Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

(1)

LARVA Artemia salina Leach DENGAN METODE BRINE

SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

AYU RESKIANINGSIH

NIM: 1111103000092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini dapat terselesaikan tepat waktu berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd, dr.H.M. Djauhari Widjayakusumah, AIF.,PFK, Dr.H.Arif Sumantri, SKM, M.Kes dan Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt selaku Dekan dan pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

3. dr. Nurul Hiedayati, PhD selaku pembimbing 1 yang telah banyak mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian ini. dr. Nurul Hiedayati, PhD juga selaku PJ Laboratorium Farmakologi yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium bahkan walau telah lewat jam penggunaan.

4. Bapak Supandi, M.Si, Apt selaku pembimbing 2 yang telah memberikan masukan judul penelitian dan banyak mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian ini.

5. dr. FloriRatna Sari, PhD selaku penanggungjawab modul riset yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penelitian.

6. Kedua orang tua kami, Masnur, S.Pd dan E r n i, S.Pd yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, selalu memberikan bimbingan dan arahan dalam melakukan hal kebaikan serta selalu memberikan semangat untuk dalam menempuh pendidikan. 7. Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan


(6)

vi

8. Ibu Puteri Amelia, M.Farm, Apt selaku PJ laboratorium Farmakognosi dan Fitofarmaka dan Ibu Eka Putri, M.Si, Apt selaku PJ laboratorium Penelitian I yang telah memberikan izin untuk penggunaan laboratorium.

9. Mbak Rani, Kak Lisna, Mas Rachmadi, Mas Panji, dan Mbak Ai sebagai laboran yang telah bersedia membantu penulisan dalam pengambilan data.

10. Teman–teman sekelompok riset, Akbar Sepadan, Feby Wulandari dan Nurul Khafidz S. Terima kasih atas kerja sama dan dukungannya selama 1 tahun untuk menyelesaikan penelitian bersama–sama.

11. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2011, dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Ciputat, 15 September 2014


(7)

vii

Ayu Reskianingsih. Program Studi Pendidikan Dokter. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) merupakan tumbuhan dari famili

Thymelaeceae. Tanaman ini mengandung beberapa senyawa aktif sehingga memiliki

potensi sebagai antikanker. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui potensi toksisitas akut ekstrak metanol buah mahkota dewa terhadap larva Artemia salina Leach yang akan ditunjukkan oleh nilai LC50 dengan menggunakan metode Brine Shrimp

Lethality Test (BSLT). Uji ini menggunakan 5 konsentrasi ekstrak yaitu 500 ppm, 100

ppm, 50 ppm, 25 ppm dan 12,5 ppm serta kontrol negatif dengan menggunakan air laut. Tiap konsentrasi berisi 10 ekor larva. Dilakukan dengan 3 kali pengulangan. Kematian larva diamati setelah 24 pemberian ekstrak. Nilai LC50 dari ekstrak metanol buah

mahkota dewa adalah 81,09 ppm. Hasil LC50 < 1000 ppm menunjukkan bahwa ekstrak

metanol buah mahkota dewa bersifat toksik dan memiliki potensi sebagai antikanker.

Kata kunci : Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl), Uji Toksisitas Akut, Artemia salina Leach, LC50

ABSTRACT

Ayu Reskianingsih. Medical Education Program. Acute Toxicity Test of Methanol

Extract of Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl on Artemia salina Leach Larva using

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Method. 2014

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) is a plant from Thymelaeceae

family. This plant contain some active chemical compunds that have potency as anticancer. The aim of this study is to investigate acute toxicity potency of methanol

extract of mahkota dewa fruit on Artemia salina Leach Larva shown by LC50 using

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Method. Five concentrations of extract used in this test: 500 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, 12,5 ppm and negative control using sea water. Each concentration contain ten larvas and performed three replications. Death

of larva observed 24 hours after giving the extract. LC50 of methanol extract mahkota

dewa fruit is on 81,09 ppm. LC50 < 1000 ppm showed that methanol extract of mahkota

dewa fruit is toxic and have potency as anticancer.

Keywords: Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl), Acute Toxicity Test, Artemia salina Leach, LC50


(8)

viii

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ...vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan umum ... 2

1.3.2. Tujuan khusus ... 2

1.4. Manfaat penelitian ... 2

1.4.1. Bagi masyarakat ... 2

1.4.2. Bagi instutusi ... 2

1.4.3. Bagi peneliti ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Landasan teori... 4

2.1.1. Obat tradisional... 4

2.1.2. Mahkota dewa (Phaeria macrocarpa (Scheff) Boerl) ... 5

2.1.3. Simplisia ... 7

2.1.4. Ekstraksi ... 9

2.1.5. Toksikologi ... 13

2.1.6. Uji toksisitas akut ... 14

2.1.7. Uji toksisitas jangka pendek ... 14

2.1.8. Uji toksisitas jangka panjang ... 14

2.1.9. Penentuan LC50 ... 14

2.1.10. Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) ... 16

2.1.11. Larva udang Artemia salina Leach ... 17

2.2. Kerangka Konsep ... 23

2.3. Definisi Operasional ... 23

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Desain Penelitian ... 25

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 25

3.3. Alat dan Bahan Penelitian ... 25

3.3.1. Alat Penelitian ... 25


(9)

ix

3.4.1. Determinasi tanaman ... 25

3.4.2.Pembuatan ekstrak metanol buah mahkota dewa ... 26

3.4.3. Penetasan larva udang ... 26

3.4.4. Pembuatan konsentrasi ekstrak yang akan diuji ... 26

3.5. Prosedur uji toksisitas dengan metode BSLT ... 27

3.6. Pengolahan dan analisis data ... 28

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1. Hasil ekstraksi buah mahkota dewa... 29

4.2. Hasil uji BSLT ... 30

4.3. Penetapan LC50 ... 34

4.4. Keterbatasan Penelitian ... 37

BAB 5. PENUTUP ... 39

5.1. Kesimpulan ... 39

5.2. Saran ...39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(10)

x

Tabel 3.1 Ilustrasi konsentrasi ekstrak pada well plate ... 28

Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl ... 30

Tabel 4.2 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl terhadap larva Artemia salina Leach ... 31

Tabel 4.3 Perhitungan LC50 dengan menggunakan metode probit ... 34

Tabel 6.1 Tabel probit ... 46


(11)

xi

Gambar 2.1. Buah mahkota dewa yang masih di pohonnya ... 6

Gambar 2.2. Buah mahkota dewa ... 7

Gambar 2.3. Morfologi Artemia salina Leach ... 17

Gambar 2.4. Siklus hidup Artemia salina Leach ... 18

Gambar 2.5. Tahap penetasan telur Artemia ... 19

Gambar 2.6. Nauplii tingkat Artemia salina Leach ... 20

Gambar 2.7. Bagian tubuh Instar II ... 20

Gambar 2.8. Bagian tubuh dewasa Artemia ... 21

Gambar 4.1. Grafik persentase mortalitas larva Artemia salina Leach pada uji toksisitas ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl ... 32

Gambar 4.2 Grafik analisis regresi Linier konsentrasi ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl ... 35

Gambar 6.1. Alur penelitian ... 45

Gambar 6.2. Keterangan determinasi tanaman ... 47

Gambar 6.3 Keterangan bahan penelitian telur artemia ... 48

Gambar 6.4 Penghalusan simplisia ... 49

Gambar 6.5. Destilasi pelarut metanol ... 49

Gambar 6.6. Proses pemasukan simplisia ke botol maserasi ... 49

Gambar 6.7. Botol maserasi ... 49

Gambar 6.8. Proses evaporasi dengan rotatory evaporator ... 49

Gambar 6.9. Ekstrak kental buah mahkota dewa ... 49

Gambar 6.10. Neraca analitik ... 50

Gambar 6.11. Proses penyaringan ... 50

Gambar 6.12. Larutan induk 20.000 ppm ... 50

Gambar 6.13. Larutan ekstrak berbagai konsentrasi uji ... 50

Gambar 6.14. Wadah penetasan telur artemia ... 50

Gambar 6.15. Well plate uji BSLT ... 50

Gambar 6.16. Larva Artemia salina Leach di bawah mikroskop ... 57


(12)

xii

Lampiran 1 Alur penelitian ... 45

Lampiran 2 Metode probit ... 46

Lampiran 3 Surat keterangan determinasi tanaman ... 47

Lampiran 4 Keterangan bahan penelitian telur Artemia ... 48

Lampiran 5 Gambar alat dan bahan penelitian ... 49

Lampiran 6 Perhitungan konsentrasi ekstrak metanol nuah mahkota dewa .... 51

Lampiran 7 Perhitungan penggunaan DMSO ... 53

Lampiran 8 Transformasi persen-probit ... 55

Lampiran 9 Identifikasi Larva Artemia salina Leach ... 57


(13)

1 1.1 Latar Belakang

Penggunaan suatu jenis tanaman sebagai obat herbal merupakan suatu alternatif yang dilakukan oleh masyarakat untuk mendapatkan pengobatan. Tanaman herbal yang diduga memiliki potensi untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit terlebih dahulu harus melewati beberapa tahap sebelum akhirnya dapat dijadikan suatu sediaan obat. Sesuai dengan Permenkes No.760/Menkes/Per/IX/1992, yang membahas tentang obat tradisional dan fitofarmaka, maka setiap bahan alam yang akan digunakan sebagai sumber obat, harus melewati beberapa pengujian sehingga dapat memenuhi syarat yang telah ditentukan dan aman untuk dikonsumsi masyarakat luas.1

Mahkota dewa adalah salah satu tanaman yang diharapkan berkhasiat sebagai antikanker. Mahkota dewa adalah tanaman yang paling banyak tumbuh di benua Eropa dan Asia. Tanaman ini memiliki senyawa aktif yaitu alkaloid, flavonoid, fenol/difenol, tanin dan senyawa sterol/terpenoid. Senyawa-senyawa tersebut telah terbukti memiliki mekanisme apoptosis selular dan sebagai antiproliferasi. 1,2

Tanaman ini terdiri dari akar, batang, daun, buah, biji dan bunga. Hampir seluruh dari bagian tanaman tersebut telah dimanfaatkan sebagai obat herbal, seperti kulit dan daging buah mahkota dewa yang telah diteliti oleh Vivi L,dkk telah terbukti berkhasiat sebagai antikanker. Menurut penelitian Vivi L,dkk tahun 2006, buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl memiliki potensi sebagai antiproliferasi dan memiliki fungsi sebagai apoptosis selular dan LC50 dengan ekstrak metanol 2,46 ppm.1 Ekstrak kasar daging buah Phaleria

macrocarpa (Scheff) Boerl juga memiliki aktivitas inhbisi yang tinggi untuk sel kanker

Leukimia L1210 juga disebutkan pada penelitian Vivi L tahun 2009. Ada juga fraksi etanol dari Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl ternyata memiliki aktivitas sitotoksik terhadap kanker serviks Ca Ski.2

Sebagai uji awal untuk mendeteksi kemampuan ekstrak buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl dilakukan uji tokisitas. Pada penelitian ini dilakukan uji toksisitas akut ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT ). BSLT merupakan suatu metode uji toksisitas akut yang paling mudah, cepat dan


(14)

murah. Selain itu, BSLT juga merupakan suatu bioassay yang digunakan untuk menguji senyawa bioaktif pada bahan alam yang diduga berkhasiat sebagai agen anti-tumor.3 Hasil dari metode BSLT ini biasanya berhubungan dengan suatu uji spesifik sebagai agen anti-tumor atau anti-kanker. Jika pada uji toksisitas menunjukkan LC50 dibawah 1000 ppm

berarti bahan tersebut memiliki potensi sebagai antikanker.4 Untuk membuktikan bahwa ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl mempunyai efek anti kanker yang sangat potensial maka dilakukan peneltian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ekstrak metanol daging buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl memiliki aktivitas toksik terhadap larva Artemia salina Leach?

1.3 Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek sitotoksik ekstrak metanol daging buah Phaleria

macrocarpa (Scheff) Boerl terhadap larva Artemia salina Leach.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui rendemen ekstrak metanol daging buah Phaleria

macrocarpa (Scheff) Boerl.

1.3.2.2 Untuk mengetahui LC50 ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa

(Scheff) Boerl.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Masyarakat

Menambah informasi mengenai tumbuhan mahkota dewa yang memiliki potensi sebagai antikanker.

1.4.2 Bagi Institusi

a) Penelitian ini dapat menambah jumlah dan jenis penelitian yang telah dilakukan oleh mahasiswa kedokteran di Fakultas kedokteran dan Kesehatan


(15)

Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

b) Penelitian ini dapat menambah jumlah referensi dan kepustakaan bagi penelitian berikutnya.

1.4.3 Bagi Peneliti

a) Mengetahui manfaat dari tanaman mahkota dewa khususnya dalam bidang farmakologi.

b) Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian dengan menggunakan metode eksperimental terutama dalam bidang kesehatan khususnya bidang farmakologi.

c) Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(16)

4 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Obat Tradisional

Obat tradisional adalah warisan bangsa Indonesia yang telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan mengobati penyakit. Obat tradisional kini masih banyak digunakan di Indonesia dan negara yang lain, obat ini telah membuktikan khasiatnya sebagai obat herbal dalam memelihara kesehatan.5

WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk herbal ditujukan pada penderita penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker, hal tersebut untuk memelihara kesehatan masyarakat. Di Indonesia sendiri telah berkembang berbagai macam obat tradisional, maka untuk mempermudah mengontrol dan mengawas obat–obatan yang beredar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengelompokkan dalam tiga sediaan yaitu sediaan jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan fitofarmaka. Dengan persyaratan masing– masing sediaan yaitu pada sediaan jamu untuk pemakaiannya secara empirik berdasarkan pengalaman, sediaan herbal terstandar bahan bakunya harus sudah distandarisasi dan sudah diuji farmakologi secara eksperimental dan untuk sediaan fitofarmaka sama dengan obat modern bahan bakunya harus distandarisasi dan harus melalui uji klinik.6

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 761/Menkes/SK/IX/1992 tentang pedoman fitofarmaka. Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah terbukti tingkat keamanan dan manfaatnya serta simplisia atau sediaan galenik yang telah diuji dan memenuhi standar yang berlaku merupakan bahan bakunya.7 Sedangkan obat–obat tradisional yang sekarang beredar di masyarakat tidak semuanya terjamin keamanannya untuk dikonsumsi sama halnya dengan obat kimia. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai macam uji untuk mengetahui tingkat keamanan dari suatu obat tradisional untuk dijadikan sediaaan fitofarmaka.8


(17)

Karena fitofarmaka harus dipertanggung jawabkan keamanan dan khasiatnya ketika digunakan oleh manusia maka dilakukan serangkaian tahap pengujian dan pengembangan secara sistematik sebagai berikut :7

a) Pemilihan

b) Pengujian Farmakologik c) Pengujian Toksisitas

d) Pengujian Farmakodinamik e) Pengembangan Sediaan

f) Penapisan Fitokimia dan Standarisasi Sediaan g) Pengujiaan klinik

Setelah fitofarmaka terbukti keamanan dan khasiatnya untuk penggunaan oleh manusia maka perlu dilakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut.7

2.1.2 Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl)

Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl merupakan tanaman yang banyak

tumbuh daerah Papua.9 Adapun sistematika dari tanaman ini yaitu tanaman ini tergolong dalam : 1

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Thymelaeales Familia : Thymelaeceae Marga : Phaleria

Jenis : Phaleria macrocarpa


(18)

Gambar 2.1 Buah mahkota dewa yang masih di pohonnya Sumber : Dalimartha,S. Atlas tumbuhan obat Indonesia. Jakarta : Puspa Swara; 2003

Tanaman ini tumbuh di sekitar daerah tropis dengan tinggi kira–kira 1–6 meter. Bagian terdiri dari batang, daun, bunga dan buah. Bentuk buah yang

dimiliki yaitu ”eclipse” dengan diameter sekitar 3 cm. Buah dari Phaleria

macrocarpa (Scheff) Boerl berwarna hijau saat masih muda dan akan berubah

menjadi berwarna merah ketika matang.10

Pada beberapa studi menyebutkan bahwa Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl memiliki khasiat pada berbagai penyakit seperti penyakit pada hati, jantung, ginjal, diabetes melitus, kanker, impotensi, hemoroid, alergi, penyakit vaskular, stroke, migran, jerawat dan berbagai penyakit kulit.1,9,10

Selain itu, Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl juga memiliki khasiat yang lain yaitu antihistamin, efek hipoglikemik, antioksidan, antibakteri, antiinflamasi dan antikanker.2,10,11,12,13

Dengan berbagai khasiat yang dimiliki oleh buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl telah menjadikannya salah satu tanaman yang memiliki potensial untuk dijadikan obat baru. Maka dari itu, Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl merupakan salah satu tanaman yang paling banyak diteliti oleh para peneliti obat.


(19)

Gambar 2.2 Buah mahkota dewa

Sumber : Dalimartha,S. Atlas tumbuhan obat Indonesia. Jakarta : Puspa Swara; 2003

Dari data yang ada menunjukkan bahwa buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl memiliki kemampuan untuk mengobati kanker.2 Pada salah satu sumber dikatakan bahwa buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl memiliki kemampuan untuk efek sitotoksik pada kanker leukimia dan kanker serviks Ca Ski.2 Hal ini terjadi karena buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl mengandung flavonoid, terpenoid, saponin, polifenol, alkaloid, tanin dan resin.2,13

Pada penelitian yang dilakukan oleh Vivi L dkk (2006), ekstrak kasar n-heksan, etilasetat dan metanol dari buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl memiliki LC50 berturut–turut adalah 11,83 ppm, 10,99 ppm dan 2,46 ppm. Hal

ini menunjukkan bahwa ekstrak kasar metanol memiliki efek toksik yang kuat.1

2.1.3 Simplisia

Menurut buku “Materia Medika Indonesia” simplisia adalah bahan alami

yang akan digunakan sebagai obat tetapi belum mengalami pengolahan apapun selain pengeringan. Dalam fungsinya sebagai bahan baku obat, maka simplisia harus memenuhi beberapa parameter standar umum yaitu : 14

a) Harus memiliki 3 kriteria mutu suatu bahan yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis) dan aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).

b) Memenuhi 3 kriteria paradigma obat pada umumnya yaitu


(20)

c) Mempunyai spesifikasi kimia yaitu informasi mengenai jenis dan kadar dari senyawa yang terkandung di dalamnya.

Pembuatan simplisia terbagi 2 yaitu pembuatan simplisia secara umum dan secara khusus. Pembuatan simplisia secara khusus dilakukan apabila simplisia mengalami kondisi tertentu sesuai dengan asal simplisia. Sedangkan pembuatan simplisia secara umum merupakan cara yang paling sering digunakan. Adapun tahapan pembuatan simplisia adalah sebagai berikut : 15

a) Pengumpulan bahan baku

Pemilihan bahan baku simplisia berupa biji, buah, daun pucuk, daun tua, kulit batang, umbi lapis, dan rimpang. Pengumpulan bahan baku ini dilakukan sesuai dengan keperluan.

b) Sortasi basah

Sortasi basah untuk membersihkan kotoran yang menempel pada bahan simplisia. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi mikrobiologi. c) Pencucian

Pencucian juga bertujuan mengurang kontaminasi dari mikroba. Pencucian dilakukan menggunakan air mengalir agar air hasil cucian langsung terbuang dan tidak mengkontaminasi ulang bahan yang telah dicuci.

d) Perajangan

Perajangan dilakukan sebelum proses pengeringan, hal ini bertujuan untuk memudahkan pengeringan. Perajangan dapat dilakukan dengan menggunakan pisau ataupun mesin rajang.

e) Pengeringan

Pengeringan dapat membantu menjaga kualitas dari bahan simplisia. Karena dapat mengurangi kandungan air, dengan begitu proses enzimatik yang adapun terhenti. Pengeringan biasanya dilakukan pada suhu 30°–90° C tetapi apabila bahan simplisia mengandung bahan aktif yang tidah tahan panas maka suhu yang tepat adalah 30°-45° C.

f) Sortasi kering

Tahap ini bertujuan untuk memisahkan benda asing yang ada setelah pengeringan.


(21)

Setelah melalui proses di atas, maka simplisia yang ada siap untuk proses berikutnya. Tetapi ketika proses setelahnya belum dilaksanakan sebaiknya simplisia di dalam wadah yang tertutup dan diletakkan di tempat yang memiliki suhu kamar 15°-30° C.15

2.1.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan kimia dari campurannya dengan menggunakan pelarut sehingga bahan yang terlarut akan berpisah dengan bahan yang tidak terlarut.15,16 Sedangkan ekstrak adalah suatu bahan atau sediaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi tanaman obat.15

Ekstrak secara umum dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :15 1. Ekstrak air

Menggunakan cairan pengekstraksi sebagai pelarut ekstrak. Adapun jenis– jenis pembuatan ekstrak cair adalah sebagai berikut :

a. Decoctum

Cara ini dilakukan dengan menggunakan perbandingan dan derajat kehalusan penyari. Kemudian penyari dipanaskan dengan suhu 90-95° untuk 30 menit.

b. Infusum

Cara ini kurang lebih sama dengan decoctum hanya perbedaan pada waktu ketika dilakukan penyarian yaitu sekitar 15 menit.

c. Coque

Penyarian dilakukan dengan merebus simplisia pada air yang berada langsung di atas api lalu setelah itu dijadikan obat baik dengan ampas maupun hanya cairannya saja.

d. Seduhan

Cara ini adalah dengan memasukkan simplisia ke dalam air mendidih selama 5–10 menit. Lalu yang digunakan adalah hasil seduhannya. e. Maserasi

Pada cara ini, simplisia direndam dengan menggunakan berbagai macam pelarut dalam beberapa waktu pada suhu kamar.


(22)

2. Tinktura

Adalah ekstrak yang terbuat dari simplisia yang telah direndam menggunakan berbagai konsentrasi etanol kemudian dilakukan penyarian. 3. Ekstrak cair

Ekstrak ini sama saja dengan tinktura yaitu sama–sama cair namun perbedaannya adalah ekstrak ini lebih padat dibandingkan dengan tinktura. 4. Ekstrak encer

Sama dengan ekstrak cair namun simplisia dan hasil akhirnya memiliki perbedaan konsentrasi.

5. Ekstrak kental

Ekstrak yang didapatkan dari ekstrak cair yang diuapkan untuk menghilangkan penyarinya dan hanya meninggalkan bahan aktif.

6. Ekstrak kering

Ekstrak yang dikeringkan pada temperatur dan tekanan yang rendah, adapun konsentrasinya tidak sesuai yang diinginkan maka bisa ditambahkan bahan inert.

7. Ekstrak minyak

Simplisia yang ada disuspensi dengan perbandingan dan derajat halus tertentu di dalam minyak yang telah dikeringkan secara maserasi.

8. Oleoresin

Sediaan yang dibuat dengan menggunakan pelarut yang sama seperti etanol-etil asetat.

Proses pembuatan ekstrak terdiri dari 6 langkah yaitu :14 a) Pembuatan simplisia dan klasifikasinya

Pembuatan simplisia merupakan tahap awal untuk pembuatan ekstrak. Derajat kehalusan simplisia dapat mempengaruhi mutu dari ekstrak tersebut karena semakin halus serbuk simplisia maka proses ekstraksi semakin efektif dan efisien.


(23)

b) Cairan pelarut

Pelarut yang digunakan untuk proses ekstraksi harus mudah untuk menarik senyawa aktif yang ada pada simplisia dan juga bersifat tidak merusak bahan aktif itu sendiri. Faktor–faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan pelarut adalah tingkat selektivitas, kemudahan dalam proses, ekonomis, ramah lingkungan dan aman.

c) Separasi dan kemurnian

Hal ini dilakukan untuk memisahkan senyawa–senyawa lain yang dapat mempengaruhi senyawa aktif yang diinginkan. Cara yang bisa dilakukan adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak campur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta proses absorbsi dan penukar ion.

d) Pemekatan/Penguapan (vaporasi/evaporasi)

Pada tahap ini ekstrak diuapkan untuk menguapkan pelarut dan memekatkan partikel solute sampai ekstrak menjadi kental.

e) Pengeringan ekstrak

Pengeringan ekstrak akan menghasilkan serbuk, massa kering-rapuh, atau tergantung dari proses yang digunakan untuk menghilangkan pelarut dari ekstrak.

f) Rendemen

Rendemen ekstrak adalah membandingkan antara berat ekstrak dengan berat awal simplisia.

Metode pembuatan ekstrak terdiri dari 2, yaitu :15

1. Ekstraksi dengan penggunakan pelarut

a. Cara dingin

Maserasi

Ektraksi yang dilakukan dengan menggunakan pelarut dan diletakkan pada suhu ruangan. Selama proses perendaman dilakukan pengocokan beberapa kali dengan tujuan agar pelarut dapat menarik zat aktif dari bahan simplisia.


(24)

Perkolasi

Perendaman simplisia dengan menggunakan pelarut yang selalu baru dan dilakukan pada suhu ruangan sampai didapatkan jumlah ekstrak 1-5 kali bahan. Proses dari metode perkolasi dimulai dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan atau penampungan ekstrak).

b. Cara panas

Refluks

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang mendidih selama waktu tertentu dan dengan titik didihnya. Cara ini dilakukan secara berulang sebanyak 3–5 kali untuk menjadi ekstrak yang sempurna (minyak astiri). Soxhlet

Ekstraksi dengan memasukkan pada alat khusus sehingga ekstraksi terjadi secarara kontinu dengan jumlah pelarut yang ada relatif konstan. Digesti

Teknik ekstraksi secara maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur 40°–50° C.

Infus

Ekstraksi yang dilakukan di dalam penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih) dengan menggunakan temperatur terukur 96°- 98° C selama 15–20 menit.

Dekok

Melakukan ektraksi dengan cara infus tetapi temperaturnya lebih tinggi yaitu sampai titik didih air dan juga waktunya lebih lama.

2. Destilasi uap

Adalah suatu cara yang dilakukan dengan menguapkan bahan dengan uap air sehingga kandungannya ikut terdestilasi.

Simplisia yang telah diekstrak akan menghasilkan bahan–bahan aktif. Bahan–bahan aktif inilah yang akan digunakan untuk melakukan berbagai percobaan. Bahan aktif yang ada berrgantung pada pelarut yang digunakan. Hal


(25)

ini karena pelarut yang digunakan akan menarik bahan aktif pada simplisia ekstrak bergantung pada kepolaran dari senyawa.16

Pemilihan pelarut untuk ekstraksi bergantung pada jumlah kepolaran suatu senyawa. Senyawa non polar akan larut pada pelarut non polar. Pelarut yang termasuk pelarut non polar yaitu pelarut n-heksana. Etil-asetat merupakan pelarut yang bersifat semi polar sehingga akan menarik senyawa yang bersifat semi polar juga. Senyawa polar akan larut dalam pelarut yang bersifat polar.17 Metanol merupakan pelarut yang bersifat polar dan akan menarik senyawa– senyawa yang bersifat polar. Seperti terpenoid, saponin, tanin, polifenol, flavones, dan phenones.16

Setelah dilakukan maserasi, dilakukan pengukuran berat hasil ekstrak yang didapatkan. Kemudian persentase rendemen ekstrak dihitung dengan menggunakan rumus.17

Rendemen (%) = Berat ekstrak (gram) x 100 % Berat Simplisia awal (gram)

2.1.5 Toksikologi

Toksikologi adalah cabang ilmu dari farmakologi yang mempelajari tentang sifat toksik dari suatu zat kimia yang digunakan dan bagaimana mekanisme terjadinya efek toksik tersebut baik saat digunakan maupun saat di lingkungan, baik yang terpapar secara sengaja maupun tidak sengaja sehingga dapat meminimalkan dampak negatif yang ada.18

Toksisitas merupakan kemampuan suatu zat kimia/beracun (xenobiotoik) menimbulkan efek toksik tertentu pada makhluk hidup. Uji toksikologi dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan efek lamanya (waktu) pajanan, yaitu : 18

a. Uji toksisitas akut

b. Uji toksisitas jangka pendek (subakut/kronis) c. Uji toksisitas jangka panjang

Pada penelitian ini, uji yang akan digunakan adalah uji toksisitas akut sehingga yang akan lebih banyak dibahas adalah uji toksisitas akut.


(26)

2.1.6 Uji Toksisitas Akut

Toksisitas akut merupakan efek berbahaya yang timbul setelah pemberian suatu zat atau kombinasi zat dalam dosis tunggal atau berulang selama 24 jam. Sedangkan uji toksisitas akut adalah suatu cara yang digunakan untuk menentukan dosis letal median (LC50, LD50) suatu zat serta mekanisme dan

target organnya. LC50 atau LD50 didefinisikan sebagai suatu dosis yang dapat

mematikan 50 % hewan coba dengan dosis tunggal atau berulang dalam waktu 24 jam.18

2.1.7 Uji Toksisitas Jangka Pendek (subakut/subkronik)

Uji toksisitas yang dilakukan dengan pemberian zat secara berulang–ulang, dilakukan setiap hari tau 5 kali setiap minggu selama waktu kurang 10 % masa hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh paparan suatu zat pada dosis atau konsentrasi yang tidak toksik atau yang kemungkinan akan diberikan pada manusia. Terkadang dosis dinaikkan untuk melihat efek toksik yang lebih cepat. 18,19

2.1.8 Uji Toksisitas Jangka Panjang (kronis)

Merupakan suatu uji yang dilakukan dengan memberikan zat kimia terhadap hewan coba secara berulang–ulang selama masi hidup hewan coba atau disebagian besar masa hidup hewan coba. Misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7–10 tahun untuk anjing dan monyet. 18,19

Perbedaan antara uji toksisitas akut dan kronis adalah uji toksisitas akut dilakukan untuk mengetahui efek toksik dari suatu zat kimia sedangkan untuk uji toksisitas kronis dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan suatu obat.20

2.1.9 Penentuan LC50

Untuk menentukan LC50 dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :18,19,21

a. Cara Weil

Cara atau metode Weil ini menggunakan tabel Weil yang telah ada, dimana tabel tersebut berisi tentang respons dan koefisien nomor/angka. Pada tabel


(27)

Weil juga terdiri dari beberapa kelompok subjek untuk tiap dosis obat, dimana 4 atau lebih kelompok dosis yang beda dapat digunakan dan jika diukur tiap kelompok menjadi sama merupakan syarat pada tabel Weil.

Rumus :

Log m = log D + d (f + 1) Ket :

m = nilai LC50

D = dosis terkecil yang digunakan d = log dari kelipatan dosis

f = suatu nilai dalam tabel weil, karena angka kematian tertentu (r)

b. Metode Probit

Analisis probit merupakan suatu metode yang telah digunakan secara luas untuk menghitung toksisitas dengan cara membandingkan setiap konsentrasi ataupun dosis.20 Metode probit ini terutama digunakan untuk menghitung nilai LD5 atau LD95, atau jika persentase kematian yang didapatkan pada uji

toksisitas menujukkan kurang dari 16 % atau lebih dari 84 %. Dalam penggunaan metode probit syaratnya adalah :

1. Mempunyai tabel probit.

2. Menentukan nilai probit dari setiap % kematian tiap kelompok hewan uji. 3. Menentukan log dosis tiap–tiap kelompok.

4. Menentukan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan log dosis.

5. Memasukkan nilai 5 (probit 50 % kematian hewan uji) pada persamaan garis lurus.

Persamaannya : Y = mX + b Ket :

Y = 5 = nilai probit dari 50 % kematian hewan coba


(28)

c. Cara Farmakope Indonesia III ( FI III)

Jika menggunakan cara FI III, maka syarat yang harus dipenuhi adalah : 1. Dosis yang digunakan merupakan seri dari kelipatan yang tetap 2. Hewan uji yang digunakan harus sama untuk setiap kelompok uji

3. Dosis yang digunakan untuk uji harus mematikan hewan uji mulai dari 0 %-100 % dan hitungan terbatas pada rentang tersebut.

Rumus :

M = a–b (∑ pi–0,5) Ket :

M = log LD50

A = logaritma dosis terendah yang masih menyebabkan jumlah kematian 100 % tiap kelompok

b = beda log dosis yang berurutan

pi = jumlah hewan yang mati menerima dosis i dibagi jumlah hewan seluruhnya yang menerima dosis i

2.1.10 Metode BSLT ( Brine Shrimp Lethality Test )

BSLT adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan toksisitas suatu senyawa dan terkadang digunakan untuk bioassay untuk mengisolasi senyawa dari ekstrak tumbuhan.21

Metode ini juga biasa digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak tanaman.22 Metode ini dilakukan dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach. Kemudian diberikan ekstrak tanaman dan diinkubasi selama 24 jam, lalu dilakukan penghitungan LC50

berdasarkan kematian 50 % larva udang. Hasil LC50 yang didapat dimasukkan ke

dalam kategorinya, LC50 yang lebih dari 1000 ppm termasuk dalam kategori

tidak toksik, LC50 30–1000 ppm termasuk dalam kategori toksik dan LC50 yang

kurang dari 30 ppm termasuk dalam kategori sangat toksik.21,1 Beberapa keuntungan menggunakan metode BSLT adalah :1

a. Metode yang telah teruji untuk mengamati toksisitas suatu senyawa di dalam ekstrak kasar tumbuhan dengan tingkat kepercayaan 95 %.


(29)

b. Metode penapisan farmakologi awal yang mudah, cepat, dan murah. c. Sering digunakan untuk pencarian senyawa antikanker.

d. Digunakan sebagai tahap awal isolasi toksik yang terkandung dalam suatu ekstrak.

2.1.11 Larva Udang Artemia salina Leach

Artemia salina Leach adalah hewan uji yang sering digunakan yang biasa

disebut brine shrimp Artemia. Hewan ini adalah sejenis udang–udang primitif. Udang ini pertama kali ditemukan oleh seorang Geografer dari Iran pada tahun 982 di Danau Urnia, lalu oleh Schlosser pada tahun 1976. Kemudian pada tahun 1758 diberi nama Cancer salinus oleh Linnaeus,dan yang terakhir 61 tahun berikutnya nama udang tersebut diganti menjadi Artemia salina oleh Leach pada tahun 1819.23 Artemia salina Leach hidup sebagai plankton di perairan dengan kadar garam yang tinggi sekitar 15-300 per mil. Suhu sekitar 25-30° C, lalu kadar oksigen sekitar 3 mg/L dan hidup pada daerah dengan pH 7,3–8,4. Untuk mekanisme pertahanan hidupnya Artemia salina Leach hanya mengandalkan lingkungan sekitar, dimana hewan ini dapat hidup pada kondisi air dengan kadar garam yang tinggi sehingga pemangsanya tidak dapat bertahan hidup pada kondisi tersebut. 24

Adapun morfologi dari larva ini, bisa dilihat pada gambar di bawah ini : 24

Gambar 2.3 Morfologi Artemia salina Leach

Sumber : Abatzopoulos,Th.J et al. Artemia : Basic and Apllied Biology Volume 1 dari Biologi of Aquatic Orgaism. Netherland : Springer Netherland;2010


(30)

Klasifikasi dan Morfologi Artemia salina Leach : 23 Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Kelas : Branchiopoda Subkelas : Sarsostraca Ordo : Anostraca Famili : Artemiidae Genus : Artemia

Spesies : Artemia salina Leach

Morfologi dari larva Artemia salina Leach akan berubah–ubah sesuai dengan fase pada siklus hidupnya. Siklus hidup Artemia salina Leach.24

Gambar 2.4 Siklus Hidup Artemia salina Leach

Sumber : Abatzopoulos,Th.J et al. Artemia : Basic and Apllied Biology Volume 1 dari Biologi of Aquatic Orgaism. Netherland : Springer Netherland;2010


(31)

Secara umum memiliki 3 fase yaitu fase telur, larva (nauplii) dan artemia dewasa. Telur Artemia salina Leach atau biasa disebut kista memiliki bentuk bulat dengan ukuran 0,2–0,3 mm. Kemudian akan berubah menjadi larva. Telur yang memiliki kualitas yang baik akan menetas setelah dimasukkan ke dalam air laut atau air dengan kadar garam yang tinggi selama 18–24 jam.24

Gambar 2.5 Tahap penetasan telur Artemia

Sumber : Baraja M, Uji Toksisitas ekstrak daun Ficus elastica Nois ex Blume terhadap larva Artemia salina Leach dan profil kromatografi lapis tipis, (Skiripsi). Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta;2008.

Pada tahapan penetasan Artemia yang terjadi adalah hidrasi sehingga akan menjadi bulat dan embrio yang di dalamnya akan menjadi aktif sehingga sekitar 24 jam kemudian cangkang kista akan pecah dan munculah embrio yang masih dibungkus dengan selaput dan disebut nauplii. Nauplii tingkat I disebut Instar I. Instar I yang baru menetas berbentuk bulat lonjong dengan ukuran panjang 400 mikron dan lebar 170 mikron serta beratnya 0,002 mg. Pada awalnya nauplii akan berwarna orange kecokelatan karena masih mengandung kuning telur. Selain itu, pada saat fase ini nauplii tidak akan makan, karena mulut dan anusnya


(32)

belum terbentuk dengan sempurna. Lalu kemudian setelah 12-24 jam menetas, para nauplii ini akan melakukan pembelahan menjadi tahap instar II dan akhirnya memulai makan.24,25

Gambar 2.6 Nauplii tingkat I Artemia salina Leach

Sumber : Mudjiman,A. Udang resik air asin. Jakarta : Bhrata Karya Aksara;1995

Kemudian selanjutnya akan terus bermetamorfosis menjadi nauplii ke tinggat lebih tinggi. Pada tahap instar III akan terbentuk sepasang mata majemuk dan akan berangsur–angsur tumbuh tunas-tunas kakinya. Setelah menjadi instar III, instar IV, instar V hingga sampai instar XV dan kemudian menjadi dewasa. Biasanya waktu yang dibutuhkan menjadi larva menjadi dewasa adalah 2 minggu.25

Gambar 2.7 Bagian tubuh Instar II Sumber : http://www.ecotao.co.za/html/artemia.html


(33)

Gambar 2.8 Bagian tubuh Dewasa Artemia Sumber : http://www.ecotao.co.za/html/artemia.html

Pada saat dewasa, memiliki panjang tubuh tubuh umunya sekitar 8-10 mm, tapi ada juga yang mencapai 15 mm. Terdiri dari 20 segmen dan 10 pasang

phyllopodia pipih yang merupakan alat gerak menyerupai daun dan bergerak

dengan ritme yang teratur. Pada saat dewasa Artemia salina Leach berwarna putih pucat, merah muda, hijau atau transparan dan hanya dapat bertahan hidup dalam hitungan bulan.25

Selain itu, artemia yang telah dewasa memiliki morfologi yang lebih sempurna dan lebih mirip dengan udang kecil, panjang badannya sekitar 1 cm dengan kaki yang dilengkapi dengan 10 pasang torakopoda yang merupakan alat gerak dari artemia. Artemia dewasa baik jantan maupun betina memiliki sepasang antena, dimana antena I berfungsi sebagai sebagai alat peraba dan antena II untuk jantang berfungsi sebagai alat bantu dalam perkawinan dengan artemia betina sedangakan antena II untuk betina tetap berfungsi sebagai alat peraba juga. Pada daerah belakang kaki torakopoda, artemia jantan memiliki penis sedangkan pada betina memiliki sepasang ovarium yang masing–masing letaknya disebelah kanan dan kiri saluran pencernaannya.25

Untuk lingkungan hidup dari Artemia salina Leach harus sesuai dengan : 24,26 a. Suhu yang tidak kurang dari 6° C dan lebih dari 35° C karena spesies ini

tidak bisa hidup pada suhu tersebut. Suhu terbaik 25-30° C.

b. Kadar garam yang tinggi adalah salah satu pertahanan diri untuk larva. Air dengan kadar garam yang bisa menjadi tempat artemia berkisar 2,9–3,5 %


(34)

hidup pada kadar garam 50 %.25,26 Kadar garam pada air yang digunakan untuk hidrasi kista yaitu sekitar 5 %-70 %.

c. Oksigen dibutuhkan kista agar perkembangan embrio menjadi baik. Kadar oksigen minimal adalah 3 ppm. Baik untuk hidrasi kista maupun perawatan kista hingga menjadi artemia dewasa.

d. Saat penetasan dilakukan makan dibutuhkan pula penyinaran pada wadah penetasan. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa cahaya juga dapat merangsang pengaktifan dari perkembangan embrio dalam kista.

Selain itu, pada dasarnya perilaku dari udang artemia ini yaitu bersifat fototaksis yang berarti menyukai cahaya. Hal ini yang menyebabkan ketika siang hari udang–udang ini akan terlihat pada permukaaan air atau mendekati ke arah cahaya.

e. Selain hal di atas, perlu diperhatikan juga pH pada air laut yang digunakan. Hal ini berguna pada enzim-enzim yang bekerja pada metamorfosis dari artemia. Dimana enzim tersebut akan bekerja secara optimum pada pH 8,0– 9,0.

Alasan mengapa Artemia salina Leach digunakan pada metode BSLT adalah karena spesies ini memiliki kesamaan dengan mamalia. Dimana tipe

DNA-dependent RNA polimerase yang dimiliki oleh Artemia salina Leach

sama dengan mamalia. Sebagaiamana fungsi yang dimiliki oleh DNA-dependent

RNA polimerase yaitu untuk pembentukan protein dan protein merupakan

komponen utama semua sel. Jadi ketika DNA-dependent RNA polimerase dihambat makan tidak akan terjadi pembukaan pilinan DNA menjadi RNA, lalu tidak terjadi juga penerjemahan kodon pada tiap–tiap kodon yang ada di RNA tersebut sehingga tidak dapat terbentuk protein baru. Penghentian pembentukan protein ini akan menyebabkan gangguan metabolisme dan akhirnya menyebabkan kematian sel.25 Seperti manusia, Artemia salina Leach juga berespon terhadap stresor di lingkungan.27


(35)

2.2 Kerangka Konsep

Ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl

Memiliki senyawa kimia yang berpotensi bioaktivitas

Uji toksisitas akut

Dengan metode BSLT

Hewan uji larva udang Artemia salina Leach

Menghitung persentase kematian larva

Mencari nilai LC50

2.3 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara ukur Alat

Ukur Skala Ukur Hasil Ukur 1 2 Konsentrasi ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl Persentase kematian larva Artemia salina Leach Konsentrasi ekstrak dalam ppm ( 1 µg/ml )

Hasil perkalian rasio dengan 100 % , jumlah larva yang mati dibagi jumlah seluruh larva dikali 100 %.

V1M1=V2 M2

Jumlah larva yang mati dibagi jumlah seluruh larva - - Numerik Numerik 1000 ppm 500 ppm 250 pm 100 ppm 50 ppm 25 ppm 10 ppm Persentase Kematian larva


(36)

3 LC50 Konsentrasi

yang diberikan sekali (tunggal) atau beberapa kali dalam 24 jam dari suatu zat yang secara statistik

diharapkan dapat

mematikan 50 % hewan uji.

Dihitung dari persamaan garis lurus Y=mX+b, lalu memasukkan angka 5 sebagai probit dari 50 % kematian hewan uji sehingga didapatkan X sebagai log, dan antilog X sebagai LC50

- Numerik LC50

terbagi 3 kategori yaitu, lebih dari 1000 ppm tidak toksik,30-1000 ppm bersifat toksik dan dibawah 30 ppm sangat toksik 4 Rendemen

Ekstrak

Hasil bagi antara berat ekstrak dengan berat simplisia dan dikalikan 100 %

Berat ekstrak dibagi berat simplisia dikali 100 %

- Numerik Persentase rendemen ekstrak


(37)

25 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimental dengan pendekatan post test-only

control group design di laboratorium dengan perlakuan pemberian ekstrak

metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl terhadap larva Artemia salina Leach ( BSLT ).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Agustus 2014 di Laboratorium Farmakognosi dan Fitofarmaka FKIK, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Farmakologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian 3.3.1 Alat Penelitian

Rotatory evaporator Eyela, corong, bejana maserasi, blender, mikropipet 10 ml, mikropipet 5 ml, mikropipet 1 ml, neraca analitik, pipet tetes, tabung reaksi, seperangkat alat penetasan telur (wadah plastik dan sterofoam), erlenmeyer 250 ml, erlenmeyer 100 ml, lup, kaca arloji, cawan penguap,spatula dan well plate.

3.3.2 Bahan Penelitian

Simplisia Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl, metanol teknis, telur udang Artemia salina Leach, aluminium foil, air laut, kertas saring, aquades dan DMSO.

3.4 Cara Kerja Penelitian 3.4.1 Determinasi Tanaman

Identifikasi terhadap daging buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl untuk mengetahui identitas taksonominya di Herbarium Bogoriense, Balai Penelitian dan Pengembangan Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI Bogor.


(38)

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Metanol Buah Mahkota Dewa

Pembuatan ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) menggunakan metode maserasi (memakai pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan) dengan metanol sebagai pelarutnya. Buah mahkota dewa dengan berat 3 kg dirajang kemudian dijemur. Buah mahkota dewa yang kering dengan berat 368 gram dihaluskan menggunakan blender. Serbuk simplisia sebanyak 72,6 gram dimaserasi dengan menggunakan pelarut metanol di dalam bejana maserasi. Sebelum digunakan metanol yang ada didestilasi terlebih dahulu untuk menghilangkan faktor-faktor pengotor.

Proses maserasi dilakukan selama 2 hari lalu kemudian disaring untuk memisahkan filtrat dan ampasnya. Ampasnya diambil dan direndam lagi menggunakan metanol. Sedangakan filtratnya dimasukkan ke dalam rotatory

evaporator dengan suhu 48° C yang bertujuan untuk mengentalkan ekstrak.

Ekstrak yang kental kemudian dimasukkan ke cawan penguap.

3.4.3 Penetasan Larva Udang

Untuk penetasan larva udang menggunakan 2 wadah plastik. Wadah plastik yang pertama dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian gelap (ditutupi dengan aluminium foil) yang merupakan tempat telur dan bagian terang merupakan bagian tempat larva yang sudah menetas. Lalu dimasukkan air laut sebanyak 1 liter untuk 1gram telur Artemia salina Leach. Air laut yang digunakan memiliki pH sekitar 8–9.

Untuk penetasan telur diberikan penerangan selama 48 jam. Larva yang telah menetas dan berumur 24 jam dipindahkan pada wadah yang kedua. Larva dikembangkan lagi sampai berumur 48 jam. Larva yang digunakan pada penelitian ini adalah larva yang masih aktif bergerak dan berusia 36-48 jam.

3.4.4 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak yang Akan Diuji

Mulanya untuk mendapatkan konsentrasi uji yang digunakan pada metode BSLT dilakukan trial atau uji orientasi konsentrasi. Konsentrasi yang digunakan untuk uji trial yaitu 1000 ppm, 250 ppm, 100 ppm, 50 ppm, dan 25 ppm.


(39)

Ekstrak kental buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl ditimbang menggunakan neraca analitik hingga mencapai berat 2000 mg. Dilakukan pengenceran menggunakan DMSO sebanyak 2 ml. Lalu ditambahkan aquades sebanyak 98 ml. Sehingga ekstrak yang didapatkan 100 ml dengan konsentrasi 20.000 ppm yang akan digunakan sebagai larutan induk.

Pembuatan larutan uji dengan menggunakan rumus pengenceran: V1 M1 = V2 M2

Keterangan :

V1 = Volume awal

M1 = Konsentrasi awal

V2 = Wolume akhir

M2 = Konsentrasi akhir

3.5 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT

Pada uji BSLT akan digunakan plate yang berisi sumur–sumur. Di dalam 1

plate terdapat 24 sumur. Langkah pertama yang dilakukan adalah membagi 5

kelompok sumur untuk masing–masing konsentrasi dan 1 untuk kontrol negatif (air laut). Percobaan ini dilakukan pengulangan 3 kali (triplo) sehingga masing– masing konsentrasi mendapatkan 3 sumur.

Memasukkan 1 ml masing–masing konsentrasi pada setiap sumur dan pada kontrol negatif yang dimasukkan adalah air laut sebanyak 1 ml. Memindahkan larva udang ke cawan petri untuk memudahkan penghitungan. Pemindahan larva dengan menggunakan lup. Memasukkan 10 ekor larva ke dalam masing–masing sumur dicampur 1 ml air laut. Sehingga volume dalam 1 sumur menjadi 2 ml yaitu 1 ml ekstrak dan 1 ml air laut.


(40)

Tabel 3.1 Ilustrasi Konsentrasi Ekstrak pada Well Plate 1 ml ekstrak

1000 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 1000 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 1000 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 50 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 50 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 50 ppm + 1 ml air laut 1 ml ekstrak

250 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 250 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 250 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 25 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 25 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 25 ppm + 1 ml air laut 1 ml ekstrak

100 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 100 ppm + 1 ml air laut

1 ml ekstrak 100 ppm + 1 ml air laut

2 ml air laut 2 ml air laut

2 ml air laut

Plate dibiarkan di udara terbuka selama 24 jam. Lalu dilakukan

penghitungan larva yang mati. Ciri larva yang mati adalah larva yang terlihat sudah tidak bergerak lagi dalam beberapa detik pengamatan. Larva yang mati dihitung dengan mengurangkan jumlah total larva pada tiap konsentrasi dengan jumlah larva yang masih hidup.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode probit. Hasil kematian dari larva Artemia salina Leach dimasukkan ke dalam tabel probit. Lalu dihitung nilai probitnya dengan melalui persentase kematian dan nilai logaritma dari konsentrasi yang digunakan. Adapun contoh tabel probit terdapat lampiran 2.

Selain itu, bisa juga menggunakan metode analisis pada Mirosoft Office

Excel dengan membuat persamaan garis lurus yang menghubungkan antara nilai

log konsentrasi dengan nilai probit dari persentase kematian. Setelah mendapatkan persamaannya, maka Y diganti dengan angka 5 sebagai probit dari 50 % kematian hewan uji yang nantinya akan menghasilkan X sebagai log konsentrasi. Antilog X merupakan nilai LC50.


(41)

29 4.1 Hasil Ekstraksi Buah Mahkota Dewa

Simplisia yang digunakan pada peneltian ini adalah benar tumbuhan mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) yang telah melalui proses identifikasi taksonomi oleh Herbarium Bogoriense, Balai Penelitian dan Pengembangan Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI Bogor. Surat identifikasi taksonomi tumbuhan dengan Nomor Surat 887/IPH.3/KS/III/2014 (lampiran 3).

Serbuk simplisia yang didapatkan dari hasil pengeringan dan penghalusan dengan berat 72,6 gram, digunakan untuk proses esktraksi. Proses ekstraksi yang digunakan adalah dengan metode maserasi. Metode maserasi merupakan cara ekstraksi yang mudah dilakukan dan dalam tahapannya tidak dilakukan proses pemanasan sehingga menghindari kerusakan dari zat aktif yang dikandung oleh simplisia.15 Metode ini merupakan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut, sedangkan pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol. Metanol yang digunakan terlebih dahulu didestilasi untuk mengurangi faktor pengotor yang ada sehingga yang digunakan untuk perendaman simplisia adalah metanol murni yang didapatkan dari hasil destilasi.

Metanol merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga dapat bercampur dengan air, jenis alkohol lain dan pelarut organik lainnya.28 Metanol sangat mudah menguap pada titik didihnya yaitu 65° C.29 Sehingga pada saat cairan maserasi dimasukkan ke dalam rotatory evaporator metanol akan menguap dan terpisah dengan zat aktif buah mahkota dewa yang ditarik saat perendaman.15

Setelah proses maserasi maka ekstrak dimasukkan ke dalam alat rotatry

evaporator. Dengan alat ini, ekstrak yang masih bercampur dengan pelarut

dipisahkan sehingga didapatkan ekstrak kental yang akan digunakan untuk uji BSLT dengan larva Artemia salina Leach sebagai hewan ujinya.

Dari hasil ekstraksi dengan metode maserasi yang telah dilakukan maka didapatkan :


(42)

Tabel 4.1 Data Rendemen Ekstrak Buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.

Nama Simplisia Bobot ekstrak Bobot simplisia Rendemen

ekstrak

Ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.

19,8 gram 72,6 gram 27,27 %

Setelah didapatkan ekstrak yang akan digunakan pada penelitian, selanjutnya dilakukan pembuatan larutan konsentrasi ekstrak untuk uji BSLT. Larutan pertama yang dibuat adalah larutan induk dengan konsentrasi 20.000 ppm sebanyak 100 ml.

Pada proses ini dilakukan pengenceran ekstrak kental buah mahkota dewa yang telah ditimbang sebanyak 2000 mg menggunakan aquades. Namun pada penelitian ini dilakukan penambahan bahan inert yaitu dimetisulfoksida (DMSO). Penggunaan bahan inert ini bertujuan untuk membantu melarutkan ekstrak. DMSO merupakan salah satu zat yang bersifat toksik. Namun pada penelitian ini kadar DMSO yang digunakan tidak termasuk dalam kategori yang toksik karena DMSO yang digunakan ≤ 2 %, sedangkan efek toksik baru akan timbul ketika DMSO dimasukkan sebanyak ≥ 7,5 %. 30

4.2 Hasil Uji BSLT

Larutan induk dari ekstrak kental metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl yang telah dibuat terlebih dahulu kemudian diencerkan menjadi menjadi 5 konsentrasi, yaitu 1000 ppm, 250 ppm, 100 ppm, 50 ppm, dan 25 ppm yang akan digunakan untuk uji orientasi konsentrasi terlebih dahulu. Selain itu dibuat pula kontrol negatif berupa air laut dan larva udang tanpa penambahan ekstrak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh air laut maupun faktor lain terhadap kematian larva. Sehingga dapat dipastikan bahwa kematian larva hanyalah akibat dari penambahan ekstrak yang dilakukan.

Setelah dilakukan uji orientasi konsentrasi untuk mendapatkan persentase kematian larva pada rentang 10 %-90 % maka didapatkan konsentrasi uji yaitu 1000 ppm, 250 ppm, 100 ppm, 50 ppm, dan 25 ppm.


(43)

Percobaan ini dilakukan dengan 3 kali replikasi/pengulangan (triplo) dengan tujuan agar mendapat data yang lebih baik dan lebih akurat. Larva yang telah berumur 36-48 jam dimasukkan ke dalam well plate masing-masing 10 ekor larva yang ditambahkan 1 ml air laut. Kemudian memasukkan masing-masing konsentrasi uji sebanyak 1 ml ke dalam well plate. Setelah 24 jam pasca penambahan ekstrak, dilakukan pengamatan kematian larva.

Hasil kematian larva Artemia salina Leach pada setiap sumur dibandingkan satu sama lain termasuk pada sumur kontrol negatif. Berikut ini adalah hasil penelitian dari uji konsentrasi ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl terhadap larva Artemia salina Leach.

Tabel 4.2 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol buah Phaleria

macrocarpa (Scheff) Boerl terhadap larva Artemia salina Leach.

Sumur ke

Angka Kematian Larva Artemia salina Leach

Kontrol negatif Konsentrasi ekstrak pada tabung uji (ppm)

12,5 25 50 125 500

1 1 2 4 4 9 0

2 1 2 3 7 8 0

3 1 2 4 7 10 0

Total Kematian 3 6 11 18 27 0

Rata-Rata kematian

0,10 ±

0 0,20 ± 0

0,36 ± 0,5774

0,60 ± 1,7321

0,90 ±

1,1547 0,00 ± 0 Persentase

Kematian (%) 10 20 36 60 90 0

Total larva yang digunakan pada percobaan ini dengan 3 kali percobaan sebanyak 30 ekor. Sehingga total larva yang digunakan pada seluruh percobaan adalah 180 ekor. Total kematian diperolah dengan menjumlah kematian karva pada setiap konsentrasi. Rata–rata kematian diperoleh dari total kematian dibagi total larva yang digunakan tiap konsentrasi. Persentase kematian didapatkan dengan mengalikan rata–rata kematian dengan 100.


(44)

Dari data pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa adanya hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan total kematian larva.

Gambar 4.1 Grafik Persentase mortalitas larva Artemia salina Leach pada uji toksisitas ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl

Berdasarkan grafik di atas maka menunjukkan bahwa jumlah kematian larva pada konsentrasi 12,5 ppm adalah 10 % sedangkan pada konsentrasi 25 ppm sebanyak 20 %, hal ini menunjukkan peningkatan kematian larva sebesar 10 %. Lalu pada konsentrasi 50 ppm, total kematian larva yaitu 36 %. Jika dibandingkan dengan total kematian larva pada konsentrasi 125 ppm, maka akan terlihat peningkatan angka kematian sebesar 24 %. Lalu pada konsentrasi 500 ppm angka kematiannya juga meningkat jika dibandingkan dengan konsentrasi 125 ppm yaitu sebesar 30 %. Sehingga bisa disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi yang semakin tinggi akan meningkatkan kematian larva.

Penggunaan larva Artemia salina Leach pada uji BSLT ini karena larva ini memiliki kesamaan dengan mamalia. Seperti memiliki DNA-dependent RNA


(45)

Sedangkan telur Artemia salina Leach yang digunakan pada percobaan yaitu larva yang berusia 36-48 jam. Hal ini disebabkan karena setelah berumur 24 larva akan memasuki fase instar I dimana pada tahap ini larva belum bisa makan karena mulut dan saluran pencernaannya belum terbentuk secara sempurna.

Lalu setelah 12-24 jam setelah menetas instar I akan bermetamorfosis menjadi instar II, dimana instar II sudah memiliki mulut dan sistem pencernaannya telah sempurna.24,25 Sehingga ekstrak yang ada di lingkungan larva masuk ke dalam tubuh larva dan menyebabkan kematian larva. Lalu pada saat larva menjadi instar III atau lebih dari 48 jam, tubuhnya akan bermetamorfosis lebih lanjut dan meningkatkan ketahanan tubuh larva. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan larva yang berumur 36–48 jam.

Pada buah mahkota dewa mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, polifenol, saponin, tanin, resin dan flavonoid. Senyawa–senyawa inilah yang menyebabkan kematian pada larva.

Mekanisme kematian pada larva disebabkan oleh adanya alkaloid, terpenoid dan glikosid yang berperan sebagai stomach poisoning (racun perut). Proses ini menyebabkan larva mengalami gangguan pada saluran cernanya. Selain itu, senyawa ini juga menghambat reseptor rasa yang berada di permukaan mulut larva sehingga larva tidak bisa mendeteksi makanan dan akhirnya mati karena kelaparan.31,32

Berdasarkan kriteria standar larva dikatakan mati apabila larva tidak bergerak selama 10 detik observasi.33 Observasi kematian larva dilakukan setelah 24 jam pemberian ekstrak. Namun untuk memastikan bahwa larva benar-benar telah mati maka dilakukan pewarnaan larva menggunakan trypan blue. Dimana larva yang mati akan menyerap warna biru sehingga larva akan terlihat berwarna biru ketika dilihat dengan menggunakan mikroskop.34


(46)

4.3 Penetapan LC50

Tabel 4.3 Perhitungan LC50 dengan menggunakan Metode probit.

m = ∑ (X) ∑ (Y) –n ∑(XY) = 2,3786 (∑ (X))2 - n ∑ (X2)

b = ∑ (X) ∑ (XY) - ∑ (X2) ∑ (Y) = 0,5542 (∑ (X))2 - n ∑ (X2)

Nilai di atas dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus y = mX + b, dimana nilai y merupakan nilai probit 50 % dari persentase kematian lalu X merupakan log konsentrasi serta antilog X merupakan LC50.

Konsentrasi

Log Persentase

Probit (Y) X2 Y2 XY

Konsentrasi

(X) Kematian

12.5 1.09 10 3.72 1.19 13.83 4,05

25 1.39 20 4.17 1,39 17.39 5,79

50 1.69 36 4.64 2.87 21.53 7,84

125 2.09 60 5.25 4.37 27.56 10,97

500 2.69 90 6.28 7.24 39.44 16,89


(47)

Gambar 4.2 Grafik Analisis Regresi Linier Konsentrasi Ekstrak Metanol Buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl

Analisis Probit Y = mX + b

Y = 1,596x + 1,953 5 = 1,596x + 1,953 1,596x = 3,047

X = 3,047 / 1,596 = 1,909 LC50 = antilog X = 81,09 ppm

Hasil uji toksisitas ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl yang ditunjukkan oleh grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu ekstrak maka akan semakin tinggi tingkat kematian larva.

Perhitungan LC50 dengan menggunakan Microsoft Office Excel didapatkan persamaan garis lurus Y = 1,596x + 1,953, lalu dimasukkan angka 5 pada nilai Y sehingga didapatkan LC50 81,09 ppm. Perhitungan melalui kedua metode ini

menghasilkan LC50 yang sama–sama termasuk ke dalam kategori toksik. LC50

yang dikatakan toksik adalah dengan nilai kurang dari 1000 ppm.

Sedangkan dari penelitian Vivi L, dkk pada tahun 2006 disebutkan bahwa LC50 dari ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl adalah 2,46


(48)

ppm. Hal penelitian tersebut sangat berbeda jauh dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan metode ekstrak yang dilakukan pada penelitian tersebut merupakan ekstraksi bertingkat. Sehingga ekstrak yang didapatkan merupakan ekstrak yang lebih banyak mengandung zat aktif dari buah

Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl baik jumlah maupun senyawa-senyawanya.1

Sehingga dari analisis data dan perhitungan nilai LC50 menunjukkan bahwa

ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl memiliki potensi toksik dan dapat digunakan sebagai anti-kanker.

Potensi antikanker tersebut diduga karena buah mahkota dewa memiliki berbagai macam kandungan senyawa- senyawa metabolit sekunder yang bersifat toksik. Salah satu senyawa yang terkandung di dalam buah mahkota dewa adalah flavonoid. Berdasarkan beberapa teori, flavonoid memiliki beberapa efek pada sel kanker yaitu : 35,36,37,38

1. Sebagai antioksidan, flavonoid dapat menimbulkan terjadinya fragmentasi DNA yang disebabkan oleh adanya oksigen reaktif seperti radikal hidroksil sehingga mengaktifkan jalur apoptosis sel.

2. Flavonoid juga menghambat transduksi sinyal ke inti melalui inhibisi protein kinase sehingga menghambat proliferasi sel kanker.

3. Menghambat pertumbuhan suatu keganasan dengan menginhibisi reseptor tirosin kinase. Reseptor ini merupakan reseptor yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan keganasan.

4. Meningkatkan sensitivitas agen kemoterapi dan menurunkan angka resistensi agen kemoterapi.

Selain karena adanya kandungan flavonoid yang diduga sebagai senyawa toksik yang dikandung oleh buah mahkota dewa, senyawa–senyawa lain juga berperan potensinya sebagai antikanker. Oleh karena itu, dengan LC50 < 1000 ppm

buah mahkota dewa dikatakan sebagai obat yang memiliki potensi sebagai antikanker.21,1

Namun sebelum dijadikan sebagai obat antikanker, terlebih dahulu tanaman ini harus melewati beberapa tahap uji farmakologi yang telah ditentukan untuk membuktikan kualitas, keamanan dan efek samping yang ditimbulkan. Selain itu,


(49)

bahan baku yang digunakan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan juga, sehingga menjamin keamanan saat digunakan oleh masyarakat. Hal inilah yang membuat setiap bahan alam yang akan dikembangkan menjadi obat selain melewati beberapa tahap uji farmakologi, harus melwati uji klinik juga.6,7,8

4.4 Keterbatasan Penelitian 4.4.1 Waktu

Pada penelitian ini, sebenarnya masih banyak yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Tetapi karena keterbatasan waktu penelitian maka ada beberapa hal yang tidak dilakukan seperti penghitungan susut pengeringan, kadar abu dan kadar air ekstrak.

Lalu pada proses untuk memastikan kematian larva, yang pada umumnya menggunakan trypan blue tidak dilakukan pada penelitian ini. Hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu dan tempat untuk mendapatkan trypan blue.34

Selain itu, pada awalnya penelitian ini akan dibandingkan dengan obat antikanker yaitu methotrexate. Namun setelah penelitian ini berjalan, tidak terdapat cukup waktu untuk mengerjakannya.

4.4.2 Jenis Pelarut Tunggal

Pelarut yang digunakan pada penelitian ini hanya satu yaitu metanol. Hal ini disebabkan karena metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi biasa, bukan dengan metode maserasi bertingkat. Metanol merupakan pelarut yang polar sehingga hanya akan menarik senyawa aktif yang larut dalam pelarut polar juga. Oleh karena itu, pada penelitian ini LC50 yang didapatkan berbeda

dengan penelitian sebelumnya.

Jika hanya dengan menggunakan satu jenis pelarut lalu menghasilkan LC50

yang masuk dalam kategori toksik (kurang dari 1000 ppm), maka hasil yang didapatkan dengan menggunakan beberapa jenis pelarut akan menghasilkan LC50


(50)

4.4.3 Konsentrasi ekstrak yang untuk dosis aman

Pada penelitian ini yang dilakukan adalah untuk menentukan nilai LC50 suatu

ekstrak. Untuk penentuan dosis aman tidak dilakukan pada penelitian ini karena keterbatasan waktu. Namun jika untuk mengetahui bahwa suatu ekstrak mempunyai aktivitas toksik maka bisa ditentukan dengan melihat LC50 yang lebih


(51)

39 5.1 Simpulan

1. Rendemen ekstrak dari ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl adalah 27,27 %.

2. Ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl memiliki aktivitas sitotoksik terhadap larva Artemia salina Leach LC50nya adalah 81,09 ppm

sehingga masuk dalam kategori toksik karena memiliki LC50 < 1000 ppm.

5.2 Saran

1. Untuk mendapatkan hasil hitungan kematian larva yang tepat, sebaiknya perhitungannya kematian larva dilakukan oleh 2 orang atau lebih.

2. Dilakukan penelitian dengan membandingkan ekstrak metanol buah Phaleria

macrocarpa (Scheff) Boerl dengan obat anti-kanker sebagai kontrol

positifnya.

3. Dilakukan penelitian dengan pengukuran susut pengeringan, kadar air, kadar abu serta penggunaan trypan blue dalam memastikan kematian larva.


(52)

40

DAFTAR PUSTAKA

1. Lisdawati V, Wiryowidagdo S dan Kardono LB. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dari berbagai fraksi ekstrak daging buah dan kulit biji makota dewa

(Phaleri macrocarpa). Bul.Penelitian Kesehatan Vol. 34 No. 3; 2006: 111-118.

2. Lisdawati V. Kajian terhadap prospek pengembangan bahan bioaktif buah mahkota dewa (P. macrocarpa) sebagai kandidat New Chemical Entity untuk pengobatan kanker (Sitostatika). Bul.Penelitian Kesehatan Vol. 37 No. 1; 2009: 23-32.

3. Pisutthanan S, et al. Brine Shrimp lethality activity of thai medicinal plant in the Family Maliaceae. Naresuan University Journal Vol.12 No.2; 2004: 13-18.

4. Meyer BN, et al. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituent. Planta Medica; 1982.

5. Menkes RI. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Jakarta: Menkes; 2009.

6. Sukandar EY. Tren dan paradigma dunia farmasi. Industri-klinik-teknologi kesehatan. Bandung : Institut Teknologi Bandung; 2004.

7. Menkes RI. Pedoman Fitofarmaka. Jakarta: Menkes; 1992.

8. Yuningsih R. Pengobatan tradisional di unit pelayanan kesehatan. Info singkat kesejahteraan sosial Vol. IV No. 05/I/P3DI/Maret/2012; 2012: 9-12.

9. Widowati L. Kajian hasil penelitian mahkota dewa. Jurnal bahan alam Indonesia Vol. 4 No. 1; 2005: 223-227.


(53)

10. Hendra R, et al. Antioxidant, Anti-inflammatory and cytotoxicity of Phaleria

macrocarpa (Boerl.) Scheff fruit. BMC complementary & alternative medicine,

Vol. 11, No.110; 2011.

11. Meiyanti, et al. Efek hipoglikemik daging buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa (Scheff.) Boerl.) terhadap kadar gula darah pada manusa sehat

setelah pembebanan glukosa. Universa medicina Vol. 25 No. 3; 2006: 114-120.

12. Rohyami Y. Penentuan Kandungan flavonoid dari ekstrak metanol daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl). [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia; 2008

13. Dewanti T, Wulan SN dan Nur Indira. Aktivitas antioksidan dan antibakteri produk kering, instan dan effervescent dari buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa (Scheff.) Boerl). Malang: Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 6 No. 1

Universitas Brawijaya; 2005: 29-36.

14. Anonim. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direkorat Pengawasan Obat Tradisional; 2000: 3-6 dan 9-12.

15. Agoes, Goeswin. Teknologi bahan alam. Bandung: Penerbit ITB Press; 2007: 11-14 dan 21-23.

16. Tiwari P, et al. Phytochemical screening and extraction: A review. Internationale Pharmaceutica Sciencia (IPS) Vol. 1. Jan-March 2011.

17. Amelia P. Isolasi, elusidasi struktur dan aktivitas antioksidan senyawa kimia dari daun Garcinia benthami Pierre. [Tesis]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia; 2011.

18. Priyanto. Toksikologi: mekanisme, terapi antidotum, dan penilaian resiko. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia (LESKONFI); 2009.


(54)

19. Harmita dan Radji M. Buku ajar analisis hayati Edisi 3. Jakarta : EGC; 2008.

20. Landis, Wayne G. Introduction to environmental toxicology molecular substuctures to ecological landscape. Fourth edition. USA: CRC Press; 2011: 52.

21. McLauughlin JL dan Rogers LL. The use of biological assays to evaluate botanicals. USA: Drug Information Journal Vol. 32; 1998: 512-524.

22. Widianti A dan Suhardjono. Uji toksisitas akut ekstrak etanol buah cabai rawit

(Capsicum frutescens) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode Brine

shrimp lethality test (BST). Semarang : Universitas Diponegoro; 2010

23. Asem A, Pouyani NR dan Escalente PD LR. The genus Artemia Leach, 1819 (Crustaceae: Branchiopoda). True and false taxonomical descriptions. Iran : Lat. Am. J Aquat Res Vol. 38; 2010: 501-506.

24. Ramdhini, RN. Uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach dan toksisitas akut komponen bioaktif Pandanu conoideus var. Conoideus Lam sebagai kandidat antikanker. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2010.

25. Panjaitan, RB. Uji toksisitas akut ekstrak kulit batang pulasari (Alyxiae cortex) dengan metode brine shrimp lethality test (BST). [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma; 2011.

26. Panggabean, MG. Teknik penetasan dan pemanenan Artemia salina Leach. Jakarta: Pusat Penelitian Ekologi Laut, Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI. Oseana Vol IX No. 2; 1984: 57-65

27. Gajardo, Gonzola M dan Beardmore, John A. The brine shrimp Artemia : adapted to critical life conditions. Chile: Frotiers in Physiology; 2012.

28. Utomo, DP. Analisis matematis dan ekonomis penggunaan metanol dan etanol

pada kompor “HD”. Malang: Jurnal teknik industri, Vol 11 No 1; Februari 2011:


(55)

29. Anonim. Methanol. Europe: International Programme on Chemical Safety (IPCS)

and European Commission; 2012.

http://www.inchem.org/documents/icsc/icsc/eics0057.htm (Diunduh September 2014)

30. Amalia FR, et al. Pengaruh Glutathione terhadap kualitas semen kambing Boer

Post Thawing dalam pengencer yang mengandung Dimetylsulfoxie (DMSO).

Malang: Universitas Brawijaya; 2012.

31. Rita WS, Suirta IW, Sabikin A. Isolasi & Identifikasi Senyawa Yang Berpotensi Sebagai Antitumor Pada Daging Buah Pare (Momordica charantia L.). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia Vol.2; 2008.

32. Nguyen HH, Widodo S. Momordica L. In: Medicinal and Poisinous Plant Research of South-East Asia 12. De Padua L. S. N. Bunyapraphatsana and R.H. M. J. Lemmens (eds.). Pudoc Scientific Publisher. Wageningen, the Netherland; 1999: 353-359.

33. Rolliana, ER. Uji toksisitas akut ekstrak etanol Daun Kamboja (Plumeria alba L) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST). [Skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2010.

34. Perry SW, et al. In Situ Trypan blue staining of monolayer cell cultures for permanent fixation and mounting. New York: University of Rochester Medical Center. BioTechniques Vol. 22 No.2; 1997.

35. Ogata S, et al. Apoptosis induced by the flavonoid from lemon fruit (citrus limon BURM. F.) and its metabolites in HL-60 cells. Japan: Biosci Biotechnol Vol 64 No 5; 2000: 1075-1078. PMID 10879486. Available from: http://www.ncbi.nlm


(56)

36. Vizcaino F, et al. The flavonoid quercetininduced apotosis and inhibits JNK activation in intimal vascular smooth muscle cells. London: Biochemical and Biophysical Research communications Vol 346 No 3; 4 Agustus 2006: 919-925. Available from: http://www.sciencedirect.com.

37. Ren W, et al. Tartary Buckwheat Flavonoid Activates caspase 3 And Induces Hl-60 Cell apoptosis. China: Clin Pharmacol Vol 23 No 8; 2001: 427-432. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11838316.

38. Demeule M et al. Grean tea catechin as novel antitumor and antiangiogenic compounds. Canada: Curr. Med. Chem-Anti-Cancer Agent Vol 2 No 4; 2002: 441-463. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12678730.


(57)

45 LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur penelitian

Gambar 6.1 Alur penelitian 1 gram telur Artemia salina Leach

Penetasan telur Artemia salina Leach

Pengambilan larva secara random

Sumur A: 10 larva + 1 ml ekstrak 1000 ppm + 1 ml air laut Sumur B : 10 larva + 1 ml ekstrak 500 ppm + 1 ml air laut Sumur C : 10 larva + 1 ml ekstrak 250 ppm + 1 ml air laut Sumur D : 10 larva + 1 ml ekstrak 100 ppm + 1 ml air laut Sumur E : 10 larva + 1 ml ekstrak 50 ppm + 1 ml air laut Sumur F : 10 larva + 1 ml ekstrak 25 ppm + 1 ml air laut Sumur G : 10 larva + 1 ml ekstrak 10 ppm + 1 ml air laut

Sumur 22 – 24 : 10 larva + 2 ml air laut Volume akhir masing-masing sumur adalah 2 ml

Dilakukan replikasi 3 kali pada tiap konsentrasi

Setelah 24 jam pemberian ekstrak, dilakukan penghitungan jumlah larva yang mati

Menghitung persentase kematian larva pada tiap konsentrasi

Menentukan LC50 dengan metode probit

Larva Artemia salina berumur 48 jam

Larva Artemia salina Leach dengan jenis dan cara penyediaan yang sama dan telah bersifat homogen


(58)

Lampiran 2 Metode probit

Tabel 6.1 Tabel probit

Konsentrasi

Log Konsentrasi

(X)

% Kematian

Probit

(Y) X

2

Y2 XY

Baik konsentrasi maupun persentase kematian dimasukkan ke dalam tabel probit seperti di atas. Lalu melakukan log dari setiap konsentrasi dan mencari nilai probit dari setiap persentase kematian dengan menggunakan tabel probit.

Setelah mengisi semua bagian tabel, maka dilakukan penghitungan dengan menggunakan persamaan garis lurus : y = mX + b.

Dimana Y merupakan angka probit dan X adalah nilai log konsentrasi serta antilog X adalah nilai LC50.

Nilai slope (m) dihitung dengan rumus : m = ∑ (X) ∑ (Y) –n ∑(XY) (∑ (X))2 - n ∑ (X2)

Nilai Intersep (b) dihitung dengan rumus : b = ∑ (X) ∑ (XY) - ∑ (X2) ∑ (Y) (∑ (X))2 - n ∑ (X2)


(59)

Lampiran 3 Surat Keterangan Determinasi Tanaman


(60)

Lampiran 4 Keterangan Bahan Penelitian Telur Artemia


(61)

Lampiran 5 Gambar Bahan dan Alat Penelitian

Gambar 6.4 Penghalusan simplisia Gambar 6.5 Destilasi pelarut metanol

Gambar 6.6 Proses pemasukan simplisia Gambar 6.7 Botol Maserasi ke botol maserasi

Gambar 6.8 Proses evaporasi dengan Gambar 6.9 Ekstrak kental buah


(62)

Lanjutan...

Gambar 6.10 Neraca analitik Gambar 6.11 Proses Penyaringan

Gambar 6.12 Larutan Induk 20.000 ppm Gambar 6.13 Larutan ekstrak berbagai Konsentrasi uji


(63)

Lampiran 6 Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Metanol Buah Mahkota Dewa

Konsentrasi = ekstrak metanol buah mahkota dewa Volume aquade (mL)

20.000 ppm = x = 2.000.000 µg = 2000 mg 100

Untuk mendapatkan ekstrak dengan konsentrasi 1000 ppm, 250 ppm, 100 ppm dan 50 ppm dan 25 ppm maka dilakukan pengenceran dengan menggunakan rumus V1 M1 = V2 M2.

a) Konsentrasi ekstrak 1000 ppm V1 M1 = V2 M2

20000 µg/mL x V1 = 1000 µg/mL x 10 mL

V1 = 10.000 µg = 0,5 mL

20.000 µg/mL

Maka kita mengambil 0,5 mL larutan ekstrak 20.000 ppm

b) Konsentrasi ekstrak 250 ppm V1 M1 = V2 M2

1000 µg/mL x V1 = 250 µg/mL x 4 mL

V1 = 1000 µg = 1 mL

1000 µg/mL

Maka kita mengambil 1 mL larutan ekstrak 1.000 ppm

c) Konsentrasi ekstrak 100 ppm V1 M1 = V2 M2

1000 µg/mL x V1 = 100 µg/mL x 4 mL

V1 = 400 µg = 0,4 mL

1000 µg/mL


(64)

d) Konsentrasi ekstrak 50 ppm V1 M1 = V2 M2

1000 µg/mL x V1 = 50 µg/mL x 4 mL

V1 = 200 µg = 0,2 mL

1000 µg/mL

Maka kita mengambil 0,2 mL larutan ekstrak 1.000 ppm

e) Konsentrasi ekstrak 25 ppm V1 M1 = V2 M2

1000 µg/mL x V1 = 25 µg/mL x 4 mL

V1 = 100 µg = 0,1 mL

1000 µg/mL


(65)

Lampiran 7 Perhitungan Penggunaan DMSO

Pembuatan larutan DMSO induk 20.000 ppm :

2 ml DMSO = 0,02 100 ml aquades

Sehingga persen DMSO yang digunakan untuk larutan induk 20.000 ppm yaitu 0,02 x 100 % = 2 %, kadar DMSO dilakukan pengenceran sesuai dengan pembuatan konentrasi ekstrak.

a) Pembuatan pengenceran dengan konsentrasi 1.000 ppm. V1 M1 = V2 M2

0,5 x 2 % = 10 x M2

M2 = 1 = 0,1 %

10

Sehingga persentase DMSO ang terdapat pada larutan 1.000 ppm adalah 0,1 %.

b) Pembuatan pengenceran dengan konsentrasi 250 ppm. V1 M1 = V2 M2

1 x 0,1 % = 4 x M2

M2 = 0,1 = 0,025 %

4

Sehingga persentase DMSO ang terdapat pada larutan 250 ppm adalah 0,025 %. c) Pembuatan pengenceran dengan konsentrasi 100 ppm.

V1 M1 = V2 M2

0,4 x 0,1 % = 4 x M2

M2 = 0,04 = 0,01 %

4


(66)

d) Pembuatan pengenceran dengan konsentrasi 50 ppm. V1 M1 = V2 M2

0,2 x 0,1 % = 4 x M2

M2 = 0,02 = 0,005 %

4

Sehingga persentase DMSO ang terdapat pada larutan 50 ppm adalah 0,005 %.

e) Pembuatan pengenceran dengan konsentrasi 25 ppm. V1 M1 = V2 M2

0,1 x 0,1 % = 4 x M2

M2 = 0,01 = 0,0025 %

4

Sehingga persentase DMSO ang terdapat pada larutan 25 ppm adalah 0,0025 %.


(67)

Lampiran 8 Tabel 6.2 Transformasi Persen-Probit


(68)

(69)

Lampiran 9 Identifikasi Larva Artemia salina Leach


(70)

Lampiran 10 Keterangan Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu Reskianingsih

Tempat, tanggal lahir : Malili, 21 Desember 1993

Alamat : Jl. Dr. Sam Ratulangi

Perumahan BTN Wija Virgo Kel. Puncak Indah, Kec.

Malili, Kab. Luwu Timur, Prov. Sulawesi Selatan.

No. HP : 081242030607

Email : ayhu_ayra@rocketmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SDN No. 221 Malili (2000-2005)

2. SMP Neg. 1 Malili (2005-2008)

3. SMA Neg. 1 Malili (2008-2011)


(1)

Lampiran 7 Perhitungan Penggunaan DMSO

Pembuatan larutan DMSO induk 20.000 ppm :

2 ml DMSO = 0,02 100 ml aquades

Sehingga persen DMSO yang digunakan untuk larutan induk 20.000 ppm yaitu 0,02 x 100 % = 2 %, kadar DMSO dilakukan pengenceran sesuai dengan pembuatan konentrasi ekstrak.

a) Pembuatan pengenceran dengan konsentrasi 1.000 ppm. V1 M1 = V2 M2

0,5 x 2 % = 10 x M2 M2 = 1 = 0,1 % 10

Sehingga persentase DMSO ang terdapat pada larutan 1.000 ppm adalah 0,1 %.

b) Pembuatan pengenceran dengan konsentrasi 250 ppm. V1 M1 = V2 M2

1 x 0,1 % = 4 x M2

M2 = 0,1 = 0,025 % 4

Sehingga persentase DMSO ang terdapat pada larutan 250 ppm adalah 0,025 %. c) Pembuatan pengenceran dengan konsentrasi 100 ppm.

V1 M1 = V2 M2 0,4 x 0,1 % = 4 x M2

M2 = 0,04 = 0,01 % 4


(2)

d) Pembuatan pengenceran dengan konsentrasi 50 ppm. V1 M1 = V2 M2

0,2 x 0,1 % = 4 x M2 M2 = 0,02 = 0,005 % 4

Sehingga persentase DMSO ang terdapat pada larutan 50 ppm adalah 0,005 %.

e) Pembuatan pengenceran dengan konsentrasi 25 ppm. V1 M1 = V2 M2

0,1 x 0,1 % = 4 x M2 M2 = 0,01 = 0,0025 % 4

Sehingga persentase DMSO ang terdapat pada larutan 25 ppm adalah 0,0025 %.


(3)

Lampiran 8 Tabel 6.2 Transformasi Persen-Probit


(4)

(5)

Lampiran 9 Identifikasi Larva Artemia salina Leach


(6)

Keterangan Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu Reskianingsih

Tempat, tanggal lahir : Malili, 21 Desember 1993 Alamat : Jl. Dr. Sam Ratulangi

Perumahan BTN Wija Virgo Kel. Puncak Indah, Kec. Malili, Kab. Luwu Timur, Prov. Sulawesi Selatan.

No. HP : 081242030607

Email : ayhu_ayra@rocketmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SDN No. 221 Malili (2000-2005) 2. SMP Neg. 1 Malili (2005-2008) 3. SMA Neg. 1 Malili (2008-2011) 4. PSPD FKIK UIN Jakarta (2011-sekarang)


Dokumen yang terkait

Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun laban abang (aglaia elliptica blume) terhadap larva udang (artemia salina leach) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

4 23 58

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

1 11 70

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

2 29 75

Uji toksisitas akut ekstrak etanol 96% biji buah alpukat (persea americana mill.) terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 10 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol 96% Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

2 34 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) Terhadap Larva Artemia salina Leach Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

3 23 78

Uji Toksisitas Akut Ekstrak nheksan Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 5 63

Uji toksisitas akut ekstrak metanol buah phaleria macrocarpa (scheff) boerl terhadap larva artemia salina leach dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT)

1 12 70

Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun annona muricata l terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

3 54 69

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol 96% Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

1 23 64