PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION DALAM MENINGKATKAN PROCEDURAL KNOWLEDGE DAN HASIL BELAJAR SISWA DI SMK.

(1)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Metode Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Struktur Organisasi Tesis ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan ... 12

1. Strategi Pembelajaran Sekolah Menengah Kejuruan ... 12

2. Pembelajaran Mata Pelajaran Produktif ... 12

3. Model Pembelajaran Konvensional di SMK ... 16

B. Model Pembelajaran Direct Instruction ... 17

1. Konsep Dasar Direct Instruction ... 17

2. Dukungan Teoritis dan Empiris ... 19

3. Pembelajaran Praktik dalam Prinsip Direct Instruction ... 21

4. Tahapan Penerapan Model Pembelajaran ... 24


(2)

vii

C. Procedural Knowledge ... 29

1. Tipe-Tipe Pengetahuan ... 29

2. Konsep Procedural Knowledge ... 31

D. Hasil Belajar Siswa ... 36

E. Penelitian yang Relevan ... 42

F. Kerangkan Pemikiran... 47

G. Hipotesis ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 51

1. Lokasi Penelitian ... 51

2. Sampel dan Sumber Data Penelitian ... 51

B. Desain Penelitian ... 52

C. Metode Penelitian ... 57

D. Definisi Operasional ... 58

E. Instrumen Penelitian ... 60

F. Teknik Pengujian Instrumen ... 61

1. Uji Validitas Instrumen ... 61

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 63

3. Uji Daya Pembeda Instrumen ... 65

4. Taraf Kesukaran ... 66

G. Teknik Pengumpulan Data ... 67

1. Tes ... 67

2. Angket ... 68

3. Observasi ... 68

4. Wawancara ... 69

5. Dokumentasi ... 70

H. Teknik Analisis Data ... 70

1. Uji Homogenitas ... 71

2. Uji Normalitas ... 74


(3)

viii

4. Uji Hipotessis Penelitian ... 78

I. Teknik Pemeriksahan Keabsahan Data... 79

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ... 82

1. Deskripsi Data Procedural Knowledge Siswa ... 83

2. Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa ... 85

3. Deskripsi Data Tahapan Pembelajaran ... 88

4. Deskripsi Data Persepsi Siswa Pada Penerapan Model Direct Instruction ... 94

B. Analisis Data Penelitian ... 95

1. N-Gain Procedural Knowledge Siswa ... 95

2. N-Gain Hasil Belajar Siswa ... 96

3. Uji Hipotesis ... 97

6. Analisis Data Observasi, Wawancara dan Dokumentasi ... 99

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 118

1. Langkah-Langkah Penerapan Model Direct Instruction ... 122

2. Interaksi Guru dan Siswa dalam Penerapan Model Direct Instruction ... 126

3. Prasyarat-Prasyarat Penerapan Model Direct Instruction ... 127

4. Persepsi Guru dan Siswa dalam Penerapan Model Direct Instruction ... 129

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A.Kesimpulan ... 131

B. Implikasi ... 133

C. Rekomendasi ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 135


(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia pada saat ini telah, sedang dan akan memasuki era perdagangan bebas. Era perdagangan bebas untuk kawasan Asia Tenggara atau AFTA (Asean

Free Trade Area) tahun 2003, era persaingan tenaga kerja secara bebas untuk

kawasan Asia Tenggara atau AFLA (Asean Free Labour Area) tahun 2010, dan era kerja sama ekonomi kawasan asia pasifik atau APEC (Asia Pasific Economic

Cooperation) tahun 2020.

Era perdagangan bebas merubah kurikulum SMK yang semula menggunakan pendekatan berbasis mata pelajaran (subjek matter), mulai disesuaikan menjadi kurikulum yang berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Dalam perkembangannya kurikulum berbasis kompetensi dievaluasi dan direvisi menjadi kurikulum SMK tahun 2004, yang kemudian pada tahun 2006 diimplementasikan melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang digunakan sampai sekarang.

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah). KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, standar kompetensi lulusan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus (Implementasi KTSP SMK, 2008:37). Kurikulum ini pada dasarnya kurikulum berbasis kompetensi yang bersifat otonom dimana pemerintah pusat hanya


(5)

2

memberikan rambu-rambu berupa kompetensi, kompetensi dasar, dan kriteria kinerja, sedangkan selebihnya diserahkan kepada guru dan sekolah sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikan di daerahnya masing-masing. Kurikulum ini merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang mengorientasikan siswa kepada pencapaian standar kompetensi yang sudah ditetapkan. Melalui implementasi kurikulum ini diharapkan akan memperkecil bahkan meniadakan kesenjangan antara tuntutan kompetensi di industri dengan penguasaan kompetensi yang dimiliki siswa. Pencapaian standar kompetensi siswa diharapkan berbanding lurus dengan kemampuan pekerja di industri.

Pencapaian kompetensi siswa melalui proses pembelajaran praktikum dipengaruhi banyak faktor diantaranya sarana praktikum (workshop), guru (guru), waktu praktikum, metode pengajaran, kemandirian siswa dan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut terkadang menjadi hambatan untuk siswa dalam mencapai kompetensi yang diinginkannya. Selain sarana praktikum yang harus sesuai standar sarana prasarana (PP19/2005), pemilihan model pembelajaran oleh guru juga menentukan dalam pencapaian kompetensi siswa. Model pembelajaran apa yang seharusnya digunakan untuk pencapaian pengetahuan yang bersifat deklaratif dan model pembelajaran apa yang digunakan untuk pencapain pengetahuan yang bersifat prosedural (procedural knowledge). Ketidaktepatan dalam memilih model pembelajaran bisa menyebabkan waktu pencapaian kompetensi menjadi lebih lama, bahkan tidak tercapainya kompetensi yang diinginkan karena terbatas oleh kalender pendidikan sekolah. Hambatan seperti ini yang biasanya muncul dalam pembelajaran praktikum di SMK-SMK.


(6)

Hasil penelitian pendahuluan di SMK-SMK dengan Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan di Kota Bandung menunjukan bahwa siswa kelas XI pada Mata Pelajaran Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut masih terdapat beberapa siswa (46%) yang belum mencapai standar kompetensi minimal yaitu 7,0 dari skala 10,0. Berikut data hasil penelitian pendahuluan

Tabel 1.1 Data Hasil Pencapaian Kompetensi Siswa pada Mata Pelajaran Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut

No SMK Hasil Pencapaian Kompetensi (%)

< 7,0 >7,0

1 A 44 56

2 B 48 52

3 C 46 54

(Guru Mata Pelajaran Teknik Pemesinan Lanjut, 2010) Hasil observasi awal dan wawancara dengan para guru dari SMK di Kota Bandung (Lampiran G), didapatkan fakta bahwa siswa yang belum mencapai standar kompetensi minimal tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: penguasaan pengetahuan deklaratif yang kurang, pengetahuan prosedural (procedural knowledge) yang kurang, prosedur kerja yang tidak ditaati (afektif), motivasi kurang, tidak percaya diri dan faktor lainnya

Sebagian besar permasalahan siswa dikarenakan kurang mengetahui pengetahuan akan prosedur kerja (procedural knowledge) dan tidak mengikuti prosedur kerja di mesin bubut. Contohnya untuk melakukan pekerjaan membubut alur seharusnya membubut rata terlebih dahulu bukan sebaliknya, sehingga pahat bubut tidak rusak. Contoh lainnya adalah pada saat sebelum membubut rata, pahat bubut rata harus disesuaikan ketinggiannya dengan senter sehingga hasil membubut sesuai standar. Adanya kegagalan-kegagalan tersebut, mengharuskan


(7)

4

siswa mengulang-ulang proses praktikum sehingga tidak semua kompetensi dapat tercapai dengan baik dikarenakan waktu pembelajaran yang habis dipakai mengulang-ulang proses praktikum. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri yang perlu untuk diselesaikan.

Procedural knowledge menurut Alexander et al. (de Jong, 1996:1) adalah “...compilation of declarative knowledge into functional units that incorporate domain specific strategies.”. Procedural Knowledge diartikan sebagai kompilasi

pengetahuan deklaratif menjadi unit-unit fungsional yang menggabungkan domain strategi yang spesifik. Procedural knowledge menurut Anderson et al. (2001: 52) adalah “...is the knowledge of how to do something, methods of inquiry

and criteria for using skills, algorithms, techiques and methods.”. Lebih jauh

Basjes (2002:14) mengemukakan bahwa “Procedural Knowledge is used as

knowledge about how, when and why to do something”. Dari definisi Anderson

dan Basjes didapatkan bahwa procedural knowledge adalah pengetahuan yang memanifestasikan dirinya dalam melakukan sesuatu dan pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Atau juga sebagai pengetahuan tentang bagaimana, kapan dan mengapa untuk melakukan sesuatu.

Model pembelajaran praktikum yang tepat, yang bisa menanamkan

procedural knowledge dengan waktu pembelajaran yang efektif sangat dibutuhkan

sehingga bisa meningkatkan hasil belajar sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Diantara banyak model pembelajaran, terdapat salah satu model pembelajaran yang menekankan pada praktik yang prosedural untuk mencapai hasil belajar, model tersebut adalah Direct Instruction.


(8)

Model pembelajaran Direct Instruction merupakan salah satu model pembelajaran kelompok sistem prilaku (behavior). Direct instruction

dikembangkan oleh Tom Good, Jere Grophy, Carl Bereiter, Ziggy Engleman dan Wes Becker. Beberapa keunggulan terpenting dari Direct Instruction menurut Joyce Bruce (2009:421), adalah: “adanya fokus akademik, arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi terhadap perkembangan siswa, sistem manajemen waktu, dan atmosfer akademik yang cukup netral.”

Model Direct Instruction dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Dengan lima tahap aktivitas; yakni orientasi, presentasi, praktek yang terstruktur, praktik di bawah bimbingan dan praktik mandiri.

Penelitian-penelitian mengenai model direct instruction yang telah dilakukan peneliti lain menunjukan bahwa model ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa melalui pembelajaran step by step learning. Sementara penelitian-penelitian mengenai procedural knowledge menunjukan bahwa procedural

knowledge merupakan pengetahuan yang membantu siswa pada saat melakukan

kegiatan praktikum (psikomotorik).

Hasil penelusuran pustaka mengenai penelitian-penelitian terdahulu, belum ditemukan adanya penelitian yang meneliti mengenai penerapan direct instruction untuk peningkatan procedural knowledge secara spesifik. Ada juga penerapan


(9)

6

bagaimana procedural knowledge pada suatu kompetensi. Padahal salah satu prinsip dari direct instruction yaitu step by step learning mendekati dari sifat

procedural knowledge yang berisi mengenai pengetahuan “bagaimana cara

melakukan?” yang isinya mengenai step by step procces. Berikut penelitian-penelitian mengenai direct instruction dan procedural knowledge.

Tabel 1.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu tentang Direct Instruction

dan Procedural Knowledge.

No Nama Peneliti Judul Thn

1 Nanih Rachanah Pengembangan Model Pengembangan Berorientasi Konstruktivistik untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Akutansi di SMA

2010

2 Ledil Izzah Penerapan Startegi Direct Instruction dalam Pembelajaran Fiqh

2009

3 Kong Sow Lai The Effect Of Constructivist-Strategies And Direct Instruction Using Multimedia On Achievment Among Learners With Different Psychological Profiles

2006

4 Syamsuddin Hiro Studi Perbandingan Hasil Belajar Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Langsung dan Model Pembelajaran Konvensional

2006

5 Sven Havemann dan Dieter Fellner

Managing Procedural Knowledge 2005

6 Ton de Jong dan Monica G. M. Ferguson – Hessler

Types and Qualities of Knowledge 1996

Bertolak dari permasalahan yang ada dan dari penelitian-penelitian terdahulu, maka peneliti bermaksud untuk meneliti apakah model direct

instruction dapat meningkatkan procedural knowledge dan hasil belajar siswa,

dibandingkan dengan model pembelajaran yang selama ini dilakukan (konvensional). Penelitian ini dirasa perlu dilakukan karena selain belum ada penelitian sejenis terutama untuk mata pelajaran praktikum, penelitian ini juga akan bermanfaat bagi guru di SMK dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelasnya.


(10)

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan pada latar belakang masalah, masalah-masalah yang ada dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Dengan model pembelajaran konvensional yang dilaksanakan selama ini, siswa kurang menguasai pengetahuan dasar mengenai materi praktikum dan pengetahuan mengenai prosedur-prosedur kerja (procedural knowledge). 2. Kurang dikuasainya pengetahuan dasar praktikum oleh siswa, menyebabkan

ketidak optimalan siswa dalam mempelajari pengetahuan (kompetensi) selanjutnya.

3. Kurang dikuasainya procedural knowledge menyebabkan siswa mengalami kegagalan dalam praktikum, kegagalan tersebut mengakibatkan pemborosan waktu karena siswa harus mengulang praktikum. Waktu yang tersisa tidak cukup untuk mencapai kompetensi dasar lainnya karena terbatas oleh kalender akademik sekolah.

4. Diperlukannya model pembelajaran alternatif yang dapat meningkatkan

procedural knowledge siswa, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil

belajar siswa.

Identifikasi masalah di atas menghasilkan rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana penerapan model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan procedural knowledge dan hasil belajar siswa di SMK?”

Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(11)

8

ajaran direct instruction dalam meningkatkan procedural knowledge dan hasil belajar siswa di SMK?

2. Bagaimana interaksi antara guru dan siswa pada penerapan model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan procedural knowledge dan hasil belajar siswa di SMK?

3. Bagaimana persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi pada penerapan model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan procedural

knowledge dan hasil belajar siswa di SMK?

4. Bagaimana persepsi guru dan siswa tentang penerapan model pembelajaran

direct instruction dalam meningkatkan procedural knowledge dan hasil

belajar siswa di SMK?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk memperoleh rumusan mengenai langkah-langkah pembelajaran pada penerapan model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan

procedural knowledge dan hasil belajar siswa di SMK.

2. Untuk memperoleh gambaran nyata mengenai interaksi antara guru dan siswa pada penerapan model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan

procedural knowledge dan hasil belajar siswa di SMK.

3. Untuk memperoleh rumusan mengenai persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi pada penerapan model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan procedural knowledge dan hasil belajar siswa di SMK.


(12)

4. Untuk memperoleh gambaran nyata mengenai persepsi guru dan siswa tentang model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan procedural

knowledge dan hasil belajar siswa di SMK.

D. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini ialah pendekatan kuantitatif dengan metode Quasi Exsperimenal Design. Metode penelitian Quasi

Exsperimenal Design menurut Sugiyono (2009:114):

Quasi Experimental Design merupakan pengembangan dari True Experimental Design, Quasi Experimental Design mempunyai kelompok

kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variable-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Quasi

Experimental Design digunakan karena pada kenyataannnya sulit

mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan dalam penelitian.

Metode Quasi Exsperimenal Design mengharuskan adanya kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, untuk kemudian dikomparasikan aspek-aspek yang menjadi variabel penelitiannya. Kelompok eksperimen pada penelitian ini adalah siswa kelas XI Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan yang menggunakan model pembelajaran direct instruction pada Mata Pelajaran Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut. Sedangkan kelompok kontrol adalah siswa kelas XI Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan yang menggunakan model pembelajaran konvensional pada yang sama dengan kelompok eksperimen.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peningkatan kualitas pembelajaran khususnya pembelajaran di pendidikan kejuruan. Manfaat-manfaat


(13)

10

tersebut diantaranya:

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu bentuk penerapan model pembelajaran yang mampu meningkatkan procedural

knowledge dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran produktif di SMK

Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan.

2. Bagi siswa, dapat meningkatkan penguasaan procedural knowledge siswa. Penguasaan procedural knowledge merupakan modal bagi siswa mencapai suatu kompetensi, karena langkah-langkah kerja siswa menjadi terstruktur dan diharapkan efektif dalam mencapai kompetensi yang diharapkan.

3. Bagi guru, bentuk penerapan model pembelajaran hasil penelitian ini dijadikan model alternatif dalam upaya mengantarkan siswa mencapai kompetensi yang diharapkan.

4. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam upaya pengembangan dan impelentasi KTSP SMK.

F. Struktur Organisasi Tesis BAB I. PENDAHULUAN

Pendahuluan berisi: Latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi tesis.

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kajian Pustaka berisi: teori-teori utama dan teori-teori turunannya dalam bidang yang dikaji, penelitian terdahulu yang relevan dengan bidang yang


(14)

diteliti serta posisi teoritik peneliti yang berkenaan dengan masalah yang diteliti, yang diturunkan dalam sub-judul Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN

Metode berisi: lokasi dan subjek populasi/sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, pengujian instrumen, teknik pengumpulan data, analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian dan Pembatasan berisi: pengolahan data atau analisis data untuk menghasilkan temuan dan pembahasan atau analisis temuan.

BAB IV KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Kesimpulan dan Implikasi berisi: penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian yang disajikan dalam bentuk kesimpulan penelitian, dan implikasi atau rekomendasi yang ditulis setelah kesimpulan. DAFTAR PUSTAKA


(15)

51

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah SMKN 6 Bandung yang bertempat di Jalan Soekarno Hatta, Riung Bandung 40295 telp. 022 7563293. Pada Program Studi Keahlian Teknik Mesin, Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan. Alasan pemilihan SMKN 6 Bandung sebagai lokasi penelitian adalah karena di SMKN 6 Bandung terdapat kelas siswa Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan sesuai dengan disain penelitian ini. Faktor lainnya adalah SMKN 6 Bandung merupakan sekolah kejuruan dengan fasilitas yang sudah memenuhi standar sarana prasarana. 2. Sampel dan Sumber Data Penelitian

Pengambilan sampel yang sesuai untuk desain penelitian ini adalah tidak secara acak sebagaimana yang disebutkan oleh Gall et al. (2003: 402): “in this

design, (non-equivalent control group desin) research participants are not randomly assigned”. Creswell juga menyebutkan bahwa: “dalam rancangan ini

(nonequivalent pre-test and post-test control-group design), kelompok kontrol dan eksperimen diseleksi tanpa prosedur acak (without random assigment)”.

Pemilihan subjek penelitian (siswa) yang akan dilibatkan dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random. Pemilihan subjek penelitian secara random akan berakibat pada berubahnya susunan subjek penelitian pada tiap-tiap kelas. Hal ini tidak mungkin dilakukan karena susunan


(16)

subjek penelitian pada tiap-tiap kelas telah dilakukan sebelumnya oleh sekolah yang bersangkutan dalam penentuan anggota rombongan belajar.

Sampel dalam penelitian ini diambil dua kelas dari populasi 4 kelas. Satu kelas dipergunakan sebagai kelompok kontrol, yakni kelas XI TP1 sebanyak 34 siswa dan satu kelas lainnya sebagai kelompok eksperimen, yakni kelas XI TP3 sebanyak 34 siswa. Pemilihan sampel ini didasari pada pertimbangan bahwa tim guru yang mengajar pada dua kelas itu adalah sama, sehingga treatment/perlakuan yang dilakukan kepada kedua kelas tersebut akan menunjukan pengaruh yang jelas terhadap perbedaan peningkatan procedural knowledge dan hasil belajar. Selain dari sampel penelitian, digunakan juga data dari sumber data Responden 1(guru observer), Responden 2 dan 3 (siswa kelas kontrol) serta Responden 4 (Wakasek bid Kurikulum).

B. Desain Penelitian

Desain penelitian pada penelitian ini dibuat berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mengetahui bagaimana langkah-langkah pembelajaran, interaksi antara guru dan siswa, prasyarat-prasyarat pembelajaran serta persepsi guru dan siswa tentang penerapan model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan

procedural knowledge dan hasil belajar siswa pada Mata Pelajaran Melakukan

Pekerjaan dengan Mesin Bubut. Desain pada penelitian ini dijabarkan dalam tahap-tahap penelitian pada gambar 3.1 sebagai berikut:


(17)

53

Gambar 3.1 Desain Penelitian

1. Survey dilakukan untuk menemukan masalah yang akan diteliti. Masalah yang diambil adalah masalah nyata yang ada dalam dunia pendidikan teknologi dan kejuruan. Dalam penelitian ini, survey dilakukan ke SMK-SMK dan LPTK PTK yang ada di Kota Bandung khususnya dengan Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan.

2. Studi pendahuluan dilakukan untuk lebih memperdalam permasalahan dan mencari informasi yang diperlukan sehingga didapatkan keputusan bahwa masalah perlu diteliti atau tidak. Studi pendahuluan pada penelitian inin dilakukan dengan melakukan studi literatur dari beberapa buku sumber dan

Feed back

Survey

Studi Pendahuluan

Merumuskan Masalah

Memilih Metode Penelitian

Menentukan variabel dan sumber data

Menyusun dan menguji instrumen

Pelaksanaan Pre-Test

Treatment direct instruction untuk

kelas eksperimen

Treatment model konvensional untuk

kelas kontrol

Pelaksanaan Post-test

Analisis Data

Pembahasan hasil penelitian


(18)

pengambilan data awal penelitian ke SMK-SMK Program Keahlian Teknik Mesin di Kota Bandung.

3. Merumuskan masalah dilakukan setelah didapatkan data awal penelitian melalui studi pendahuluan, kemudian masalah-masalah yang ada tersebut diidentifikasi untuk menperjelas permasalahan. Pada penelitian ini masalah yang dirumuskan terdiri dari rumusan masalah secara umum dan penjabarannya.

4. Langkah selanjutnya adalah memilih metode yang sesuai dengan rumusan masalah. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi

Experimental Design, hal ini disebabkan rumusan masalah yang ingin

mengetahui penerapan suatu treatment terhadap kelas eksperimen dan dibandingkan dengan kelas kontrol.

5. Langkah selanjutnya adalah menentukan variabel penelitian dan sumber data. Variabel penelitian pada penelitian ini meliputi variabel bebas (X) yaitu penerapan model direct instruction pada mata pelajaran melakukan pekerjaan dengan mesin bubut, dan variabel terikat yaitu procedural knowledge (Y1)

dan hasil belajar siswa (Y2). Keduanya diukur setelah mendapatkan treatment

model pembelajaran direct instruction. Sumber data pada penelitian ini meliputi siswa kelas eksperimen sebanyak 34 orang, siswa kelas kontrol sebanyak 34 orang, satu orang guru mata pelajaran dan seorang wakasek bid. Kurikulum.

6. Langkah selanjutnya adalah menyusun dan menguji instrumen. Pada langkah ini instrumen yang disusun adalah: RPP kelas eksperimen, RPP kelas kontrol,


(19)

55

instrumen untuk mengetahui peningkatan procedural knowledge siswa, instrumen untuk mengetahui hasil belajar siswa, instrumen untuk mengetahui tahapan-tahapan penerapan model pembelajaran direct instruction, instrumen untuk mengetahui prasyarat, interaksi yang terjadi dan persepsi tentang penerapan model pembelajaran ini. Pengujian instrumen dilakukan dengan uji validitas, uji reliabilitas, uji daya pembeda dan taraf kesukaran.

7. Tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan pre-test. Pre-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa baik itu kelas eksperimen, maupun kelas kontrol. Aspek yang di pre-testkan adalah procedural knowledge, hasil belajar siswa aspek pengetahuan, test kinerja untuk mengukur keterampilan dan sikap. Setelah diambil data pre-test kemudian diuji homogenitas data untuk mengetahui apakah varian kelas kontrol dan varian kelas ekperimen homogen atau tidak. Jika homogen maka penelitian quasi eksperimen bisa dilanjutkan.

8. Langkah selanjutnya adalah KBM (treatment). Untuk kelas kontrol KBM dilakukan dengan menggunakan model konvensional, sedangkan untuk kelas eksperimen KBM menggunakan model pembelajaran alternatif yaitu direct

instruction.

9. Langkah selanjutnya dilakukan post-test untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah mendapat perlakuan (treatment) dengan model direct instruction untuk kelas eksperimen dan model konvensional untuk kelas kontrol. Seperti halnya pre-test, pada pos-test aspek yang diujikan meliputi: procedural


(20)

knowledge, hasil belajar siswa aspek pengetahuan, tes kinerja untuk

mengukur keterampilan dan sikap.

10.Tahap selanjutnya adalah analisis data. Setelah didapatkan data pre-test,

post-test, data mengenai tahapan pembelajaran, interaksi antara guru dan siswa,

prasyarat-prasyarat pembelajaran ,serta data persepsi guru dan siswa tentang model pembelajaran direct instruction, maka selanjutnya dilakukan analisis data. Pada tahap analisis data hal yang dilakukan adalah melakukan uji normalitas data, uji homogenitas data, melakukan uji hipotesis data, melakukan triangulasi data sehingga didapatkan data yang kredibel.

11.Setelah data dianalisis dan didapatkan hasil penelitian, kemudian dilakukan pembahasan hasil penelitian. Pada pembahasan penelitian peneliti mencoba mencari relevansi hasil penelitian dengan teori-teori yang ada dan relevansinya dengan hasil penelitian dari peneliti terdahulu.

12.Karena peneliti ingin mengetahui bagaimana bentuk penerapan model direct

instruction yang sesuai karakteristik Mata Pelajaran Melakukan Pekerjaan

dengan Mesin Bubut, maka pada penelitian ini treatment dilakukan tidak hanya sekali. Tetapi dilakukan beberapa kali treatment sampai peningkatan

procedural knowledge dan peningkatan hasil belajar dianggap sudah jenuh.

Hasil dari pembahasan penelitian kemudian dijadikan feed back untuk penyempurnaan treatment selanjutnya.

13.Tahap akhir dari penelitian ini adalah membuat kesimpulan, implikasi dan rekomendasi penelitian.


(21)

57

C. Metode Penelitian

Metode penelitian pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode Quasi Experimental Design. Tipe kuasi eksperimen yang digunakan adalah Non-Equivalent (Pre-test and Post-test) Control Group Design. Rancangan metode ini menurut Creswell (2010: 242):

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diseleksi tanpa prosedur penempatan yang acak (without random assignment). Pada dua kelompok tersebut, sama-sama dilakukan pre-test dan post-test. Hanya kelompok eksperimen saja yang di treatment.

Menurut Creswell pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan tidak secara acak, kemudian pada keduanya sama-sama dilakukan

pre-test dan post-pre-test sehingga Gall menyebutkan bahwa sebenarnya metode

penelitian ini mirip dengan Pre-test-Post-test Experimental Control-Group

Design, hanya saja yang berbeda adalah pada proses pemilihan kelompok

eksperiman dan kontrolnya saja. Gall et al. (2003: 402) menyebutkan bahwa pada

non-equivalent control-group design: “...the experimental and control groups, and both groups take a pre-test and post-test. Except for random assigment, the steps involved in this design are the same as for the pre-test-post-test experimental control-group design.”

Pada penelitian ini, akan dikenakan perlakuan dengan dua kali pengukuran. Pengukuran pertama (pre-test) dilakukan terhadap kedua kelompok sebelum diberikan perlakuan, setelah itu kedua kelompok diberi perlakuan yang berbeda, yakni kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran direct instruction sedangkan kelompok kontrol menggunakan model konvensional. Pengukuran kedua dilakukan setelah kedua kelompok tersebut diberikan perlakuan (post-test),


(22)

dengan perangkat tes yang sama. Perbedaan rata-rata skor tes akhir dengan skor tes awal pada setiap kelompok dibandingkan untuk menentukan apakah perlakuan eksperimen menghasilkan perubahan lebih besar dari pada situasi/perlakuan kelas kontrol. Desain penelitian yang akan dilakukan dapat ditunjukan pada tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1 Metode Penelitian

Non-Equivalent (Pre-test and Post-test) Control Group Design

Grup Pre Test Perlakuan

(Treatment) Post Test

Kontrol T1 XK T2

Eksperimen T1 XE T2

Keterangan:

T1 = Pre-test atau tes awal dimaksudkan untuk mengetahui procedural

knowledge dan kemampuan awal siswa (pada kelas kontrol dan

eksperimen).

T2 = Post-test atau tes akhir dimaksudkan untuk mengetahui procedural

knowledge dan kemampuan siswa setelah diberi perlakuan (pada kelas

kontrol dan eksperimen).

XE = Berupa model pembelajaran direct instruction yang diberikan pada kelas

eksperimen.

XK = Berupa model pembelajaran konvensional yang diberikan pada kelas

kontrol.

D. Definisi Operasional

1. Model pembelajaran direct instruction.

Model pembelajaran direct instruction adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap atau selangkah demi selangkah. Model direct instruction yang digunakan adalah


(23)

59

model Joyce et al. (2009, 427), yang terdiri dari lima tahap aktivitas; yakni orientasi, presentasi, praktik yang terstruktur, praktik di bawah bimbingan, dan praktik mandiri. Pada penelitian ini, model direct

instruction digunakan untuk kelas eksperimen Siswa Kelas XI Kompetensi

Keahlian Teknik Pemesinan SMKN 6 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011 pada Mata Pelajaran Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut. Penerapan model direct instruction pada standar kompetensi melakukan pekerjaan dengan mesin bubut ini merupakan variabel bebas (X) pada penelitian ini 2. Procedural knowledge.

Procedural knowledge adalah pengetahuan tentang bagaimana cara

melakukan sesuatu (how to do something). Procedural knowledge pada penelitian ini adalah pengetahuan siswa tentang bagaimana melakukan pekerjaan dengan mesin bubut, khususnya pekerjaan membubut tirus.

Procedural Knowledge merupakan variabel terikat (Y1) pada penelitian ini.

3. Hasil belajar.

Hasil belajar adalah nilai yang didapat Siswa Kelas XI Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan SMKN 6 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011 yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap pada Mata Pelajaran Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut, setelah melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran direct instruction bagi kelas eksperimen dan model konvensional bagi kelas kontrol. Hasil belajar merupakan variabel terikat (Y2) pada penelitian ini.


(24)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menurut Sugiyono (2011:148) adalah “suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel.” Sugiyono menambahkan bahwa jumlah instrumen tergantung pada jumlah variabel penelitian yang telah ditetapkan untuk diteliti. Pada penelitian ini terdapat beberapa instrumen diantaranya:

1. Alat tes untuk mengukur variabel procedural knowledge dan hasil belajar ranah kognitif.

Alat tes ini berupa tes tertulis pilihan ganda, digunakan untuk mengukur peningkatan procedural knowledge dan alat tes esai untuk mengukur peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa baik itu sebelum mendapatkan

treatment model pembelajaran direct instruction melalui pre-test dan setelah

mendapatkan treatment model pembelajaran direct instruction melalui

post-test untuk kelas eksperimen. Alat post-test ini juga digunakan untuk mengukur procedural knowledge dan hasil belajar ranah kognitif siswa kelas kontrol

melalui pre-test sebelum pembelajaran konvensional dan post-test setelah pembelajaran konvensional.

2. Alat tes kinerja (performance test) untuk mengukur hasil belajar (afektif dan psikomotor) siswa.

Alat tes kinerja ini berupa lembar observasi kinerja peserta diklat pada saat mengikuti tes. Alat tes ini digunakan untuk mengukur hasil belajar (afektif dan psikomotor) siswa sebelum (pre-test) dan setelah (post-test) mengikuti model


(25)

61

pembelajaran direct instruction untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol.

3. Angket untuk mengetahui persepsi siswa terhadap penerapan model pembelajaran direct instruction.

Angket ini pada penelitian ini dibuat untuk mendapatkan persepsi siswa terhadap model pembelajaran direct instruction, sehingga pertanyaan pada angket ini tidak menuntut jawaban benar atau salah. Bentuk skala yang digunakan pada angket ini adalah skala Likert. Menurut Arikunto (2010: 180):

Skala Likert disusun dalam bentuk pernyataan dan diikuti oleh empat persepsi yang menunjukan tingkatan, misalnya:

SS = sangat sesuai; S = sesuai;

TS = tidak sesuai;

STS = sangat tidak sesuai;

4. Pedoman wawancara untuk mengetahui pendapat para responden mengenai langkah-langkah penerapan model direct instruction, prasyarat-prasyarat penerapannya, interaksi antara guru dan siswa, dan persepsi guru terhadap penerapan model direct instruction.

5. Pedoman observasi digunakan untuk mengetahui gambaran nyata mengenai langkah-langkah penerapan model direct instruction, prasyarat-prasyarat penerapannya, dan interaksi antara guru dan siswa.

F. Teknik Pengujian Instrumen 1. Uji Validitas Instrumen

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Sugiyono (2011:173) mengemukakan bahwa “valid


(26)

berarti instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.” Dengan menggunakan instrumen yang valid dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid.

Validitas instrumen dibedakan oleh Sugiyono (2011:173) menjadi “validitas internal dan validitas eksternal.” Validitas internal instrumen dikembangkan menurut teori yang relevan, sedangkan validitas eksternal instrumen dikembangkan dari fakta empiris yang telah terbukti. Selanjutnya validitas internal dibedakan atas validitas konstrak dan validitas isi. Validitas instrumen yang berupa tes harus memenuhi keduanya, sedangkan yang nontes cukup memenuhi validitas konstrak. Untuk menguji validitas konstrak (Sugiyono, 2011:177) “dapat digunakan pendapat dari ahli atau judgement experts.”

Selanjutnya dilakukan validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan setiap butir soal terhadap seluruh soal yang diberikan. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi, jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap seluruh soal yang ada. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk kesejajaran atau korelasi dengan tes secara keseluruhan, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal dapat digunakan rumus korelasi. Untuk menguji validitas butir soal digunakan persamaan korelasi product moment sebagai berikut:

( ) ( )

( )

(

)

(

( )

)

[

]

− − ⋅ − ⋅ = 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N

rxy (Arikunto, 2010:72)

Keterangan:

xy


(27)

63

X = jumlah skor X

Y = jumlah skor Y

XY = jumlah skor X dan Y

N = jumlah responden

“Koefisien korelasi yang didapatkan kemudian dikonsultasikan dengan tabel harga kritik r product moment sehingga dapat diketahui signifikan atau tidaknya korelasi tersebut.” (Arikunto, 2010:75). Jika harga rhitung lebih besar dari harga

kritik rtabel maka korelasi tersebut signifikan, atau butir soal tersebut valid.

Pada penelitian ini uji validitas dilakukan pada butir soal beberapa alat tes. Uji validitas yang dilakukan untuk alat tes procedural knowledge siswa (Lampiran C.1) hasilnya seluruh butir soal sebanyak 30 butir soal dinyatakan valid. Uji validitas yang dilakukan untuk alat tes hasil belajar siswa (Lampiran C.4) hasilnya seluruh butir soal sebanyak 8 butir soal dinyatakan valid. Uji validitas yang dilakukan untuk angket persepsi siswa (Lampiran C.6) hasilnya seluruh butir angket sebanyak 30 butir angket dinyatakan valid.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Instrumen penelitian selain harus valid juga harus reliabel. Instrumen yang reliabel (Sugiyono, 2011:173) adalah “instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Pengujian reliabilitas instrumen pada penelitian ini menggunakan teknik belah dua dari Spearman Brown untuk alat objective test procedural knowledge dan angket persepsi siswa, yaitu:


(28)

=1 +2 ( , 2010: 93) Di mana:

r11 = koefisien reliabilitas internal seluruh instrumen

r1/21/2 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes.

Sedangkan untuk soal uraian, yang digunakan untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif digunakan rumus Alpha untuk mencari reliabilitas soal. Rumus Alpha yang digunakan adalah sebagai berikut:

= ( ) 1 − (Arikunto, 2010:109) Di mana:

= reliabilitas yang dicari

Σ"# = jumlah varians skor tiap-tiap item "# = varians total

Setelah didapatkan harga r11 maka hasil tersebut dikonsultasikan dengan

tabel r product moment. Dengan ketentuan ika harga rhitung lebih besar dari harga

kritik rtabel maka korelasi tersebut signifikan, atau soal tersebut reliabel.

Pengujian reliabilitas pada penelitian ini dilakukan terhadap beberapa data. Pengujian reliabilitas yang dilakukan terhadap soal procedural knowledge siswa (Lampiran C.2) hasilnya adalah bahwa soal tersebut reliabel dengan r11 > rtabel

yaitu 0,843 > 0,339. Pengujian reliabilitas yang dilakukan terhadap soal hasil belajar kognitif siswa (Lampiran C.5) hasilnya adalah bahwa soal tersebut reliabel dengan r11 > rtabel yaitu 0,734> 0,339. Pengujian reliabilitas yang dilakukan

terhadap angket persepsi siswa (Lampiran C.7) hasilnya adalah bahwa angket tersebut reliabel dengan r11 > rtabel yaitu 0,928 > 0,339


(29)

65

3. Uji Daya Pembeda Instrumen

Pengujian daya pembeda (DP) dilakukan untuk mengukur sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai berdasarkan kriteria tertentu, sebagaimana diungkapkan Arikunto (2010:211) bahwa ” daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah)”. Angka yang menunjukan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D) yang berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Pada indeks diskriminasi terdapat nilai negatif (-). Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika suatu soal terbalik menunjukan kualitas testee. Yaitu anak pandai disebut kurang pandai dan anak kurang pandai disebut pandai.

Cara melakukan pengujian daya pembeda adalah dengan membagi dua kelompok skor atas (JA) dan bawah (JB). Selanjutnya dilakukan perhitungan

dengan menggunakan rumus: $ =%&

'& −

%(

'( = )*− )% (Arikunto, 2010: 213) Di mana:

D = Indeks diskriminasi

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu benar

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.


(30)

Tabel 3.2 Klasifikasi Daya Pembeda

Interval DP Kriteria

0,70 < DP ≤ 1,00 Baik sekali 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

DP = (-) Sangat jelek

(Sumber: Arikunto, 2010: 218)

Hasil dari pengujian daya beda soal procedural knowledge (Lampiran C.3) menunjukan bahwa butir soal dengan klasifikasi “baik sekali” sebanyak 3 butir, klasifikasi “baik” sebanyak 24 butir, dan kualifikasi “cukup” sebanyak 3 butir. Dengan demikian semua butir soal bisa digunakan untuk keperluan pengambilan data penelitian.

4. Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk berusaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar dapat menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencobanya lagi. Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran (P). Arikunto (2010:207) menyebutkan:

Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukan bahwa soalnya terlalu mudah.

Rumus untuk mencari indeks kesukaran (P) adalah:


(31)

67

Di mana:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Kemudian nilai P dikonsultasikan dengan ketentuan berikut:

Tabel 3.3 Klasifikasi Indeks Kesukaran

Interval P Kriteria

0,70 < P ≤ 1,00 Mudah 0,30 < P ≤ 0,70 Sedang 0,00 < P ≤ 0,30 Sukar

(Sumber: Arikunto, 2010: 218)

Menurut Arikunto (2010: 210), “soal-soal yang dianggap baik adalah soal-soal yang mempunyai indeks kesukaran 0,30 sampai dengan 0,70.” Namun demikian soal yang sukar dan mudah juga bisa digunakan untuk keperluan variasi soal. Berdasarkan pengujian taraf kesukaran didapatkan hasil bahwa soal “mudah” sebanyak empat butir soal, soal “sedang” sebanyak 25 soal dan soal “sukar”sebanyak satu soal.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah tes, angket (kuesioner), observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Tes

Tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana procedural knowledge siswa serta kemampuan kognitif pada Mata Pelajaran Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arikunto (2006:223) bahwa


(32)

“Data yang diungkap dalam penelitian dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: fakta, pendapat, dan kemampuan. Untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti, digunakan tes”.

Alat tes yang diberikan berupa tes objektif pilihan ganda (multiple choice

test) dan soal uraian. Soal pilihan ganda digunakan untuk mengukur procedural knowledge siswa, sedangkan soal uraian digunakan untuk mengukur hasil belajar

kognitif siswa. Alat tes diberikan dua kali yaitu pada saat pre-test dan post-test.

Pre-test diberikan pada saat sebelum pembelajaran dimulai, sedangkan post-test

diberikan setelah pembelajaran selesai. 2. Angket (kuesioner)

Teknik pengumpulan data melalui angket ini dilakukan untuk mendapatkan data mengenai persepsi siswa tentang model pembelajaran direct instruction. Sukaran (Sugiyono, 2011: 200) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan data, yaitu “prinsip penulisan, pengukuran dan penampilan fisik”. Ketiga prinsip itu lebih dirinci oleh Sugiyono (2011: 200) sebagai berikut:

(a) Isi dan tujuan pertanyaan; (b) bahasa yang digunakan; (c) tipe dan bentuk pertanyaan; (d) pertanyaan tidak mendua; (e) tidak menanyakan yang sudah lupa; (f) pertanyaan tidak menggiring; (g) panjang pertanyaan; (h) urutan pertanyaan; (i) prinsip pengukuran; dan penampilan fisik angket.

3. Observasi

Teknik pengumpulan data melalui observasi ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa terutama dalam hal afektif dan psikomotor. Observasi juga dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai langkah-langkah


(33)

69

penerapan model direct instruction, prasyarat-prasyarat penerapan serta interaksi antara guru dan siswa. Sebagaimana yang dikemukakan Sugiyono (2011: 203) bahwa: “teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia. Proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.”

Dilihat dari posisi observer, maka observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi nonpartisipan artinya bahwa peneliti tidak terlibat ikut melakukan apa yang dikerjakan sumber data dan hanya bertindak sebagai pengamat independen. Jika dilihat dari bentuk observasi, maka penelitian ini menggunakan observasi terstruktur. Observasi terstruktur (Sugiyono, 2011: 205) ialah “observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya.”

4. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mengetahui data mengenai langkah-langkah penerapan model direct instruction, prasyarat-prasyarat penerapan, interaksi antara guru dan siswa serta persepsi guru tentang penerapan model ini. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur, yaitu “wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap dengan alternatif jawabannya.” (Sugiyono, 2011:197). Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.


(34)

5. Dokumentasi

Dokumen dan record digunakan untuk keperluan penelitian, menurut Guba dan Lincoln dalam Moleong, L. J. (2002:161), karena alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan seperti berikut: “(1) dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang kaya, stabil dan mendorong, (2) berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.” Data dokumen yang digunakan pada penelitian ini adalah foto-foto yang memotret langkah-langkah penerapan model direct instruction.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian penting dalam metode ilmiah, karena dengan menganalisi data, data tersebut dapat memberi arti yang berguna bagi pemecahan masalah penelitian. Data yang diperoleh adalah berupa nilai yang didapat dari tes awal dan tes akhir dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data-data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi juga akan diolah pada penelitian ini.

Sebelum melakukan pengujian hipotesis statistik, maka dilakukan terlebih dahulu perhitungan statistik deskriptif dengan menggunakan harga frekuensi, standar deviasi, dan rata-rata. Hal ini dimaksudkan untuk membantu perhitungan/analisis data selanjutnya. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam mengolah data adalah pengujian asumsi-asumsi statistik, yaitu uji homogenitas, uji normalitas distribusi, gain yang dinormalisasi (N-Gain), dan uji hipotesis.


(35)

71

1. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk menentukan data dari dua kelas homogen atau heterogen. Apabila kelompok data homogen, maka data berasal dari populasi yang sama dan layak untuk diuji menggunakan statistik parametrik. Uji homogenitas untuk data penelitian ini menggunakan uji Bartlett

Tabel 3.4 Harga-harga untuk Uji Bartlett

Sampel Dk 1/(dk) ,- Log ,- (dk) Log ,- A

B

(Sudjana, 2005: 263) . =∑(∑(- − 1).

-- − 1)

B = log s2 . ∑(ni - 1)

0 = (ln 10).(B - ∑(dk). Log ,- )

Dengan taraf nyata ∝ , Hipotesis H0 : σ12 = σ22 ditolak jika 0 ≥

0( 3)(4 )dan Hipotesis H0 : σ12 = σ22 diterima jika 0 < 0( 3)(4 ) atau

dengan kata lain data homogen. Data hasil pengujian homogenitas nilai pre test (lampiran C.8) dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut ini:

Tabel 3.5 Uji Homogenitas Pre-test

Kelas 67 = 8 − 9 9 67 :;< =>? :;< 67. =>? :;<

Eksperimen 33 0,0303 53,77 1,7305 57,1065

Kontrol 33 0,0303 58,13 1,7644 58,2252

∑ 66 0,0606 - - 115,3317

, 55,9492

A B , 1,75


(36)

0D-#E F 0,39

0G,HI( ) 3,84

Hipotesis pengujian homogenitas Bartlett ini berlaku JG: " = " . Dengan taraf nyata α, kita tolak hipotesis H0 jika 0 ≥ 0( 3)(4 ), dimana 0 ≥

0( 3)(4 ) didapat dari daftar distribusi Chi Kuadrat dengan Peluang (1-α) dan

dk = (k-1). Jika α = 0,05, dari daftar distribusi Chi Kuadrat (Lampiran E) dengan dk =1 didapat 0G,HI( ) = 3,84. Ternyata bahwa 0D-#E F < 0G,HI( ) yaitu 0,39 < 3,84 sehingga hipotesis JG: " = " diterima dalam taraf nyata 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa varians pre test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen.

Data hasil pengujian homogenitas N-Gain Procedural Knowledge (lampiran D.4) dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut ini:

Tabel 3.6 Uji Homogenitas N-Gain Procedural Knowledge Kelas 67 = 8 − 9 9 67 :;< =>? :;< 67. =>? :;<

Eksperimen 33 0,0303 0,054 -1,268 -41,844

Kontrol 33 0,0303 0,084 -1,076 -35,5080

∑ 66 0,0606 - - -77,3520

, 0,0690

A B , -1,16

C -76,260

0D-#E F 1,67

0G,HI( ) 3,84

Hipotesis pengujian homogenitas Bartlett ini berlaku JG: " = " . Dengan taraf nyata α, kita tolak hipotesis H0 jika 0 ≥ 0( 3)(4 ), dimana 0 ≥


(37)

73

dk = (k-1). Jika α = 0,05, dari daftar distribusi Chi Kuadrat (Lampiran E) dengan dk =1 didapat 0G,HI( ) = 3,84. Ternyata bahwa 0D-#E F < 0G,HI( ) yaitu 1,67 < 3,84 sehingga hipotesis JG: " = " diterima dalam taraf nyata 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa varians N-Gain Procedural Knowledge kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen dan data dapat diuji menggunakan statistik parametrik.

Data hasil pengujian homogenitas hasil belajar (lampiran D.9) dapat dilihat pada tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.7 Uji Homogenitas Hasil Belajar

Kelas 67 = 8 − 9 9 67 :;< =>? :;< 67. =>? :;<

Eksperimen 33 0,0303 0,054 -1,268 -41,844 Kontrol 33 0,0303 0,036 -1,4440 -47,6520

∑ 66 0,0606 - - -89,4960

, 0,0450

A B , -1,35

C -88,9020

0D-#E F 1,37

0G,HI( ) 3,84

Hipotesis pengujian homogenitas Bartlett ini berlaku JG: " = " . Dengan taraf nyata α, kita tolak hipotesis H0 jika 0 ≥ 0( 3)(4 ), dimana 0 ≥

0( 3)(4 ) didapat dari daftar distribusi Chi Kuadrat dengan Peluang (1-α) dan dk = (k-1). Jika α = 0,05, dari daftar distribusi Chi Kuadrat (Lampiran E) dengan dk =1 didapat 0G,HI( ) = 3,84. Ternyata bahwa 0D-#E F < 0G,HI( ) yaitu 1,37 < 3,84 sehingga hipotesis JG: " = " diterima dalam taraf nyata 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa varians hasil belajar kelompok eksperimen


(38)

dan kelompok kontrol adalah homogen dan data dapat diuji menggunakan statistik parametrik.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kondisi data apakah berdistribusi normal atau tidak. Kondisi data berdistribusi normal menjadi syarat untuk menguji hipotesis menggunakan statistik parametrik. Menurut Sugiyono (2011: 210) menyatakan bahwa:

Statistik parametris memerlukan terpenuhi banyak asumsi. Asumsi yang utama adalah data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal. Selanjutnya dalam penggunaan salah satu test mengharuskan data dua kelompok atau lebih yang diuji harus homogen, dalam regresi harus terpenuhi asumsi linieritas.

Uji normalitas distribusi bertujuan untuk menguji hipotesis berdistribusi normal atau tidak. Untuk uji normalitas dapat menggunakan aturan Sturges dengan memperhatikan tabel berikut ini:

Tabel 3.8 Tabel Persiapan Uji Normalitas

kelas Oi bk Z Tabel Z L Ei (Oi-Ei) (Oi-Ei)2 0 =(Oi-Ei)2/Ei

0 ℎ B=

(Sudjana, 2005: 293) 0 = ∑(LM NM)

NM (Sudjana, 2005: 293)

Keterangan:

0 = Chi kuadrat

Oi = Frekuensi nyata Ei = Frekuensi teoritik


(39)

75

Setelah didapatkan 0 ℎ B, dengan tingkat kepercayaan α dan dk= k – 3

selanjutnya didapatkan 0 (3)(4 O)= 0 PQRS. Kriteria pengujian adalah apabila 0 ℎ B < 0 PQRS maka data dinyatakan normal dan begitu juga sebaliknya. Kesimpulan dari uji normalitas adalah jika hasil uji normalitas data tidak berdistribusi normal, maka dapat dilakukan dengan pengujian non parametrik.

Data hasil uji normalitas data procedural knowledge (lampiran D.6), dapat dilihat pada Tabel 3.9 di bawah ini:

Tabel 3.9 Uji Normalitas Data Procedural Knowledge

Statistik

Pre Test Post Test N-Gain

Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol

T D-#E F 2,76 1,06 1,68 1,06 1,91 1,06

dk (7 – 3) = 4

α 0,05

T #UVWX 9,49

Syarat 0D-#E F< 0#UVWX atau 0D-#E F< 0G,HI(Y)

Kesimpulan Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Berdasarkan data dari Tabel 4.11, dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji chi-kuadrat (χ2), dengan menggunakan ketentuan bahwa, data berdistribusi normal bila memenuhi kriteria 0D-#E F < 0#UVWX dengan dk = (7 – 3) dan taraf nyata α sehingga kriteria menjadi 0D-#E F< 0G,HI(Y). Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa bahwa 1,91 < 9,49 dengan demikian maka data

procedural knowledge berdistribusi normal. Maka pengujian hipotesis dapat


(40)

Data hasil uji normalitas data hasil belajar (lampiran D.8), dapat dilihat pada Tabel 3.10 di bawah ini:

Tabel 3.10 Uji Normalitas Data Hasil Belajar

Statistik

Pre-Test Post-Test N-Gain

Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol

T D-#E F 1,95 2,88 1,68 2,88 1,68 2,88

dk (7 – 3) = 4

α 0,05

T #UVWX 9,49

Syarat 0D-#E F< 0#UVWX atau 0D-#E F< 0G,HI(Y)

Kesimpulan Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Berdasarkan data dari Tabel 3.10, dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji chi-kuadrat (χ2), dengan menggunakan ketentuan bahwa, data berdistribusi normal bila memenuhi kriteria 0D-#E F < 0#UVWX dengan dk = (7 – 3) dan taraf nyata α sehingga kriteria menjadi 0D-#E F< 0G,HI(Y). Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa bahwa 1,68 < 9,49 dengan demikian maka data hasil belajar berdistribusi normal. Sehingga pengujian hipotesis bisa dilanjutkan menggunakan statistik parametrik

3. Gain yang Dinormalisasi (N-Gain)

Menyatakan gain (peningkatan) dalam hasil proses pembelajaran tidaklah mudah, dengan menggunakan gain absolut (selisih antara skor pre test dan post

test) kurang dapat menjelaskan mana sebenarnya yang dikatakan gain tinggi dan


(41)

77

7 dan siswa yang memiliki gain 3 dari 7 ke 10 dari suatu soal dengan nilai maksimal 10. Gain absolut menyatakan bahwa kedua siswa memiliki gain yang sama. Secara logis seharusnya siswa kedua memiliki gain yang lebih tinggi dari siswa pertama. Hal ini karena usaha untuk meningkatkan dari 7 ke 10 akan lebih berat dari pada meningkatkan 4 ke 7.

Menyikapi kondisi bahwa siswa yang memiliki gain absolut sama, belum tentu memiliki N-gain hasil belajar yang sama. Hake (1998) mengembangkan sebuah alternatif untuk menjelaskan gain yang disebut gain ternormalisasi

(normalize gain).

Analisis gain yang dinormalisasi digunakan untuk mengetahui kriteria normalisasi gain yang dihasilkan. Kelebihan penggunaan model pembelajaran

direct instruction dan model pembelajaran konvensional terhadap peningkatan procedural knowledge dan peningkatan hasil belajar ditinjau berdasarkan

perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (N-Gain), antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Gain yang dinormalisasi (N-Gain) dapat dihitung dengan persamaan:

B =

+Z[\ +Z]^

+_`a\ +Z]^

(Richard R Hake, 1998: 66)

Di sini dijelaskan bahwa g adalah gain yang dinormalisasi (N-gain) dari kedua metode, Smaks adalah skor maksimum (ideal) dari tes awal dan tes akhir, Spost adalah skor tes akhir, sedangkan Spre adalah skor tes awal. Tinggi rendahnya gain yang dinormalisasi (N-gain) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) jika g


(42)

0,7, maka N-gain yang dihasilkan termasuk kategori tinggi; (2) jika 0,7 > g

0,3, maka N-gain yang dihasilkan termasuk kategori sedang, dan (3) jika g < 0,3, maka N-gain yang dihasilkan termasuk kategori rendah.

4. Uji Hipotesis Penelitian

Uji hipotesis yang dilakukan penelitian ini menggunakan statistik inferensial. Pada statistik inferensial ada dua kemungkinan penggunaan statistik, yaitu statistik parametrik dan non parametrik. Jika data yang akan dianalisis berdistribusi normal dan homogen, maka digunakan statistik parametrik dan jika datanya tidak berdistribusi normal atau tidak homogen, maka digunakan statistik non parametrik. Dalam penelitian ini, data yang didapat berdistribusi normal dan homogen, maka menggunakan statistik parametrik yaitu t-test.

Uji hipotesis penelitian didasarkan pada data peningkatan hasil belajar siswa. Menurut Sugiyono (2011: 273), untuk sampel independen (tidak berkorelasi) dengan jenis data interval menggunakan test. Untuk melakukan

t-test syaratnya data harus homogen dan normal. Berdasarkan pertimbangan dalam

memilih rumus t-test, yaitu bila n1 = n2, varians homogen (" = " ), maka

dapat digunakan rumus uji t-test dengan pooled varians, yaitu:

=

bcd bc

e(fdgd)hd i(f gd)h

fdi f g jfdd k f d l

(Sugiyono, 2011: 273)

Dengan derajat kebebasan (dk) = (n1+ n2) – 2


(43)

79

Tabel 3.11 Persiapan Uji t-test No.

Eksperimen (KBM dengan model pembelajaran direct instruction)

Kontrol

(KBM dengan model pembelajaran konvensional)

Pre-Test Post-Test Peningkatan Pre-Test Post-Test Peningkatan

1

a

x1 x1b N − nP

=xx p − x q rqst− x q

a

x1 x1b N − nP

=xx p − x q rqst− x q

N

na

x xnb N − nP

=xxup − xuq rqst− xuq

na

x xnb N − nP

=xxup − xuq rqst− xuq

= = = 2 1 1 1 s x n = = = 2 2 2 2 s x n Dimana:

x1a = Skor pre-test

x1b = Skor post-test

xmaks = Skor maksimum

n1 = Jumlah sampel pada kelas eksperimen

n2 = Jumlah sampel pada kelas kontrol

= Rata-rata N-Gain kelas eksperimen = Rata-rata N-Gain kelas kontrol , = Varians N-Gain kelas eksperimen , = Varians N-Gain kelas kontrol

Setelah melakukan perhitungan uji t, maka selanjutnya dibandingkan dengan nilai t table. Terima HA, jika thitung > ttabel pada taraf nyata α = (0,05)

dengan dk=n1+n2-2.

I. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Selain data kuantitatif yang perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Data yang yang didapatkan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi juga perlu diuji keabsahan datanya. Pengujian yang dilakukan menurut Sugiyono (2011: 366)


(44)

meliputi uji: “credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal),

dependability (reliabilitas) dan confirmability (obyektivitas)”.

Pengujian kredibilitas data menurut Sugiyono (2011:368) antara lain dilakukan dengan “perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan

member check.” Pada penelitian ini pengujian dilakukan dengan triangulasi dan member check. Triangulasi menurut Wiersma (Sugiyono, 2011:372) ialah: “it assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data, sources or multiple data collection procedures” Triangulasi dalam

pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara.

Transferability merupakan validitas eksternal data, sehingga berkenaan

dengan sejauh mana hasil penelitian bisa digeneralisasi (digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain). Prinsip transferability dalam penelitian dicapai (Sugiyono, 2011: 376) dengan “membuat laporan penelitian yang berisikan uraian yang rinci, jelas dan sistematis dan dapat dipercaya.” Dengan demikian pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian, sehingga bisa memutuskan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain. Untuk memenuhi kriteria

transferability peneliti membuat laporan penelitian yang sistematis berdasarkan

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2011. Prinsip dependability sama dengan reliabilitas, untuk pemenuhan kriteria dependability dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Cara untuk melakukan uji dependability menurut Sugiyono


(45)

81

(2011:377) adalah “dilakukan oleh pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.” Untuk memenuhi kriteria

dependability dalam penelitian ini, maka peneliti selalu mengkonsultasikan

kepada pembimbing setiap tahap perkembangan penelitian sehingga pembimbing dapat mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.

Pengujian konfirmability disebut juga dengan uji obyektivitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif apabila telah disepakati banyak orang. Pemenuhan kriteria konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Sugiyono (2011:378) menyatakan bahwa bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability. Rancangan pemenuhan kriteria

konfirmability dalam penelitian ini ialah dengan selalu menjungjung tinggi sikap

objektivitas semaksimal mungkin melalui penggunaan metode, dan teknik pengumpulan data yang tepat dan sesuai dengan kajian serta pendekatan dalam penelitian itu sendiri. Sehingga hasil penelitian yang didapatkan merupakan hasil dari proses yang dilakukan.


(46)

131

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Setelah melalui tahapan analisis dan pembahasan, penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan:

Pertama, langkah-langkah pembelajaran model direct instruction dalam meningkatkan procedural knowledge dan hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

Sintaks Penerapan Model Direct Instruction Tahap Pertama: Orientasi

Kegiatan Pembuka

1) Guru dan siswa berdo’a sebelum memulai kegiatan pembelajaran. 2) Guru mengecek kehadiran siswa.

3) Guru membuka pelajaran sambil memberikan apersepsi kepada siswa: 4) Guru menyampaikan tema materi pelajaran yang akan dipelajari. 5) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

6) Guru memberikan petunjuk mengenai prosedur pembelajaran.

Tahap Kedua: Presentasi

Kegiatan Inti

1) Guru menyampaikan materi pelajaran, siswa menjelaskan kembali materi pelajaran yang diajarkan guru.

2) Guru memberikan representasi visual (demonstrasi) atas materi yang diberikan. 3) Guru memastikan pemahaman siswa mengenai materi pelajaran lewat tanya jawab.

Tahap Ketiga: Praktik yang Terstruktur

1) Siswa menyiapkan alat dan bahan praktikum sesuai dengan pedoman praktik 2) Siswa mempraktikkan apa yang dicontohkan oleh guru.

3) Siswa merespon pertanyaan yang diberikan guru.

4) Siswa melakukan praktik terstruktur berdasarkan pedoman praktik terstruktur.

5) Guru memberikan koreksi terhadap kesalahan siswa sewaktu melakukan praktik terstruktur dan memperkuat prosedur praktik terstruktur yang telah benar.

Tahap Keempat: Praktik di Bawah Bimbingan Guru

1) Siswa melakukan praktik sesuai dengan pedoman praktik dan di bawah bimbingan Guru 2) Guru mengamati praktik yang dilakukan siswa dan mencatatnya dalam lembar observasi 3) Kemudian guru memberikan koreksi terhadap kesalahan siswa sewaktu melakukan


(47)

132

guru yang telah benar.

4) Di akhir praktik, berdasarkan catatan lembar observasi guru memberitahukan kemajuan masing-masing siswa dan menentukan tahapan praktik siswa selanjutnya: praktik mandiri atau harus mengulang praktik di bawah bimbingan.

Tahap Kelima: Praktik Mandiri

1) Siswa melakukan praktik secara mandiri

2) Guru menunda respon balik dan memberikannya di akhir rangkaian praktik

3) Praktik mandiri dilakukan dengan waktu yang lebih banyak dari praktik terstruktur dan praktik di bawah bimbingan guru

4) Siswa membersihkan dan membereskan alat dan tempat praktik, serta menyimpan kembali alat pada tempatnya

Kegiatan Penutup

5) Di akhir praktik, guru memberikan gambaran secara umum dan berdiskusi dengan siswa mengenai mengenai kegiatan praktik yang sudah dilaksanakan siswa.

6) Guru mengecek ulang kehadiran siswa.

7) Guru dan siswa berdoa bersama untuk mengakhiri praktik.

8) Guru sebagai asesor, dan penanggungjawab seluruh program pembelajaran, mengamati, mengevaluasi hasil belajar, mengevaluasi proses dan program pembelajaran.

Kedua, interaksi-interaksi yang terjadi antara guru dengan murid selama proses belajar menggunakan model direct instruction ini adalah sebagai berikut:

Tahapan model direct instruction

Peran dalam interaksi belajar

Guru siswa

1. Orientasi Mengecek kehadiran; motivator belajar; mempersiapkan siswa menerima materi pelajaran

Dicek kehadirannya; menerima motivasi dari guru; menyiapkan diri menerima materi pelajaran.

2. Presentasi Menjelaskan materi pelajaran; fasilitator belajar siswa.

Mempelajari materi pelajaran dengan difasilitasi guru.

3. Praktek terstruktur

Memandu siswa melakukan praktik; motivator siswa melalui penguatan.

Melakukan praktik secara sungguh-sungguh dengan mengikuti panduan guru dan pedoman praktik

4. Praktek di bawah bimbingan guru

Membimbing praktik siswa melalui koreksi dan respon balik; motivator siswa melalui penguatan

Mealkukan praktik secara sungguh-sungguh berdasarkan pedoman praktik dan memperhatikan koreksi guru

5. Praktek mandiri

Mengamati praktek; sebagai asesor siswa; penanggung jawab seluruh program pembelajaran

Diamati dan dievaluasi oleh guru

Ketiga, agar model direct instruction dapat diterapkan dengan baik, memerlukan prasyarat-prasyarat penerapan yang harus dipenuhi yaitu: (1) komitmen guru untuk terus konsisten dan profesional pada saat melaksanakan


(48)

proses pembalajaran, terutama pembelajaran praktik. (2) Sarana praktik yang sesuai dengan standar sarana prasarana (PP19/2005). (3) Perkembangan kompetensi siswa yang terus diamati melalui lembar observasi kinerja.

Keempat, guru dan siswa memandang penerapan model direct instruction secara positif (baik).

B. Implikasi

1. Bagi siswa, model direct instruction ini membuat siswa dapat lebih efektif dalam melaksanakan pembelajaran praktik.

2. Bagi guru, menerapkan model direct instruction merupakan tantangan dan wahana untuk menunjukan kinerja sebagai guru yang profesional. Karena dalam menerapkan model direct instruction guru berperan sebagai motivator, fasilitator, pemandu, pembimbing, asesor dan penanggung jawab seluruh program pembelajaran, mengamati, mengevaluasi hasil, proses & program pembelajaran.

3. Bagi sekolah, model direct instruction ini merupakan model alternatif yang dapat membantu sekolah mengembangkan pembelajaran untuk menghasilkan siswa-siswa yang kompeten.

C. Rekomendasi

1. Bagi guru mata pelajaran produktif, model direct instruction dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran alternatif untuk mata pelajaran produktif yang bersifat pembelajaran praktikum.


(49)

134

2. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dikembangkan lebih jauh bagaimana penerapan model direct instruction untuk sekolah-sekolah yang masih belum memenuhi standar sarana dan prasarananya, juga perlu dikembangkan lebih jauh agar lebih efisien dalam pelaksanaan pembelajarannya.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. dan Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning,

Teaching, and Asessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. A Bridged Edition. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Creswell, J.W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan

Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gall D. Meredith, Gall P. Joyce, dan Borg R. Walter. (2003). Educational

Research an Introduction (7thed.). Boston: Allyn and Bacon.

Hake, R. R. (1999).Analyzing Change/Gain Scores.[online] Tersedia: http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&P=R6855. [10 oktober 2010].

Hamalik, O. (2009). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Havemann, S. (2005). Managing Procedural Knowledge. Institut of Computer

Graphics [Online]. Tersedia:

http://v3d2.tu- bs.de/V3D2/pubs.collection/ModNav3D/procedural-knowledge-iknow-2005-final.pdf

Hiro, S. (2008). Studi Perbandingan Hasil Belajar Siswa yang Diajar dengan

Model Pembelajaran Langsung dengan Model Pembelajaran Konvensional pada Pokok Bahasan Sistem Pencernaan pada Manusia Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Bau-Bau. [Online]. http://www.unidayan.ac.id/print.php?id=20080506141706424&tipe=journ al [26 Maret 2011)

Izzah, Ledil. (2009). Penerapan Startegi Direct Instruction dalam Pembelajaran Fiqh. Tesis Magister pada IAIN Sunan Ampel Surabaya: tidak diterbitkan. Joice, B. dan Weil, M (2009). Models of Teaching (Model-model Pembelajaran).


(1)

131

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Setelah melalui tahapan analisis dan pembahasan, penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan:

Pertama, langkah-langkah pembelajaran model direct instruction dalam

meningkatkan procedural knowledge dan hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

Sintaks Penerapan Model Direct Instruction Tahap Pertama: Orientasi

Kegiatan Pembuka

1) Guru dan siswa berdo’a sebelum memulai kegiatan pembelajaran. 2) Guru mengecek kehadiran siswa.

3) Guru membuka pelajaran sambil memberikan apersepsi kepada siswa: 4) Guru menyampaikan tema materi pelajaran yang akan dipelajari. 5) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

6) Guru memberikan petunjuk mengenai prosedur pembelajaran.

Tahap Kedua: Presentasi Kegiatan Inti

1) Guru menyampaikan materi pelajaran, siswa menjelaskan kembali materi pelajaran yang diajarkan guru.

2) Guru memberikan representasi visual (demonstrasi) atas materi yang diberikan. 3) Guru memastikan pemahaman siswa mengenai materi pelajaran lewat tanya jawab.

Tahap Ketiga: Praktik yang Terstruktur

1) Siswa menyiapkan alat dan bahan praktikum sesuai dengan pedoman praktik 2) Siswa mempraktikkan apa yang dicontohkan oleh guru.

3) Siswa merespon pertanyaan yang diberikan guru.

4) Siswa melakukan praktik terstruktur berdasarkan pedoman praktik terstruktur.

5) Guru memberikan koreksi terhadap kesalahan siswa sewaktu melakukan praktik terstruktur dan memperkuat prosedur praktik terstruktur yang telah benar.

Tahap Keempat: Praktik di Bawah Bimbingan Guru

1) Siswa melakukan praktik sesuai dengan pedoman praktik dan di bawah bimbingan Guru 2) Guru mengamati praktik yang dilakukan siswa dan mencatatnya dalam lembar observasi 3) Kemudian guru memberikan koreksi terhadap kesalahan siswa sewaktu melakukan


(2)

guru yang telah benar.

4) Di akhir praktik, berdasarkan catatan lembar observasi guru memberitahukan kemajuan masing-masing siswa dan menentukan tahapan praktik siswa selanjutnya: praktik mandiri atau harus mengulang praktik di bawah bimbingan.

Tahap Kelima: Praktik Mandiri

1) Siswa melakukan praktik secara mandiri

2) Guru menunda respon balik dan memberikannya di akhir rangkaian praktik

3) Praktik mandiri dilakukan dengan waktu yang lebih banyak dari praktik terstruktur dan praktik di bawah bimbingan guru

4) Siswa membersihkan dan membereskan alat dan tempat praktik, serta menyimpan kembali alat pada tempatnya

Kegiatan Penutup

5) Di akhir praktik, guru memberikan gambaran secara umum dan berdiskusi dengan siswa mengenai mengenai kegiatan praktik yang sudah dilaksanakan siswa.

6) Guru mengecek ulang kehadiran siswa.

7) Guru dan siswa berdoa bersama untuk mengakhiri praktik.

8) Guru sebagai asesor, dan penanggungjawab seluruh program pembelajaran, mengamati, mengevaluasi hasil belajar, mengevaluasi proses dan program pembelajaran.

Kedua, interaksi-interaksi yang terjadi antara guru dengan murid selama

proses belajar menggunakan model direct instruction ini adalah sebagai berikut: Tahapan model

direct instruction

Peran dalam interaksi belajar

Guru siswa

1. Orientasi Mengecek kehadiran; motivator belajar; mempersiapkan siswa menerima materi pelajaran

Dicek kehadirannya; menerima motivasi dari guru; menyiapkan diri menerima materi pelajaran.

2. Presentasi Menjelaskan materi pelajaran; fasilitator belajar siswa.

Mempelajari materi pelajaran dengan difasilitasi guru.

3. Praktek terstruktur

Memandu siswa melakukan praktik; motivator siswa melalui penguatan.

Melakukan praktik secara sungguh-sungguh dengan mengikuti panduan guru dan pedoman praktik

4. Praktek di bawah bimbingan guru

Membimbing praktik siswa melalui koreksi dan respon balik; motivator siswa melalui penguatan

Mealkukan praktik secara sungguh-sungguh berdasarkan pedoman praktik dan memperhatikan koreksi guru 5. Praktek

mandiri

Mengamati praktek; sebagai asesor siswa; penanggung jawab seluruh program pembelajaran

Diamati dan dievaluasi oleh guru

Ketiga, agar model direct instruction dapat diterapkan dengan baik,

memerlukan prasyarat-prasyarat penerapan yang harus dipenuhi yaitu: (1) komitmen guru untuk terus konsisten dan profesional pada saat melaksanakan


(3)

proses pembalajaran, terutama pembelajaran praktik. (2) Sarana praktik yang sesuai dengan standar sarana prasarana (PP19/2005). (3) Perkembangan kompetensi siswa yang terus diamati melalui lembar observasi kinerja.

Keempat, guru dan siswa memandang penerapan model direct instruction

secara positif (baik).

B. Implikasi

1. Bagi siswa, model direct instruction ini membuat siswa dapat lebih efektif dalam melaksanakan pembelajaran praktik.

2. Bagi guru, menerapkan model direct instruction merupakan tantangan dan wahana untuk menunjukan kinerja sebagai guru yang profesional. Karena dalam menerapkan model direct instruction guru berperan sebagai motivator, fasilitator, pemandu, pembimbing, asesor dan penanggung jawab seluruh program pembelajaran, mengamati, mengevaluasi hasil, proses & program pembelajaran.

3. Bagi sekolah, model direct instruction ini merupakan model alternatif yang dapat membantu sekolah mengembangkan pembelajaran untuk menghasilkan siswa-siswa yang kompeten.

C. Rekomendasi

1. Bagi guru mata pelajaran produktif, model direct instruction dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran alternatif untuk mata pelajaran produktif yang bersifat pembelajaran praktikum.


(4)

2. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dikembangkan lebih jauh bagaimana penerapan model direct instruction untuk sekolah-sekolah yang masih belum memenuhi standar sarana dan prasarananya, juga perlu dikembangkan lebih jauh agar lebih efisien dalam pelaksanaan pembelajarannya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. dan Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning,

Teaching, and Asessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. A Bridged Edition. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Creswell, J.W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan

Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gall D. Meredith, Gall P. Joyce, dan Borg R. Walter. (2003). Educational

Research an Introduction (7thed.). Boston: Allyn and Bacon.

Hake, R. R. (1999).Analyzing Change/Gain Scores.[online] Tersedia: http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&P=R6855. [10 oktober 2010].

Hamalik, O. (2009). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Havemann, S. (2005). Managing Procedural Knowledge. Institut of Computer Graphics [Online]. Tersedia: http://v3d2.tu- bs.de/V3D2/pubs.collection/ModNav3D/procedural-knowledge-iknow-2005-final.pdf

Hiro, S. (2008). Studi Perbandingan Hasil Belajar Siswa yang Diajar dengan

Model Pembelajaran Langsung dengan Model Pembelajaran Konvensional pada Pokok Bahasan Sistem Pencernaan pada Manusia Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Bau-Bau. [Online]. http://www.unidayan.ac.id/print.php?id=20080506141706424&tipe=journ al [26 Maret 2011)

Izzah, Ledil. (2009). Penerapan Startegi Direct Instruction dalam Pembelajaran Fiqh. Tesis Magister pada IAIN Sunan Ampel Surabaya: tidak diterbitkan. Joice, B. dan Weil, M (2009). Models of Teaching (Model-model Pembelajaran).


(6)

Jong, T.D. (1997) Types and Qualities of Knowledge. Dalam Educational

Phsycologist [Online] no 31-2, 7 halaman. Tersedia: http://doc.utwente.nl/26717/1/types.pdf [24 Maret 2011]

Martawijaya, D.H. (2010) PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN

TEACHING FACTORY 6 LANGKAH(MODEL TF-6M) UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI SISWA DALAM MATA PELAJARAN PRODUKTIF SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN. Disertasi Doktor

pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Rachanah, N. (2010). .Pengenbangan Model Pembelajaran Berorientasi

Kontrustivistik untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Akutansi di SMA [Online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/file/Nanih_Rachanah.pdf

[25 Maret 2011]

Sow Lai, Kong. (2006). “The Effect Of Constructivist-Strategies And Direct

Instruction Using Multimedia On Achievment Among Learners With Different Psychological Profiles” Tesis Magister pada Universiti Sains

Malaysia: tidak diterbitkan.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika . Bandung: Tarsito

Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Tim Penyusun. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas

---. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

---. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN).

---. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD).


Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran direct instruction untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep termokimia

0 2 18

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)

0 8 204

Penerapan Model Pembelajaran Direct Instruction Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Termokimia

0 3 18

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DRIBBLING DALAM PERMAINAN SEPAK BOLA PADA SISWA KELAS X SMA HARAPAN 3 MEDAN TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 2 21

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION PADA MATERI METODE PENGGORENGAN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI TPHP SMK NEGERI 1 BERASTAGI TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 2 27

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION DENGAN MACROMEDIA FLASH UNTUK PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI ROTASI DAN REVOLUSI BUMI Penerapan Model Pembelajaran Direct Instruction Dengan Macromedia Flash Untuk Peningkata

0 0 18

Penerapan Model Pembelajaran Inquiry untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMK.

0 2 11

PERBANDINGAN PARTISIPASI SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION DENGAN INDIRECT INSTRUCTION DALAM PEMBELAJARAN SENAM.

0 5 45

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PEWARISAN SIFAT MELALUI PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION DI SMP

0 0 10

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL DIRECT INSTRUCTION BERBANTUAN MEDIA BAGAN GARIS WAKTU

0 0 8