PENANAMAN NILAI CINTA TANAH AIR DI SD NEGERI SEDAYU 1 MUNTILAN MAGELANG TAHUN AJARAN 2014-2015.
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Novita Eka Widayani NIM 10108241062
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
“Sungguh Tuhan hanya memberikan hidup satu kepadaku, tidak ada manusia mempunyai hidup dua atau hidup tiga. Tetapi hidup satunya akan kuberikan insyaAllah subhanahuwata’ala seratus persen kepada pembangunan tanah air dan
bangsa. Dan.. dan jikalau aku misalnya diberikan dua hidup oleh Tuhan, dua hidup inipun akan aku persembahkan kepada tanah air dan bangsa.”
(6)
Skripsi saya persembahkan untuk:
- Bapak, Ibuk, adikku Ichsan, dan Eko “Gendud” untuk dukungannya. - Sahabatku Seli, Niken, dan Mas Yogi untuk bantuannya.
(7)
Oleh
Novita Eka Widayani NIM 10108241062
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara guru dalam menanamkan nilai cinta tanah air dan hambatan-hambatan yang dialami guru dalam menanamkan nilai cinta tanah air.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah guru, kepala sekolah, dan siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan triangulasi teknik dan sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru memiliki cara masing-masing dalam menanamkan nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Muntilan Magelang. Nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 ditanamkan melalui program pengembangan diri, mata pelajaran, dan budaya sekolah. Pengintegrasian nilai cinta tanah air dalam program pengembangan diri meliputi kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengkondisian. Pengintegrasian nilai cinta tanah air dalam mata pelajaran meliputi, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan proses pelaksanaan pembelajaran. Pengintegrasian nilai cinta tanah air dalam budaya sekolah meliputi kegiatan kelas, sekolah, dan luar sekolah. Hambatan-hambatan yang dialami guru dalam menanamkan nilai cinta tanah air adalah antara lain, sekolah belum menentukan indikator nilai cinta tanah air di dalam pengembangan kurikulum sekolah, kurangnya kontrol antara komponen sekolah, dan siswa kurang menyadari pentingnya nilai cinta tanah air.
Kata kunci: nilai-nilai karakter, nilai cinta tanah air .
(8)
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Dzat yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh makhluk-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tertuju kepada sang uswatun khasanah, Rosulullah SAW. Penulis wajib bersimpuh dan menghaturkan syukur atas segala pertolongan dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Penanaman Nilai Cinta Tanah Air di SD Negeri Sedayu 1 Muntilan Magelang” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penyususnan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan menimba ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memaparkan gagasan skripsi ini.
4. Ibu Unik Ambarwati, M. Pd. dan Bapak Banu Setyo Adi, M. Pd, selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah membimbing penulis sampai penulisan skripsi ini terselesaikan dengan baik.
(9)
(10)
hal
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PERNYATAAN iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
MOTTO v
PERSEMBAHAN vi
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 7
C. Pembatasan Masalah 8
D. Rumusan Masalah 8
E. Tujuan Penelitian 8
F. Manfaat Penelitian 8
BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Karakter 10
B. Urgensi Pendidikan Karakter 15
C. Tujuan Pendidikan Karakter 17
D. Nilai-nilai Karakter 19
E. Cinta Tanah Air 23 F. Perlunya Menanamkan Cinta Tanah Air 25
G. Indikator Nilai Cinta Tanah Air 28
(11)
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian 39
B. Setting Penelitian 39
C. Subjek Penelitian 40
D. Sumber Data 40
E. Teknik Pengumpulan Data 41
F. Instrumen Penelitian 44
G. Teknik Analisis Data 45
H. Keabsahan Data 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 51
B. Deskripsi Data 53
C. Pembahasan 93
D. Keterbatasan Penelitian 104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 105
B. Saran 106
DAFTAR PUSTAKA 107
(12)
hal Gambar 1. Kerangka Berpikir Cara Penanaman Nilai Cinta Tanah Air 37 Gambar 2. Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model) 46 Gambar 3. Upacara bendera Setiap Hari Senin 54
Gambar 4. Papan kesiagaan Guru 58
Gambar 5. Kegiatan Piket Harian Siswa 59
Gambar 6. Foto Presiden dan Wakil Presiden 75
Gambar 7. Ekstrakurikuler Pencak Silat 91
Gambar 8. Juara Pesta Siaga 91
Gambar 9. Mengikuti Karnaval Hari Kemerdekaan 92 Gambar 10. Mengunjungi Monumen Jogja Kembali 92
(13)
hal Lampiran 1. Lembar Observasi Integrasi Dalam Program Pengembangan
Diri 111
Lampiran 2. Lembar Observasi pengintegrasian Dalam Mata Pelajaran 115 Lampiran 3. Lembar Observasi Pengintegrasian Dalam Budaya Sekolah 118 Lampiran 4. Hasil Observasi Integrasi Dalam Program Pengembangan
Diri 120
Lampiran 5. Hasil Observasi Pengintegrasian Dalam Mata Pelajaran 134 Lampiran 6. Hasil Observasi Pengintegrasian Dalam Budaya Sekolah 139 Lampiran 7. Daftar Pertanyaan Wawancara Penanaman Nilai Cinta Tanah
Air Untuk Kepala Sekolah 144 Lampiran 8. Daftar Pertanyaan Wawancara Penanaman Nilai Cinta Tanah
Air Untuk Guru 146
Lampiran 9. Daftar Pertanyaan Wawancara Penanaman Nilai Cinta Tanah
Air Untuk Siswa 148
Lampiran 4. Hasil Wawancara Penanaman Nilai Cinta Tanah Air Untuk Kepala Sekolah 149 Lampiran 5. Hasil Wawancara Penanaman Nilai Cinta Tanah Air Untuk
Guru 156
Lampiran 6. Hasil Wawancara Penanaman Nilai Cinta Tanah Air Untuk
Siswa 166
Lampiran 7. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Observasi
Integrasi Dalam Program Pengembangan Diri 170 Lampiran 8. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Observasi
Integrasi Dalam Mata Pelajaran 184
Lampiran 9. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Observasi
Integrasi Dalam Budaya Sekolah 191
Lampiran 10. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Wawancara Penanaman Nilai Cinta Tanah Air Untuk Kepala Sekolah 197 Lampiran 11. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Wawancara
Penanaman Nilai Cinta Tanah Air Untuk Guru 200 Lampiran 12. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Wawancara
Penanaman Nilai Cinta Tanah Air Untuk Siswa 217
Lampiran 13. Dokumentasi 223
(14)
hal
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
MOTTO v
PERSEMBAHAN vi
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 7
C. Pembatasan Masalah 8
D. Rumusan Masalah 8
E. Tujuan Penelitian 8
F. Manfaat Penelitian 8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Karakter 10
B. Urgensi Pendidikan Karakter 15
C. Tujuan Pendidikan Karakter 17
D. Nilai-nilai Karakter 19
E. Cinta Tanah Air 23
F. Perlunya Menanamkan Cinta Tanah Air 25
G. Indikator Nilai Cinta Tanah Air 28
(15)
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian 39
B. Setting Penelitian 39
C. Subjek Penelitian 40
D. Sumber Data 40
E. Teknik Pengumpulan Data 41
F. Instrumen Penelitian 44
G. Teknik Analisis Data 45
H. Keabsahan Data 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 51
B. Deskripsi Data 53
C. Pembahasan 93
D. Keterbatasan Penelitian 104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 105
B. Saran 106
DAFTAR PUSTAKA 107
(16)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Karakter merupakan aset penting yang harus dibentuk oleh setiap manusia. Proses pembentukan karakter dialami oleh manusia sejak dalam kandungan hingga meninggal, baik itu dari orang tua, masyarakat, maupun lingkungannya. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk dapat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan pada hakikatnya tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, tetapi juga berkepribadian atau berkarakter. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang berbunyi sebagai berikut.
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Amanah undang-undang diatas jelas menjelaskan bahwa pendidikan tidak hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga berperan dalam pembentukan karakter dan watak bangsa. Pendidikan
(17)
memiliki peran penting dalam membangun jati diri dan identitas diri sebagai karakter bangsa Indonesia.
Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2012: 1) menegaskan:
“Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar , maju dan jaya, serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.”
Berkaca pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional, juga pernyataan Ir. Soekarno diatas, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Dasar (SD) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan pendidikan nasional yang berlandaskan nafas karakter. Hal tersebut bertujuan mewujudkan peserta didik yang berkarakter sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Lembaga sekolah merupakan institusi pendidikan kedua setelah keluarga, yang memiliki peran penting dalam pembentukan dan pengembangan pengetahuan, ketrampilan dan kepribadian. David Brooks (Djoko Dwiyanto dan Gatut Saksono, 2012: 50) berpendapat bahwa sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah.
Penguatan pendidikan karakter dalam konteks saat ini begitu relevan dengan upaya mengatasi krisis moral yang terjadi di negara kita saat ini. Zubaedi (2011: 2) menyatakan adanya krisis yang nyata dan
(18)
mengkhawatirkan dalam masyarakat dan dunia pendidikan saat ini yang melibatkan anak-anak. Krisis itu antara lain berupa terjadi peningkatan pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, pemerkosaan, korupsi, dan masih banyak lagi masalah-masalah sosial yang terjadi saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Perilaku pelajar kita juga diwarnai dengan gemar menyontek ataupun menjiplak tugas lain (plagiat), kekerasan terhadap siswa lainnya, dan tawuran.
Ironis menjadi kata yang tepat untuk menggambarkan krisis yang melanda penerus bangsa kita, padahal beban untuk memajukan tanah air tercinta ini ada di pundak mereka. Derasnya arus globalisasi menjadi salah satu penyebab terkikisnya nilai cinta tanah air di jiwa generasi muda. Generasi muda lebih menyukai dan bangga terhadap budaya asing dari pada budaya asli bangsanya sendiri. Hal ini dibuktikan dengan adanya rasa bangga yang lebih pada diri generasi muda manakala menggunakan produk luar negeri, dibandingkan jika menggunakan produk dalam negeri sendiri. Muchlas Samani dan Hariyanto (201 2: 2) menyatakan:
“... kebanggaan kita terhadap jati diri dan kekayaan budaya sendiri juga masih rendah. Sebagai bangsa, kita masih saja mengidap inferiority complex nasional, terbukti masih suka dan melahap tanpa seleksi segala produk dan budaya asing. Parahnya, media massa juga lupa akan kewajibannya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Sangat langka koran nasional yang mempublikasikan event budaya tanah air. Satu-satunya televisi swasta nasional yang dulu setia menggelar tontonan wayang kulit pada akhir pekan, sekarang sudah tidak menayangkan lagi. Tontonan budaya saat ini hanya dapat dilihat di TVRI dan pada segelintir televisi regional yang sepi peminat.”
(19)
Selain itu, lunturnya nilai cinta tanah air pada generasi muda juga dapat dilihat salah satunya dari kurangnya penghayatan generasi muda ketika upacara bendera. Selain kurangnya penghayatan pada saat upacara bendera, banyak juga generasi muda yang tidak hafal lagu-lagu nasional maupun lagu daerah, tidak mengetahui pahlawan-pahlawan nasional, bahkan juga banyak peserta didik yang tidak hafal sila-sila Pancasila (Susanto, 2008: 49).
Krisis-krisis yang melanda bangsa kita diatas menunjukkan betapa rendahnya nilai cinta tanah air dalam diri para generasi muda. Para generasi muda kita tersebut tidak berpikir panjang sebelum melakukan tindakan yang justu dapat merugikan diri sendiri, bahkan dapat mencoreng nama baik Indonesia. Padahal nilai cinta tanah air adalah salah satu nilai pembentuk karakter yang harus dimiliki oleh para generasi muda untuk menjadi penerus bangsa. Rasa cinta tanah air perlu ditumbuhkembangkan dalam jiwa setiap individu yang menjadi warga dari sebuah negara atau bangsa agar tujuan hidup bersama dapat tercapai.
Banyak orang beranggapan lunturnya nilai cinta tanah air pada generasi muda diduga berawal dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Merujuk hasil penelitian Afiyah (Zubaedi, 2011:3), salah satu penyebab siswa memiliki sikap dan berperilaku yang bertolak belakang dengan apa yang diajarkan di sekolah, karena pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan aspek afektif dan psikomotorik atau soft skill sebagai unsur utama
(20)
pendidikan karakter belum diperhatikan secara optimal, bahkan cenderung diabaikan. Guru lebih banyak menyampaikan materi secara tekstual, belum adanya pembelajaran yang mengedepankan suatu penerapan karakter, dalam hal ini penanaman nilai cinta tanah air terhadap siswa.
Nilai cinta tanah air seharusnya bukan hanya sekedar fenomena yang digembar-gemborkan, tetapi kita juga harus paham bagaimana menanamkannya dalam kehidupan. Nilai cinta tanah air harus dimiliki oleh setiap manusia yang ingin membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air dalam kehidupannya sejak dini, baik elemen masyarakat, guru, dosen, pemerintah, mahasiswa, dan pelajar. Semua elemen tersebut harus menanamkan nilai cinta tanah air yang kuat agar menjadi insan yang berguna dalam kemajuan pembangunan bangsa. Semangat kebangsaan harus digalakkan dan ditumbuhkembangkan demi menciptakan karakter yang mencintai tanah tumpah darah.
Upaya menanamkan nilai cinta tanah air tidaklah semudah yang dibicarakan atau didiskusikan. Tujuan dan materi nilai cinta tanah air di sekolah-sekolah perlu dirancang secara matang guna melahirkan peradaban baru yang mengedepankan kepentingan tanah air di atas kepentingan pribadi dan membentuk kepribadian siswa yang mencerminkan pancasila terutama saat berada di lingkungan sekolah.
Di Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, ada tiga SD yang sudah menerapkan pendidikan cinta tanah air, yaitu SD Muntilan, SD Negeri Sedayu 4, dan SD Negeri Sedayu 1. Di SD Muntilan kegiatan khas sekolah
(21)
dalam menanamkan nilai cinta tanah air adalah melalui ekstrakurikuler tari dan pramuka. Di SD Negeri Sedayu 4, kegiatan khas sekolah dalam rangka menanamkan nilai cinta tanah air hanya melalui ekstrakurikuler pramuka. Sementara di SD Negeri Sedayu 1, kegiatan khas sekolah dalam menanamkan nilai cinta tanah air antara lain melalui apel pagi untuk semua warga sekolah setiap hari sebelum memulai proses pembelajaran, ekstrakurikuler pencak silat, dan ekstrakurikuler pramuka.
Peneliti tertarik untuk mengamati penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1, karena kegiatan khas yang diadakan sekolah untuk menanamkan nilai cinta tanah air pada diri siswa lebih banyak dibanding dua SD lain di Kecamatan Muntilan yang juga sudah lama menerapkan nilai cinta tanah air. Di SD ini setiap pagi sebelum bel masuk berbunyi, rutin diadakan apel pagi. Apel pagi diawali dengan pembacaan visi misi sekolah oleh perwakilan siswa, dilanjutkan dengan pengumuman dari sekolah, dan diakhiri dengan doa untuk memulai kegiatan di sekolah. Dalam apel pagi ini selalu disisipkan kata-kata penyemangat agar siswa-siswi di SD ini semangat dalam mengkuti proses pembelajaran sehingga kelak kedepannya menjadi insan terpilih yang bisa memajukan pembangunan tanah air tercinta. Sementara itu dalam pelaksanaan upacara bendera hari Senin dan hari nasional, siswa-siswi terutama dari kelas rendah masih kurang khidmat dalam mengikuti upacara.
Selain dua poin tersebut, untuk kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan nilai cinta tanah air, ada dua ekstrakurikuler yang wajib diikuti para siswa, yaitu Pramuka dan pencak silat. Pencak silat adalah salah
(22)
satu beladiri asli Indonesia yang ikut dilestarikan siswa-siswi SD Negeri Sedayu 1. Di SD inipun belum ada pembiasaan hari bahasa di sekolah ini. Padahal jika siswa dibiasakan menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah yang baik dan benar, maka akan terbentuk pribadi yang menjunjung tinggi bahasa nasional dan menanamkan rasa cinta tanah air sejak dini.
Berdasarkan hasil pra observasi diatas, sangat menarik bagi peneliti untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan dan kegiatan-kegiatan apa saja yang dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Sedayu I dalam penanaman nilai cinta tanah air. Maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang “Penanaman Nilai Cinta Tanah Air di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Indonesia masih mengalami krisis penanaman pendidikan karakter.
2. Proses belajar membelajarkan masih lebih menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif semata.
3. Sekolah masih cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas tekstual saja.
4. Penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 masih mengalami kendala.
5. Siswa SD Negeri Sedayu 1 masih sering berperilaku tidak mencerminkan cinta tanah air.
(23)
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas, maka peneliti membatasi permasalahan pada Sekolah Dasar Negeri Sedayu I sudah berupaya menanamkan nilai cinta tanah air namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah penelitian di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana pelaksanaan penanaman nilai cinta tanah air di Sekolah Dasar Negeri Sedayu I Muntilan Magelang?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Muntilan Magelang.
F. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan dalam mengembangkan penelitian tentang upaya menanamkan nilai cinta tanah air di sekolah.
2. Secara Praktis a. Bagi Guru
Sebagai masukan terhadap pentingnya menanamkan nilai cinta tanah air, sehingga dapat membentuk karakter cinta tanah air dalam diri siswa.
(24)
b. Bagi Kepala Sekolah
Memberikan penguatan dan penekanan kepada guru tentang pentingnya menanamkan nilaicinta tanah air kepada siswa, serta sebagai bahan evaluasi untuk peningkatan implementasi pendidikan karakter di sekolah.
c. Bagi Peneliti
Sebagai bahan studi lanjut dalam proses menanamkan pendidikan karakter kepada siswa, terutama penanaman nilai cinta tanah air.
(25)
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan
Secara etimologis atau kebahasaan, kata ‘pendidikan’ berasal dari kata dasar ‘didik’ yang mendapat imbuhan awalan dan akhiran pe-an. Berubah menjadi kata kerja ‘mendidik’ yang berarti membantu anak untuk menguasai aneka pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang
diwarisi dari keluarga dan masyarakatnya. Dalam kamus bahasa Inggris,
Oxford Learner’s Pocket Dictionary kata pendidikan diartikan sebagai pelatihan dan pembelajaran (education is training and instruction). Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan diartikan
sebagai proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau
kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui proses
pengajaran dan pelatihan.
Terdapat pengertian pendidikan yang lebih lengkap yaitu arti
secara terminologis atau arti konsep sebagaimana dikemukakan oleh para ahli yaitu sebagai berikut.
Suroso Prawiroharjo, sebagaimana dimuat dalam tulisan Dwi
Siswoyo, dkk. (2007: 51) menggambarkan pendidikan sebagai bantuan
pendidik untuk membuat peserta didik dewasa. Philip H. Coombs (Dwi
Siswoyo, 2007: 52) menyatakan pendidikan dalam arti luas disamakan
dengan belajar, tanpa memperhatikan dimana, atau pada usia berapa
(26)
process), dari seseorang dilahirkan hingga akhir hidupnya. Selanjutnya, John S. Brubacher (Dwi Siswoyo, 2007: 54) mendefinisikan pendidikan
adalah proses dimana potensi-potensi, kemampuan-kemampuan,
kapasitas-kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh
kebiasaan-kebiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, dengan
alat (media) yang disusun sedemikian rupa, dan digunakan oleh manusia
untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai
tujuan-tujuan yang ditetapkan.
Salah satu tokoh pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara (Hasbullah,
1997: 4) mendefinisikan pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Selain makna di atas, makna pendidikan menurut yuridis atau perundangan yang berlaku, dapat disimak dari dua
undang-undang pendidikan yang berlaku terakhir di Indonesia. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Hasbullah, 1997: 4) menyebutkan: “Pendidikan adalah upaya
sadar yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik melalui
kegiatan pengajaran, bimbingan dan/atau latihan bagi perannya di masa
yang akan datang”. Sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia
(27)
1997: 4) menyebutkan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya,
masyarakat dan bangsa.
Dari beberapa pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia yang
didalamnya terdapat aktivitas interaktif yang sadar dan terencana melalui
penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran, dimana terdapat nilai
yang diyakini kebenarannya sebagai dasar aktivitas dalam rangka
mengembangkan segenap potensi internal peserta didik serta mencapai
kedewasaan baik secara fisik, psikologik, sosial, emosional, ekonomi,
moral, dan spiritual.
2. Pengertian Karakter
Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam Pidato Dies Natalis 6
Windu Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 21 Mei 2012
menyatakan, “karakter adalah tabiat seseorang yang langsung di-drive
oleh otak. pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit
dihilangkan”. Sementara itu, Muchlas Samani dan Hariyanto (2012:
43) berpendapat bahwa karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang
membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh
(28)
orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ‘karakter’ diartikan sebagai
sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti. Rumusan dari Kementerian
Pendidikan Nasional, khususnya Direktorat Pendidikan Tinggi (Anas
Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, 2013: 42) menjelaskan bahwa
secara umum arti karakter adalah karakter mendemonstrasikan etika atau
sistem nilai personal yang ideal (baik dan penting) untuk eksitsensi diri
dan berhubungan dengan orang lain. Pendapat senada dilontrkan oleh
Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie (2013: 42) bahwa karakter
adalah nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai keaikan, mau berbuat baik,
nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang
terpatri dalam diri dan terwujud dalam perilaku. Karakter secara koheren
memancar dari hasil olahpikir, olahhati, olahraga, serta olahrasa dan karsa
seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas
seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan,
kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan
tantangan.
Berdasarkan pandangan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakter adalah sebuah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang
menjadi ciri khas seseorang yang menjadi kebiasaan yang ditampilkan
(29)
3. Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut Suyanto (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 27), pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini pendidikan karakter
tidak akan efektif.
Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami
nilai-nilai perilaku manusia yang aberhubungan dengan Tuhan YME, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan. Kemudian
nilai-nilai tersebut dapat terwujud dalam pikkiran, sikap, perasaan, perkataan,
dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya dan adat istiadat (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 30).
Menurut Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie (2013: 42),
pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan
mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara kebaikan, mewujudkan dan menebar kebaikan dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Beberapa pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa
pendidikan karakter adalah suatu proses penanaman karakter kepada
individu agar memiliki nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan sebagai
(30)
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action) yang diinternalisasikan diimplementasikan dalam kehidupannya sehari-hari.
B. Urgensi Pendidikan Karakter
Ketika bangsa indonesia mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa menyadari ada tiga
tantangan besar yang harus dihadapi Indonesia. Pertama, mendirikan negara
yang bersatu dan berdaulat. Kedua, membangun bangsa, dan yang ketiga
adalah membangun karakter. Pada implementasinya mendirikan negara lebih
cepat jika dibandingkan upaya membangun bangsa dan membangun karakter.
Para pendiri bangsa menegaskan bahwa bangsa harus dibangun dengan
mendahulukan pembangunan karakter, karena pembangunan karakter inilah
yang akan membuat Indonesia menjadi negara besar, maju, jaya, dan
bermartabat.
Thomas Lickona (Masnur Muslich, 2011: 35) mengungkapkan
bahwa ada sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai karena jika
tanda-tanda ini sudah ada, berarti sebuah bangsa sedang menuju jurang
kehancuran.
Tanda-tanda yang dimaksud adalah (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk (3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.
(31)
Dalam pembangunan karakter, di Indonesia saat ini dirasakan
mendesak. Pendidikan karakter menjadi kebutuhan mendesak mengingat
demoralisasi dan degradasi pengetahuan sudah sedemikian akut menjangkiti
bangsa ini di semua lapisan masyarakat. Pendidikan karakter diharapkan
mampu membangkitkan kesadaran bangsa ini untuk membangun pondasi
kebangsaan yang kokoh.
Menurut Agus Prasetyo dan Emusti Rivasintha (Jamal Ma’mur
Asmani, 2011: 47), melalui Kementerian Pendidikan Nasional, Pemerintah
sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat
pendidikan, dari SD hingga perguruan tinggi. Munculnya gagasan program
pendidikan karakter dalam dunia pendidikan di Indonesia dapat dimaklumi,
sebab selama ini dirasakan proses pendidikan ternyata belum berhasil
membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Banyak yang menyebut
bahwa pendidikan telah gagal membangun karakter. Banyak lulusan sekolah
dan sarjana yang pandai dalam menjawab soal ujian dan berotak cerdas, tetapi
mentalnya lemah dan penakut, serta perilakunya tidak terpuji. Inilah yang
mendesak lahirnya pendidikan karakter.
Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa karakter dapat
mempengaruhi kesuksesan seseorang. Di antaranya, hasil penelitian Harvard University, Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan
teknis (hard skill), tetapi oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan hanya ditentukan
(32)
sekitar 20% oleh hard skill, dan sisanya (80%) oleh softskill. Bahkan, orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung
oleh kemampuan soft skill daripada hard skill (Jamal Ma’mur Asmani, 2011: 48). Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik
sangat penting untuk ditingkatkan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dengan
pendidikan karakter, proses pendidikan dapat melibatkan aspek kognitif,
emosi, dan fisik sehingga diharapkan akhlak akan terbentuk, serta kecerdasan
luar dan dalam menjadi bersatu dalam jiwa sebagai kekuatan dahsyat dalam
menggapai cita-cita besar yang diimpikan bangsa, yakni sebagai bangsa yang
maju dan bermartabat, yang disegani karena integritas, kredibilitas, prestasi,
dan karya besarnya dalam panggung peradaban manusia.
C. Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa
dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan
individu. Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada
tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang
diterimanya, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang
akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus-menerus (on going formation). Tujuan jangka panjang ini merupakan pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataan yang ideal, melalui proses refleksi
(33)
langsung yang dapat dievaluasi secara objektif (Jamal Ma’mur Asmani, 2011:
42).
Pendidikan karakter juga bertujuan meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan. Melalui
pendidikan karakter, diharapkan peserta didik mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak
mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan karakter, mengarah pada pembentukan budaya sekolah,
yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan
simbol-simbol yang dipraktekkan oleh semua warga sekolah dan masyarakat
sekitar. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra
sekolah tersebut di mata masyarakat luas. Terkait hal tersebut, Masnur
Muslich (2011: 81) berpendapat bahwa tujuan pendidikan karakter adalah
untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang
mengarah padape ncapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta
didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Melalui pendidikan karakter
diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi, serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud
(34)
mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah
merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata
masyarakat luas.
Tujuan utama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan
pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak,
baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah. Penguatan dan
pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam seting sekolah
bukanlah sekedar meberikan nilai kepada peserta didik, tetapi sebuah proses
yang membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana
suatu nilai begitu penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian siswa.
D. Nilai-Nilai Karakter
Menurut Said Hamid Hasan (Zubaedi, 2011: 74), nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi berasal
dari empat sumber, yaitu:
1. Agama, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat beragama,
kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran
agama dan kepercayaan. Oleh karena itu, nilai-nilai pendidikan karakter
harus didasari nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2. Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas
prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.
(35)
yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam pasal-pasal yang terdapat dalam
UUD 1945. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi
nilai-nilai yang mengatur kehidupan pilitik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan,
budaya, dan seni.
3. Budaya, manusia yang hidup bermasyarakat selalu didasari oleh
nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai budaya ini dijadikan
dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam
komunikasi antara anggota masyarakat tersebut. Budaya begitu penting
dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber
nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4. Tujuan Pendidikan Nasional, sebagai rumusan kualitas yang harus
dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai
satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan
nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga
negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah
sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa.
Menurut Kemendiknas (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2012 :54),
ada delapan belas nilai karakter utama bangsa yang relevan diterapkan di
Sekolah Dasar sesuai dengan karakteristik siswa, antara lain nilai:
1. Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama
(36)
2. Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
3. Toleransi: Sikap atau tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pernyataan, sikap, tindakan, orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku taat dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif: Berfikir dan melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau
hasil baru berdasarkan sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri: Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang
lain dalam menyelasaikan tugas-tugas.
8. Demokratis: Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dengan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu: Sikap atau tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari,
dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan: Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan
(37)
11. Cinta Tanah Air: Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan, fisik, sosial, budaya, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
bebrbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai: sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.
Dari delapan belas nilai tersebut, peneliti mengambil nilai cinta tanah
(38)
ini merupakan nilai yang sangat penting untuk membentuk generasi muda
yang berkualitas, mencintai tanah airnya. Oleh karena itu, cinta tanah air
harus ditanamkan pada peserta didik sejak dini, sehingga diharapkan akan
terbentuk jiwa yang mencintai tanah airnya sampai dewasa yang diwujudkan
dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
E. Cinta Tanah Air
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, “Cinta Tanah Air” terdiri dari
kata “cinta” dan “setanah air”. Kata “cinta” berarti rasa suka sedangkan
“setanah air” berarti sebangsa atau senegara, jadi “cinta tanah air” berarti rasa
suka terhadap bangsanya. “Cinta Tanah Air adalah berfikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bangsa dan negara” (Karnadi, 2010: 12). Sementara itu,
Kementerian Pendidikan Nasional (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2012
:54) menyebutkan cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik
bangsa.
Suwarno (2000: 12) menyatakan cinta tanah air yaitu mengenal dan
mencintai tanah air wilayah nasionalnya sehingga selalu waspada dan siap
membela tanah air Indonesia, terhadap segala bentuk ancaman tantangan,
hambatan dan gangguan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup
bangsa dan negara oleh siapapun dan dari manapun sehingga diharapkan
(39)
nusantara, memelihara melestarikan, mencintai lingkungannnya dan
senantiasa menjaga nama baik dan mengharumkan Negara Indonesia dimata
dunia. Cinta Tanah Air adalah suatu sikap mencintai, bangsa dan Negara
tanpa mengenal fanatisme kedaerahan. Cinta Tanah Air berarti cinta
pada lingkungan dimana ia berada sampai pada ujungnya mencintai Negara
tempat ia memperoleh sumber penghidupan dan menjalani kehidupan sampai
akhir hayatnya.
Kecintaan terhadap Tanah Air berati memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungannya untuk senantiasa berbuat yang terbaik. Kecintaan terhadap Tanah Air berarti berusaha agar negaranya tetap aman, sentosa, sejahtera, damai serta mengembangkan sikap tanggap dan waspada terhadap setiap kemungkinan adanya unsur-unsur negatif baik yang berasal dari dalam maupun yang datang dari luar yang dapat membahayakan keamanan lingkungan dan negaranya serta kelangsungan hidup bangsa dan negaranya (Dirjen Pothankam, 2010: 8).
Selain itu, cinta tanah air (Oetama, 2001:12) berarti cinta alamnya,
cinta rakyat, dan cinta penduduknya. Dalam arti yang lebih luas, cinta tanah
air adalah suatu sikap yang mementingkan kepentingan bangsa dan negara
serta rela berkorban demi kejayaan bangsa dan negara untuk mengisi
kemerdekaan pemerintah melaksanakan pembangunan nasional. Setiap warga
negara harus turut menunjang pelaksanaan pembangunan nasional melalui
berbagai kegiatan di bidang masing-masing.
Cinta tanah air timbul dari perasaan di dalam hati seseorang sebagai
warga negara yang memiliki kewajiban membantu negaranya. Seseorang
yang memiliki rasa cinta tanah air akan mempunyai rasa bangga, rasa
(40)
Suhartatik (2010: 27) mengatakan bahwa cinta pada bangsa dan tanah air
artinya setia pada bangsa dan negara Indonesia dengan berbuat sesuatu yang
baik ditujukan untuk kemajuan bangsa dan kemajuan masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pengertian dari “Cinta
Tanah Air” merupakan suatu rasa sayang, cinta, peduli, bangga dan loyal
pada setiap individu terhadap daerah atau negara yang ditinggalinya yang
tercermin dalam perilaku mengabdi, membela, melindungi, dan menjaga
bangsa dari segala ancaman dan gangguan dari dalam maupun luar negeri.
Kesadaran akan cinta tanah air sendiri pada hakikatnya rela berkorban dan
berbakti terhadap bangsa dan negara. Kebanggaan menjadi salah satu bagian
dari tanah air dan bangsanya yang berujung ingin berbuat sesuatu yang
mengharumkan nama tanah air dan bangsa.
F. Perlunya Menanamkan Cinta Tanah Air
Warga negara Indonesia memiliki kewajiban untuk cinta terhadap
tanah air Indonesia. Cinta tanah air bukan untuk dihafal, tetapi harus
ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari melalui berbagai kegiatan sesuai
dengan bidang dan keahlian masing-masing. Seorang pelajar, mahasiswa,
buruh, petani, pedagang, pegawai negeri, karyawan, atau pejabat tinggi harus
berperilaku mencintai tanah air. Cinta tanah air diartikan suatu sikap yang
mementingkan kepentingan bangsa dan negara serta rela berkorban demi
kejayaan bangsa dan negara. Jika cinta tidak terbina pada diri setiap warga
(41)
pendapatan negara menurun, dan pada akhirnya ingkat kesejahteraan dan
kesehatan warga sendiri yang akan hancur.
Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17
Oktober 1945. Kemerdekaan itu diperoleh melalui perjuangan dan
pengorbanan parada pejuang yang tidak ternilai harganya. Semangat cinta
tanah air perlu terus dibina sehingga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia tetap terjamin. Cinta tanah air bermanfaat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Manfaat tersebut diantaranya negara akan aman dan
damai, pembangunan dapat berjalan lancar, dan pendapatan negara akan
meningkat.
Menurut Oetama (2001: 15), individu yang memiliki rasa cinta pada
tanah airnya akan berusaha dengan segala daya upaya yang dimilikinya untuk
melindungi, menjaga kedaulatan, kehormatan dan segala apa yang dimiliki
oleh negaranya. Rasa cinta tanah air inilah yang mendorong perilaku individu
untuk membangun negaranya dengan penuh dedikasi. Oleh karena itu, rasa
cinta tanah air perlu ditumbuhkembangkan dalam jiwa setiap individu yang
menjadi warga dari sebuah negara atau bangsa agar tujuan hidup bersama
dapat tercapai.
Oetama (2001: 15) menambahkan salah satu cara untuk
menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air adalah dengan menumbuhkan
rasa bangga terhadap tanah airnya melalui proses pendidikan. Rasa bangga
terhadap tanah air dapat ditumbuhkan dengan memberikan pengetahuan dan
(42)
Oleh karena itu, pendidikan berbasis nilai-nilai budaya dapat dijadikan
sebagai sebuah alternatif untuk menumbuhkembangkan rasa bangga yang
akan melandasi munculnya rasa cinta tanah air.
Sementara itu, Mahmud Mahdi Al-Istanbuli (146) menyatakan
bahwa menanamkan cinta tanah air diri anak merupakan kewajiban orang tua
dan pendidik. Jika rasa cinta tanah air menancap kuat, anak akan merasakan
bahwa berkorban untuk tanah air merupakan kenikmatan tersendiri. Cinta ini
akan tumbuh bersemai pada diri anak dari cintanya kepada ayah ibu,
saudara-saudara, kerabat, tetangga, rumah, dan kampung halamannya. Kita terkadang
melihat orang-orang yang berpaling dari rasa cinta tanah air. Itu mungkin
disebabkan oleh sifat egoisme yang tertanam sejak kecil. Ini tidak mungkin
terjadi jika hati mereka penuh cinta kasih yang ditanamkan oleh keluarga.
Cara menanamkan rasa cinta tanah air menurut Mahmud Mahdi
Al-Istanbuli (147) adalah mengajarkan apa itu tanah air kita dan mana saja
batas-batasnya. Menceritakan sejarah para pendahulunya yang membela negara,
berjuang dan mati syahid di jalan Allah. Terangkan bagaimana hina dan
rendahnya kita bila sampai kehilangan negara. Jelaskan makna filosofis
bendera dan lambang negaranya. Kita harus mengajarkan lagu-lagu
kebangsaan kita dan terangkan isinya. Kita ajak dia menyanyikan pagi dan
sore, sehingga rasa cinta tanah air mengalir dalam urat nadinya, selalu
terngiang-ngiang di telinganya, dan menari-nari di depan matanya.
Kala ia beranjak dewasa, ajarkan bahwa semua warga negara laksana
(43)
lainnyapun merasa sakit. Ini adalah kenyataan yang sangat mungkin
dijelaskan dengan contoh-contoh mudah, yang memperluas wawasannya.
Namun yang paling penting, menanamkan cinta tanah air kepada anak harus
disampaikan dengan bahasa yang penuh perasaan dan penuh kesan sehingga
menghasilkan efek yang mendalam.
G. Indikator Nilai Cinta Tanah Air
Pannen (2005: 18) dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan
Sebagai Sebuah Sistem” mengemukakan bahwa proses pendidikan
merupakan sebuah upaya untuk menjaga kelangsungan hidup sistem
pendidikan (maintenance synergy-menciptakan iklim belajar dan budaya belajar) dan untuk menghasilkan sesuatu (effective synergy-manusia yang mandiri). Mudyahardjo (Pannen, 2005: 18) menggambarkan sebuah proses
pendidikan sebagai proses transformasi atau perubahan kemampuan potential
individu peserta didik menjadi kemampuan nyata untuk meningkatkan taraf
hidupnya lahir dan batin.
Berdasarkan kriteria yang diuraikan dalam taksonomi Bloom maka
kemampuan peserta didik yang harus dikembangkan melalui proses
pendidikan itu mencakup tiga ranah yaitu, ranah kognisi, afeksi dan
psikomotorik. Oleh karena itu, sebuah proses pendidikan tidak hanya harus
mampu menyentuh ranah kognisi saja tetapi juga harus mampu menyentuh
ranah afeksi yang kemudian akan bermuara dan terefleksi pada ranah
psikomotorik atau perilaku. Adapun cara-cara untuk meningkatkan rasa cinta
(44)
1. Mempelajari sejarah perjuangan para pahlawan pejuang kemerdekaan kita
serta menghargai jasa para pahlawan kemerdekaan.
2. Menghormati upacara bendera sebagai perwujudan rasa cinta tanah air
dan bangsa Indonesia.
3. Menghormati simbol-simbol negara seperti lambang burung garuda,
bendera merah putih, lagu kebangsaan Indonesia raya, dll.
4. Mencintai dan menggunakan produk dalam negeri agar pengusaha lokal
bisa maju sejajar dengan pengusaha asing.
5. Ikut membela serta mempertahankan kedaulatan kemerdekaan bangsa dan
negara Indonesia dengan segenap tumpah darah secara tulus.
6. Turut serta mengawasi jalannya pemerintahan dan membantu meluruskan
yang salah sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
7. Membantu mengharumkan nama bangsa dan negara Indonesia kepada
warga negara asing baik di dalam maupun di luar negeri serta tidak
melakukan tindakan-tindakan yang mencoreng nama baik Indonesia.
8. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada acara-acara
resmi dalam negeri.
9. Beribadah dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk kemajuan
bangsa dan negara.
10.Membantu mewujudkan ketertiban dan ketentraman baik di lingkungan
sekitar kita maupun secara nasional.
Pada peristiwa Sumpah Pemuda ada ikrar satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa yaitu Indonesia. Itulah wujud dari rasa cinta bangsa dan tanah
(45)
air para pemuda zaman dulu. Pada zaman sekarang perwujudan rasa persatuan dan cinta tanah air harus laksanakan di manapun. Sebagai generasi
penerus bangsa dalam mewujudkan sikap dan tingkah laku hendaklah yang
bermanfaat bagi kepentingan masyarakat yang merugikan diri sendiri atau
masyarakat. Bukan dengan berperang angkat senjata seperti pemuda zaman
dahulu melainkan berperang untuk memerangi kemiskinan, kebodohan dan
lemehman bangsa.
Menurut Oetama (2001: 17) perwujudan dalam kehidupan
sehari-hari dapat dimaknai dengan berbagai cara, yakni sebagai berikut:
1. Belajar dengan giat.
Sebagai generasi muda perlu menuntut ilmu sebaik-baiknya agar
dapat memajukan kehidupan bangsa.
2. Menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.
Selain menggunakan bahasa daerah masing-masing, perlu
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam bergaul
dengan orang-orang lain daerah. Bukan dengan bahasa gaul (prokem) atau
bahasa asing.
3. Merawat dan membersihkan bendera negara.
Bendera negara merupakan simbol negara yang perlu untuk dijaga
dan dirawat dengan baik.
4. Mencintai produk dalam negeri.
Biasakan untuk membeli dan menggunakan produk buatan negara
(46)
5. Upacara setiap hari senin dan hari nasional negara.
Upacara merupakan bentuk rasa cinta dan peduli terhadap negara
karena pada setiap rangkaian upacara mengandung hal-hal yang
mencerminkan simbolis bangsa, seperti lagu nasional, penghormatan
terhadap bendera, dan lain sebagainya.
6. Menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
Lingkungan merupakan bagian kecil dari negara. Jika setiap
lingkungan kecil tidak terjaga maka negara akan menjadi tidak terawat
juga.
7. Tidak menebang pohon sembarangan.
Menjaga kehidupan pohon sama halnya menjaga kehidupan umat
manusia yang ada di semua negara di dunia.
8. Melakukan kegiatan sosial.
Dengan melakukan kegiatan sosial seperti menyantuni anak yatim,
itu artinya kita peduli akan nasib generasi bangsa ini.
Sementara itu, menurut Dirjen Pothankam (2010: 47) perilaku sikap
cinta tanah air berarti mencintai produk dalam negeri, rajin belajar bagi
kemajuan bangsa dan Negara, mencintai lingkungan hidup, melaksanakan
hidup bersih dan sehat, mengenal wilayah tanah air tanpa fanatisme
kedaerahan.
Indikator cinta tanah air (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010:
(47)
tanah air di dalam kelas. Adapun indikator cinta tanah air di sekolah sebagai
berikut:
1. Menggunakan produk buatan dalam negeri.
2. Menggunakanbahasa Indonesia yang baik dan benar.
3. Menyediakan informasi (dari sumber cetak, elektronik) tentang kekayaan
alam dan budaya Indonesia.
Sedangkan indikator cinta tanah air di dalam kelas adalah sebagai
berikut:
1. Memajang: foto presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambang
negara, peta Indonesia, dan gambar kehidupan masyarakat Indonesia.
2. Menggunakan produk buatan dalam negeri.
Menurut Susanto (2008) indikator seseorang yang berperilaku cinta
tanah air adalah:
Beriman/ Memiliki Kepercayaan Religius, Bertaqwa, Berkepribadian, Semangat Kebangsaan, Disiplin, Sadar Bangsa dan Negara, Tanggungjawab, Peduli, Rasa Ingin Tahu, Berbahasa Indonesia baik dan Benar, mengutamakan Kepentingan Nasional dari pada Individu, Kerukunan, Kekeluargaan, Demokrasi, Percaya Diri, Adil, PerSatuan dan Kesatuan, Menghormati/ Menghargai, Bangga akan Bangsa dan Negara, Cinta Produk Dalam Negeri, Tenggang Rasa, Bineka Tunggal Ika (berbeda tetap satu tujuan), Sederhana, Kreatif, Menempatkan diri/ Tanggon, Cekatan/ Ulet.
H. Pengintegrasian Nilai Cinta Tanah Air
Secara makro, nilai cinta tanah air dapat diintegrasikan dalam kegiatan
intrakurikuler dan kokurikuler. Menurut Zubaedi (2011: 271), perencanaan
dan pelaksanaan pendidikan karakter dilakukan oleh kepala sekolah, guru,
(48)
komunitas pendidik diterapkan ke dalam kurikulum melalui: (1) program
pengembangan diri; (2) pengintegrasian ke dalam semua mata pelajaran; (3)
pembiasaan (budaya sekolah). Berikut penjabarannya:
1. Program Pengembangan Diri
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter dalam program
pengembangan diri dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan
sehari-hari sekolah yaitu: kegiatan rutin sekolah, kegiatan spontan,
teladan, dan pengkondisian.
a. Kegiatan Rutin
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan secara
terus-menerus dan konsisten pada setiap saat. Contoh kegiatan yang
menunjukkan nilai cinta tanah air adalah mengikuti upacara rutin
setiap hari Senin dan hari besar kenegaraan dengan tertib,
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta
melaksanakan tugas piket tepat waktu.
b. Kegiatan Spontan
Adapun kegiatan spontan berupa kegiatan yang dilakukan
secara spontan ketika pendidik menjumpai dan mengetahui perilaku
anak yang tidak baik, yang harus langsung dikoreksi agar ia tidak
mengulanginya. Kegiatan spontan berlaku juga untuk perilaku dan
sikap peserta didik yang baik sehingga perlu dipuji, misalnya:
membuang sampah pada tempatnya, mencuci tangan sebelum dan
(49)
c. Keteladanan
Keteladanan atau pemberian contoh disini maksudnya adalah
suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, guru
dan staf administrasi di sekolah yang dapat dijadikan sebagai model
bagi peserta didik. Misalnya seorang guru atau karyawan sekolah
yang memakai pakaian, tas, sepatu buatan dalam negeri. Selain itu
contoh lainnya adalah guru yangmenggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, serta karyawan sekolah yang berpakaian bersih
dan rapi.
d. Pengkondisian
Sementara pengkondisian dilakukan dengan mengkondisikan
sekolah sebagai pendukung penanaman nilai cinta tanah air,
misalnya memajang foto presiden dan wakil presiden di setiap kelas,
memajang foto pahlawan nasional di dalam kelas, serta
menggunakan alat tulis kelas buatan dalam negeri.
2. Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa
diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran.
Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Dalam
penelitian ini berarti fokus dalam pengintegrasian nilai cinta tanah di
(50)
3. Pembiasaan (Pengintegrasian dalam Budaya Sekolah)
Koentjaraningrat (2004: 15) berpendapat bahwa kebudayaan itu
paling sedikit mempunyai tiga wujud, ialah:
a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat.
c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Sementara itu, Kemendiknas mengemukakan bahwa pada tataran
sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya
budaya sekolah yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan
simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan
masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut
(Jamal Ma‟mur Asmani, 2012: 55-56).
Doni Koesoema menyatakan bahwa desain pendidikan karakter
berbasis kultur sekolah mencoba membangun kultur sekolah yang
mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial
sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa
(Masnur Muslich, 2011: 91).
Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
pengintegrasian nilai cinta tanah air di sekolah dapat dilakukan dalam
program pengembangan diri, mata pelajaran, dan pembiasaan (budaya
(51)
I. Kerangka Berpikir
Pendidikan cinta tanah air merupakan suatu upaya untuk mewujudkan
masyarakat yang memiliki rasa sayang, cinta, peduli, bangga dan loyal
terhadap daerah atau negara yang ditinggalinya yang tercermin dalam
perilaku mengabdi, membela, melindungi, dan menjaga bangsa dari segala
ancaman dan gangguan dari dalam maupun luar negeri. Upaya penanaman
nilai cinta tanah air dapat dilakukan di sekolah melalui serangkaian program
pengembangan diri yang meliputi kegiatan rutin, kegiatan spontanitas,
pengkondisian, serta keteladanan. Bisa dilakukan juga dalam kegiatan belajar
mengajar yang terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dimana harus
mengandung nilai cinta tanah air di dalamnya. Yang terakhir melalui
pembiasaan dalam kulur atau budaya sekolah. Kultur sekolah merupakan
suatu nilai, kebiasaan-kebiasaan, norma, ritual, yang dilaksanakan dalam
lingkungan sekolah dan dipraktikkan oleh seluruh warga sekolah. Penanaman
nilai cinta tanah air dapat dilakukan melalui pendidikan nilai cinta tanah di
sekolah melalui kegiatan-kegiatan diatas.
Didalam kegiatan-kegiatan tersebut harus diselipkan dan
dikembangkan nilai cinta tanah air, sehingga diharapkan dapat membentuk
karakter siswa yang memiliki kewajiban untuk cinta terhadap tanah air
Indonesia. Cinta tanah air bukan untuk dihafal, tetapi harus diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan benar-benar bisa tertanam dalam
diri siswa dan akhirnya dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa di
(52)
Berikut kerangka berpikir dalam penelitian ini:
Gambar 1. Kerangka Pikir Penanaman Nilai Cinta Tanah Air
J. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat diajukan
pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana cara guru menanamkan nilai cinta tanah air melalui integrasi
dalam program pengembangan diri di sekolah?
2. Bagaimana cara guru menanamkan nilai cinta tanah air melalui integrasi
dalam mata pelajaran di sekolah? Pendidikan karakter
Nilai-nilai karakter
Hambatan-hambatan guru dalam mengimplementasikan
nilai cinta tanah air Nilai cinta tanah air
Cara guru dalam mengimplementasikan
nilai cinta tanah air
Integrasi program pengembangan diri
Integrasi dalam budaya sekolah
Integrasi dalam mata pelajaran
(53)
3. Bagaimana cara guru menanamkan nilai cinta tanah air melalui integrasi
dalam budaya sekolah?
4. Apa hambatan-hambatan guru dalam menanamkan nilai cinta tanah air di
(54)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitan
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sebagaimana pengertian penelitian kualitatif yang didefinisikan oleh Lexy J. Moleong (2007: 6) berikut ini: “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan suatu keadaan, melukiskan dan menggambarkan penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, data yang akan didapatkan lebih mendalam dan bermakna sehingga tujuan penelitian ini dapat tercapai.
B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sedayu 1 yang beralamat di Patosan, Sedayu, Muntilan, Magelang.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2014-2015.
(55)
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan seseorang atau sesuatu yang darinya diperoleh keterangan. Dalam penelitian kualitatif, subjek penelitian disebut informan. Penelitian ini mengambil informan kunci guru kelas. Selanjutnya data yang diperoleh dari informan kunci ditriangulasi dengan data dari informan tambahan yaitu kepala sekolah, guru Penjaskes, guru Agama, dan delapan siswa SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang untuk keakuratan data yang diperlukan dalam penelitian.
D. Sumber Data
Suharsimi Arikunto (2010: 172) menyatakan bahwa sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Data yang diperoleh adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Adapun sumber data dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau saksi utama (Moh Nazir, 2005: 50). Adapun sumber data primer dalam penelitian ini didapatkan melalui kata dan tindakan yang diperoleh peneliti dengan melakukan pengamatan dan wawancara terhadap pihak-pihak terkait berkaitan dengan penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang. Sumber data primer dalam penelitian ini antara lain adalah
(56)
guru kelas, kepala sekolah, guru Penjaskes, guru Pendidikan Agama Islam, dan delapan siswa SD Negeri Sedayu 1.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung pembahasan-pembahasan yang ada dalam penelitian ini. Adapun data sekunder meliputi dokumen-dokumen yang berupa rencana kerja sekolah, program sekolah, kurikulum sekolah, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, papan slogan dan foto yang berkaitan dengan penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang.
E. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2011: 308), teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Djam’an Satori dan Aan Komariah (2011: 105), observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus
(57)
dikumpulkan dalam penelitian. Menurut Sugiyono (2010: 204) dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation (observasi non partisipan).
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi non partisipan karena peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Peneliti mencatat, menganalisis, dan membuat kesimpulan tentang penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang.
Sebelum melakukan observasi, peneliti membuat pedoman observasi sebagai acuan agar proses observasi tetap fokus dan tidak keluar dari konteks yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu mendeskripsikan penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang tahun ajaran 2014-2015. Pedoman observasi digunakan untuk mengamati pengintegrasian penanaman nilai cinta tanah air yang dilakukan oleh guru dalam program pengembangan diri, mata pelajaran, dan budaya sekolah.
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
(58)
mendalam (Sugiyono 2011: 231). Esterberg (Sugiyono, 2011: 233) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur. Dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur dengan alasan jenis wawancara ini tergolong dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Jenis wawancara ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka sehingga peneliti dapat menambah pertanyaan di luar pedoman wawancara untuk mengungkap pendapat dan ide-ide dari responden.
Sebelum melakukan kegiatan wawancara, peneliti terlebih dahulu membuat pedoman wawancara agar proses tetap terfokus dan tidak keluar dari konteks yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu mendeskripsikan penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang. Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan fleksibel, sementara itu pedoman wawancara hanya digunakan sebagai acuan. Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh informasi dari informan terkait pengintegrasian penanaman nilai cinta tanah air yang dilakukan oleh guru dalam program pengembangan diri, mata pelajaran, dan budaya sekolah.
Untuk melakukan kegiatan wawancara peneliti memilih informannya adalah kepala sekolah, guru kelas I – VI, guru Penjaskes, guru Agama, dan delapan siswa SD ini. Pemilih memilih informan
(59)
berdasarkan keterkaitan penanaman nilai cinta tanah air di sekolah tersebut, yaitu orang-orang yang memiliki peran penting dalam permasalahan yang ingin diketahui untuk menjawab penelitian.
3. Dokumentasi
Menurut Djam’an Satori dan Aan Komariah (2011: 149) studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung, menambah kepercayaan, dan pembuktian suatu kejadian.
Untuk memperoleh data dokumentasi, peneliti mengambil dari dokumen-dokumen yang berupa rencana kerja sekolah, program sekolah, kurikulum sekolah, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Peneliti juga mengambil dokumentasi berupa foto dan papan slogan di lingkungan sekolah yang berkaitan dengan penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang tahun ajaran 2014-2015.
F. Instrumen Penelitian
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Peneliti sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Lexy J. Moleong, 2007: 168). Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka dikembangkan instrumen penelitian
(60)
sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara (Sugiyono, 2010: 307). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Oleh karena itu, penelitian ini dibantu dengan instrumen pedoman observasi, pedoman wawancara, alat perekam, kamera dan alat tulis.
Instrumen pedoman observasi digunakan untuk mengamati pengintegrasian penanaman nilai cinta tanah air yang dilakukan oleh guru dalam program pengembangan diri, mata pelajaran, dan budaya sekolah. Instrumen pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh informasi dari informan terkait pengintegrasian penanaman nilai cinta tanah air yang dilakukan oleh guru dalam program pengembangan diri, mata pelajaran, dan budaya sekolah. Sementara itu, dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan dokumen dan data-data pendukung yang diperlukan dalam permasalahan penelitian penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang tahun ajaran 2014-2015. Instrumen pedoman observasi terlampir pada halaman 121-128 sedangkan pedoman wawancara terlampir pada halaman 194-198.
G. Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen (Lexy J. Moleong, 2007: 248) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
(61)
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010: 337-345) mengungkapkan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas. Aktivitas analisis data tersebut yaitu reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan. Secara detail langkahnya ialah sebagai berikut:
Sumber: Sugiyono (2012: 93)
Gambar 2. Komponen dalam analisis data (interactive model) oleh Miles dan Huberman
Data Collection
Data Display
Drawing/ Verification Data Reduction
(62)
Penjelasan dari gambar diatas sebagai berikut: 1. Reduksi data (Data Reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992: 16). Peneliti memilah-milah data yang berupa penanaman nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang yang diperoleh dari catatan-catatan lapangan. Data yang diperoleh tersebut merupakan data yang masih kompleks.
2. Penyajian data (Data Display)
Penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992: 17). Peneliti menyajikan data yang berupa nilai cinta tanah air yang ditanamkan di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang. Dalam penelitian ini, data tersebut disajikan secara deskriptif. 3. Penarikan kesimpulan (Data Drawing/ Verification)
Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh (Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992: 19). Data-data yang berupa nilai cinta tanah air yang ditanamkan nilai cinta tanah air di SD Negeri Sedayu 1 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang yang telah dikemukakan pada penyajian
(63)
data diinterpretasikan kemudian dianalisis untuk memperoleh kesimpulan.
H. Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualititatif meliputi uji credibility, transferability, dependability, dan confirmability (Sugiyono, 2010: 366).
Dalam penelitian ini untuk menguji keabsahan data, peneliti menggunakan uji kredibilitas.
1. Uji Kredibilitas
Dalam menguji kredibilitas data, peneliti menggunakan triangulasi, bahan referensi, analisis kasus negatif, dan diskusi dengan teman sejawat. Triangulasi yang digunakan peneliti adalah triangulasi sumber dan teknik. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data dengan sumber yang sama dengan teknik yang berbeda yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Apabila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar.
Peneliti juga menggunakaan bahan referensi yaitu adanya pendukung untuk membuktikan data yang ditemukan oleh peneliti.
(64)
Analisis kasus negatif dilakukan dengan mencari data yang berbeda dengan yang ditemukan. Jika tidak ada lagi data yang bertentangan dengan yang ditemukan maka data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.
2. Uji Transferability
Pengujian ini dilakukan dengan memberikan laporan kepada pembaca, jika pembaca sudah dapat memahami apa yang disampaikan dalam laporan maka hasil penelitian dapat dikatakan memenuhi standar tranferabilitas.
3. Uji Depenability
Pengujian dependability atau disebut juga dengan reliabilitas dalam penelitian ini adalah adanya audit atau pembimbing yang menilai dan memberikan pengarahan terhadap pelaksanaan penelitian. Pembimbingan dimulai dari pemilihan judul, analisis masalah, pelaksanaan penelitian, hingga keseluruhan proses penelitian.
4. Uji Confirmability
Pengujian ini dilakukan dengan adanya hasil penelitian setelah melakukan berbagai rangkaian proses penelitian. Pengujian ini disebut juga uji obyektivitas. Dalam penelitian ini uji obyektivitas dilakukan dengan audit terhadap keseluruhan proses penelitian baik itu dilakukan oleh auditor independen ataupun dosen pembimbing. Audit ini mulai dari penentuan fokus masalah penelitian, pelaksanaan
(65)
penelitian, sampai pada kesimpulan penelitian. Uji ini dilakukan pada saat sidang ujian skripsi.
(66)
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Lokasi Sekolah
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Sedayu 1, yang terletak di Desa Patosan, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Sekolah Dasar Negeri Sedayu 1 mempunyai cita-cita besar dalam membawa sekolah yang berprestasi. Tidak hanya berprestasi dalam sisi akademik maupun non akademik, akan tetapi sekolah juga menekankan kepada warga sekolah untuk mewujudkan sekolah yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak mulia dengan mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan karakter sudah lama diterapkan di SD ini, salah satu nilai karakter utama yang difokuskan di sekolah adalah nilai cinta tanah air, dengan harapan agar siswa-siswa para calon penerus bangsa mempunyai karakter cinta tanah air sejak dini.
2. Visi dan Misi Sekolah a. Visi
Sekolah yang kondusif, iman dan taqwa, cerdas berbudaya. b. Misi
i. Sekolah berusaha untuk menjalin hubungan antara siswa, guru, dan warga sekolah, menjadi lingkungan yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat.
(67)
diri secara bebas, dinamis, dan menyenangkan.
iii. Sekolah berusaha untuk menegakkan 5 pilar belajar yaitu: 1. Belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME. 2. Belajar untuk memahami dan menghayati.
3. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif. 4. Belajar untuk hidup bersamadan berguna bagi orang lain.
5. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. iv. Sekolah berupaya untuk menggunakan pendekatan multistrategi dan
multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
v. Sekolah berupaya untuk mendayagunakan kondisi alam, sosial budaya, serta kekayaan daerah.
vi. Sekolah berusaha memberikan layanan perbaikan dan pengayaan. vii. Sekolah memberikan manajemen transparansi, pastisipatip dengan
melibatkan masyarakat, sehingga sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kepentingan masyarakat.
viii. Sekolah berusaha untuk menjalin kerjasama dengan alumni, instansi lain, baik pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan agar mendapat dukungan yang diperlukan dalam memberikan pelayanan kepada siswa dan orang tua siswa.
(68)
maupun bentuk bimbingan belajar di rumah dalam bentuk pengawasan belajar kelompok.
B. Deskripsi Data
1. Cara Guru Menanamkan Nilai Cinta Tanah Air Melalui Integrasi Dalam Program Pengembangan Diri di Sekolah
a. Kegiatan Rutin 1) Upacara Bendera
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru, kegiatan yang dilaksanakan secara rutin oleh sekolah dalam rangka menanamkan nilai cinta tanah air adalah upacara bendera. Setiap hari Senin, seluruh warga SD Negeri Sedayu 1 melaksanakan upacara bendera secara rutin. Pembina upacara bergiliran, kepala sekolah dan guru-guru. Petugas upacara juga bergantian, dari kelas IV, V, dan VI. Petugas upacara biasanya berlatih pada hari Sabtu sepulang sekolah dan melakukan gladi bersih 30 menit sebelum upacara dilaksanakan. Upacara memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter siswa agar mencintai tanah air sejak dini, melalui sesi demi sesinya.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan yang disampaikan guru ketika peneliti mengajukan pertanyaan tentang
(69)
Sl: “Setiap hari senin upacara bendera.” (Rabu, 4 Maret 2015)
Ik: ”Upacara tiap Senin secara khidmat, khidmat saat mengheningkan cipta mengingat jasa para pahlawan, juga menghayati saat menyanyikan lagu kebangsaan.” (Selasa, 3 Maret 2015)
(Hasil wawancara dengan guru lainnya terlampir)
Pernyataan guru diatas didukung oleh pernyataan kepala sekolah sebagai berikut.
Mt: “Upacara setiap Senin, upacara hari kenegaraan, khidmat saat mengheningkan cipta, berdiri yang tegak, hormat bendera harus hormat yang baik.” (Selasa, 3 Maret 2015)
(Hasil wawancara lainnya terlampir)
Gambar 3. Upacara Bendera setiap Hari Senin
Observasi yang dilakukan peneliti selama tiga kali upacara bendera setiap hari Senin. Petugas upacara sudah bersiap setengah jam sebelum upacara bendera dimulai, pada pengamatan upacara I yang bertugas adalah dari kelas VI. Terdapat dua petugas upacara yang tidak mengikuti gladi bersih, karena datang ke sekolah ketika upacara sudah akan dimulai. Dua siswa tersebut masing-masing bertugas sebagai anggota koor dan pembawa teks pancasila. Upacara dipimpin
(70)
membawa topi. Guru Sr dan Guru Yg senantiasa berdiri di belakang barisan para siswa untuk memantau para siswa. Sebelum upacara diakhiri, dirigen maju ke tengah lapangan untuk memimpin seluruh peserta upacara menyanyikan lagu kebangsaan, Bagimu Negeri dan Garuda Pancasila, ini sudah menjadi tradisi yang dilaksanakan sejak dulu di SD ini, menyanyikan lagu kebangsaan selain Indonesia Raya dan Mengheningkan Cipta. Pada pengamatan upacara II, yang bertugas adalah siswa dari kelas IV, 30 menit sebelum upacara dimulai, petugas upacara lengkap sudah berlatih di halaman sekolah. Pembina upacara kali ini adalah Guru Sm, Guru Sm dua kali menegur para siswa karena ketika upacara berlangsung terdapat gangguan suara siswa yang berbicara sendiri dengan temannya. Amanat upacara kali ini Sm menyampaikan mengenai pentingnya nilai cintai tanah air dan cara menanamkn nilai cinta tanah air di sekolah. Guru Ik dan Guru Yg berdiri di belakang barisan para siswa untuk memantau para siswa. Sebelum upacara diakhiri, Guru Sm meminta siswa yang bertugas sebagai dirigen untuk maju ke tengah lapangan upacara untuk memimpin semua peserta upacara menyanyikan lagu kebangsaan, Bagimu Negeri dan Satu Nusa Satu Bangsa. Pada pengamatan upacara III, yang bertugas adalah siswa dari kelas V, 15 menit sebelum upacara dimulai, petugas upacara telah siap di halaman sekolah.
(71)
berdiri di belakang para siswa untuk memantau dan sesekali mengingatkan siswa agar mengikuti upacara secara khidmat. Banyak siswa dari kelas IV yang bergurau dan kurang khidmat saat mengheningkan cipta. Lagu kebangsaan yang dinyanyikan bersama sebelum upacara berakhir adalah Satu Nusa Satu Bangsa dan Maju Tak Gentar.
2) Apel Pagi
Kegiatan rutin selanjutnya adalah apel pagi. Apel pagi bertujuan untuk mengakrabkan guru dan siswa, yang berperan juga membentuk karakter cinta tanah air sejak dini pada siswa melalui sesi demi sesinya. Siswa dibariskan di lapangan dan dipimpin untuk berdoa bersama oleh pembina apel, kepala sekolah atau guru. Selanjutnya adalah pengucapan janji siswa, diteruskan dengan pembacaan visi dan misi sekolah. Kemudian siswa berbaris satu persatu untuk berjabat tangan dengan guru. Sesi terakhir adalah infaq sembari siswa berjalan masuk kelas.
Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan yang disampaikan oleh guru, sebagai berikut.
Ft: “Tiap pagi di sekolah diadakan apel pagi, dengan cara hormat bendera, membacakan visi dan misi sekolah, dan sebagainya.” (Kamis, 26 Februari 2015)
Ma: “Apel pagi yang wajib diikuti semua warga sekolah, ada pembacaan doa, hormat bendera, pembacaan isi misi, kadang menyanyikan lagu kebangsaan bersama.” (Selasa, 3 Maret 2015)
(72)
sebagai berikut.
Mt: “Apel setiap pagi, ada doa bersama, pengucapan janji siswa, pembacaan visi dan misi sekolah, saling berjabat tangan antar warga sekolah.” (Sabtu, 28 Februari 2015)
(Hasil wawancara lainnya terlampir)
Selain itu, hal tersebut diperkuat dengan hasil observasi yang peneliti lakukan selama sepuluh kali pengamatan bahwa setiap hari warga SD Negeri Sedayu 1 melaksanakan apel pagi yang dimulai dari pukul 07.00 sampai 07.10. Siswa dibariskan di halaman sekolah untuk berdoa bersama kepala sekolah dan staf, dipimpin oleh Kepsek Mt. Apabila Kepsek Mt belum hadir, doa dipimpin oleh Guru Sm atau guru lain yang beragama Islam karena doa dilakukan sesuai dengan ajaran agama Islam yang diawali dengan mengucapkan syahadat dan doa menuntut ilmu. Padahal, ada seorang guru dan seorang siswa kelas III yang beragama non Islam. Kemudian siswa berjabat tangan dengan kepala sekolah dan staf.
3) Pengisian Papan Kesiagaan
Bentuk kegiatan lainnya yang dilaksanakan secara rutin oleh kepala sekolah dan staf adalah mengisi papan kesiagaan setiba di sekolah. Berdasarkan hasil observasi selama sepuluh kali pengamatan, setiba di sekolah kepsek dan staf mengisi papan kesiagaan yang terpajang di dinding sebelah kantor guru secara rutin. Papan presensi SD Negeri Sedayu 1 tergolong unik, terbuat dari papan
(73)
dan “tidak ada”. Sengaja terpajang di ruang terbuka, yakni pada dinding sebelah kantor guru agar semua warga sekolah mengetahui kehadiran kepsek dan staf.
Gambar 4. Papan Kesiagaan Guru
Peneliti menemukan suatu bentuk kelalaian dalam pengisian papan kesiagaan yakni pada pengamatan VI Guru Sm yang hari itu ijin sehari penuh untuk mengurusi lomba, tetapi pada papan kesiagaan tertulis “ada”.
4) Piket Siswa
Selain itu, bentuk kegiatan yang dilaksanakan secara rutin oleh warga sekolah untuk membentuk siswa berperilaku cinta tanah air sejak dini adalah tugas piket. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah pada hari Sabtu, 7 Maret 2015, diperoleh data bahwa
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)