STRATEGI KAMPANYE POLITIK CALON INCUMBEN (1)

STRATEGI KAMPANYE POLITIK CALON INCUMBENT DAN PENDATANG BARU DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH

(Studi Kasus: Tim Kampanye Pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulanjana dan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf di Kota Bogor, Jawa Barat)

Oleh: Yuddi Yustian A14204057

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN

YUDDI YUSTIAN. STRATEGI KAMPANYE POLITIK CALON INCUMBENT DAN PENDATANG BARU DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH (Studi Kasus: Tim Kampanye Pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulanjana dan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf di Kota Bogor, Jawa Barat). Di bawah bimbingan SARWITITI S. AGUNG).

Perubahan sistematika pemilihan kepala daerah yang ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan revisi dari Undang-undang No. 22 Tahun 1999, telah mengubah tata cara pemilihan kepala daerah yang sebelumnya dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menjadi dipilih secara langsung oleh masyarakat melalui pemilihan umum yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Perubahan tata cara pemilihan tersebut juga merubah cara-cara dan pendekatan kampanye politik yang dijalankan oleh masing-masing pasangan calon. Saat pemilihan dilakukan oleh DPRD, kampanye dengan cara lobi politik kepada anggota dewan lebih diutamakan, sedangkan dalam pemilihan secara langsung oleh masyarakat, pengenalan calon kepala daerah kepada masyarakat melalui kampanye politik yang melibatkan masyarakat dijadikan cara utama untuk menarik perhatian dan suara dari konstituen yaitu masyarakat daerah setempat.

Kampanye dalam pemilihan kepala daerah dilakukan dengan beragam teknik kampanye, yang dihasilkan melalui tahapan perencanaan kampanye politik yang meliputi tahap perencanaan anggaran dan pendanaan kampanye, konsolidasi internal dan eksternal tim kampanye, segmentasi sasaran kampanye, targeting sasaran kampanye, dan positioning yang dinyatakan dalam bentuk slogan kampanye. Beragam teknik kampanye yang dilakukan oleh tim kampanye politik Kampanye dalam pemilihan kepala daerah dilakukan dengan beragam teknik kampanye, yang dihasilkan melalui tahapan perencanaan kampanye politik yang meliputi tahap perencanaan anggaran dan pendanaan kampanye, konsolidasi internal dan eksternal tim kampanye, segmentasi sasaran kampanye, targeting sasaran kampanye, dan positioning yang dinyatakan dalam bentuk slogan kampanye. Beragam teknik kampanye yang dilakukan oleh tim kampanye politik

Subjek dari penelitian ini adalah pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulanjana (DA’I) yang berstatus sebagai calon incumbent dan didukung oleh Partai Golkar dan Partai Demokrat, dan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf (HADE) sebagai calon pendatang baru yang didukung oleh PKS dan PAN. Perbedaan status antara kedua calon kepala daerah tersebut diyakini akan mempengaruhi teknik-teknik dan bentuk kampanye politik yang dijalankan oleh kedua pasangan calon kepala daerah. Penelitian dalam skripsi ini memfokuskan pada aspek perencanaan strategi kampanye politik, kegiatan kampanye politik yang dilakukan, kesesuaian citra antara yang ditangkap oleh pemilih dan citra yang dikomunikasikan oleh tim kampanye politik, serta perbandingan strategi kampanye politik dari tim kampanye calon gubernur incumbent dan calon gubernur pendatang baru, di Kota Bogor.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi studi kasus tipe instrumental, untuk mengetahui proses dan tahapan perencanaan kampanye politik, serta teknik dan bentuk kampanye politik yang digunakan oleh tim kampanye pasangan calon kepala daerah incumbent dan pendatang baru. Pada penelitian ini juga digunakan metode polling untuk mengukur kesesuaian citra yang ditangkap oleh pemilih DA’I dan HADE di Kota Bogor, dengan citra yang dikomunikasikan oleh tim kampanye mereka. Jumlah responden polling dalam penelitian ini sebanyak 60 orang yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu

30 responden yang memilih pasangan DA’I dan 30 responden yang memilih pasangan HADE. Responden tersebut dipilih dari tiga kecamatan di Kota Bogor, yaitu Kecamatan Bogor Tengah, Bogor Utara, dan Kecamatan Tanah Sareal.

Hasil penelitian ini mengungkap bahwa mekanisme kerja tim kampanye HADE yang bekerja berdasarkan masing-masing partai politik pendukung menjadi HADE PKS dan HADE PAN, ternyata lebih efektif dalam menjalankan kegiatan kampanye yang hanya berlangsung kurang dari dua minggu. Sementara itu tim kampanye DA’I yang anggota-anggotanya berasal dari Partai Golkar dan Partai Demokrat, justru mengalami berbagai hambatan yang menyebabkan kondisi ”saling tunggu” karena sulitnya koordinasi antara anggota-anggota tim kampanye dari parpol yang berbeda. Selain itu jumlah dana, konsolidasi internal dan eksternal yang dilakukan, targeting sasaran kampanye, serta kalimat positioning, ternyata mempengaruhi bentuk-bentuk kegiatan kampanye yang dilakukan dan pada akhirnya berperan menjadi faktor-faktor yang berpengaruh untuk memenangkan pemilihan kepala daerah.

Teknik kampanye yang dijalankan juga berpengaruh terhadap peluang untuk memenangkan pemilihan kepala daerah. Teknik-teknik kampanye yang menggunakan model komunikasi satu-satu ternyata lebih efektif untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat dibandingkan model komunikasi satu-banyak. Model komunikasi satu-satu tersebut digolongkan ke dalam teknik kampanye dari rumah ke rumah, yang dilakukan dengan cara mendatangi dan menjelaskan biografi pasangan calon, visi-misi, dan program kerja yang akan dijalankan jika nanti terpilih. Penggunaan perjanjian ”kontrak politik” antara pasangan calon dengan masyarakat juga meningkatan rasa kepercayaan masyarakat kepada calon Teknik kampanye yang dijalankan juga berpengaruh terhadap peluang untuk memenangkan pemilihan kepala daerah. Teknik-teknik kampanye yang menggunakan model komunikasi satu-satu ternyata lebih efektif untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat dibandingkan model komunikasi satu-banyak. Model komunikasi satu-satu tersebut digolongkan ke dalam teknik kampanye dari rumah ke rumah, yang dilakukan dengan cara mendatangi dan menjelaskan biografi pasangan calon, visi-misi, dan program kerja yang akan dijalankan jika nanti terpilih. Penggunaan perjanjian ”kontrak politik” antara pasangan calon dengan masyarakat juga meningkatan rasa kepercayaan masyarakat kepada calon

Usia dan tingkat pendidikan pemilih ternyata tidak mempengaruhi kesesuaian citra politik pasangan calon kepala daerah yang ditangkap oleh pemilih dan yang dikomunikasikan oleh tim kampanye. Persentase kesesuaian citra dari kedua pasangan berdasarkan usia dan tingkat pendidikan pemilih pasangan DA’I dan HADE yang lebih dari 50 persen (kecuali pemilih HADE yang berpendidikan menengah yaitu sebesar 30 persen), menunjukkan bahwa usia dan tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan kemampuan individu dalam menangkap citra dengan tepat.

Faktor-faktor yang menyebabkan kemenangan pasangan HADE antara lain adalah, penggunaan strategi kampanye yang tepat melalui direct selling, mekanisme kerja tim kampanye yang efektif, kegiatan kampanye politik yang inovatif, dan ketepatan momentum mengenai citra pasangan muda dengan isu yang sedang berkembang saat itu. Sementara itu faktor-faktor yang menyebabkan kekalahan pasangan DA’I antara lain adalah, kurangnya konsolidasi internal tim kampanye dan partai ke tingkat atas dan bawah, kesalahan dalam penggunaan strategi kampanye melalui strategi ”panggung” yang merupakan cara-cara lama dalam berkampanye, dan ketidaksesuaian citra yang ingin dibentuk dari pasangan DA’I, dengan pandangan masyarakat mengenai pasangan DA’I.

STRATEGI KAMPANYE POLITIK CALON INCUMBENT DAN PENDATANG BARU DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH

(Studi Kasus: Tim Kampanye Pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulanjana dan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf di Kota Bogor, Jawa Barat)

Oleh: Yuddi Yustian A14204057

SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh: Nama

: Yuddi Yustian NRP

: A14204057 Judul

: STRATEGI KAMPANYE POLITIK CALON INCUMBENT DAN PENDATANG BARU DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH (Studi Kasus: Tim Kampanye Pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulanjana dan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf di Kota Bogor, Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MS NIP. 131 879 331

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus:

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL STRATEGI KAMPANYE POLITIK CALON INCUMBENT DAN PENDATANG BARU DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH (Studi Kasus: Tim Kampanye Danny Setiawan-Iwan Sulanjana dan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf di Kota Bogor, Jawa Barat) INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNG JAWABKAN PERNYATAN INI.

Bogor, September 2008

Yuddi Yustian A14204057

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yuddi Yustian, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, yang dilahirkan di Bandung pada tanggal 2 Desember 1985 dari orangtua bernama Buntara, SE dan Kenny Afantini. Pendidikan formal penulis dimulai di SD Negeri Pengadilan 5 Bogor dan lulus pada tahun 1997, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2000, kemudian dilanjutkan di SMU PGRI I Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi pengurus pada beberapa organisasi intra dan ekstra kampus, di antaranya adalah Ketua Departemen Minat, Bakat, dan Profesi pada Himpunan Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) periode 2007-2008, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor Fakultas Pertanian IPB periode 2006-2007. Selain aktif di organisasi kemahasiswaan, penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen untuk mata kuliah Dasar-dasar Komunikasi pada semester ganjil tahun 2006. Selama penulisan skripsi ini, penulis juga bekerja paruh waktu sebagai Marketing Officer pada Majalah Bogor-Q.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul: STRATEGI KAMPANYE POLITIK CALON INCUMBENT DAN PENDATANG BARU DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH (Studi Kasus: Tim Kampanye Danny Setiawan-Iwan Sulanjana dan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf di Kota Bogor, Jawa Barat).

Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan untuk menganalisis dan melakukan perbandingan pada tahap-tahap perencanaan dan kegiatan kampanye politik, pada pemilihan kepala daerah Jawa Barat yang dilakukan oleh tim kampanye calon incumbent dan pendatang baru. Penelitian skripsi ini merupakan proses belajar yang dilakukan oleh penulis agar penulis dapat mengenal, mempelajari, dan menganalisis fakta-fakta mengenai kampanye politik, yang kemudian disajikan dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi.

Demikianlah skripsi ini disusun dengan suatu tema tulisan yang dipandang cukup relevan untuk ditelaah lebih lanjut saat ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para akademisi dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2008

Penulis

Tabel 11. Persentase Pemilih DA’I di Kota Bogor yang Memilih karena Pengaruh Kampanye HADE, 2008...................................... 88 Tabel 12. Matriks Kegiatan Kampanye HADE di Kota Bogor ...................... 90 Tabel 13. Matriks Kegiatan Kampanye DA’I di Kota Bogor ........................ 91 Tabel 14. Persentase Citra yang Ditangkap oleh Pemilih DA’I

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pemilih di Kota Bogor, 2008..... 94 Tabel 15. Persentase Citra yang Ditangkap oleh Pemilih DA’I Berdasarkan Usia Pemilih di Kota Bogor, 2008 ............................. 95 Tabel 16. Persentase Citra yang Ditangkap oleh Pemilih HADE Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pemilih di Kota Bogor, 2008..... 96 Tabel 17. Persentase Citra yang Ditangkap oleh Pemilih HADE Berdasarkan Usia Pemilih di Kota Bogor, 2008 ............................. 97 Tabel 18. Persentase Perbandingan Kesesuaian Citra Pasangan DA’I dan HADE Berdasarkan Usia Pemilih di Kota Bogor, 2008........... 98 Tabel 19. Persentase Perbandingan Kesesuaian Citra Pasangan DA’I dan HADE Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pemilih di Kota Bogor, 2008..................................................................................... 99

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Reformasi di segala bidang yang dilakukan pasca pemerintahan orde baru pada bulan Mei 1998, telah membawa perubahan yang sangat besar dalam kehidupan demokrasi politik di Indonesia. Disahkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan revisi dari Undang- undang No. 22 Tahun 1999, telah mengubah tata cara pemilihan kepala daerah. Kepala daerah yang sebelumnya dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diubah menjadi dipilih langsung oleh masyarakat. Ketentuan ini tertuang dalam pasal 56 ayat 1 undang-undang tersebut yaitu, ‘Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil’. Dengan demikian gubernur, bupati dan walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2005 dan setelahnya akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam suatu pemilihan langsung yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Perubahan sistematika pemilihan kepala daerah telah memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memilih calon-calon kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) yang dikehendakinya secara langsung tanpa diwakili oleh DPRD. Sistem pemilihan secara langsung dengan mengumpulkan suara terbanyak seperti ini memerlukan upaya persuasif yang bertujuan menumbuhkan kesadaran masyarakat agar turut berpartisipasi dalam demokrasi politik, karena partisipasi masyarakat dalam menyalurkan suara politiknya akan menentukan arah dan kebijakan pembangunan daerah selama sedikitnya lima tahun ke depan.

Perubahan tata cara pemilihan tersebut juga akan merubah cara-cara dan pendekatan kampanye politik yang dijalankan oleh masing-masing pasangan calon. Saat pemilihan dilakukan oleh DPRD, kampanye dengan cara lobi politik kepada anggota dewan lebih diutamakan, sedangkan dalam pemilihan secara langsung oleh masyarakat, pengenalan calon kepala daerah kepada masyarakat melalui kampanye politik yang melibatkan masyarakat dijadikan cara utama untuk menarik perhatian dan suara dari konstituen yaitu masyarakat daerah setempat.

Kampanye merupakan hal yang sangat esensial dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Selama masa kampanye yang dilaksanakan dalam jangka waktu 14 hari dan berakhir tiga hari sebelum pemungutan suara, pasangan calon kepala daerah bersama tim kampanyenya akan berusaha memperkenalkan dirinya serta memaparkan visi-misi mengenai rancangan kebijakan pembangunan daerah selama lima tahun ke depan masa kepemimpinannya jika terpilih.

Terbatasnya waktu kampanye yang disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum, memaksa pasangan calon kepala daerah beserta tim kampanyenya untuk merencanakan strategi kampanye politik secara efektif agar dapat menjangkau seluruh masyarakat di daerah pemilihan. Jenis komunikasi yang dianggap sesuai untuk memenuhi kebutuhan itu adalah komunikasi massa, sehingga saluran komunikasi yang paling banyak digunakan dalam kampanye politik adalah media massa. Media massa dipilih karena memiliki kekuatan untuk menjangkau khalayaknya secara luas dan serentak (Hamad, 2004; Mc Quail 1983). Kesempatan seorang calon kepala daerah untuk memenangkan pemilihan secara Terbatasnya waktu kampanye yang disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum, memaksa pasangan calon kepala daerah beserta tim kampanyenya untuk merencanakan strategi kampanye politik secara efektif agar dapat menjangkau seluruh masyarakat di daerah pemilihan. Jenis komunikasi yang dianggap sesuai untuk memenuhi kebutuhan itu adalah komunikasi massa, sehingga saluran komunikasi yang paling banyak digunakan dalam kampanye politik adalah media massa. Media massa dipilih karena memiliki kekuatan untuk menjangkau khalayaknya secara luas dan serentak (Hamad, 2004; Mc Quail 1983). Kesempatan seorang calon kepala daerah untuk memenangkan pemilihan secara

Luwarso (n.d.) dalam Amir (2006) menyatakan bahwa politik di era media massa adalah soal membuat citra. Tim kampanye dari setiap pasangan calon kepala daerah akan berusaha menciptakan citra diri yang positif dari pasangan calon tersebut di mata masyarakat, sebab citra diri yang positif dan prestasi calon kepala daerah berpengaruh besar bagi pemilih pemula dalam menentukan pilihannya (Suryatna, 2007). Kelebihan-kelebihan tersebut harus dikemas dengan baik melalui kegiatan kampanye politik yang telah disiapkan secara matang, sehingga dapat dijadikan sebagai nilai jual bagi pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mengikuti pemilihan umum.

Penelitian mengenai strategi komunikasi dalam pemilihan kepala daerah sebelumnya telah dilakukan oleh Yuddho (2007). Yuddho mencoba mengkaji strategi komunikasi yang dilakukan oleh tim kampanye calon Gubernur Banten yaitu Ratu Atut dalam Pilkada Banten di Kota Tangerang dan mencari faktor kekalahan Ratu Atut di Kota tersebut, tetapi penelitian itu dirasa kurang sempurna karena Yuddho hanya menggali strategi komunikasi dari satu pasangan calon gubernur dan tidak melakukan perbandingan strategi dengan pasangan calon gubernur lainnya. Hal tersebut menjadi kelemahan penelitian, karena kekalahan Ratu Atut belum tentu hanya disebabkan oleh faktor kurang maksimalnya kinerja tim kampanye Ratu Atut, tetapi mungkin karena strategi komunikasi yang dijalankan oleh calon gubernur lainnya lebih tepat sasaran.

Penelitian lainnya yang dilakukan dalam konteks pemilihan umum secara langsung telah dilakukan oleh Amir (2006) dan Suryatna (2007), tetapi kedua

penelitian tersebut tidak membahas mengenai proses penyusunan rencana kampanye yang dilakukan oleh tim kampanye pasangan calon kepala pemerintahan. Amir (2006), berhasil mengidentifikasi beberapa faktor penentu kemenangan SBY-JK dalam pemilihan umum langsung Presiden RI tahun 2004, yaitu faktor ketokohan atau figur pribadi SBY, faktor kepemimpinan, strategi memilih pasangan, momen atau peristiwa khusus, jajak pendapat atau polling, serta program hukum dan janji kampanye. Kombinasi dari beberapa faktor tersebut yang didokumentasikan oleh media massa telah menimbulkan citra tersendiri di benak pemilih. Sementara itu, penelitian Suryatna (2007) tentang hubungan karakteristik pemilih dan terpaan informasi kampanye politik dengan perilaku memilih dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur tahun 2006, menemukan bahwa terdapat hubungan nyata antara karakteristik pemilih dan terpaan informasi kampanye dengan perilaku memilih. Penelitian Suryatna ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jumlah responden sebanyak 100 orang pemilih yang terdaftar dalam pilkada Cianjur.

Pada ketiga penelitian tersebut belum dibahas mengenai proses perumusan dan perbandingan strategi komunikasi dan kampanye oleh tim kampanye pasangan calon kepala daerah atau pemerintahan, padahal pesan-pesan dalam kampanye pemilihan langsung memiliki sifat persuasif atau bahkan mengandung propaganda sehingga pesan-pesan yang dimuat atau diedarkan pastilah tidak bebas nilai. Ide dan strategi komunikasi kampanye yang dilakukan oleh tim kampanye masing-masing calon kepala pemerintahan bertujuan untuk menimbulkan suatu citra mental positif tersendiri dalam benak masyarakat, Pada ketiga penelitian tersebut belum dibahas mengenai proses perumusan dan perbandingan strategi komunikasi dan kampanye oleh tim kampanye pasangan calon kepala daerah atau pemerintahan, padahal pesan-pesan dalam kampanye pemilihan langsung memiliki sifat persuasif atau bahkan mengandung propaganda sehingga pesan-pesan yang dimuat atau diedarkan pastilah tidak bebas nilai. Ide dan strategi komunikasi kampanye yang dilakukan oleh tim kampanye masing-masing calon kepala pemerintahan bertujuan untuk menimbulkan suatu citra mental positif tersendiri dalam benak masyarakat,

Penelitian dalam skripsi ini memfokuskan pada aspek perencanaan strategi kampanye politik, kegiatan kampanye politik yang dilakukan, kesesuaian citra antara yang ditangkap oleh pemilih dan citra yang dikomunikasikan oleh tim kampanye politik, serta perbandingan strategi kampanye politik dari tim kampanye calon gubernur incumbent dan calon gubernur pendatang baru di daerah pemilihan Kota Bogor. Subjek dari penelitian ini adalah tim kampanye pasangan Danny Setiawan dan Iwan Sulanjana (DA’I) sebagai calon incumbent dan pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf (HADE) sebagai pendatang baru.

Hasil dari pelaksanaan pemilihan kepala daerah Jawa Barat periode 2008- 2013, menempatkan pasangan HADE sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa

Barat pilihan masyarakat dengan jumlah suara sebanyak 1 5.238.449 suara (39,29%), sedangkan pasangan DA’I memperoleh suara sebanyak 3.410.544 suara

(25,58%). Sementara itu untuk pemilihan di Kota Bogor, pasangan HADE juga mampu mengungguli pasangan DA’I dengan jumlah suara sebanyak 191.167 suara (52,55%) berbanding dengan jumlah suara pasangan DA’I sebanyak 73.271 suara (20,10%).

1.2. Perumusan Masalah

Kegiatan kampanye politik yang dilakukan sebelum disahkannya Undang- undang No. 32 Tahun 2004 mengenai tata cara pemilihan kepala daerah, hanya

1 Hasil penghitungan suara Pilgub. http://www.kpu.jabarprov.go.id/?mod=addOnApps/situng/oprRekapSuaraPerDaerah&idMenuKiri

=139 (Diakses pada tanggal 30 April 2008) =139 (Diakses pada tanggal 30 April 2008)

Setelah disahkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yang menetapkan bahwa kepala daerah dipilih langsung oleh masyarakat, cara dan pendekatan dalam kampanye pemilihan kepala daerah ikut berubah pula. Bentuk kampanye yang umum digunakan saat ini lebih banyak bersentuhan langsung dengan masyarakat sebagai konstituennya, hal tersebut dilakukan untuk meraih simpati dan dukungan dari masyarakat secara langsung. Bentuk kampanye tersebut antara lain adalah debat publik, apel akbar, kegiatan sosial, kunjungan ke pusat aktivitas masyarakat (kantor, sekolah, pasar), kunjungan ke rumah sakit, dan sebagainya.

Bentuk-bentuk kampanye tersebut dihasilkan melalui tahapan perencanaan strategi komunikasi dan kampanye serta pemasaran politik yang dilakukan oleh tim kampanye pasangan calon kepala daerah. Proses pemasaran politik tersebut meliputi tahap segmentasi, targeting dan positioning. Hasil dari proses tersebut akan memudahkan tim kampanye dalam menyusun strategi kampanye untuk menjaring pemilih sebanyak-banyaknya.

Aspek penting yang perlu diutamakan dalam menjaring pemilih adalah soal pembentukan citra positif pasangan calon kepala daerah. Dalam pemilihan secara langsung, atribut citra positif yang melekat di pasangan calon kepala daerah merupakan hal utama yang mendorong pemilih dalam memilih pasangan calon kepala daerah. Proses pencitraan tersebut sebagian besar dibentuk selama Aspek penting yang perlu diutamakan dalam menjaring pemilih adalah soal pembentukan citra positif pasangan calon kepala daerah. Dalam pemilihan secara langsung, atribut citra positif yang melekat di pasangan calon kepala daerah merupakan hal utama yang mendorong pemilih dalam memilih pasangan calon kepala daerah. Proses pencitraan tersebut sebagian besar dibentuk selama

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah dikemukakan di atas, maka timbul pertanyaan besar yang dirumuskan ke dalam perumusan masalah umum, yaitu sejauh mana efektivitas strategi kampanye yang dijalankan oleh kedua pasangan, dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kemenangan pasangan HADE sebagai calon pendatang baru, dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kekalahan pasangan DA’I sebagai calon incumbent dalam pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat di Kota Bogor. Pertanyaan umum tersebut dirinci ke dalam perumusan masalah khusus, sebagai berikut:

1. Bagaimana tim kampanye calon kepala daerah incumbent dan calon kepala daerah pendatang baru, melakukan tahapan pemasaran politik dan perencanaan strategi kampanye pemilihan kepala daerah Jawa Barat 2008 di Kota Bogor?

2. Bagaimana bentuk kegiatan kampanye politik yang dilakukan oleh tim kampanye calon kepala daerah incumbent dan calon kepala daerah pendatang baru, untuk meraih dukungan masyarakat dan suara pemilih dalam pemilihan kepala daerah Jawa Barat 2008 di Kota Bogor?

3. Bagaimana kesesuaian citra diri pasangan DA’I dan HADE yang dibentuk oleh tim kampanye dengan citra diri pasangan DA’I dan HADE yang terkonstruksi dalam pikiran para pemilihnya di Kota Bogor sebagai sasaran kegiatan kampanye politik?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan-perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menggambarkan bagaimana tim kampanye calon kepala daerah incumbent dan calon kepala daerah pendatang baru, melakukan tahapan pemasaran politik dan perencanaan strategi komunikasi dalam kampanye pemilihan kepala daerah Jawa Barat 2008 di Kota Bogor.

2. Mengkaji bentuk kegiatan kampanye politik yang dilakukan oleh tim kampanye calon kepala daerah incumbent dan calon kepala daerah pendatang baru, untuk meraih dukungan masyarakat dan suara pemilih dalam pemilihan kepala daerah Jawa Barat 2008 di Kota Bogor.

3. Menganalisis kesesuaian citra diri pasangan DA’I dan HADE yang dibentuk oleh tim kampanyenya dengan citra diri pasangan DA’I dan HADE yang terkonstruksi dalam pikiran masyarakat Kota Bogor sebagai sasaran kegiatan kampanye politik.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:

1. Referensi bagi praktisi komunikasi dalam mendesain sebuah strategi komunikasi dan kampanye politik untuk pemilihan umum.

2. Memberikan kontribusi bagi pengembangan studi komunikasi politik, terutama dalam konteks pemilihan kepala daerah secara langsung di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA ANALISIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Definisi Kampanye Politik

Terdapat banyak definisi mengenai kampanye yang dikemukakan oleh para ilmuwan komunikasi, namun berikut ini adalah beberapa definisi yang populer. Snyder (2002) dalam Venus (2004), mendefinisikan bahwa kampanye komunikasi merupakan aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditujukan kepada khalayak tertentu, pada periode waktu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu. Pfau dan Parrot (1993) dalam Venus (2004), mendefinisikan kampanye sebagai kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menunjang dan meningkatkan proses pelaksanaan yang terencana pada periode tertentu yang bertujuan mempengaruhi khalayak sasaran tertentu. Rogers dan Storey (1987) dalam Venus (2004), mendefiniskan kampanye sebagai serangkaian kegiatan komunikasi yang terorganisasi dengan tujuan untuk menciptakan dampak tertentu terhadap sebagian besar khalayak sasaran secara berkelanjutan dalam periode waktu tertentu.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, Venus (2004) mengidentifikasi bahwa aktivitas kampanye setidaknya harus mengandung empat hal yakni, (1) ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu (2) ditujukan kepada jumlah khalayak sasaran yang besar (3) dipusatkan dalam kurun waktu tertentu dan (4) dilakukan melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisasi.

Kampanye politik adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau organisasi politik dalam waktu tertentu Kampanye politik adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau organisasi politik dalam waktu tertentu

Kampanye politik saat ini sudah mengadopsi prinsip-prinsip pemasaran dan pembentukan citra. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena perubahan sistematika pemilihan kepala daerah dari yang sebelumnya dipilih oleh legislatif menjadi dipilih langsung oleh masyarakat. Menurut Ruslan (2005), kampanye politik merupakan jenis kampanye yang pada umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Tujuan dari kampanye ini adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan umum. Kampanye politik dapat diartikan pula sebagai bentuk komunikasi politik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau organisasi politik dalam waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari rakyat (Arifin, 2003).

Kegiatan untuk membangun citra atau image merupakan bagian penting dalam kampanye politik untuk memperoleh dukungan. Terkait dengan komunikasi dalam kampanye politik, terdapat beberapa aktivitas komunikasi yang dapat diidentifikasi. Menurut Nimmo (2005), kegiatan komunikasi politik adalah kegiatan simbolik dimana kata-kata itu mencakup ungkapan yang dikatakan atau Kegiatan untuk membangun citra atau image merupakan bagian penting dalam kampanye politik untuk memperoleh dukungan. Terkait dengan komunikasi dalam kampanye politik, terdapat beberapa aktivitas komunikasi yang dapat diidentifikasi. Menurut Nimmo (2005), kegiatan komunikasi politik adalah kegiatan simbolik dimana kata-kata itu mencakup ungkapan yang dikatakan atau

2.1.2. Teknik-teknik Kampanye Politik

Selama masa kampanye, tim kampanye berusaha menggalang dukungan dan simpati pemilih agar pemilih menjatuhkan pilihannya pada calon kepala daerah yang dikampanyekannya. Tim kampanye poltik menggunakan teknik- teknik kampanye politik yang kemudian diwujudkan dalam suatu bentuk kegiatan kampanye politik untuk mempengaruhi pemilih. Imawan (1997) dalam Amir (2006) merumuskan beberapa teknik kampanye politik, yaitu:

1. Kampanye dari rumah ke rumah (door to door campaign), yaitu calon kepala daerah mendatangi langsung para pemilih sambil menanyakan persoalan- persoalan yang dihadapi. Kampanye ini efektif dilakukan pada pemilihan umum tahun 1955, dengan mendatangi orang-orang yang pilihannya dianggap masih ragu dan dapat dibujuk atau diancam untuk mengubah sikap dan pilihan politik mereka.

2. Diskusi Kelompok (group discussion), dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi kecil yang membicarakan masalah yang dihadapi masyarakat.

3. Kampanye massa langsung (direct mass campaign), dilakukan dalam bentuk aktivitas yang menarik perhatian massa, seperti pawai, pertunjukkan kesenian 3. Kampanye massa langsung (direct mass campaign), dilakukan dalam bentuk aktivitas yang menarik perhatian massa, seperti pawai, pertunjukkan kesenian

4. Kampanye massa tidak langsung (indirect mass campaign), yang dilakukan dengan cara berpidato di radio, televisi atau memasang iklan di media cetak dan elektronik.

2.1.3. Strategi Kampanye Politik

Strategi dalam pengertian sempit maupun luas terdiri dari tiga unsur, yaitu tujuan (ends), sarana (means), dan cara (ways). Dengan demikian strategi adalah cara yang digunakan dengan menggunakan sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Nasution, 2006). Tujuan akhir dalam kampanye pemilihan kepala daerah adalah untuk membawa calon kepala daerah yang didukung oleh tim kampanye politiknya menduduki jabatan kepala daerah yang diperebutkan melalui mekanisme pemilihan secara langsung oleh masyarakat.

Agar tujuan akhir tersebut dapat dicapai, diperlukan strategi yang disebut strategi komunikasi dalam konteks kampanye politik. Terdapat tiga jenis strategi komunikasi dalam konteks kampanye politik (Arifin, 2003), yaitu (1) Ketokohan dan kelembagaan, dengan cara memantapkan ketokohan dan merawat kelembagaan, (2) Menciptakan kebersamaan dengan memahami khalayak, menyusun pesan persuasif, menetapkan metode, serta memilah dan memilih media, dan (3) Membangun konsensus, melalui kemampuan berkompromi dan kesediaan untuk membuka diri.

2.1.4. Tahapan Pemasaran Politik

Menurut Nursal (2004), pada dasarnya pemasaran politik adalah serangkaian aktivitas terencana, strategis tetapi juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarkan makna politik kepada para pemilih. Tujuannya membentuk dan menanamkan harapan, sikap, keyakinan, orientasi, dan perilaku pemilih. Perilaku pemilih yang diharapkan adalah dukungan dalam berbagai bentuk, khususnya menjatuhkan pilihan pada kandidat tertentu.

Pemasaran politik bertitik tolak dari konsep meaning, yakni political meaning yang dihasilkan oleh stimulus politik berupa komunikasi politik, baik lisan maupun non-lisan, baik langsung maupun tanpa perantara. Makna yang muncul dari stimulus tersebut berupa persepsi yang tidak selalu mencerminkan makna yang sebenarnya. Makna tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi sikap, aspirasi dan perilku politik, termasuk pilihan politik.

Menurut Baines et al. (n.d.) dalam Nursal (2004), pemasaran politik adalah cara-cara yang digunakan organisasi politik untuk enam hal berikut:

1. Mengkomunikasikan pesan-pesannya, ditargetkan atau tidak ditargetkan, langsung atau tidak langsung, kepada para pendukungnya dan para pemilih lainnya.

2. Mengembangkan kredibilitas dan kepercayaan para pendukung, para pemilih lainnya dan sumber-sumber eksternal agar mereka memberi dukungan finansial dan untuk mengembangkan dan menjaga struktur manajemen di tingkat lokal maupun nasional.

3. Berinteraksi dan merespon dengan para pendukung, influencers, para legislator, para kompetitor, dan masyarakat umum dalam pengembangan dan pengadaptasian kebijakan-kebijakan dan strategi.

4. Menyampaikan kepada semua pihak berkepentingan atau stakeholders, melalui berbagai media, tentang informasi, saran dan kepemimpinan yang diharapkan atau dibutuhkan dalam negara demokrasi.

5. Menyelenggarakan pelatihan, sumberdaya infomasi dan materi-materi

kampanye untuk kandidat, para agen, pemasar, dan atau para aktivis partai.

6. Berusaha mempengaruhi dan mendorong para pemilih, media-media dan influencers penting lainnya untuk mendukung partai atau kandidat yang diajukan organisasi dan atau supaya jangan mendukung para pesaing.

Menurut Nursal (2004), fungsi dari kegiatan pemasaran politik adalah sebagai berikut:

1. Sarana untuk menganalisis posisi pasar, yakni memetakan persepsi dan preferensi para pemilih, baik konstituen, terhadap kontestan-kontestan yang akan bertarung di arena pemilu.

2. Sarana untuk menetapkan tujuan objektif kampanye, marketing effort dan pengalokasikan sumberdaya.

3. Sarana untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi alternatif-alternatif strategi.

4. Sarana untuk mengimplementasikan strategi untuk membidik segemen-

segmen tertentu yang menjadi sasaran berdasarkan sumberdaya yang ada.

5. Sarana untuk memantau dan mengendalikan penerapan strategi untuk mencapai sasaran objektif yang telah ditetapkan.

Menurut O’Shaughnessy (2001) dalam Firmanzah (2007) 2 , marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools bagaimana menjaga

hubungan dengan pemilih untuk membangun kepercayaan dan selanjutnya memperoleh dukungan suara.

Kompetisi dalam memperebutkan suara pemilih, menuntut tim kampanye dari masing-masing kandidat kepala daerah untuk mendesain suatu formulasi khusus untuk menjaring suara pemilih sebanyak mungkin. Formulasi khusus tersebut berbentuk strategi komunikasi dan tahapan strategi pemasaran politik yang dijalankan untuk mengidentifikasi khalayak pemilih potensial yang sesuai dengan platform kandidat kepala daerah. Tahapan strategi pemasaran politik

tersebut terdiri dari tiga tahap 3 , yaitu segmentasi, targeting, dan positioning (Gambar 1).

Positioning Pasar Politik

Segmentasi

Targetisasi

Pasar Politik  Identifikasi dasar

Pasar Politik

 Menyusun segmentasi

 Menyusun

strategi pemilih

kriteria pemilihan

segmen pemilih

positioning di setiap segmen

 Menyusun profil

 Menyusun dari segmentasi

 Memilih target

bauran pemilih

segmen pemilih

marketing di setiap segmen politik

Gambar 1. Tahapan Marketing Politik

2 Firmanzah, 2007. Marketing Politik : Strategi Alternatif Partai Politik. http://forum- politisi.org/downloads/Marketing_Politik_-_Firmanzah.pdf (Diakses tanggal 13 Maret 2008)

3 Loc.cit.

2.1.4.1. Segmentasi

Segmentasi adalah proses pengelompokan yang menghasilkan kelompok berisi individu-individu yang dihasilkan disebut sebagai segmen. Menurut Nursal (2004), segmentasi pada dasarnya bertujuan untuk mengenal lebih jauh kelompok- kelompok khalayak, hal ini berguna untuk mencari peluang, menggerogoti segmen pemimpin pasar, merumuskan pesan-pesan komunikasi, melayani lebih baik, menganalisa perilaku konsumen, mendesain produk dan lain sebagainya. Para politisi perlu memahami konsep segmentasi karena berhadapan dengan para pemilih yang sangat heterogen, para politisi dapat memberi tawaran politik yang efektif bila mereka mengetahui karakter segmen yang menjadi sasaran.

Segmentasi pada pemasaran politik dikatakan efektif jika segmen-segmen yang dihasilkan memenuhi lima syarat (Kotler, 1994) dalam Nursal (2004), yaitu:

1. Dapat diukur, khalayak hasil dari segmentasi harus dapat diukur untuk memproyeksikan jumlah perolehan suara yang mungkin diraih dari setiap segmen.

2. Dapat diakses, khalayak hasil segmentasi harus dapat diakses untuk menyampaikan makna politik kepada khalayak seperti melalui media massa, rapat umum, surat, kontak pribadi dan bentuk komunikasi lainnya.

3. Substansial, jumlah populasi dari setiap segmen yang relatif homogen harus cukup besar dan signifikan terhadap total perolehan suara.

4. Respon khas, segmentasi dikatakan efektif jika setiap segmen yang dihasilkan tersebut memberikan respon khas terhadap tawaran politik tertentu.

5. Program pemasaran khas, segmentasi yang efektif memungkinkan para pemasar untuk menciptakan program pemasaran yang efektif untuk membidik 5. Program pemasaran khas, segmentasi yang efektif memungkinkan para pemasar untuk menciptakan program pemasaran yang efektif untuk membidik

Segmentasi dapat dilakukan dengan banyak pendekatan. Para pemasar dapat memilih salah satu pendekatan atau mengkombinasikan beberapa pendekatan sebagai kerangka menyusun strategi pemasaran. Nursal (2004) dan Ruslan (2005) menyajikan beberapa pendekatan untuk melakukan segmentasi dalam pemasaran politik, yaitu:

1. Segmentasi Demografis Adalah pemilahan para pemilih berdasarkan tingkat sosial ekonomi, usia rata- rata dan tingkat pendidikan. Segmentasi demografis dalam pemasaran politik dapat memberi pemahaman yang mendalam mengenai karakteristik khalayak pemilih.

2. Segmentasi Agama Adalah pemilahan para pemilih berdasarkan agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat. Hingga saat ini, segmentasi berdasarkan agama merupakan salah satu pendekatan segmentasi yang penting dalam memahami karakter pemilih Indonesia.

3. Segmentasi Geografis Adalah pemilahan para pemilih berdasarkan wilayah tempat tinggal. Berdasarkan konteks wilayah Indonesia, pembagian dapat dilakukan berdasarkan pembagian tiga kawasan yaitu barat, tengah, dan timur.

4. Segmentasi Psikografis Adalah pemilahan para pemilih berdasarkan kecenderungan pilihan,

preferensi, keinginan, citra-rasa, gaya hidup, sistem nilai atau pola yang dianut, hingga masalah-masalah yang sifatnya pribadi.

2.1.4.2. Targeting

Targeting atau menetapkan sasaran adalah memilih salah satu atau beberapa segmen yang akan dibidik untuk mencapai sasaran obyektif. Targeting dilakukan untuk memfokuskan kegiatan kampanye dan isu yang dibuat. Sebelum menentukan target sasaran kampanye, terlebih dahulu dimulai dengan memahami wilayah pemilihan. Tim kampanye harus melihat jumlah total pemilih di suatu wilayah, dari situ akan ditetapkan jumlah pemilih minimal yang harus diraih untuk memenangkan pemilihan secara umum.

Khalayak sasaran yang dipilih oleh tim kampanye kandidat kepala daerah terutama adalah individu-individu yang dianggap masih belum menjatuhkan pilihannya kepada kandidat kepala daerah tertentu. Selain itu, kampanye juga dilakukan kepada basis massa pendukung utamanya dalam rangka proses reinforcement.

2.1.4.3. Positioning

Menurut Nursal (2004), definisi positioning dalam pemasaran politik adalah tindakan untuk menancapkan citra tertentu ke dalam benak para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu kandidat memiliki posisi khas, jelas dan Menurut Nursal (2004), definisi positioning dalam pemasaran politik adalah tindakan untuk menancapkan citra tertentu ke dalam benak para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu kandidat memiliki posisi khas, jelas dan

Political positioning menurut Kasali (1998) seperti diadaptasi oleh Nursal (2004), dapat didefinisikan sebagai strategi komunikasi untuk memasuki pikiran pemilih agar seorang kandidat kepala daerah mengandung arti tertentu yang berbeda yang mencerminkan keunggulannya terhadap kandidat pesaing dalam bentuk hubungan yang asosiatif. Positioning adalah sebuah strategi komunikasi yang bersifat dinamis, berhubungan dengan event marketing, berhubungan dengan atribut-atribut kandidat, memberi makna penting kepada para pemilih, atribut- atribut yang dipakai harus unik, harus diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang enak dan mudah didengar serta terpercaya.

Berikut adalah beberapa persyaratan positioning statement (slogan kampanye) yang efektif seperti yang disarankan oleh Nursal (2004), yaitu:

1. Harus dapat mewakili citra yang hendak ditanam dalam benak para pemilih.

2. Citra itu harus berupa hubungan asosiatif yang mencerminkan karakter suatu kontestan.

3. Kata-kata itu diolah dalam suatu bentuk rangkaian kalimat menarik yang disampaikan dengan manis. Kata-kata itu adalah atribut yang menunjukkan segi-segi keunggulan kontestan terhadap kontestan pesaing; solusi bahwa kontestan bersangkutan mampu mengatasi masalah yang dihadapi para pemilih; kumpulan atribut yang menguntungkan pemilih; atau secara sederhana mewakili unique selling proposition.

4. Semua kata-kata harus didesain berdasarkan informasi pasar. Atribut yang ditonjolkan harus dianggap penting oleh pemilih, dan kontestan yang 4. Semua kata-kata harus didesain berdasarkan informasi pasar. Atribut yang ditonjolkan harus dianggap penting oleh pemilih, dan kontestan yang

5. Pernyataan yang dihasilkan harus cukup singkat, mudah diulang-ulang dalam iklan, promosi, pidato, event, dan bentuk sosialisasi lainnya, dan harus memiliki dampak yang kuat terhadap para pemilih sasaran.

6. Mengandung kalimat yang unik dan bukti yang mendukung (Meyer, 1998).

7. Disebarluaskan dengan teknik-teknik yang jitu, pilihan media yang pas, frekuensi yang optimal, dan momentum waktu yang tepat.

Positioning harus dikomunikasikan kepada para pemilih agar persepsi pemilih tentang citra calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan citra yang dikehendaki oleh tim kampanye. Oleh karena itu, perlu diciptakan pernyataan singkat atau slogan kampanye yang menjadi inti dari komunikasi calon kepala daerah. Slogan kampanye tersebut adalah tema utama tunggal yang menjadi titik sentral pemasaran calon kepala daerah. Slogan kampanye tersebut harus ditampilkan berulang-ulang melalui berbagai media komunikasi agar dapat memasuki benak para pemilih. Proses penyusunan dan penyampaian produk politik pada akhirnya bertujuan untuk menopang dan memperkuat positioning.

2.1.5. Persuasi Politik

Menurut Nimmo (2005), persuasi adalah pembicaraan pengaruh yang bercirikan kemungkinan, diidentifikasi melalui saling memberi dan menerima diantara pihak-pihak yang terlibat. Persuasi adalah suatu pembicaraan politik yang Menurut Nimmo (2005), persuasi adalah pembicaraan pengaruh yang bercirikan kemungkinan, diidentifikasi melalui saling memberi dan menerima diantara pihak-pihak yang terlibat. Persuasi adalah suatu pembicaraan politik yang

McGuire (1968) dalam Nimmo (2005) telah mengembangkan teori tentang bagaimana orang menginterpretasikan imbauan persuasif. Agar persuasi terjadi, McGuire percaya bahwa harus ada enam langkah berurutan untuk memproses informasi persuasif, keenam langkah tersebut adalah: (1) Penyajian, dimana harus ada imbauan persuasif terlebih dahulu yang disajikan melalui beragam saluran komunikasi, (2) Perhatian, harus ada orang yang memperhatikan imbauan persuasif tersebut sehingga menciptakan keterlibatan aktif khalayak persuasif, (3) Pemahaman, memerlukan lebih banyak lagi tindakan dari anggota khalayak persuasif. Pemahaman berarti mengerti argumentasi dan kesimpulan pesan, (4) Penerimaan, tahap dimana khalayak persuasif menganggap bahwa imbauan persuasif tersebut relevan dengan keadaan dirinya, (5) Retensi, menunjukkan bahwa seseorang tetap pada pandangan yang baru diperolehnya dalam jangka waktu yang lama; bukan hanya sekedar menyatakan persetujuan dan kemudian melupakan seluruh pandangan itu, (6) Tanggapan ketaatan, tindakan yang sesuai dengan imbauan persuasif, merupakan hasil praktis dari kegiatan ini.

Ada tiga cara pandang mengenai persuasi politik menurut Nimmo (2005) yaitu, propaganda, periklanan, dan retorika. Ketiganya serupa dalam hal: semuanya memiliki tujuan (purposive), disengaja (intentional), dan melibatkan pengaruh, sehingga menghasilkan berbagai tingkat perubahan dalam persepsi, kepercayaan, nilai, dan pengharapan pribadi. Namun ada cara-cara yang berbeda dalam pendekatan ini. Pertama, ada perbedaan antara tekanan satu-kepada-banyak dan dua arah dalam meneruskan pesan-pesan. Kedua, ada perbedaan dalam Ada tiga cara pandang mengenai persuasi politik menurut Nimmo (2005) yaitu, propaganda, periklanan, dan retorika. Ketiganya serupa dalam hal: semuanya memiliki tujuan (purposive), disengaja (intentional), dan melibatkan pengaruh, sehingga menghasilkan berbagai tingkat perubahan dalam persepsi, kepercayaan, nilai, dan pengharapan pribadi. Namun ada cara-cara yang berbeda dalam pendekatan ini. Pertama, ada perbedaan antara tekanan satu-kepada-banyak dan dua arah dalam meneruskan pesan-pesan. Kedua, ada perbedaan dalam

2.1.5.1. Persuasi Politik Sebagai Propaganda