SIKAP REMAJA SURABAYA TERHADAP PEMBERITAAN KONTEN MULTIMEDIA DI TELEVISI (Study Deskriptif Sikap Remaja Pengguna Internet Terhadap Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi).

(1)

Disusun Oleh :

0443010045

MUHAMMAD ROZY ANWARI

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Menyetujui,

Pembimbing Utama

NPT. 3 6704 95 0036 1 Juwito, S.Sos, M.Si

Mengetahui D E K A N

NIP. 030 175 349 Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si


(2)

Oleh :

0443010065

MUHAMMAD ROZY ANWARI

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 11 Juni 2010

PEMBIMBING UTAMA TIM PENGUJI

1. Ketua

NPT. 3 6704 95 0036 1 Juwito, S.Sos, M.Si

NPT. 3 6704 95 0036 1 Juwito, S.Sos, M.Si 2. Sekretaris

NPT. 3 7303 99 0170 1 Drs. Saifuddin Zuhri, Msi 3. Anggota

NIP. 19641225 199309 2001 Dra. Herlina Suksmawati. MSi

Mengetahui, DEKAN

NIP. 19550718 798302 2001 Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si


(3)

Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi)

Nama Mahasiswa : Muhammad Rozy Anwari

NPM : 0443010065

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Negara / Lisan

Menyetujui,

PEMBIMBING UTAMA

Juwito, S.Sos, M.Si NPT. 3 6704 95 0036 1

Mengetahui, DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 030 175 349


(4)

Nama Mahasiswa : Muhammad Rozy Anwari

NPM : 0443010065

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Telah diuji dan diseminarkan pada tanggal : 09 Juni 2010

Pembimbing Tim Penguji

1.

Juwito, S.Sos, MSi IR. Didiek Tranggono, Msi

NPT. 3 6704 95 0036 1 NIP.030.203.679

2.

D r s . K u s n a r t o , M S i NIP.030.176.735

3.

Juwito, S.Sos, MSi NPT. 956.700.036 Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

Juwito, S.Sos, MSi NPT.956.700.036


(5)

seluruh mahluk. Hanya kepadaNya-lah syukur dipanjatkan atas teselesaikannya Skripsi ini. Sejujurnya penulis akui bahwa pendapat memang sulit adanya, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri, karena itu kebanggaan penulis bukan hanya sampai di sini, tetapi penulis bangga telah berusaha untuk menundukkan diri sendiri.

Hal ini bertujuan untuk dijadikan bahan acuan penulis dalam penyelesaian Skripsi nantinya. Selama melakukan penulisan ini, tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penulisan dan pengajuan skripsi ini.

Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada: 1. Ibuku tercinta di rumah dan seluruh keluargaku.

2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati. M. Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos., M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi dan sekaligus pembimbing proposal penulis. Sekali lagi, terima kasih.

4. Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, S.Sos., M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi.

5. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan dorongan dalam menyelesaikan proposal ini.

Serta tak lupa penulis ucapkan rasa terima kasih secara khusus kepada :

1. Terima kasih buat adikku tersayang dan saudara penulis yang memberi semangat dan masukan selama skripsi.


(6)

selama bimbingan skripsi maupun saat kuliah, dan terima kasih buat sahabat-sahabat terbaik yang telah membantu dan memberi semangat guna kelancaran proses praktek maupun penulisan skripsi.

4. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis. Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam penyusunan ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Terima Kasih.

Sungguh penulis menyadari bahwa ini belum sempurna dan penuh keterbatasan. Dengan harapan bahwa ini Insya Allah berguna bagi rekan-rekan di Program Studi Ilmu Komunikasi, maka saran serta kritik yang membangun sangatlah dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

Surabaya, Mei 2010


(7)

SKRIPSI ……….. ABSTRAKSI……… ii iv KATA PENGANTAR………vi DAFTAR ISI……… DAFTAR TABEL……… DAFTAR GAMBAR……….…. DAFTAR LAMPIRAN……… viii xii xv xvi BAB I PENDAHULUAN……….…… 1

1.1 Latar Belakang Masalah………. 1

1.2 Perumusan Masalah………. 9

1.3 Tujuan Penelitian……….……… 9

1.4 Kegunaan Penelitian………..……… 10

1.4.1 Kegunaan Teoritis……….………10

1.4.2 Kegunaan Praktis……….……… 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA……… 2.1. Landasan Teori……….…………

2.1.1. Televisi sebagai massa Media Elektronik……… 2.1.2. Televisi sebagai Sarana Jurnalistik…..………….……… 2.1.3. Berita………..….………… 2.2. Terpaan Media………..………. 2.3. Berita RPM Konten Multimedia……… 2.4. Pengertian Remaja………

2.5. Sikap……….

2.6. Efek komunikasi massa………

2.7. Teori S-O-R……… . ………

11 11 11 11 12 15 16 17 18 19 20


(8)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel……… 3.1.1. Sikap... 3.1.2. Remaja Pengguna Internet………... 3.2. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel...

3.2.1. Populasi... 3.2.2. Teknik Penarikan Sampel... 3.3. Teknik Pengumpulan Data... 3.4. Metode Analisis Data... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian……… 4.1.1 Gambaran Umum Tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia...

4.2 Penyajian data dan analisis data……….. 4.2.1 Identitas Responden………. 4.2.2 Jenis Kelamin……….. 4.2.3 Usia Responden……… 4.2.4 Tingkat Pendidikan Responden………. 4.3 Frekuensi Menonton Tayangan Pemberitaan Rancangan Pera

Multimedia di Televisi……… 4.4 Aspek Kognitif………. 4.4.1 Remaja Mengetahui Pemberitaan Rancangan

Peraturan Menteri Konten Multimedia

di Televisi……...………. 4.4.2 Mengetahui bahwa Rancangan Peraturan

Menteri Konten Multimedia merupakan Pembatasan dalam Penggunaan Internet

dalam pemberitaan di Televisi……….. 27 27 34 34 34 35 36 36 38 38 38 39 39 40 40 41 42 43 43 44


(9)

untuk Melindungi Kepentingan Umum dari Gangguan Sebagai Penyalahgunaan Informasi

Elektronik……….. 4.4.4 Pengetahuan Remaja Tentang isi Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia……… 4.5 Aspek Afektif……… 4.5.1 Perasaan Senang dengan Adanya Rancangan

Peraturan Menteri Konten Multimedia

di televisi……… 4.5.2 Perasaan Cemas dengan pemberitaan Rancangan

Peraturan Menteri Konten Multimedia...…….. 4.5.3 Perasaan senang Menkominfo membuat

Rancangan Peraturan Menteri

Konten Multimedia ……… 4.5.4 Menganggap adanya Rancangan Peraturan Menteri

merupakan hal yang posotif bagi pengguna internet ………… 4.6 Aspek Behavioral……… 4.6.1 Mendiskusikan Masalah Rancangan Peraturan

Menteri Konten Multimedia kepada

Sesama Pengguna Internet ……….. 4.6.2 Berhati-hati dalam mengekspresikan

diri dalam penggunaan internet ………...…… 4.6.3 Walaupun ada Rancangan Peraturan Menteri

Konten Multimedia anda tetap

mengakses situs-situs porno………...……

46 47 48 48 50 51 52 53 54 55 56


(10)

dan Konatif)... 4.7.1 Aspek Sikap Kognitif... 4.7.2 Aspek Sikap Afektif... 4.7.3 Aspek Sikap Behavioral... 4.8 Rekapitulasi Sikap Remaja Surabaya Terhadap

Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten

Multimedia Di Televisi Di Televisi……….. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 5.1 KESIMPULAN………6 5.2 SARAN………... DAFTAR PUSTAKA……… LAMPIRAN………..

59 59 60 61

62 64 64 65 66 68


(11)

Halaman


(12)

Lampiran 1 Kuesioner... 71 Lampiran 2 Sikap Kognitif Remaja di Surabaya Terhadap

Pemberitaan Konten Multimedia di Televisi... 76 Lampiran 3 Sikap Afektif Remaja di Surabaya Terhadap

Pemberitaan Konten Multimedia di Televisi... 79 Lampiran 4 Sikap Behavioral Remaja di Surabaya Terhadap

Pemberitaan Konten Multimedia di Televisi... 82 Lampiran 5 Tabel Perolehan Sikap Remaja di Surabaya Terhadap


(13)

Tabel 1. Jenis Kelamin Responden……… 40

Tabel 2. Usia Responden…………..……….……… 40

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Responden...………. 41

Tabel 4. Frekuensi Menonton Tayangan Pemberitaan Rancangan

Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi……….. 42

Tabel 5. Remaja Mengetahui Informasi Yang Berkaitan Dengan

Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten

Multimedia di Televisi………..…… 43 Tabel 6. Mengetahui bahwa Rancangan Peraturan Menteri

Konten Multimedia Merupakan Pembatasan dalam Penggunaan Internet dalam pemberitaan

di Televisi... 45

Tabel 7. Mengetahui Bahwa Menkoinfo Membuat

Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia untuk Melindungi Kepentingan Umum

dari Gangguan Sebagai Penyalahgunaan

Informasi Elektronik... 46

Tabel 8. Pengetahuan Remaja Tentang isi Rancangan Peraturan


(14)

Peraturan Menteri Konten Multimedia... 50

Tabel 11. Perasaan senang Menkominfo membuat

Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia... 51

Tabel 12. Menganggap adanya Rancangan Peraturan Menteri

merupakan hal yang posotif bagi pengguna internet... 52

Tabel 13. Mendiskusikan Masalah Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia kepada

Sesama Pengguna Internet...…………... 54

Tabel 14. Berhati-hati dalam mengekspresikan diri dalam

penggunaan internet... 55

Tabel 15. Walaupun ada Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia anda tetap

mengakses situs-situs porno... 56

Tabel 16. Mengajak Sesama Pengguna Internet Berdemontrasi untuk menentang Rancangan Peraturan

Menteri Konten Multimedia... 58

Tabel 17. Aspek Sikap Kognitif Remaja Surabaya terhadap pemberitaan

Rancangan Peraturan Menteri Konten

Multimedia Di Televisi... 59

Tabel 18. Aspek Sikap Afektif Remaja Surabaya Terhadap Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten


(15)

Tabel 20. Sikap Remaja di Surabaya terhadap Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten


(16)

Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan Konten Multimedia di televisi. Diharapkan dengan adanya pemberitaan ini, remaja Surabaya dapat memberikan respon positif sehingga mau menggunakan layanan Internet dengan baik.

Teori yang digunakan yaitu meliputi teori sikap, pengertian berita dan teori S-O-R, stimulus berupa pesan mengenai pemberitaan “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia”, organisme berupa penerimaan pesan dan respon yaitu berupa sikap Remaja Surabaya.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan analisis tipe deskriptif. Untuk mengetahui sikap, digunakan pengukuran yang dinyatakan oleh total skor pernyataan responden mengenai pemberitaan “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia” di televisi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dari populasi remaja Surabaya yang pernah menonton berita “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia” di televisi. Dan terpilih 100 orang dan sampel diperoleh melalui accidental sampling dengan metode analisis data menggunakan distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sikap, sikap remaja Surabaya Terhadap pemberitaan Konten Multimedia di televisi. Pada aspek kognitif masuk dalam kategori positif, pada aspek afektif masuk dalam kategori hasil netral, dan pada aspek konatif masuk dalam kategori netral.

Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap remaja Surabaya Terhadap pemberitaan Konten Multimedia di televisi adalah netral. Yaitu remaja di Surabaya sebagai responden mengerti terhadap isi berita “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia” di televisi tetapi tidak mendukung sepenuhnya terhadap rancangan tersebut, sehingga hal tersebut tidak begitu mempengaruhi responden dalam menggunakan internet.


(17)

Kehadiran media massa saat ini sangat berperan dalam menyampaikan informasi yang akurat kepada masyarakat sesuai dengan fungsinya sebagai kontrol sosial. Dimana setiap isu yang berkembang di masyarakat sangat erat dengan cara media mengkonstruksi dan menyampaikan informasi tersebut kepada khlayak. Disisi lain media merupakan sarana informasi yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui realitas yang terjadi disekitarnya.

Masyarakat dalam kehidupanya membutuhkan informasi untuk memenuhi segala kebutuhan yang semakin beragam. Informasi selalu berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Dapat dikatakan masyarakat tidak hanya butuh melainkan masyarakat sangat dituntut untuk mengetahui informasi-informasi yang selalu berkembang. Dalam penyampaian informasi tidak lepas dari proses komunikasi dimana dalam proses komunikasi selalu membutuhkan sarana atau media dalam menyampaikan informasinya, baik melalui media massa atau melalui media komunikasi interpersonal.

Seiring dengan perkembanganya ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam memperoleh informasi tidak hanya komunikasi secara langsung (tatap muka), tetapi juga dapat melalui media massa untuk membantu komunikator berhubungan dengan khalayaknya. Media massa dapat menjadi jembatan untuk menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu,


(18)

bahkan pelapisan sosial dalam suatu masyarakat. Media masssa juga mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan respon dan kepercayaan. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokok media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan respon seseorang.

Kehadiran media massa merupakan gejala awal yang menandai kehidupan masyarakat modern sekarang ini. Hal ini dapat dilihat melalui meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat terhadap berbagai bentuk media massa dan bermunculan media baru yang menawarkan banyak pilihan pada khalayaknya, yang pada akhirnya akan menimbulkan ketergantungan pada media elektronik tersebut. Pesan yang disampaikan oleh media massa melalui majalah, koran, tabloid, buku, televisi, radio, internet, dan film dapat diterima secara serempak oleh khalayak luas yang jumlahnya ribuan bahkan hingga puluhan juta. Berdasarkan pengamatan beberapa ahli bidang pertelevisian menyebutkan bahwa informasi yang diperoleh melalui siaran tv dapat mengendap dalam daya ingatan manusia lebih lama dibandingkan dengan perolehan informasi melalui pembaca karena televisi menyajikan gambar yang merupakan pemindahan bentuk, warna, ornamen dan karakter yang sesungguhnya dari obyek yang divisuakan (Muda, 2004 :21).

Media televisi sudah menjadi kebutuhan masyarakat untuk mengetahui perubahan serta peristiwa yang terjadi di belahan dunia lain mulai dari film, berita, hingga kemajuan teknologi yang tengah berlangsung. Dibandingkan dengan massa yang lain televisi lah yang paling efektif dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan selain mengeluarkan suara,


(19)

televisi juga menampilkan gambar,sehingga informasi yang disampaikan akan lebih mudah dimengerti. Pengaruh televisi terhadap sistem komunikasi tidak lepas dari pengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan pada umumnya. Televisi disini menimbulakan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang sudah terlanjur mengetahui dan merasakanya, baik pengaruh positif ataupun pengaruh negatif, begitu juga internet.

Internet (inter-network) dapat diartikan jaringan computer luas yang menghubungkan pemakai komputer satu komputer dengan komputer lainnya dan dapat berhubungan dengan komputer dari suatu Negara ke Negara di seluruh dunia, dimana didalamnya terdapat berbagai aneka ragam informasi fasilitas layanan internet browsing atau surfing, yaitu kegiatan “berselancar” di internet. Kegiatan ini dapat di analogikan layaknya berjalan-jalan di mal sambil melihat-lihat ke toko-toko tanpa membeli apapun. Elektronik mail (E-mail), fasilitas ini digunakan untuk berkirim surat dengan orang lain, tanpa mengenal batas, waktu, ruang bahkan birokrasi searching, yaitu kegiatan mencari data atau informasi tertentu di internet. Facebook dan Twitter adalah fasilitas yang digunakan untuk berkomunikasi secara langsung dengan orang lain di internet.

Namun, akhir-akhir ini berbagai media di Indonesia tengah ramai membicarakan soal kasus Prita dengan rumah sakit OMNI Internasional tentang pencemaran nama baik. Bermula ketika Prita Mulyasari menulis dan mengirimkan E-mail pribadinya kepada teman-teman terdekatnya terkait keluhan pelayanan rumah sakit Omni internasional. Email ini kemudian beredar luas di dunia maya


(20)

dan akhirnya menyebar luas sehingga rumah sakit OMNI Internasional menggugat atas pencemaran nama baik.

Dalam pemberitaan di televisi, kasus ini menimbulkan kontroversi yang mempunyai dampak yang sangat luar biasa. Prita Mulyasari terbukti bersalah secara undang-undang mengenai pencemaran nama baik, di satu sisi Prita Mulyasari hanya menulis di E-mail kepada teman-teman dekatnya tentang keluhan pelayanan rumah sakit OMNI Internasional. Sehingga timbul “Koin Peduli Prita” di kalangan masyarakat luas.

Ini adalah salah satu contoh penggunaan internet yang berujung pada rana hukum. Bukan hanya kasus Prita, kasus ini juga yang menimpa artis Luna Maya dengan wartawan infotainment. Dengan banyaknya peristiwa ini, maka draft Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia perlu segera disahkan Menteri Komunikasi dan Informasi. Dalam Bab II yang terdapat pada Rancangan Peraturan Menteri tersebut menyebutkan bahwa Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia tersebut ditujukan untuk melindungi kepentingan umum dari gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik, dokumen elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum.

Tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Bab II pasal 3, 4, 5, 6 dan 7 tersebut, sejumlah konten internet yang dilarang didistribusikan atau diakses, seperti konten yang menurut hukum telah melanggar kesusilaan, dan merendahkan aspek fisik ataupun non fisik, juga berita atau artikel yang menyesatkan, menyebarkan permusuhan berkaitan dengan suku, agama, dan ras (SARA), kekerasan, hal pembajakan hak kekayaan intelektual tanpa izin, dan


(21)

privasi orang lain. Namun, Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia yang menjadi ide dari Menteri Komunikasi dan Informasi, dinilai sebagai satu dilema besar atas kebebasan publik dalam penggunaan Internet.

Sanksi atas pelanggaran tersebut, mulai teguran tertulis, denda administratif, pembatasan kegiatan usaha atau pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Selain itu, sanksi juga dikenakan bagi penyelenggara internet, mulai dari pencabutan izin usaha hingga pidana berdasarkan Undang-Undang Informasi Teknologi Elektronik (ITE). Di satu sisi Rancangan Peraturan Menteri ini diakui memiliki niat baik dalam membantu hadirnya dunia maya yang lebih sehat di Indonesia, dan untuk melindungi kepentingan umum dari gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik, dokumen elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum. Namun di sisi lain banyak kekhawatiran seputar keberadaannya sebagai 'tangan besi' sensor internet (http://www.jeruknipis.com).

Hal-hal yang dianggap memberatkan termasuk adanya kewajiban melakukan penyaringan oleh penyelenggara jasa konten multimedia. Hal ini ditakutkan bisa menjadi kepanjangan tangan penguasa dalam mengebiri hak-hak penduduk untuk menyampaikan pendapatnya. Maka dalam wawancara di TVONE Menteri Komunikasi dan Informasi menyatakan bahwa hal ini masih bisa di ubah dengan uji publik.

Beberapa kasus di atas diberitakan khususnya oleh televisi. Televisi menyajikan fakta-fakta menarik dan memberitakan kasus ini demi menarik perhatian khalayak. Pemberitaan tentang Rancangan Peraturan Menteri ini tidak


(22)

henti-hentinya menjadi berita utama di berbagai media televisi. Hal ini dapat menimbulkan gejolak dimasyarakat khususnya para remaja yang menggunakan jasa internet, karena semakin kasus ini sering disiarkan maka informasi ini akan

semakin tersebar luas.Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia

ini merupakan realistis yang terkait erat dengan kebutuhan masyarakat sehingga isu ini dianggap penting untuk diberitakan di media.

Kehadiran media massa disini sangat berperan dalam menyampaikan informasi yang akurat kepada masyarakat sesuai dengan fungsinya sebagai kontrol sosial. Setiap isu yang berkembang di masyarakat sangat erat dengan cara media mengkonstruksi dan menyampaikan informasi tersebut kepada khlayak. Disisi lain media merupakan sarana informasi yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui realitas yang terjadi disekitarnya. Sedangkan isu yang berkembang di masyarakat saat ini adalah mengenai Rancangan Peraturan Menteri tentang konten multimedia. Hal ini tentu dapat menimbulkan PRO dan KONTRA di remaja yang menggunakan jasa internet karena Rancangan Peraturan Menteri ini mempunyai efek positive dan negative terhadap penggunaan internet. Karena pengguna internet akan merasa khawatir ketika ingin mengekspresikan diri melalui Facebook, Twitter maupun jejaring sosial lainnya.

Namun disisi lain Rancangan Peraturan Menteri ini bisa mencegah hal-hal yang merugikan pengguna internet. Tentu saja keberadaan media sangat diharapkan memberikan kontribusi positif terhadap pengetahuan remaja yang menggunakan jasa internet tentang Rancangan Peraturan Menteri tersebut.


(23)

Rancangan Peraturan Menteri ini juga dapat memunculkan respon dan reaksi yang berbeda pula pada remaja yang menggunakan jasa internet. Respon tersebut bisa positif atau bahkan negatif tergantung bagaimana media mengkonstruksi realitas pemberitaan tentang Rancangan Peraturan Menteri tentang konten multimedia tersebut.

Media sangat berperan besar dalam mempengaruhi dan menentukan sikap khalayak. Setiap pemberitaan dalam media akan memunculkan perubahan yang signifikan bagi para penontonnya. Menyadari akan hal itu setiap media pun berusaha untuk menampilkan informasi yang akurat bahkan cenderung mendramatisir. Setiap berita atau informasi dikemas sedemikian rupa dan kemudian ditampilkan dengan cara berbeda demi menarik perhatian khalayak. Terkait Rancangan Peraturan Menteri tentang konten multimedia hampir semua media, khususnya media televisi berlomba-lomba untuk memberitakan isu tersebut secara serentak.

Internet itu sendiri sering digunakan oleh remaja sebagai alat bantu utama untuk berinteraksi dengan teman-temannya, mengirim e-mail, bahkan membuat blog, membuka jejaring sosial dan chatting.

Melihat efek yang bisa ditimbulkan oleh media televisi, dalam hal menyampaikan informasi atau pesan yang bertemakan Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia, maka peneliti melihat adanya fenomena yang menarik untuk dibahas, dimana televisi bisa menjadi salah satu sumber informasi yang bisa menambah pengetahuan bagi penontonnya dan bukan hal


(24)

yang tidak mungkin televisi dapat mempengaruhi sikap penontonnya, yakni remaja. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana sikap remaja Surabaya pasca pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia di televisi dengan melihat bagaimana berita tersebut dikemas dan disajikan oleh media kepada audience-nya.

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah remaja pengguna internet. Sebuah data menunjukkan bahwa rata-rata pengguna internet di perkotaan 60% adalah di bawah 30 th. Artinya, sebagian dari mereka adalah dari kalangan anak sekolah, yang masih muda, yang mungkin saja masih belum terlalu bisa memilah informasi yang ada.

Di kalangan remaja, mereka tidak asing lagi dengan istilah-istilah seperti: e-mail, browsing, chatting, website, blog, dan sebagainya. Data lain menunjukkan hampir 30 persen pengguna Internet di Tanah Air berasal dari kalangan remaja berusia 15-24 tahun. Memang kebanyakan penggunaan Internet oleh remaja, baru sebatas penerimaan/pengiriman e-mail dan chatting. Banyak pengelola situs yang mengincar remaja usia 15 sampai 20 tahun sebagai pangsa pasar utama Internetnya dengan menyajikan informasi terpadu mengenai dunia remaja. Sebab, pertumbuhan pemakai Internet pada usia itu di Indonesia berkembang sangat pesat.

Karena itu, internet sudah bukan lagi barang yang asing. Dengan bermunculannya warnet (warung Internet) yang menyediakan jasa pelayaran akses internet, atau dengan perangkat bergerak semacam PDA, Blackberry, atau


(25)

Smartphone mereka dapat mengakses internet dengan mudah. Hal ini merupakan perkembangan yang menggembirakan karena mereka dapat memperoleh informasi untuk memperluas wawasan dalam berbagai bidang dalam penelitian adalah kota Surabaya, hal tersebut didasarkan pada Surabaya karena mempunyai tingkat kepadatan penduduk nomor dua setelah Jakarta. Sehingga remaja kota Surabaya masih banyak yang mengalami gaya hidup yang transisi, perpidahan antara gaya hidup tradisional, moderen dengan gaya hidup

metropolis, gaya hidup yang cepat, dinamis serta mengikuti trend

(Susantoro,2003:116).

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas peneliti dapat merumuskan permasalahan penelitian ini, yaitu:

Bagaimana Sikap Remaja Surabaya Terhadap Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi Tentang Penggunaan Internet.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana sikap remaja di Surabaya terhadap penggunaan internet setelah adanya pemberitaan tersebut.


(26)

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Sebagai bahan tambahan pemikiran untuk ilmu komunikasi terutama topik bahasan yang berhubungan dengan sikap remaja Surabaya terhadap pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi tentang penggunaan Internet dan sebagai bahan pertimbangan untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini bisa menambah pengetahuan masyarakat bahwa media televisi merupakan bentuk media yang perlu perhatian, pengertian dan pemikiran yang luas didalam penyajiannya, terutama program berita yang bertema hukum, dalam hal ini mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia. Selain itu remaja dapat menyadari pengaruh besar media dalam sikap publik.


(27)

2.1.1 Televisi Sebagai Media Massa Elektronik

Televisi merupakan bagian dari media massa, dimana media massa mempunyai fungsi – fungsi tertentu. Menurut Kuswandi (1996 : 21 – 23) berpendapat bahwa munculnya media televisi dalam kehidupan manusia, memang menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan informasi setiap media massa jelas melahirkan satu efek sosial yang bermuatan perubahan nilai sosial dan budaya manusia. Kemampuan televisi dan menarik perhatian massa menunjukkan bahwa media tersebut menguasai jarak secara geografis. Daya tarik media televisi sedemikian besar sehingga pola dan kehidupan manusia sebelum muncul televisi berubah total sama sekali. Pengaruh dari pada televisi lebih kuat dibandingkan dengan radio dan surat kabar. Hal ini terjadi karena kekuatan audio visual televisi yang menyentuh segi – segi kejiwaan pemirsa. Pada intinya media televisi menjadi cermin budaya tontonan bagi pemirsa dalam era informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat. Kehadiran televisi menembus ruang dan jarak geografis pemirsa.

2.1.2 Televisi sebagai sarana Jurnalistik

Tujuan utama dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik adalah menyediakan informasi yang akurat dan terpercaya kepada masyarakat. (Ishwara 2005:9) Pada hakekatnya jurnalistik adalah suatu seni dan keterampilan mencari,


(28)

mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari – hari secara indah dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pandangan dan perilaku khalayak sesuai dengan kehendak para jurnalisnya.

Sedangkan menurut Effendy, “Jurnalistik merupakan kegiatan pengolahan laporan harian yang menarik minat khalayak, nilai dari peliputan sampai dengan penyebaran informasi pada masyarakat.” (Suhandang, 2004:21). Televisi memiliki daya tarik yang sangat kuat dibandingkan dengan media lain. Karena televisi menyajikan acara yang dapat dilihat, didengar, cepat dan hidup bagaikan melihat sendiri peristiwa yang disiarkan.

2.1.3 Berita

Dean M.Lyle Spencer dalm bukunya yang berjudul News Writings, yang kemudian dikutip oleh George Fox Mott ( News survey Journalism ), menyatakan bahwa ” Berita dapat didefinisikan sebagai setiap fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik perhatian bagi sejumlah besar pembaca”, Sedangkan menurut Mitchel V.Charnley, menyebutkan ” Berita adalah laporan yang tepat waktu mengenai fakta atau opini yang memiliki daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas”

Cakupan tersebut dapat dicatat bahwa kata-kata seperti fakta, akurat, ide, tepat waktu, menarik, penting,opini dan sejumlah pembaca merupakan hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian. Dengan demikian disimpulkan bahwa berita adalah suatu fakta, ide atau opini aktual yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar, penonton. ( Muda, 2003:22 )


(29)

Sebuah berita menjadi menarik untuk dibaca, didengar, atau ditonton. Jika berita tersebut memiliki nilai atau bobot yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Nilai berita tersebut sangat tergantung pada pertimbangan seperti berikut:

a. Timeliness

Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Dalam memperoleh dan menyajikan berita-berita atau laporan peristiwa yang aktual ini, media massa mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya mulai dari wartawan sampai kepada daya dukung peralatan paling modern dan canggih untuk menjangkau narasumber dan melaporkannya pada masyarakat seluas dan secepat mungkin. Aktualitas mencakup kalender, waktu, dan masalah.

b. Proximity

Berita adalah kedekatan. Kedekatan mengandung dua arti yakni kedekatan geografis dan kedekatan psikologis. Kedekatan geografis menunjuk pada suatu peristiwa atau berita yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita. Semakin dekat suatu peristiwa yang terjadi dengan domisili kita, maka semakin terusik dan semakin tertarik kita untuk menyimak dan mengikutinya. Sedangkan kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterikatan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa atau berita.


(30)

c. Prominence

Ada istilah “Names Make News”, nama menciptakan berita. Ketokohan atau keterkenalan seseorang kerap kali menjadi objek berita yang menarik untuk diketahui. Orang-orang penting, orang-orang ternama, pesohor, selebriti, figur publik, dimana pun selalu membuat berita. Jangankan ucapan dan tingkah lakunya.

d. Consequence

Consequence artinya konsekuensi atau akibat. Pengertiannya yaitu, segala tindakan atau kebijakan, peraturan, perundangan dan lain-lain yang dapat berakibat merugikan atau menyenangkan orang banyak merupakan bahan berita yang menarik.

e. Conflict

Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan dimensi pertentangan. Konflik atau pertentangan, merupakan sumber berita yang tak akan pernah habis. Selama orang menyukai dan menganggap penting perbedaan pendapat dihalalkan, demokrasi dijadikan acuan, kebenaran masih diperdebatkan. Konflik akan cenderung jalan terus meskipun ada pihak yang setuju (pro) dan ada pihak yang kontra (kontra) sebab konflik senantiasa menyatu dengan dinamika kehidupan. Peristiwa-peristiwa perang, demonstrasi, atau kriminal merupakan contoh element konflik di dalam pemberitaan.


(31)

f. Development

Development ( pembangunan ) merupakan materi berita yang cukup menarik apabila reporter yang bersangkutan mampu mengulasnya dengan baik.

g. Disaster and crimes

Disaster ( bencana ) dan crimes ( kriminal ) adalah 2 peristiwa berita yang pasti akan mendapatkan tempat bagi para pemirsa dan penonton.

h. Weather

Weather ( cuaca ) di Indonesia atau di negara-negara yang berada di sepanjang garis khatulistiwa memang tidak banyak terganggu.

i. Sport

Berita olah raga sudah lama daya tariknya

j. Human Interest

Kisah-kisah yang dapat membangkitkan emosi manusia seperti lucu, sedih, dramatis, aneh dan ironis merupakan peristiwa dari segi human interest. ( Muda, 2003 : 29-39 )

2.2 Terpaan Media

Menurut Prastyono (Rakhmat 2005 : 23), media exposure dapat diartikan sebagai terpaan media. Sedangkan, Shore mengatakan “Exposure is hearing, seeing, reading, or most genneraly, experiencing, with at least a minimal amount of interest the mass media. The exposure might occure to an individual or group level”, (Rakhmat 2003 : 23). Jadi dapat dikatakan bahwa terpaan merupakan


(32)

kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan – pesan media ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu maupun kelompok.

Rosengen mengemukakan bahwa penggunaan media terdri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media, media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rakhmat 2005 : 66).

Terpaan media berusaha mencari data khalayak tentang penggunaan media baik jenis media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau longerity

(Ardianto Erdinaya, 2004). Sedangkan, pengaruh antara khalayak dengan isi media meliputi attention atau perhatian. Kenneth E. Andersen mendefinisikan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (Rakhmat, 2005).

2.3 Berita Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia

Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia adalah suatu rancangan Menteri Komunikasi dan Informasi yang akan di keluarkan untuk melindungi kepentingan umum dari gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik, dokumen elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum. Tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Bab II pasal 3, 4, 5, 6 dan 7 tersebut, sejumlah konten internet yang dilarang didistribusikan atau diakses, seperti konten yang menurut hukum telah melanggar


(33)

kesusilaan, dan merendahkan aspek fisik ataupun non fisik, juga berita atau artikel yang menyesatkan, menyebarkan permusuhan berkaitan dengan suku, agama, dan ras (SARA), kekerasan, hal pembajakan hak kekayaan intelektual tanpa izin, dan privasi orang lain. Namun, Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia yang menjadi ide dari Menteri Komunikasi dan Informasi, dinilai sebagai satu dilema besar atas kebebasan publik dalam penggunaan Internet.

2.4 Pengertian Remaja

Remaja dalam masa kini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu. Masa remaja ditandai dengan berkembangnya sikap independen kepada orang tua kearah independen, minat seksual dan kecenderungan untuk merenung atau memperhatikan diri sendiri, nilai-nilai etika dan isu-isu moral (Yusuf,2001:71).

Masa usia sekolah menengah adalah bertepatan dengan masa remaja. Masa remaja dalam usia sekolah menengah dibagi dalam tiga masa,yaitu: masa praremaja (remaja awal), masa remaja (remaja madya) dan remaja akhir. Menurut Konopka dalam (Yusuf,2001:184) usia pada remaja awal adalah 12-15 tahun, remaja madya 15-18 tahun dan remaja akhir 19-24 tahun.

Remaja akhir dalam perspektif relasi interpersonal merupakan suatu periode yang mengalami perubahan dalam hubungan yang ditandai dengan berkembangnya minat terhadap lawan jenis atau pengalaman pertama dalam bercinta. Kegagalan dalam hubungan sosial atau bercinta, mungkin akan menjadi


(34)

penghambat bagi perkembangan berikutnya, baik dalam persahabatan, pernikahan atau berkeluarga (Yusuf,2001:27).

Remaja sebagai obyek penelitian ini yang berumur 15 sampai 24. Mereka dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya. Dilihat segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia ini adalah pemantapan pendirian hidup (Yusuf,2001:27).

2.5 Sikap

Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen – komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan – perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak. Lebih mudahnya, sikap adalah evaluatif terhadap objek atau subjek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap – hadapan dengan objek sikap. Tekanannya pada kebanyakan peneliti dewasa ini adalah perasaan atau emosi. Dewasa ini banyak psikolog sosial berasumsi bahwa diantara faktor – faktor lain, perilaku dipengaruhi oleh tujuannya.

Tujuan perilaku ini tidak hanya dipengaruhi oleh sikap seseorang, tetapi juga oleh harapan lingkungan sosialnya terhadap perilaku tersebut, norma – norma subjektif, serta kemampuannya untuk melakukan itu, yakni penilaian perilaku sendiri (Van Den Ban dan Hawkins, 1999 : 106–107) .


(35)

Menurut Schfman dan Kanuk (1997 menyatakan bahwa sikap adalah ekspresi perasaan (inner feeling), yang mencerminkan apakah senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, dan setuju atau tidak terhadap suatu objek. Objek yang dimaksud bisa berupa merek, layanan, pengecer, perilaku tertentu dan lain – lain, Sedangkan Paul dan Olson (1999) menyatakan bahwa pesan adalah evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang. Evaluasi adalah tanggapan pada tingkat intensitas dan gerakan yang relatif rendah.

2.6 Efek Komunikasi Massa

Komunikasi massa sedikit banyak akan memberikan efek atau pengaruh pada masyarakat. Aspek menerpa seseorang yang menerimanya baik secara sengaja dan terasa atau tidak sengaja dan malah sebaliknya tidak dimengerti (Liliweri, 1991).

Lebih lanjut, (Jalludin Rakmat, 2003:219) membagi tiga bagian yang ditimbulkan oleh media massa, yaitu :

1. Efek Kognitif

Efek kognitif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi.

2. Efek Afektif

Efek efektif timbul apabila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai.


(36)

3. Efek Behavioral

Efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati yang meliputi pola – pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan perilaku.

Karena penelitian ini meneliti sikap mahasiswa pengguna internet di surabaya terhadap suatu pemberitaan di salah satu program televisi. Ketiga komponen tersebut berada dalam suatu hubungan yang konsisten. Sebelum suka atau tidak suka (Efek afektif) terhadap suatu objek, tentu seseorang harus tahu dan yakin lebih dahulu (Efek kognitif). Seseorang membeli suatu produk (Efek behavioral), tentu karena suka (Efek afektif), kecuali dalam keadaan terpaksa.

Penelitian ini lebih memfokuskan pada Efek kognitif dan Efek afektif. Karena berhubungan dengan pengetahuan perasaan seseorang. Sikap mahasiswa Surabaya pasca pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri di televisi terhadap penggunaan internet. Memungkinkan dapat merubah sikap maupun menambah pengetahuan mereka. Adapun teori yang peneliti gunakan dalam menunjang penelitian ini adalah :

2.7 Teori S-O-R

Teori S-O-R sebagai singkatan dari StimulusOrganismResponse ini semula berasal dari ilmu psikologi. Kalau kemudian menjadi teori komunikasi, tidak mengherankan, karena objek material dari ilmu psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia dan jiwanya meliputi komponen – komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi, dan konasi (Effendy, 2003).


(37)

Menurut teori stimulus – organism - response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur – unsur dalam model ini adalah :

1. Pesan (Stimulus, S)

2. Komunikan (Organism, O) 3. Efek (Response, R)

“ Pesan yang disampaikan oleh komunikator ke komunikan akan menimbulkan suatu efek yang kehadirannya terkadang tanpa disadari oleh komunikan” (Effendy, 2003 : 255).

Gambar 2.1

Model Komunikasi S-O-R (Effendy, 2003 : 255)

Stimulus atau pesan yang diterima oleh komunikan melalui media, salah satunya yaitu media televisi diterima oleh organism atau komunikan yang kemudian melambaikan response atau efek. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa efek – efek dari penerimaan pesan yang terjadi pada komunikan antara lain mengubah opini, kognisi, afeksi, dan konasi.

Stimulus

(Pesan atau informasi)

Organism

(Komunikan)

Response


(38)

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang kemudian melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan komunikan untuk mengubah sikap. (Effendy,2003)

Maka sesuai dengan teori yang telah dijelaskan diatas, stimulus dalam penelitian ini adalah program berita di televisi yang menyampaikan pesan mengenai pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia meresahkan masyrakat indonesia yang menggunakan internet selama ini untuk melakukan komunikasi melalui E-mail, Facebook, Twitter, blogger serta media internet lainnya. Organism dalam penelitian ini adalah remaja surabaya yang berusia 15 – 24 tahun, sedangkan response yang akan diteliti pada penelitian ini adalah efek kognitif yang mengalami perubahan kognisi atau pengetahuan komunikan mengenai suatu pesan.

2.8 Teori Sikap

Teori sikap (Standpoint Theory) memberikan kerangka untuk memahami sistem kekuasaan. Kerangka ini dibangun atas dasar pengetahuan yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari orang, mengakui bahwa individu-individu adalah konsumen aktif dari realitas mereka sendiri dan bahwa perspektif individu-individu itu sendiri merupakan sumber informasi yang paling penting mengenai pengalaman mereka (West and Turner 2008 : 178). Konsep utama dari teori ini,


(39)

sikap (standpoint) adalah posisi yang dicapai berdasarkan lokasi sosial yang memberikan suatu aspek interpretatif pada kehidupan seseorang (West and Turner 2008 : 184).

Teori ini mengklaim bahwa pengalaman, pengetahuan, dan perilaku komunikasi orang dibentuk sebagian besarnya oleh kelompok sosial, kesamaan latar belakang, atau kesamaan nasib. Sikap menunjuk pada permasalahan dalam tatanan sosial dan juga menyiratkan cara-cara baru untuk mengatur kehidupan sosial sehingga menjadi setara dan adil. Dalam hal ini teori sikap termasuk dalam kelompok teori yang disebut sebagai teori sikap.

Teori sikap memiliki beberapa asumsi dari beberapa ahli. Salah satunya adalah asumsi epistemologis dan ontologis dari pendekatan sikap menyiratkan bahwa baik yang layak untuk dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Adapun asumsi epistemologis dan ontologisnya adalah :

1. Pengetahuan bukan konsep yang objektif melainkan dibentuk secara subjektif oleh yang mengetahuinya. Pendekatan terhadap mengetahui yang berbeda dengan apa yang ditunjukkan oleh keyakinan dalam kebenaran objektif.

2. Perbedaan lokasi sosial yang membentuk persepsi dan pengalaman berbeda meskipun mempunyai latar belakang yang sama.

3. Teori sikap menyingkirkan sikap yang dominant dengan sikap yang berasal dari luar mainstream budaya. Dalam memulai pemikiran dari perspektif kehidupan.


(40)

4. Membicarakan pengalaman dan kemudian menginterpretasikan. Teori sikap berusaha untuk memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh lokasi tertentu terhadap pandangan urang terhadap dunia dan komunikasi mereka.

Dengan menggunakan teori sikap mampu mengilustrasikan kesentralan komunikasi baik dalam membentuk dan menyalurkan sikap. Selain itu teori ini menunjuk pada kegunaan komunikasi sebagai alat dalam mengubah status quo

dab menghasilkan perubahan. Konsep suara, mengungkap pendapat, dan berbicara bagi orang lain merupakan hal penting dalam teori sikap dan epistemologi sikap dan semuanya adalah konsep-konsep yang berakar pada komunikasi.

Teori sikap menunjukkan cara lain dalam memandang posisi, pengalaman, dan komunikasi yang relatif dari berbagai kelompok sosial. Teori ini memiliki kecondongan politis dan kritis yang jelas dan teori ini menunjukkan kekuasaan dalam kehidupan sosial. Teori sikap menunjukkan perbedaan dalam perilaku komunikasi dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda (West and Turner 2008 : 191).

2.9 Kerangka berpikir

Dalam penelitian ini yang diteliti adalah pemberitaan di televisi tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia mempengaruhi pola konsumtif remaja terhadap penggunaan internet di Surabaya. Adapun kerangka berpikirnya sebagai berikut :

Remaja mendapat terpaan dari pemberitaan televisi tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia. Sebelum adanya pemberitaan ini remaja


(41)

tidak ada masalah dalam menggunakan internet untuk berkomunikasi dan berapresiasi. Bahkan internet merupakan salah satu alat bantu berapresiasi dan berkomunikasi ke semua penjuru dunia bagi remaja pengguna internet. Tapi setelah televisi mempublikasikan tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia. Pemberitaan di televisi tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia membuat remaja Surabaya cemas akan kebebasan berapresiasi, berkomunikasi, dan pendapat mereka.

Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia adalah suatu rancangan Menteri Komunikasi dan Informasi yang akan di keluarkan untuk melindungi kepentingan umum dari gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik, dokumen elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum. Namun, Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia yang menjadi ide dari Menteri Komunikasi dan Informasi, dinilai sebagai satu dilema besar atas kebebasan publik dalam penggunaan Internet yang kemudian akan membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap kecemasan remaja dalam penggunaan internet.


(42)

Secara sistematis, kerangka berpikir dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2

Bagan kerangka berpikir diatas menggambarkan hubungan terpaan pemberitaan di televisi dengan sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia di Televisi tentang penggunaan internet.

Terpaan pemberitaan

Televisi

Rancangan Peraturan

Menteri

Remaja Surabaya a.Perhatian b.Pengertian c.Penerimaan

Respone Positif Netral Negatif


(43)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran variabel

Pengertian variabel adalah sebuah konsep dalam bentuk kongkret atau konsep operasional yang acuannya lebih nyata dan secara relatif akan lebih mudah diidentifikasikan dan diobservasi serta dengan mudah untuk diklarifikasikan (Bungin, 2001:77).

3.1.1 Sikap

Sikap sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkunganya. Dalam hal ini sikap Remaja Surabaya pasca pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi terhadap penggunaan internet.

Sikap Remaja Surabaya Terhadap Pemberitaan Konten Multimedia di Televisi. Sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan konten multimedia di Televisi tentang penggunaan Internet merupakan bentuk dari kecenderungan berpikir, merasa dan bertindak dalam menghadapi obyek, ide dan situasi berupa tayangan atau pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi.

Seperti yang sudah dibahas pada Bab II, bahwa perubahan sikap yang timbul diakibatkan oleh stimulus yang diterima organism (pemirsa) sehingga sikap nasabah ini dapat dilihat dalam tiga komponen, yaitu : Aspek kognitif, Aspek afektif dan Aspek behavioral.


(44)

1. Aspek Kognitif

Aspek kognitif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Aspek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Aspek kognitif ini bisa dikaitkan dengan proses berpikir dimana organism akan menggunakan rasionalistis dan logika mereka untuk mengetahui sebuah obyek sikap. Dalam hal ini obyek sikapnya adalah pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di media massa. Dimensi kognitif sikap remaja di Surabaya pasca pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi terhadap pengunaan internet yakni meliputi :

a. Mengetahui bahwa ada pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri

Konten Multimedia di televisi.

b. Mengetahui bahwa Rancangan Peratutan Menteri Konten Multimedia merupakan pembatasan dalam penggunaan internet di pemberitaan televisi.

c. Mengetahui bahwa Menkominfo membuat Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia ini untuk melindungi kepentingan umum dari gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik,.

d. Pengetahuan responden tentang isi Rancangan Peraturan Menteri


(45)

Jenjang yang diinginkan 3

Perhitungan dan pengkategoriannya sebagai berikut :

1. Skor tertinggi diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan

skor jawaban tertinggi responden, yaitu 4 x 4 = 16

2. Skor terendah diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan

skor jawaban terendah, yaitu 1 x 4 = 4

Maka perhitungan interval skornya adalah sebagai berikut : Range =

= = 4

16 – 4

Jadi penentuan kategorinya adalah sebagai berikut : 1. Aspek Kognitif Negatif = 4 - 7

2. Aspek Kognitif Netral = 8 - 11 3. Aspek Kognitif Positif = 12 – 16 2. Aspek Afektif

Aspek efektif timbul apabila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Aspek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. Jadi sifatnya evaluatif sehingga mereka akan mulai mengerti tentang informasi tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia melalui tayangan atau pemberitaan di televisi. Dimensi Afektif sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi tentang pengunaan internet yakni meliputi :

a. Merasa senang dengan adanya Rancangan Peraturan Menteri Konten

Multimedia.


(46)

Jenjang yang diinginkan 3

b. Merasa cemas dengan pemberitaan Rancangan Peratutan Menteri

Konten Multimedia.

c. Merasa senang Menkominfo membuat Rancangan Peraturan Menteri

Konten Multimedia.

d. Menganggap adanya Rancangan Peraturan Menteri Konten

Multimedia merupakan hal positif bagi pengguna internet. Perhitungan dan pengkategoriannya sebagai berikut :

1. Skor tertinggi diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan

skor jawaban tertinggi responden, yaitu 4 x 4 = 16

2. Skor terendah diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan

skor jawaban terendah, yaitu 1 x 4 = 4

Maka perhitungan interval skornya adalah sebagai berikut: Range = =

= = 4

16 - 4

Jadi penentuan kategorinya adalah sebagai berikut : 1. Aspek Afektif Negatif = 4 - 7

2. Aspek Afektif Netral = 8 - 11 3. Aspek Afektif Positif = 12 – 16


(47)

3. Aspek Behavioral

Aspek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati yang meliputi pola – pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan perilaku dan bertindak yang berhubungan dengan informasi yang didapat dalam pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi. (Jalludin Rakmat, 2003) Dimensi Behavioral sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi tentang pengunaan internet meliputi :

a Adanya kecenderungan responden untuk mendiskusikan masalah Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia kepada sesama pengguna Internet.

b. Adanya kecenderungan responden untuk berhati-hati dalam

mengekspresikan diri dalam penggunaan internet.

c. Adanya kecenderungan responden untuk tetap mengakses situs-situs

porno.

d. Adanya kencederungan responden untuk mengajak sesama pengguna

internet berdemontrasi untuk menentang Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia.

Perhitungan dan pengkategoriannya sebagai berikut :

1. Skor tertinggi diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan

skor jawaban tertinggi responden, yaitu 4 x 4 = 16

2. Skor terendah diperoleh dari banyaknya pertanyaan dikalikan dengan


(48)

Skor tertinggi - Skor terendah Jenjang yang diinginkan

3

Jenjang yang diinginkan

Hasil dari penelitian ini dapat dihitung dengan 3 efek yaitu efek kognitif, afektif, abehavioral maka perhitungan interval skornya adalah :

Range =

=

3 16 – 4

= 4

Jadi penentuan kategorinya adalah sebagai berikut : 1. Aspek Behavioral Negatif = 4 - 7

2. Aspek Behavioral Netral = 8 - 11 3. Aspek Behavioral Positif = 12 – 16

Setelah kognitf, afektif dan behavioral telah selesai perhitungan kumulatif interval kelasnya adalah sebagai berikut :

Range = = 48 - 12 = 12

Jadi pengkategoriannya adalah :

1. Kategori Negatif jika skor yang diperoleh 12 - 23

2. Kategori Netral jika skor yang diperoleh 24 - 35

3. Kategori Positif jika skor yang diperoleh 36 - 48

Untuk mengetahui sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi tentang pengunaan internet diukur dengan alternatif pilihan yang dinyatakan dalam pernyataan untuk mengukur efek kognitif, afektif, dan konatif dinyatakan dalam bentuk skor. Dalam


(49)

pemberian skor pernyataan sikap yang bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap atau favorable (Azwar, 1997:161).

Dalam penelitian ini digunakan skala likert. Yang dimaksud dengan skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur bobot 1 sampai dengan 4. Dalam melakukan penskalaan dengan model ini responden diberi daftar pertanyaan mengenai sikap dan responden akan disediakan jawaban untuk dipilih. Sebagai pernyataan responden terhadap ketidaksetujuan terhadap pertanyaan dari kuesioner (Singarimbun, 1995:111). Jawaban dari kuesioner digolongkan menjadi empat jenis pilihan jawaban, yaitu :

1. Sangat Tidak Setuju (STS) (memiliki skor1).

2. Tidak Setuju (TS) (memiliki skor2).

3. Setuju (S) (memiliki skor3).

4. Sangat Setuju (SS) (memiliki skor4).

Sikap remaja di Surabaya terhadap pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi tentang pengunaan internet di kategorikan dalam tiga kategori :

a. Positif : Responden mendukung Rancangan Peraturan Menteri Konten

Multimedia di televisi.

b. Netral : Responden menyatakan tidak menentukan pilihan atau tidak

mengambil keputusan terhadap objek sikap, artinya responden tidak dapat menentukan pilihan atau mengambil keputusan terhadap objek sikap terhadap pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi.

c. Negatif : Responden tidak mendukung Rancangan Peraturan Menteri Konten


(50)

3.1.2 Remaja Pengguna Internet

Dalam menggunakan Internet di indonesia saat ini di dominasi oleh remaja yang berusia 15 hingga 30 tahun. Sebuah data menunjukkan bahwa rata-rata pengguna internet di perkotaan 60% adalah di bawah 30 th. Artinya, sebagian dari mereka adalah dari kalangan anak sekolah, yang masih muda, yang mungkin saja masih belum terlalu bisa memilah informasi yang ada.

Di kalangan remaja, mereka tidak asing lagi dengan istilah-istilah seperti: e-mail, browsing, chatting, website, blog, dan sebagainya. Data lain menunjukkan hampir 30 persen pengguna Internet di Tanah Air berasal dari kalangan remaja berusia 15-24 tahun. Memang kebanyakan penggunaan Internet oleh remaja, baru sebatas penerimaan/pengiriman e-mail dan chatting. Banyak pengelola situs yang mengincar remaja usia 15 sampai 20 tahun sebagai pangsa pasar utama Internetnya dengan menyajikan informasi terpadu mengenai dunia remaja. Sebab, pertumbuhan pemakai Internet pada usia itu di Indonesia berkembang sangat pesat.

3.2 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi sasaran penelitian ini adalah seluruh remaja surabaya, yang mana jumlah remaja surabaya tersebut adalah berjumlah 264.921 orang (sumber BPS 2008). Alasan penelitian yakni remaja di kota Surabaya yang pernah menonton pemberitaan mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi. Disini peneliti mengklasifikasi sample responden berusia 15-24 tahun dikarenakan usia ini mengikuti perkembangan teknologi dalam penggunaan internet.


(51)

3.2.2 Teknik Penarikan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah remaja pengguna internet di Surabaya Teknik penarikan sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling yaitu teknik penentuan dengan pertimbangan dan kriteria tertentu (Sugiyono 2003 : 61).

Adapun kriteria atau ciri-ciri yang dipakai peneliti yang akan dijadikan sample antara lain :

1. Remaja Surabaya yang berusia 15-24 tahun. 2. Remaja pengguna internet.

3. Remaja yang menonton siaran berita mengenai Rancangan Peraturan Menteri

Konten Multimedia di televisi.

Jumlah sample yang terpilih nantinya akan dihitung dengan menggunakan rumus Yamane yaitu sebagai berikut : (Rakhmat, 1995:82).

Keterangan :

n : Jumlah sample N : Jumlah populasi

d : Presisi 10% derajat ketelitian (0,01)

Jumlah populasi yang diteliti adalah sebanyak 264.921, jadi berdasarkan data tersebut untuk mengetahui jumlah sampel maka akan dihitung sebagai berikut :

1 ² ) 1 , 0 ( 264921 264921 + = n 2650.21 264921 = n

n = 99,96 = 100


(52)

3.3 Teknik pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara dalam mengumpulkan data yang diperoleh langsung atau tidak langsung dari lapangan yang nantinya akan digeneralisasi dan dianalisis. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara observasi, penyebaran kuesioner dan pengumpulan data-data sekunder (Rakhmat, 2001:96).

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari tempat penelitian (dari sumbernya) dan diolah sendiri oleh lembaga yang bersangkutan untuk dimanfaatkan (Bungin, 2004;122).

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung tetapi melalui perantara atau menggunakan lembaga lain yang bukan pengelolanya, tetapi dapat dimanfaatkan dalam suatu penelitian tertentu (Bungin, 2004:122). Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang terkait dengan judul penelitian, data jumlah masyarakat Surabaya dan data-data yang ada pada website internet.

3.4 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, yang dijelaskan berdasarkan frekuensi dengan cara pembuatan tabel. Tujuan pembuatan tabel adalah untuk menyederhanakan gambaran dari hubungan antara dua angka atau lebih. Dari


(53)

pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi. Berdasarkan tabel frekuensi dari tiap pertanyaan yang diajukan dengan rumus : F

P= X 100 N

Keterangan : P = Persentase responden

F = Frekuensi responden N = Jumlah responden

Dengan menggunakan rumus tersebut, maka akan diperoleh persentase yang diinginkan dengan kategori tertentu. Hasil perhitungan selanjutnya akan disajikan dalam tabel agar mudah dibaca dan diinterpretasikan.


(54)

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Tentang Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia

Rancangan Peraturan Menteri ini dibuat sejak tahun 2006 semasa Menteri Komunikasi da informasi Sofyan Djalil kemudian pada tahun 2007 diundang para pakar untuk melanjutkan Rancangan Peraturan Menteri tersebut, Rancangan Peraturan Menteri itu bukan tentang Konten Multimedia tapi kode etik konten kemudian lahir UU ITE (Informasi Teknologi dan Elektronik), maka berubah menjadi konten multimedia pada masa Menteri Muhammad Nuh. Pada tahun 2008 dilakukan uji publik pertama kemudian RPM tersebut dilakukan uji publik kedua tahun namun pada tanggal 11 februari 2010 di uji publikan kepada masyarakat untuk mendapatkan masukan-masukan apabila ada butir-butir pasal yang tidak cocok dalam pelayanan internet di masyarakat.

Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia adalah suatu rancangan peraturan yang dibuat untuk membantu hadirnya dunia maya yang lebih sehat di Indonesia, dan untuk melindungi kepentingan umum dari gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik, dokumen elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban.

Dalam peraturan menteri tersebut,disebutkan dalam Bab II, Pasal 3, dilarang mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya


(55)

Konten yang mengandung Pornografi tatu konten yang mengandung kesusilaan. Pasal 4, larangan tentang konten yang menawarkan perjudian. Pasal 5 menerangkan bahwa dilarang mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Konten yang mengandung muatan mengenai tindakan yang merendahkan keadaan dan kemampuan fisik, intelektual, pelayanan, kecakapan, dan aspek fisik maupun non fisik lain dari suatu pihak. Pasal 6 berisi larangan untuk menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, muatan konten yang bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan pada suatu kelompok dan SARA. Dalam pasal 7 menyebutkan dilarang mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya Konten yang mengandung privasi dan hak kekayaan intelektual tanpa izin dari pemegang hak kekayaan intelektual yang bersangkutan.

Sanksi atas pelanggaran tersebut, mulai teguran tertulis, denda administratif, pembatasan kegiatan usaha atau pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Selain itu, sanksi juga dikenakan bagi penyelenggara internet, mulai dari pencabutan izin usaha hingga pidana berdasarkan Undang-Undang Informasi Teknologi Elektronik (ITE).

4.2 Penyajian Data dan Analisis Data 4.2.1. Identitas Responden

Data yang ada pada bagian ini adalah data-data yang diperoleh berdasarkan karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan responden. Data ini diperlukan untuk dapat menjelaskan secara umum responden yang ada selengkapnya tertera pada tabel-tabel berikut ini :


(56)

4.2.2. Jenis Kelamin

Identitas responden berikutnya adalah tentang jenis kelamin responden, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

NO PEKERJAAN F %

1 Laki-laki 57 57

2 Perempuan 43 43

JUMLAH 100 100

Sumber : kuesioner I.4

Dari hasil tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa sebagian jenis kelamin responden yang menyaksikan pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi adalah untuk laki-laki sebanyak 57 orang atau dari keseluruhan responden sebesar 57 % sedangkan untuk perempuan sebanyak 43 orang atau dari keseluruhan responden sebesar 43%.

4.2.3. Usia Responden

Berdasarkan hasil kuesioner yang dapat diketahui bahwasannya dari 100 responden yang menonton pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi mempunyai jenjang usia 15 - 24 tahun

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

NO USIA RESPONDEN F %

1 15 – 17 tahun 0 0

2 18 – 20 tahun 58 58

3 21– 24 tahun 42 42

JUMLAH 100 100

Sumber : kuesioner I.5

Dari hasil tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 100 responden dengan diklasifikasikan menurut usia.


(57)

Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa semua responden dalam penelitian ini adalah remaja Surabaya yang menggunakan layanan internet dan mengetahui tentang pemberitaan Rancangan Peraturan Menterti Konten Multimedia di televisi . Antara lain pada tabel Nomor 1 menjelaskan bahwa responden yang berusia 15 sampai dengan 17 tahun tidak ada satupun orang atau sebesar 0% dari keseluruhan jumlah responden. Responden yang berusia 18 sampai dengan 20 tahun sebanyak 58 orang atau sebesar 58% dari total keseluruhan responden. Sedangkan sisanya responden yang berusia 21 sampai dengan 24 tahun berjumlah 42 orang atau sebesar 42% dari total keseluruhan jumlah responden.

4.2.4. Tingkat Pendidikan Responden

Berdasarkan tabel 4.3 dibawah ini menjelaskan tentang identitas responden mengenai pendidikan terakhir yang disandang oleh responden, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

NO PENDIDIKAN F %

1 SMP 0 0

2 SMA 0 0

3 PERGURUAN TINGGI /

MAHASISWA

100 100

JUMLAH 100 100

Sumber : kuesioner I.6

Dari hasil tabel 4.2 diketahui bahwa sebesar 100% responden pendidikannya adalah Mahasiswa (Perguruan Tinggi).


(58)

4.3 Frekuensi Menonton Tayangan Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi.

Frekuensi remaja Surabaya dalam menonton pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi ini terbagi menjadi empat kategori karena untuk mempermudahkan responden dalam menjawab pertanyaan tentang berapa kali dalam sebulan mereka menonton pemberitaan ini. Dari tabel ini dapat diketahui frekuensi responden dalam menonton pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi.

Tabel 4.4

Frekuensi Menonton Tayangan Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi

NO FREKUENSI MENONTON F %

1 1 kali 0 0

2 2 kali 19 19

3 4 kali 58 58

4 > 5 kali 23 23

JUMLAH 100 100

Sumber : kuesioner I.9.

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa jumlah terbesar yaitu sebanyak 58 responden mengaku frekuensi menonton pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televsi adalah 4 kali dalam sebulan. Kemudian sebanyak 23 orang responden pun mengaku menonton pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia lebih dari 5 kali. Hal ini menunjukkan bahwa cukup besar prosentase remaja Surabaya yang menyaksikan pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi. Jumlah terkecil menunjukkan 19 orang responden saja yang menonton pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia sebanyak 2 kali dalam sebulan.


(59)

4.4. Aspek Kognitif

Aspek kognitif responden mengenai sikap remaja Surabaya terhadap pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi diukur dengan 4 pertanyaan mengenai aspek kognitif yang diajukan agar responden memilih masing-masing 1 dari 4 kategori yang telah disusun dalam posisi berurutan pada masing-masing pertanyaan pada kuesioner. Kemudian pada masing-masing kategori diberikan skor dari yang tertinggi ke yang terendah secara berurutan. Diperoleh data, bahwa skor tertinggi adalah 16 dan skor terendah adalah 4.

4.4.1 Remaja mengetahui pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi

Salah satu bagian yang paling mendominasi dalam informasi yang ditayangkan televisi adalah pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi. Untuk mengetahui Aspek kognitif para responden mengenai pertanyaan ini, dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5

Remaja mengetahui pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi

NO KETERANGAN JUMLAH %

1 Sangat Tidak Setuju 0 0

2 Tidak Setuju 0 0

3 Setuju 84 84

4 Sangat Setuju 16 16

Total 100 100


(60)

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan setuju sebanyak 84% responden, hal ini dikarenakan mereka mempunyai waktu luang dalam menerima informasi yang didapat melalui televisi dan yang menyatakan sangat setuju sebanyak 16%, hal ini dikarenakan selain mereka mempunyai waktu luang, dalam melihat televisi mereka didampingi oleh orangtua ataupun teman sehingga terjadi proses pembicaraan yang penting menurut mereka.

Dari data diatas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini mengetahui pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia melalui televisi, hal ini dikarenakan responden yang saya teliti mempunyai waktu luang dalam mendapatkan informasi melalui televisi serta ketertarikan mereka terhadap Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia.

4.4.2. Mengetahui bahwa Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia Merupakan Pembatasan dalam Penggunaan Internet dalam pemberitaan di Televisi

Berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner pada 100 responden, dapat diketahui frekuensi jawaban mengenai pernyataan bahwa melalui pemberitaan dari televisi dapat diketahui Rancangan Peraturan Menteri Konten multimedia merupakan pembatasan dalam penggunaan Internet. Untuk mengetahui Aspek kognitif para responden mengenai pertanyaan ini, dapat dilihat pada tabel 4.6.


(61)

Tabel 4.6

Mengetahui bahwa Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia Merupakan Pembatasan dalam Penggunaan Internet di Televisi

NO KETERANGAN JUMLAH %

1 Sangat Tidak Setuju 0 0

2 Tidak Setuju 5 5

3 Setuju 87 87

4 Sangat Setuju 8 8

Total 100 100

Sumber : Kuesioner II.A.2

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan setuju sebanyak 87% hal ini dikarenakan, responden menyimpulkan opini masyarakat yang disiarkan di televisi tentang pembatasan dalam penggunaan internet di televisi. Sedangkan sebanyak 8% responden menyatakan sangat setuju, hal ini dikarenakan responden selain menyimpulkan opini masyarakat yang disiarkan di televisi tentang pembatasan dalam penggunaan internet di televisi, responden juga melihat diskusi salah satu pakar pengamat multimedia di televisi.

Sedangkan responden yang menyatakan tidak setuju sebanyak 5% responden. Hal ini disebabkan karena responden tidak menonton pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia sebagai pambatasan dalam penggunaan internet melalui televisi.

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar repsonden menyimpulkan opini masyarakat yang disiarkan di televisi tentang pembatasan dalam penggunaan internet dan pemberitaan di televisi sering menyiarkan diskusi-diskusi dengan para pakar-pakar yang terkait, namun sebagian kecil mengetahui pemberitaan tersebut melalui media massa selain televisi.


(62)

4.4.3 Mengetahui Bahwa Menkoinfo Membuat Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia untuk Melindungi Kepentingan Umum dari Gangguan Sebagai Penyalahgunaan Informasi Elektronik

Berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner pada 100 responden, dapat diketahui frekuensi jawaban mengenai pernyataan bahwa Menkoinfo membuat Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia untuk melindungi kepentingan umum dari gangguan sebagai penyalahgunaan informasi elektronik. Untuk mengetahui Aspek kognitif para responden mengenai pertanyaan ini, dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7

Mengetahui Bahwa Menkoinfo Membuat Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia untuk Melindungi Kepentingan Umum dari Gangguan

Sebagai Penyalahgunaan Informasi Elektronik

NO KETERANGAN JUMLAH %

1 Sangat Tidak Setuju 0 0

2 Tidak Setuju 4 4

3 Setuju 83 83

4 Sangat Setuju 13 13

Total 100 100

Sumber : Kuesioner II.A.3

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan setuju sebanyak 83% hal ini dikarenakan responden merasa bahwa semakin maraknya kejahatan di internet, sehingga respondeng menjawab setuju jika Rancangan peraturan ini dibuat untuk melindungi kepentingan umum. Sedangkan responden yang menyatakan sangat setuju sebanyak 13% responden, hal ini dikarenakan responden ingin adanya pembatasan kebudayaan asing negatif yang masuk di Indonesia untuk menjaga moral bangsa.


(63)

Sedangkan responden yang menyatakan tidak tahu sebanyak 4%. Hal ini dikarenakan responden tidak mengetahui adanya pemberitaan melalui televisi, namun melalui media massa lainnya.

Melalui data diatas maka dapat disimpulkan bahwa kejahatan di dunia internet bisa ditanggulangi dengan adanya Rancangan tersebut serta mengembangkan kebudayaan indonesia yang telah terkikis oleh kebudayaan asing.

4.4.4. Pengetahuan Remaja Tentang isi Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia

Untuk mengetahui berapa jumlah dan prosentase dari sikap 100 Remaja sebagai responden tentang pengetahuan isi Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi, dapat diketahui pada tabel 4.8.

Tabel 4.8

Pengetahuan Remaja Tentang isi Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia

NO KETERANGAN JUMLAH %

1 Sangat Tidak Setuju 3 3

2 Tidak Setuju 20 20

3 Setuju 72 72

4 Sangat Setuju 5 5

Total 100 100

Sumber : Kuesioner II.A.4

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan setuju sebanyak 72% responden, hal ini dikarenakan responden sudah membaca draft tersebut, sedangkan responden yang menyatakan sangat setuju sebanyak 5% hal ini dikarenakan mereka memahami isi draft serta sangsi yang akan dikenakan apabila melanggar.


(64)

Sedangkan responden yang menyatakan tidak setuju sebanyak 20% responden, hal ini dikarenakan para responden beranggapan penggunaan multimedia tidak bisa dibatasi ruang dan waktu dan yang menyatakan sangat tidak setuju sebanyak 3% responden, hal ini disebabkan responden menganggap rancangan tersebut mengikat mereka untuk mendapatkan informasi.

Dari data diatas maka dapat disimpulkan bahwa Rancangan yang sudah diberitakan merupakan perbaikan informasi penggunaan internet.

4.5. Aspek Afektif

Aspek Afektif responden mengenai sikap remaja Surabaya terhadap pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi diukur dengan 4 pertanyaan mengenai aspek Afektif yang diajukan agar responden memilih masing-masing 1 dari 4 kategori yang telah disusun dalam posisi berurutan pada masing-masing pertanyaan pada kuesioner. Kemudian pada masing-masing kategori diberikan skor dari yang tertinggi ke yang terendah secara berurutan. Diperoleh data, bahwa skor tertinggi adalah 16 dan skor terendah adalah 4.

4.5.1. Perasaan Senang dengan Adanya Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi

Sebagai remaja surabaya sebagai responden merasa senang dengan adanya pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi, mengetahui Aspek afektif para responden mengenai pertanyaan ini, dapat dilihat pada tabel 4.9.


(65)

Tabel 4.9

Perasaan senang dengan Adanya Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi

NO KETERANGAN JUMLAH %

1 Sangat Tidak Setuju 0 0

2 Tidak Setuju 28 28

3 Setuju 64 64

4 Sangat Setuju 8 8

Total 100 100

Sumber : Kuesioner II.B.1

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan setuju sebanyak 64% responden, hal ini responden merasa senang dengan pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi dikarenakan dengan adanya pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia ini, responden mendapatkan informasi. Sedangkan 8% responden menyatakan sangat setuju, hal ini dikarenakan selain mendapatkan informasi responden juga mendapatkan pengetahuan tentang rancangan tersebut.

Sedangkan yang menyatakan tidak setuju dengan pernyataan kuesioner B.1, sebanyak 28% responden karena responden merasa bahwa Rancangan Peraturan Menteri ini sebagai belenggu kebebasan berekspresi dalam melakukan layanan internet.

Dari data diatas maka dapat disimpulkan kenyataan ini disebabkan oleh kebutuhan responden akan informasi mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia, mengingat mereka sendiri adalah pengguna Internet. Namun sebagian responden berpendapat berbeda, mereka menilai isu tersebut menjadi belenggu kebebasan berekspresi dalam menggunakan internet.


(66)

4.5.2. Perasaan Cemas dengan pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia.

Bagaimanakah perasaan remaja Surabaya setelah mengetahui bahwa Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia merupakan pembatasan dalam penggunaan internet. Aspek afektif para responden mengenai pertanyaan ini, dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10

Perasaan Cemas dengan pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia

NO KETERANGAN JUMLAH %

1 Sangat Tidak Setuju 0 0

2 Tidak Setuju 56 56

3 Setuju 36 36

4 Sangat Setuju 8 8

Total 100 100

Sumber : Kuesioner II.B.2

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan setuju sebanyak 36% responden, hal ini dikarenakan responden merasa rancangan tersebut dapat membatasi mereka dalam berekspresi, sedangkan yang menyatakan sangat setuju sebanyak 8% responden, Hal ini membuktikan bahwa responden merasa rancangan tersebut membatasi aktivitas mereka dalam penggunaan internet.

Sedangkan responden yang menyatakan tidak setuju dengan pernyataan cemas setelah pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia yang merupakan pembatasan dalam penggunaan Internet sebanyak 56% responden. Hal ini berarti remaja mengerti bahwa ini masih hanya sebuah rancangan.


(67)

Kenyataan ini disebabkan oleh sadarnya resopnden bahwa isu tersebut hanya sekedar rancangan belum tentu di sahkan, sebagian yang lain merasa jika Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia tersebut membatasi aktivitas mereka terkait penggunaan internet.

4.5.3. Perasaan senang Menkominfo membuat Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia

Untuk mengetahui Aspek afektif para responden mengenai pertanyaan ini, dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11

Perasaan senang Menkominfo membuat Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia

NO KETERANGAN JUMLAH %

1 Sangat Tidak Setuju 0 0

2 Tidak Setuju 12 12

3 Setuju 68 68

4 Sangat Setuju 20 20

Total 100 100

Sumber : Kuesioner II.B.3

Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang menyatakan setuju sebanyak 68% responden, hal ini dikarenakan nantinya pengawasan dalam dunia

internet akan semakin terkontrol, sedangkan yang menyatakan sangat setuju sebanyak 20%, hal ini dikarenakan responden berpendapat sebagai pengguna layanan internet seharusnya ada perlindungan yang kuat karena seringnnya kejahatan cyber di indonesia, seperti penipuan dan konten yang merugikan beberapa pihak.

Sedangkan responden yang menyatakan tidak setuju adalah 12%, dengan pernyataan bahwa responden senang bahwa Menkominfo membuat Rancangan


(1)

4.8

Rekapitulasi Sikap Remaja Surabaya Terhadap Pemberitaan

Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia Di Televisi Di

Televisi

Tabel 4.20

Sikap Remaja di Surabaya terhadap Pemberitaan Rancangan Peraturan

Menteri Konten Multimedia di Televisi

NO

KETERANGAN

JUMLAH

%

1

Positif

28

28

2

Netral

72

72

3

Negatif

0

0

Total

100

100

Sumber : Data yang diolah pada lampiran IV

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 28 orang atau

28 % responden mempunyai sikap yang positif, hal ini menunjukkan bahwa

remaja di Surabaya memberikan sikap yang setuju atau respon yang positif

tentang berita “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia”. Pada

umumnya responden mengetahui dan merasa setuju dengan Rancangan Peraturan

Menteri Konten Multimedia, karena responden mengerti bahwa Rancangan

Peraturan Menteri Konten Multimedia dibuat untuk melindungi pengguna internet

dari kejahatan cyber. Maka dari itu responden memberikan sikap yang

mendukung dengan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia tersebut.

Sebanyak 72 orang atau sebesar 72 % responden mempunyai sikap netral,

hal ini berarti responden tidak terlalu terpengaruh dengan apa yang disampaikan

dalam berita “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia” di televisi.

Karena remaja di Surabaya sebagai responden mengerti terhadap isi berita


(2)

63

“Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia” di televisi tetapi tidak

mendukung sepenuhnya terhadap berita tersebut, sehingga hal tersebut tidak

begitu mempengaruhi responden dalam menggunakan internet. Dari tabel di atas

dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja di Surabaya sebagai responden

mengalami perubahan sikap yang netral setelah menonton berita “Rancangan

Peraturan Menteri Konten Multimedia” di televisi. Dari tabel diatas diketahui

remaja bisa menerima berita ” Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia”

tapi kurang mendukung dengan adanya Rancangan Peraturan Menteri Konten

Multimedia.


(3)

64

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti tentang hasil temuan dan analisis data yang dilengkapi dengan penyajian data dalam bentuk tabel-tabel frekuensi. Maka kesimpulan dalam penelitian sikap Remaja Surabaya Terhadap pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi adalah netral, artinya bahwa responden tidak terlalu terpengaruh dengan apa yang disampaikan dalam berita “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia” di televisi. Karena remaja di Surabaya sebagai responden mengerti terhadap isi berita “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia” di televisi tetapi tidak mendukung sepenuhnya terhadap berita tersebut, sehingga hal tersebut tidak begitu mempengaruhi responden dalam menggunakan internet. Pada sikap positif (aspek kognitif) hal ini karena responden hanya menganggap berita “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia” sebagai pengetahuan dan informasi. Selain itu selama ini responden sangat mengetahui dan adanya kesadaran untuk memahami isi berita mengenai Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia karena merasa bahwa berita tersebut sangat penting bagi responden. Pada sikap (aspek afektif) netral terhadap berita “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia”, hal ini dikarenakan menyikapi pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi biasa-biasa saja dalam mengambil sebuah sikap dikarenakan terpaan media yang di dapat oleh responden kurang dapat ditangkap oleh komunikan atau responden sebagai penerima pesan. Pada sikap


(4)

 

65

(aspek beharevioral) netral terhadap berita rencana “Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia”, kenyataan ini karena responden menanggapi berita tersebut dengan tidak terpengaruh dan hanya dijadikan sebagai pengetahuan saja, hal ini disebabkan karena Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia masih berupa rancangan belum disahkan, sehingga mereka tidak perlu berlebihan dalam menyingkapi isu tersebut.

5.2 Saran

Saran yang disampaikan oleh peneliti yang berkaitan dengan sikap Remaja Surabaya Terhadap Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di televisi adalah :

1. Televisi sebagai media yang mempengaruhi khalayaknya disini lebih aktual dalam menyampaikan berita sehingga mendapat sebuah efek dari pemirsanya. 2. Diharapkan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia ini ditinjau

ulang. Agar dalam penggunaan Internet bisa lebih aman tanpa merenggut kebebasan penggunanya.


(5)

66

Buku

Azwar, Saifuddin, 2007,

Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya

,

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Bungin, Burhan, 2001,

Metodologi Penelitian Sosial

(Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif),

Surabaya :

Airlangga University Press.

Dayakisni, Mar’at 2003,

Sikap dan Perilaku,

Jakarta :Bina

Pustaka

Effendy, Onong Uchjana, 2000,

Ilmu,Teori dan Filsafat

Komunikasi

, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Kuswandi, Wawan, 1996,

Komunikasi Massa sebuah Analisis

Media TV

, Jakarta : PT Rineka Cipta.

Muda, Iskandar, 2004,

Jurnalistik Televisi

, Bandung : PT

Remaja Rosdakarya

Mcquail, Dennis, 2005, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar,

Jakarta : Erlangga

Purwanto, N, M, 1996.

Psikologi Pendidikan

, Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya

Rakhmat, Jalaludin, 2001,

Metode Penelitian Komunikasi

,

Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Rakhmat, Jalaludin, 2003, Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Sumadiria, Haris, 2005, Jurnalistik Indonesia (Menulis Berita dan

Feature), Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Yusuf, Syamsu, 200,

Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja

,

Bandung : PT. Remaja Rosdakarya


(6)

67

INTERNET


Dokumen yang terkait

PENGARUH TERPAAN PEMBERITAAN TAWURANANTARPELAJAR DI TELEVISI TERHADAP SIKAP PENGARUH TERPAAN PEMBERITAAN TAWURAN ANTARPELAJAR DI TELEVISI TERHADAP SIKAP PELAJAR SMA NEGERI DI KOTA YOGYAKARTA (Studi Deskriptif Kuantitatif Pemberitaan Kasus Tawuran Antarpel

0 2 16

Pengaruh Budaya K-Pop Terhadap Sikap Remaja Surabaya (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Pengaruh Budaya K-Pop di Televisi Terhadap Sikap Remaja di Kota Surabaya).

0 3 140

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP PEMBERITAAN “SEDOT PULSA DENGAN MODUS KONTEN” DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan “Sedot Pulsa Dengan Modus Konten” Di Surat Kabar Jawa Pos).

0 0 105

SIKAP ORANG TUA SIDOARJO TERHADAP PENGGUNAAN FACEBOOK PASCA PEMBERITAAN DI TELEVISI (Studi Deskriptif Sikap Orang Tua Terhadap Penggunaan facebook Pasca Pemberitaan Tentang Kenakalan Remaja Pengguna Facebook di Televisi).

0 0 89

SIKAP NASABAH PASCA PEMBERITAAN PEMBOBOLAN ATM DI TELEVISI TERHADAP PENGGUNAAN ATM DI SURABAYA (Studi Deskriptif Sikap Nasabah Pasca Pemberitaan Pembobolan ATM di Televisi Terhadap Penggunaan Kartu ATM di Surabaya).

1 2 83

SIKAP NASABAH PASCA PEMBERITAAN PEMBOBOLAN ATM DI TELEVISI TERHADAP PENGGUNAAN ATM DI SURABAYA (Studi Deskriptif Sikap Nasabah Pasca Pemberitaan Pembobolan ATM di Televisi Terhadap Penggunaan Kartu ATM di Surabaya)

0 0 21

SIKAP REMAJA SURABAYA TERHADAP PEMBERITAAN KONTEN MULTIMEDIA DI TELEVISI (Study Deskriptif Sikap Remaja Pengguna Internet Terhadap Pemberitaan Rancangan Peraturan Menteri Konten Multimedia di Televisi)

0 0 26

SIKAP ORANG TUA SIDOARJO TERHADAP PENGGUNAAN FACEBOOK PASCA PEMBERITAAN DI TELEVISI (Studi Deskriptif Sikap Orang Tua Terhadap Penggunaan facebook Pasca Pemberitaan Tentang Kenakalan Remaja Pengguna Facebook di Televisi)

0 0 21

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP PEMBERITAAN “SEDOT PULSA DENGAN MODUS KONTEN” DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan “Sedot Pulsa Dengan Modus Konten” Di Surat Kabar Jawa Pos) SKRIPS

0 0 31

Pengaruh Budaya K-Pop Terhadap Sikap Remaja Surabaya (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Pengaruh Budaya K-Pop di Televisi Terhadap Sikap Remaja di Kota Surabaya)

1 1 34