Proses produksi pembuatan keripik kulit singkong (kerlitsing) etha
commit to user
LAPORAN TUGAS AKHIR PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN KERIPIK KULIT SINGKONG (KERLITSING)
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Ahli Madya (A.Md) Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh :
ETHA BHIRAWA SATYA PUTRA (H3109024)
PROGRAM DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
LAPORAN TUGAS AKHIR PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN KERIPIK KULIT SINGKONG (KERLITSING)
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Ahli Madya (A.Md) Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh :
ETHA BHIRAWA SATYA PUTRA (H3109024)
PROGRAM DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(3)
commit to user
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN TUGAS AKHIR
Praktek ProduksiPembuatan Keripik Kulit Singkong (KERLITSING) Disusun Oleh :
ETHA BHIRAWA SATYA PUTRA H3109024
Telah dipertahankan di hadapan dosen penguji Pada tanggal : ………..
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Menyetujui,
Dosen Penguji I Dosen Penguji II
Esti Widowati, S.Si., M.P. Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si NIP. 198305052009122006 NIP.196407141991031002
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Prof. Dr. Ir. Bambang Puji Asmanto. M.S. NIP. 195602251986011001
(4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan tugas akhir ini dengan lancar.
Dalam kesempatan kali ini, tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Puji Asmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS.
2. Ir. Choiroel Anam, M.P, M.T selaku Ketua Program Diploma III Pertanian UNS.
3. Esti Widowati S.Si., M.P., selaku Dosen Penguji I. 4. Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si selaku Dosen Penguji II.
5. Bapak dan Ibu tercinta terimakasih atas pengorbanan dan doanya yang tiada henti, semoga kebahagiaan selalu menyertai Bapak dan Ibu, terimakasih atas supportnya.
6. Teman-teman seperjuangan DIII Teknologi Hasil Pertanian, semoga Allah SWT mempermudah langkah kita.
7. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing langkah kita semua.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna, sehingga besar harapan penulis akan adanya saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap semoga laporan praktek produksi ini dapat bermanfaat.
Surakarta, Juli 2012
(5)
commit to user
iv
PERSEMBAHAN
Segala puji hanya bagi Allah Tuhan semesta alam. Laporan Magang ini saya persembahkan untuk :
1. Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada kelompok kami.
2. Orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan, kasih sayang, doa, dan pengorbanan selama ini yang tidak akan pernah bisa kami untuk membalasnya.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S., ibu Esti Widowati S.Si., M.P., bapak Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si dan para dosen pengampu DIII Teknologi Hasil Pertanian terimakasih atas bimbingan, pengarahan, dan nasehat serta dukungannya selama ini.
4. Teman-teman Diploma III Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2009 yang selalu memberikan semangat dan kebersamaannya. Jangan pernah lupakan kebersamaan kita selama ini dan aku tunggu kumpul dan main barengnya lagi. Karena tanpa kalian semua aku bukanlah apa-apa.
5. Dan untuk semua pihak yang telah membantu demi lancarnya kegiatan ini, yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu. Terimakasih banyak.
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v MOTTO
Awali semua dengan bismillah…
Sifat orang yang berilmu tinggi adalah merendahkan hati
kepada manusia dan takut kepada Tuhan… (Rosullullah SAW)
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah
untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil
Kesabaran adalah energi. Kesabaran bukan berarti tidak
berbuat, namun menunggu saat yang tepat untuk bertindak dengan prinsip yang benar dengan cara yang benar (Fulthon. J Sheen)
(7)
commit to user
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERSEMBAHAN ... iii
MOTTO ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
ABSTRAK ... x
ABSTRAK INGGRIS ... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Praktek Produksi ... 3
D. Manfaat Praktek Produksi ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A.Singkong ... 4
B. Kulit Singkong ... 6
C.Persyaratan Mutu Keripik Singkong ... 8
D.Bahan Baku Pembuatan Keripik Kulit Singkong ... 9
E. Pengemas ... 18
F. Analisis Sensori ... 19
G.Analisis Kelayakan Ekonomi ... 21
III. METODE PELAKSANAAN ... 25
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 25
B. Bahan, Alat, dan Cara Kerja Pembuatan Keripik Kulit Singkong ... 25
C. Analisis Data ... 28
(8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Proses Pembuatan Keripik Kulit Singkong ... 32
B. Analisis Sensoris pada Keripik Kulit Singkong ... 33
C.Analisis Karakteristik Kimia Pada Keripik Kulit Singkong ... 36
D.Rencana Proses Pemasaran ... 38
E. Analisis Ekonomi Keripik Kulit Singkong ... 40
1. Perhitungan Biaya Tetap (Total Fixed Cost) ... 40
2. Perhitungan Biaya Tidak Tetap (Total Variable Cost) ... 42
F. Uraian Analisis Kelayakan Usaha Keripik Kulit Singkong ... 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
A. Kesimpulan ... 51
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
(9)
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Singkong pada Beberapa Bagiannya
Berdasarkan Bahan Kering ... 5
Tabel 2.2. Kandungan Energi dan Nutrisi dalam Singkong Per 100 g Bahan Basah ... 6
Tabel 2.3. Syarat Mutu Keripik Singkong ... 8
Tabel 2.4. Syarat Mutu Garam Konsumsi (SNI 01-4076-1999) ... 10
Tabel 2.5. Syarat Mutu Bumbu Penyedap Rasa Ayam (SNI 01-4273-1996) 14
Tabel 2.6. Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng ... 16
Tabel 3.1. Formulasi Keripik Kulit Singkong ... 25
Tabel 4.1. KarakteristikKeripik Kulit Singkong ... 33
Tabel 4.2. Karakteristik Kimia Keripik Kulit Singkong ... 36
Tabel 4.3. Biaya Usaha Tetap ... 40
Tabel 4.4. Amortisasi ... 41
Tabel 4.5. Bunga ... 41
Tabe1 4.6. Penyusutan Biaya Tetap ... 41
Tabel 4.7. Biaya Bahan Baku, Bahan Pembantu dan Kemasan ... 42
Tabe1 4.8. Biaya Bahan Bakar/Energi ... 42
(10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Singkong ... 4
Gambar 2.2. Kulit Singkong ... 7
Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Keripik Kulit Singkong ... 27
(11)
commit to user
x
PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN KERIPIK KULIT SINGKONG
Etha Bhirawa Satya Putra1
Esti Widowati, S.Si., M.P2; Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si2
ABSTRAK
Kulit singkong merupakan limbah dari singkong, setiap kilogram singkong dapat menghasilkan 15–20 % kulit singkong. Kulit singkong belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk meningkatkan citra, kulit singkong diolah menjadi makanan ringan berupa keripik kulit singkong dengan komposisi kulit singkong, garam dan penyedap rasa. Keripik kulit singkong memiliki kandungan asam lemak bebas rendah sehingga aman untuk dikonsumsi dan baik untuk kesehatan. Uji asam lemak bebas keripik kulit singkong berdasarkan metode Alkalimetri.
Hasil uji kesukaan keripik kulit singkong berdasarkan Analysis of
Variance (ANOVA), yang dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf signifikan 5 % dengan software SPSS for windows versi 17 yang disukai konsumen yaitu keripik kulit singkong dengan variasi perendaman air garam selama 3 hari. Keripik kulit singkong mengandung asam lemak bebas 0,22%. Hasil analisis ekonomi biaya produksi keripik kulit singkong 1 bulan Rp. 10.612048,8,- dengan kapasitas produksi 5000 kemasan/bulan, harga pokok penjualan Rp. 2.122.40975/kemasan, harga jual Rp. 2.600/kemasan, laba bersih Rp. 78.776,25,-/bulan. BEP unit 2.508 kemasan/bulan, B/C Ratio sebesar 1,225022642, ROI setelah pajak sebesar 0,742328384%, dan IRR sebesar 21,00912%.
Kata Kunci : Analisis Ekonomi, Analisis Kimia, Analisis Sensoris, Keripik, dan Kulit Singkong Keterangan :
1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nama Etha Bhirawa Satya Putra, NIM H3109024. 2. Dosen Jurusan /Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta dengan nama Esti Widowati S.Si., M.P2.
2. Dosen Jurusan /Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nama Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si2.
(12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
PRODUCTION PROCESS OF CASSAVA RIND CHIPS Etha Bhirawa Satya Putra1
Esti Widowati, S.Si., MP2; Ir.Bambang Sigit Amanto, M.Si2
ABSTRACT
The cassava rind is a waste of cassava, every kilograms of cassava can produce 15-20% of cassava rind. Cassava rind has not been fully utilized. To enhance the image, the cassava rind is processed into snack of cassava rind chips with composition of cassava rind, salt and flavorings. Cassava rind chips have a low free fatty acid content that is safe for consumption and good for health. Free fatty acid test of cassava rind chips based on the Alkalimetri method.
The results fondness test of cassava rinds chips based on Analysis of Variance (ANOVA), followed by Duncan Multiple Range Test (DMRT) at significant level of 5% with the software SPSS for windows version 17, consumer likes the cassava rind chips with variation of salt water immersion for 3 days. Cassava rind chips containing 0,22% free fatty acids. The economic analysis results of production cost of cassava chips rind for one month is Rp. 10.612.048,8,- with a production capacity of 5000 packs / month, the cost of god sold of Rp. 2.122.40975/pack, the selling price of Rp. 2.600/pack, net profit of Rp. 78.776.25, -/bulan, BEP units of 2508 pack / month, B/C ratio of 1.225022642, after tax ROI of 0.742328384%, and IRR of 21.00912%.
Keywords: Economic Analysis, Chemical Analysis, Sensory Analysis, Chips, Cassava and Rind
Description:
1. Student of D-III Study Program of Agricultural Technology, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta name Etha Bhirawa Satya Putra, NIM H3109024.
2. Lecturer of D-III Study Program of Agricultural Technology, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta name Esti Widowati, S.Si., M.P2.
2. Lecturer of D-III Study Program of Agricultural Technology, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta name Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si2.
(13)
commit to user
PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN KERIPIK KULIT SINGKONG
Etha Bhirawa Satya Putra1
Esti Widowati, S.Si., M.P2; Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si2
ABSTRAK
Kulit singkong merupakan limbah dari singkong, setiap kilogram singkong dapat menghasilkan 15–20 % kulit singkong. Kulit singkong belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk meningkatkan citra, kulit singkong diolah menjadi makanan ringan berupa keripik kulit singkong dengan komposisi kulit singkong, garam dan penyedap rasa. Keripik kulit singkong memiliki kandungan asam lemak bebas rendah sehingga aman untuk dikonsumsi dan baik untuk kesehatan. Uji asam lemak bebas keripik kulit singkong berdasarkan metode Alkalimetri.
Hasil uji kesukaan keripik kulit singkong berdasarkan Analysis of
Variance (ANOVA), yang dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf signifikan 5 % dengan software SPSS for windows versi 17 yang disukai konsumen yaitu keripik kulit singkong dengan variasi perendaman air garam selama 3 hari. Keripik kulit singkong mengandung asam lemak bebas 0,22%. Hasil analisis ekonomi biaya produksi keripik kulit singkong 1 bulan Rp. 10.612048,8,- dengan kapasitas produksi 5000 kemasan/bulan, harga pokok penjualan Rp. 2.122.40975/kemasan, harga jual Rp. 2.600/kemasan, laba bersih Rp. 78.776,25,-/bulan. BEP unit 2.508 kemasan/bulan, B/C Ratio sebesar 1,225022642, ROI setelah pajak sebesar 0,742328384%, dan IRR sebesar 21,00912%.
Kata Kunci : Analisis Ekonomi, Analisis Kimia, Analisis Sensoris, Keripik, dan Kulit Singkong Keterangan :
1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nama Etha Bhirawa Satya Putra, NIM H3109024. 2. Dosen Jurusan /Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta dengan nama Esti Widowati S.Si., M.P2.
Dosen Jurusan /Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nama Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si2.
(14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PRODUCTION PROCESS OF CASSAVA RIND CHIPS
Etha Bhirawa Satya Putra1
Esti Widowati, S.Si., MP2; Ir.Bambang Sigit Amanto, M.Si2
ABSTRACT
The cassava rind is a waste of cassava, every kilograms of cassava can produce 15-20% of cassava rind. Cassava rind has not been fully utilized. To enhance the image, the cassava rind is processed into snack of cassava rind chips with composition of cassava rind, salt and flavorings. Cassava rind chips have a low free fatty acid content that is safe for consumption and good for health. Free fatty acid test of cassava rind chips based on the Alkalimetri method.
The results fondness test of cassava rinds chips based on Analysis of Variance (ANOVA), followed by Duncan Multiple Range Test (DMRT) at significant level of 5% with the software SPSS for windows version 17, consumer likes the cassava rind chips with variation of salt water immersion for 3 days. Cassava rind chips containing 0,22% free fatty acids. The economic analysis results of production cost of cassava chips rind for one month is Rp. 10.612.048,8,- with a production capacity of 5000 packs / month, the cost of god sold of Rp. 2.122.40975/pack, the selling price of Rp. 2.600/pack, net profit of Rp. 78.776.25, -/bulan, BEP units of 2508 pack / month, B/C ratio of 1.225022642, after tax ROI of 0.742328384%, and IRR of 21.00912%.
Keywords: Economic Analysis, Chemical Analysis, Sensory Analysis, Chips, Cassava and Rind Description:
1. Student of D-III Study Program of Agricultural Technology, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta name Etha Bhirawa Satya Putra, NIM H3109024.
2. Lecturer of D-III Study Program of Agricultural Technology, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta name Esti Widowati, S.Si., M.P2.
Lecturer of D-III Study Program of Agricultural Technology, Agriculture Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta name Ir. Bambang Sigit Amanto, M.Si2.
(15)
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Singkong (Manihot esculenta) merupakan salah satu tanaman pangan yang mampu menghasilkan devisa cukup besar bagi negara, harganya yang relatif murah dan mudah diolah membuat singkong banyak dibuat menjadi berbagai macam produk olahan pangan seperti keripik singkong, getuk singkong, tepung tapioka, tape, singkong goreng/rebus, dan lain-lain. Diversifikasi pengolahan singkong pun telah banyak dilakukan dalam berbagai bentuk dan rasa untuk memenuhi selera konsumen yang berbeda-beda. Selain itu kulitnya pun juga dapat dimanfaatkan sebagai produk olahan pangan berupa keripik kulit singkong (Wargiono dan Baret, 1987).
Singkong sebagai bahan baku keripik mengandung 1,2 g protein, kalori 146 kal; 0,3 g lemak; 33 mg kalsium, 40 mg fosfor; 0,7 mg zat besi; 0,06 mg vitamin B1, dan 30 mg vitamin C dalam 100 g singkong. Oleh karena itu singkong dapat digunakan sebagai bahan baku industri pangan, industri pakan dan obat-obatan (IPTEKnet, 2005).
Setiap kilogram ketela pohon dapat menghasilkan 15 – 20 % kulit singkong. Pengolahan limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai kompos, pakan ternak, bioenergi, dan olahan kuliner. Limbah singkong tersebut dapat dengan mudah diperoleh dari industri rumahan yang memiliki bisnis singkong goreng ataupun keripik singkong. Kulit singkong dapat menjadi olahan kuliner yaitu berupa keripik kulit singkong, yang tak kalah sedap dan enak dengan keripik umbi singkong itu sendiri. Selain itu belum banyak indutri pangan yang mengolah kulit singkong menjadi makanan olahan berupa keripik. Dengan proses pengolahan yang baik limbah kulit singkong tersebut dapat menjadi hasil olahan yang mempunyai nilai jual tinggi dan menguntungkan (Astuningtias, 2008).
Kulit singkong termasuk dalam kategori sampah organik karena sampah ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sampah kulit
(16)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
singkong setelah pengupasan harus segera diolah supaya tidak membusuk karena sifat fisik kulit singkong yang mengandung air sehingga harus segera diolah karena banyak mikroorganisme yang tumbuh dalam kulit singkong yang menyebabkan kulit singkong busuk (Akanbi, 2007).
Namun pemanfaatan kulit singkong sampai saat ini masih kurang. Kulit singkong yang biasanya merupakan limbah dalam produksi produk berbasis singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi keripik kulit singkong. Peluang usaha keripik kulit singkong dapat menjadi alternatif variasi makanan ringan yang digemari masyarakat. Pemanfaatan kulit singkong tersebut akan dikombinasikan dengan berbagai rasa dari bahan tambahan makanan (BTM) seperti garam dan bumbu perasa lainnya yang diizinkan dengan tetap memperhatikan hasil akhir dari produk. Penggunaan berbagai rasa ditujukan untuk memenuhi selera konsumen yang beragam. Keripik kulit singkong (KERLITSING) memiliki kandungan serat kasar yang tinggi sehingga aman untuk dikonsumsi. Serat kasar berfungsi untuk membantu mempercepat ekskresi sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan dalam keadaan tanpa serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus yang dapat menyebabkan gangguan pada gerakan peristaltik pada usus besar sehingga ekskresi feses menjadi lebih lamban.
B. Rumusan Masalah
Pemanfaatan limbah kulit singkong menjadi produk olahan pangan dapat menghasilkan varian baru dalam produk makanan. Selain itu merupakan bentuk partisipasi dalam proyek menjaga lingkungan. Dengan proses dan formulasi yang tepat dalam pengolahannya keripik kulit singkong akan menjadi makanan yang digemari masyarakat dengan rasa khasnya yang gurih dan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan produk keripik singkong. Karena kandungan asam lemak bebasnya yang rendah sehingga aman untuk dikonsumsi.
Dengan memanfaatkan kulit singkong menjadi suatu produk pangan, berarti secara tidak langsung telah membantu beberapa pihak seperti para
(17)
commit to user
petani dan pemasok kulit singkong yang nantinya akan dapat menjual kulit singkong yang sebenarnya sudah tidak dipakai menjadi bisnis yang dapat menambah penghasilan dan sekaligus memperkenalkan produk baru keripik kulit singkong dan proses pembuatannya kepada masyarakat luas. Modifikasi keripik kulit singkong ini dilakukan dalam rangka memanfaatkan limbah dari singkong sebagai alternatif tambahan gizi berupa serat kasar, diharapkan dapat menarik konsumen dan dengan analisis ekonomi yang benar produk keripik kulit singkong dapat menghasilkan profit bagi produsennya.
C. Tujuan Praktek Produksi
Tujuan pelaksanaan praktek produksi ini adalah : 1. Mengetahui proses pengolahan keripik kulit singkong.
2. Mengetahui kandungan asam lemak bebas dalam keripik kulit singkong. 3. Mengetahui analisis ekonomi keripik kulit singkong.
D. Manfaat Praktek Produksi
Manfaat praktek produksi ini adalah :
1. Mengembangkan jiwa kreativitas dan kewirausahaan mahasiswa.
2. Untuk memberikan masukan dan informasi tambahan yang berguna bagi perkembangan industri keripik.
3. Memanfaatkan peluang usaha industri dari bahan baku yang biasanya di buang percuma.
4. Meningkatkan nilai jual singkong, sehingga menambah keuntungan bagi para pembudidaya dan pemasok bahan baku kulit singkong.
(18)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Singkong
Singkong disebut juga ubi kayu atau ketela pohon. Industri makanan dari singkong cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti getuk, timus, keripik, gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang memerlukan proses lebih lanjut. Dalam industri makanan, pengolahan singkong dapat digolongkan menjadi tiga yaitu hasil fermentasi singkong (tape dan peuyeum), singkong yang dikeringkan (gaplek) dan tepung singkong atau tepung tapioka (Rukmana, 1999).
Klasifikasi singkong/ubi kayu (Manihot esculenta) adalah (Tjitrosoepomo, 2005) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Dycotiledoneae Ordo : Euphorbiales Family : Euphorbeaceae Genus : Manihot
Species : Manihot esculenta Crantz
Gambar 2.1. Singkong (Deptan, 2007)
Tanaman singkong memiliki beberapa kelebihan diantaranya dapat tumbuh di tanah yang tidak subur namun cukup gembur, tetapi sebaliknya tidak tumbuh dengan baik pada tanah yang terlalu banyak airnya. Singkong merupakan tanaman berumur panjang yang tumbuh di daerah tropika dengan
(19)
commit to user
kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, tahan terhadap musim kemarau dan mempunyai kelembaban yang tinggi, tetapi sensitif terhadap suhu rendah. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah sampai tinggi, yaitu dari 0 sampai 2500 m di atas permukaan laut, maupun di daerah kering dengan curah hujan sekitar 500 mm/tahun, tetapi air tidak sampai tergenang di perakarannya. Hal inilah yang menyebabkan singkong dapat ditanam di mana-mana dan dapat ditanam setiap waktu sepanjang tahun dengan resiko kegagalan kecil (Soenarjo, 1979).
Untuk melihat potensi nutrisi tanaman singkong dalam beberapa bagiannya, berikut komposisi kimia singkong pada beberapa bagiannya seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1.Komposisi Kimia Singkong pada Beberapa Bagiannya Berdasarkan Bahan Kering
Kandungan nutrisi Daun (%) Batang (%) Umbi (%) Kulit umbi (%)
Protein kasar 23,2 10,9 1,7 4,8
Serat kasar 21,9 22,6 3,2 21,2
Abu 7,8 8,9 2,2 4,2
Ca 0,972 0,312 0,091 0,36
P 0,576 0,341 0,121 0,112
Mg 0,451 0,452 0,012 0,227
Sumber: Devendra (1977).
Pada tabel 2.1 menunjukan kandungan kulit singkong yang paling dominan adalah kandungan serat kasar yaitu sebesar 21,2 %. Serat kasar berpotensi untuk menurunkan berat badan atau cocok untuk diet karena serat kasar berfungsi untuk melancarkan proses buang air besar dari dalam tubuh (Piliang, 2006).
Perbedaan serat pangan dan serat kasar. Serat pangan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat pangan adalah bahan makanan residu sel tanaman yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan manusia dalam suasana keasaman lambung, serta hasil-hasil fermentasinya tidak dapat digunakan oleh tubuh. Sedangkan serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4) dan natrium
hidroksida (NaOH). Serat sangat baik untuk kesehatan, yaitu membantu mencegah sembelit, mancegah kanker, mencegah sakit pada usus besar,
(20)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
membantu menurunkan kadar kolesterol, membantu mengontrol kadar gula dalam darah, mencegah wasir, membantu menurunkan berat badan dan lain-lain (Pomeranz dan Meloan 1987).
Tabel 2.2. Kandungan Energi dan Nutrisi dalam Singkong Per 100 g Bahan Basah
Bahan Bahan
kering
Protein Pektin Serat kasar
Lemak Ca TDN Kulit singkong 17,45 8,11% 0,22% 15,20% 1,29% 0,63 74,73 Daun 23,53 21,45% 0,59% 25,71% 9,72% 0,72 61,00 Onggok 85,50 01,51% 0,01% 0,25% 1,03% 0,47 82,76 (Sudaryanto, 1989).
Singkong sebagai bahan pangan yang berdaya guna. Singkong saat ini merupakan komoditas agroindustri yang sangat berpotensi untuk diekspor, seperti tepung tapioka, industri fermentasi, dan berbagai industri makanan. Singkong sudah lama dikenal oleh masyarakat yang merupakan bahan pangan yang sering dikonsumsi dan digunakan dalam tatanan pengembangan agrobisnis dan agroindustri makanan (singkong berperan cukup besar dalam mencukupi bahan pangan nasional dan dibutuhkan sebagai bahan baku berbagai industri makanan) (Rukmana, 1999).
B. Kulit Singkong
Kulit singkong merupakan limbah hasil pengupasan pengolahan produk pangan berbahan dasar umbi singkong. Keberadaannya sangat dipengaruhi oleh eksistensi tanaman singkong yang ada di Indonesia. Kulit singkong terkandung dalam setiap umbi singkong dan keberadaannya mencapai 16% dari berat umbi singkong tersebut. Data tahun 2008 menyatakan bahwa kapasitas produksi industri singkong di Indonesia sebesar 20.794.929 ton jadi saat ini potensi ketersediaan kulit singkong bisa mencapai 3.327.188,6 ton/tahun (Supriyadi, 1995).
Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan gaplek, tapioka, tape, dan panganan berbahan dasar singkong lainnya. Potensi kulit singkong di Indonesia sangat melimpah, seiring eksistensi negara ini sebagai salah satu penghasil singkong terbesar di dunia. Kapasitas produksi singkong nasional pada tahun 2011 mencapai 2.172.437 ton. Dengan luas panen sebesar 177.605 hektar (BPS, 2011).
(21)
commit to user
Gambar 2.2. Kulit Singkong
Kadar HCN dalam singkong tidak konstan, tetapi berubah-ubah dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Jika tanaman singkong mengalami musim kering yang sangat panjang selama pertumbuhannya, kadar HCN-nya meningkat. Selain itu zat N yang terdapat di dalam pupuk dapat mempertinggi kadar HCN singkong. Racun sianida (HCN) masuk ke dalam tubuh ternak melalui pernafasan, kulit, dan yang terbanyak melalui saluran pencernaan. Dosis yang mematikan dari sianida adalah antara 0,5 – 3 mg/kg bobot tubuh (Cheeke dan Shull, 1985).
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik BPS (2008), diketahui produksi umbi singkong pada tahun 2008 adalah sebanyak 20,8 juta ton, artinya potensi kulit singkong di Indonesia mencapai angka 3,3 juta ton/tahun dan terus mengalami peningkatan produksi dalam setiap tahunnya. Sehingga singkong mudah dicari dan didapatkannya sebagai bahan baku pangan.
Untuk menurunkan kandungan HCN dalam kulit singkong yang akan diberikan kepada ternak atau dibuat produk pangan dapat dilakukan dengan perlakuan tertentu. Diantara perlakuan tersebut antara lain dengan cara pencucian dengan air yang mengalir, pengeringan atau penjemuran, perendaman atau dengan menambahkan senyawa kimia yang mengandung sulfur dan perebusan. Menghilangkan kandungan HCN dalam kulit singkong tidak sulit karena kandungan HCN dalam kulit singkong rendah (Doyle dan Djayanegara, 1983).
Berdasarkan kandungan sianidanya, singkong dibagi ke dalam tiga jenis (varietas) yaitu (Doyle dan Djayanegara, 1983).
(22)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
1 . Singkong manis dengan kandungan HCN 50 mg/kg umbi segar.
2. Singkong (tidak manis dan tidak pahit) dengan kandungan HCN antara 50 - 100 mg/kg umbi segar.
3. Singkong pahit dengan kandungan HCN di atas 100 mg/kg umbi segar. Singkong manis, umbi, kulit dan daunnya dapat dikonsumsi oleh manusia maupun ternak karena kandungan sianidanya rendah.
C. Persyaratan Mutu Keripik Singkong
Walaupun jenis-jenis keripik banyak beredar dipasaran, akan tetapi tidak semuanya telah memiliki SNI. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia yang dibuat oleh Badan Standardisasi Nasional, 01-4305-1996. Syarat mutu keripik dapat mengacu pada SNI keripik singkong pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Syarat Mutu Keripik Singkong
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan
1.1 Bau - normal
1.2 Rasa - khas
1.3 Warna - normal
1.4 Tekstur - renyah
2. Keutuhan, b/b % min. 90
3. Air, b/b % maks. 6,0
4. Abu, b/b % maks. 2,5
5. Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat), b/b % 6.
6.1
Bahan tambahan makanan Pewarna
Sesuai SNI 01-0222-1995 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/88
6.2. Pemanis buatan Tidak boleh ada
7. 7.1 7.2 7.3 7.4 8. 9. 9.1 9.2 9.3 Cemaran logam: Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Arsen Cemaran mikroba Angka lempeng total Coliform Kapang mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g APM/g Koloni/g maks. 1,0 maks. 10,0 maks. 40,0 maks. 0,05 maks. 0,5 maks. 10 4 < 3 maks. 10 4 Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 1996 (SNI 01-4305-1996).
(23)
commit to user
D. Bahan Baku Pembuatan Keripik Kulit Singkong
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan Keripik kulit singkong adalah kulit singkong, garam, air, penyedap rasa dan minyak goreng.
1. Kulit Singkong
Menurut Danarti dan Najiyati (1998), syarat mutu kulit singkong terdiri dari dua bagian :
a) Syarat organoleptik 1. Sehat (sound).
2. Tidak berbau apek atau masam. 3. Murni.
4. Tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing. b) Syarat Teknis
1. Kadar air maksimum (%). 2. Kadar abu maksimum (%).
3. Serat dan benda asing maksimum (%). 4. Derajat putih minimum (BaSO4=100%) (%).
5. Kekentalan (Engler).
6. Derajat asam maksimum (Ml IN Na) 7. Cemaran logam: OH/100 gram
a. Timbal (Pb) (mg/kg) b. Tembaga (Cu) (mg/kg) c. Seng (Zn) (mg/kg) d. Raksa (Hg) (mg/kg) 8. Arsen (AS) (mg/kg) 9. Cemara Mikroba:
a. Angka lempeng total maksimum (koloni/gram)
b. E. coli maksimum (koloni/gram)
c. Kapang maksimum (koloni/gram) 2. Garam
Garam sebagai bahan tambahan makanan berperan untuk menambah cita rasa produk akhir. Garam mempengaruhi aktivitas air dari bahan
(24)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dengan menyerap air sehingga aktivitas air menurun dengan menurunnya kadar air. Garam pada konsentrasi rendah (1%-3%) tidak bersifat membunuh mikroorganisme, tetapi hanya sebagai bumbu yang dapat memberi citarasa gurih pada bahan pangan (Buckle dkk, 1987). Syarat mutu garam konsumsi dapat dilihat pada tabel 2.4.
Menurut Hudaya dan Daradjat (1980) dalam industri makanan, fungsi utama dari garam adalah sebagai pemberi rasa. Dalam pembuatan keripik kulit singkong garam berperan sebagai pemberi citarasa dan sebagai pengawet dikarenakan adanya peristiwa plasmolisis keluarnya cairan sel bakteri yang menyebabkan bakteri mengkerut dan mati. Kualifikasi mutu garam adalah :
a) Bersih (bebas dari bahan-bahan yang tidak dapat larut) b) Bebas dari zat kimia
c) Halus dan tidak bergumpal-gumpal d) Cepat larut
Tabel 2.4. Syarat Mutu Garam Konsumsi (SNI 01-4076-1999). No. Jenis Uji Syarat
Mutu I Mutu II 1 Natrium chlorida (NaCl) Min. 94,7 % Min 94,4 %
2 Air Max. 5 % Max 10%
3 Iodium sebagai KIO3 40 ppm ± 25 % Negatif
4 Oksida besi (Fe2O3) 100 ppm 100 ppm
5 Kalsium dan magnesium sebagai Ca
Max 1 % Max 2 %
6 Sulfat Max 2 % Max 2 %
7 Bagian yang tak larut dalam air
Max 0,5 % Max 1 % 8 Logam-logam berbahaya
(Pb, Hg, Cu, dan As)
Negatif Negatif
9 Warna Putih Putih
10 Rasa Asin Asin
11 Bau Tidak berbau Tidak berbau
Sumber: SNI 01-4076-1999.
Mutu I : Garam konsumsi yang beryodium Mutu II : Garam konsumsi yang tidak beryodium 3. Air (H2O)
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat kerenyahan produk
(25)
commit to user
akhir serta cita rasa makanan. Air dalam pembuatan keripik berfungsi untuk proses pencucian dan digunakan untuk melarutkan bumbu yang digunakan untuk membuat keripik (Winarno, 1992).
Air yang digunakan dalam industri pangan harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mengandung besi dan mangan, serta dapat diterima secara bakteriologis, yaitu tidak menganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Djumali dkk, 1982).
Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K (0ºC). Air merupakan pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut sebagai zat-zat hidrofilik dan zat-zat yang tidak mudah tecampur dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat hidrofobik (Wulanriky, 2011).
Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam makanan. Sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimia organisme hidup. Salah satu pertimbangan penting dalam penentuan lokasi pabrik pengolahan bahan makanan adalah adanya sumber air yang secara kualitatif memenuhi syarat. Dalam pabrik pengolahan pangan, air diperlukan untuk berbagai keperluan misalnya pencucian, pengupasan umbi atau buah, penentuan kualitas bahan (tenggelam atau mengambang), bahan baku proses, medium pemanasan atau pendinginan, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan mencuci bahan sisa (Sudarmadji dkk, 2003).
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara
(26)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi (Purnomo, 1995).
Kualitas air dalam hal ini mencakup keadaan fisik dan kimia yang dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk kehidupan manusia, pertanian, industri, rekreasi dan pemanfaatan air lainnya. Dalam kualitas air ditetapkan melalui pengujian karakteristik fisika dan karakteristik kimia (Asdak, 2004).
Air bersih/minum secara fisik harus jernih tidak berwarna tidak berbau dan tidak berasa. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah (Amsyari, 1996).
a. Bau
Bau disebabkan oleh adanya senyawa lain yang terkandung dalam air seperti gas H2S, senyawa fenolklorofenol dan lain-lain.
b. Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan oleh adanya kandungan Total Suspended
Solid baik yang bersifat organik maupun anorganik . Kekeruhan dalam
air minum/air ber sih tidak boleh lebih dari 5 Nephelometric Turbidity Unit (NTU). Satuan NTU dipergunakan untuk menggambarkan tingkat kekeruhan. Nephelometer digunakan untuk mengukur seberapa banyak cahaya yang dipancarkan oleh partikel tersuspensi yang terdapat di dalam air. Semakin banyak cahaya yang terpancarkan, maka semakin tinggi nilai kekeruhannya. Sehingga, nilai NTU yang rendah mengindikasikan tingginya tingkat kejernihan air, sebaliknya nilai NTU yang tinggi mengindikasikan bahwa nilai kejernihannya rendah.
c. Rasa
Syarat air bersih/minum adalah air tersebut tidak boleh berasa. Air yang berasa dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan.
d. Suhu
Suhu air sebaiknya sama dengan suhu udara (25°C), dengan batas toleransi yang diperbolehkan itu 25°C sampai ± 30°C.
(27)
commit to user
e. Warna
Air minum sebaiknya tidak berwarna, bening dan jernih untuk alasan estetika dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun organisme yang berwarna.
Air murni adalah senyawa dari molekul hidrogen dan oksigen, rumus umumnya adalah H2O. Sumber utama dari air adalah lautan dan
tergantung pada keadaan sekitarnya serta daerah yang pernah dilaluinya yang mungkin mengandung zat-zat yang terlarut maka di alam air tidak pernah murni. Sifat-sifat fisika, kimia dan biologis sangat menentukan penggunaan air untuk air minum, irigasi, industri dan lain-lainnya. Sifat-sifat fisika air ditentukan oleh parameter fisika meliputi suhu, warna, padatan terlarut, suspensi, bau, dan lain-lain. Sifat kimia ini ditentukan oleh parameter kimia meliputi pH, BOD, COD, N-NO2, N-NH3, kandungan
logam-logam, CN, kesadahan dan lain-lain. Syarat-syarat air bersih yang digunakan untuk industri meliputi (Karmono dan Joko, 1989) :
a. Persyaratan Biologis
Persyaratan biologis berarti air bersih itu tidak mengandung mikroorganisme yang nantinya menjadi infiltran tubuh manusia. Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat grup, yakni parasit, bakteri, virus, dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme tersebut umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri seperti
Eschericia coli.
b. Persyaratan Fisik
Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya, yakni derajat keasaman, suhu, kejernihan, warna, bau. Aspek fisik ini sesungguhnya selain penting untuk aspek kesehatan langsung yang terkait dengan kualitas fisik seperti suhu dan keasaman tetapi juga penting untuk menjadi indikator tidak langsung pada persyaratan biologis dan kimiawi, seperti warna air dan bau.
(28)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
c. Persyaratan Kimia
Persyaratan Kimia berat khususnya air raksa, timah hitam, dan kadmium dapat menjadi gangguan pada faal tubuh dan berubah menjadi racun.
d. Persyaratan Radioaktif
Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti di sekitar reaktor nuklir.
4. Penyedap Rasa
Bumbu penyedap rasa telah banyak digunakan pada proses pemasakan, telah menjadi bagian dari gaya hidup saat ini yang menuntut kepraktisan dalam memasak. Bumbu penyedap rasa adalah produk bubuk atau blok atau kubus yang mengandung ekstrak tertentu, daging sapi (SNI 01-4273-1996) atau ayam, dengan penambahan bahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Bumbu penyedap rasa ini dapat memperkaya rasa suatu makanan sehingga nilai penerimaan makanan dapat menjadi lebih baik. Syarat mutu bumbu penyedap rasa menurut SNI 01-4273-1996 dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5.Syarat Mutu Bumbu Penyedap Rasa Ayam (SNI 01-4273-1996). No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Bumbu
Penyedap Rasa
1. Air % Max 4
2. Protein % Min 7
3. NaCl % Max 65
4. Angka lempeng Total Kol / g Max 104 5. Coliform APM / g Max < 3 6. Kapang dan khamir Kol / g Max 103 Sumber: SNI 01-4273-1996.
Karakteristik bahan baku bumbu penyedap rasa. Bahan baku yang terdapat pada bumbu penyedap rasa ayam dan sapi secara umum adalah garam, gula, lemak nabati, MSG, flavour, lada, bawang, seledri, kunyit, penguat rasa, zat pewarna (ayam) dan anti-gumpal (sapi) (Cahyadi, 2006).
(29)
commit to user
Menurut Cahyadi (2006), tujuan penggunaan penyedap rasa dalam pengolahan pangan adalah sebagai berikut:
a) Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma tertentu selama pengolahan.
b) Modifikasi, pelengkap atau penguat aroma.
c) Menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak disukai.
d) Membentuk aroma baru atau menetralisir bila bergabung dengan komponen dalam bahan pangan.
Penyedap rasa digunakan untuk menambah rasa nikmat pada masakan yang diolah. Bahan ini juga bisa menetralisir rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, dan menambah rasa dan aroma pada masakan (Winarno, 1994).
MSG pertama kali ditemukan oleh Ikada pada tahun 1909 dari mengisolasi garam metalik asam glutamat dari tumbuhan laut (genus
Laminaria) atau disebut konbu di Jepang. MSG memiliki cita rasa yang
khas yang disebut umami suatu elemen rasa yang dijumpai pada makanan alamiah seperti kaldu. Karakteristik umami berbeda dengan empat rasa yang lain pahit, manis, asin, dan asam, tetapi berupa sedap, lezat atau enak. Rasa umami ini bertahan lama dan didalamnya terdapat komponen
L-glutamate (suatu asam amino nonesensial) dan 5’-ribonucleotide. MSG
banyak digunakan pada masakan Cina, dan Asia Tenggara yang dikenal dengan nama ajinomoto, sasa, veksin, miwon atau weichaun (Loliger, 2000).
5. Minyak Goreng
Minyak goreng merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini harganya masih cukup mahal, akibatnya minyak goreng digunakan berkali-kali untuk menggoreng, terutama dilakukan oleh penjual makanan gorengan. Secara ilmiah minyak goreng yang telah digunakan berkali-kali, dengan pemanasan tinggi sangatlah tidak sehat, karena minyak tersebut
(30)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
asam lemaknya lepas dari trigliserida sehingga jika asam lemak bebas mengandung ikatan rangkap mudah sekali teroksidasi menjadi aldehid maupun keton yang menyebabkan bau tengik. Minyak goreng selain berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan. Kecukupan suhu dan waktu penggorengan berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan (Ketaren, 1986). Di Indonesia Standar mutu minyak goreng diatur dalam SNI 01-3741-1995 dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6. Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng No. Kriteria Uji Persyaratan
1. Bau Normal
2. Rasa Normal
3. Warna Muda jernih
4. Kadar Air Max.0,3%
5. Berat Jenis 0,9 gram/L
6. Asam Lemak bebas Max.0,3%
7. Angka Peroksida Max. 2 meg/Kg
8. Angka Iodium 45 -46
9. Angka Penyabunan 196- 206
10. Titik Asap min 200oC
11. Indeks Bias 1,448 – 1,450 12. Cemaran Logam
Besi Max 1,5 mg/Kg
Timbal Max 0,1 mg/Kg
Tembaga Max. 40 mg/Kg
Seng Max. 0,05 mg/Kg
Raksa Max. 0,1 mg/Kg
Timah Max. 0,1 mg/Kg
Arsen Max. 0,1 mg/Kg
Sumber : SNI 01-3741-1995.
Minyak goreng sangat mudah mengalami oksidasi dan ketengikan. Proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh proses autoksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Autoksidasi dimulai dengan pembentukan faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau
(31)
commit to user
hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori, sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat
membentuk hidroperoksida yang bersifat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno, 1992).
Minyak goreng yang digunakan berulang kali atau yang disebut minyak jelantah telah mengalami penguraian molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan dapat menyebabkan minyak menjadi berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida menjadi gliserol dan Free Fatty Acid (FFA) atau asam lemak jenuh. Selain itu, minyak goreng ini juga sangat disukai oleh jamur aflatoksin. Jamur ini dapat menghasilkan racun aflatoksin yang dapat menyebabkan penyakit pada hati. Penyimpanan lemak/minyak yang baik adalah dalam tempat tertutup, tidak lembab, jauhkan dari sinar matahari atau panas, dan jauhkan dari logam berat yang dapat memicu peristiwa oksidasi. Wadah lebih baik terbuat dari aluminium atau stainless steel. Adanya antioksidan berupa vitamin E dan polifenol dalam lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi (Aprilio, 2010).
(32)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
E. Pengemas
Pengemas disebut juga pembungkus, pewadahan atau pengepakan. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi, melindungi bahan pangan atau produk yang ada didalamnya, dan melindungi bahaya pencemaran serta bahaya fisik (gesekan benturan, dan getaran). Pengemasan juga berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri supaya mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Kemasan juga sebagai alat promosi dan media informasi (Syarif dkk, 1993).
Pengemasan kulit singkong menggunakan plastik Poly Propylene (PP) dengan ketebalan 0,10 mm dikarenakan plastik Poly Propylene (PP) memiliki permeabilitas lebih rendah dibandingkan plastik Poly Etilen (PE). Permeabilitas plastik Poly Propylene (PP) terhadap uap air 1,5 %, permeabilitas terhadap oksigen hingga 0,52 %, dan daya absorbsi air per 24 jam sebesar 0,01-0,03 %, lebih baik dari plastik Poly Etilen (PE) sehingga baik untuk mengemas produk keripik kulit singkong karena dapat mencegah uap air masuk lewat kemasan, titik leleh lebih tinggi dan cocok untuk mengemas produk-produk yang berminyak (Suyitno, 1990).
Fungsi-fungsi suatu kemasan. Pengemasan bahan pangan harus memperlihatkan lima fungsi-fungsi utama (Buckledkk, 1987) antara lain : a. Harus dapat mempertahankan produk supaya bersih dan memberikan
perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya.
b. Harus memberi perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar.
c. Harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan. d. Harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut
rancangan, dan memberi kemudahan pada konsumen dalam membuka dan menutup kembali wadah tersebut.
(33)
commit to user
e. Harus memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan. Unit-unit pengepakan yang dijual harus dapat menjual apa yang dilindunginya dan melindungi yang dijual.
F. Analisis Sensoris
Pengujian sensori terhadap keripik kulit singkong menggunakan uji scoring terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Skala penilaian bertahap dari nilai 4 (suka) sampai nilai 1 (tidak suka) untuk tiap parameter yang diuji. Uji organoleptik ini melibatkan 30 orang panelis, pengujian dilakukan dengan panelis tidak terlatih. Uji organoleptik adalah pengujian yang dilakukan dengan menggunakan pancaindera. Panelis adalah orang yang memberikan penilaian terhadap suatu produk, dibedakan menjadi lima yaitu panelis perorangan, panelis terbatas, panelis terlatih (7-15 orang), panelis setengah terlatih (15-25 orang) ,dan panelis tidak terlatih (30 orang). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan uji organoleptik adalah fisiologi (keadaan fisik panelis), psikologi (perasaan panelis), dan kondisi lingkungan saat pengujian. Dalam pelaksanaanya digunakan uji hedonik dimana panelis tidak terlatih memberikan penilaian dalam skala yang menunjukkan tingkat dari sangat tidak suka sekali sampai sangat suka sekali untuk respon rasa (Kume, 2002).
Perbedaan uji skoring dengan uji ranking. Uji skoring atau uji skor berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik, dan dapat digunakan untuk menilai sifat hedonik. Pada uji skoring diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan ini adalah pemberian suatu nilai atau skor tertentu terhadap suatu karakteristik mutu. Pemberian skor dapat dikaitkan dengan skala hedonik yang jumlah skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki. Sedangkan uji penjenjangan (uji pengurutan atau ranking) jauh berbeda dengan uji skor. Dalam uji ini komoditi diurutkan atau diberi nomor urutan, urutan pertama selalu menyatakan yang paling tinggi. Data penjenjangan tidak dapat diperlakukan sebagai nilai
(34)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
besaran, sehingga tidak dapat dianalisa statistik lebih lanjut, tetapi masih mungkin dibuat reratanya (Rahayu, 2001).
Tujuan analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan yang diperoleh pancaindera manusia terhadap suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu produk. Analisis sensori umumnya digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai kualitas suatu produk dan pertanyaan yang berhubungan dengan pembedaan, deskripsi, dan kesukaan atau penerimaan (afeksi). Hal umum yang ingin diketahui dari analisis sensori adalah kesukaan keseluruhan, kesukaan terhadap atribut sensori tertentu, keinginan membeli, kecocokan konsep dan merek, serta pengakuan terhadap keuntungan atau nilai lebih dari produk yang tidak berhubungan langsung dengan fungsi dan mutu (Soewarno, 1985).
Dalam uji skoring parameter yang mencirikan produk tersebut denga atribut atau karakter. Pemilihan atribut sensori dan batasanya dihubungkan dengan sifat kimia rasa, bau, dan flavour. Sementara untuk tekstur dan kenampakannya dihubungkan dengan sifat fisik. Pemahaman pada sifat reologi dan kimia produk memudahkan untuk penyusunan data dan berguna dalam penentuan keputusan (Utami, 1999).
Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji. Pada pengujian ini digunakan panelis yang belum terlatih. Panelis diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan, tanpa membandingkan dengan sampel standar atau sampel-sampel yang diuji sebelumnya. Dalam tipe uji skoring panelis diminta untuk menilai penampilan sampel berdasarkan intensitas atribut atau sifat yang dinilai. Panelis harus paham mengurutkan intensitas sifat yang dinilai. Oleh karena itu dalam pengujian ini digunakan panelis yang terpilih dan terlatih. Tipe pengujian ini sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu, misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna (Kartika dkk, 1988).
Metode uji kesukaan atau uji penerimaan juga disebut acceptance test
(35)
commit to user
suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Jika pada uji pembedaan panelis mengemukakan kesan akan adanya perbedaan tanpa disertai kesan senang atau tidak maka pada uji pemilihan panelis mengemukakan tanggapan pribadi adalah kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensori atau kualitas yang dinilai. Misalnya, kesan gurih dan renyah pada kerupuk, kesan halus pada permukaan kertas adalah berhubungan dengan sifat-sifat yang disenangi. Sebaliknya rasa hambar, terlalu asin dan liat pada daging berkaitan dengan sifat-sifat yang tidak disukai (Soekarto, 1985).
G. Analisis Kelayakan Ekonomi
Analisis kelayakan usaha bertujuan untuk menentukan kalayakan suatu usaha, baik dari segi teknik, ekonomi, maupun finansial. Analisis ekonomi bertujuan mengetahui apakah usaha yang dijalankan dapat memberikan keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitikberatkan kepada aspek keuangan berupa lalu lintas uang (cash flow) yang terjadi selama usaha dijalankan. Analisis ekonomi yang dilakukan meliputi perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, serta kriteria kelayakan usaha (Astawan, 1999).
1. Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.
a. Biaya Tetap (Fixed Cost).
Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, biaya penyusutan alat, amortisasi, pajak dan asuransi dan dana sosial.
b. Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya, biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya kemasan, biaya bahan bakar/energi, biaya perawatan dan perbaikan.
(36)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
2. Harga Pokok Penjualan
Harga pokok penjualan adalah harga terendah dari produk yang tidak mengakibatkan kerugian bagi produsen. Harga pokok penjualan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Harga Pokok Penjualan (HPP) =
ulan produksi/b jumlah
ulan produksi/b biaya
Total
3. Analisis Rugi/ Laba
Analisis laba rugi adalah suatu analisis keuangan yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akutansi. Jadi merupakan suatu analisis yang menunjukkan hasil-hasil operasi perusahaan selain periode tersebut. Pendapatan, netto atau laba adalah apa yang tersisa setelah dikurangkan dengan pengurangan-pengurangan yang timbul didalam memproduksi barang dan jasa atau dari penerimaan yang diperoleh dengan penerimaan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan kata lain, laba = penerimaan – pengeluaran.
4. Kriteria Kelayakan Usaha
Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah Break Event
Point (BEP), Return On Investment (ROI), Net Benefit Cost (Net B/C), Pay
Back Period (PBP) dan Internal Rate of Return (IRR).
a. Break Event Point (BEP)
BEP digunakan untuk menentukan besarnya volume penjualan yaitu perusahaan tersebut sudah dapat menutup semua biaya-biaya tanpa mengalami kerugian maupun keuntungan. BEP adalah suatu titik kesinambungan pada titik tersebut jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika penjualan berjumlah kurang daripada jumlah yang ditunjukkan oleh titik ini, maka akan diperoleh kerugian bersih (Astawan, 1999).
Untuk menentukan nilai BEP atas dasar unit produksi adalah sebagai berikut.
(37)
commit to user
BEP (unit) =
bulan / produksi kapasitas ap tidak tet Biaya @ jual Harga (FC) Tetap Biaya
b. Return On Investment (ROI)
Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara
besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan persen (%) per tahun.
% 100 Produksi Biaya Total Laba
ROI x
ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap ditambah modal kerja (Sutanto, 1994).
c. Net Benefit Cost Net B/C
Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula kriteria yang disebut Benefit Cost Ratio (BCR). Penggunaannya dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Meskipun penekanannya ditujukan kepada manfaat bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini (Gittinger, 1986).
Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara
pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Astawan, 2006).
B/C Ratio
Produksi Biaya
Keuntungan
(38)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
d. Pay Back Period (PBP)
Pay Back Periode merupakan jangka waktu yang dibutuhkan
untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa persentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Pay
Back Periode tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk
industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun. Rumus PBP adalah sebagai berikut (Sutanto, 1994).
Ab I Periode Back
Pay
Keterangan I : Jumlah modal
Ab : Penerimaan bersih per tahun
e. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang
menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol. Dengan demikian IRR ini menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang akan dicapai oleh proyek tersebut. IRR akan selalu mendekati besarnya (i) sehingga sering dijadikan pedoman tingkat bunga yang berlaku (i).
Berdasarkan kriteria investasi IRR, suatu proyek akan dipilih apabila IRR ≥ social discount rate, sedangkan IRR kurang dari social
discount rate maka proyek tersebut akan ditolak.
IRR = ( 2 1)
2 1
1
1 x DF DF
NPV NPV
NPV
DF
(39)
commit to user
25 BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Proses produksi keripik kulit singkong dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai Juli 2012 di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Bahan, Alat, dan Cara Kerja Pembuatan Keripik Kulit Singkong
Bahan, alat dan cara kerja pembuatan keripik kulit singkong antara lain:
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan keripik kulit singkong, yaitu kulit singkong bagian dalam dari jenis singkong malang II yang mempunyai ciri kulit luar berwarna cokelat, serta kulit bagian dalam berwarna putih, dan warna daging singkong berwarna putih. Kulit singkong didapat dari UKM keripik singkong di desa Krapyak Wetan, Kartasura. Bahan singkong diperoleh dari agen singkong di pasar Kartasura. Garam yang digunakan dalam perendaman kulit singkong adalah garam beriodium dengan merk dangdut, penyedap rasa yang digunakan adalah merk royco, dan minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng keripik kulit singkong dengan merk bimoli.
Tabel 3.1. Formulasi Keripik Kulit Singkong Bahan Formulasi 1
1 kg (A)
Formulasi 2 1 kg (B)
Formulasi 3 1 kg (C)
Kulit singkong perendaman 1 hari perendaman 2 hari perendaman 3 hari
Garam 37 g 37 g 37 g
Penyedap rasa 8 g 8 g 8 g
Keterangan :
1. Formulasi 1 (A) : Perendaman selama 1 hari dengan kode 121 2. Formulasi 2 (B) : Perendaman selama 2 hari dengan kode 232 3. Formulasi 3 (C) : Perendaman selama 3 hari dengan kode 343
Dalam perendaman kulit singkong tidak ada perbedaan yang signifikan, hanya pada lama waktu perendaman dengan perlakuan setiap hari air rendaman harus diganti karena bakteri berpotensi tahan terhadap garam atau halofilik, selain itu dalam kulit singkong mengandung
(40)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
senyawa HCN yang bersifat racun sehingga air harus diganti supaya kulit singkong tetap bersih karena HCN larut dalam air.
2. Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan keripik kulit singkong adalah kompor gas, baskom, wajan penggorengan, pisau, dandang, talenan, dan timbangan. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk melakukan uji asam lemak bebas adalah erlenmeyer, buret, gelas ukur dan timbangan analitik (Sartorius BP 160 P).
3. Cara Kerja
Kulit singkong yang digunakan adalah kulit singkong jenis singkong malang II yang dipanen dalam waktu 9-10 bulan dan memiliki diameter 4-6 cm. Kulit singkong disortasi dengan cara memilih kulit singkong yang lebar pada proses pengupasannya supaya kulit singkong mudah untuk dicetak. Setelah dikupas kulit singkong kemudian dibersihkan dan dicuci dengan air hingga bersih. Setelah dicuci bersih, kulit singkong direbus sampai mendidih hingga berwarna kecoklatan selama ± 45 menit supaya kulit singkong matang dan lebih lunak, sehingga memudahkan dalam proses pencetakan, selain itu untuk menghilangkan kandungan HCN yang terdapat pada kulit singkong. Setelah dingin kulit singkong dicetak bulat-bulat dengan menggunakan cetakan dari bahan plastik dengan diameter 3,5 cm. Kulit singkong kemudian dicuci kembali, dan direndam dengan campuran air, garam dan penyedap rasa dengan lama perendaman 3 hari dengan air rendaman diganti setiap harinya karena bakteri berpotensi tahan terhadap garam atau halofilik, selain itu kulit singkong mengandung senyawa HCN yang bersifat racun sehingga air harus diganti supaya kulit singkong tetap bersih. Semakin lama perendaman kulit singkong semakin baik produk keripik kulit singkong yang akan dihasilkan karena selama proses perendaman dengan menggunakan air garam terjadi plasmolisis peristiwa keluarnya cairan sel bakteri yang menyebabkan bakteri mengkerut dan mati sehingga berpengaruh pada keawetan pangan. Selain itu semakin lama perendaman juga mempengaruhi tekstur kulit singkong semakin lama perendaman semakin keras tekstur kulit singkong karena terjadi
(41)
commit to user
pengikatan air pada bahan oleh larutan garam yang mengakibatkan kandungan air pada bahan menurun sehingga kulit singkong semakin keras dan perendaman menggunakan air garam juga berfungsi untuk memberikan citarasa pada kulit singkong. Setelah bumbu meresap, kulit singkong digoreng dengan cara 2 kali penggorengan. Penggorengan pertama dilakukan dengan waktu ± 30 detik yang berfungsi untuk mematangkan kulit singkong, setelah itu didiamkan selama ± 12 jam, bertujuan untuk mengurangi kandungan minyak pada bahan, selama proses pendinginan produk ditempatkan pada wadah plastik yang ditutup rapat dan disimpan pada tempat yang teduh jauh dari sinar matahari dan logam berat supaya tidak terjadi oksidasi. Setelah itu kulit singkong digoreng kembali selama ± 30 detik untuk mendapatkan tekstur keripik kulit singkong yang renyah. Proses pembuatan keripik kulit singkong 1 resep pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Keripik Kulit Singkong Kulit singkong 1 kg
Perebusan selama ± 45 menit Pencucian
Pencetakan dengan diameter 3,5 cm
Perendaman 3
Keripik kulit singkong 200 g Pendinginan selama ± 30
Penggorengan pertama selama ± 30 detik
Penggorengan kedua, selama ± 30 detik
Air, garam 37 g dan penyedap
rasa 8 g
Limbah ± 10%
Pendinginan selama ± 12 jam Air
(42)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
C. Analisis Data
1. Analisis Karakteristik Sensori Keripik Kulit Singkong
Dalam praktek produksi ini dilakukan uji organoleptik yang berfungsi untuk menentukan tingkat kesukaan pada 3 jenis keripik kulit singkong yang dibedakan berdasarkan variasi lama perendaman. Keripik Kulit Singkong dilakukan analisis sensoris dengan menggunakan uji kesukaan dengan parameter warna, rasa, tekstur, aroma dan overall. Uji organoleptik dengan membuat 3 variasi lama perendaman yang berbeda ini bertujuan untuk mengetahui variasi lama perendaman yang disukai panelis berdasarkan penerimaan panelis dengan menggunakan metode skoring. Skala penilaiannya dari nilai 4 = suka, 3 = agak suka, 2 = kurang suka, 1 = tidak suka untuk tiap parameter yang diuji. Uji organoleptik ini melibatkan 30 orang panelis. Pengujian dilakukan dengan panelis tidak terlatih. Tujuan praktek ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan keripik kulit singkong, kandungan asam lemak bebas dalam keripik kulit singkong untuk mengetahui berapa lama produk akan bertahan dan tidak mengalami ketengikan, dan analisis ekonomi keripik kulit singkong. 2. Analisis Karakteristik Kimia Keripik Kulit Singkong
Keripik kulit singkong dilakukan analisis kimia untuk mengetahui kandungan asam lemak bebas dalam bahan makanan dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari sifat bahannya. Keripik kulit singkong lama perendaman 3 hari dilakukan analisis asam lemak bebas untuk mengetahui berapa lama produk keripik kulit singkong akan bertahan dan tidak mengalami ketengikan.
D. Analisis Ekonomi
Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah biaya produksi, biaya perawatandan perbaikan, penyusutan (depresiasi), pajak usaha, harga pokok penjualan, perhitungan penjualan, perhitungan rugi laba, Break Event
Point (BEP), Return On Investment (ROI), Pay Out Time (POT), Net benefit
(43)
commit to user
1. Biaya Produksi
Total biaya produksi = total fixed cost + total variable cost
2. Biaya Perawatan dan Perbaikan (BPP)
alat umur x perbulan rja e k jam x perhari rja ke jam perbulan rja ke jam x perhari rja ke jam x FPP x P BPP %
= harga awal
FPP = faktor perawatan dan perbaikan
3. Penyusutan/Depresiasi
N NS P Depresiasi
Keterangan:
P : Harga peralatan awal NS : Biaya penyusutan N : Jumlah bulan
4. Pajak Usaha
Pajak Usaha = 10% x laba kotor
5. Harga Pokok Penjualan (HPP)
HPP =
produksi kapasitas
produksi Biaya
6. Perhitungan Penjualan
Penjualan = Harga/unit x jumlah unit
7. Perhitungan Rugi Laba
Laba kotor = Penjualan-Biaya Pokok Produksi
Laba bersih = Laba Operasi – Pajak Usaha
8. Break Event Point(BEP)
Break Even Point adalah titik pulang pokok yaitu total revenue
total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek terjadinya titik pulang pokok atau TR=TC tergantung lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya (Ibrahim, 1998). Perhitungan rumus QBEP digunakan
untuk menentukan jumlah produksi minimum supaya tercapai BEP adalah sebagai berikut:
(44)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
QBEP =
) /
(VC kapasitasproduksi Jual
rga Ha
FC
FC : Fixed Cost (BiayaTetap)
VC : Variabel Cost (biaya tidak tetap)
9. Return On Investment (ROI)
Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya
laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan prosen (%) per tahun.
ROI sebelum pajak = x100%
produksi biaya
Total
kotor laba
ROI sesudah pajak = x100%
produksi biaya
Total
bersih Laba
ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap + modal kerja (Sutanto, 1994).
10.Pay Out Time (POT)
POT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih.
kotor Laba
produksi Biaya
POT
11.Net Benefit Cost (Net B/C)
Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara
pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Astawan, 2006).
produksi Biaya
Pendapa CRatio
(45)
commit to user
12. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return adalah suatu tingkat bunga yang
menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol.
IRR =
( 2 1)
2 1
1
DF DF
x NPV NPV
NPV DF
(46)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Proses Pembuatan Keripik Kulit Singkong
Bahan yang digunakan dalam pembuatan keripik kulit singkong, yaitu kulit singkong bagian dalam dari jenis singkong malang II yang dipanen dalam waktu 9-10 bulan dan memiliki diameter 4-6 cm. Mempunyai ciri kulit luar berwarna cokelat, serta kulit bagian dalam berwarna putih, dan warna daging singkong berwarna putih.
Proses pembuatan keripik kulit singkong. Dalam proses pembuatan keripik kulit singkong, pertama-tama kulit singkong disortasi dengan cara memilih kulit singkong yang lebar pada proses pengupasannya supaya kulit singkong mudah untuk dicetak. Setelah dikupas kulit singkong kemudian dibersihkan dan dicuci dengan air hingga bersih. Setelah dicuci bersih, kulit singkong direbus sampai mendidih hingga berwarna kecoklatan selama ± 45 menit supaya kulit singkong matang dan lebih lunak, sehingga dalam proses pencetakan lebih mudah, selain itu untuk menghilangkan kandungan HCN yang terdapat pada kulit singkong. Setelah dingin kemudian kulit singkong dicetak bulat-bulat dengan menggunakan cetakan dari bahan plastik dengan diameter 3,5 cm. Kulit singkong kemudian dicuci kembali, dan direndam dengan campuran air, garam dan penyedap rasa dengan lama perendaman 3 hari dengan air rendaman diganti setiap harinya karena bakteri berpotensi tahan terhadap garam atau halofilik, selain itu dalam kulit singkong mengandung senyawa HCN yang bersifat racun sehingga air harus diganti supaya kulit singkong tetap bersih karena HCN larut dalam air. Semakin lama perendaman kulit singkong semakin baik produk keripik kulit singkong yang akan dihasilkan karena semakin lama proses perendaman dengan menggunakan air garam terjadi plasmolisis peristiwa keluarnya cairan sel bakteri yang menyebabkan bakteri mengkerut dan mati sehingga berpengaruh pada keawetan pangan. Selain itu semakin lama perendaman tekstur kulit singkong akan semakin keras karena terjadi pengikatan air pada bahan oleh larutan garam yang mengakibatkan kandungan air pada
(47)
commit to user
bahan menurun sehingga kulit singkong semakin keras dan perendaman menggunakan air garam juga berfungsi untuk memberikan citarasa pada kulit singkong. Setelah bumbu meresap, kulit singkong digoreng dengan cara 2 kali penggorengan. Penggorengan pertama dilakukan dengan waktu ± 30 detik yang berfungsi untuk mematangkan kulit singkong, setelah itu ditiriskan dalam kertas buram yang bertujuan untuk mengurangi kandungan kadar minyak pada bahan, selama proses pendinginan produk ± 12 jam keripik kulit singkong ditempatkan pada wadah plastik yang ditutup rapat dan disimpan pada tempat yang teduh jauh dari sinar matahari dan logam berat supaya tidak terjadi oksidasi. Setelah itu kulit singkong digoreng kembali selama ± 30 detik untuk mendapatkan tekstur keripik kulit singkong yang renyah. Sebelum dikemas keripik kulit singkong ditiriskan dan didinginkan dalam wadah dengan diberi kertas buram supaya produk lebih tahan lama karena tidak mudah mengalami oksidasi dan supaya produk tidak cepat berkurang kerenyahannya.
B. Karakteristik Sensoris pada Keripik Kulit Singkong
Uji organoleptik ini dapat membantu dalam penentuan formula yang paling tepat untuk mendapatkan gambaran mengenai selera konsumen di pasaran dan sangat membantu dalam bidang industri pangan yang ingin mengeluarkan produknya supaya dapat diterima oleh konsumen berupa produk baru salah satunya keripik kulit singkong dan selanjutnya produk ini akan diuji kandungan asam lemak bebasnya. Karakteristik sensoris keripik kulit singkong dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Sensoris Keripik Kulit Singkong
Sampel Warna Rasa Tekstur Aroma Keseluruhan Keripik kulit singkong dengan
lama perendaman 24 jam (121)
2,40a 2,47a 2,90a 2,33a 2,50a Keripik kulit singkong dengan
lama perendaman 48 jam (232)
2,90b 2,73a 3,20ab 2,83b 2,97b Keripik kulit singkong dengan
lama perendaman 72 jam (343)
3,37c 3,87b 3,47b 3,23c 3,67 c Skala nilai : 1 = nilai yang tidak disukai
2 = nilai yang kurang disukai 3 = nilai yang agak disukai 4 = nilai yang disukai
(1)
commit to user
IRR = ( 2 1)
2 1
1
1 x DF DF
NPV NPV
NPV
DF
=
(21% 20%) 037 , 1072196 254 , 1909147 254 , 1909147 %20
x = 21,00912%
Nilai IRR sebesar 21,00912%. IRR tersebut menyatakan bahwa perusahaan ini mampu untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang akan dicapai, sehingga perusahaan ini layak untuk tetap dijalankan.
F.Uraian Analisis Kelayakan Usaha Keripik Kulit Singkong
Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa analisa usaha Keripik Kulit Singkong ini adalah :
a) Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha, bunga dan dana sosial. Biaya tetap produksi Keripik Kulit Singkong (KERLITSING) setiap bulan Rp. 2.403.165,-
2. Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, pembantu dan kemasan, biaya bahan bakar/energi, biaya tenaga kerja, serta biaya perawatan dan perbaikan. Biaya variabel produksi Keripik Kulit Singkong (KERLITSING) setiap bulan sebesar Rp. 8.208.884,-.
(2)
commit to user 3. Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi merupakan jumlah/besarnya produk yang dapat dihasilkan oleh perusahaan selama kurun waktu tertentu. Kapasitas produksi KERLITSING setiap bulan adalah 5000 kemasan plastik. Satu kemasan berisi 100 gram KERLITSING.
4. Harga Pokok Penjualan
Harga pokok penjualan merupakan harga minimal yang harus diberikan pada produk untuk menghindari kerugian. Harga pokok berasal dari biaya produksi (biaya tetap dan biaya tidak tetap) dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan (kapasitas produksi). Harga Pokok Penjualan KERLITSING adalah Rp. 2.122,4098,-.
5. Harga Jual
Harga jual adalah harga yang diberikan pada produk setelah ditambah keuntungan sesuai yang diinginkan oleh perusahaan mengacu/berdasarkan harga pokok, sehingga untuk memperoleh keuntungan maka harga jual harus lebih tinggi dari harga pokok. Harga jual KERLITSING Rp 2.600/kemasan.
b)Laba (Keuntungan)
Laba (keuntungan) merupakan selisih antara pendapatan dan pengeluaran atau selisih antara harga jual dengan harga pokok. Laba perusahaan meliputi laba kotor dan laba bersih.
1. Laba Kotor
Laba kotor merupakan laba yang diperoleh dari selisih hasil penjualan dengan biaya produksi sebelum dikurangi pajak usaha. Laba kotor dari proses produksi KERLITSING ini adalah Rp. 2.387.951,-/bulan dari 5.000 kemasan KERLITSING.
2. Laba Bersih
Laba bersih merupakan laba yang diperoleh dari selisih laba kotor dengan pajak kepemilikan usaha. Laba bersih dari produksi KELITSING Rp. 78.776,25,-/bulan.
(3)
commit to user
3. Break Even Point (BEP)
Break Even Point merupakan titik keseimbangan. Pada titik
tersebut pendapatan sama dengan biaya yang dikeluarkan, artinya titik impas yaitu perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan. Produksi KERLITSING mencapai titik impas pada tingkat produksi 2.508 kemasan dari kapasitas produksi 5000 kemasan plastik setiap bulannya. Jadi selisih antara kapasitas produksi dan titik impas merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu usaha/produksi KERLITSING ini tetap dapat berjalan.
4. Return of Investment (ROI)
Return of Investment merupakan kemampuan modal untuk
mendapatkan keuntungan atau persentase keuntungan yang diperoleh dari besarnya modal yang dikeluarkan. Return of Investment produksi KERLITSING 0,742328384 %.
5. Pay Out Time (POT)
POT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih. Produksi KERLITSING akan kembali modal dalam jangka waktu 4,443997234 bulan.
6. Benefit Cost Ratio (B/C)
Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara pendapatan
yang diperoleh dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1, maka proses produksi tidak layak untuk dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian. Sebaliknya jika B/C lebih dari 1, maka proses produksi (usaha) tetap dapat dijalankan karena perusahaan mendapatkan keuntungan. Jika B/C sama dengan 1 maka perusahaan mengalami titik impas (tidak untung dan tidak rugi), artinya perlu mempertimbangkan beberapa faktor untuk tetap
menjalankan usaha. B/C rationya dari analisis ekonomi
(4)
commit to user 7. IRR (Internal Rate of Return)
Internal Rate of Return adalah suatu tingkat bunga yang
menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol.
Nilai IRR sebesar 21,00912 % menyatakan bahwa perusahaan ini mampu untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang dicapai, sehingga perusahaan ini layak untuk tetap dijalankan.
(5)
commit to user
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan praktek produksi Keripik Kulit Singkong dapat disimpulkan bahwa :
1. Kulit singkong yang digunakan untuk membuat keripik kulit singkong adalah kulit singkong bagian dalam dari jenis singkong malang II. Proses pembuatan keripik kulit singkong yaitu pengupasan kulit, kemudian pencucian, perebusan kulit singkong sampai air mendidih ± 45 menit, pendinginan, pencetakan, pencucian kembali, perendaman dengan menggunakan air garam dan campuran penyedap rasa setelah garam dan penyedap rasa meresap pada kulit singkong, kemudian yang terakhir penggorengan. Penggorengan dilakukan 2 kali untuk mendapatkan tekstur keripik kulit singkong yang renyah.
2. Kadar asam lemak bebas KERLITSING sebesar 0,22 %.
3. Biaya produksi KERLITSING Rp. 10.612.049,-. Kapasitas produksi
KERLITSING 5000 kemasan/bulan dengan harga pokok penjualan sebesar Rp. 2.122,4098,-/kemasan, harga jual Rp. 2.600,00,-/kemasan sehingga diperoleh laba kotor 2.387.951,-/bulan, dan laba bersih Rp. 78.776,25,-/bulan. Usaha akan mencapai titik impas (BEP) pada tingkat produksi 2.508 kemasan/bulan, Return of Investment (ROI) 0,742328384 %, Pay Out Time
(POT) waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pengembalian modal dalam jangka waktu 4,443997234 bulan, serta B/C sebesar 1,225022642 artinya usaha KERLITSING layak dikembangkan karena nilai B/C lebih besar dari 1. Sedangkan IRR sebesar 21,00912 % jadi usaha KERLITSING layak untuk tetap dijalankan.
(6)
commit to user
B. Saran
Pada tahap praktek produksi hal-hal yang perlu lebih lanjut dilakukan untuk mengurangi kandungan asam lemak bebas pada keripik kulit singkong adalah dengan cara menggunakan alat spinner yang berfungsi untuk mengurangi kandungan kadar minyak pada bahan sehingga kandungan asam lemak bebas pada keripik kulit singkong berkurang dan membuat keripik kulit singkong menjadi lebih tahan lama karena tidak mudah mengalami oksidasi/ketengikan dan hasil dari keripik kulit singkong lebih renyah.