Uji efek dan perbandingan daya anti-inflamasi jamu Ngeres Linu Ny. Meneer dan jamu Pegal Linu Iboe pada mencit jantan dengan metode Langford dkk yang dimodifikasi.
INTISARI
Jamu pegal linu telah dikenal sebagai pengobatan alternatif oleh masyarakat Indonesia untuk menyembuhkan pegel-pegel dan linu seluruh tubuh. Pegal linu merupakan salah satu gejala terjadinya inflamasi. Sehingga jamu Ngeres Linu® Ny. Meneerdan jamu Pegel Linu® Iboe diharapkan memiliki daya anti-inflamasi
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan adalah metode Langford yang telah dimodifikasi, yaitu induksi udema pada kaki hewan uji dengan karagenin 1 % sublantar dengan hewan uji mencit jantan, galur Swiss, umur 2,0 – 3,0 bulan dengan berat badan 20 -30 g. Mencit dibagi menjadi 8 kelompok secara acak, dua kelompok yaitu kelompok I ( kontrol negatif ) hanya diberi aquadest secara per oral, kelompok II ( kontrol positif ) diberi natrium diklofenak dengan dosis 11,95 mg/kg BB secara per oral. Kelompok III, IV, V, VI, VII, VIII diberi produk jamu pegel linu dengan 3 peringkat dosis (637 mg/kg BB, 1274 mg/kg BB, 2548 mg/kg BB). Kelompok III, IV, V diberi sediaan jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer sedangkan kelompok VI, VII, VIII diberi sediaan Jamu Pegel Linu® Iboe. Perlakuan per oral dilakukan 45 menit sebelum disuntikkan karagenin 1%. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis varian (Anova) 1 arah taraf kepercayaan 95 %. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada kelompok perlakuan. Analisis dilanjutkan dengan uji SCHEFE untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak bermakna
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer dan jamu Pegel Linu Iboe memiliki efek anti-inflamasi. Jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer dosis 637 mg/kg BB, 1274 mg/kg BB, dan 2548 mg/kg BB memiliki persentase daya anti-inflamasi berturut-turut sebesar 39,55 %; 29,67 %; dan 12,23 %. Jamu Pegel Linu® Iboe dosis 637 mg/Kg BB, 1274 mg/kg BB, dan 2548 mg/kg BB memiliki persentase daya anti-inflamasi berturut-turut sebesar 19,26 %; 28,74 %; dan 23,65 %.
Kata kunci: Jamu pegel linu, anti-inflamasi, metode Langford yang dimodifikasi.
(2)
ABSTRACT
Jamu pegal linu has known as an alternative medicinal treatment for Indonesian people to cure ”pegal” and ”linu”. Pegal linu is symptom of inflamation. Because of that, jamu Ngeres Linu® Ny. Meneerdan jamu Pegel Linu® Iboe should have anti-inflammation effect.
This research is pure experimental research by one way complete random design. The experiment method which used was oedema inductional method to the left underside of the experiment animals foot-sole with 1 % carrageenan. The experiment animals were mice of Swiss strain, in the age of 2-3 months and their weight were 20-30 grams. The experiment animals were divided into 8 groups, each consists of 6 experiment animals. Group 1 was aquadest negative control, group 2 was sodium diclofenac positive control, group 3 until group 5 was jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer treatment which orally given in the dose of 637; 1274; 2548 mg/kg BB, group 6 until group 8 was jamu Pegel Linu® Iboe treatment which orally given in the dose of 637; 1274; 2548 mg/kg BW. The orally treatment was given 45 minute before suplantarly injected by 1 % carrageenan on the left hind paws. Then, four hours later those mice were killed and its two legs were cut at torsocrural joint. Data obtained were data of weight of mice paw used to calculate the percentage of anti inflammatory effect according to Langford’s method. The data were analized statistically using Kolmogorov-Smirnov and then one way Anova and Scheffe test.
The result of the analysis shows that jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer and Jamu Pegel Linu® Iboe has anti-inflammation effect. Anti inflammatory effect of Jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer on the dose 637; 1274; and 2548 mg/Kg BW are 39,55 %; 29,67 %; and 12,23 %. Anti inflammatory effect of Jamu Pegel Linu® Iboe on the dose 637 ; 1274 ; and 2548 mg/Kg BW are 19,26 %; 28,74 %; and 23,65 %.
Key words : jamu pegel linu, anti-inflammatory, modificated langford method
(3)
UJI EFEK DAN PERBANDINGAN DAYA ANTI-INFLAMASI
PRODUK JAMU NGERES LINU
®NY. MENEER
DAN JAMU
PEGEL LINU
®IBOE
PADA MENCIT JANTAN DENGAN
METODE LANGFORD dkk. YANG DIMODIFIKASI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
B. Gallaeh Rama Erga Satria NIM : 038114114
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
(4)
slapsi B6iudul
UJT
EFEK DAN PERBANIIINGAII DAYA ANTI-II{IT-AMASI
PRODI]K JAMU NGERDS Lll{U6 NY.ITfiNEER DAN JAMU
PEGf,L Ln{UOBOEPADA MENCIT JAI\ITAI\I DENCAN
METODE LANCFORD dKK YA}'G DIMODIFIK.IIII
B- Crlla.h Pe8 B.ga SaEia NIM r038114114
(5)
P€.geen8n Stripsi Bdjudut
UJI EFf,I' T'AI{ PERE IIDTNGAN I'AYA ANI'I-IMI,AMASI PRODIJ( JAMU NCERES LINU. NY. Mf,NEER DAN JAMU PEGEL I,INUO TBOE
PADA MENC|T JANTAN DENGAN METODE I,ANGTOID dIL YANG DTMODFIT(ASI
Old!:
B. C.tlch Rm ErgE $llia N I M : 0 3 8 1 1 4 1 1 4
Diperrstanld di hda{a Psil'a }cisrlji SkrjFi Fatalirs r.Ir6i
Ud$irae S.Dr. Dh.m hda taneg.l : 6 Agljstus 2007
Yosf $ijot!, M. si., Att
L YoFf Wijoyo, M.Si. Apt 2. D6. Mult@, apt
(6)
(7)
(8)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Sar! n€.t?rrkm ddCan esuggunny4 bahwa skipsi yeg eva nrlis ini tidat D€nuat l€rtE qiN baciD karyo ong ldin. l4uoli vdg telah disebllko dalm kutipan db dalt{ puslala ebqsainda lai?kny5 kary. ilniah.
YogJrkan4 Aclstu 2007
(9)
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Efek dan Perbandingan Daya Anti-Inflamasi Produk Jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer dan Produk Jamu Pegel Linu® Iboe pada Mencit Jantan dengan Metode Langford dkk. yang Dimodifikasi”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu.
Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan berupa bimbingan, dorongan, sarana, maupun finansial dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt, selaku Dosen Pembimbing Utama atas bimbingan, pengarahan, waktu, dan dukungannya selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Mulyono, Apt selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik,dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
(10)
5. Papa yang terlebih dahulu telah menikmati indah dan damainya surga dan mama yang selalu menemani dan memberi dukungan baik material maupun doa sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
6. Mas Laga, mbak Watik dan Nadja yang selalu memberi dukungan dan bimbingan.
7. Laboran dan karyawan laboratorium lantai dua, Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, dan Mas Yuwono. Terima kasih atas kerja sama, bantuan, dan waktu yang telah diberikan kepada kami dalam proses pengambilan data yang diperlukan dalam skripsi ini.
8. Paulus Surya Dwi Ariatma dan Anggara Eka Nugraha yang tergabung bersama penulis dalam Tim PKM yang kami sebut de’Boejang Linoe. Terima kasih untuk semua tawa canda, sindiran, dan kritikan yang semakin menguatkan penulis untuk menyelesaikan karya ini. Waktu pasti akan terus berlalu tapi sahabat takkan pernah berlalu.
9. Pom-pom boys kelas C angkatan 2003 (Toto Yank) : Shinta Dian, Icha, Rini, Tirza, Henny, Eva, Doni, Yuda, Hermanto, Angga, Surya, Willy, Rinto, dan Ariyanto. Terima kasih atas semua kegilaan, sindiran, keceriaan dan tawa canda yang telah menjadi warna yang mengindahkan hidupku.
10.Katarina Ratih Triuntari, terima kasih atas semua doa, dukungan dan pembelajaran yang menjadi semangat yang menguatkan penulis dalam menyelesaikan karya ini.
(11)
11.Sahabat – sahabat kelas C angkatan 2003 yang biasa kami sebut
Che_Mistry’03. Sebuah perjalanan panjang yang menuntut segala keringat dan air mata telah kita lalui. Hingga sebuah akhir namun semua akan membekas dan terus tergores disana.
12.Teman-teman angkatan 2003 dan rekan-rekan seperjuangan di laboratorium lantai dua Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas semua kebersamaan dalam suka maupun duka.
13.Mbak Ina yang telah bersedia memberikan sumbangan natrium diklofenak yang digunakan sebagai kontrol positif dalam penelitian ini.
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan untuk penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian penyusun berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 4
C. Manfaat Penelitian ... 4
D. Keaslian Penelitian ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA ... 6
A. Obat Tradisional/jamu ... 6
B. Jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer ... 9
C. Jamu Pegel Linu® Iboe ... 11
D. Inflamasi ... 13
E. Obat Anti-inflamasi ... 19
F. Diklofenak ... 21
G. Metode Pengujian Aktifitas Anti-Inflamasi ... 23
(13)
H. Landasan Teori ... 27
I. Hipotesis ... 29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 30
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30
B. Metode Uji Daya Anti – Inflamasi ... 30
C. Variabel Penelitian ... 30
D. Definisi Operasional ... 31
1. Jamu Pegal Linu ... 31
2. Uji Daya Anti-Inflamasi ... 32
E. Subyek dan Bahan Penelitian ... 32
1. Subyek Uji ... 32
2. Bahan Penelitian ... 32
F. Alat Penelitian ... 33
G. Tata Cara Penelitian ... 33
1. Penyiapan Bahan Uji ... 33
2. Orientasi dan Penetapan Dosis ... 35
3. Perlakuan pada Hewan Uji ... 38
4. Perhitungan Respon Daya Anti-Inflamasi ... 40
5. Perhitungan Potensi Relatif Daya Anti-Inflamasi ... 40
H. Tata Cara Analisis Hasil ... 40
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Survei Produk Jamu Pegal Linu ... 41
B. Hasil Orientasi Percobaan ... 41
1. Orientasi selang waktu pemotongan kaki ... 42
2. Orientasi dosis efektifnatrium diklofenak ... 45
3. Orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak ... 47
C. Pengujian Efek dan Perbandingan Anti-Inflamasi ... 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
A. Kesimpulan ... 63
(14)
B. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN ... 68
(15)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I. Tabel perbandingan komposisi jamu pegal linu
……….. 12
Tabel II. Rangkuman rata – rata bobot udema beserta hasil uji SCHEFFE pada orientasi selang waktu pemotongan kaki
………. 44 Tabel III. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat karagenin dalam
berbagai variasi selang waktu pemberian natrium
diklofenak ………... 48
Tabel IV. Rangkuman bobot udema rata-rata beserta hasil uji SCHEFFE pada orientasi selang waktu pemberian natrium
diklofenak ………...… 49
Tabel V. Rangkuman rata-rata bobot udema beserta persen daya anti-inflamasi dan hasil uji SCHEFFE
... 55
(16)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Patogenesis dan gejala suatu peradangan... 16
Gambar 2. Mekanisme inflamasi……….. 18
Gambar 3. Struktur diklofenak………. 21
Gambar 4. Grafik bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin
secara subplantar pada rentang waktu tertentu………….. 43 Gambar 5. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit akibat
karagenin setelah pemberian berbagai variasi dosis
natrium diklofenak……….…… 46
Gambar 6. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit akibat karagenin dalam berbagai variasi selang waktu
pemberian natrium diklofenak………... 48 Gambar 7. Diagram batang rata-rata bobot udema dan persen daya
anti-inflamasi pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan……… 54 Gambar 8. Grafik potensi relatif kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan jamu pegal linu dibandingkan dengan natrium
diklofenak…... 59
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto produk jamu Ngeres Linu Ny. Meneer... 68 Lampiran 2. Foto produk jamu Pegel Linu Iboe ... 68 Lampiran 3. Sertifikat analisis natrium diklofenak... 69 Lampiran 4. Skema kerja orientasi selang waktu pemotongan
kaki mencit setelah injeksi karagenin karagenin 1% ... 70 Lampiran 5. Orientasi waktu pemotongan kaki setelah injeksi
karagenin 1% ... 71 Lampiran 6. Skema kerja orientasi dosis natrium diklofenak... 74 Lampiran 7. Orientasi dosis natrium diklofenak... 75 Lampiran 8. Skema orientasi selang waktu pemberian natrium
diklofenak... 77 Lampiran 9. Orientasi selang waktu pemberian natrium
diklofenak... 78 Lampiran 10. Skema kerja perlakuan hewan uji... 81 Lampiran 11. Hasil dan analisis bobot udema kaki mencit akibat
pemberian produk jamu pegel linu ... 82 Lampiran 12. Contoh perhitungan persentase efek anti-inflamasi... 82 Lampiran 13. Hasil perhitungan dan analisis hasil persentase
(%) daya anti-inflamasi pemberian jamu pegal linu ... 83 Lampiran 14. Hasil perhitungan potensi relatif daya
anti-inflamasi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan jamu pegal linu terhadap natrium
diklofenak ... 88
(18)
INTISARI
Jamu pegal linu telah dikenal sebagai pengobatan alternatif oleh masyarakat Indonesia untuk menyembuhkan pegel-pegel dan linu seluruh tubuh. Pegal linu merupakan salah satu gejala terjadinya inflamasi. Sehingga jamu Ngeres Linu® Ny. Meneerdan jamu Pegel Linu® Iboe diharapkan memiliki daya anti-inflamasi
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan adalah metode Langford yang telah dimodifikasi, yaitu induksi udema pada kaki hewan uji dengan karagenin 1 % sublantar dengan hewan uji mencit jantan, galur Swiss, umur 2,0 – 3,0 bulan dengan berat badan 20 -30 g. Mencit dibagi menjadi 8 kelompok secara acak, dua kelompok yaitu kelompok I ( kontrol negatif ) hanya diberi aquadest secara per oral, kelompok II ( kontrol positif ) diberi natrium diklofenak dengan dosis 11,95 mg/kg BB secara per oral. Kelompok III, IV, V, VI, VII, VIII diberi produk jamu pegel linu dengan 3 peringkat dosis (637 mg/kg BB, 1274 mg/kg BB, 2548 mg/kg BB). Kelompok III, IV, V diberi sediaan jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer sedangkan kelompok VI, VII, VIII diberi sediaan Jamu Pegel Linu® Iboe. Perlakuan per oral dilakukan 45 menit sebelum disuntikkan karagenin 1%. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis varian (Anova) 1 arah taraf kepercayaan 95 %. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada kelompok perlakuan. Analisis dilanjutkan dengan uji SCHEFE untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak bermakna
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer dan jamu Pegel Linu Iboe memiliki efek anti-inflamasi. Jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer dosis 637 mg/kg BB, 1274 mg/kg BB, dan 2548 mg/kg BB memiliki persentase daya anti-inflamasi berturut-turut sebesar 39,55 %; 29,67 %; dan 12,23 %. Jamu Pegel Linu® Iboe dosis 637 mg/Kg BB, 1274 mg/kg BB, dan 2548 mg/kg BB memiliki persentase daya anti-inflamasi berturut-turut sebesar 19,26 %; 28,74 %; dan 23,65 %.
Kata kunci: Jamu pegel linu, anti-inflamasi, metode Langford yang dimodifikasi.
(19)
ABSTRACT
Jamu pegal linu has known as an alternative medicinal treatment for Indonesian people to cure ”pegal” and ”linu”. Pegal linu is symptom of inflamation. Because of that, jamu Ngeres Linu® Ny. Meneerdan jamu Pegel Linu® Iboe should have anti-inflammation effect.
This research is pure experimental research by one way complete random design. The experiment method which used was oedema inductional method to the left underside of the experiment animals foot-sole with 1 % carrageenan. The experiment animals were mice of Swiss strain, in the age of 2-3 months and their weight were 20-30 grams. The experiment animals were divided into 8 groups, each consists of 6 experiment animals. Group 1 was aquadest negative control, group 2 was sodium diclofenac positive control, group 3 until group 5 was jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer treatment which orally given in the dose of 637; 1274; 2548 mg/kg BB, group 6 until group 8 was jamu Pegel Linu® Iboe treatment which orally given in the dose of 637; 1274; 2548 mg/kg BW. The orally treatment was given 45 minute before suplantarly injected by 1 % carrageenan on the left hind paws. Then, four hours later those mice were killed and its two legs were cut at torsocrural joint. Data obtained were data of weight of mice paw used to calculate the percentage of anti inflammatory effect according to Langford’s method. The data were analized statistically using Kolmogorov-Smirnov and then one way Anova and Scheffe test.
The result of the analysis shows that jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer and Jamu Pegel Linu® Iboe has anti-inflammation effect. Anti inflammatory effect of Jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer on the dose 637; 1274; and 2548 mg/Kg BW are 39,55 %; 29,67 %; and 12,23 %. Anti inflammatory effect of Jamu Pegel Linu® Iboe on the dose 637 ; 1274 ; and 2548 mg/Kg BW are 19,26 %; 28,74 %; and 23,65 %.
Key words : jamu pegel linu, anti-inflammatory, modificated langford method
(20)
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Obat tradisional merupakan salah satu warisan budaya yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Sejak dahulu obat tradisional telah digunakan untuk menyembuhkan penyakit maupun untuk menjaga kesehatan. Dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan didukung pula oleh kondisi pengobatan modern yang jauh lebih banyak memakan biaya, maka sebagian besar masyarakat Indonesia mulai beralih untuk menggunakan obat tradisional. Kondisi tersebut ditanggapi secara positif oleh para produsen obat tradisional dengan memproduksi obat tradisional yang lebih mudah digunakan dan lebih berkualitas.
Jamu merupakan salah satu bentuk obat tradisional. Bagi masyarakat jawa, jamu adalah sebutan bagi obat – obatan yang berasal dari bahan alam terutama tumbuhan yang tidak mengandung bahan kimia murni. Dengan perkembangan teknologi dan adanya tuntutan akan kepraktisan penggunaan, maka bentuk jamu juga mengalami pergeseran. Jamu dalam bentuk ’godogan’ dan ’perasan’ sudah mulai ditinggalkan dan beralih ke bentuk serbuk maupun cair yang lebih mudah dan praktis untuk dikonsumsi.
Semakin bertambah banyaknya produsen jamu yang memproduksi jamu dengan efek terapi yang sama tentu tidak terlepas dari persaingan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat, disamping untuk memperoleh
(21)
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan yang bersangkutan. Hal ini dapat juga menjadi suatu keuntungan sekaligus suatu kerugian bagi masyarakat. Dengan semakin banyaknya produk sejenis dalam berbagai merk, masyarakat akan mempunyai banyak pilihan. Akan tetapi produk-produk tersebut belum tentu memberikan efektivitas terapi yang sama.
Salah satu produk jamu yang paling banyak diminati di pasaran adalah jamu pegal linu. Jamu pegal linu diproduksi dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang berkhasiat antara lain sebagai obat pegal linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan menghilangkan sakit seluruh badan.
Inflamasi atau peradangan saat ini telah menjadi masalah utama penanganan sakit di masyarakat. Karena dipandang merugikan, maka inflamasi memerlukan obat untuk mengendalikannya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah atau mengobati inflamasi. Pengobatan inflamasi bertujuan untuk menekan dan mengendalikan rasa nyeri dan peradangan (Tjay dan Raharja, 2002). Salah satu penyakit yang berhubungan dengan inflamasi adalah pegal linu. Pegal linu dihubungkan dengan adanya inflamasi pada daerah persendian atau disebut arthritis. Gejala yang biasa terjadi adalah nyeri dan kekakuan pada persendian. Gejala inilah yang biasa disebut masyarakat sebagai pegal linu.
Senyawa-senyawa yang dapat berkhasiat sebagai obat anti-inflamasi antara lain : senyawa golongan flavonoid, senyawa golongan alkaloid, senyawa golongan minyak atsiri, senyawa golongan asam fenol, dan tanin. Senyawa kelompok
(22)
flavonoid berpotensi menghambat metabolisme asam arakidonat (Duweijua dan Zetlin, 1993)
Ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam pengujian efek anti-inflamasi baik in vitro maupun in vivio. Metode Langford dkk (1972) digunakan dalam penelitian ini karena metode ini cukup baik, dan sederhana dalam proses perlakuan, pengamatan, pengukuran, instrumen yang digunakan, hingga pengolahan datanya.
Untuk dapat digunakan dalam sistem pelayanan kesehatan, obat tradisional harus memenuhi kaidah pelayanan kesehatan yaitu secara medis harus dapat dipertanggung jawabkan. Guna mencapai hal tersebut, perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat, keamanan, dan standar kualitasnya.
Atas dasar pernyataan diatas, peneliti tertarik untuk menguji efek dan membandingkan daya anti-inflamasi dari produk jamu Ngeres Linu® produksi Industri Jamu Cap Potret P.T. Nyonya Meneer (selanjutnya disebut Jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer) dan jamu Pegel Linu® produksi P.T Jamu Iboe Jaya (selanjutnya disebut Jamu Pegel Linu® Iboe). Penelitian ini menjadi penting karena penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai efektivitas terapi secara farmakologi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu tolak ukur untuk meningkatkan status obat tradisional dari jamu menjadi obat herbal terstandar atau fitofarmaka sehingga dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan
(23)
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, penulis melihat adanya beberapa permasalahan yang perlu diteliti. Permasalahan tersebut adalah:
a. apakah jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer dan jamu Pegel Linu® Iboe mempunyai efek anti-inflamasi?
b. manakah dosis terapi yang tercantum dalam masing – masing kemasan produk jamu pegal linu merupakan dosis yang dapat memberikan persentase daya anti-inflamasi yang tertinggi?
c. manakah dari kedua produk jamu pegal linu yang memiliki daya anti-inflamasi paling baik?
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam kefarmasian, terutama dalam bidang uji praklinis obat tradisional.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai efek anti-inflamasi dan perbandingan daya anti-inflamasi dari jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer dan jamu Pegel Linu® Iboe.
(24)
D. Keaslian Penelitian
Sepengetahuan penulis penelitian mengenai perbandingan dan pembuktian daya anti-inflamasi Jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer dan Jamu Pegel Linu® Iboe belum pernah dilakukan di Universitas Sanata Dharma.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. untuk membuktikan bahwa jamu pegal linu mempunyai efek anti-inflamasi. b. untuk mengetahui daya anti-inflamasi kedua produk jamu pegal linu.
(25)
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Obat Tradisional
Keberadaan dan manfaat obat tradisional telah dikukuhkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, melalui Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang dinyatakan sebagai berikut : bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman(Anonim, 2006b).
Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, bahan alami dibagi menjadi tiga, yakni jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka (Anonim, 2005a). Jamu merupakan obat tradisional yang telah digunakan secara turun-temurun dan dari pengalaman diketahui memiliki khasiat sebagai obat. jamu memiliki kelemahan yaitu tidak standar dan tidak reproducible.
Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. Pada obat herbal terstandar, telah ada upaya untuk melakukan standardisasi terhadap proses pembuatan obat bahan alami.
(26)
Standarisasi meliputi bahan baku (simplisia), proses, dan kualitas produksi, termasuk juga uji praklinik, yaitu uji khasiat dan uji keamanan (toksisitas).
Tingkatan tertinggi adalah fitofarmaka. Pada tingkat ini, dilakukan uji klinik yaitu pengujian terhadap manusia. Fitofarmaka adalah suatu sediaan bahan alam yang sudah melalui uji klinik dan praklinik dan terbukti efektif untuk suatu indikasi tertentu, sehingga layak disebut obat. (Anonim, 2005a)
Pada dasarnya pemakaian obat tradisional mempunyai beberapa tujuan yang secara garis besarnya dapat dibagi dalam empat kelompok:
1.memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran (promotif) 2.mencegah penyakit (preventif)
3.pengobatan penyakit baik untuk pengobatan sendiri maupun mendampingi penggunaan obat jadi (kuratif)
4.memulihkan kesehatan (rehabilitatif) (Anonim, 2000b).
Penggunaan jamu sebagai obat yang dulunya digunakan untuk tujuan pengobatan sendiri (self-medication), kini terus dikembangkan ke arah penggunaan dalam jaringan upaya pelayanan kesehatan formal sebagai bahan dan/atau perbekalan kesehatan. Perkembangan jamu ke arah pelayanan formal menuntut konsekuensi yang tidak ringan mengenai khasiat dan keamanannya. Untuk itu perlu dilakukan uji klinik jamu yang pada prinsipnya uji untuk memastikan khasiat yang ditetapkan, sehingga uji klinik yang dimaksud sebenarnya adalah uji untuk mengabsahkan khasiat obat tradisional. Sebelum uji klinik, terlebih dahulu jamu tersebut harus memenuhi persyaratan uji praklinik. Terkait dengan hal tersebut, maka jamu yang akan diuji harus pula sudah pasti
(27)
formulanya dan identitasnya yang jelas dengan pengulangan yang tetap (reproducible) sesuai dengan ilmu bidang kefarmasian (Hutapea, 1998)
Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme. Menyadari akan hal ini maka pada upaya pengembangan obat tradisional ditempuh berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk obat tradisional yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka Akan tetapi untuk melaju sampai ke produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi berbagai kelemahan tersebut (Katno dan Pramono, 2007).
Jamu pegal linu adalah salah satu jamu yang cukup dikenal dan sering digunakan dimasyarakat akhir-akhir ini. Biasanya berkhasiat menghilangkan pegal linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan menghilangkan sakit seluruh badan (Winarno, M. Wien dan Dian Sundari, 1996)
(28)
B. Jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer
Jamu Ngeres Linu yang diproduksi oleh PT. Nyonya Meneer, Semarang dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 77125181.
Komposisi : Cinnamomi Fructus 7%, Panduratae Rhizoma 8%, Zingiberis Rhizoma 25%, Curcumae Rhizoma 40%, dan bahan – bahan lain sampai 100%
Cara pakai : Sebungkus sekali minum diseduh dengan air panas (matang) ½ gelas (100 cc) beri sedikit air jeruk nipis dan gula, minum bersama ampasnya. Minum tiap minggu 3 – 4 bungkus.
Kegunaan :untuk pria dan wanita yang banyak bekerja dan sakit pegal linu seperti sakit pinggang, duduk lama tidak tahan, berjalan lekas lelah, dan seluruh badan terasa sakit, malam sukar tidur, takut mandi, tangan dan kaki terasa dingin, badan lemah, semutan, encok dan sebagainya.
Jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer mengandung bahan-bahan sebagai berikut :
Cinnamomi Fructus 7%, Panduratae Rhizoma 8%, Zingiberis Rhizoma 25%,
Curcumae Rhizoma 40%,
a. Zingiberis Rhizoma
Zingiberis Rhizoma atau rimpang jahe adalah rimpang Zingiber officinale
(29)
Isi simplisia : minyak atsiri 2 % samapai 3 % mengandung zingiberen, felandren, kamfer, limonen, borneol, sineol dan zingiberol, minyak damar yang mengandung zingeron (Anonim, 1979).
Khasiat : analgesik , stomakik, dan stimulan (Soedibyo, 1998).
b. Curcumae Rhizoma
Rimpang temulawak (Curcuma Rhizoma ) adalah rimpang Curcuma Xanthorrhiza Roxb. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 6 %.
Isi simplisia : minyak atsiri mengandung Siklo isoren, mirsen, d – kamfer p-tolil metil karbinol, zat warna kurkumin. (Anonim, 1979)
Khasiat : Menambah pengeluaran empedu
c. Cinnamomi Fructus
Simplisia ini merupakan buah dari tanaman kayu manis (Cinnamomum burmani).
Isi simplisia: minyak atsiri, eugenol, safrole, sinamaldehide, tanin, kalsium oksalat, damar, dan zat penyamak. Sifat kimia dari kayu manis adalah pedas, sedikit manis, hangat, dan wangi.
Khasiat: analgesik, stomakik, dan aromatik. (Anonim, 2007) d. Panduratae Rhizoma
Rimpang ini merupakan rimpang dari temu kunci (Boesenbergia pandurata) Isi simplisia: minyak atsiri: monoterpen, seskuiterpen, turunan fenilpropana antara lain: geranial, neral, kamfora, zingiberen, d-pinen, kamfen, eukaliptol, d-borneol, geraniol, osimen, dimetoksi-4(2-propenil), miristin, linalil propanoat, asam sinamat, kamfen hidrat, propenil guaikol, dihidrokarveol,
(30)
linalool; etilsinamat, etil pmetoksi sinamat, panduratin A. Asam kavisinat -flavonoid: pinosembrin (2,3-dihidrokrisin), 2',6'dihidroksi-4'-metoksi kalkon, pinostrobin (5hidroksi-7-metoksi flavanon), alpinetin, kardamomin, 2',4'-dihidroksi-6'-metoksi kalkon, boesenbergin A, 5,7-dimetoksiflavon.
Khasiat: analgetik dan antipiretik. (Anonim, 2005b)
C. Jamu Pegel Linu® Iboe
Jamu Pegel Linu yang diproduksi oleh PT. Jamu Iboe Jaya, Surabaya dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 772205071.
Komposisi : Glycyrrhizae radix 20%, Cubebae fructus 10%, Belericae fructus
5%, Colae semen 5% dan bahan – bahan lain sampai 100%
Cara pakai : Sebungkus jamu diseduh dengan air hangat (matang) ½ gelas (100 ml) beri sedikit perasan air jeruk nipis dan gula, aduk dan minum bersama ampasnya. Minum secara teratur 2 kali seminggu 1 bungkus Kegunaan : mengobati rasa pegel – pegel, linu, lelah dan badan rasa malas, menyehatkan badan dan menambah kekuatan tubuh
Jamu Pegel Linu® Iboe mengandung bahan-bahan sebagai berikut :
Cubebae fructus 10%, Glycyrrhizae Radix 20%, Belericae fructus 5%, Colae semen 5%,
a. Belericae fructus
Tidak ditemukan informasi mengenai simplisia ini
b. Cubebae fructus
(31)
Isi simplisia: Minyak atsiri, seskuiterpen, asam kubebat, kubebin, piperina, piperidin, zat pati, gom.
Khasiat: karminatif, stomakik, diuretik. (Soedibyo, 1998) c. Glycyrrhizae Radix
Merupakan simplisia dari tanaman Glycyrrhiza glabra L (Akar manis)
Kandungan kimia: glisirhisin, saponin, glikosida likuiritin, asparagin, glabrolida, umbeliferona, asam likuiritat.
Khasiat: Ekspektoran, anti-inflamasi, dan spasmolitik. (Soedibyo, 1998) d. Colae semen
Merupakan biji dari Cola sp
Kandungan kimia: alkaloid kafeina, teobromina, teofilin kolanina, kola tanin, kola katerol, kolatin, kolatein, minyak lemak, zat pati.
Khasiat: stimulan, anti depresif, diuretik dan kardiotonik
Kegunaan: disentri, mencret, penyegar, dan migrain. (Soedibyo, 1998) Tabel I. Tabel perbandingan komposisi jamu pegal linu
Ja m u Ng e re s Linu® Ny.
Me ne e r
Jamu Pegel Linu® Iboe
Cubebae fructus √
Colae semen √
G ly c y rrhizae Radix √
Be le ric ae fruc tus √
Cinnamomi Fructus √
Panduratae Rhizo ma
√
Zing ib e ris Rhizo ma √
C urc umae Rhizo ma
(32)
D. Inflamasi
Inflamasi adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1992). Menurut Bellanti (1993), inflamasi dapat dipandang sebagai satu seri peristiwa kompleks yang berkembang bila tubuh mendapat injuri secara mekanik atau agen kimia atau oleh proses penghancuran diri (autoimun).
Inflamasi secara umum dibagi dalam 3 fase, yakni : inflamasi akut, respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan. Hal tersebut terjadi melalui mekanisme pelepasan mediator kimia dan pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun.
Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi hospes mungkin menguntungkan, sebab organisme penyerang difagositosis atau dinetralisir, sebaliknya akibat tersebut juga dapat merusak bila menjurus pada inflamasi kronis tanpa penguraian dari proses cedera yang mendasarinya. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon akut seperti interferon, PDGF (platelet-derived growth faktor) serta interleukin-1,2,3 (Katzung, 2002)
(33)
1. Rubor/ kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar akibat adanya pelepasan mediator kimia yakni histamin. Dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagaian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangaan akut (Price dan Wilson, 1992).
2. Tumor / pembengkakan merupakan segi paling mencolok dari peradangan akut. Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair. Kemudian sel – sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Price dan Wilson, 1992).
3. Kolor / panas, berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi peradangan akut. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan tubuh yang terkena dari pada yang disalurkan ke daerah normal (Price dan Wilson, 1995). 4. Dolor / rasa sakit, dari reaksi peradangan ditimbulkan melalui berbagai cara.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan
(34)
lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1995).
5. Fungsio laesa / perubahan fungsi
Penyebab inflamasi banyak sekali dan beraneka ragam, dan penting sekali untuk diketahui bahwa inflamasi dan infeksi itu tidak sinonim. Infeksi adalah adanya mikroorganisme hidup dalam jaringan. Infeksi ini hanya merupakan salah satu penyebab dari inflamasi. Inflamasi dapat terjadi dengan mudah pada keadaan steril sempurna, seperti sewaktu sebagian jaringan mati karena hilangnya suplai darah (Price dan Wilson, 1992). Pengaruh yang sifatnya merusak sel sering juga disebut noksi. Noksi dapat berupa noksi kimia (obat-obatan), noksi fisika (panas atau dingin yang berlebihan, radiasi, benturan), serta infeksi dengan mikroorganisme atau parasit (Mutschler, 1991).
Radang dapat dihentikan dengan meniadakan noksi (misalnya dengan transfer toksin keluar) atau dengan menghentikan kerja yang merusak. Walaupun demikian, seringkali pada gangguan aliran darah regional dan eksudasi terjadi emigrasi sel-sel darah (misal: granulosit, makrofag) ke dalam ruang ekstra sel serta prolifersi histiosit dan fibroblast. Proses-proses ini juga berfungsi primer pada perlawanan terhadap kerusakan serta pemulihan kondisi asalnya (Mutschler, 1991).
Secara lebih sederhana, proses terjadinya inflamasi dapat digambarkan sebagai berikut :
(35)
Pemerahan
Noksius
Nyeri Emigrasi Leukosit
Proliferasi Seluler Kerusakan sel
Pembebasan bahan mediator
Eksudasi Perangsangan Reseptor nyeri Gangguan
Sirkulasi lokal
Panas Eksudasi Gangguan fungsi
Gambar 1. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutschler, 1991) Kejadian peradangan secara garis besar cenderung sama, oleh karena itu reaksi peradangan dapat dipelajari sebagai gejala umum. Mekanisme peradangan antara lain dapat dilihat pada kejadian hiperimia, ukuran arteriol pengatur aliran darah dalam kapiler. Dalam keadaan normal, aliran sedimikian rupa sehingga beberapa kapiler kelihatan kolaps dan lainnya sangat sempit. Pada dilatasi arteriol, pertambahan volume darah yang mengalir ke dalam kapiler meregangkan dan menimbulkan perubahan warna menjadi kemerahan yang menyolok pada jaringan, hal ini merupakan gejala awal dari suatu peradangan (Price dan Wilson, 1992).
Mekanisme terjadinya radang sangat dipengaruhi oleh senyawa dan mediator yang dihasilkan oleh asam arakidonat. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipid yang ada menjadi asam
(36)
arakidonat. Asam arakhidonat dimetabolisme melalui dua jalur utama yaitu jalur sikooksigenase dan lipoksigenase (Tjay dan Rahardja, 2002).
Enzim siklooksigenase yang terlibat dalam reaksi ini terdiri dari dua isoenzim, yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Enzim siklooksigenase-1 terdapat di kebanyakan jaringan antara lain di pelat-pelat darah, ginjal, dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). COX-1 bersifat konstitutif (bersifat pokok dan selalu ada) dan terlibat dalam homeostasis. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan tapi diinduksi dalam sel-sel yang meradang (Rang, Dale, Ritter, and Moore, 2003). Asam arakhidonat yang dikatalis oleh enzim siklooksigenase menjadi asam endoperoksida dan seterusnya menjadi prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI2), dan tromboksan (TXA2, TXB2).
Prostaglandin (PG) dapat dibentuk oleh semua jaringan Yang terpenting adalah PGE2 dan PGF2 yang berdaya vasolidasi dan meningkatkan permeabilitas dinding
pembuluh dan membran sinovial sehingga terjadi radang dan nyeri. Prostasiklin terutama dibentuk di dinding pembuluh dan berdaya vasodilasi. Tromboksan khusus dibentuk dalam trombosit dan berdaya vasokonstriksi serta menstimulasi agregasi pelat darah (trombosit) (Tjay dan Rahardja, 2002).
Bagian lain dari asam arakhidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi zat leukotrien (LT). Selanjutnya leukotrien dimetabolisme menjadi LTB4,
LTC4, LTD4 dan LTE4. terutama dibentuk di eosinofil dan berfungsi sebagai
bronkokonsiktor dan meningkatkan permeabilitas vaskuler. LTB4 khusus di
sintesis di makrofage dan neutrofil alveolar, bekerja kemotaksis yaitu menstimulasi migrasi leukosit. Leukosit yang tertarik oleh leukotrien menginvasi
(37)
daerah peradangan dan mengaktifkan banyak gejala radang (Tjay dan Rahardja,2002; Rang dkk., 2003).
Rangsangan
Gambar 2. Mekanisme inflamasi (Katzung, 2002; Rang dkk, 2003) Keterangan :
= menghambat proses pembentukan = proses pembentukan
= fungsi
= enzim yang berperan
Gangguan membran sel
Fosfoli
5-lipoksigenase
pida Glukokortikoid
(menginduksi terbentuknya
lipocortin) Fosfolipase A Lyso-glyseril fosforilkolin
5-HPETE
2
Antagonis PAF PAF
Asam arakhidonat
siklooksigenase OAINS
Vasodilator, kemotaksin, bronkokonstriktor Penghambat
5-lipoksigenase
(LTA4)
LTB LTC4/D4/
kemotaksin Meningkatkan permeabilitas vaskuler, bronkokonstriktor Vasodilator, hiperalgesik, Vasodilator, menghambat agregasi platelet
Agregasi platelet , vasokonstriktor PGI2 (prostasiklin) Vasodilator, hiperalgesik, menghambat agregasi platelet tromboksan Antagonis Inhibitor TXA2
synthase
prostaglandin
PGF2α PGE2
PGD2
Antagonis PG
Bronkokonstriktor, myomertial contriction
(38)
Pada proses peradangan terjadi pembentukan dan atau pengeluaran zat-zat kimia didalam tubuh yang dinamakan mediator. Mediator ini merupakan aspek penting dalam proses peradangan. Mediator yang dikenal pada proses inflamasi dapat digolongkan ke dalam kelompok amina vasoaktif, substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma, metabolit asam arakidonat, dan berbagai macam produk sel (Price dan Wilson, 1992).
Metabolit asam arakidonat merupakan mediator peradangan yang paling penting. Asam arakidonat berasal dari banyak fosfolipid diaktifkan oleh cedera. Asam Arakidonat dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yakni jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase yang menghasilkan sejumlah prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Selain itu, sejumlah substansi yang dihasilkan oleh sel, memiliki sifat-sifat yang juga penting dalam peradangan (Price dan Wilson, 1992).
E. Obat Anti-Inflamasi
Obat anti-inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat – obat anti-inflamasi terbagi ke dalam golongan steroid yang terutama bekerja dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin dari sel – sel sumbernya dan golongan non steroid yang bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi sikloosigenase yang berperan pada biosintesis prostaglandin (Anonim, 1991).
Cara kerja AINS untuk sebagian besar berdasarkan hambatan sintesis prostaglandin, dimana kedua jenis siklooksigenase di blokir, Obat AINS ideal
(39)
hendaknya hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan mukosa lambung) (Tjay dan Rahardja, 2002). Berbagai AINS mungkin memiliki mekanisme kerja tambahan, termasuk hambatan kemotaksis, penurunan produksi radikal bebas dan superoksida, dll (Katzung, 2002). Spesies oksigen relatif yang diproduksi neutrofil dan makrofag terlibat dalam kerusakan jaringan pada beberapa kondisi, dan AINS yang mempunyai efek peredaman radikal oksigen yang kuat sama baiknya seperti aktivitas inhibisi COX dapat mengurangi kerusakan jaringan (Rang dkk, 2003).
Sejumlah efek samping berkaitan dengan penghambatan sintesis prostaglandin dan terutama terjadi pada lambung, ginjal, dan fungsi trombosit (Tjay dan Rahardja, 2002). Efek samping yang tidak diinginkan dari AINS pada lambung terutama terjadi karena inhibisi COX-1. Enzim COX-1 bertanggung jawab untuk sintesis prostaglandin yang berguna untuk menghambat sekresi asam lambung dan melindungi mukosa lambung (Rang, dkk, 2003). Obat AINS dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal karena menghambat prostaglandin yang berguna untuk memelihara volume darah yang mengalir melalui ginjal (perfusi). Obat AINS juga menyebabkan pengurangan agragasi trombosit sehingga masa perdarahan dapat diperpanjang (Tjay dan Rahardja, 2002).
Semua AINS merupakan iritan mukosa lambung walaupun ada perbedaan gradasi antar obat ini. Akhir-akhir ini efek toksik terhadap ginjal lebih banyak dilaporkan sehingga fungsi ginjal perlu lebih diperhatikan pada penggunaan obat ini (Wilmana, 1995).
(40)
Senyawa-senyawa yang dapat berkhasiat sebagai obat anti-inflamasi antara lain : senyawa golongan flavonoid, senyawa golongan alkaloid, senyawa golongan minyak atsiri, senyawa golongan asam fenol, dan tanin. Senyawa kelompok flavonoid berpotensi menghambat metabolisme asam arakidonat (Duweijua dan Zetlin, 1993).
F. Diklofenak
Cl H N COOH
Cl
Gambar 3 Struktur diklofenak (Budavari, 2001)
Natrium diklofenak merupakan kristal putih, larut dalam air, tidak larut dalam pelarut organik (Anonim, 2000a), derivat sederhana dari asam fenilasetat. Natrium diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas analgesia, anti infamasi, dan antipiretik. Natrium diklofenak termasuk OAINS yang terkuat daya anti radang dengan efek samping yang kurang keras dibanding dengan obat anti-inflamasi non steroid lainnya seperti indometasin dan piroxicam. Obat ini sering digunakan untuk segala macam nyeri, juga pada migrain dan encok. Secara parentral sangat efektif untuk menanggulangi nyeri kolik hebat. (Tjay dan Rahardja, 2002).
Diklofenak adalah penghambat siklooksigenase yang relatif non selektif, juga mengurangi bioavaibilitas asam arakhidonat. Diklofenak cepat diserap
(41)
sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavaibilitas sistemiknya hanya antara 30%–70% karena metabolisme lintas pertama. Obat ini mempunyai paruh waktu 1 sampai 2 jam. Diklofenak dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 lalu
diekskresikan melalui urin (65 %) dan cairan empedu (35%) (Katzung, 2002). Obat ini banyak digunakan sebagai obat rematik, gangguan otot skelet lainnya, gout akut, dan nyeri paska bedah. Dosis oral yang dianjurkan adalah 75-150 mg/hari dalam 2 - 3 dosis (Anonim, 2000a).
Diklofenak-Na termasuk turunan fenilasetat. Absorbsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein dan mengalami efek lintas awal sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat yaitu 1 - 2 jam, diklofenak diakumulasi di cairan sinovia yang menjelaskan efek terapi di sendi lebih lama dari waktu paruh obat tersebut (Wilmana, 1995). Aktivitasnya dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Diklofenak-Na termasuk OAINS yang terkuat daya anti radang dengan efek samping yang kurang keras dibanding dengan obat anti inflamasinon steroid lainnya seperti indometasin, piroxicam (Tjay dan Rahardja, 2002).
Efek samping yang terjadi meliputi pendarahan gastrointestinal dan timbulnya ulserasi lambung (walaupun lebih jarang dibanding AINS lain) (Katzung, 2001). Diklofenak juga dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan gangguan haid (Tjay dan Rahardja, 2002)
(42)
G. Metode Pengujian Aktivitas Anti-Inflamasi
Secara umum metode pengujian aktivitas anti-inflamasi dibagi menjadi dua yaitu secara in vitro dan in vivo.
Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain dalam terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan invitro adalah ikatan reseptor bradikinin-H3, ikatan reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit
polimorfonuklear(Vogel, 2002 )
Salah satu metode pengujian aktivitas anti-inflamasi secara in vitro adalah pengikatan reseptor 3H-Bradykinin. Bradykinin berperan dalam menyebabkan rasa nyeri dengan menstimulasi saraf dan menurunkan tekanan darah dengan vasodilatasi. Pengikatan reseptor 3H-Bradykinin digunakan untuk mendeteksi senyawa yang menghambat pengikatan 3H-Bradykinin pada preparat membran yang diperoleh dari ileum guinea pig. Pada metode ini, daya anti-inflamasi ditunjukkan dengan persen penghambatan ikatan 3H-Bradykinin. (Vogel, 2002 )
Model inflamasi in vivo dibedakan menjadi dua sesuai dengan jenis inflamasi, yaitu model inflamasi akut dan model inflamasi kronik. Inflamasi akut dapat dibuat dengan beberapa cara, yaitu dengan induksi edema kaki tikus, pembentukan eritema (respon kemerahan) dan pembentukan eksudatif inflamasi. Inflamasi kronik dibuat dengan cara pembentukan granuloma dan induksi arthritis (Gryglewski, 1977).
(43)
1. Uji Eritema
Tanda paling awal dari reaksi inflamasi dikulit adalah kemerahan (eritema) yang berhubungan dengan vasodilatasi, dimana belum disertai eksudasi plasma dan udema. Pada marmot albino reaksi eritema terlihat dua jam setelah penyinaran UV pada kulit yang telah dicukur. Uji eritema yang disebabkan UV dapat digunakan untuk mengukur fase vasodilatasi pada reaksi inflamasi. Mekanisme dari reaksi ini tidak diketahui, tapi pelepasan prostaglandin kelihatannya berperan pada fenomena ini (Gryglewski, 1977). Keuntungan dari uji ini adalah sederhana tapi membutuhkan latihan bagi penggunanya untuk menggunakan fotometer refleksi dengan tujuan untuk menghilangkan penilaian subjektif (Vogel, 2002).
2. Inflamasi (eritema dan udema) pada telingan rodentia
Metode ini menggunakan hewan uji mencit untuk eritema dan udema sedangkan tikus untuk pengukuran udema. Bahan penginduksi eritema atau udema menggunakan minyak kroton, asam arakhidonat, dan etil fenil propionat. Antagonis pembandingnya adalah indometasin, kuersetin, hidrokortison dan propanolol. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian dibagi dalam 5 - 7 per kelompok dosis. Bahan anti-inflamasi yang akan diujikan diaplikasikan pada pinna telinga menggunakan mikropipet ± 15 menit sebelum pemberian iritan (pada area yang sama). Penilaian untuk eritema dilakukan dengan pengamatan pada telinga hewan uji. Jika terjadi eritema diberi tanda ++, ringan +, dan jika tidak ada eritema 0, sedangkan penilaian udema dilakukan dengan pemotongan salah satu telinga dan ditimbang (Williamson, Okpako dan Evans, 1996).
(44)
3. Paw oedema test
Diantara banyak metode yang digunakan untuk skrining obat anti-inflamasi, satu dari teknik yang paling umum digunakan didasarkan pada kemampuan beberapa bahan uji untuk menghambat produksi udema kaki hewan uji setelah injeksi bahan pembuat radang. Zat pembuat radang (iritan) yang telah digunakan antara lain formaldehid, dextran, albumin telur, karagenin, dll (Vogel, 2002). Iritan yang paling banyak digunakan adalah karagenin. Karagenin adalah polisakarida tersulfatasi yang diekstrak dari lumut irlandia Chondrus cripus
(Glyglewski, 1977). Reaksi inflamasi yang diinduksi karagenin mempunyai dua fase yaitu fase awal dan akhir. Fase awal berakhir setelah 60 menit dan dihubungkan dengan pelepadan histamin, serotonin, dan bradikinin. Fase akhir terjadi antara 60 menit setelah injeksi dan berakhir setelah tiga jam. Fase ini dihubungkan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil (Suleyman, dkk, 2004). Efeknya dapat diukur dengan beberapa cara misalnya kaki belakang dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang (Vogel, 2002).
4. Tes radang selaput dada
Radang selaput dada dikenal sebagai fenomena inflamasi eksudatif pada manusia (Vogel, 2002). Radang selaput dada pada tikus dapat disebabkan injeksi intrapleural dari turpentine, evans blue, gum arab, glikogen, dekstran, atau karagenin. Pada waktu tertentu setelah injeksi iritan hewan uji dibunuh dan eksudat dipindahkan, lebih baik dengan mencuci rongga dada dengan sejumlah larutan Hank’s yang diketahui volumenya untuk memastikan didapatnya eksudat
(45)
dan sel utuh yang lengkap (Gryglewski, 1977). Radang selaput dada yang disebabkan karagenin dipertimbangkan sebagai model inflamasi akut yang paling sempurna dimana keluarnya cairan, migrasi leukosit, dan parameter biokimia lain yang ada dalam respon inflamasi dapat diukur dengan mudah dari eksudat (Vogel, 2002)
5. Tes kantung granuloma
Metode ini dapat digunakan untuk memperkirakan potensi anti-inflamasi kortikosteroid (Vogel, 2002). Setelah kantung dibuat di punggung tikus dengan injeksi subkutan 10 – 25 ml udara steril, berbagai iritan (minyak croton yang dicairkan, turpentine, microbacterial, fosfolipase A2 atau karagenin) dimasukkan
pada lubang (Gryglewski, 1977). Empat puluh delapan jam sesudahnya udara diambil dan hewan diinjeksi larutan uji atau larutan standar (Vogel, 2002). Empat sampai empat belas hari setelahnya respon inflamasi dievaluasi dengan dasar volume cairan yang diambil dari kantung sama seperti berat dan tebal dinding kantung. Model kantung granuloma ini lebih sensitif terhadap obat anti-inflamasi steroid daripada non steroid (Gryglewski, 1977).
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode evaluasi aktifitas anti-inflamasi yang telah dilakukan oleh Langford, Holmes, dan Emele pada tahun 1972. Pada penelitian tersebut, digunakan mencit betina dengan suspensi ragi (yeast) sebagai inflamatogen yang disuntikkan pada telapak kaki kanan (kaki belakang). Rumus yang digunakan untuk menyatakan persentase respon anti-inflamasi adalah sebagai berikut
(46)
% 100
x D
D
U −
Persen (%) respon anti-inflamasi =
Dimana U : harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
D : harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
Metode evaluasi aktifitas anti-inflamasi tersebut dimodifikasi dengan mengganti inflamatogen dan telapak kaki yang diradangkan. Sebagai inflamatogen, digunakan karagenin 1% sedangkan telapak kaki yang diradangkan adalah telapak kaki kiri (kaki belakang). Karena persentase daya anti-inflamasi dihitung dari pengurangan bobot udema maka rumus di atas diubah sebagai berikut:
% 100
x U
D
U −
Persen (%) daya anti-inflamasi =
Dimana U : harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
D : harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
H. Landasan Teori
Inflamasi adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1992). Menurut Bellanti (1993), inflamasi dapat dipandang sebagai satu seri peristiwa kompleks
(47)
yang berkembang bila tubuh mendapat injuri secara mekanik atau agen kimia atau oleh proses penghancuran diri (autoimun).Menurut Tjay dan Rahardja (2002) bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipid yang ada menjadi asam arakidonat. Asam arakhidonat kemudian dimetabolisme melalui jalur siklooksigenase dan lipoksigenase menghasilkan mediator-mediator (prostagladin, leukotrien, prostasiklin dan lain-lain) yang berperan dalam terjadinya peradangan. Reaksi inflamasi yang disebabkan oleh induksi karagenin memiliki 2 fase, yaitu fase awal dan akhir. Fase awal berlangsung selama 60 menit dan berhubungan dengan pelepasan histamin, serotonin dan bradikinin. Fase akhir terjadi 60 menit setelah injeksi hingga 3 jam. Fase ini berhubungan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil (Suleyman dkk, 2004)
Menurut Duweijua dan Zeitlin (1993), senyawa-senyawa yang dapat berkhasiat sebagai obat anti-inflamasi antara lain : senyawa golongan flavonoid, senyawa golongan alkaloid, senyawa golongan minyak atsiri, senyawa golongan asam fenol, dan tannin. Senyawa kelompok flavonoid berpotensi menghambat metabolisme asam arakidonat.
Mekanisme anti-inflammasi dari flavonoid terjadi melalui efek penghambatan pada jalur metabolisme asam arakhidonat, pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin, atau aktivitas "radical scavenging" suatu molekul (Pawiroharsono, 2007)
(48)
Jamu Ngeres Linu® Ny. Meneer dan jamu Pegel Linu® Iboe tersusun dari tumbuhan- tumbuhan yang mengandung senyawa golongan flavonoid dan minyak atsiri. Adanya senyawa flavonoid dan minyak atsiri dalam jamu pegal linu diharapkan memiliki aktivitas anti inflamasi
Sehubungan dengan pegal linu dan nyeri otot yang merupakan inflamasi maka khasiat pengobatan pegal linu dapat diartikan sebagai khasiat anti-inflamasi.
I. Hipotesis
Jamu Ngeres Linu®Ny. Meneer dan Jamu Pegel Linu®Iboe mempunyai daya anti-inflamasi
(49)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Metode Uji Daya Anti – Inflamasi
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah paw edema test atau induksi kaki belakang oleh Langford, Holmes, dan Emele (1972) yang telah dimodifikasi. Prinsip dari metode ini yaitu aktivitas anti-inflamasi ditandai dengan penurunan bobot udema. Udema di induksi dengan menggunakan karagenin 1%, kemudian kaki dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Persentase daya anti-inflamasi dapat dihitung dari penurunan berat kaki hewan uji.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel utama dan variable pengacau.
Variabel Utama
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis dari kedua produk jamu pegal linu. Dosis yang digunakan adalah 637 mg/kg BB, 1274 mg/kg BB, dan 2548 mg/kg BB.
(50)
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dari penelitian ini adalah bobot udema kaki mencit yang mengalami inflamasi buatan dengan karagenin baik pada kelompok perlakuan jamu pegal linu maupun pada kelompok kontrol.
Variabel Pengacau
a. Variabel pengacau terkendali meliputi: 1) jenis kelamin mencit : jantan
2) umur mencit : 2,0 – 3,0 bulan 3) berat badan mencit : 20 – 30 g 4) galur mencit : Swiss
b. Variabel pengacau tak terkendali
1) kondisi fisiologi dan patologi hewan uji 2) komplikasi penyakit hewan uji
D. Definisi Operasional 1. Jamu pegal linu
Jamu pegal linu adalah jamu kemasan dalam bentuk serbuk yang mempunyai nama produk Jamu Ngeres Linu yang diproduksi oleh PT. Nyonya Meneer, Semarang dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 77125181 dan jamu Pegel Linu yang diproduksi oleh PT. Jamu Iboe Jaya, Surabaya dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 772205071.
Kedua jamu ini harus diseduh dalam air panas sebelum diberikan kepada mencit secara per oral.
(51)
2. Uji daya anti-inflamasi
Uji daya anti-inflamasi adalah uji dengan menggunakan mencit jantan galur Swiss sebagai hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya dengan karagenin 1%, dan diukur bobot kakinya dengan cara memotong kedua kaki belakang mencit pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang dan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif karagenin 1% subplantar.
E. Subyek dan Bahan Penelitian 1. Subyek uji
Subyek uji yang digunakan berupa mencit (Musmusculus) putih jantan, galur Swiss, berat badan antara 20 – 30 g, dan umur antara 2 – 3 bulan
2. Bahan Penelitian
a. Bahan uji
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jamu Ngeres Linu yang diproduksi oleh PT. Nyonya Meneer, Semarang dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 77125181 dan Jamu Pegel Linu yang diproduksi oleh PT. Jamu Iboe Jaya, Surabaya dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 772205071.
b. Bahan uji farmakologi
Bahan uji farmakologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1) Zat peradang : karagenin tipe I (Sigma Chemical Company) yang
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan toksikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
(52)
2) Pensuspensi karagenin : NaCl fisiologis 0,9 % diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
3) Kontrol positif : diklofenak – Na (BP 98) yang diperoleh dari PT. Fahrenheit, Tangerang.
4) Pelarut : aquadest produksi Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
F. Alat Penelitian
Alat – alat yang digunakan meliputi :
1. Alat – alat gelas : pipet tetes, batang pengaduk, beaker glass, pipet volum, labu takar.
2. Gunting
3. Neraca analitik Metler Toledo, Tipe AB 204, Switzerland 4. Spuit injeksi subplantar (0,1 – 1,0 ml)
5. Alat pemberi peroral berupa jarum suntik (0,1 – 1,0 ml) yang ujungnya diberi bola kecil dengan lubang ditengahnya, sehingga tidak melukai hewan uji.
G. Tata Cara Penelitian 1. Penyiapan Bahan Uji
a. Pemilihan produk jamu pegal linu
Pemilihan produk jamu pegal linu diperoleh dengan melakukan pengamatan ke beberapa toko jamu. Pengamatan ini bertujuan untuk
(53)
mencari informasi mengenai produk jamu pegal linu yang diminati oleh masyarakat. Dari pengamatan tersebut dipilih dua jamu yang akan di uji dalam penelitian ini.
b. Pembuatan jamu pegal linu
Sepuluh gram serbuk jamu diseduh dengan 100 ml air panas sehingga didapatkan konsentrasi 0,1 g/ml kemudian didinginkan sebelum diberikan pada mencit.
c. Pembuatan larutan karagenin
Menurut Williamson, Okpako, dan Evans (1996), 0,05 ml larutan karagenin 1 % yang dilarutkan dalam 0,9 % NaCl fisiologis digunakan sebagai bahan pembuat radang pada mencit. Larutan karagenin 1 % dibuat dengan cara melarutkan 100 mg karagenin ke dalam NaCl fisiologis 0,9 % hingga volume 10 ml. Perhitungan dosis karagenin dengan mengasumsikan volume pemberian 0,05 ml dan bobot mencit 20 g adalah sebagai berikut:
kg
ml mg x
02 , 0
10 / 100 05
, 0
Dosis karagenin =
= 25 mg/kg BB d. Pembuatan larutan natrium diklofenak
Larutan diklofenak dibuat dengan cara menimbang 4,50 mg natrium diklofenak serbuk kemudian ditambah aquadest sampai volumenya 25 ml, sehingga diperoleh konsentrasi 0,18 mg/ml.
(54)
2. Orientasi dan Penetapan Dosis
a. Penetapan dosis jamu pegal linu
Dosis jamu pegal linu ditetapkan dengan cara mengkonversi dosis untuk manusia ke dosis mencit. Dalam kemasan jamu pegal linu disebutkan bahwa dosis satu bungkus adalah 7 g. Dosis tersebut dikonversikan dengan perhitungan sebagai berikut:
7 g = 7000 mg , Bobot manusia (Indonesia) = 50 kg Konversi ke bobot manusia 70 kg
Konversi ke mencit 20 g:
Dosis :
Dosis yang diperoleh merupakan dosis terapi jamu pegal linu.
Sebagai dosis bawah adalah dosis dari setengah bungkus jamu pegal linu dengan berat bersih 3,5 g:
Konversi ke orang 70 kg :
(55)
Jadi dosis jamu pegal linu untuk mencit adalah :
Sebagai dosis atas adalah dosis dari 2 bungkus jamu pegal linu dengan berat bersih 14 g:
Konversi ke orang 70 kg :
Konversi ke mencit 20 g :
Jadi dosis jamu pegal linu untuk mencit adalah :
b. Penetapan dosis suspensi karagenin
Dosis karagenin ditetapkan berdasarkan penelitian Williamson dkk (1996) yaitu dengan kadar 1 % yang dilarutkan dalam NaCl 0,9 % fisiologis yang disuntikkan secara subplantar pada terlapak kaki mencit jantan sebesar 0,05 ml sehingga diperoleh dosis larutan karagenin sebesar 25 mg/kg BB c. Orientasi selang waktu pemotongan kaki
Dua belas hewan uji dibagi dalam empat kelompok, kemudian kaki kirinya disuntik dengan karagenin 1 % dengan dosis 25 mg/kg BB sedangkan pada kaki kanan dilakukan shame injection (telapak kaki ditusuk dengan spuit injeksi) sebagai kontrol. Tiap kelompok dikurbankan pada selang waktu tertentu (1, 2, 3, dan 4 jam) setelah penyuntikan karagenin. Setelah dikurbankan, kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural dan
(56)
ditimbang. Waktu pemotongan kaki ditentukan pada saat kaki mengalami peningkatan udema yang terbesar.
d. Orientasi dosis efektif natrium diklofenak
Dosis natrium diklofenak yang digunakan sebagai dosis orientasi adalah 9,75; 10,795; dan 11,95 mg/kg BB. Dosis ini diperoleh berdasarkan penelitian Handani (2002) dengan cara perhitungan:
1) Dosis I
Manusia 70 kg = 75 mg/kg BB
BB kg 70 BB kg / mg 75
Konversi ke mencit 20 g = x 0,0026 = 0,195 mg/20g BB
= 9,75 mg/kg BB 2) Dosis II
Manusia 70 kg = 83,039 mg/kg BB
BB kg 70 BB kg / mg 83,039
Konversi ke mencit 20 g = x 0,0026 = 0,216 mg/20g BB
= 10,795 mg/kg BB 3) Dosis III
Manusia 70 kg = 91,923 mg/kg BB
BB kg 70 BB kg / mg 91,923
Konversi ke mencit 20 g = x 0,0026 = 0,239 mg/20g BB
= 11,95 mg/kg BB Dari ketiga dosis tersebut kemudian dicari dosis yang mampu memberikan penurunan bobot udema yang paling tinggi dengan cara sebagai berikut:
(57)
Sembilan hewan uji dibagi dalam tiga kelompok. Tiap kelompok diberi natrium diklofenak secara peroral dengan dosis tertentu (9,75 mg/kg BB; 10,795 mg/kg BB; dan 11,95 mg/kg BB) 15 menit sebelum disuntik dengan karagenin 1 % dengan dosis 25 mg/kg BB. T jam setelah disuntik karagenin, hewan uji dikurbankan dan kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Dosis natrium diklofenak ditentukan pada saat kaki mengalami penurunan udema yang berarti. T jam adalah selang waktu pemotongan kaki hasil orientasi.
e. Orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak
Dua belas hewan uji dibagi dalam empat kelompok. Tiap kelompok diberi natrium diklofenak secara peroral dengan dosis hasil orientasi pada selang waktu tertentu (15, 30, 45, dan 60 menit) sebelum disuntik dengan karagenin 1 % dosis 25 mg/kg BB. T jam setelah penyuntikan karagenin, hewan uji dikurbankan dan kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi
torsocrural dan ditimbang. Waktu pemberian natrium diklofenak ditentukan pada saat kaki mengalami penurunan udema yang terbesar.
3. Perlakuan pada Hewan Uji
Mencit akan dibagi menjadi 8 kelompok secara acak, tiap kelompok terdiri dari 6 hewan uji.
Kelompok I :kontrol negatif (-), diberi aquadest 25 mg/kg BB
Kelompok II :kontrol positif (+), diberi natrium diklofenak dengan dosis sesuai hasil penetapan
(58)
Kelompok III : diberi jamu Ngeres Linu® yang diproduksi oleh PT. Nyonya Meneer dengan dosis 637 mg/kg BB.
Kelompok IV : diberi jamu Ngeres Linu® yang diproduksi oleh PT. Nyonya Meneer dengan dosis 1274 mg/kg BB.
Kelompok V : diberi jamu Ngeres Linu® yang diproduksi oleh PT. Nyonya Meneer dengan dosis 2548 mg/kg BB.
Kelompok VI : diberi jamu Pegel Linu® yang diproduksi oleh PT. Jamu Iboe Jaya dengan dosis 637 mg/kg BB.
Kelompok VII : diberi jamu Pegel Linu® yang diproduksi oleh PT. Jamu Iboe Jaya dengan dosis 1274 mg/kg BB.
Kelompok VIII : diberi jamu Pegel Linu® yang diproduksi oleh PT. Jamu Iboe Jaya dengan dosis 2548 mg/kg BB.
Mencit dalam setiap kelompok uji akan diberi sediaan jamu dengan dosis yang telah dikonversi secara p.o. Setelah t menit, masing-masing kelompok akan diberi pra perlakuan berupa penyuntikan telapak kaki kiri belakang dengan karagenin 1 % dosis 25 mg/kg BB dan pada telapak kaki kanan dilakukan shame injection. Tunggu sampai T waktu setelah itu mencit dikurbankan dan kakinya dipotong pada sendi torsocrural kemudian ditimbang dan dicari selisih bobot kakinya. T dan t adalah waktu hasil orientasi.
(59)
4. Perhitungan Respon Daya Anti-Inflamasi
Aktivitas anti-inflamasi pada metode Langford dkk (1972) yang telah dimodifikasi, dievaluasi dengan perubahan bobot kaki mencit yang dinyatakan sebagai persen daya anti-inflamasi yang dirumuskan sebagai berikut :
% 100 x U D U −
Persen (%) daya anti-inflamasi =
Dimana U : harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin dikurangi rata- rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
D : harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
5. Perhitungan Potensi Relatif Daya Anti-Inflamasi
% 100 x Diklofenak Natrium Inflamasi Anti Daya Uji Sediaan Inflamasi Anti Daya
Potensi Relatif =
H. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis varian (ANOVA) satu arah taraf kepercayaan 95 %. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada kelompok perlakuan. Analisis dilanjutkan dengan uji SCHEFE untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak bermakna.
(60)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Survei Produk Jamu Pegel Linu
Di antara produk – produk jamu dalam bentuk serbuk siap seduh yang beredar di masyarakat, produk jamu pegal linu merupakan produk jamu yang paling diminati di masyarakat. Berdasarkan pengamatan ke beberapa toko jamu, Jamu Ngeres Linu® yang diproduksi oleh P.T. Nyonya Meneer, Semarang dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 77125181 dan Jamu Pegel Linu® produksi P.T. Jamu Iboe Jaya, Surabaya dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI No. TR. 772205071 termasuk produk-produk jamu pegal linu yang diminati oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibuktikan efek anti-inflamasi dari kedua produk jamu pegal linu tersebut serta kan dibandingkan daya anti-inflamasinya.
B. Hasil Orientasi Percobaan
Sebelum melakukan pengujian efek dan perbandingan daya anti-inflamasi jamu pegal linu, terlebih dahulu dilakukan orientasi. Orientasi ini bertujuan untuk validasi metode yang akan digunakan untuk menguji efek anti-inflamasi jamu pegal linu. Orientasi yang dilakukan meliputi: orientasi waktu pemotongan kaki mencit, orientasi dosis efektif natrium diklofenak, dan orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak.
(61)
Data yang diperoleh dari orientasi tersebut kemudian dianalisis kehomogenannya melalui uji kolmogorov smirnov. Data yang homogen memiliki nilai signifikan yang lebih besar dari 0,05. Jika didapatkan data yang homogen, maka dilanjutkan dengan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat apakah antar kelompok terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak. Apabila didapatkan nilai signifikan yang lebih kecil dari 0,05 yang menandakan bahwa ada perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji SCHEFFE untuk mengetahui apakah perbedaan tersebut bermakna atau tidak.
1. Orientasi selang waktu pemotongan kaki
Orientasi waktu pemotongan kaki mencit bertujuan untuk menentukan waktu yang tepat saat karagenin sebagai inflamatogen atau zat peradang menimbulkan bobot udema yang terbesar pada kaki mencit. Alasan pemilihan karagenin sebagai zat penginduksi radang antara lain karena karagenin merupakan salah satu iritan yang paling sering dipakai dalam memprediksi efektifitas potensial terapetik dari obat – obat anti-inflamasi, baik dari golongan steroid maupun non steroid.
Waktu yang digunakan dalam orientasi pemotongan kaki ini adalah 1, 2, 3, dan 4 jam setelah injeksi karagenin secara subplantar pada mencit. Bobot udema diperoleh dengan cara mengurangkan bobot kaki mencit yang disuntik karagenin dengan bobot kaki mencit yang disuntik dengan spuit injeksi tanpa karagenin
(shame injection). Hal ini dilakukan sebagai faktor koreksi agar bobot udem yang diperoleh benar – benar hanya berasal dari peradangan oleh inflamatogen dan bukan karena luka akibat suntikan.
(62)
Data bobot udema kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% dalam rentang waktu 1, 2, 3, dan 4 jam dapat dilihat pada lampiran. Bobot udema rata – rata kaki mencit untuk masing – masing kelompok waktu pemotongan dapat dilihat pada tabel I dan grafiknya dapat dilihat pada gambar 4
Gambar 4. Grafik bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin secara
subplantar pada rentang waktu tertentu.
Data udema yang diperoleh tersebut kemudian diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat kenormalan distribusi data. Dari uji tersebut didapat nilai p sebesar 0,897 yang menunjukkan bahwa data tersistribusi normal karena nilai p lebih besar dari 0,05. Selanjutnya dilakukan analisis ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% yang bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan antar kelompok perlakuan.
Dari uji ANOVA diketahui bahwa bobot udema antar kelompok perlakuan secara statistik berbeda (nilai p lebih dari 0,05). Untuk melihat apakah perbedaan tersebut bermakna atau tidak secara statistik maka dilakukan uji SCHEFFE. Rangkuman hasil uji SCHEFFE dapat dilihat pada tabel II.
(63)
Tabel II. Rangkuman rata – rata bobot udema beserta hasil uji SCHEFFE pada orientasi selang waktu pemotongan kaki.
Bobot udema kaki mencit dibandingkan kelompok
Kelompok X±SE
(mg) 1 2 3 4
1 52,3 ± 5,052 ― tb tb b
2 43,57 ± 1,877 tb ― b b
3 66,2 ± 5,672 tb b ― tb
4 75,87 ± 3,573 b b tb ―
Keterangan:
1 = pemotongan kaki 1 jam setelah penyuntikan karagenin 2 = pemotongan kaki 2 jam setelah penyuntikan karagenin 3 = pemotongan kaki 3 jam setelah penyuntikan karagenin 4 = pemotongan kaki 4 jam setelah penyuntikan karagenin b = berbeda bermakna
tb = berbeda tidak bermakna X = rata-rata bobot udema SE = standart eror
Dari data yang telah disajikan diatas, terlihat bahwa kelompok 4 (kelompok dengan waktu pemotongan 4 jam setelah penyuntikan karagenin 1%) menunjukkan bobot udema yang paling tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa karagenin pada saat itu sudah berefek optimal dalam menimbulkan udema. Secara statistik, Kelompok 4 berbeda bermakna dengan kelompok 1 dan 2 namun berbeda tidak bermakna dengan kelompok 3. Artinya, bobot udema kaki mencit dengan waktu pemotongan 4 jam setelah penyuntikan karagenin 1% dan bobot udema kaki mencit dengan waktu pemotongan 3 jam setelah penyuntikan karagenin 1% berbeda tapi perbedaan yang terjadi tidak bermakna. Dengan kata lain, jika kaki mencit dipotong 3 jam dan 4 jam setelah penyuntikan maka bobot udema keduanya dapat dikatakan sama. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk membandingkan daya anti-inflamasi dua produk jamu pegal linu yang berbeda maka penulis memilih menggunakan waktu pemotongan kaki 4 jam
(1)
ANOVA
udema
12013,855
7
1716,265
4,969
,000
13815,551
40
345,389
25829,406
47
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Post Hoc Tests
Multiple
Comparisons
(I) dosis (J) dosis
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Upper Bound Lower Bound
aquadest 1 % 637 mg/kg BB jamu meneer
-38,8888889 10,729846
0 ,099 -81,462411 3,684634 1274 mg/kg BB jamu
meneer -29,0074660 10,729846
0 ,417 -71,580988 13,566057 2548 mg/kg BB jamu
meneer -11,5722442 10,729846
0 ,991 -54,145767 31,001278 637 mg/kg BB jamu iboe
-18,5990338 10,729846
0 ,878 -61,172556 23,974489 1274 mg/kg BB jamu iboe
-28,0851998 10,729846
0 ,460 -70,658722 14,488323 2548 mg/kg BB jamu iboe
-22,9907773 10,729846
0 ,707 -65,564300 19,582745 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak
-55,5994730( *)
10,729846
0 ,003 -98,172995 -13,025950 637 mg/kg BB jamu meneer aquadest 1 %
38,8888889 10,729846
0 ,099 -3,684634 81,462411 1274 mg/kg BB jamu
meneer 9,8814229
10,729846
0 ,996 -32,692100 52,454945 2548 mg/kg BB jamu
meneer 27,3166447 10,7298460 ,497 -15,256878 69,890167 637 mg/kg BB jamu iboe
20,2898551 10,729846
0 ,821 -22,283667 62,863378 1274 mg/kg BB jamu iboe
10,8036891 10,729846
0 ,994 -31,769833 53,377212 2548 mg/kg BB jamu iboe
15,8981115 10,729846
0 ,944 -26,675411 58,471634 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -16,7105841
10,729846
0 ,927 -59,284107 25,862938 1274 mg/kg BB jamu
meneer
aquadest 1 %
29,0074660 10,729846
0 ,417 -13,566057 71,580988 637 mg/kg BB jamu meneer
-9,8814229 10,729846
0 ,996 -52,454945 32,692100 2548 mg/kg BB jamu
meneer 17,4352218
10,729846
0 ,910 -25,138301 60,008744 637 mg/kg BB jamu iboe
10,4084321 10,729846
0 ,995 -32,165090 52,981955 1274 mg/kg BB jamu iboe
,9222661 10,729846
(2)
2548 mg/kg BB jamu iboe
6,0166886 10,729846
0 1,000 -36,556834 48,590211 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -26,5920070
10,729846
0 ,533 -69,165530 15,981515 2548 mg/kg BB jamu
meneer
aquadest 1 %
11,5722442 10,729846
0 ,991 -31,001278 54,145767 637 mg/kg BB jamu meneer
-27,3166447 10,729846
0 ,497 -69,890167 15,256878 1274 mg/kg BB jamu
meneer -17,4352218 10,729846
0 ,910 -60,008744 25,138301 637 mg/kg BB jamu iboe
-7,0267896 10,729846
0 1,000 -49,600312 35,546733 1274 mg/kg BB jamu iboe
-16,5129556 10,729846
0 ,931 -59,086478 26,060567 2548 mg/kg BB jamu iboe
-11,4185332 10,729846
0 ,991 -53,992056 31,154989 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak
-44,0272288( *)
10,729846
0 ,037 -86,600751 -1,453706 637 mg/kg BB jamu iboe aquadest 1 %
18,5990338 10,729846
0 ,878 -23,974489 61,172556 637 mg/kg BB jamu meneer
-20,2898551 10,729846
0 ,821 -62,863378 22,283667 1274 mg/kg BB jamu
meneer -10,4084321
10,729846
0 ,995 -52,981955 32,165090 2548 mg/kg BB jamu
meneer 7,0267896 10,729846
0 1,000 -35,546733 49,600312 1274 mg/kg BB jamu iboe
-9,4861660 10,729846
0 ,997 -52,059689 33,087356 2548 mg/kg BB jamu iboe
-4,3917435 10,729846
0 1,000 -46,965266 38,181779 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -37,0004392 10,729846
0 ,137 -79,573962 5,573083 1274 mg/kg BB jamu iboe aquadest 1 %
28,0851998 10,729846
0 ,460 -14,488323 70,658722 637 mg/kg BB jamu meneer
-10,8036891 10,729846
0 ,994 -53,377212 31,769833 1274 mg/kg BB jamu
meneer -,9222661
10,729846
0 1,000 -43,495789 41,651256 2548 mg/kg BB jamu
meneer 16,5129556
10,729846
0 ,931 -26,060567 59,086478 637 mg/kg BB jamu iboe
9,4861660 10,729846
0 ,997 -33,087356 52,059689 2548 mg/kg BB jamu iboe
5,0944225 10,729846
0 1,000 -37,479100 47,667945 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -27,5142732 10,729846
0 ,488 -70,087796 15,059249 2548 mg/kg BB jamu iboe aquadest 1 %
22,9907773 10,729846
0 ,707 -19,582745 65,564300 637 mg/kg BB jamu meneer
-15,8981115 10,729846
0 ,944 -58,471634 26,675411 1274 mg/kg BB jamu
meneer -6,0166886
10,729846
0 1,000 -48,590211 36,556834 2548 mg/kg BB jamu
meneer 11,4185332
10,729846
0 ,991 -31,154989 53,992056 637 mg/kg BB jamu iboe
4,3917435 10,729846
0 1,000 -38,181779 46,965266 1274 mg/kg BB jamu iboe
-5,0944225 10,729846
0 1,000 -47,667945 37,479100 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -32,6086956
10,729846
0 ,267 -75,182218 9,964827 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak
aquadest 1 % 55,5994730( *)
10,729846
0 ,003 13,025950 98,172995 637 mg/kg BB jamu meneer
16,7105841 10,729846
(3)
Dependent Variable: udema
Scheffe
* The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets
udema
Scheffe
a6
,658762
6
12,231006
6
19,257795
19,257795
6
23,649539
23,649539
6
28,743961
28,743961
6
29,666227
29,666227
6
39,547650
39,547650
6
56,258235
,099
,137
dosis
aquadest 1 %
2548 mg/kg BB jamu
meneer
637 mg/kg BB jamu iboe
2548 mg/kg BB jamu iboe
1274 mg/kg BB jamu iboe
1274 mg/kg BB jamu
meneer
637 mg/kg BB jamu
meneer
11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak
Sig.
N
1
2
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
a.
1274 mg/kg BB jamu 10,729846
26,5920070 ,533 -15,981515 69,165530
meneer 0
2548 mg/kg BB jamu meneer
44,0272288( 10,729846
,037 1,453706 86,600751 *) 0
637 mg/kg BB jamu iboe 10,729846
37,0004392 ,137 -5,573083 79,573962 0
1274 mg/kg BB jamu iboe 10,729846
27,5142732 ,488 -15,059249 70,087796 0
2548 mg/kg BB jamu iboe
10,729846
32,6086956 ,267 -9,964827 75,182218 0
(4)
Lampiran 14. Hasil perhitungan potensi relatif daya anti-inflamasi kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan jamu pegel linu terhadap
natrium diklofenak
Potensi Relatif =
x
100
%
Diklofenak
Natrium
Inflamasi
Anti
Daya
Uji
Sediaan
Inflamasi
Anti
Daya
Contoh perhitungan :
Potensi Relatif =
100
%
27
,
56
467
,
55
x
= 98,592 %
Ja m u Ng e re s Linu Ny Me ne e r
Ja m u Pe g e l Linu Ib o e
Na
Diklo fe na k
Do sis 11.95
m g / Kg BB
No
Aq ua de st
637
m g / Kg BB
1274
m g / Kg BB
2548
m g / Kg BB
637
m g / Kg BB
1274
m g / Kg BB
2548
m g / Kg BB
1
4,684
101,402
98,592
81,028
-29,507
29,117
74,308
10,408
2
22,950
103,041
66,508
46,603
-13,114
15,810
45,059
46,245
3
-0,703
120,137
75,876
33,488
32,083
45,191
37,022
48,880
4
-27,634
85,712
32,083
33,254
36,064
8,037
-21,212
19,895
5
-14,519
91,566
86,180
34,894
35,362
-1,054
30,171
24,769
6
22,248
98,123
62,527
87,117
69,553
18,445
7,115
-8,300
(5)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Bernadus Gallaeh Rama
Erga Satria, lahir di Bandung pada tanggal 12
Januari 1985. Penulis merupakan anak kedua dari
dua bersaudara dari pasangan Drs. Tarcisius Edi
Sumarno, Apt (Alm) dan Christina Suhartuti.
Penulis yang menyukai dunia desain grafis, web
desain dan teknologi informasi ini pernah
menempuh pendidikan di TK Fajar di Medan pada tahun 1990 kemudian
melanjutkan studi di SD St. Joseph Medan hingga kelas 3 dan SD Pangudi luhur
Yogyakarta hingga tamat. Jenjang pendidikan SMP di tempuh di SMP Stella Duce
I Yogyakarta pada tahun 1996 kemudian dilanjutkan di SMU Kolese De Britto
Yogyakarta pada tahun 1999. Setelah tamat SMU, penulis melanjutkan studi di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan menyelesaikan pendidikannya
pada tahun 2007. Pendidikan informal yang pernah ditempuh oleh penulis antara
lain : kursus web desain dan web programming di LP New Gama Group dan
pelatihan perakitan komputer di Computa. Selama menempuh pendidikan di
Universitas Sanata Dharma, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan dan
organisasi mahasiswa antara lain Titrasi, REAKSI, PEMFI, INSADHA’06,
Poskes Kota Baru dan BEMF tahun 2006 sebagai manajer divisi Teknologi
Informasi.
(6)