Uji efek dan perbandingan daya anti-inflamasi jamu Pegal Linu Sido Muncul dan jamu Prolinu Air Mancur pada mencit jantan dengan metode Langford dkk., yang dimodifikasi.
INTISARI
Jamu pegal linu telah dikenal sebagai obat alternatif oleh masyarakat Indonesia untuk menyembuhkan pegal-pegal dan linu seluruh tubuh. Pegal dan linu merupakan salah satu gejala terjadinya inflamasi. Sehingga jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur diharapkan memiliki efek anti-inflamasi.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan adalah metode Langford yang telah dimodifikasi, yaitu induksi udema pada kaki hewan uji dengan karagenin 1 % subplantar dengan hewan uji mencit jantan. Mencit dibagi menjadi 8 kelompok secara acak, dua kelompok yaitu kelompok I (kontrol negatif) hanya diberi aquadest secara per oral, kelompok II (kontrol positif) diberi natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB secara per oral. Untuk kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® Sido Munculdan Jamu Prolinu® Air Mancur masing-masing dibagi dalam 3 peringkat dosis (637; 1274; dan 2548 mg/kg BB). Aktivitas anti-inflamasi pada metode Langford dkk. yang telah dimodifikasi (1972), dievaluasi dengan perubahan bobot kaki mencit yang dinyatakan sebagai persen daya anti-inflamasi. Persen (%) daya anti-inflamasi yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan Anova Satu Arah, dilanjutkan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95 %.
Hasil yang diperoleh adalah persen (%) daya anti-inflamasi (% DA ± SE). Kelompok kontrol negatif 0,661 ± 4,597; kontrol positif 56,25 ± 2,713; Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 637;1274; 2548 mg/kg BB berturut-turut adalah 29,98 ± 7,237; 26,15 ± 6,482; 30,40 ± 6,744; dan Jamu Prolinu® Air Mancur dosis 637; 1274; 2548 mg/kg BB berturut-turut adalah 40,43 ± 9,142; 26,15 ± 9,173; 27,74 ± 5,877. Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur memiliki efek anti-inflamasi. Kelompok perlakuan jamu Prolinu® Air Mancur dosis 637 mg/kg BB memiliki daya anti-inflamasi paling baik.
Kata kunci : Jamu pegal linu, daya anti-inflamasi, metode Langford dkk. yang dimodifikasi.
(2)
ABSTRACT
Jamu pegal linu has been known as an alternative medicine. People in Indonesia use it to cure ’pegal-pegal and linu’. ’Pegal and linu’ is one of symptoms that happen in inflammation. Jamu Pegal Linu® Sido Munculand jamu Prolinu®are expected have an anti-inflammatory effect.
The study was pure experimental research, arranged in complete randomized-design. Modificated Langford et al.method which induction animal leg-edema by carragheenin 1 % subplantar is used in this study. Male mices divided become 8 groups at randomized. Two of them are control groups that consist of negative control by aquadest and positive control by diclofenac sodium 11,95 mg/kg BW. The others are treatment group for jamu Pegal Linu® Sido Muncul and jamu Prolinu® Air Mancur, each divided 3 level doses (637; 1274; and 2548 mg/kg BW). Anti-inflammatory activity on modificated Langford et. al., method (1972), evaluated by leg-weight change data shown as percentage anti-inflammatory potency. Percentage anti-inflammatory potency afterward was analyzed by One Way Variant Statistics at 95 % confidence and followed by Scheffe-test.
The study result showed that percentage anti-inflammatory potency (% DA ± SE). Negative control group 0,661 ± 4,597; positive control 56,25 ± 2,713; jamu Pegal Linu® Sido Muncul dose 637; 1274; 2548 mg/kg BW continuously are 29,98 ± 7,237; 26,15 ± 6,482; 30,40 ± 6,744; and jamu Prolinu® Air Mancur dose 637; 1274; 2548 mg/kg BW continuously are 40,43 ± 9,142; 26,15 ± 9,173; 27,74 ± 5,877. Jamu Pegal Linu® Sido Munculand jamu Prolinu® Air Mancur have an anti-inflammatory effect. Jamu Prolinu® Air Mancur dose 637 mg/kg BW has the best anti-inflammatory potency.
Keyword : Jamu pegal linu, anti-inflammatory potency, modificated Langford et al method.
(3)
UJI EFEK DAN PERBANDINGAN DAYA ANTI-INFLAMASI PRODUK JAMU PEGAL LINU® SIDO MUNCUL DAN JAMU PROLINU® AIR MANCUR PADA MENCIT JANTAN DENGAN
METODE LANGFORD dkk. YANG DIMODIFIKASI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Anggara Eka Nugraha NIM : 038114130
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
$dpsi Bsjudul
UJI EFI]K DAN Pf,RBA]{DINGAN DAYA ANTT-IAIFI,AMASI PRODUK JAMU PEGAL LIAT SIDO MIJNC{JL DAN JAMU PROIIA'T|AIR MANCIR PAI'A MINCIT JANTAN DENGAN
MTTODE I,ANGNORD dKK YANC DIMODIfl(AST
NlM:038114130
(5)
Psgeshe Ships Bdiudul
UJI XIDK DAN PERIANDINGAN DAYA ANII-INtrI,AMASI PRODIJK JAMU PEGAI- LINU! SUx) MTJNCiJI, DA]T JAMU PROIINU. AIR trL{NCUR PADA MENCIT JANTAN DENGAN
METODE InNGIORD dlt\ YANG DIMoDIFIKAIII O l e b :
Aneeln Ekr Nlgnhr N I M : 0 3 3 1 1 4 1 3 0
Dip.i.hdlfl d, hdapdr Ponir P.quji Skrip6i
UniwBit8 S$.toDn@
i. Yoervijoyq M.Si., Apr
(6)
(7)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Efek dan Perbandingan Daya Anti-Inflamasi Produk Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan Jamu Prolinu® Air Mancur pada Mencit Jantan dengan Metode Langford dkk. yang Dimodifikasi. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
2. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing, mengoreksi dan memberi saran mulai dari awal persiapan hingga akhir penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji yang bersedia memberikan saran dan kritik selama penyusunan skripsi.
4. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang bersedia memberikan saran dan kritik selama penyusunan skripsi.
5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan memberikan pengarahan selama kuliah.
(8)
6. Papa dan Mama, atas semua doa, perhatian, sayang, usaha dan jerih payah yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini dengan baik.
7. Kakakku Evie Christanti Oktarina, adik-adikku Anggun Amalia Margita, dan Orchida Vidia Nadira, terima kasih selalu memberi semangat dan doa selama penulis menjalani masa perkuliahan.
8. Seluruh staff karyawan dan pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
9. Paulus Surya Dwi Ariatma dan B. Gallaeh Rama Erga Satria (bersama penulis membentuk tim bernama de’ Boedjang Linoe), yang telah berjuang bersama penulis dalam penyusunan skripsi ini yang merupakan syarat penulis untuk mendapakan gelar Sarjana Farmasi. Pengalaman penuh suka duka, susah senang yang telah kami alami semoga menghasilkan sesuatu yang berarti dan terbaik bagi kami.
10.Laboran dan karyawan laboratorium lantai dua, Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, dan Mas Yuwono. Terima kasih atas kerja sama, bantuan, dan waktu yang telah diberikan kepada kami dalam proses pengambilan data yang diperlukan dalam skripsi ini.
11.Kelas C angkatan 2003 (kami menyebutnya Che_mistry), begitu banyak hal yang telah kita alami bersama selama empat tahun ini, banyak hal juga yang bisa penulis pelajari dari kebersamaan kita. Penulis sangat bersyukur bisa mengenal dan menjadi salah satu dari kalian. Tetap semangat dan selalu kompak. I Love You All.
(9)
12.Rini, seseorang yang telah memberikan sayangnya, perhatiannya, dan semangatnya kepada penulis serta dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
13.Pom-pom Boys kelas C angkatan 2003 (”TotoYanK”) untuk pengalaman dan kegilaan yang pernah kita alami. Untuk Tirza, Rinto, Indah, Fitri, Rini dan Henny, terima kasih atas bantuan dalam mengoreksi skripsi ini.
14.Teman-teman angkatan 2003 dan rekan-rekan seperjuangan di laboratorium lantai dua Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, yang telah menemani dan membantu kami dan untuk Momon terima kasih atas bantuannya sebagai penyedia mencit sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
15.Warga kost Sweet Blue Banana 21, yang telah memberi semangat dan untuk Seno Wijanarko terima kasih atas peminjaman printernya selama proses penyusunan skripsi ini.
16.Serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya besar harapan penulis semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu farmasi
Yogyakarta,...2007 Penulis,
(10)
?ERNYATAIN KEASLIAN XARYA
Sa}! meny.lrltr dengs *sunCeuhnya balNa skiipsi ,Mg save lulis ini ridal nenul kal}t atar bagim l€r'€ odg ltjn, keuali yag tel* disbulk4 dolam kurip& dan dand pushk4 sebagainda layatnya karya ilmiah.
vocJur,,ra
r),bwfu
r..zooz
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 4
C. Manfaat Penelitian ... 4
D. Keaslian Penelitian ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA ... 6
A. Obat Tradisional/jamu ... 6
B. Inflamasi ... 8
C. Obat Anti-Inflamasi ... 14
D. Diklofenak ... 16
E. Bahan-Bahan yang Terkandung Dalam Sampel Jamu ... 17
F. Metode Uji Anti-Inflamasi ... 21
G. Landasan Teori ………. 26
(12)
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……….. 28
B. Metode Uji Daya Anti – Inflamasi ... 28
C. Variabel Penelitian ……….. 28
D. Definisi Operasional ……… 29
1. Jamu Pegal Linu ……… 29
2. Uji Daya Anti-Inflamasi ... 30
E. Subyek dan Bahan Penelitian ……….. 30
1. Subyek Uji ……….… 30
2. Bahan Penelitian ... 31
F. Alat Penelitian ... 31
G. Tata Cara Penelitian ………... 32
1. Penyiapan Bahan Uji ………..… 32
2. Orientasi dan Penetapan Dosis ……….……..… 33
3. Perlakuan pada Hewan Uji ………. 36
4. Perhitungan Respon Daya Anti-Inflamasi ………. 38
5. Perhitungan Potensi Relatif Daya Anti-Inflamasi …………..…… 38
H. Tata Cara Analisis Hasil ……… 38
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 39
A. Hasil Pemilihan Produk Jamu Pegal Linu ...……… 39
B. Hasil Orientasi Percobaan ……….. 40
1. Orientasi selang waktu pemotongan kaki ………. 40
(13)
3. Orientasi selang waktu pemberiam natrium diklofenak …………. 44
C. Perlakuan Pada Hewan Uji ……….. 47
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 57
A. Kesimpulan ……….. 57
B. Saran ……….… 57
DAFTAR PUSTAKA ……… 58
LAMPIRAN ……… 61
(14)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I. Perbandingan komponen bahan-bahan penyusun produk jamu
Pegal Linu® Sido Muncul dan produk jamu Prolinu® Air Mancur ... 21 Tabel II. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi
selang waktu pemotongan kaki dan hasil uji Scheffe ... 41 Tabel III. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi
dosis efektif natrium diklofenak ... 43 Tabel IV. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi
selang waktu pemberian natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kgBB dan uji Scheffe ... 46 Tabel V. Rangkuman rata-rata persen (%) daya anti-inflamasi setelah
perlakuan produk jamu Pegal Linu Sido Muncul® dan jamu Prolinu® Air Mancur dalam 3 peringkat dosis beserta kontrolnya dan hasil uji Scheffe ………... 51 Tabel VI. Hasil orientasi selang waktu pemotongan kaki ……….. 64 Tabel VII. Hasil orientasi dosis efektif natrium diklofenak ………. 64 Tabel VIII. Hasil orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak .. 65
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Biosintesis Prostaglandin ………. 12 Gambar 2. Patogenesis dan gejala suatu peradangan ……… 13 Gambar 3. Struktur kimia diklofenak ... 16 Gambar 4. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit setelah injeksi
karagenin 1 % pada rentang waktu tertentu ………. 40 Gambar 5. Grafik batang rata-rata bobot udema kaki mencit akibat
injeksi karagenin 1 % setelah pemberian natrium diklofenak dalam 3 peringkat dosis ……….. 43 Gambar 6. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit setelah
pemberian natrium diklofenak dosis efektif pada selang
waktu tertentu ……… 45
Gambar 7. Grafik batang rata-rata persen (%) daya anti-inflamasi Jamu Pegal Linu Sido Muncul® dan Jamu Prolinu® Air Mancur dalam 3 peringkat dosis beserta kontrolnya ....…… 50 Gambar 9. Kemasan Pegal Linu® Sido Muncul ……… 61 Gambar 10. Kemasan jamu Prolinu® Air Mancur ……… 61
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Produk Jamu Pegal Linu Sido Muncul® dan produk Jamu
Prolinu® Air Mancur………. 61 Lampiran 2. Sertifikat analisis natrium diklofenak ... 62 Lampiran 3. Skema kerja pada kelompok perlakuan ……… 63 Lampiran 4. Data bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu
pemotongan kaki mencit ………... 64 Lampiran 5. Data bobot udema kaki mencit pada orientasi dosis efektif
natrium diklofenak ……… 64 Lampiran 6. Data bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu
pemberian natrium diklofenak ……….. 65 Lampiran 7. Data persen (%) daya anti-inflamasi kelompok perlakuan ... 66 Lampiran 8. Contoh perhitungan persen (%) daya anti-inflamasi ……… 66 Lampiran 9. Hasil Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95 % data
orientasi selang waktu pemotongan kaki mencit beserta uji
Scheffe ……….. 67
Lampiran 10.Hasil Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95 % data
orientasi dosis natrium diklofenak beserta uji Scheffe ……. 69 Lampiran 11. Hasil Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95 % data
orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak dosis
(17)
Lampiran 12. Hasil Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95 % data persen (%) daya anti-inflamasi uji perlakuan pada hewan uji beserta hasil uji Scheffe ………... 73
(18)
INTISARI
Jamu pegal linu telah dikenal sebagai obat alternatif oleh masyarakat Indonesia untuk menyembuhkan pegal-pegal dan linu seluruh tubuh. Pegal dan linu merupakan salah satu gejala terjadinya inflamasi. Sehingga jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur diharapkan memiliki efek anti-inflamasi.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan adalah metode Langford yang telah dimodifikasi, yaitu induksi udema pada kaki hewan uji dengan karagenin 1 % subplantar dengan hewan uji mencit jantan. Mencit dibagi menjadi 8 kelompok secara acak, dua kelompok yaitu kelompok I (kontrol negatif) hanya diberi aquadest secara per oral, kelompok II (kontrol positif) diberi natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB secara per oral. Untuk kelompok perlakuan Jamu Pegal Linu® Sido Munculdan Jamu Prolinu® Air Mancur masing-masing dibagi dalam 3 peringkat dosis (637; 1274; dan 2548 mg/kg BB). Aktivitas anti-inflamasi pada metode Langford dkk. yang telah dimodifikasi (1972), dievaluasi dengan perubahan bobot kaki mencit yang dinyatakan sebagai persen daya anti-inflamasi. Persen (%) daya anti-inflamasi yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan Anova Satu Arah, dilanjutkan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95 %.
Hasil yang diperoleh adalah persen (%) daya anti-inflamasi (% DA ± SE). Kelompok kontrol negatif 0,661 ± 4,597; kontrol positif 56,25 ± 2,713; Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dosis 637;1274; 2548 mg/kg BB berturut-turut adalah 29,98 ± 7,237; 26,15 ± 6,482; 30,40 ± 6,744; dan Jamu Prolinu® Air Mancur dosis 637; 1274; 2548 mg/kg BB berturut-turut adalah 40,43 ± 9,142; 26,15 ± 9,173; 27,74 ± 5,877. Jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur memiliki efek anti-inflamasi. Kelompok perlakuan jamu Prolinu® Air Mancur dosis 637 mg/kg BB memiliki daya anti-inflamasi paling baik.
Kata kunci : Jamu pegal linu, daya anti-inflamasi, metode Langford dkk. yang dimodifikasi.
(19)
ABSTRACT
Jamu pegal linu has been known as an alternative medicine. People in Indonesia use it to cure ’pegal-pegal and linu’. ’Pegal and linu’ is one of symptoms that happen in inflammation. Jamu Pegal Linu® Sido Munculand jamu Prolinu®are expected have an anti-inflammatory effect.
The study was pure experimental research, arranged in complete randomized-design. Modificated Langford et al.method which induction animal leg-edema by carragheenin 1 % subplantar is used in this study. Male mices divided become 8 groups at randomized. Two of them are control groups that consist of negative control by aquadest and positive control by diclofenac sodium 11,95 mg/kg BW. The others are treatment group for jamu Pegal Linu® Sido Muncul and jamu Prolinu® Air Mancur, each divided 3 level doses (637; 1274; and 2548 mg/kg BW). Anti-inflammatory activity on modificated Langford et. al., method (1972), evaluated by leg-weight change data shown as percentage anti-inflammatory potency. Percentage anti-inflammatory potency afterward was analyzed by One Way Variant Statistics at 95 % confidence and followed by Scheffe-test.
The study result showed that percentage anti-inflammatory potency (% DA ± SE). Negative control group 0,661 ± 4,597; positive control 56,25 ± 2,713; jamu Pegal Linu® Sido Muncul dose 637; 1274; 2548 mg/kg BW continuously are 29,98 ± 7,237; 26,15 ± 6,482; 30,40 ± 6,744; and jamu Prolinu® Air Mancur dose 637; 1274; 2548 mg/kg BW continuously are 40,43 ± 9,142; 26,15 ± 9,173; 27,74 ± 5,877. Jamu Pegal Linu® Sido Munculand jamu Prolinu® Air Mancur have an anti-inflammatory effect. Jamu Prolinu® Air Mancur dose 637 mg/kg BW has the best anti-inflammatory potency.
Keyword : Jamu pegal linu, anti-inflammatory potency, modificated Langford et al method.
(20)
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Obat tradisional telah dikenal secara turun menurun dan digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan. Pemanfaatan obat tradisional pada umumnya lebih diutamakan sebagai upaya menjaga kesehatan atau preventif meskipun ada pula upaya sebagai pengobatan suatu penyakit. Dengan semakin berkembangnya obat tradisional, ditambah dengan gema kembali ke alam, telah meningkatkan popularitas obat tradisional. Hal ini terbukti dari semakin banyaknya industri jamu dan industri farmasi yang memproduksi obat tradisional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Jamu adalah salah satu obat tradisional. Jamu merupakan sebutan masyarakat Jawa untuk obat yang terbuat dari bahan-bahan alam yang berasal dari alam yang tidak menggunakan bahan kimia. Jamu sudah dikenal lama sejak jaman nenek moyang sebelum farmakologi modern masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, banyak resep racikan jamu sudah berumur ratusan tahun dan digunakan secara turun temurun sampai saat ini. Sampai saat ini kedudukan jamu sebagai salah satu alternatif pengobatan yang cukup diminati. Ada beberapa bentuk formula jamu yang siap pakai. Bentuk bubuk merupakan bentuk yang paling umum. Namun adanya perkembangan teknologi membuat bentuk jamu tidak terkesan tradisonal lagi. Banyak produsen jamu yang sudah mencetaknya dalam bentuk, pil, kapsul, kaplet, maupun cair.
(21)
Semakin bertambah banyaknya perusahaan jamu yang memproduksi jamu yang sama tentu tidak terlepas dari persaingan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat, disamping untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan yang bersangkutan. Hal ini dapat juga menjadi suatu keuntungan sekaligus suatu kerugian bagi masyarakat. Semakin banyaknya produk yang sejenis dalam berbagai merk yang beredar di pasaran, masyarakat mempunyai banyak pilihan. Akan tetapi produk-produk tersebut belum tentu memberikan efektivitas terapi yang sama.
Salah satu produk jamu yang paling banyak diminati di pasaran adalah jamu pegal linu. Jamu pegal linu diproduksi dari tumbuh-tumbuhan tertentu yang berkhasiat antara lain sebagai obat pegal linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan menghilangkan sakit seluruh badan.
Inflamasi merupakan respon bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati. Inflamasi biasanya disertai gejala-gejala yang menimbulkan rasa tidak nyaman yaitu kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functio laesa) (Price dan Wilson, 1992).
Senyawa-senyawa yang dapat berkhasiat sebagai obat anti-inflamasi antara lain : senyawa golongan flavonoid, senyawa golongan alkaloid, senyawa golongan minyak atsiri, senyawa golongan asam fenol, dan tanin (Duweijua dan Zetlin, 1993). Komponen penyusun dari pegal linu mengandung beberapa dari senyawa
(22)
diatas seperti minyak atsiri dan flavonoid. Sehingga diharapkan jamu pegal linu dapat memberikan efek anti-inflamasi
Metode Langford dkk (1972) yang telah dimodifikasi merupakan metode skrining awal untuk uji efek anti-inflamasi. Alasan menggunakan metode ini adalah metode ini memiliki kevalidan yang cukup baik, sederhana dalam proses perlakuan, pengamatan, pengukuran, instrumen yang digunakan, hingga pengolahan datanya.
Atas dasar pernyataan diatas, peneliti tertarik untuk menguji efek dan membandingkan daya anti-inflamasi dari jamu Pegal Linu produksi oleh PT Sido Muncul, Semarang yang selanjutnya disebut jamu Pegal Linu® Sido Munculdan jamu Prolinu produksi PT Air Mancur, Solo yang selanjutnya disebut jamu Prolinu® Air Mancur yang beredar di pasaran dengan menggunakan metode Langford dkk yang telah dimodifikasi. Penelitian ini menjadi penting karena penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai efektivitas terapi secara farmakologi dari produk jamu pegal linu jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur berdasarkan hasil pengamatan penulis di 12 toko jamu yang berada di wilayah Kota Madya Yogyakarta. Diharapkan dari penelitian ini menjadi langkah awal agar produk-produk jamu pegal linu tersebut dapat naik kejenjang yang lebih tinggi nantinya yaitu menjadi obat herbal terstandar.
(23)
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, terlihat beberapa permasalahan yang perlu diteliti. Permasalahan tersebut adalah:
a. Apakah jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur mempunyai efek anti-inflamasi?
b. Apakah dosis terapi yang tercantum dalam masing-masing kemasan produk jamu pegal linu merupakan dosis yang terbaik?
c. Manakah dari kedua produk jamu pegal linu yang memiliki daya anti-inflamasi paling baik?
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam kefarmasian, terutama dalam bidang farmakologi.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan informasi mengenai efek dan perbandingan daya anti-inflamasi dari jamu Pegal Linu® Sido Munculdan jamu Prolinu® Air Mancur yang beredar di masyarakat berdasarkan hasil uji praklinis (farmakologi).
(24)
D. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai daya anti-inflamasi dari bahan tumbuhan dan bahan kimia sudah banyak dilakukan. Tetapi penelitian mengenai uji efek dan perbandingan daya anti-inflamasi dengan menggunakan produk-produk jamu pegal linu sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
a. Untuk membuktikan bahwa jamu Pegal Linu® Sido Munculdan jamu Prolinu® Air Mancur mempunyai efek anti inflamasi.
b. Untuk mengetahui dosis terbaik dari jamu Pegal Linu® Sido Munculdan jamu Prolinu® Air Mancur.
c. Untuk membandingkan daya anti-inflamasi dari kedua produk jamu pegal linu.
(25)
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Obat Tradisional/jamu
Keberadaan dan manfaat obat tradisional menggunakan jamu telah dikukuhkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, melalui Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan sebagai berikut : bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. (Anonim, 2005)
Bila dibandingkan obat-obat modern, obat tradisional memiliki beberapa kelebihan, antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif (Katno dan Pramono, 2007).
Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme. Menyadari akan hal ini maka pada upaya pengembangan obat tradisional ditempuh berbagai cara
(26)
dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk obat tradisional yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka Akan tetapi untuk melaju sampai ke produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi berbagai kelemahan tersebut (Katno dan Pramono, 2007).
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor: HK.00.05.4-2411 Tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, secara berjenjang menjadi: jamu; obat herbal terstandar; dan fitofarmaka. Dimana pengertian jamu adalah obat tradisional Indonesia; obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi dan fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi (Anonim, 2005).
Jamu adalah obat tradisional yang biasanya dibuat dalam bentuk sediaan serbuk seduhan, pil, kapsul dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan menurut pengalaman. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang
(27)
disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5-10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu (Handayani dan Suharmiati, 2002)
Senyawa-senyawa yang dapat berkhasiat sebagai obat anti-inflamasi antara lain : senyawa golongan flavonoid, senyawa golongan alkaloid, senyawa golongan minyak atsiri, senyawa golongan asam fenol, dan tanin (Duweijua dan Zetlin, 1993).
Jamu pegal linu adalah salah satu jamu yang cukup dikenal dan sering digunakan dimasyarakat akhir-akhir ini. Biasanya berkhasiat menghilangkan pegal linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan menghilangkan sakit seluruh badan (Winarno dan Sundari, 1996).
B. Inflamasi
Inflamasi adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1992). Menurut Bellanti (1993), inflamasi dapat dipandang sebagai satu seri peristiwa kompleks yang berkembang bila tubuh mendapat injuri secara mekanik atau agen kimia atau oleh proses penghancuran diri (autoimun).
(28)
Inflamasi secara umum dibagi dalam 3 fase, yakni : inflamasi akut, respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan; hal tersebut terjadi melalui mekanisme pelepasan mediator kimia dan pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun. Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi hospes mungkin menguntungkan, sebab organisme penyerang difagositosis atau dinetralisir, sebaliknya akibat tersebut juga dapat merusak bila menjurus pada inflamasi kronis tanpa penguraian dari proses cedera yang mendasarinya. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam respon akut seperti interferon, PDGF (platelet-derived growth factor) serta interleukin-1,2,3. Salah satu kondisi yang paling penting yang melibatkan mediator-mediator ini ialah artritis reumatoid, dimana inflamasi kronis menyebabkan sakit dan kerusakan pada tulang dan tulang rawan yang bisa menjurus kepada ketidakmampuan untuk bergerak dimana terjadi perubahan-perubahan sistemik yang bisa memperpendek umur (Katzung, 2001).
Gejala reaksi radang yang dapat diamati :
1. Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang menyuplai daerah tersebut. Dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi
(29)
penuh dengan darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangaan akut (Price dan Wilson, 1992).
2. Kalor atau panas, terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya, panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 370 C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah normal (Price dan Wilson, 1992).
3. Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan ditimbulkan melalui berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa saki (Price dan Wilson, 1992).
4. Tumor atau pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Sel-sel darah putih, atau leukosit meninggalkan aliran darah, dan tertimbun sebagai bagian ari eksudat (Price dan Wilson, 1992).
(30)
5. Fungsio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan dimana terdapat nyeri disertai sirkulasi abnormal, dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara abnormal (Price dan Wilson, 1992).
Gejala-gejala ini merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke dalam ruang ekstra sel akibat meningkatnya ketelapan kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Reaksi ini dapat disebabkan oleh pembebasan bahan-bahan mediator (histamin, serotonin, prostaglandin, kinin) (Mutschler, 1986).
Penyebab inflamasi banyak sekali dan beraneka ragam, dan penting sekali untuk diketahui bahwa inflamasi dan infeksi itu tidak sinonim. Yang dimaksud dengan infeksi adalah adanya mikroorganisme hidup dalam jaringan. Infeksi ini hanya merupakan salah satu penyebab dari inflamasi. Inflamasi dapat terjadi dengan mudah pada keadaan steril sempurna, seperti sewaktu sebagian jaringan mati karena hilangnya suplai darah (Price dan Wilson, 1992). Pengaruh yang sifatnya merusak sel sering juga disebut noksi. Noksi dapat berupa noksi kimia (obat-obatan), noksi fisika (panas atau dingin yang berlebihan, radiasi, benturan), serta infeksi dengan mikroorganisme atau parasit (Mutschler, 1986).
Prostaglandin merupakan mediator yang paling penting dalam proses inflamasi. Prostaglandin tidak disimpan secara intraselute, prostaglandin merupakan hasil pemecahan dari asam arakhidonat oleh enzim fosfolipase sebagai respon terhadap berbagai rangsangan (Wilmana, 1995).
(31)
Trauma/luka pada sel Gangguan pada membran sel
Fosfolipid
Dihambat kortikosteroid enzim fosfolipase
Asam arakhidonat
Enzim lipooksigenase enzim siklooksigenase Dihambat obat AINS
(*serupa aspirin*)
Hidroperoksid Endoperoksid
PGG2/PGH Leukotrien
PGE2, PGF2, PGD2 Prostasiklin Tromboksan
Gambar 1. Biosintesis Prostagalandin (Wilmana, 1995)
Kejadian peradangan secara garis besar cenderung sama, oleh karena itu reaksi peradangan dapat dipelajari sebagai gejala umum. Mekanisme peradangan antara lain dapat dilihat pada kejadian hiperimia, ukuran arteriol pengatur aliran darah dalam kapiler. Dalam keadaan normal, aliran sedemikian rupa sehingga beberapa kapiler kelihatan kolaps dan lainnya sangat sempit. Pada dilatasi arteriol, pertambahan volume darah yang mengalir ke dalam kapiler meregangkan dan menimbulkan perubahan warna menjadi kemerahan yang menyolok pada jaringan, hal ini merupakan gejala awal dari suatu peradangan (Price dan Wilson, 1992).
(32)
Secara lebih sederhana, proses terjadinya inflamasi dapat digambarkan sebagai berikut :
Kerusakan sel
Pembebasan bahan mediator
Eksudasi Perangsangan Reseptor nyeri Gangguan
Sirkulasi lokal
Panas Eksudasi Gangguan fungsi
Proliferasi Seluler Emigrasi Leukosit
Nyeri Pemerahan
Noksius
Gambar 2. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutschler, 1986) Pada proses peradangan terjadi pembentukan dan atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh yang dinamakan mediator. Mediator ini merupakan aspek penting dalam proses peradangan. Mediator yang dikenal pada proses inflamasi dapat digolongkan ke dalam kelompok amina vasoaktif, substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma, metabolit asam arakhidonat, dan berbagai macam produk sel (Price dan Wilson, 1992).
Amina vasoaktif yang paling penting adalah histamin, yang mampu menghasilkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler. Histamin disimpan dalam sel mast, sel basofil, dan trombosit. Histamin yang tersimpan tidak aktif, efek vaskuler akan timbul bila histamin dilepaskan. Metabolit asam
(33)
arakidonat merupakan mediator peradangan yang paling penting. Asam arakidonat berasal dari banyak fosfolipid diaktifkan oleh cedera. Asam Arakidonat dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yakni jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase yang menghasilkan sejumlah prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Selain itu, sejumlah substansi yang dihasilkan oleh sel, memiliki sifat-sifat yang juga penting dalam peradangan (Price dan Wilson, 1992).
C. Obat Anti-Inflamasi
Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai 2 tujuan utama; pertama, meringankan rasa nyeri, yang seringkali merupakan gejala awal yang terlihat dan keluhan utama yang terus-menerus dari pasien; dan kedua memperlambat atau (dalam teori) membatasi proses perusakan jaringan. Pengurangan inflamasi dengan obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS; nonsteroidal anti-inflamatory drugs = NSAIDs) seringkali berakibat meredanya rasa nyeri selama periode yang bermakna (Katzung, 2002).
Glukokortikoid juga memiliki efek anti-inflamasi (Katzung, 2002). Glukokortikoid menginhibisi proses awal inflamasi (edema, dilatasi kapilari, migrasi leukosit, fagositosis). Glukokotikoid menginduksi lipokortin, yang menghambati aktivitas fosfolipase A2 dan menekan keluarnya mediator-mediator dari sel. Glukokortikoid juga menghambat keluarnya prostaglandin darti sintesis siklooksigenase, membatasi laju enzim dalam metabolit prostaglandin (Anonim, 2007).
(34)
AINS memiliki tiga efek utama yaitu : efek anti-inflamasi yaitu dengan merubah reaksi inflamasi; efek analgesik yaitu dengan menghilangkan rasa nyeri; dan efek antipiretik yaitu dengan menurunkan temperatur tubuh (Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2003).
Sebagian besar dari AINS dimetabolisme oleh mekanisme fase I dan fase II dan lainnya hanya oleh glukuronidasi langsung (fase II). Metabolisme dari sebagian besar AINS berlangsung sebagian melalui enzim P450 kelompok CYP3A dan CYP2C dalam hati. Sekalipun ekskresi ginjal adalah rute yang paling penting untuk eliminasi terakhir, hampir semuanya melalui berbagai tingkat ekskresi empedu dan penyerapan kembali (sirkulasi enterohepatis). Sebagian besar dari AINS berikatan protein tinggi (≥ 98%), biasanya dengan albumin (Katzung, 2002).
Aktivitas anti-inflamasi dari AINS terutama diperantarai melalui hambatan biosintesis prostaglandin. Berbagai AINS mungkin memiliki mekanisme kerja tambahan, termasuk hambatan kemotaksis, regulasi rendah (down-regulation) produksi interleukin-1, penurunan produksi radikal bebas dan superoksida (Katzung, 2002). Spesies oksigen relatif yang diproduksi neutrofil dan makrofag terlibat dalam kerusakan jaringan pada beberapa kondisi, dan AINS yang mempunyai efek peredaman radikal oksigen yang kuat sama baiknya seperti aktivitas inhibisi COX dapat mengurangi kerusakan jaringan (Rang dkk, 2003).
Selama terapi dengan obat-obat ini, inflamasi dikurangi oleh penurunan rilis mediator-mediator granulosit, basofil, dan sel-sel mast. AINS mengurangi kepekaan dari pembuluh darah terhadap bradikinin dan histamin, mempengaruhi
(35)
produksi lymphokine dari limfosit T, dan membalikkan vasodilatasi. Dalam tingkat yang berbeda-beda semua AINS yng lebih baru adalah analgesik, anti-inflamasi, dan antipiretik, dan semua (kecuali agen-agen selektif COX-2) menghambat agregasi platelet (Katzung, 2002).
Pada tumbuhan senyawa-senyawa yang dapat berkhasiat sebagai obat anti-inflamasi antara lain : senyawa golongan flavonoid, senyawa golongan alkaloid, senyawa golongan minyak atsiri, senyawa golongan asam fenol, dan tanin (Duweijua dan Zetlin, 1993).
D. Diklofenak
Cl H N COOH
Cl
Gambar 3. Struktur kimia natrium diklofenak (Budavari, 2001)
Diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenilasetat yang menyerupai flurbiprofen dn meclofenamate. Obat ini juga adalah penghambat cyclooxygenase yang relatif nonselektif dan kuat, juga mengurangi bioavailabilitas asam arakhidonat. Obat ini memiliki sifat-sifat anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik yang biasa. Obat-obat ini cepat diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavailabilitas sistemiknya hanya antra 30-70% karena metabolisme lintas pertama. Obat ini mempunyai waktu paruh 1-2 jam. Seperti flurbiprofen ia
(36)
menumpuk di dalam cairan sinovial, dengan waktu paruh 2-6 jam dalam kompartemen ini (Katzung, 2002).
Efek-efek yang tidak diinginkan bisa terjadi pada kira-kira 20% dari pasien dan meliputi distress gastrointestinal, pendarahan gastrointestinal yang terselubung dan timbulnya ulserasi lambung, sekalipun timbulnya ulkus lebih jarang terjadi daripada dengan beberapa AINS lainnya. Kombinasi antara diklofenak dengan mesoprostol mengurangi ulkus pada gastrointestinal bagian atas tetapi bisa mengakibatkan diare (Katzung, 2002).
E. Bahan-Bahan Yang Terkandung Dalam Sampel Jamu
Jamu Pegal Linu® Sido Muncul sesuai dengan yang tertera pada kemasan mengandung bahan-bahan sebagai berikut :
a. Retrofracti Fructus
Retrofracti Fructus atau buah cabai Jawa adalah buah majemuk Piper retrofractum Vahl. yang telah tua tetapi belum masak,
Isi simplisia : minyak atsiri 99 %, piperin 4-6 %, damar piperidin (Anonim, 1977).
Penggunaan : stimulans (Anonim, 1977), piperin mempunyai daya antipiretik, analgesik, anti-inflamasi, dan menekan susunan saraf pusat (Dalimartha, 1999).
b. Melaleuceae Fructus
Melaleuceae Fructus atau buah kayu putih adalah buah Melaleuca leucadendron L., berikut dasar bunganya. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,7 % v/b.
(37)
Isi simplisia : minyak atsiri (Anonim, 1979). Penggunaan : karminatif (Anonim, 1979). c. Zingeberis aromaticae Rhizoma
Zingeberis aromaticae Rhizoma atau rimpang lempuyang wangi adalah rimpang dari Zingiber aromaticum Val. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,4 %.
Isi simplisia : minyak atsiri 0,5 %-1,0 % mengandung zerunbon, humulen, limonen (Anonim, 1978), saponin, flavonoida dan tanin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Penggunaan : karminatif, stomakikum (Anonim, 1978), obat radang dan obat encok (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
d. Languatis Rhizoma
Languatis Rhizoma atau rimpang lengkuas adalah rimpang Languas galanga (L). Stuntz. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,5 % v/b.
Isi simplisia : minyak atsiri 1 % mengandung kamfer, sineol dan asam metil sinamat (Anonim, 1978).
Penggunaan : karminatif, antifungi (Anonim, 1978). e. Cyperi Rhizoma
Cyperi Rhizoma atau rimpang teki adalah rimpang Cyperus rotundus L. Isi simplisia : minyak atsiri, alkaloida, glikosida, flavonoida (Anonim, 1980). Penggunaan : diuretik, stomakik (Anonim 1980).
(38)
Jamu Prolinu® Air Mancur sesuai dengan yang tertera pada kemasanmengandung bahan-bahan sebagai berikut :
a. Coriandri Fructus
Coriandri Fructus atau buah ketumbar Coriandrum sativum L. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,2 % v/b,
Isi simplisia : minyak atsiri mengandung d-linalol, geranol, borneol (Anonim, 1980).
Penggunaan : karminatif, spasmolitik, stomakik (Anonim, 1980). b. Retrofracti Fructus
Retrofracti Fructus atau buah cabai Jawa adalah buah majemuk Piper retrofractum Vahl. yang telah tua tetapi belum masak,
Isi simplisia : minyak atsiri 99 %, piperin 4-6 %, damar piperidin (Anonim, 1977).
Penggunaan : stimulans (Anonim, 1977), piperin mempunyai daya antipiretik, analgesik, anti-inflamasi, dan menekan susunan saraf pusat (Dalimartha, 1999).
c. Languatis Rhizoma
Languatis Rhizoma atau rimpang lengkuas adalah rimpang Languas galanga (L). Stuntz. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,5 % v/b.
Isi simplisia ; minyak atsiri 1 % mengandung kamfer, sineol dan asam metil sinamat (Anonim, 1978).
(39)
d. Zingeberis Rhizoma
Zingeberis Rhizoma atau rimpang jahe adalah rimpang Zingiber officinale Rosc. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,7 %.
Isi simplisia : minyak atsiri 2 % samapai 3 % mengandung zingiberen, felandren, kamfer, limonen, borneol, sineol, sitral dan zingiberol, minyak damar yang mengandung zingeron (Anonim, 1978), flavonoida dan polifenol (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Penggunaan : karminatif (Anonim, 1978), obat rematik (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
e. Zingeberis aromaticae Rhizoma
Zingeberis aromaticae Rhizoma atau rimpang lempuyang wangi adalah rimpang dari Zingiber aromaticum Val. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 0,4 %.
Isi simplisia : minyak atsiri 0,5 %-1,0 % mengandung zerunbon, humulen, limonen (Anonim, 1978), saponin, flavonoida dan tanin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Penggunaan : karminatif, stomakikum (Anonim, 1978), obat radang dan obat encok (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Berikut disajikan tabel perbandingan komponen bahan-bahan penyusun produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan produk jamu Prolinu® Air Mancur. Diharapkan bahan-bahan penyusun yang sama antara kedua jamu pegal linu tersebut merupakan bahan yang berkhasiat sebagai anti-inflamasi :
(40)
Tabel I. Perbandingan komponen bahan-bahan penyusun produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan produk jamu Prolinu® Air Mancur
Komponen Jamu Pegal Linu
® Sido Muncul
Jamu Prolinu® Air Mancur
Retrofracti Fructus √ √
Melaleuceae Fructus √
Zingeberis aromaticae Rhizoma √ √
Languatis Rhizoma √ √
Cyperi Rhizoma √
Coriandri Fructus √
Zingeberis Rhizoma √
F. Metode Uji Anti-Inflamasi
Metode uji anti-inflamasi dapat dibagi menjadi dua yaitu secara in vitro dan in vivo.
Metode in vitro untuk aktivitas anti-inflamasi berguna untuk mengetahui pengaruh substansi-substansi fisiologi dalam proses terjadinya inflamasi, antara lain histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Salah satu metode in vitro untuk aktivitas anti-inflamasi adalah pengikatan reseptor 3H-Bradikinin. Bradikinin menghasilkan nyeri yang terjadi pada reaksi inflamasi dan menurunkan tekanan darah dengan vasodilatasi. Pengikatan reseptor 3
H-Bradikinin digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang menghambat pengikatan 3H-Bradikinin dalam preparat membran yang didapat dari ileum guinea pig. Daya anti-inflamasi ditunjukkan dengan persen penghambatan ikatan 3
H-Bradikinin (Vogel, 2002).
Untuk memprediksi efektivitas terapeutik suatu sediaan, harus digunakan secara serentak beberapa model penelitian in vivo, yang bersama dapat meniru
(41)
gejala dari akut dan kronik inflamasi seperti kemerahan, panas, eksudasi plasma, udema, nyeri, migrasi sel darah putih, proliferasi jaringan, deformasi organ, penyusutan jaringan dan nekrosis sebagian (Gryglewski, 1977).
Beberapa metode uji aktivitas anti-inflamasi secara in vivo, yaitu: 1. Uji Eritema
Tanda paling awal dari reaksi inflamasi di kulit adalah kemerahan (eritema) yang berhubungan dengan vasodilatasi, dimana belum disertai eksudasi plasma dan udema. Pada marmot albino reaksi eritema terlihat dua jam setelah penyinaran UV pada kulit yang telah dicukur. Uji eritema yang disebabkan UV dapat digunakan untuk mengukur fase vasodilatasi pada reaksi inflamasi. Mekanisme dari reaksi ini tidak diketahui, tapi pelepasan prostaglandin kelihatannya berperan pada fenomena ini (Gryglewski, 1977). Keuntungan dari uji ini adalah sederhana tapi membutuhkan latihan bagi penggunanya untuk menggunakan fotometer refleksi dengan tujuan untuk menghilangkan penilaian subjektif (Vogel, 2002).
2. Inflamasi (eritema dan udema) pada telingan rodentia
Metode ini menggunakan hewan uji mencit untuk eritema dan udema sedangkan tikus untuk pengukuran udema. Bahan penginduksi eritema atau udema menggunakan minyak kroton, asam arakhidonat, dan etil fenil propionat. Antagonis pembandingnya adalah indometasin, kuersetin, hidrokortison dan propanolol. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian dibagai dalam 5-7 per kelompok dosis. Bahan anti-inflamasi yang akan diujikan diaplikasikan pada pinna telinga menggunakan mikropipet ± 15 menit sebelum pemberian iritan
(42)
(pada area yang sama). Penilaian untuk eritema dilakukan dengan pengamatan pada telingan hewan uji. Jika terjadi eritema diberi tanda ++, ringan +, dan jika tidak ada eritema 0, sedangkan penilaian udema dilakukan dengan pemotongan salah satu telingan dan ditimbang. (Williamson, Okpako dan Evans, 1996).
3. Paw edema test
Diantara banyak metode yang digunakan untuk skrining obat anti-inflamasi, satu dari teknik yang paling umum digunakan didasarkan pada kemampuan beberapa bahan uji untuk menghambat produksi udema kaki hewan uji setelah injeksi bahan pembuat radang. Banyak zat pembuat radang (iritan) yang telah digunakan seperti formaldehid, dextran, albumin telur, karagenin, dll (Vogel, 2002). Iritan yang paling banyak digunakan adalah karagenin. Karagenin adalah polisakarida tersulfatasi yang diekstrak dari lumut irlandia Chondrus cripus (Glyglewski, 1977). Reaksi inflamasi yang diinduksi karagenin mempunyai dua fase: fase awal dan akhir. Fase awal berakhir setelah 60 menit dan dihubungkan dengan pelepasan histamin, serotonin, dan bradikinin. Fase akhir terjadi antara 60 menit setelah injeksi dan berakhir setelah tiga jam. Fase ini dihubungkan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil (Suleyman, Demircan, Karagoz, Oztasan, dan Suleyman, 2004). Efeknya dapat diukur dengan beberapa cara misalnya kaki belakang dipotong pada sendi talocrural dan ditimbang (Vogel, 2002).
(43)
4. Tes radang selaput dada
Radang selaput dada dikenal sebagai fenomena inflamasi eksudatif pada manusia (Vogel, 2002). Radang selaput dada pada tikus dapat disebabkan injeksi intrapleural dari turpentine, evans blue, gum arab, glikogen, dekstran, atau karagenin. Pada waktu tertentu setelah injeksi iritan hewan uji dibunuh dan eksudat dipindahkan, lebih baik dengan mencuci rongga dada dengan sejumlah larutan Hank’s yang diketahui volumenya untuk memastikan didapatnya eksudat dan sel utuh yang lengkap (Gryglewski, 1977). Radang selaput dada yang disebabkan karagenin dipertimbangkan sebagai model inflamasi akut yang paling sempurna dimana keluarnya cairan, migrasi leukosit, dan parameter biokimia lain yang ada dalam respon inflamasi dapat diukur dengan mudah dari eksudat (Vogel, 2002)
5. Tes kantung granuloma
Metode ini dapat digunakan untuk memperkirakan potensi anti-inflamasi kortikosteroid (Vogel, 2002). Setelah kantung dibuat di punggung tikus dengan injeksi subkutan 10 – 25 ml udara steril, berbagai iritan (minyak croton yang dicairkan, turpentine, mikrobakterial, fosfolipase A2 atau karagenin) dimasukkan pada lubang (Gryglewski, 1977). Empat puluh delapan jam sesudahnya udara diambil dan hewan diinjeksi larutan uji atau larutan standar (Vogel, 2002). Empat sampai empat belas hari setelahnya respon inflamasi dievaluasi dengan dasar volume cairan yang diambil dari kantung sama seperti berat dan tebal dinding kantung. Model kantung granuloma ini lebih sensitif terhadap obat anti-inflamasi steroid daripada non steroid (Gryglewski, 1977).
(44)
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode evaluasi aktivitas anti-inflamasi yang telah dilakukan oleh Langford, Holmes, dan Emele pada tahun1972. Penelitian tersebut menggunakan mencit betina dan zat peradang berupa yeast (ragi) yang diinjeksikan pada telapak kaki kanan belakang. Persentase respon anti-inflamasi dinyatakan dengan:
Persen (%) respon anti-inflamasi = − ×
U D U
100%
Dimana U : harga rata-rata berat kaki kelompok yeast dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
D : harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
Metode Langford dkk, yang telah dimodifikasi yaitu metode inflamasi pada telapak kaki belakang dengan menggunakan bahan peradang karagenin 1 % dan menggunakan hewan uji mencit galur Swiss. Aktivitas anti-inflamasi dapat dievaluasi dengan penurunan bobot kaki pada hewan uji dan dinyatakan sebagai persentase daya anti-inflamasi, yang dirumuskan sebagai berikut :
Persen (%) daya anti-inflamasi = x100%
U D U −
Dimana U : harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
D : harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
(45)
G. Landasan Teori
Inflamasi adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1992). Reaksi inflamasi yang disebabkan oleh induksi karagenin memiliki 2 fase, yaitu fase awal dan akhir. Fase awal berlangsung selama 60 menit dan berhubungan dengan pelepasan histamin, serotonin dan bradikinin. Fase akhir terjadi 60 menit setelah injeksi hingga 3 jam. Fase ini berhubungan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil (Suleyman dkk, 2004).
Jamu pegal linu adalah salah satu jamu yang cukup dikenal dan sering digunakan dimasyarakat. Biasanya berkhasiat menghilangkan pegal linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan menghilangkan sakit seluruh badan. Komponen bahan penyusun dalam produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur yang berperan sebagai anti-inflamasi Zingeberis aromaticae Rhizoma, Languatis Rhizoma, Cyperi Rhizoma, dan Zingeberis Rhizoma. Senyawa yang terkandung dalam bahan-bahan tersebut antara lain minyak atsiri dan flavonoid. Menurut Duweijua dan Zetlin (1993), senyawa-senyawa yang dapat berkhasiat sebagai obat anti-inflamasi antara lain : senyawa golongan flavonoid, senyawa golongan alkaloid, senyawa golongan minyak atsiri, senyawa golongan asam fenol, dan tanin.
(46)
Mekanisme flavonoid sebagai anti-inflamasi yaitu menghambat aktivitas siklooksigenase dan lipoksigenase, enzim utama yang memproduksi eicosanoid (prostaglandin, leukotrien, dan tromboksan) dan penangkapan radikal bebas. (Schulman 2002). Zingeberis Rhizoma mempunyai aktivitas sebagai anti-inflamasi. Penelitian secara in-vivo menunjukkan bahwa ekstrak Zingeberis Rhizoma secara oral menurunkan edema pada tangan tikus. Senyawa (6)-shagaol pada Zingeberis Rhizoma menghambat induksi karagenan penyebab edema pada tangan tikus dengan menghambat aktivitas siklooksigenase (Anonim, 2000).
H. Hipotesis
Produk jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur mempunyai efek anti-inflamasi.
(47)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah
B. Metode Uji Daya Anti – Inflamasi
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode induksi udema oleh Langford, Holmes, dan Emele (1972) yang telah dimodifikasi. Prinsip dari metode ini yaitu aktivitas anti-inflamasi ditandai dengan penurunan bobot udema.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah produk jamu pegal linu. Kedua produk jamu pegal linu yang dipakai adalah :
• Jamu Pegal Linu® yang diproduksi oleh PT Sido Muncul, Semarang dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 771216431.
Cara pakai : 2 kali 1 bungkus sehari selama diperlukan. 1 bungkus diseduh dengan 100 cc (1/2 gelas) air masak hangat ditambah jeruk nipis dan madu.
(48)
• Jamu Prolinu® yang diproduksi oleh PT Air Mancur, Solo dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 001204401
Cara pakai : Satu bungkus diseduh dengan ½ gelas (100ml) air panas. Minumlah secara teratur 2 kali sehari @ 1 bungkus setiap pagi dan sore.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dari penelitian ini adalah bobot udema kaki mencit (Musmusculus) yang mengalami inflamasi buatan dengan karagenin dan persen (%) daya anti-inflamasi.
3. Variabel Pengacau Terkendali
Variabel pengacau terkendali meliputi: 1) Jenis kelamin mencit : jantan
2) Umur mencit : 2,0 – 3,0 bulan 3) Berat badan mencit : 20 – 30 g 4) Galur mencit : Swiss 4. Variabel pengacau tak terkendali
a. Kondisi fisiologi dan patologi hewan uji b. Komplikasi penyakit hewan uji
D. Definisi Operasional 1. Jamu pegal linu
Jamu pegal linu adalah jamu kemasan dalam bentuk serbuk yang mempunyai nama produk jamu Pegal Linu® yang diproduksi oleh PT Sido
(49)
Muncul, Semarang dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 771216431 dan jamu Prolinu® yang diproduksi oleh PT Air Mancur, Solo dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 001204401. Kedua jamu ini diseduh dalam air hangat sebelum diberikan kepada mencit secara per oral.
2. Uji daya anti-inflamasi
Uji daya anti-inflamasi pada penelitian ini adalah uji dengan menggunakan mencit jantan galur Swiss sebagai hewan uji dengan perlakuan diberikan jamu pegal linu sebagai bahan anti-inflamasi yang diuji secara per oral, kemudian diradangkan telapak kaki belakang sebelah kiri dengan menginjeksikan zat peradang karagenin 1 % dan kaki belakang sebelah kanannya mendapat perlakuan sham injection sebagai kontrolnya secara subplantar, dan diukur bobot kakinya dengan cara memotong kedua kaki belakang mencit pada bagian sendi torsocrural, kemudian ditimbang. Selisih bobot udema adalah hasil dari bobot kaki dikurangi kaki kanan kiri dan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.
E. Subyek dan Bahan Penelitian 1. Subyek uji
Subyek uji yang digunakan berupa mencit (Musmusculus) putih dengan spesifikasi: galur Swiss, berat badan antara 20 – 30 g, umur antara 2 – 3 bulan, jenis kelamin jantan
(50)
2. Bahan Penelitian
a. Bahan uji
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamu Pegal Linu® yang diproduksi oleh PT Sido Muncul, Semarang dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 771216431 dan jamu Prolinu® yang diproduksi oleh PT Air Mancur, Solo dengan nomor registrasi Dep. Kes. RI. No. TR. 001204401.
b. Bahan uji farmakologi
Bahan uji farmakologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1) Zat peradang (inflamatogen) : karagenin tipe I (Sigma Chemical Co.) yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2) Pensuspensi karagenin : NaCl fisiologis 0,9%.
3) Kontrol positif : diklofenak – Na (BP 98) (yang diperoleh dari) Wenzhou Pharmaceutical Factory.
4) Pelarut : aquadest produksi Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
F. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan meliputi :
1. Alat-alat gelas : pipet tetes, batang pengaduk, beaker glass, pipet volume, labu takar.
(51)
3. Neraca analitik Metler Toledo Tipe AB 204, Switzerland. 4. Spuit injeksi subplantar (0,1-1,0 ml)
5. Alat pemberi peroral berupa jarum suntik (0,1-1,0 ml) yang ujungnya diberi bola kecil dengan lubang ditengahnya, sehingga tidak melukai hewan uji.
G. Tata Cara Penelitian 1. Penyiapan Bahan Uji
a. Pemilihan produk jamu pegal linu
Pemilihan produk jamu pegal linu diperoleh dengan melakukan pengamatan di 12 toko jamu yang ada di wilayah Kota Madya Yogyakarta. Pengamatan ini bertujuan untuk mencari informasi mengenai produk jamu pegal linu yang diminati oleh masyarakat. Dari pengamatan tersebut akan dipilih 2 produk jamu yang diminati masyarakat.
b. Pembuatan jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur. Masing-masing produk jamu sebanyak 10 g diseduh dengan air hangat hingga 100 ml sehingga dieroleh konsentrasi 100 mg/ml.
c. Pembuatan larutan karagenin
Menurut Williamson, Okpako, dan Evans (1996), 0,05 ml larutan karagenin 1 % yang dilarutkan dalam 0,9 % NaCl fisiologis digunakan sebagai bahan pembuat radang pada mencit. Larutan karagenin 1 % dibuat dengan cara melarutkan 100 mg karagenin ke dalam NaCl fisiologis 0,9 % hingga volume 10 ml. Perhitungan dosis karagenin dengan mengasumsikan volume pemberian 0,05 ml dan bobot badan mencit 20 g adalah sebagai berikut:
(52)
Dosis karagenin = kg ml mg x 02 , 0 10 / 100 05 , 0
= 25 mg/kg BB d. Pembuatan larutan natrium diklofenak
Larutan diklofenak dibuat dengan cara menimbang 12,50 mg natrium diklofenak serbuk kemudian ditambah aquadest sampai volumenya 25 ml, sehingga diperoleh konsentrasi 0,5 mg/ml.
2. Orientasi dan Penetapan Dosis
a. Penetapan dosis jamu Pegal Linu®Sido Muncul dan jamu Prolinu®Air Mancur. Dosis jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu®Air Mancur yang digunakan adalah 637; 1274; dan 2548 mg/kg BB. Dosis ini diperoleh berdasarkan perhitungan:
1) Dosis 1274 mg/kg BB
Merupakan dosis dari 1 bungkus produk jamu pegal linu (jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu® Air Mancur) yang memiliki berat bersih 7 g :
Konversi ke orang 70 kg = 7g 9,8g 9800mg 50
70
= =
×
Konversi ke mencit 20 g = 0,0026 x 9800 mg = 25,48 mg Jadi dosis jamu pegal linu untuk mencit adalah :
mg 48 , 25 20 1000×
(53)
2) Dosis 637 mg/kg BB
Merupakan dosis dari setengah bungkus jamu pegal linu dengan berat bersih 3,5 g:
Konversi ke orang 70 kg = 3,5g 4,9g 4900mg 50
70
= =
×
Konversi ke mencit 20 g = 0,0026 x 4900 mg = 12,74 mg Jadi dosis jamu pegal linu untuk mencit adalah :
mg 74 , 12 20 1000×
= 637 mg/kg BB 3) Dosis 2548 mg/kg BB
Merupakan dosis dari 2 bungkus jamu pegal linu dengan berat bersih 14 g: Konversi ke orang 70 kg = 14g 19,6g 19600mg
50 70
= =
×
Konversi ke mencit 20 g = 0,0026 x 19600 mg = 50,96 mg Jadi dosis jamu pegal linu untuk mencit adalah :
mg 96 , 50 20 1000×
= 2548 mg/kg BB b. Penetapan dosis suspensi karagenin
Dosis karagenin ditetapkan berdasarkan penelitian Williamson et al (1996) yaitu dengan kadar 1 % yang dilarutkan dalam NaCl 0,9 % fisiologis yang disuntikkan secara subplantar pada terlapak kaki mencit jantan sebesar 0,05 ml sehingga diperoleh dosis larutan karagenin sebesar 25 mg/kg BB.
(54)
c. Penetapan dosis natrium diklofenak
Dosis natrium diklofenak yang digunakan sebagai dosis orientasi adalah 9,75; 10,795; dan 11,95 mg/kg BB. Dosis ini diperoleh berdasarkan penelitian Handani (2002) dengan cara perhitungan:
1) Dosis I
Manusia 70 kg = 75 mg/kg BB Konversi ke mencit 20 g =
BB kg 70 BB kg / mg 75
x 0,0026 = 0,195 mg/20g BB = 9,75 mg/kg BB 2) Dosis II
Manusia 70 kg = 83,039 mg/kg BB Konversi ke mencit 20 g=
BB kg 70 BB mg/kg 83,039
x 0,0026 = 0,216 mg/20gBB = 10,795 mg/kg BB 3) Dosis III
Manusia 70 kg = 91,923 mg/kg BB Konversi ke mencit 20 g =
BB kg 70 BB mg/kg 91,923
x 0,0026 = 0,239 mg/20g BB = 11,95 mg/kg BB d. Penetapan selang waktu pemotongan kaki
Dua belas hewan uji dibagi dalam empat kelompok, kemudian kaki kirinya disuntik dengan karagenin 1 % sebanyak 0,05 ml sedangkan kaki kanan sebagai kontrol, mendapat perlakuan sham injection tanpa karagenin. Tiap kelompok dikurbankan pada selang waktu tertentu (1, 2, 3, dan 4 jam)
(55)
setelah penyuntikan karagenin. Setelah dikurbankan, kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Waktu pemotongan kaki ditentukan pada saat kaki mengalami peningkatan udema yang berarti.
e. Penetapan dosis natrium diklofenak
Sembilan hewan uji dibagi dalam tiga kelompok. Tiap kelompok diberi natrium diklofenak secara peroral dengan dosis tertentu (9,75 mg/kg BB; 10,795 mg/kg BB; dan 11,95 mg/kg BB) 15 menit sebelum disuntik dengan karagenin 1 %. T jam setelah disuntik karagenin, hewan uji dikurbankan dan kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Dosis natrium diklofenak ditentukan pada saat kaki mengalami penurunan udema yang berarti. T jam adalah waktu pemotongan kaki hasil orientasi.
f. Penetapan selang waktu pemberian natrium diklofenak
Dua belas hewan uji dibagi dalam empat kelompok. Tiap kelompok diberi natrium diklofenak secara peroral dengan dosis hasil orientasi pada selang waktu tertentu (15, 30, 45, dan 60 menit) sebelum disuntik dengan karagenin 1 %. T jam setelah penyuntikan karagenin, hewan uji dikurbankan dan kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Waktu pemberian natrium diklofenak ditentukan pada saat kaki mengalami penurunan udema yang berarti.
3. Perlakuan pada Hewan Uji
Sejumlah mencit dibagi menjadi 8 kelompok secara acak, tiap kelompok terdiri dari 6 hewan uji.
(56)
Kelompok II : kontrol (+), diberi natrium diklofenak dengan dosis sesuai hasil penetapan
Kelompok III : diberi jamu Pegal Linu® Sido Muncul dengan dosis 637 mg/kg BB.
Kelompok IV : diberi jamu Pegal Linu® Sido Muncul dengan dosis 1274 mg/kg BB.
Kelompok V : diberi jamu Pegal Linu® Sido Muncul dengan dosis 2548 mg/kg BB.
Kelompok VI : diberi jamu Prolinu® Air Mancur dengan dosis 637 mg/kg BB.
Kelompok VII : diberi jamu Prolinu® Air Mancur dengan dosis 1274 mg/kg BB.
Kelompok VIII: diberi jamu Prolinu® Air Mancur dengan dosis 2548 mg/kg BB.
Mencit dalam setiap kelompok uji akan diberi sediaan jamu dengan dosis yang telah ditetapkan secara p.o. Setelah t menit, masing-masing kelompok akan diberi praperlakuan berupa penyuntikan telapak kaki kiri belakang dengan 0,05 ml karagenin 1 % dan telapak kaki kanan belakang disuntik dengan spuit tanpa suspensi. Tunggu sampai T waktu setelah itu mencit dikurbankan dan kakinya dipotong pada sendi torsocrural kemudian ditimbang dan dicari selisih bobot kakinya. T adalah waktu hasil orientsi selang waktu pemotongan kaki dan t adalah waktu hasil orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak.
(57)
4. Perhitungan Respon Daya Anti-Inflamasi
Aktivitas anti-inflamasi pada metode Langford dkk yang telah dimodifikasi (1972), dievaluasi dengan perubahan bobot kaki mencit yang dinyatakan sebagai persen daya anti-inflamasi yang dirumuskan sebagai berikut :
Persen (%) respon anti-inflamasi = x100%
U D U −
Dimana U : harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
D : harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata berat kaki normal (tanpa perlakuan)
5. Perhitungan Potensi Relatif Daya Anti-Inflamasi
Potensi Relatif = x100%
Diklofenak Natrium
Inflamasi
-Anti Daya
i Sediaan Uj Inflamasi
-Anti Daya
H. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis varian (Anava) 1 arah taraf kepercayaan 95 %. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada kelompok perlakuan. Analisis dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak bermakna.
(58)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pemilihan Produk Jamu Pegal Linu
Pemilihan produk-produk jamu pegal linu dilakukan di toko-toko jamu yang berada di Kota Madya Yogyakarta, Yogyakarta. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui produk-produk jamu pegal linu yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dasar dari pengamatan ini adalah 2 produk jamu pegal linu yang laris atau diminati oleh masyarakat sekitar.
Pengamatan dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada penjual jamu di 12 toko-toko jamu di Kodya Yogyakarta. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepada penjual antara lain : produk jamu pegal linu apa saja yang dijual di toko jamu tersebut dan produk jamu pegal linu mana yang laris atau diminati oleh pengunjung / pembeli. Dari hasil wawancara tersebut dipilih 2 produk jamu, yaitu jamu Pegal Linu produksi PT Sido Muncul, Semarang yang selanjutnya disebut denga jamu Pegal Linu® Sido Muncul dan jamu Prolinu produksi PT Air Mancur, Solo yang selanjutnya disebut jamu Prolinu® Air Mancur. Kedua produk jamu pegal linu inilah yang akan diuji efek dan perbandingan daya anti-inflamasinya dalam penelitian ini.
(59)
B. Hasil Orientasi Percobaan
Orientasi percobaan dilakukan bertujuan untuk menguji apakah metode yang digunakan memiliki kevalidan yang dapat diterima. Ada tiga orientasi percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu orientasi selang waktu pemotongan kaki, orientasi dosis natrium diklofenak, dan orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak.
1. Orientasi selang waktu pemotongan kaki
Orientasi waktu pemotongan kaki ini bertujuan untuk mengetahui selang waktu yang tepat saat karagenin menimbulkan udema yang paling besar pada telapak kaki mencit. Orientasi selang waktu yang digunakan adalah 1, 2, 3, dan 4 jam setelah injeksi suspensi karagenin 1 % pada telapak kaki kiri mencit secara subplantar.
Data bobot udema kaki mencit setelah injeksi karagenin 1 % dalam selang waktu tertentu dapat dilihat pada lampiran 4, sedangkan rata-rata bobot udema kaki mencit pada masing-masing kelompok tersaji pada gambar 4.
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08
1 2 3 4
Waktu (jam )
R a ta -r a ta B obot U d e m a (g)
(60)
Data bobot udema yang diperoleh selanjutnya diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat kenormalan distribusi data. Hasil analisis menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dengan nilai p > 0,05, maka analisis dapat dilanjutkan dengan uji Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95 %. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antar kelompok perlakuan. Uji Anava satu arah memiliki p < 0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan antar kelompok. Untuk melihat apakah perbedaan tersebut bermakna atau tidak secara statistik maka dilakukan uji Scheffe.
Hasil analisis lengkap bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1 % dapat dilihat pada lampiran 9 dan rangkuman rata-rata bobot udema dan uji Scheffe orientasi selang waktu pemotongan kaki mencit dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel II. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu pemotongan kaki dan hasil uji Scheffe
Hasil uji Scheffe terhadap kelompok
Kel X ± SE
(gram)
n
1 2 3 4
1 0,0523 ± 0,005 3 - tb tb b
2 0,0436 ± 0,001 3 tb - b b
3 0,0662 ± 0,006 3 tb b - tb
4 0,0759 ± 0,002 3 b b tb -
Keterangan :
1 : pemotongan kaki 1 jam setelah injeksi karagenin 1 % 2 : pemotongan kaki 2 jam setelah injeksi karagenin 1 % 3 : pemotongan kaki 3 jam setelah injeksi karagenin 1 % 4 : pemotongan kaki 4 jam setelah injeksi karagenin 1 % X : rata-rata bobot udema
SE : StandartError
(61)
Dari data bobot udema yang telah disajikan, terlihat bahwa secara statistik kelompok 4 (pemotongan kaki 4 jam setelah injeksi karagenin 1 %) berbeda bermakna terhadap kelompok 1 dan kelompok 2, tetapi berbeda tidak bermakna terhadap kelompok 3, artinya jika kaki mencit dipotong pada 3 atau 4 jam setelah injeksi karagenin 1 % maka bobot udemanya dapat dikatakan sama. Berdasarkan dari grafik rata-rata bobot udema kaki mencit setelah injeksi karagenin 1 % pada rentang waktu tertentu ternyata kelompok 4 memiliki kenaikan bobot udema yang paling besar. Terjadinya kenaikan bobot udema paling besar pada kelompok 4 dapat diartikan bahwa karagenin telah berefek menimbulkan inflamasi maksimal pada 4 jam setelah injeksi karagenin 1 %. Hal inilah yang menjadi dasar pemilihan selang waktu pemotongan kaki mencit pada penelitian ini.
2. Orientasi dosis natrium diklofenak
Orientasi ini bertujuan untuk menetukan dosis natrium diklofenak yang paling efektif dalam menurunkan bobot udema pada kaki mencit. Penetapan dosis efektif natrium diklofenak ini dilakukan berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Handani (2002). Dosis orientasi natrium diklofenak yang digunakan adalah 9,75; 10,795; dan 11,95 mg/kg BB.
Data bobot udema kaki mencit orientasi pemberian natrium diklofenak dalam tiga peringkat dosis dapat dilihat pada lampiran 5, sedangkan rata-rata bobot udema kaki mencit untuk setiap dosis natrium diklofenak tersaji pada gambar 5.
(62)
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 R at a-rat a B o b o t U d e m a ( g )
9,75 10,795 11,95 Dosis (m g/kg BB)
Gambar 5. Grafik batang rata-rata bobot udema kaki mencit akibat injeksi karagenin 1 % setelah pemberian natrium diklofenak dalam 3 peringkat dosis.
Data bobot udema yang diperoleh selanjutnya diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat kenormalan distribusi data. Hasil analisis menunjukkan bahwa data terdistribusi normal, maka analisis dapat dilanjutkan dengan uji Anava Satu Arah dengan taraf kepercayaan 95 %. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antar kelompok perlakuan.
Hasil analisis lengkap bobot udema kaki mencit pada orientasi dosis efektif natrium diklofenak dapat dilihat pada lampiran 10 dan rangkuman rata-rata bobot udema pada orientasi dosis natrium diklofenak dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel III. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi dosis efektif natrium diklofenak
Dosis natrium diklofenak (mg/kg BB)
Rata-rata bobot udema kaki mencit ± SE (gram)
9,75 0,0467 ± 0,012
10,795 0,0537 ± 0,005
(63)
Berdasarkan hasil uji Anava satu arah ternyata tidak ada perbedaan udema antar kelompok perlakuan dalam berbagai variasi dosis natrium diklofenak. Karena tidak ada perbedaan tersebut maka tidak perlu dilakukan uji Scheffe. Oleh sebab itu, dosis natrium diklofenak yang akan digunakan dapat dipilih diantara ketiganya. Berdasarkan grafik rata-rata bobot udema akibat pemberian karagenin 1 % dalam berbagai variasi dosis natrium diklofenak ternyata dosis 11,95 mg/kg BB yang paling efektif dalam menurunkan bobot udema pada kaki mencit (gambar 5). Hal inilah yang menjadi dasar pemilihan dosis 11,95 mg/kg BB sebagai dosis natrium diklofenak yang digunakan dalam penelitian ini.
3. Orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak
Orientasi ini bertujuan untuk menentukan waktu yang tepat pemberian natrium diklofenak dosis efektif yang dapat memberikan penurunan bobot udema yang berarti. Data bobot udema kaki mencit setelah pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif 11,95 mg/kg BB dalam rentang waktu tertentu dapat dilihat pada lampiran 6, sedangkan rata-rata bobot udema kaki mencit pada masing-masing kelompok tersaji pada gambar 6.
(64)
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07
15 30 45 60
Waktu (m enit)
R
at
a-rat
a B
o
b
o
t U
d
em
a (
g
)
Gambar 6. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit setelah pemberian natrium diklofenak dosis efektif pada selang waktu tertentu.
Data bobot udema yang diperoleh selanjutnya diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat kenormalan distribusi data. Hasil analisis menunjukkan bahwa data terdistribusi normal, maka analisis dapat dilanjutkan dengan uji Anava Satu Arah dengan taraf kepercayaan 95 %. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antar kelompok perlakuan. Untuk melihat apakah perbedaan tersebut bermakna atau tidak secara statistik maka dilakukan uji Scheffe.
Hasil analisis lengkap bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kgBB sebelum injeksi karagenin dapat dilihat pada lampiran 11 dan rangkuman rata-rata bobot udema dan uji Scheffe orientasi selang waktu pemotongan pemberian natrium diklofenak dapat dilihat pada tabel berikut :
(65)
Tabel IV. Rangkuman rata-rata bobot udema kaki mencit pada orientasi selang waktu pemberian natrium diklofenak dosis 11,95 mg/kg BB dan uji Scheffe.
Hasil uji Scheffe terhadap kelompok
Kel X ± SE
(gram)
n
1 2 3 4
1 0,0482 ± 0,001 3 - tb b b
2 0,0423 ± 0,004 3 tb - b b
3 0,0253 ± 0,004 3 b b - b
4 0,0665 ± 0,003 3 b b b -
Keterangan :
1 : pemberian natrium diklofenak 15 menit sebelum injeksi karagenin 1 % 2 : pemberian natrium diklofenak 30 menit sebelum injeksi karagenin 1 % 3 : pemberian natrium diklofenak 45 menit sebelum injeksi karagenin 1 % 4 : pemberian natrium diklofenak 60 menit sebelum injeksi karagenin 1 % X : rata-rata bobot udema
SE : StandartError
tb : berbeda tidak bermakna
b : berbeda bermakna
Dari tabel III terlihat bahwa antar kelompok rata-rata bobot udema ada yang berbeda bermakna dan ada yang berbeda tidak bermakna. Kelompok pemberian natrium diklofenak dengan selang waktu 15 menit sebelum injeksi karagenin 1 % (kelompok 1) berbeda tidak bermakna dengan kelompok pemberian natrium diklofenak dengan selang waktu 30 menit sebelum injeksi karagenin 1 % (kelompok 2). Hal ini berarti jika natrium diklofenak diberikan 15 atau 30 menit sebelum injeksi karagenin 1 % maka penurunan bobot udema kaki mencit dapat dikatakan sama. Bila kelompok pemberian natrium diklofenak 15 dan 30 menit sebelum injeksi karagenin 1 % (kelompok 1 dan 2) dibandingkan dengan kelompok pemberian natrium diklofenak 45 dan 60 menit sebelum injeksi karagenin 1 % (kelompok 3 dan 4) maka penurunan bobot udema kaki mencit berbeda bermakna. Ini berarti pemberian natrium diklofenak 15 dan 30 menit
(1)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: SELISIH Scheffe
.005900 .0047069 .678 -.010539 .022339 .022867* .0047069 .009 .006427 .039306 -.018333* .0047069 .030 -.034773 -.001894 -.005900 .0047069 .678 -.022339 .010539 .016967* .0047069 .043 .000527 .033406 -.024233* .0047069 .006 -.040673 -.007794 -.022867* .0047069 .009 -.039306 -.006427 -.016967* .0047069 .043 -.033406 -.000527 -.041200* .0047069 .000 -.057639 -.024761 .018333* .0047069 .030 .001894 .034773 .024233* .0047069 .006 .007794 .040673 .041200* .0047069 .000 .024761 .057639 (J) WAKTU
30.00 45.00 60.00 15.00 45.00 60.00 15.00 30.00 60.00 15.00 30.00 45.00 (I) WAKTU 15.00
30.00
45.00
60.00
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level. *.
Homogeneous Subsets
SELISIH
Scheffea
3 .025300
3 .042267
3 .048167
3 .066500
1.000 .678 1.000 WAKTU
45.00 30.00 15.00 60.00 Sig.
N 1 2 3
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
(2)
Lampiran 12. Hasil Anava satu arah dengan taraf kepercayaan 95 % data persen
(%) daya anti-inflamasi uji perlakuan pada hewan uji beserta hasil
uji Scheffe.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
48 29.721041 21.27368 .073 .073 -.055 .506 .960 N
Mean
Std. Deviation Normal Parametersa,b
Absolute Positive Negative Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
DAYA
Test distribution is Normal. a.
Calculated from data. b.
Oneway
Descriptives DAYA
6 .661667 11.2619864 4.5976867 -11.157063 12.480397 -15.5000 12.9000 6 56.250000 6.6470294 2.7136384 49.274370 63.225630 48.2000 67.6000
6 29.983333 17.7276526 7.2372839 11.379303 48.587364 13.2000 64.0000
6 26.150000 15.8438316 6.4682172 9.522918 42.777082 10.4000 45.3000
6 30.400000 16.5182324 6.7435401 13.065178 47.734822 6.3000 54.4000 6 40.431667 22.3920909 9.1415328 16.932608 63.930725 11.3300 79.1800 6 26.151667 22.4699892 9.1733347 2.570859 49.732474 -6.8500 44.9300 6 27.740000 14.3946573 5.8765943 12.633734 42.846266 9.0000 49.8000 48 29.721042 21.2736809 3.0705913 23.543809 35.898275 -15.5000 79.1800 aquadest 1 %
11.95 mg/kg BB Na-diklofenak 637 mg/kg BB Sido muncul
1274 mg/kg BB Sido Muncul
2548 mg/kg BB Sido Muncul
637 mg/kg BB Prolinu 1274 mg/kg BB Prolinu 2548 mg/kg BB Prolinu Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
DAYA
1.192 7 40 .330
Levene
(3)
ANOVA
DAYA
10157.385 7 1451.055 5.223 .000
11113.382 40 277.835 21270.766 47
Between Groups Within Groups Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: DAYA Scheffe
95% Confidence Interval (I)
DOSIS (J) DOSIS
Mean Difference
(I-J)
Std.
Error Sig. Lower Bound
Upper Bound 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -55.5883 9.623488 0.001 -93.7721 -17.4046 637 mg/kg BB Sido
muncul -29.3217 9.623488 0.263 -67.5054 8.862084 1274 mg/kg BB Sido
Muncul -25.4883 9.623488 0.444 -63.6721 12.69542 2548 mg/kg BB Sido
Muncul -29.7383 9.623488 0.247 -67.9221 8.445417 637 mg/kg BB Prolinu -39.77 9.623488 0.035 -77.9538 -1.58625 1274 mg/kg BB Prolinu -25.49 9.623488 0.444 -63.6738 12.69375
aqua
de
st 1 %
2548 mg/kg BB Prolinu -27.0783 9.623488 0.363 -65.2621 11.10542 aquadest 1 % 55.58833 9.623488 0.001 17.40458 93.77208 637 mg/kg BB Sido
muncul 26.26667 9.623488 0.404 -11.9171 64.45042 1274 mg/kg BB Sido
Muncul 30.1 9.623488 0.233 -8.08375 68.28375
2548 mg/kg BB Sido
Muncul 25.85 9.623488 0.425 -12.3338 64.03375 637 mg/kg BB Prolinu 15.81833 9.623488 0.905 -22.3654 54.00208 1274 mg/kg BB Prolinu 30.09833 9.623488 0.233 -8.08542 68.28208
11.95 mg/kg BB
Na-diklofe
n
a
k
2548 mg/kg BB Prolinu 28.51 9.623488 0.298 -9.67375 66.69375 aquadest 1 % 29.32167 9.623488 0.263 -8.86208 67.50542 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -26.2667 9.623488 0.404 -64.4504 11.91708 1274 mg/kg BB Sido
Muncul 3.833333 9.623488 1 -34.3504 42.01708 2548 mg/kg BB Sido
Muncul -0.41667 9.623488 1 -38.6004 37.76708 637 mg/kg BB Prolinu -10.4483 9.623488 0.99 -48.6321 27.73542 1274 mg/kg BB Prolinu 3.831667 9.623488 1 -34.3521 42.01542
(4)
aquadest 1 % 25.48833 9.623488 0.444 -12.6954 63.67208 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -30.1 9.623488 0.233 -68.2838 8.083751 637 mg/kg BB Sido
muncul -3.83333 9.623488 1 -42.0171 34.35042 2548 mg/kg BB Sido
Muncul -4.25 9.623488 1 -42.4338 33.93375
637 mg/kg BB Prolinu -14.2817 9.623488 0.943 -52.4654 23.90208 1274 mg/kg BB Prolinu -0.00167 9.623488 1 -38.1854 38.18208
1274 mg/
k
g
BB Sido
Muncul
2548 mg/kg BB Prolinu -1.59 9.623488 1 -39.7738 36.59375 aquadest 1 % 29.73833 9.623488 0.247 -8.44542 67.92208 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -25.85 9.623488 0.425 -64.0338 12.33375 637 mg/kg BB Sido
muncul 0.416667 9.623488 1 -37.7671 38.60042 1274 mg/kg BB Sido
Muncul 4.25 9.623488 1 -33.9338 42.43375
637 mg/kg BB Prolinu -10.0317 9.623488 0.992 -48.2154 28.15208 1274 mg/kg BB Prolinu 4.248333 9.623488 1 -33.9354 42.43208
2548 mg/
k
g
BB Sido
Muncul
2548 mg/kg BB Prolinu 2.66 9.623488 1 -35.5238 40.84375 aquadest 1 % 39.77 9.623488 0.035 1.586249 77.95375 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -15.8183 9.623488 0.905 -54.0021 22.36542 637 mg/kg BB Sido
muncul 10.44833 9.623488 0.99 -27.7354 48.63208 1274 mg/kg BB Sido
Muncul 14.28167 9.623488 0.943 -23.9021 52.46542 2548 mg/kg BB Sido
Muncul 10.03167 9.623488 0.992 -28.1521 48.21542 1274 mg/kg BB Prolinu 14.28 9.623488 0.943 -23.9038 52.46375
637 mg/kg BB Prolinu
2548 mg/kg BB Prolinu 12.69167 9.623488 0.97 -25.4921 50.87542 aquadest 1 % 25.49 9.623488 0.444 -12.6938 63.67375 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -30.0983 9.623488 0.233 -68.2821 8.085417 637 mg/kg BB Sido
muncul -3.83167 9.623488 1 -42.0154 34.35208 1274 mg/kg BB Sido
Muncul 0.001667 9.623488 1 -38.1821 38.18542 2548 mg/kg BB Sido
Muncul -4.24833 9.623488 1 -42.4321 33.93542 637 mg/kg BB Prolinu -14.28 9.623488 0.943 -52.4638 23.90375
1274 mg/
k
g
BB Prolinu
2548 mg/kg BB Prolinu -1.58833 9.623488 1 -39.7721 36.59542 aquadest 1 % 27.07833 9.623488 0.363 -11.1054 65.26208 11.95 mg/kg BB
Na-diklofenak -28.51 9.623488 0.298 -66.6938 9.673751 637 mg/kg BB Sido
muncul -2.24333 9.623488 1 -40.4271 35.94042 1274 mg/kg BB Sido
Muncul 1.59 9.623488 1 -36.5938 39.77375 2548 mg/kg BB Sido
Muncul -2.66 9.623488 1 -40.8438 35.52375
2548 mg/
k
g
BB Prolinu
(5)
1274 mg/kg BB Prolinu 1.588333 9.623488 1 -36.5954 39.77208 * The mean difference is significant at the .05 level.
Homogeneous Subsets
DAYAScheffea
6 .661667
6 26.150000 26.150000 6 26.151667 26.151667 6 27.740000 27.740000 6 29.983333 29.983333 6 30.400000 30.400000
6 40.431667
6 56.250000
.247 .233 DOSIS
aquadest 1 % 1274 mg/kg BB Sido Muncul
1274 mg/kg BB Prolinu 2548 mg/kg BB Prolinu 637 mg/kg BB Sido muncul
2548 mg/kg BB Sido Muncul
637 mg/kg BB Prolinu 11.95 mg/kg BB Na-diklofenak Sig.
N 1 2
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
(6)