.29 Rata – Rata Hasil Belajar Secara Keseluruhan ... 77

Tabel 4.30 Persentase Ketuntasan Belajar Secara Keseluruhan ... 77

Tabel 4.31 Keterlibatan Siswa pada Setiap Pertemuan ... 79


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.1 Daftar Anggota Kelompok ... 84

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 85

Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa 1 (LKS 1) ... 92

Lampiran A.4 Kunci Jawaban LKS 1 ... 94

Lampiran A.5 Lembar Kerja Siswa 2 (LKS 2) ... 96

Lampiran A.6 Kunci Jawaban LKS 2 ... 99

Lampiran A.7 Lembar Kerja Siswa 3 (LKS 3) ... 101

Lampiran A.8 Kunci Jawaban LKS 3 ... 103

Lampiran A.9 Soal dan Kunci Jawaban Kuis-1 ... 104

Lampiran A.10 Soal dan Kunci Jawaban Kuis-2 ... 105

Lampiran A.11 Soal Tes Hasil Belajar ... 106

Lampiran A.12 Kunci Jawaban Tes Hasil Belajar ... 107

Lampiran B.1 Tabel Distribusi Keterlibatan Siswa ... 110

Lampiran B.2 Analisis Validitas Tes Hasil Belajar ... 115

Lampiran B.3 Realibilitas Tes Hasil Belajar ... 125

Lampiran B.4 Hasil Kerja Siswa ... 127

Lampiran B.5 Lembar Observasi Keterlibatan Siswa ... 150

Lampiran B.6 Hasil Wawancara dengan Guru dan Siswa ... 151

Lampiran B.7 Penghargaan Kelompok ... 162

Lampiran C.1 Dokumentasi ... 164

Lampiran C.2 Surat Keterangan Setelah Penelitian ... 166


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu pelajaran yang banyak ditakuti oleh siswa pada umumnya. Hal ini dikarenakan matematika bersifat abstrak cenderung sulit diterima dan dipahami oleh siswa sehingga mengakibatkan daya tarik siswa terhadap mata pelajaran matematika cukup rendah. Namun matematika sebagai salah satu ilmu dasar, mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan untuk bekal terjun dan bersosialisasi dalam masyarakat. Misalnya orang yang telah mempelajari matematika diharapkan bisa menyerap informasi secara lebih rasional dan berpikir secara logis dalam menghadapi situasi di masyarakat. Oleh karena itu matematika perlu diajarkan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari SD sampai perguruan tinggi.

Belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika masing – masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun pengertian dan pengetahuan bersama (Johnson, Johnson & Smith,1991). Belajar aktif itu sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika peserta didik pasif, atau hanya menerima dari pengajar, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Pada zaman dahulu kala, para guru telah memperbolehkan atau mendorong peserta didik mereka untuk


(21)

bekerja sama dalam tugas – tugas kelompok tertentu, dalam diskusi atau debat kelompok, atau dalam bentuk – bentuk kerja kelompok, atau dalam kegiatan pelajaran tambahan berkelompok lainnya. Metode ini biasanya bersifat informal, tidak berstruktur dan dan hanya digunakan pada saat – saat tertentu saja.

SMP Pangudi Luhur 1 Klaten merupakan salah satu sekolah yayasan favorit yang ada di Klaten. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru matematika di sana, tidak sedikit siswa yang masih belum berpartisipasi pada saat pembelajaran berlangsung. Kebiasaan bersikap pasif dalam pembelajaran mengakibatkan siswa takut dan malu untuk bertanya pada guru mengenai materi yang kurang dipahami. Selama ini guru sudah berusaha untuk mengaktifkan siswa pada saat pembelajaran berlangsung, salah satunya dengan membagi siswa dalam kelompok – kelompok. Mungkin untuk beberapa siswa yang memiliki daya serap tinggi berpikir bahwa pembelajaran dengan metode kelompok hanya membuang waktu saja. Akan tetapi dengan metode ini siswa tidak hanya bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, melainkan siswa juga dilatih untuk bertanggung jawab terhadap kelompoknya juga. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan adalah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Divisions) .

Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan tugas atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai


(22)

tujuan bersama lainnya. Dalam pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama, berbagi pendapat, pengetahuan, pengalaman, mendengarkan siswa lain, memberi kontribusi pada tugas yang dibebankan, saling termotivasi, bertanggungjawab dan pada saat yang sama dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Sumaryanto 1998:256).

Menurut Suherman dkk (2003:260) inti dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah guru menyampaikan materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang beranggotakan 4–5 orang untuk menyelesaikan soal – soal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok pada guru.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti melihat beberapa persoalan, antara lain:

 Siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran

 Siswa tergolong pandai, tetapi masih ada beberapa siswa yang kurang mampu dalam mengikuti pelajaran

 Masih ada siswa yang cenderung diam ketika mengalami kesulitan  Siswa berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda - beda  Masih menggunakan pembelajaran konvensional


(23)

C. Pembatasan Masalah

Melihat luasnya permasalahan tersebut dalam identifikasi masalah, maka peneliti membatasi pada

1. Masalah yang diteliti pada pemanfaatan metode pembelajaran Kooperatif tipe STAD di kelas.

2. Subyek penelitian siswa SMP Pangudi Luhur 1 Klaten kelas VIII semester 1 Tahun ajaran 2013/2014.

3. Materi yang dipakai adalah Faktorisasi Suku Aljabar.

4. Hasil belajar siswa yang peneliti amati hanya pada aspek kognitif berupa skor yang dilihat dari hasil ketuntasan belajar matematika siswa.

D. Rumusan Masalah

1. Seberapa tinggi hasil belajar siswa pada topik pembelajaran Faktorisasi Suku Aljabar dengan memanfaatkan model pembelajaran kooperatif STAD?

2. Seberapa tinggi tingkat keterlibatan siswa kelas VIII SMP Pangudi Luhur 1 Klaten dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD?

E. Batasan Istilah

Dengan judul skripsi yang peneliti ajukan, untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda maka ada batasan beberapa istilah sebagai berikut.


(24)

1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student

Team-Achievement Division), para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri

atas 4-5 orang yang berbeda – beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru memulai dengan menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri – sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling membantu. Tim yang mendapat skor tertinggi akan mendapat penghargaan.

3. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika yang dimaksud adalah kegiatan belajar mengajar matematika di sekolah menengah pertama.

4. Faktorisasi Suku Aljabar

Dalam bab ini memuat materi mengenai operasi, tambah, kurang, kali, bagi, dan pangkat pada bentuk aljabar; cara menentukan faktor pada suku aljabar; serta cara menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor – faktornya. Namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya.

5. Arti Judul

Berdasarkan dari batasan istilah, maka maksud judul dari penelitian adalah untuk mengetahui keberhasilan dalam memanfaatkan model


(25)

pembelajaran kooperatif tipe STAD yang menempatkan siswa dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 4-5 siswa di kelas VIII B SMP Pangudi Luhur 1 Klaten Tahun Ajaran 2013/2014 pada topik Faktorisasi Suku Aljabar melalui tes hasil belajar dan tingkat keterlibatan siswa selama pembelajaran.

F. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar siswa.

2. Untuk mengetahui tingkat keterlibatan siswa di kelas dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

G. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Sebagai calon guru, peneliti dapat menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas yang sesuai dengan tuntutan pendidikan saat ini yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa.

2. Bagi Guru

Memberi masukan bagi guru serta dapat membuat pembelajaran yang menantang dan menarik bagi siswa sehingga siswa merasa senang dan lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran.


(26)

3. Bagi Siswa

Menambah keaktifan siswa dan dapat belajar dalam berinteraksi sosial dengan bekerja sama dalam sebuah tim.

H. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini terdiri dari 5 bab, yaitu:

1. Bab I yaitu pendahuluan, mengulas tentang latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, batasan istilah, tujuan dan manfaat dilaksanakan penelitian.

2. Bab II yaitu kajian teori, mengulas tentang pengertian belajar, keterlibatan siswa, hasil belajar, pembelajaran kooperatif, makna dari pembelajaran kooperatif tipe STAD, materi faktorisasi belajar, kerangka berfikir dan sistematika penulisan skripsi ini.

3. Bab III yaitu metode penelitian, mengulas tentang jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, subyek dan obyek penelitian, variabel penelitian, bentuk data yang digunakan, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data.

4. Bab IV mengulas tentang pelaksanaan penelitian, tabulasi data, analisis data, dan pembahasan hasil penelitian.


(27)

8 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Belajar

Setiap ahli psikologi memberi definisi dan batasan yang berbeda-beda, akibatnya terdapat keragaman di dalam menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar. Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli psikologi tentang pengertian belajar (dalam Suyono dan Hariyanto 2011:9). Witherington (1952) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola – pola respon yang baru yang berbentuk ketrampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Pendapat yang hampir sama dinyatakan oleh Crow dan Crow dan juga Hilgard. Menurut Crow dan Crow (1958) (dalam Suyono dan Hariyanto 2011:12) belajar merupakan diperolehnya kebiasaan – kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru. Belajar dikatakan berhasil jika seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, sehingga belajar semacam ini disebut dengan rote learning, belajar hafalan, belajar melalui ingatan, by heart, di luar kepala, tanpa mempedulikan makna. Rote learning merupakan lawan dari meaningful

learning, pembelajaran bermakna.

Berkaitan dengan pengaruh pengalaman terhadap belajar, terdapat beberapa definisi para penganut empirisme tentang belajar. Menurut Gagne (1984) dalam Sagala (2009) mendefinisikan belajar adalah suatu


(28)

proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary (1990 :

709) belajar sebagai kegiatan memperoleh pengetahuan atau ketrampilan

melalui studi, pengalaman atau karena diajar.

Pengaruh aliran behavorisme bahkan terlihat kuat dalam implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sehingga dalam Buku Perangkat Pembelajaran KTSP SMA (2009) belajar didefinisikan sebagai suatu aktifitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Lebih dijelaskan lagi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik yang secara sengaja dirancang maupun yang tidak sengaja dirancang tetapi dimanfaatkan.

Ketika pendekatan pembelajaran berbasis lingkungan berkembang maka definisi belajar juga menyesuaikan diri. Belajar secara umum dapat dimaknai sebagai suatu proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Driver and Bell (1986) (dalam Suyono dan Hariyanto 2011:13) mendefinisikan belajar adalah suatu proses aktif menyusun makna melalui setiap interaksi dengan lingkungan, dengan membangun hubungan antara konsepsi yang telah dimiliki dengan fenomena yang sedang dipelajari.

Berdasarkan teori – teori di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah segala aktifitas yang mengacu pada perubahan tingkah laku melalui setiap


(29)

interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan pengetahuan, pemahaman maupun ketrampilan baru yang didapat dari pengalaman.

B. Keterlibatan Siswa

Edgar Dale (dalam Dimyati & Mudjiyono 2006:45) dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggungjawab terhadap hasilnya.

Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey (dalam Dimyati & Mudjiyono 2006:46) dengan “learning by doing”–nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.

Maka dari itu, bagi siswa terlibat aktif dalam setiap proses pembelajaran sangatlah penting. Karena dengan terlibat secara aktif mereka memperoleh ilmu yang mereka cari. Berdasarkan dua pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan keterlibatan dalam penelitian ini adalah keikutsertaan dalam melakukan atau berbuat sesuatu secara aktif untuk memperoleh ilmu yang mereka inginkan, terutama dalam proses


(30)

kelompok, meliputi: bertanya, memberi alternatif penyelesaian, memberi tanggapan, menarik kesimpulan.

C. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (dalam Nana Sudjana, 1989:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) ketrampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita – cita. Masing – masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah diterapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne (dalam Nana Sudjana, 1989:22) membagi lima kategori hasil beajar, yakni (a) informasi verbal, (b) ketrampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) ketrampilan motoris.

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom (dalam Nana Sudjana, 1989:22) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni: 1. Ranah kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.


(31)

2. Ranah afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian organisasi, dan internalisasi.

3. Ranah psikomotoris

Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) ketrampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan ketrampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.

Berdasarkan teori – teori di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar sebagai objek penilaian dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori, antara lain ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita – cita. Kategori yang banyak digunakan dibagi menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual, ranah afektif yang berkenaan dengan sikap, ranah psikomotoris yang berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak.

D. Pembelajaran Kooperatif

1. Definisi Konseptual Pembelajaran Kooperatif (dalam Miftahul Huda, 2012:29)


(32)

Pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok – kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggungjawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota – anggota yang lain.

2. Parker (1994)

Mendefinisikan kelompok kecil kooperatif sebagai suasana pembelajaran di mana para siswa saling berinteraksi dalam kelompok – kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama.

3. Artz dan Newman (1990)

Mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai small

grup of learners working together as a team to solve a problem,

complete a task, or accomplish a common goal (kelompok kecil

pembelajar/siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama).

Berdasar teori di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan kelompok yang terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda dan ada pula yang menggunakan kelompok dengan ukuran yang berbeda – beda.


(33)

2. Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Manfaat pembelajaran kooperatif menurut Sadker dan Sadker (1997) (dalam Miftahul Huda, 2012:66) adalah meningkatkan ketrampilan kognitif dan afektif siswa, selain itu pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat – manfaat besar lain seperti berikut :

a. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur – struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi; hal ini khususnya berlaku bagi siswa – siswa SD untuk mata pelajaran matematika.

b. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.

c. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman – temannya, dan diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif (interpedensi positif) untuk proses belajar mereka nanti.

d. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman – temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda – beda.


(34)

3. Aspek – Aspek Pembelajaran Kooperatif (dalam Miftahul Huda, 2012:78)

a. Tujuan

Semua siswa ditempatkan dalam kelompok – kelompok kecil dan diminta untuk mempelajari materi tertentu dan saling memastikan semua anggota kelompok juga mempelajari materi tersebut.

b. Level kooperasi

Kerja sama dapat diterapkan dalam level kelas (dengan cara memastikan bahwa semua siswa di ruang kelas benar – benar mempelajari materi yang ditugaskan) dan level sekolah (dengan cara memastikan bahwa semua siswa di sekolah benar – benar mengalami kemajuan secara akademik).

c. Pola interaksi

Setiap siswa saling mendorong kesuksesan antarsatu sama lain. Siswa mempelajari materi pembelajaran bersama siswa lain, saling menjelaskan cara menyelesaikan tugas pembelajaran, saling menyimak penjelasan masing – masing, saling mendorong untuk bekerja keras, dan saling memberikan bantuan akademik jika ada yang membutuhkan. Pola interaksi ini muncul di dalam dan di antara kelompok – kelompok kooperatif.


(35)

d. Evaluasi

Sistem evaluasi didasarkan pada kriteria tertentu. Penekanannya biasanya terletak pada pembelajaran dan kemajuan akademik setiap individu siswa – bisa pula difokuskan pada setiap kelompok, semua siswa, ataupun sekolah.

Beberapa orang menganggap pembelajaran kooperatif

sebagai “sekadar” belajar kelompok. Padahal pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok, bahakan dalam beberapa hal lebih dari sekadar belajar kelompok. Tabel berikut ini merefleksikan pembacaan detail Ellis dan Whalen tentang perbedaan – perbedaan mendasar antara pembelajaran kooperatif dan belajar kelompok kecil.

Tabel 2.1 Perbedaan – Perbedaan Mendasar Antara Kelompok Kooperatif dan Kelompok Kecil

(dalam Miftahul Huda, 2012:80)

Kelompok Kooperatif Kelompok Kecil

Interdependensi positif

(ketergantungan positif). Siswa “tenggelam atau berenang bersama”

(sink or swim together). Interaksi

verbal berhadap – hadapan.

Tidak ada interdependensi. Siswa bekerja sama hanya untuk kesuksesan sendiri. Bahkan, tak jarang mereka mencocokkan jawaban mereka dengan jawaban teman – temannya hanya untuk memperoleh nilai yang maksimal bagi diri mereka sendiri. Akuntabilitas individu. Setiap anggota

kelompok harus menguasai materi pelajaran

Sekadar ikut – ikutan. Beberapa siswa

membiarkan saja jika ada teman satu kelompoknya bekerja sendiri, sementara mereka tinggal mencopy-paste-nya jika sudah selesai.

Guru mengajarkan ketrampilan – ketrampilan sosial yang dibutuhkan siswa untuk dapat bekerja sama secara efektif.

Ketrampilan sosial tidak diajarkan secara sistematis.

Guru memonitor perilaku siswa. Guru tidak secara langsung

mengobservasi perilaku siswa. Mereka bahkan seringkali terlalu intervensi dalam kerja kelompok. Selama proses diskusi antarsiswa, tak jarang guru mengerjakan tugas – tugas lain (seperti menyiapkan pengajaran berikutnya, menulis sesuatu atau hal – hal lain), tanpa memperhatikan perilaku siswa dalam proses diskusi


(36)

tersebut.

Sebelum beranjak pada sesi

berikutnya, di akhir pertemuan guru memberikan feedback tentang perilaku – perilaku siswa selama pembelajaran kooperatif.

Tidak ada feedback. Tidak ada diskusi lanjutan tentang perilaku siswa selama berkelompok. Jika toh ada, guru terkadang hanya berkomentar seperti, “Bagus!”, “Lain kali, coba lebih baik lagi!”, dan sebagainya.

Berikut ini merupakan tabel perbedaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran tradisional (diadaptasi dari Johnson & Johnson, 1986).

Tabel 2.2 Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Tradisional (dalam Miftahul Huda, 2012:83)

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Tradisional Interdependensi positif (ketergantungan

positif) dengan prosedur – prosedur yang terstruktur jelas (positive interdependence with structured)

Tidak ada interdependensi positif (no

positive interdependence).

Akuntabilitas individu atas pembagian kerja kelompok (a clear accountability for their individual’s share of the group

work).

Tidak ada akuntabilitas atas pembagian kerja kelompok (no accountability for individual share of the group’s work). Relatif menekankan kelompok yang

terdiri dari siswa – siswa dengan level

kemampuan yang berbeda

(heterogeneous ability grouping).

Cenderung menekankan kelompok yang terdiri dari siswa – siswa dengan level kemampuan yang setara (homogeneous

ability grouping).

Saling berbagi peran kepemimpinan

(sharing of leadership roles).

Jarang menunjuk pemimpin kelompok

(few being appointed or put in charge of the group).

Masing – masing anggota saling menshare tugas pembelajaran dengan anggota yang lain (sharing of the

appointed learning task).

Masing – masing anggota jarang yang membantu anggota yang lain untuk belajar (each seldom responsible for others’ learning ).

Bertujuan memaksimalkan

pembelajaran setiap anggota kelompok (aiming to develop each member’s

learning to the maximum).

Fokus hanya untuk menyelesaikan tugas

(focusing only on accomplishing the assigments).

Menjaga relasi kerja sama yang baik

(maintaining of good working relationship).

Acap kali mengabaikan relasi kerja sama yang baik (frequent neglect of

good working relationship).

Mengajarkan ketrampilan bekerjasama yang efektif (teaching of collaboratr

skills).

Menganggap semua siswa bisa bekerja sama dengan baik (assuming that

students already have the required skills).

Observasi guru pada kualitas teamwork siswa (teachers of collaborate skills).

Jarang ada observasi dari guru (little


(37)

Merancang prosedur – prosedur yang jelas dan mengalokasikan waktu yang memadai untuk pemrosesan kelompok

(structuring of the procedures and time for the processing).

Jarang merancang prosedur dan

mengalokasikan waktu untuk

pemrosesan kelompok (rare structuring

of procedures and time for the processing)

4. Metode – Metode Pembelajaran Kooperatif

Slavin (dalam Miftahul Huda, 2012:114-118) membagi metode – metode pembelajaran kooperatif dalam 3 kategori yaitu: a. Metode Student Team Learning

Dalam metode ini terdapat tiga konsep yang mendasari yaitu : penghargaan kelompok (team reward), tanggung jawab individu (individual accountability), dan kesempatan yang sama untuk sukses (equal opportunities for success).

Metode – metode Student Team Learning ini meliputi: 1) Student Team – Achievement Divisions (STAD)

Metode yang dikembangkan oleh Slavin ini

melibatkan “kompetisi” antar kelompok. Siswa dikelompokkan

secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras, dan etnis. Pertama – tama, siswa mempelajari materi bersama dengan teman – teman satu kelompoknya, kemudian mereka diuji secara individual melalui kuis – kuis. Perolehan nilai kuis setiap anggota menentukan skor yang diperoleh oleh kelompok mereka. Jadi, setiap anggota harus berusaha memperoleh nilai maksimal dalam dalam kuis jika kelompok mereka ingin mendapatkan skor tertinggi.


(38)

2) Team-Games-Tournaments (TGT)

Dikembangkan oleh Slavin dan rekan – rekannya, penerapan TGT mirip dengan STAD dalam hal komposisi kelompok, format instruksional, dan lembar kerjanya. Dalam metode ini, teknis pelaksanaannya mirip dengan STAD. Setiap siswa ditempatkan dalam satu kelompok yang terdiri dari 3 orang yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Komposisi ini dicatat dalam tabel khusus (tabel turnamen), yang setiap minggunya harus diubah. Sama seperti STAD, dalam TGT setiap anggota ditugaskan untuk mempelajari materi terlebih dahulu bersama dengan anggota – anggota yang lain, lalu mereka diuji secara individual melalui game akademik. Nilai yang mereka peroleh dari game ini akan menentukan skor kelompok mereka masing – masing.

3) Jigsaw II (JIG II)

Dalam metode ini setiap kelompok disajikan informasi yang sama. Kemudian, masing – masing kelompok menunjuk satu orang anggota yang dianggap ahli untuk bergabung dengan kelompok lagi, yang sering dikenal dengan

“kelompok ahli”. Dalam “kelompok ahli” ini, setiap anggota

saling berdiskusi untuk memahami materi lebih detail tentang informasi tersebut. Setelah itu, mereka kembali ke kelompoknya masing – masing untuk mengajarkan topik yang lebih spesifik


(39)

dari informasi tersebut kepada teman – teman satu kelompoknya. Setelah itu, setiap anggota diuji secara individual melalui kuis. Skor yang diperoleh setiap anggota dari hasil kuis ini akan menentukan skor yang diperoleh oleh kelompok mereka.

b. Metode Supported Cooperative Learning

Metode pendukung lain (Supported Cooperative Learning) digagas oleh beberapa peneliti, termasuk oleh penggagas metode

Jigsaw pertama kali Aronson (1975), modifikasi Jigsaw III oleh

Kagan (1990), dan dua “spesialis” yang sudah banyak mempublikasikan buku seputar pembelajaran kooperatif, David Johnson dan Robert Johnson (dalam Miftahul Huda, 2011:119-128). Metode ini meliputi :

1) Learning Together (LT) Circle of Learning (CL)

Siswa ditempatkan dalam kelompok – kelompok kecil. Masing – masing kelompok diminta untuk menghasilkan satu produk kelompok (single group product). Guru bertugas mengawasi kelompok – kelompok ini berdasar lima elemen kooperatif : interpedensi positif, akuntabilitas individu, interaksi langsung, ketrampilan – ketrampilan sosial, dan pemrosesan kelompok. Dalam LT/CL, penghargaan (reward) biasanya


(40)

diberikan atas dasar performa masing – masing anggota dan kelompok mereka.

2) Jigsaw (JIG)

Dalam metode Jigsaw, siswa bekerja kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok mereka sendiri dan

dalam “kelompok ahli”. Setelah masing – masing anggota menjelaskan bagiannya masing – masing kepada teman – teman satu kelompoknya, mereka mulai bersip untuk diuji secara individu (biasanya dengan kuis). Guru memberikan kuis kepada setiap anggota kelompok untuk dikerjakan sendiri – sendiri, tanpa bantuan siapapun. Skor yang diperoleh setiap anggota dari hasil kuis individu ini akan menentukan skor yang diperoleh kelompok mereka. Akan tetapi dalam metode ini tidak ada

reward khusus yang diberikan atas individu maupun kelompok

yang mampu menunjukkan kemampuannya untuk bekerja sama dan mengerjakan kuis.

3) Jigsaw III (JIG III)

Metode Jigsaw III khusus diterapkan di kelas bilingual. Tidak ada perbedaan yang menonjol antara JIG I, JIG II, dan JIG III dalam tata laksana dan prosedurnya masing – masing. Di sini kelas bilingual dipahami sebagai kelas yang di dalamnya terdapat para pembelajar bahasa inggris dari berbagai daerah dengan level proficiency yang berbeda – beda. Karena


(41)

diterapkan di kelas bilingual, maka JIG III pada umumnya menggunakan bahasa inggris untuk materi, bahan, lembar kerja dan kuisnya.

4) Cooperative Learning Structures (CLS)

Metode Cooperative Learning Structures (CLS) lebih dikenal sebagai Metode Struktural Pembelajaran Kooperatif, CSL dikembangkan oleh Spencer Kagan (1990) yang di dalamnya berisi struktur – struktur yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

5) Group Investigation (GI)

Siswa ditempatkan dalam kelompok – kelompok kecil. Masing – masing kelompok diberi tugas atau proyek yang berbeda. Dalam kelompoknya, setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi apa yang akan dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, bagaimana menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitian di depan kelas.

6) Complex Instruction (CI)

Dalam metode ini siswa ditempatkan dalam kelompok – kelompok kooperatif dengan komposisi yang beragam (baik kemampuan, etnik, maupun bahasa). Guru memerikan keleluasaan pada mereka untuk menentukan sendiri


(42)

proyek yang akan mereka kerjakan. Setiap anggota kelompok harus dilibatkan dan dimaksimalkan.

7) Team Accelerated Instruction (TAI)

Dalam metode TAI siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuannya yang beragam. Masing – masing kelompok terdiri dari 4 siswa dan ditugaskan untuk menyelesaikan materi pembelajaran atau PR tertentu. Setiap kelompok diberi serangkaian tugas tertentu untuk dikerjakan bersama – sama. Poin – poin dalam tugas dibagikan secara berurutan kepada setiap anggota (misalnya, untuk materi matematika yang terdiri 8 soal, berarti empat anggota dalam setiap kelompok harus saling bergantian menjawab soal – soal tesebut). Semua anggota harus saling mengecek jawaban teman

– teman satu kelompoknya dan saling memberi bantuan jika dibutuhkan. Setelah itu masing – masing anggota diberi tes individu tanpa bantuan dari anggota lain. Skor tidak hanya dinilai oleh sejauh mana siswa mampu menjalani tes itu, tetapi juga sejauh mana mereka mampu bekerja secara mandiri (tidak menyontek). Setiap minggu guru menjumlahkan ada berapa banyak soal yang bisa dijawab oleh masing – masing kelompok. Penghargaan (reward) diberikan kepada kelompok yang mampu menjawab soal – soal dengan benar lebih banyak dan mampu menyelesaikan PR dengan baik. Guru memberikan poin


(43)

tambahan (extra point) kepada individu siswa yang mampu memperoleh nilai rata – rata pada ujian final.

8) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Metode ini dikembangkan oleh Stavens, dkk. (1987) dan dirancang untuk mengakomodasi level kemampuan siswa yang beragam, baik melalui pengelompokan heterogen

(heterogeneous grouping) maupun pengelompokan homogen

(homogeneous grouping. Dalam CIRC, siswa ditempatkan

dalam kelompok – kelompok kecil, baik homogen maupun heterogen. Pertama – tama, mereka mengikuti serangkaian instruksi guru tentang ketrampilan membaca dan menulis, kemudian praktik, lalu pra-penilaian, dan kuis. Setiap kelompok tidak bisa mengikuti kuis hingga anggota – anggota di dalamnya menyatakan bahwa mereka benar – benar siap. Penghargaan

(reward) diberikan kepada kelompok yang anggota

anggotanya mampu menunjukkan performa yang meningkat dalam aktifitas membaca dan menulis.

9) Structured Dyadic Methods (SDM)

Dalam metode ini, satu siswa bertindak sebagai

“guru” dan siswa lain berperan sebagai “siswa”. Biasanya,

mereka diminta untuk mempelajari prosedur – prosedur tertentu atau meringkas informasi – informasi penting dari sebuah buku.


(44)

c. Metode – Metode Informal

Tidak sedikit guru menerapkan aktivitas – aktivitas kooperatif dalam metode pengajaran tradisionalnya. Aktivitas – aktivitas ini biasanya tidak selalu berkaitan dengan metode – metode pembelajaran kooperatif seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Ada banyak aktivitas pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dari metode – metode tersebut dan lebih dikenal dengan metode – metode informal (informal methods) (Slavin, 1995). Berikut ini adalah beberapa metode informal pembelajaran kooperatif yang paling banyak digunakan.

1) Spontaneous Group Discussion (SGD)

Jika siswa diminta untuk duduk berpasangan atau berkelompok, kita akan lebih mudah menginstruksikan mereka untuk melakukan aktivitas – aktivitas tertentu, seperti mencari makna sesuatu, mencari alasan tentang peristiwa tertentu, atau memecahkan masalah. Dikenal dengan istilah Spontaneous

Group Discussion karena diskusi kelompok ini tidak

direncanakan sebelumnya, tetapi dilaksanakan secara spontan. Teknik pelaksanaannya pun sederhana, yaitu meminta siswa untuk berkelompok dan berdiskusi tentang sesuatu. Setelah itu, guru memanggil kelompok itu satu per satu untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Diskusi ini


(45)

bisa dilaksanakan beberapa menit atau sepanjang jam pelajaran. Akan tetapi meskipun spontan, diskusi kelompok ini tetap mengharuskan guru untuk memerhatikan lima elemen pembelajaran kooperatif: interpedensi positif, akuntabilitas individu, interaksi promotif, ketrampilan sosial, dan pemrosesan kelompok.

2) Numbered Heads Together (NHT)

Dalam metode ini, pertama – tama guru meminta siswa untuk duduk berkelompok. Masing – masing anggota diberi nomor. Setelah selesai, guru memanggil nomor (baca;anggota) untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar – benar terlibat dalam diskusi tersebut.

3) Team Product (TP)

Metode ini dinamakan Team Product karena setiap kelompok diminta untuk berkreasi atau menciptakan sesuatu. Misalnya guru meminta siswa berkelompok untuk menulis sebuah esai, menggambar mural, mengerjakan tugas, membuat presentasi di depan kelas, mendaftar solusi – solusi alternatif tentang masalah – masalah tertentu, atau menganalisis puisi. Semua hal yang dilakukan oleh setiap kelompok haruslah


(46)

berbentuk produk, baik itu abstrak maupun konkret. Untuk memastikan adanya tanggungjawab individu, guru dapat memberikan peran atau tugas yang berbeda – beda pada masing

– masing anggota dalam setiap kelompok untuk menciptakan satu produk kelompok.

4) Cooperative Review (CR)

Metode ini biasanya dilaksanakan beberapa hari menjelang ujian. Siswa ditempatkan dalam kelompok – kelompok kecil untuk saling mengajukan pertanyaan – pertanyaan reviu (review options), yakni pertanyaan – pertanyaan yang mencerminkan poin – poin utama dari materi pelajaran. Setelah itu, mereka diminta untuk menuliskan pertanyaan – pertanyaan itu, lalu mengajukannya kembali pada kelompok yang lain. Baik kelompok yang mengajukan pertanyaan maupun kelompok yang mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan benar akan mendapat poin khusus. Begitu pula, kelompok lain yang mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan tambahan informasi baru jugga akan memperoleh poin istimewa.

5) Think-Pair-Share (TPS)

Metode yang sederhana, namun sangat bermanfaat ini dikembangkan pertama kali oleh Frank Lyman dari University of Maryland. Pertama – tama, siswa diminta untuk


(47)

duduk berpasangan. Kemudian guru mengajukan satu pertanyaan/masalah kepada mereka. Setiap siswa diminta untuk berpikir sendiri – sendiri terlebih dahulu tentang jawaban atas pertanyaan itu, kemudian mendiskusikan hasil pemikirannya dengan pasangan di sebelahnya untuk memperoleh satu konsensus yang sekiranya dapat mewakili jawaban mereka berdua. Setelah itu guru meminta setiap pasagan untuk menshare, menjelaskan, atau menjabarkan hasil konsensus atau jawaban yang telah mereka sepakati pada siswa – siswa yang lain di ruang kelas.

6) Discussion Group (DG) Group Project (GP)

Dalam metode DG dan GP, kelompok diskusi dan proyek kelompok dirancang untuk mengerjakan tugas pembelajaran atau proyek – proyek tertentu. Misalnya saja mereka ditugaskan untuk membuat sebuah laporan. Untuk tugas seperti ini, guru harus memastikan bahwa setiap anggota kelompok mendapatkan tugas mengerjakan masing – masing bagian dari laporan tersebut. Jika tugas tersebut ternyata tidak bisa dibagi – bagi, setidaknya mereka mendapatkan peran yang berbeda – beda (misalnya ada yang berperan sebagai penulis, presentator, dan pencari bahan). Tidak boleh ada satu atau beberapa orang anggota yang sendirian memikul beban


(48)

tugas/proyek tersebut sepenuhnya, sementara anggota – anggota yang lain hanya hitchhiking (ikut – ikutan).

E. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (dalam Robert Slavin 2005:143) Metode STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan – kawan dari Universitas John Hopkins. Metode ini dipandang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Para guru menggunakan metode STAD untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis.

STAD (Student Team-Achievement Divisons) terdiri atas lima komponen utama yaitu:

1. Presentasi Kelas

Materi dalam STAD pertama – tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar – benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar – benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis – kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.


(49)

2. Tim

Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar – benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.

3. Kuis

Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua priode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.

4. Skor kemajuan individual

Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih


(50)

baik dari sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka

terbaik. Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata –

rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.

5. Rekognisi Tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata – rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

Langkah – Langkah dalam Metode STAD (dalam Sugiyanto 2010:44) 1. Para siswa dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim,

masing – masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan (tinggi, sedang, rendah).

2. Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan

kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim.


(51)

3. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu guru mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.

4. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang – kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu kriteria atau standar tertentu.

F. Faktorisasi Suku Aljabar

(disarikan dari Marsigit 2009:8 dan Dewi Nuharini 2008:4) 1. Pengertian Bentuk Aljabar

Bentuk aljabar adalah suatu bentuk yang melibatkan variabel, koefisien, dan konstanta yang disertai maupun tidak disertai sejumlah berhingga operasi hitung.

Contoh: 5x, 8x2,x2 x1, dst

2. Pengertian Suku, Variabel, Koefisien dan Konstanta Bentuk Aljabar

1) Suku

Suku adalah variabel beserta koefisiennya atau konstanta pada bentuk aljabar yang dipisahkan oleh operasi jumlah atau selisih. a) Suku satu adalah bentuk aljabar yang tidak dihubungkan oleh


(52)

Contoh: 3x, 4a2, -2ab, ...

b) Suku dua adalah bentuk aljabar yang dihubungkan oleh satu operasi atau jumlah atau selisih.

Contoh: a2+2, x+2y, 3x2-5x, ...

c) Suku tiga adalah bentuk aljabar yang dihubungkan oleh dua operasi jumlah atau selisih.

Contoh: 3x2+4x-5, 2x+2y-xy, ... 2) Variabel

Variabel adalah lambang pengganti suatu bilangan yang belum diketahui nilainya dengan jelas. Variabel disebut juga peubah. Variabel biasanya dilambangkan dengan huruf kecil a,b,c,...,z Contoh: variabel bentuk aljabar 5x34x adalah x

3) Koefisien

Koefisien pada bentuk aljabar adalah faktor konstanta dari suatu suku pada bentuk aljabar.

Contoh: koefisien x dari 2x2+6x-3 adalah 6. 4) Konstanta

Konstanta adalah bilangan yang tidak memuat variabel. Contoh: konstanta bentuk aljabar 5x3 2y8 adalah 8. 3. Operasi Penjumlahan dan Pengurangan pada Bentuk Aljabar

Operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk – bentuk aljabar dapat dilakukan pada suku – suku sejenis. Definisi dari suku


(53)

sejenis adalah suku – suku dengan variabel dan pangkat variabel yang sama.

Cara untuk melakukan penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar adalah sebagai berikut.

1) Mengelompokkan suku – suku sejenisnya terlebih dahulu.

2) Menjumlahkan atau mengurangkan suku – suku sejenis tersebut sehingga diperoleh hasil penjumlahan atau pengurangan.

Contoh:

1) Menjumlahkan 3x5dan 12x

Penyelesaian:

3x dan 12x merupakan suku – suku sejenis. Dengan demikian,

3x5

   

 12x  3x12x

5

15x5

2) Mengurangkan 7xx2 3 dan y2 6x1

Penyelesaian:

x

7 dan 6x serta 3 dan -1 merupakan suku – suku sejenis. Dengan demikian,

(7 3) ( 6 1)

7 6

3 1

2 2 2

2         

x y x y x x x

x

y2x2x4

4. Operasi Perkalian pada Bentuk Aljabar

Mengingat kembali sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan :

m n

am an


(54)

Sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan tadi dapat pula diperluas menjadi:

ab



ac

 

ab

 

aab

c

a2abacbca2 

bc

abc

Contoh soal: 1) 2

x3

Penyelesaian:

3

2 2(3) 2 x  x

2x6

2)

a8



a3

Penyelesaian:

a8



a3

a2

83

a24

a25a24

3) 3

x5

 

5 x3

3x155x15 

35

x1515 8x

5. Perpangkatan pada Bentuk Aljabar

Perpangkatan adalah bentuk perkalian berulang suatu bilangan.

n

p dapat dijabarkan seperti berikut.

   

  

suku n

p p

p p

.

...   


(55)

Misalnya: 22 224

 

52 2 5252 555554 Contoh soal:

1)

xy

2

Penyelesaian:

xy

 

xy



xy

2

2

2

y xy yx

x   

2 2

2xy y x  

2)

xyz

2

Penyelesaian:

2 2

z y x z

y

x    

xy

2 2

xy

 

zz2

x2 2xyy2

2xz2yzz2

x2 y2z22xy2xz2yz

6. Pembagian pada Bentuk Aljabar 1) Pembagian dengan Suku Tunggal

Pembagian dengan suku tunggal adalah pembagian bentuk aljabar dengan bentuk aljabar suku satu.


(56)

Pembagian dengan suku banyak adalah pembagian bentuk aljabar dengan bentuk aljabar suku dua atau lebih misalnya

n2 5n24

:

n3

Contoh soal:

a)

xy4 3x2yxy3

:x

Penyelesaian:

xy4 3x2yxy3

:y

x xy y x

xy4 3 2  3  x xy x y x x

xy4 3 2 3  

3 4

3xy y y  

 b)

xy4 3x2yxy3

:xy

Penyelesaian:

xy4 3x2yxy3

:xy

xy xy y x

xy4 3 2  3  xy xy xy y x xy

xy4 3 2 3

2 3

3x y y  

7. Faktor – Faktor Suku Aljabar

Memfaktorkan bentuk aljabar adalah mengubah suatu bentuk penjumlahan maupun pengurangan suku-suku aljabar menjadi bentuk perkalian faktor-faktornya yang ekuivalen.


(57)

1) Mencari faktor persekutuan setiap suku

2) Membagi bentuk aljabar tersebut dengan faktor persekutuan setiap suku

Contoh soal: a) 6b8

Penyelesaian:

Faktor persekutuan dari 6b dan 8. Kamu telah mengetahui bahwa FPB dari 6 dan 8 adalah 2, kemudian membagi setiap suku dengan FPB tersebut.

b b

3 2 6

4 2 8

Jadi, 6b82

3b4

b) 28x 12y

Penyelesaian:

Faktor persekutuan dari 28x dan 12y. FPB dari 28x dan 12y adalah 4, kemudian membagi setiap suku dengan FPB tersebut.

x x

7 4 28

y x

3 4 12

Dengan demikian, 28x12y4

7x3y


(58)

Penyelesaian:

Faktor persekutuan dari x2 dan 2x. FPB dari x2 dan 2x adalah x ,

kemudian membagi setiap suku dengan FPB tersebut. Diperoleh

x x x

 2

dan 2 2

x x

Jadi, x2 2xx

x2

8. Faktorisasi Bentuk 2 2 2xy y x  

Faktorisasi dari bentuk x2 2xyy2 adalah sebagai berikut.

2 2 2 2 2

2 x y y

x y

x   

x22xyy2

Sedangkan faktorisasi dari x2 2xyy2 adalah sebagai berikut.

2 2 2 2 2

2 x y y

x y

x   

x2 2xyy2

Pemfaktoran bentuk 2 2 2xy y

x   memperlihatkan bahwa suku kedua merupakan dua kali akar kuadrat suku pertama dan akar kuadrat suku ketiga.

Contoh soal: 1) x2 6x9

Penyelesaian: 2 2 2 2 3 9 2 9

6    

x x x

x


(59)

2) x214x49

Penyelesaian:

2 2 2

2

7 49

2 49

14    

x x x

x

2

7

  x

3) 9a230a25

Penyelesaian:

 

2 2 2

2

5 25 9 2 3 25 30

9aa  aa

3a5

2

9. Faktorisasi Bentuk Selisih Dua Kuadrat

Bentuk x2 y2 dinamakan bentuk selisih dua kuadrat. Faktorisasi dari x2 y2 adalah x2  y2 

xy



xy

. Hal ini dapat dibuktikan dengan uraian berikut.

xy



xy

 

xy

 

xxy

 

y

x2 xyxyy2

x2y2

Jadi, bentuk aljabar

xy



xy

merupakan faktor dari 2 2

y x  . Contoh soal:

1) 4x24y2


(60)

2 2

2 2

4 4

4xyxy

4

xy



xy

2) 49m264

Penyelesaian:

 

2 2 2

8 7

64

49m   m

7m8



7m8

3) 36m225

m4

2

Penyelesaian:

  

2 2

2 2

4 5 6

4 25

36mm  mm

6m5

m4

6m5

m4

6m5m20



6m5m20

11m20



m20

10. Faktorisasi Bentuk ax2bxc

1) Faktorisasi bentuk ax2bxc dengan a1

Faktorisasi bentuk x2 bxcadalah

xp



xq

dengan

q p

b  dan cpq.

2) Faktorisasi bentuk ax2bxc dengan a1

Langkah – langkah melakukan faktorisasi bentuk ax2bxc

dengan a1 adalah sebagai berikut. a) Mengubah bentuk ax2bxcmenjadi


(61)

p q

x c ax px qx c

ax2    2   dengan pqbdan

c a q

p   .

b) Bentuk aljabar ax2  pxqxc dapat kamu sebagai jumlah

dua bentuk aljabar, yaitu ax2  px dan qxc

c) FPB suku-suku ax2dan px . Kemudian, mengubah ax2  px

dalam bentuk hasil kali faktor-faktornya suku-suku

d) Menentukan FPB suku-suku qx dan c. Kemudian, mengubah

c

qx dalam bentuk hasil kali faktor-faktornya. e) Setelah melakukan langkah (3) dan (4) diperoleh

2 2

1

2 2

1 2 b x a b b x a x a c bc

ax      

a1xb1



a2xb2

Dengan aa2a

1 dan

a1b2

 

a2 b1

b

Bentuk dapat kamu pandang sebagai jumlah dua bentuk aljabar, yaitu dan

Contoh soal:

1) x2 7x12

Penyelesaian:

Nilai b pada x2 7x12 adalah 7. Adapun nilai c pada

12 7

2 

x

x adalad 12. Dengan demikian, kamu harus mencari suatu nilai p dan q dengan ketentuan p+q = 7 dan

q

p= 12. Kamu peroleh nilai p dan q yang dimaksud berturut-turut adalah 3 dan 4.


(62)

Dapat ditulis, x27x12

x3



x4

2) x2 4

Penyelesaian:

Nilai b pada x2 4 adalah 0. Adapun nilai c pada x2 4

adalah -4. Dengan demikian, kamu harus mencari nilai p dan q dengan ketentuan pq0 dan pq4. Diperoleh nilai p dan q adalah 2 dan -2. Dapat ditulis

2



2

4

2    

x x x

G. Kerangka Berfikir

Model pembelajaran kooperatif melibatkan siswa bekerja dalam kelompok – kelompok kecil yang terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi untuk memecahkan atau menyelesaikan suatu masalah bersama. Dalam model pembelajaran kooperatif sangat ditekankan kerja sama dan kebersamaan dalam kelompok.

Dengan pembelajaran kooperatif STAD, siswa dapat berpartisipasi lebih aktif serta memanfaatkan kemampuan dan ketrampilan matematika secara menyeluruh dalam kelompoknya. Seiring dengan proses pembelajaran yang berlangsung, akan memotivasi siswa untuk belajar lebih giat sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar yang meningkat.


(63)

44

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, di mana peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keterlibatan siswa dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten kelas VIII B pada topik pembelajaran Faktorisasi Suku Aljabar.

B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus - September 2013 2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Pangudi Luhur 1 Klaten dengan alamat Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo No 28 Klaten.

C. Subyek dan Objek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII B SMP Pangudi Luhur 1 Klaten yang berjumlah 37 siswa. Sedangkan objeknya adalah pemanfaatan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kelas ini termasuk kelas yang cukup aktif, di dalamnya terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Yang menjadi guru mata pelajaran


(64)

matematika di kelas ini merupakan guru wali kelas VIII B. Saat guru sedang memberikan materi siswa selalu memperhatikan guru tanpa ada yang menulis atau mencatat terlebih dahulu. Guru memperkenankan siswa untuk mencatat materi setelah beliau selesai menjelaskan. Hal ini dibiasakan oleh guru agar siswa dapat berkonsentrasi penuh saat beliau memberi materi.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti. Adapun kedua variabel itu adalah sebagai berikut:

1. Variabel independen (variabel bebas)

Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya variabel dependen (variabel terikat). Variabel independen (variabel bebas) dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada topik pembelajaran Faktorisasi Suku Aljabar.

2. Variabel dependen (variabel terikat)

Variabel dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel independen (variabel bebas). Variabel dependen (variabel terikat) dalam penelitian ini adalah hasil belajar dan keterlibatan siswa.

E. Bentuk Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data keterlibatan siswa dan data hasil belajar siswa.


(65)

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah:

1. Data keterlibatan siswa, dikumpulkan melalui observasi dimana observer mengamati hal – hal yang berkaitan dengan keterlibatan dalam pembelajaran.

2. Data hasil belajar siswa diambil melalui tes hasil belajar yang diperoleh siswa selama mengikuti pembelajaran.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan antara lain: 1. Lembar Observasi / pengamatan

Berikut ini adalah tabel pengamatan keterlibatan siswa yang digunakan dan diisi oleh peneliti selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Instrumen ini berisi mengenai keterlibatan siswa dalam hal bertanya, memberi alternatif penyelesaian, memberi tanggapan, menarik kesimpulan.

Tabel 3.1 Kisi - Kisi Observasi Keterlibatan Siswa No Aspek

Keterlibatan Hal yang Diamati

Siswa Jmlh Siswa

Frek 1 2 3 4 5

1 Bertanya

 Mengajukan pertanyaan kepada guru mengenai materi ataupun pekerjaan kelompok

 Mengajukan pertanyaan

kepada teman satu

kelompok mengenai

materi ataupun pekerjaan kelompok


(66)

2

Memberi alternatif penyelesaian

 Membantu teman satu

kelompok dalam

mengerjakan soal latihan  Membantu teman satu

kelompok dalam

memahami materi

3 Memberi

tanggapan

 Mengajukan pendapat/ide dalam dalam memahami

materi maupun

mengerjakan soal

 Menanggapi hasil

pekerjaan kelompok lain  Menanggapi pertanyaan

yang diajukan oleh teman maupun guru

4 Menarik

Kesimpulan

 Mencermati ide gagasan

yang diterima dan

diproses baik dari guru maupun dari teman.  Membuat

kesimpulan/rangkuman hasil diskusi kelompok

dalam bentuk lisan

maupun tertulis.

Jumlah skor

Frek %

2. Tes hasil belajar

Tes hasil belajar berupa soal yang disusun sesuai dengan materi yang telah diberikan selama pembelajaran.

Tabel 3.2 Kisi – Kisi Soal Tes Hasil Belajar

SK KD Indikator

Aspek Penilaian Pemahaman

Prinsip

Aplikasi/

Penerapan Analisis

Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus Menentukan faktor-faktor suku aljabar

 Siswa dapat menghitung pemfaktoran suku bentuk aljabar dengan hukum distributif  Siswa dapat

menghitung pemfaktoran 3 (1a,1b,1c) 2 (2a,2b)


(1)

Wawancara Siswa 5

Peneliti : “Halo Dik?” Siswa E : “Ya, halo.”

Peneliti : “Apakah Anda merasa lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran matematika dengan metode STAD?”

Siswa E : “Ya, saya merasa lebih bersemangat.” Peneliti : “Bisa diberikan alasannya?”

Siswa E : “Ya karena kan berkelompok dengan teman-teman sebaya, jadi lebih

enak gitu belajarnya.”

Peneliti : “Ya. Kemudian apakah dengan metode tersebut lebih mudah

menyerap materi dalam pembelajaran matematika di kelas? ”

Siswa E : “Ya, karena kalau berkelompok itu bisa lebih tau pendapat dari teman

-temannya begitu, jadi kita itu dapat menyerap lebih mudah.”

Peneliti : “Oh begitu. Lalu apakah Anda dapat bekerjasama dengan baik dengan teman-teman satu kelompok?”

Siswa E : “Ya, bisa bekerjasama.”

Peneliti : “Kemudian apakah masing-masing anggota terlibat dalam

mengerjakan tugas kelompok?”

Siswa E : “Ya itu tergantung kalau dia mau bekerjasama dengan baik ya paling

dia mau, tapi kalau nggak mau itu ya kayak males gitu lho.”

Peneliti : “Kalau untuk pengalaman kemarin gimana?”

Siswa E : “Ya seru sih, bersama teman-teman bisa presentasi di depan kelas gitu, bisa bercanda-canda dalam belajarnya itu, jadi nggak kayak

tegang banget gitu.”

Peneliti : “Oh ya. Untuk teman-teman satu kelompok, kemarin mau diajak

bekerjasama?”

Siswa E : “Oh kalau kelompok saya itu mau semua.” Peneliti : “Oh yaudah gitu saja Dik, makasih ya.” Siswa E : “Ya, sama-sama.”


(2)

(3)

(4)

LAMPIRAN C.1

Suasana saat Diskusi Kelompok


(5)

Siswa saat Menerima Penghargaan Kelompok


(6)

Dokumen yang terkait

Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 (studi eksperimen) - Digital Library IAIN

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 (st

0 0 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran - Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajaran

0 0 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Dan Metode Penelitian - Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun

0 0 17

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Hasil Belajar - Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajara

0 0 24

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. PEMBAHASAN - Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajaran 2

0 0 24

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok tekanan kelas VIII semester II MTsN 2 Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 12

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok tekanan kelas VIII semester II MTsN 2 Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 29

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok tekanan kelas VIII semester II MTsN 2 Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 1 21

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi pokok tekanan kelas VIII semester II MTsN 2 Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 48