PENGARUH TRUST IN A BRAND TERHADAP BRAND LOYALTY PADA KONSUMEN OBAT FLU MEREK MIXAGRIP DI SURABAYA SELATAN.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Diajukan Oleh :
GABRIELA KATYA MILANDA
0612010084 / FE / EMKepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH TRUST IN A BRAND TERHADAP BRAND
LOYALTY PADA KONSUMEN OBAT FLU MEREK MIXAGRIP DI SURABAYA SELATAN” dengan baik.
Penyusunan skripsi ini untuk memenuhi syarat penyelesaian Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan kali ini, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada para pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan hingga terselesaikannya skripsi ini, yaitu kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. R. Teguh Soedarto, MP., Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin N, MM., Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM., Ketua Program Studi Manajemen
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Dr. Ali Maskun, MS., Dosen Pembimbing Utama yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan serta petunjuk – petunjuk yang berguna hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Seluruh staf Dosen Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur yang
telah memberikan ilmunya.
6. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan dukungan, doa dan bantuan
(3)
Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penulisan skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran bagi perbaikan dimasa mendatang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca.
Surabaya, Maret 2011
(4)
KATA PENGANTAR………....i
DAFTAR ISI….………....iii
DAFTAR TABEL………...vi
DAFTAR GAMBAR………....vii
DAFTAR LAMPIRAN………..viii
ABSTRAKSI………..ix
BAB I PENDAHULUAN………..………1
1.1.Latar Belakang………...1
1.2.Rumusan Masalah………..7
1.3.Tujuan Penelitian………...7
1.4.Manfaat Penelitian……….7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………9
2.1.Penelitian Terdahulu………...9
2.2. Landasan Teori………10
2.2.1.Manajemen Pemasaran………....10
2.2.2.Pengertian Merek………..………...11
2.2.3.Kepuasan Konsumen…………...………13
2.2.4.Trust In a Brand………..14
(5)
BAB III METODE PENELITIAN……….29
3.1.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel……….…..29
3.2.Teknik Penentuan Sampel………33
3.2.1.Populasi………...………33
3.2.2.Sampel……….33
3.3.Teknik Pengumpulan Data……….……..34
3.3.1.Jenis Data………34
3.3.2.Sumber Data………..………..35
3.3.3.Pengumpulan Data………..35
3.4.Teknik Analisis Data………..………..35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...44
4.1.Deskripsi Obyek Penelitian………..44
4.1.1.Sejarah Perusahaan………..……44
4.2.Deskripsi Hasil Penelitian………45
4.2.1.Deskripsi Karakteristik Responden……….45
4.2.2.Deskripsi Variabel Trust In a Brand (X)……….…47
4.2.2.1.Deskripsi Variabel Brand Characteristic (X1)………....47
4.2.2.2.Deskripsi Variabel Company Characteristic (X2)……..48
4.2.2.3.Deskripsi Variabel Consumer-Brand Characteristic (X3)………50
(6)
4.3.2.Evaluasi atas Outlier………...…53
4.3.3.Deteksi Multicollinierity dan Singularity………54
4.3.4.Uji Validitas dan Reliabiltas………...55
4.3.5.Pengujian Model Dengan One-Step Approach……….….58
4.4.Pembahasan ………62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...64
5.1.Kesimpulan………..………64
5.2.Saran………64
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(7)
3.1. Goodness Of Fit Indices……….40
4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………...46
4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia………..46
4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan……….47
4.4. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Brand Characteristic (X1)..47
4.5. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Company Characteristic (X2)………....49
4.6. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Consumer-Brand Characteristic (X3)……….………50
4.7. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Brand Loyalty (Y)………..51
4.8. Hasil Uji Normalitas………..52
4.9. Hasil Pengujian Outlier Multivariate……….54
4.10. Faktor Loading dan Konstruk dengan Confirmatory Factor Analysis…..55
4.11. Pengujian Reliability Consistency Internal………56
4.12. Construct Reliability dan Variance Extrated………..58
4.13. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices……….60
4.14. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices……….61
(8)
4.1. Model Pengukuran Kausalitas One-Step Approach………59 4.2. Model Pengukuran Kausalitas One-Step Approach Modifikasi……….60
(9)
Lampiran 2. Kuesioner
(10)
OLEH :
Gabriela Katya Milanda
Abstraksi
Di pasar obat sudah lama diyakini bahwa konsumen kerap cocok – cocokan dengan obat tertentu. Dan begitu cocok biasanya mereka enggan berganti ke merek lain. Hal itu karena konsumen memiliki trust in a brand pada obat – obat tertentu dan pada akhirnya mereka akan menjadi loyal pada suatu merek. Pemain baru untuk obat flu selalu hadir namun selalu kalah bersaing dengan merek – merek lama yang memang sudah mapan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah trust in a brand berpengaruh terhadap brand loyalty.
Penelitian ini menggunakan variabel brand characteristic (X1), company characteristic (X2), consumer-brand characteristic (X3), serta variabel brand loyalty (Y). Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang membeli dan mengkonsumsi obat flu merek Mixagrip di Surabaya Selatan. Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dan untuk pengujian data digunakan analisis SEM (Structural Equation Modeling).
Dari hasil pengujian dengan menggunakan SEM dan dilihat dari tingkat probabilitas arah hubungan kausal, maka hipotesis menyatakan bahwa faktor trust in a brand berpengaruh positif terhadap faktor brand loyalty, dapat diterima [siginifikan[positif].
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kondisi persaingan yang semakin ketat, setiap perusahaan harus mampu bertahan hidup, bahkan harus dapat terus berkembang. Salah satu hal penting yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh setiap perusahaan adalah mempertahankan pelanggan yang telah ada, terus menggarap pelanggan – pelanggan potensial baru agar jangan sampai pelanggan meninggalkan perusahaan menjadi pelanggan perusahaan lain. Dengan kata lain perusahaan harus mampu mempertahankan loyalitas pelanggan.
Loyalitas pelanggan terhadap merek produk merupakan konsep yang sangat penting khususnya pada kondisi tingkat persaingan yang sangat ketat dengan pertumbuhan yang rendah. Pada kondisi demikian loyalitas pada merek sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Di samping itu, upaya mempertahankan loyalitas merek ini merupakan upaya strategis yang lebih efektif dibandingkan dengan upaya menarik pelanggan baru.
Dalam konteks merek, loyalitas mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, sedangkan perilaku pembelian ulang semata – mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali bisa dikarenakan memang hanya satu – satunya merek yang tersedia, merek termurah, dan sebagainya (Tjiptono, 2008:76).
(12)
Suatu merek memberikan serangkaian janji yang di dalamnya menyangkut kepercayaan, konsistensi,dan harapan. Dengan demikian, merek sangat penting baik bagi konsumen maupun produsen. Bagi konsumen, merek bermanfaat untuk mempermudah proses keputusan pembelian dan merupakan jaminan akan kualitas. Sebaliknya, bagi produsen merek dapat membantu upaya – upaya untuk membangun loyalitas dan hubungan berkelanjutan dengan konsumen (Riana, 2008:184).
Persoalan merek menjadi salah satu persoalan yang harus dipantau secara terus – menerus oleh setiap perusahaan. Merek – merek yang kuat, teruji, dan bernilai tinggi terbukti tidak hanya sukses mengalahkan hitungan – hitungan rasional, tetapi juga canggih mengolah sisi – sisi emosional konsumen. Merek bisa memiliki nilai tinggi karena ada brand building activity yang bukan sekadar berdasarkan komunikasi, tetapi merupakan segala macam usaha lain untuk memperkuat merek tersebut.
Dari komunikasi, merek bisa menjanjikan sesuatu, bahkan lebih dari janji, merek juga mensinyalkan sesuatu (brand signaling). Merek akan mempunyai reputasi jika ia memiliki kualitas dan karisma. Agar memiliki karisma, merek harus mempunyai aura, harus konsisten, kualitasnya harus dijaga dari waktu ke waktu, selain tentunya juga harus mempunyai kredibilitas (Riana, 2008:185).
Konsep trust (kepercayaan) menjadi suatu isu yang populer dalam bidang pemasaran dengan munculnya orientasi relasional dalam aktivitas
(13)
konsumen dan trust merupakan atribut terpenting yang dimiliki oleh merek. Para peneliti pemasaran menyatakan bahwa trust merupakan faktor fundamental yang dapat mengembangkan loyalitas konsumen (Riana, 2008:188).
Di pasar obat apa pun, sudah lama diyakini bahwa konsumen kerap cocok – cocokan atau berjodoh dengan obat tertentu. Dan begitu cocok biasanya mereka enggan “pindah ke lain hati” . Sebuah level preferensi yang tak mudah digoyang dan diusik karena konsumen memiliki trust in a brand pada obat – obat tertentu. Itu membuat konsumen menjadi loyal pada suatu merek walau banyak pesaing sejenis yang muncul.
Pasar obat flu atau analgesik rupanya tergolong “seksi” bagi para marketer. Bayangkan saja, tidak kurang dari 200-an merek obat flu beredar di masyarakat seperti Ultraflu, Mixagrip, Decolgen, Sanaflu, Neozep, Bodrex Flu & Batuk, Panadol Cold & Flu, Procold, Inza, Tolak Angin Flu. Merek – merek tersebut sudah tidak asing lagi di masyarakat. Pasarnya akan bertambah sesak bila ditambah lagi dengan obat – obat herbal yang juga memiliki khasiat menyembuhkan flu. Menurut riset AC Nielsen, market size untuk obat flu sendiri atau “single flu” sekitar Rp 500 miliar. Bisa dikatakan pemain baru untuk obat flu selalu hadir. Maklum, kategori penyakit ini yang memang sering dialami penduduk Indonesia, rata – rata dewasa saja menderita sakit flu sebanyak dua kali setahun. Kendati demikian, merek – merek tersebut selalu kalah bersaing (kemudian hilang dengan sendirinya) dengan merek – merek lama yang memang sudah mapan. Ada tiga merek
(14)
obat flu yang tergolong sudah mapan dan terus bersaing memperebutkan “singgasana” yaitu : Mixagrip, Ultraflu, dan Decolgen.
Tabel 1.1 : Peringkat Tiga Besar Obat Flu Tahun 2008 s/d 2010
Merek TBI
2008 Mixagrip Ultraflu
Decolgen
14,2 % 14,1 % 10,6% 2009 Ultraflu
Mixagrip Decolgen
15,2 % 14,7 % 10,0 % 2010 Ultraflu
Neozep Mixagrip
13,0 % 10,1 % 9,4 % Sumber : Majalah Marketing 2008– 2010
Menurut survei Top Brand Index (TBI) yang dikeluarkan Frontier, pada 2010 ini Ultraflu menduduki peringkat teratas dengan TBI 13,0 %. Disusul Neozep dengan TBI 10,1 % yang sebelumnya tidak masuk posisi tiga besar sekarang menduduki posisi kedua. Peringkat ketiga diduduki oleh Mixagrip dengan TBI 9,4 %.
Pada tahun 2009, peringkat pertama juga diduduki Ultraflu dengan TBI 15,2 %. Disusul peringkat kedua Mixagrip 14,7 %. Peringkat ketiga diduduki oleh Decolgen 10,0 %.
Jika ditengok sedikit ke belakang, terjadi pergerakan di papan atas. Ultraflu bergerak naik menggeser Mixagrip, yang pada tahun 2008
(15)
Ultraflu yang memilki TBI sebesar 14,1 %, sementara Decolgen memiliki TBI 10,6 %.
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, peneliti memilih untuk meneliti obat flu Mixagrip karena masih kalah bersaing. Hal tersebut ditunjukkan dengan menurunnya peringkat TBI Mixagrip dari tahun ke tahun yang diduga di sebabkan oleh tingkat kepercayaan merek dan loyalitas merek terhadap obat flu Mixagrip cenderung mengalami penurunan seperti yang telah dikemukakan pada fenomena di atas. Oleh karena itu suatu merek produk hendaklah didukung dengan adanya kepercayaan pada merek (trust in a brand) yang berpengaruh terhadap loyalitas merek (brand loyalty) hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Riana (2008:184).
Mixagrip sudah hadir di pasar sejak 30 tahun silam. Obat flu Mixagrip andalan PT Dankos Laboratories Tbk (kini menjadi bagian dari PT Kalbe Farma Tbk setelah di merger pada akhir 2005) tak bisa membuat diferensiasi yang luar biasa dibandingkan dengan produk sejenis lainnya. “Semua obat flu dilihat dari komposisinya semuanya sama. Tidak ada unique selling point-nya. Tidak ada diferensiasi kalau kita ambil dari produknya”, ungkap Boedi Harjono, Manajer merek grup PT Kalbe Farma Tbk. Lazimnya obat flu mengandung komponen :1) analgesic – antipiretik, zat penghilang rasa sakit dan penurun demam, 2) antihistamin, zat pereda bersin – bersin, dan 3) dekongestan, zat pereda hidung tersumbat. Cobalah tilik obat flu yang beredar, paling tidak mengandung minimal dua komponen di atas. Belum ada produk terobosan di arena ini. Mixagrip pun demikian terus konsisten dengan
(16)
komposisi dan kandungan formulanya yaitu, parasetamol 500mg, fenilpropanolamin 15 mg, dan klorfeniramin 2mg. Komposisi yang dipandang ampuh serta patuh pada regulasi yang digariskan pemerintah, tidak lebih dan tidak kurang. Mixagrip juga mempunyai jingle yang sudah dikenal oleh mayarakat. Berikut jingle yang dibuat Ade Hamzah ini terlantun lewat Desy Ratnasari yang sejak tahun 2000 sampai sekarang sebagai endorser.
“…Saya cocok minum Mixagrip, semua cocok minum Mixagrip. Sakit flu memang cocok minum Mixagrip…Cocok…”
Untuk membangun kepercayaan konsumen Mixagrip selalu melakukan perbaikan produk, menjaga kualitas, dan melakukan esensi – esensi lain untuk menjaga merek Mixagrip. Hal ini dilakukan untuk selalu memberikan yang terbaik kepada konsumen. (http://books.google.co.id)
Menurut Riana (2008:193), terdapat tiga faktor yang dapat membentuk kepercayaan terhadap merek yaitu brand characteristic, company characteristic, dan consumer – brand characteristic. Selanjutnya kepercayaan terhadap merek akan menimbulkan loyalitas merek.
Dalam upaya meningkatkan loyalitas merek, pihak perusahaan harus senantiasa meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Brand characteristic, Company characteristic, dan Consumen – brand characteristic sebagai variabel – variabel yang berpengaruh harus tetap dapat dikendalikan secara langsung oleh perusahaan (Riana, 2008:184).
(17)
Dari latar belakang tersebut maka peneliti mengambil judul Pengaruh
Trust In a Brand Terhadap Brand Loyalty Pada Konsumen Obat Flu Merek Mixagrip di Surabaya Selatan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
“Apakah trust in a brand berpengaruh terhadap brand loyalty pada konsumen obat flu merek Mixagrip di Surabaya Selatan?”
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah penelitian maka tujuan dari penelitian ini adalah :
“Untuk membuktikan apakah trust in a brand berpengaruh terhadap brand loyalty pada konsumen obat flu merek Mixagrip di Surabaya Selatan”.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a) Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan bagi peneliti yang akan datang sebagai bahan acuan atau pertimbangan dalam penelitiannya agar dapat lebih baik dari penelitian yang telah ada sebelumnya.
(18)
b)Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan perusahaan yang berkaitan dengan produknya.
c) Bagi lembaga
Hasil penelitian ini dapat menambah referensi perbendaharaan buku dari penelitian yang ada di perpustakaan dan juga dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Riana (2008), yang berjudul “Pengaruh Trust in a Brand Terhadap Brand Loyalty Pada Konsumen Air Minum Aqua di Kota Denpasar”. Rumusan masalah yang diangkat adalah: 1) Apakah variabel brand characteristic, company characteristic, dan consumer brand characteristic secara bersama – sama berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty pada konsumen air minum Aqua?. 2) Apakah variabel brand characteristic, company characteristic, dan consumer brand characteristic secara parsial berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty pada konsumen air minum Aqua serta variabel mana yang berpengaruh dominan?. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menyatakan bahwa penelitian ini berhasil membuktikan bahwa memang terdapat pengaruh yang signifikan dan positif variabel brand characteristic, company characteristic, dan consumer brand characteristic terhadap brand loyalty baik secara bersama – sama maupun parsial. Hal ini menunjukkan dalam upaya meningkatkan brand loyalty, pihak perusahaan harus senantiasa meningkatkan dan mempertahankan trust in a brand konsumen air minum Aqua.
(20)
Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Badawi (2007), yang berjudul “Pengaruh Trust in a Brand dan Satisfaction Terhadap Loyalitas Merek (Studi pada Merek Perbankan Syariah di Cirebon)”. Permasalahan yang diajukan adalah pengaruh kepercayaan pada merek produk perbankan syariah melalui persepsi construct trust in a brand sebagai variabel mediasi yang menghubungkan antara brand liking, brand competance, brand predictability dan brand reputation, terhadap variabel satisfaction dan loyalitas merek.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan variabel trust in a brand terhadap satisfaction, trust in a brand terhadap loyalitas merek, dan satisfaction terhadap loyalitas merek.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Manajemen Pemasaran
Pemasaran atau Marketing yaitu suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2000:9 dalam Laksana, 2008:4).
(21)
Definisi pemasaran yaitu segala kegiatan yang menawarkan suatu produk untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Laksana, 2008:4).
Manajemen pemasaran atau marketing management adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran – sasaran individu dan organisasi (Kotler, 2000:9 dalam Laksana, 2008:4).
2.2.2. Pengertian Merek
Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf – huruf, angka – angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur – unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa (Tjiptono, 2005:2).
Menurut American Marketing Association, merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal – hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. (Riana, 2008:186)
Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek – merek terbaik memberikan jaminan mutu. Akan tetapi, merek lebih dari
(22)
sekadar simbol. Merek dapat memiliki enam level pengertian yaitu sebagai berikut (Riana, 2008:186):
1) Atribut : merek mengingatkan pada atribut tertentu.
2) Manfaat : bagi konsumen, kadang sebuah merek tidak sekadar menyatakan atribut, tetapi manfaat. Mereka membeli produk tidak membeli atribut, tetapi membeli manfaat. Atribut yang dimiliki oleh suatu produk dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan atau emosional.
3) Nilai : merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. 4) Budaya : merek juga mewakili budaya tertentu.
5) Kepribadian : merek mencerminkan kepribadian tertentu.
6) Pemakai : merek mewujudkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.
Pada intinya merek adalah penggunaan nama, logo, trade mark, serta slogan untuk membedakan perusahaan – perusahaan dan individu – individu satu sama lain dalam hal apa yang mereka tawarkan. Penggunaan konsisten suatu merek, simbol, atau logo membuat merek tersebut segera dapat dikenali oleh konsumen sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengannya tetap diingat. Dengan demikian, suatu merek dapat mengandung tiga hal, yaitu sebagai berikut :
1) Menjelaskan apa yang dijual perusahaan.
2) Menjelaskan apa yang dijalankan oleh perusahaan. 3) Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri.
(23)
Suatu merek memberikan serangkaian janji yang di dalamnya menyangkut kepercayaan, konsistensi, dan harapan. Dengan demikian, merek sangat penting baik bagi konsumen maupun produsen. Bagi konsumen, merek bermanfaat untuk mempermudah proses keputusan pembelian dan merupakan jaminan akan kualitas. Sebaliknya bagi produsen, merek dapat membantu upaya – upaya untuk membangun loyalitas dan hubungan berkelanjutan dengan konsumen.
2.2.3. Kepuasan Konsumen
Persaingan yang semakin ketat, dimana semakin banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus menempatkan orientasi pada kepuasan konsumen sebagai tujuan utama. Dewasa ini semakin diyakini bahwa kunci utama untuk memenangkan persaingan adalah memberikan nilai dan kepuasan kepada konsumen melalui penyampaian produk dan jasa berkualitas dengan harga pesaing (Tjiptono, 1997:24).
Menurut Schnnars (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan manfaat, diantara hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 1997:24).
(24)
Sedangkan Engel et al. (1990) dalam Tjiptono (1997:24), menyatakan bahwa kepuasan konsumen merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang – kurangnya sama atau melampaui harapan konsumen, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan.
2.2.4. Trust In a Brand (Kepercayaan Terhadap Merek)
Kepercayaan memiliki peran yang penting dalam pemasaran industri. Dinamika lingkungan bisnis yang cepat memaksa pemasaran perusahaan untuk mencari cara yang lebih kreatif dan fleksibel untuk beradaptasi. Untuk tetap bertahan dalam situasi tersebut, perusahaan akan mencari cara yang kreatif melalui pembentukan hubungan yang kolaboratif dengan pelanggan. Kepercayaan dianggap sebagai cara yang paling penting dalam membangun dan memelihara hubungan dengan pelanggan dalam jangka panjang (Tjahyadi, 2006:71).
Kepercayaan terbangun adanya harapan bahwa pihak lain akan bertindak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Ketika seseorang telah mempercayai pihak lain maka mereka yakin bahwa harapan akan terpenuhi dan tak akan ada lagi kekecewaan (Sanner, 1997 dalam Ferrinadewi, 2007).
Menurut Worcel (1979) dalam Lau and Lee (1999), mendefinisikan kepercayaan sebagai kesediaan (willingness) individu untuk menguntungkan dirinya pada pihak lain dengan resiko tertentu. Kesediaan ini muncul karena
(25)
ada pemahaman individu tentang pihak lain yang didasarkan atas pengalaman masa lalu.
Menurut Delgado (2004) dalam Ferrinadewi (2007) kepercayaan merek adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik merek karena itu kepercayaan merek merefleksikan dua hal yakni brand reliability dan brand intentions.
Pemahaman yang lengkap tentang loyalitas merek tidak dapat diperoleh tanpa penjelasan mengenai kepercayaan terhadap merek (trust in a brand) dan bagaimana hubungannya dengan loyalitas merek. Dalam pemasaran industri, para peneliti telah menemukan bahwa kepercayaan terhadap sales dan supplier merupakan sumber dari loyalitas. (Riana, 2008:187)
Menurut Lau dan Lee (1999:344), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas yang tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor tersebut adalah merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan konsumen.
2.2.5. Dimensi Trust In a Brand
Menurut Riana (2008:193), terdapat tiga faktor yang dapat membentuk kepercayaan terhadap merek yaitu :
1. Brand characteristic (Karakteristik Merek)
(26)
3. Consumer – brand characteristic (Karakteristik Konsumen-Merek)
1. Brand Characteristic (Karakteristik Merek) Serta Indikatornya
Sudah menjadi kebiasaan pengusaha pabrik untuk menjual barang – barang yang dihasilkan oleh pabriknya dibubuhi tanda lukisan dan / atau perkataan untuk membedakannya dari barang – barang sejenis pabrik lain. Tanda itu disebut “merek”.
Dengan merek tersebut perusahaan mengharapkan agar konsumen mempunyai kesan positif pada barangnya. Pemberian merek terhadap hasil produksi ini harus disesuaikan dengan keadaan produk atau perusahaan yang bersangkutan (Alma, 2002:106).
Berdasarkan definisi klasik dari Jacob & Keyner (1973) dalam Tjiptono (2000:109), merek memiliki karakteristik :
1. Bersifat bias (non – random)
2. Merupakan respon behavioral (berupa pembelian) 3. Diekspresikan sepanjang waktu
4. Diekspresikan oleh unit pengambilan keputusan
5. Unit pengambilan keputusan mengekspresikan loyalitas merek berkenaan dengan satu atau lebih alternatif merek dalam serangkaian merek.
6. Merek merupakan fungsi dari proses – proses psikologis (pengambilan keputusan, evaluatif)
(27)
atribut lain yang melekat pada suatu produk. Merek yang sukses dipersepsi oleh pelanggan akan memberikan nilai superior (Tandjung, 2004:57).
Indikator Brand characteristic yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang dikembangkan oleh Riana (2008:197) :
a. Merek dengan reputasi tinggi b. Pengetahuan publik tentang merek c. Berita positif tentang merek d. Pengetahuan positif tentang merek e. Merek konsisten dengan kualitasnya f. Berbeda dengan merek yang lain
2. Company Characteristic (Karakteristik Perusahaan) Serta Indikatornya
Perusahaan dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi produksi yang menggunakan dan mengkoordinir sumber – sumber ekonomi untuk memuaskan kebutuhan dengan cara yang menguntungkan (Swastha dan Sukotjo, 2002:13).
Dalam kehidupan masyarakat, unit kegiatan ekonomi tersebut sering disebut lembaga sosial. Perusahaan dan lembaga sosial memiliki perbedaan yang terletak pada kegiatannya yang diarahkan untuk dapat memperoleh laba atau keuntungan. Walaupun demikian tujuan perusahaan bukan satu – satunya akan memperoleh laba, tetapi masih terdapat tujuan – tujuan lain seperti mengurangi pengangguran/pemberi kesempatan kerja, membantu
(28)
masyarakat sekitarnya, perkembangan perusahaan, prestise dan membantu meningkatkan pendapatan pemerintah melalui pajak (Asri dan Suprihanto, 1986:3)
Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda satu entitas dengan entitas lainnya. Karakteristik perusahaan merupakan ciri khas yang dimiliki perusahaan untuk membedakan dengan perusahaan yang lain. Dimana karakteristik perusahaan tersebut dapat membentuk kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut.
Karakteristik perusahaan yang ada di balik suatu merek akan berpengaruh terhadap loyalitas merek. Karakteristik perusahaan merupakan dasar awal pemahaman konsumen terhadap suatu produk. Karakteristik ini meliputi reputasi suatu perusahaan serta integritas perusahaan di balik merek tersebut. (Riana, 2008:193).
Indikator Company characteristic dalam penelitian ini dikembangkan oleh Riana (2008:197) :
a. Kepercayaan terhadap perusahaan
b. Perusahaan tidak akan menipu pelanggan c. Perhatian perusahaan terhadap pelanggan
(29)
3. Consumer - Brand Characteristic (Karakteristik Konsumen - Merek) Serta Indikatornya
Consumer - brand characteristic merupakan dua kelompok yang saling mempengaruhi. Oleh sebab itu, karakteristik konsumen – merek dapat membentuk kepercayaan terhadap merek. Karakteristik ini meliputi kemiripan antara konsep emosional konsumen dengan kepribadian merek, kesukaan terhadap merek, dan pengalaman terhadap merek.
Konsep diri merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu dengan acuan dirinya sebagai objek sehingga sering kali dalam konteks pemasaran dianalogkan merek sama dengan orang. Suatu merek dapat memiliki kesan atau kepribadian. Kepribadian merek adalah asosiasi yang terkait dengan merek yang diingat oleh konsumen dan konsumen dapat menerimanya. Konsumen sering kali berinteraksi dengan merek seolah – olah merek tersebut adalah manusia. Dengan demikian, kesamaan antara konsep diri konsumen dengan kepribadian merek sangat berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut (Riana, 2008:188).
Indikator Consumer – Brand characteristic dalam penelitian ini yang telah dikembangkan oleh Riana (2008:197) :
a. Ada kesamaan merek dengan emosi pelanggan b. Merupakan merek favorit
(30)
2.2.6. Brand Loyalty (Loyalitas Merek) Serta Indikatornya
Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek sangat diperlukan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Loyalitas dapat diartikan sebagai suatu komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang menjadi prereferensinya secara konsisten pada masa yang akan datang dengan cara membeli ulang merek yang sama meskipun ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang dapat menimbulkan perilaku peralihan (Riana,2008:187).
Aaker (1996) dalam Riana (2008:187), mendefinisikan brand loyalty sebagai “A measure of the attachment that a costumer has a brand”. Loyalitas merek menunjukkan adanya suatu ikatan antara pelanggan dengan merek tertentu dan ini seringkali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan. Mowen (2002) dalam Riana (2008:187) mengemukakan bahwa loyalitas dapat didasarkan pada perilaku pembelian aktual produk yang dikaitkan dengan proporsi pembelian.
Sedangkan menurut Banks (1968) dalam Badawi (2007), mengatakan bahwa konsepsi loyalitas merek sama halnya dengan perilaku pembelian ulang untuk membeli merek produk dan mencegah untuk membeli pada merek lain.
Perusahaan yang mempunyai basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan
(31)
dibandingkan dengan mendapatkan pelanggan baru. Loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan. Dan dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek minimal dapat mengurangi resiko. Keuntungan lain yang didapat dari loyalitas merek adalah perusahaan dapat lebih cepat untuk merespons gerakan pesaing.
Secara garis besar, literatur loyalitas pelanggan didominasi dua aliran utama, yaitu aliran stokastik (behavioral) dan aliran deterministik (sikap). Dengan kata lain, loyalitas merek dapat ditinjau dari merek apa yang dibeli konsumen dan bagaimana perasaan atau sikap konsumen terhadap merek tertentu sebagai berikut (Tjiptono, 2008:77) :
1. Perspektif Behavioral (Stokastik)
Ukuran – ukuran loyalitas berbasis perspektif behavioral didasarkan pada perilaku pembelian aktual konsumen atau laporan konsumen mengenai perilaku pembeliannya. Ukuran – ukuran tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Ukuran proporsi pembelian
Exclusive purchase (undivided loyalty) yaitu loyalitas terjadi apabila seorang konsumen membeli ulang hanya satu merek tertentu (loyalitas 100%).
Market-share concept yaitu loyalitas ditentukan berdasarkan persentase total pembelian merek favorit (merek tunggal yang paling sering dibeli). Dalam banyak situasi, seorang konsumen
(32)
dikatakan loyal apabila persentase pembelian merek favoritnya melebihi 50%.
Hard-core criterion yaitu ukuran ini pada dasarnya sama dengan market-share concept, hanya saja cutoff point yang dipakai 75%. Dual brand loyalty yaitu loyalitas diukur berdasarkan persentase
total pembelian dua merek yang paling sering dibeli.
Triple brand loyalty yaitu loyalitas ditentukan berdasarkan persentase total pembelian tiga merek yang paling sering dibeli. b. Ukuran urutan pembelian
Divided loyalty yaitu kondisi ini terjadi manakala konsumen loyal pada dua merek dengan pola pembelian ABABABAB atau AAABBAABBB.
Unstable loyalty (switch loyalty) yaitu situasi ini berlangsung apabila konsumen secara konsisten membeli sebuah merek selama periode waktu tertentu dan kemudian beralih membeli merek lain secara konsisten (contohnya, AAABBB).
Occasional switch yaitu konsumen cenderung setia pada sebuah merek spesifik, namun kadang – kadang mencoba merek lainnya (contohnya, AABAAACAADA)
Brand indifference (non-loyalty) yaitu konsumen tidak loyal pada salah satu merek (contohnya, ABDCBACD).
(33)
Three-in-a-row criterion yaitu konsumen dianggap loyal pada merek tertentu manakala ia membeli merek tersebut tiga kali atau lebih secara berturut – turut.
c. Ukuran probabilitas pembelian
Ukuran ini mengombinasikan proporsi dan urutan pembelian berdasarkan sejarah pembelian yang dilakukan pelanggan dalam periode yang relatif lama.
2. Perspektif Sikap (Deterministik)
Perspektif ini berfokus pada komitmen psikologis konsumen dalam pembelian, tanpa perlu mempertimbangkan secara spesifik perilaku pembelian efektif (aktual). Berbeda dengan aliran behavioral yang mengoperasionalisasikan loyalitas sebagai dikotomi antara loyal dan tidak loyal, perspektif sikap mengukur loyalitas sebagai skala interval atau kontinum (a degree of loyalty). Karena itu, tujuan utama pengukuran loyalitas berdasarkan perspektif sikap bukanlah untuk mengetahui apakah seseorang loyal atau tidak, namun untuk memahami intensitas loyalitasnya terhadap merek atau toko tertentu. Contoh – contoh ukuran loyalitas berbasis perspektif deterministik meliputi :
Brand preference yaitu konsumen dianggap loyal terhadap merek yang disebutnya sewaktu menjawab pertanyaan “Merek apa yang paling anda suka?”
(34)
Constancy of preference yaitu loyalitas disimpulkan apabila ada kesamaan atau konstansi sikap positif terhadap merek spesifik selama periode beberapa tahun.
Brand name loyalty yaitu tingkat loyalitas diukur berdasarkan jawaban responden terhadap item pernyataan dalam rating 7 poin skala Likert berikut “Saya memilih produk yang dibeli berdasarkan nama merek favorit saya, bukan atas dasar harga”
Jarak antara acceptance region dan neutrality region. Yaitu semakin jauh jarak antara accepted brands dan neutral brands semakin besar tingkat loyalitas merek attitudinal.
Proporsi atau jumlah merek dalam acceptance region. Yaitu semakin banyak jumlah merek aktual yang berada dalam acceptance region, semakin besar kecenderungan terjadinya multibrand loyalty dan semakin kecil kecenderungan terjadinya unibrand loyalty.
Proporsi atau jumlah merek dalam rejection region. Yaitu semakin besar jumlah merek dalam rejection region semakin besar pula tingkat loyalitas konsumen terhadap merek – merek yang berada dalam acceptance region.
Indikator brand loyalty yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang dikembangkan oleh Astuti dan Cahyadi (2007:152) :
a. Terus menggunakan merek tertentu
(35)
2.2.7. Pengaruh Trust In a Brand Terhadap Brand Loyalty
Merek sangat penting dalam situasi persaingan yang tidak terkendali. Pelanggan paling mudah untuk mengenali merek dibandingkan atribut – atribut lain yang melekat pada suatu produk. Merek yang sukses dipersepsi oleh pelanggan akan memberikan nilai superior (Tandjung, 2004:57).
Konsep trust (kepercayaan) menjadi suatu isu yang populer dalam bidang pemasaran dengan munculnya orientasi relasional dalam aktivitas pemasaran. Trust dipandang sebagai dasar dalam hubungan dengan konsumen dan trust merupakan atribut terpenting yang dimiliki oleh merek. Para peneliti pemasaran menyatakan bahwa trust merupakan faktor fundamental yang dapat mengembangkan loyalitas konsumen (Riana, 2008:188).
Menurut Riana (2008:193), terdapat tiga faktor yang dapat membentuk kepercayaan terhadap merek yaitu brand characteristic, company characteristic, dan consumer – brand characteristic. Selanjutnya kepercayaan terhadap merek akan menimbulkan loyalitas merek. Hubungan ketiga faktor tersebut dengan kepercayaan merek dapat digambarkan sebagai berikut :
Brand characteristic mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek. Hal ini disebabkan oleh konsumen melakukan penilaian sebelum membeli. Karakteristik merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek meliputi dapat diramalkan, mempunyai reputasi, dan kompeten.
(36)
Company characteristic yang ada dibalik merek akan berpengaruh terhadap loyalitas merek. Pengetahuan konsumen tentang perusahaan yang ada di balik merek suatu produk merupakan dasar awal pemahaman konsumen terhadap merek suatu produk. Karakteristik ini meliputi reputasi suatu perusahaan, motivasi perusahaan yang diinginkan, dan integritas suatu perusahaan
Consumer – brand characteristic merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu dengan acuan dirinya sebagai objek sehingga sering kali dalam konteks pemasaran dianalogkan merek sama dengan orang. Konsumen sering kali berinteraksi dengan merek seolah – olah merek tersebut adalah manusia sehingga kesamaan antara konsep diri konsumen dengan merek dapat membangun kepercayaan terhadap merek.
Konsep diri merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu dengan acuan dirinya sebagai objek sehingga sering kali dalam konteks pemasaran dianalogkan merek sama dengan orang. Suatu merek dapat memiliki kesan atau kepribadian. Kepribadian merek adalah asosiasi yang terkait dengan merek yang diingat oleh konsumen dan konsumen dapat menerimanya. Konsumen sering kali berinteraksi dengan merek seolah – olah merek tersebut adalah manusia. Dengan demikian, kesamaan antara konsep diri konsumen dengan kepribadian merek sangat berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut.
(37)
Untuk mengawali hubungan suatu kelompok harus disukai atau mendapat simpati dari kelompok yang lain. Bagi konsumen, untuk membuka hubungan dengan suatu merek, maka konsumen harus menyukai dahulu merek tersebut.
Konsumen yang memiliki kepercayaan pada merek membuat konsumen tidak akan pindah ke merek lain. Jika trust in a brand yang dimiliki oleh konsumen meningkat maka brand loyalty juga akan meningkat. Hal ini akan menguntungkan perusahaan karena konsumen menjadi loyal pada suatu merek. Loyalitas merek sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Di samping itu, upaya mempertahankan loyalitas merek ini merupakan upaya strategis yang lebih efektif dibandingkan dengan upaya menarik pelanggan baru.
Ketika pelanggan percaya terhadap sebuah merek, dan memperlihatkan keinginannya untuk bersandar pada merek tersebut, maka pelanggan tersebut mungkin akan membentuk maksud pembelian yang positif pada merek itu. Sehingga, loyalitas merek akan tergantung pada tingkat kepercayaan pelanggan pada merek tersebut. Ketika pelanggan percaya pada suatu merek, maka pelanggan tersebut mungkin akan lebih menunjukkan sikap dan perilaku positif kepada suatu merek karena merek tersebut memberikan hasil yang positif (Tjahyadi,2006:75).
(38)
2.3. Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah penelitian maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
“Diduga trust in a brand berpengaruh positif terhadap brand loyalty pada konsumen obat flu merek Mixagrip di Surabaya Selatan”.
Brand Characteristic
( X1)
Company Characteristic
( X2)
Consumer-Brand Characteristic
( X3)
Trust In a Brand ( X )
Brand Loyalty ( Y )
(39)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut.
Untuk kemudahan dalam memahami penelitian ini serta menghindari kesalahan persepsi, maka perlu diuraikan definisi operasional variabel – variabel yang akan diteliti. Variabel – variabel tersebut adalah :
A.Trust in a brand (X), merupakan kepercayaan konsumen dalam
mengkonsumsi obat flu Mixagrip 1. Brand Characteristic (X1)
merupakan karakteristik merek yang berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap obat flu Mixagrip dalam melakukan penilaian sebelum membeli. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Riana, 2008:197) :
a. Merek dengan reputasi tinggi (X1.1)
merupakan reputasi yang dicapai bahwa obat flu Mixagrip dapat menyembuhkan sakit flu dengan cepat.
(40)
b. Pengetahuan publik tentang merek (X1.2)
merupakan pengetahuan umum tentang komposisi yang terkandung pada obat flu Mixagrip.
c. Berita positif tentang merek (X1.3)
merupakan informasi yang beredar di masyarakat bahwa obat flu Mixagrip tidak menimbulkan efek samping.
d. Pengetahuan konsumen tentang merek (X1.4)
merupakan pengetahuan konsumen mengenai komposisi yang terkandung dalam obat flu Mixagrip.
e. Merek yang konsisten dengan kualitasnya (X1.5)
merupakan ketetapan obat flu Mixagrip dengan kualitas komposisinya dari awal.
f. Berbeda dengan merek yang lain (X1.6)
merupakan perbedaan komposisi, kemasan, harga antara obat flu Mixagrip dengan merek lain yang sejenis.
2. Company Characteristic (X2)
Merupakan pengetahuan konsumen tentang perusahaan yang ada dibalik obat flu Mixagrip. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Riana, 2008:197) :
a. Kepercayaan terhadap perusahaan (X2.1)
merupakan tingkat kepercayaan konsumen terhadap perusahaan yang memproduksi obat flu Mixagrip.
(41)
b. Perusahaan tidak akan menipu pelanggan (X2.2)
merupakan kejujuran perusahaan obat flu Mixagrip dalam melayani pelanggan.
c. Perhatian perusahaan terhadap pelanggan (X2.3)
merupakan perhatian perusahaan Mixagrip terhadap keluhan para pelanggannya.
d. Keyakinan pelanggan terhadap produk perusahaan (X2.4)
merupakan keyakinan yang dimiliki oleh pelanggan untuk mengkonsumsi produk yang dihasilkan oleh perusahaan obat flu Mixagrip.
3. Consumer – Brand Characteristic (X3)
Merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu dengan acuan dirinya sebagai objek. Indikator dalam penelitian ini adalah (Riana, 2008:197) :
a. Ada kesamaan merek dengan emosi pelanggan (X3.1)
merupakan persepsi yang diciptakan obat flu Mixagrip pada pelanggan untuk memberi kepuasan dalam mengkonsumsinya agar cepat sembuh. b. Merupakan merek favorit (X3.2)
merupakan pilihan konsumen dimana pilihannya jatuh pada obat flu merek Mixagrip yang sesuai dengan kebutuhannya.
c. Merek yang sesuai dengan kepribadian pelanggan (X3.3)
merupakan tingkat kesesuaian komposisi dan efek samping antara obat flu merek Mixagrip dengan kepribadian yang dimiliki oleh pelanggan.
(42)
B.Brand Loyalty (Y)
Mencerminkan seberapa jauh kecenderungan pelanggan untuk berganti ke merek lain. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Astuti dan Cahyadi, 2007:152) :
a. Terus menggunakan merek tertentu (Y1)
merupakan kesetiaan konsumen pada obat flu merek Mixagrip untuk terus menggunakan merek tersebut.
b. Merekomendasikan kepada konsumen yang lain (Y2)
merupakan pemberian informasi oleh konsumen kepada konsumen lainnya untuk memilih obat flu merek Mixagrip tersebut.
c. Tidak terpengaruh oleh promosi merek lain (Y3)
merupakan bentuk kesetiaan konsumen pada obat flu merek Mixagrip dan tidak mudah terpengaruh oleh promosi merek lain.
Skala pengukuran yang dipergunakan untuk 3 variabel tersebut adalah
skala semantic differensial. Skala ini disusun dalam suatu garis kontinu
dengan jawaban sangat positifnya terletak di sebelah kanan, jawaban sangat negatifnya terletak di sebelah kiri atau sebaliknya. Skala data yang digunakan adalah skala interval 1 sampai 7, digambarkan sebagai berikut :
(43)
3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa, hal atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang menjadi pusat perhatian peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang membeli dan mengkonsumsi produk obat flu merek Mixagrip di Surabaya Selatan.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2003:56). Teknik penarikan sampel dalam
penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu sampel yang dipilih
berdasarkan atas ciri – ciri atau karakteristik yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu. Karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen di Surabaya Selatan berusia minimal 17 tahun yang membeli dan mengkonsumsi obat flu Mixagrip lebih dari dua kali.
Pedoman pengukuran sampel menurut Ferdinand (2002:48) : a. 100 – 200 sampel untuk teknik maximum Likelihood Estimation.
b. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi
(44)
c. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10. Bila terdapat 20 indikator, besarnya sampel adalah 100 – 200.
d. Sedangkan jenis pengambilan sampel didasari oleh analisis SEM bahwa besarnya sampel yaitu 5-10 kali parameter yang diestimasi.
Pada penelitian ini terdapat 16 indikator, maka 16 x 8 = 128. Berdasarkan hasil perkalian tersebut didapatkan jumlah responden sebesar 128 responden.
3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari responden di lapangan dengan penelitian sendiri. Data tersebut diperoleh dengan penelitian menggunakan kuesioner terhadap konsumen potensial yaitu konsumen yang pernah mengkonsumsi obat flu Mixagrip.
b. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh peneliti berasal dari studi kepustakaan dan sumber lain yang mendukung berkaitan dengan masalah yang diteliti dapat diperoleh melalui buku teks, artikel, jurnal, internet, dan sumber lainnya.
(45)
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari konsumen yang membeli dan mengkonsumsi obat flu merek Mixagrip di Surabaya Selatan sebagai responden dalam penelitian.
3.3.3. Pengumpulan Data a. Metode Wawancara
Merupakan teknik yang dipakai dalam pengumpulan data dengan mewawancarai langsung kepada responden untuk keterangan yang lebih mendalam mengenai hal – hal yang diperlukan dalam penelitian.
b. Metode Kuesioner
Merupakan teknik pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan (angket) kepada responden untuk memperoleh informasi langsung.
3.4. Teknik Analisis Data
Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
adalah Structural Equation Modeling (SEM). Model pengukuran faktor
menggunakan Confirmatory Factor Analysis. Penaksiran pengaruh masing –
masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya menggunakan koefisien jalur. Langkah – langkah dalam analisis SEM model pengukuran dengan
(46)
Persamaan dimensi faktor persepsi :
X1.1 = 1 Consumer Brand Characteristic + er_1
X1.2 = 2 Consumer Brand Characteristic + er_2
X1.3 = 3 Consumer Brand Characteristic + er_3
Bila persamaan di atas dinyatakan dalam sebuah pengukuran model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor analysis, maka model pengukuran dengan contoh faktor persepsi akan tampak sebagai berikut :
Gambar 3.1 : Contoh Model Pengukuran Faktor Consumer Brand Characteristic
Keterangan :
X1.1 = Pertanyaan tentang adanya kesamaan merek dengan emosi pelanggan X1.2 = Pertanyaan tentang merupakan merek favorit
X1.3 = Pertanyaan tentang merek yang sesuai dengan kepribadian pelanggan er_j = error term xij
er_1
er_2
er_3
X1.1
X1.2
X1.3
Consumer Brand Characteristic
(47)
Demikian juga faktor lain seperti brand characteristic dan company characteristic.
1. Asumsi Model (Structural Equation Modeling) a. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas
1) Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat
diuji dengan metode – metode statistik.
2) Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien
sampel dengan standar errornya dan Skewness Value yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut juga Z – Value. Pada tingkat signifikansi 1 %, jika nilai Z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal.
3) Normal Probability Plot (SPSS 10.1)
4) Liniearitas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih
pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya liniearitas.
b. Evaluasi atas Outlier
1) Mengamati nilai Z – score : ketentuannya diantara ± 3.0 non outlier.
2) Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada tingkat
ρ < 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square (X2
) pada df sebesar jumlah
variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis > dari nilai X2 adalah
(48)
3) Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi – observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair, 1998).
c. Deteksi Multicolinearity dan Singularity
Dengan mengamati Determinan matriks cavarians. Dengan ketentuan apabila determinan sample matrix mendekati angka 0 (kecil). Maka terjadi multikolinearitas dan singularitas (Tabachnick & Fidell, 1996).
d. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator – indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing – masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk yang umum.
Karena indikator multidimensi maka uji validitas dari setiap latent variabel construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari hubungan antara setiap observed variabel dan latent variabel construct reliability dan variance – extracted dihitung dengan rumus berikut :
(49)
Construct Liability =
Variance Extracted =
Sementara εј dapat dihitung dengan formula εј = 1 – (standardize loading)2
secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima adalah ≤ 0,7 dan
variance extracted≥ 0,5 (hair et. al. 1998). Standardize loading dapat diperoleh dari output AMOS 4.01 dengan melihat nilai estimasi setiap construct standardize regression weights terhadap setiap butir sebagai indikatornya.
2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi terstandar
dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR (Critical Ratio) atau ρ
(probability) yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t hitung lebih besar daripada t tabel berarti signifikan.
3. Evaluasi Model
Hair et.al. (1998) menjelaskan bahwa pola “confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis – hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model
(50)
“good fit” atau “poor fit” jadi, “good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation modelling.
Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai kriteria goodness of fit, yakni chi – square, probability, RMSEA, GFI, TLI, CFI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to SEM.
Tabel 3.1. GOODNESS OF FIT INDICES
GOODNESS OF FIT INDEX
KETERANGAN CUT – OFF
VALUE
X – Chi square Menguji apakah covariance populasi yang destimasi sama dengan covariance sample (apakah model sesuai dengan data)
Diharapkan kecil, 1 s/d 5 atau paling baik diantara 1 dan 2
Probability Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks covariance data dan matriks covariance yang diestimasi
Minimum 0.1 atau 0.2 atau ≥ 0.05
RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi – square pada sampel besar
≤ 0.08 GFI Menghitung proporsi tertimbang varians dalam
matriks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi (analog dengan R2 dalam regresi berganda)
0 sampai dengan 1
AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF ≥ 0.90 CMIN / DF Kesesuaian antara data dan model ≤ 2.00 TLI Pembandingan antara model yang diuji terhadap
baseline model
≥ 0.95 CFI Uji kelayakan model yang tidak sensitive terhadap
besarnya sample dan kerumitan model
(51)
1. X2 – Chi Square Statistic
Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah Likelihood Ratio
Chi Square Statistic. Chi – Square ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Karenanya bila jumlah sampel cukup besar [lebih dari 200], statistik Chi – Square ini harus didampingi oleh alat uji lain. Model yang uji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai Chi – Square-nya rendah.
Semakin kecil nilai X2 semakin baik model itu. Karena tujuan analisis adalah
mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan data atau yang
fit terhadap data, maka yang dibutuhkan justru sebuah nilai X2 yang kecil dan
tidak signifikan.
X2 bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yaitu terhadap sampel yang
terlalu kecil maupun yang terlalu besar. Penggunaan Chi – Square hanya sesuai bila ukuran sampel antara 100 dan 200. Bila ukuran sampel ada di luar rentang itu, uji signifikan akan menjadi kurang reliabel. Oleh karena itu pengujian ini perlu dilengkapi dengan alat uji lain.
2. RMSEA – The Root Mean Square Error Of Approximation
RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan mengkompensasi Chi – Square Statistic dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan Goodness Of Fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0.08 merupakan indeks untuk
dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu
(52)
3. GFI – Goodness of Fit Index
GFI adalah analog dari R2 dalam regresi berganda. Indeks kesesuaian ini akan
menghitung proporsi tertimbang dari varian dalam matrix kovarians sampel yang dijelaskan oleh matrix kovarians populasi yang terestimasi. GFI adalah
sebuah ukuran non – statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 [Poor
Fit] sampai dengan 1.0 [Perfect Fit]. Nilai yang tinggi dalam indeks ini
menunjukkan sebuah ‘better fit’.
4. AGFI – Adjusted Goodness of Fit Index
AGFI = GFI/DF tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.90. GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians dalam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai sebesar 0,95 dapat diinterpretasikan
sebagai tingkatan yang baik [Good Overal Model Fit] sedangkan besaran nilai
antara 0,90 – 0,95 menunjukkan tingkatan cukup [Adequate Fit].
5. TLI – Tucker Lewis Index
TLI adalah sebuah alternatif incremental fit indeks yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah
penerimaan ≥ 0,95 dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a very good
(53)
6. CMIN/DF (Minimum sampel discrepancy function / Degrees of Freedom)
CMIN/DF sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah
model. Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah statistik Chi – Square, X2
dibagi Dfnya sehingga disebut X2 relatif.
Nilai X2 relatif kurang dari 2,0 atau bahkan kadang kurang dari 3,0 adalah
indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X2 relatif yang tinggi
menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians yang diobservasi dan yang diestimasi.
7. CFI – Comparative Fit Index
Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0 – 1, dimana semakin
mendekati 1 mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi [A Very Good Fit].
Nilai yang direkomendasikan adalah CFI > 0,95. Keunggulan dari indeks ini besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model. Indeks CFI adalah identik dengan
Relative Noncentrality Indeks (RNI).
(54)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Sejarah Perusahaan
Didirikan pada 10 September 1966, PT Kalbe Farma Tbk telah jauh berkembang dari awal mulanya sebagai usaha farmasi yang dikelola di garasi rumah pendirinya di wilayah Jakarta Utara. Selama lebih dari 40 tahun sejarah Perseroan, pengembangan usaha telah gencar dilakukan melalui akuisisi strategis terhadap perusahaan-perusahaan farmasi lainnya, membangun merek-merek produk yang unggul dan menjangkau
Pasar internasional dalam rangka transformasi Kalbe menjadi perusahaan produk kesehatan serta nutrisi yang terintegrasi dengan daya inovasi, strategi pemasaran, pengembangan merek, distribusi, kekuatan keuangan, keahlian riset dan pengembangan serta produksi yang sulit ditandingi dalam mewujudkan misinya untuk meningkatkan kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik.
Grup Kalbe telah menangani portofolio merek yang handal dan beragam untuk produk obat resep, obat bebas, minuman energi dan nutrisi, yang dilengkapi dengan kekuatan bisnis usaha kemasan dan distribusi yang menjangkau lebih dari 1 juta outlet. Perseroan telah berhasil memposisikan merek-mereknya sebagai pemimpin di dalam
(55)
masing-namun juga di berbagai pasar internasional, dengan produk-produk kesehatan dan obat-obatan yang telah senantiasa menjadi andalan keluarga seperti Promag, Mixagrip, Woods, Komix, Prenagen dan Extra Joss. Lebih jauh, pembinaan dan pengembangan aliansi dengan mitra kerja internasional telah mendorong pengembangan usaha Kalbe di pasar internasional dan partisipasi dalam proyek-proyek riset dan pengembangan yang canggih serta memberi kontribusi dalam penemuan terbaru di dalam bidang kesehatan dan farmasi termasuk riset sel punca dan kanker.
Pelaksanaan konsolidasi Grup pada tahun 2005 telah memperkuat kemampuan produksi, pemasaran dan keuangan Perseroan sehingga meningkatkan kapabilitas dalam rangka memperluas usaha Kalbe baik di tingkat lokal maupun internasional. Saat ini, Kalbe adalah salah satu perusahaan farmasi terbesar di Asia Tenggara yang sahamnya telah dicatat di bursa efek dengan nilai kapitalisasi pasar di atas US$ 1 miliar dan penjualan melebihi Rp 7 triliun. Posisi kas yang sangat baik saat ini juga memberikan fleksibilitas yang luas dalam pengembangan usaha Kalbe di masa mendatang. (http://kalbe.co.id)
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Data mengenai keadaan responden dapat diketahui melalui jawaban responden dari pernyataan-pernyataan yang diajukan didalam
(56)
kuesioner yang telah diberikan. Dari jawaban-jawaban tersebut diketahui hal-hal seperti dibawah ini.
a. Jenis kelamin
Dari 128 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui jenis kelamin dari responden yakni pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-laki 52 41%
2 Wanita 76 59%
Total 128 100%
Sumber : Data kuesioner diolah b. Usia
Dari 128 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui usia para responden yakni pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Usia Jumlah Prosentase (%)
1 17 – 25 tahun 12 9%
2 26 – 35 tahun 64 50%
3 36 – 49 tahun 48 38%
4 ≥50 tahun 4 3%
Total 128 100%
Sumber : Data kuesioner diolah c. Pekerjaan
Dari 128 responden yang menjawab kuesioner yang telah diberikan dapat diketahui pekerjaan para responden yakni pada tabel dibawah ini:
(57)
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah Prosentase (%)
1 Pegawai Negeri 39 30%
2 Pegawai Swasta 46 36%
3 Wiraswasta 25 20%
4 Pelajar / Mahasiswa 8 6%
5 Lain – lain 10 8%
Total 128 100%
Sumber : Data kuesioner diolah
4.2.2. Deskripsi Variabel Trust in a Brand (X)
4.2.2.1. Deskripsi Variabel Brand Characteristic (X1)
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 128 orang diperoleh jawaban sebagai berikut :
Tabel 4.4 Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Brand Characteristic (X1)
Skor Jawaban No Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 Total
1
Anda memilih obat flu Mixagrip karena merupakan merek dengan reputasi tinggi
0 0 0 5 58 53 12 128
2
Anda mengetahui bahwa Mixagrip adalah obat flu yang sudah dikenal oleh masyarakat
0 0 0 0 45 62 21 128
3
Anda memilih obat flu Mixagrip berdasarkan berita positif yang anda peroleh tentang merek tersebut
0 0 2 6 68 49 3 128
4 Anda mempunyai pengetahuan
tentang merek obat flu Mixagrip 0 0 0 8 47 63 10 128 5 Obat flu Mixagrip selalu konsisten dengan kualitasnya dari awal 0 0 0 8 35 67 18 128
6
Obat flu Mixagrip memiliki perbedaan dengan merek lain yang sejenis
0 0 3 22 64 32 7 128
Total 0 0 5 49 317 326 71
(58)
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner diketahui bahwa jawaban yang diberikan responden dapat dikatakan setuju dengan pernyataan yang
diajukan mengenai brand characteristic. Hal tersebut ditunjukkan dengan
besarnya total skor yang berada pada skor 6 dengan jumlah sebesar 326 jawaban. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa responden memilih obat flu Mixagrip karena merupakan merek dengan reputasi tinggi, responden mengetahui bahwa Mixagrip adalah obat flu yang sudah dikenal oleh masyarakat, responden memilih obat flu Mixagrip berdasarkan berita positif yang diperoleh tentang merek tersebut, responden mempunyai pengetahuan tentang merek obat flu Mixagrip, obat flu Mixagrip selalu konsisten dengan kualitasnya dari awal, dan obat flu Mixagrip memiliki perbedaan dengan merek lain yang sejenis.
4.2.2.2. Deskripsi Variabel Company Characteristic (X2)
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 128 orang diperoleh jawaban sebagai berikut :
(59)
Tabel 4.5 Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Company Characteristic (X2)
Skor Jawaban No Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 Total
1
Anda percaya terhadap
perusahaan yang memproduksi obat flu
Mixagrip
0 0 0 9 24 74 21 128
2
Anda yakin pada kejujuran perusahaan obat flu Mixagrip tersebut tidak akan menipu pelanggan
0 0 0 5 50 60 13 128
3
Perusahaan obat flu Mixagrip memberi perhatian lebih terhadap para pelanggannya
0 0 2 9 55 52 10 128
4
Anda yakin terhadap produk obat flu Mixagrip yang anda pilih
0 0 0 3 42 65 18 128
Total 0 0 2 26 171 251 62
Sumber : Hasil Penyebaran Kuesioner (Lampiran)
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner diketahui bahwa jawaban yang diberikan responden dapat dikatakan setuju dengan pernyataan yang
diajukan mengenai company characteristic. Hal tersebut ditunjukkan
dengan besarnya total skor yang berada pada skor 6 dengan jumlah sebesar 251 jawaban. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa responden percaya terhadap perusahaan yang memproduksi obat flu Mixagrip, responden yakin pada kejujuran perusahaan obat flu Mixagrip tersebut tidak akan menipu pelanggan, perusahaan obat flu Mixagrip memberi perhatian lebih terhadap para pelanggannya, dan responden yakin terhadap produk obat flu Mixagrip yang dipilih.
(60)
4.2.2.3. Deskripsi Variabel Consumer Brand Characteristic (X3)
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 128 orang diperoleh jawaban sebagai berikut :
Tabel 4.6 Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Consumer Brand Characteristic (X3)
Skor Jawaban No Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 Total
1
Obat flu Mixagrip memiliki kesamaan merek dengan emosi pelanggan sehingga timbul hubungan emosional antara merek dengan pelanggan
0 0 1 13 63 43 8 128
2
Obat flu Mixagrip merupakan merek favorit anda
0 0 0 11 26 73 18 128
3
Anda merasa bahwa obat flu Mixagrip sesuai dengan kepribadian anda
0 0 2 14 71 36 5 128
Total 0 0 3 38 160 152 31
Sumber : Hasil Penyebaran Kuesioner (Lampiran)
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner diketahui bahwa jawaban yang diberikan responden dapat dikatakan setuju dengan pernyataan yang
diajukan mengenai consumer brand characteristic. Hal tersebut
ditunjukkan dengan besarnya total skor yang berada pada skor 5 dengan jumlah sebesar 160 jawaban. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa obat flu Mixagrip memiliki kesamaan merek dengan emosi pelanggan sehingga timbul hubungan emosional antara merek dengan pelanggan, obat flu Mixagrip merupakan merek favorit, dan responden merasa bahwa obat flu Mixagrip sesuai dengan kepribadiannya.
(61)
4.2.3. Deskripsi Variabel Brand Loyalty (Y)
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para responden yang berjumlah 128 orang diperoleh jawaban sebagai berikut :
Tabel 4.7 Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Brand Loyalty (Y)
Skor Jawaban No Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 Total
1
Anda akan terus menggunakan obat flu merek Mixagrip
0 0 0 3 38 63 24 128
2
Anda merekomendasikan obat flu Mixagrip kepada konsumen yang lain
0 0 0 8 50 48 22 128
3
Anda tidak akan terpengaruh oleh promosi obat flu lain selain merek Mixagrip
0 0 0 3 35 69 21 128
Total 0 0 0 14 123 180 67
Sumber : Hasil Penyebaran Kuesioner (Lampiran)
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner diketahui bahwa jawaban yang diberikan responden dapat dikatakan setuju dengan pernyataan yang
diajukan mengenai brand loyalty. Hal tersebut ditunjukkan dengan
besarnya total skor yang berada pada skor 6 dengan jumlah sebesar 180 jawaban. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa responden akan terus menggunakan obat flu merek Mixagrip, responden merekomendasikan obat flu Mixagrip kepada konsumen yang lain, dan responden tidak akan terpengaruh oleh promosi obat flu lain selain merek Mixagrip.
(62)
4.3. Deskripsi Hasil Analisis Dan Uji Hipotesis 4.3.1. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas
Uji normalitas sebaran dilakukan dengan Kurtosis Value dari data
yang digunakan yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif. Nilai
statistik untuk menguji normalitas itu disebut Z-value. Bila nilai-Z lebih
besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi 0,01 [1%] yaitu sebesar ± 2,58.
Hasil pengujian Normalitas pada penelitian ini akan ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas
Variable min max kurtosis c.r.
X11 4 7 -0.351 -0.810
X12 5 7 -0.920 -2.126
X13 3 7 1.131 2.612
X14 4 7 -0.211 -0.486
X15 4 7 -0.163 -0.377
X16 3 7 0.081 0.187
X21 4 7 0.247 0.571
X22 4 7 -0.333 -0.768
X23 3 7 0.392 0.905
X24 4 7 -0.405 -0.935
X31 3 7 0.067 0.155
X32 4 7 0.082 0.189
X33 3 7 0.550 1.270
Y1 4 7 -0.532 -1.228
Y2 4 7 -0.701 -1.619
Y3 4 7 -0.263 -0.608
Multivariate 6.986 1.647 Sumber : Lampiran
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai c.r. mutivariate berada di antara ± 2,58 itu berarti asumsi normalitas terpenuhi. Fenomena ini tidak menjadi masalah serius seperti dikatakan oleh Bentler & Chou [1987] bahwa jika
(63)
estimation [MLE] walau ditribusi datanya tidak normal masih dapat menghasilkan good estimate, sehingga data layak untuk digunakan dalam estimasi selanjutnya.
4.3.2. Evaluasi atas Outlier
Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair,1998).
Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada
tingkat p < 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square [2] pada df sebesar
jumlah variabel bebasnya (df = 10). Ketentuan : bila Mahalanobis > dari
nilai 2 adalah multivariate outlier. Pada penelitian ini terdapat outlier
apabila nilai Mahalanobis distancenya > 39,252.
Untuk lebih memperjelas uraian mengenai evaluasi outlier
(64)
Tabel 4.9. Hasil Pengujian Outlier Multivariate
Residuals Statistics (a)
Minimum Maximum Mean Std.
Deviation N Predicted Value 15.092 118.525 64.500 18.462 128 Std. Predicted Value -2.676 2.926 0.000 1.000 128 Standard Error of Predicted Value 7.753 18.002 12.362 2.124 128 Adjusted Predicted Value 17.418 126.978 64.630 19.623 128
Residual -64.272 67.517 0.000 32.174 128
Std. Residual -1.868 1.962 0.000 0.935 128
Stud. Residual -1.939 2.200 -0.002 1.002 128
Deleted Residual -69.276 84.939 -0.130 36.982 128 Stud. Deleted Residual -1.964 2.240 -0.001 1.007 128 Mahalanobis Distance [MD] 5.454 33.760 15.875 5.852 128
Cook's Distance 0.000 0.073 0.009 0.011 128
Centered Leverage Value 0.043 0.266 0.125 0.046 128
(a) Dependent Variable : NO. RESP
Sumber : Lampiran
Berdasarkan tabel di atas, setelah dilakukan pengujian diketahui nilai MD maksimum adalah 33,760 lebih kecil dari 39,252. Oleh karena
itu diputuskan dalam penelitian tidak terdapat outlier multivariate (antar
variabel).
4.3.3. Deteksi Multicollinierity dan Singularity
Dengan mengamati Determinant matriks covarians. Dengan
ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0 (kecil),
maka terjadi multikolinieritas dan singularitas (Tabachnick & Fidell, 1998).
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan program
AMOS 4.01` diperoleh hasil Determinant of Sample Covariance Matrix
adalah > 0 yaitu sebesar 331,60 mengindikasikan tidak terjadi multikolinieritas dan singularitas dalam data ini sehingga asumsi
(65)
4.3.4. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk yang umum.
Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent
variabel/construct akan diuji dengan melihat faktor loading faktor dari
hubungan antara setiap observed variabel dan latent variabel. Sedangkan
reliabilitas diuji dengan construct reliability dan variance extracted. Dari
hasil pengolahan data didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.10 Faktor Loading dan Konstruk dengan Confirmatory Factor Analysis
Faktor Loading Konstrak Indikator
1 2 3 4
X11 0.516
X12 0.607
X13 0.426
X14 0.328
X15 0.428
Brand Characteristic
X16 0.661
X21 0.441
X22 0.389
X23 0.447
Company Characteristic
X24 0.542
X31 0.395
X32 0.537
Customer-Brand Characteristic
X33 0.802
Y1 0.887
Y2 0.911
Brand Loyalty
Y3 0.768
Sumber : Lampiran
Berdasarkan hasil confirmatory factor analysis terlihat bahwa
(66)
construct belum seluruhnya ≥ 0.5, sehingga butir-butir instrumentasi setiap
konstruk tersebut dapat dikatakan validitasnya cukup baik.
Koefisien Cronbach’s Alpha dihitung untuk mengestimasi
reliabilitas setiap skala (variabel atau indikator observarian). Sementara itu
item to total correlation digunakan untuk memperbaiki ukuran-ukuran dan mengeliminasi butir-butir yang kehadirannya akan memperkecil koefisien
Cronbach’s Alpha yang dihasilkan.
Hasil pengujian reliabilitas Consistency Internal dalam penelitian
ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.11. Pengujian Reliability Consistency Internal
Konstrak Indikator Item to Total Correlation
Koefisien Cronbach's Alpha
X11 0.677
X12 0.592
X13 0.614
X14 0.529
X15 0.560
Brand Characteristic
X16 0.630
0.642
X21 0.611
X22 0.641
X23 0.587
Company Characteristic
X24 0.669
0.480
X31 0.727
X32 0.704
Customer-Brand Characteristic
X33 0.677
0.487
Y1 0.905
Y2 0.941
Brand Loyalty
Y3 0.867
0.888
Z4
: tereliminasi
Sumber : Lampiran
Hasil pengujian reliabilitas konsistensi internal untuk setiap
construct di atas menunjukkan hasil yang baik dimana koefisien koefisien
(67)
Selain melakukan pengujian konsistensi internal Cronbach’s Alpha,
perlu juga dilakukan pengujian construct reliability dan variance
extracted. Kedua pengujian tersebut masih dalam koridor uji konsistensi internal yang akan memberikan peneliti kepercayaan diri yang lebih besar bahwa indikator-indikator individual mengukur suatu pengukuran yang
sama. Construct reliability dan Variance-extracted dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Sementara j dapat dihitung dengan formula j = 1 – [ Standardize
loading ] secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima
adalah 0,5 (Hair at, 1998). Standardize loading dapat diperoleh dari
output AMOS 4.01, dengan melihat estimasi setiap construct standardize
regression weight terhadap setiap butir sebagai indikatornya.
j = 1 - [Standardize Loading]2
Hasil pengujan Construct Reliability dan Variance Extraced dalam
penelitian ini akan ditampilkan pada tabel berikut:
[ StandardizeLoading]
Construct Reliability =
[ Standardize Loading] + j]
[Standardize Loading2]
Variance Extracted =
(68)
Tabel 4.12. Construct Reliability dan Variance Extrated Konstrak Indikator Standardize Factor Loading SFL
Kuadrat Error [εj]
Construct Reliability
Variance Extrated
X11 0.516 0.266 0.734
X12 0.607 0.368 0.632
X13 0.426 0.181 0.819
X14 0.328 0.108 0.892
X15 0.428 0.183 0.817
Brand Characteristic
X16 0.661 0.437 0.563
0.664 0.257
X21 0.441 0.194 0.806
X22 0.389 0.151 0.849
X23 0.447 0.200 0.800
Company Characteristic
X24 0.542 0.294 0.706
0.511 0.210
X31 0.395 0.156 0.844
X32 0.537 0.288 0.712
Customer-Brand
Characteristic X33 0.802 0.643 0.357
0.611 0.363
Y1 0.887 0.787 0.213
Y2 0.911 0.830 0.170
Brand Loyalty
Y3 0.768 0.590 0.410
0.892 0.736
Batas Dapat
Diterima ≥ 0,7 ≥ 0,5
Sumber : Lampiran
Hasil pengujian reliabilitas instrumen dengan construct reliability dan variance extracted menunjukkan instrumen cukup reliabel, yang
ditunjukkan dengan nilai construct reliability belum seluruhnya ≥ 0,7.
Meskipun demikian angka tersebut bukanlah sebuah ukuran “mati” artinya bila penelitian yang dilakukan bersifat exploratory, maka nilai di bawah 0,70 pun masih dapat diterima sepanjang disertai alasan–alasan empirik yang terlihat dalam proses eksplorasi. Dan variance extracted direkomendasikan pada tingkat 0,50.
4.3.5. Pengujian Model Dengan One-Step Approach
(69)
mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan fit model. Kemungkinan
terbesar disebabkan oleh terjadinya interaksi antara measurement model
dan structural model yang diestimasi secara bersama-sama (One Step
Approach to SEM). One step aprroach to SEM digunakan apabila model diyakini bahwa dilandasi teori yang kuat serta validitas & reliabilitas data sangat baik (Hair et.al.,1998).
Hasil estimasi dan fit model one step approach to SEM dengan
menggunakan program aplikasi Amos 4.01 terlihat pada Gambar dan Tabel Goodness of Fit di bawah ini :
Gambar 4.1. Model Pengukuran Kausalitas One Step Approach
MODEL PENGUKURAN & STRUKTURAL Trust In Brand, & Brand Loyalty
Model Specification : One Step Approach - Base Model
Brand Loyalty Brand d_bl Company X21
er_7 1 1
Y1 er_11
1 1
Y2 1 er_12 X11 er_1 X12 er_2 1 1 X22 er_8 1 1 X23 er_9 1 X13 er_3 1 X14 er_4 1 X15 er_5 1 1 Customer Brand X31 er_14 X32 er_15 1 1 1 Y3 1 er_13
X33 1 er_16 X16 er_6 1 X24 er_101 1 Trust In Brand d_br 1 d_co 1 d_cb 1
(1)
dalam menentukan pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek karena konsumen melakukan penilaian sebelum membeli. Karakteristik perusahaan (company characteristic) merupakan dasar awal pemahaman konsumen terhadap suatu produk. Karakteristik konsumen – merek merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu dengan acuan dirinya sebagai objek sehingga sering kali dalam konteks pemasaran dianalogkan merek sama dengan orang. Konsumen sering kali berinteraksi dengan merek seolah – olah merek tersebut adalah manusia sehingga kesamaan antara konsep diri konsumen dengan merek dapat membangun kepercayaan terhadap merek.
Trust in a Brand yang dimiliki oleh konsumen akan membuat konsumen menjadi loyal pada suatu merek dengan terus menggunakan merek tersebut, merekomendasikan merek tersebut kepada konsumen yang lain, dan tidak akan terpengaruh oleh promosi lain selain merek tersebut. Semakin tinggi trust in a brand yang dimiliki oleh konsumen maka brand loyalty juga akan semakin meningkat. Hal ini akan menguntungkan perusahaan karena konsumen menjadi loyal pada suatu merek.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(2)
(3)
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM untuk menguji pengaruh Trust in a Brand terhadap Brand Loyalty pada konsumen obat flu merek Mixagrip di Surabaya Selatan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara Trust in a Brand terhadap Brand Loyalty pada konsumen obat flu Mixagrip di Surabaya Selatan. Semakin tinggi Trust in a Brand yang dimiliki maka akan meningkatkan Brand Loyalty.
5.2. Saran
Beberapa saran yang dapat dipertimbangkan atau dimanfaatkan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada pihak perusahaan yang memproduksi obat
flu Mixagrip terus mempertahankan dan meningkatkan trust in a brand yang terdiri dari brand characteristic, company characteristic, dan consumer brand characteristic agar brand loyalty pada konsumen juga terus meningkat. Upaya mempertahankan loyalitas merek ini merupakan upaya strategis
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(4)
65
yang lebih efektif dibandingkan dengan upaya menarik pelanggan baru.
2. Penelitian yang dilakukan pada kesempatan kali ini hanya
menganalisis pengaruh Trust in a Brand terhadap Brand Loyalty. Peneliti mengharapkan agar di masa mendatang untuk penelitian selanjutnya menambah variabel atau dimensi dari Trust in a Brand yang ada hubungannya dengan Brand Loyalty.
(5)
Alma, Buchari, 2002, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Cetakan Kelima, Penerbit Alfabeta, Bandung.
Anderson, J.C. and D.W. Gerbing, 1988. Structural Equation Modeling in Practice : A Review and Recommended Two-Step Approach, Psycological Bulletin. 103 (3) : 411-23.
Astuti, Sri Wahjuni dan I Gde Cahyadi, 2007, Pengaruh Elemen Ekuitas Merek Terhadap Rasa Percaya Diri Pelanggan Di Surabaya Atas Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda, Jurnal Majalah Ekonomi,Tahun XVII, No.2.
Asri, Marwan dan John Suprihanto, 1986, Manajemen Perusahaan Pendekatan Operasional, Edisi Satu, Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Badawi, 2007, Pengaruh Trust in a Brand dan Satisfaction Terhadap Loyalitas Merek Studi pada Merek Perbankan Syariah di Cirebon, Buletin Ekonomi, Vol. 5, No. 2.
Bentler, P.M. and C.P. Chou, 1987. Practical Issue in Structural Modeling, Sociological Methods and Research. 16 (1) : 78-117
Ferdinand, Augusty [2002], Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Penerbit BP Undip, Semarang.
Ferrinadewi, Erna, 2007, Pengaruh Threat Emotion Konsumen dan Brand Trust Pada Keputusan Pembelian Produk Susu Anlene Di Surabaya, Jurnal Kewirausahaan, Vol.1, No.2.
Hair, J.F. et. al. [1998], Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.
Hartline, Michael D. and O.C. Ferrell [1996], “The Management of Customer-Contact Service Employees : An Empirical Investigation”, Journal of Marketing. 60 (4) : 52-70.
Laksana, Fajar, 2008, Manajemen Pemasaran, Edisi Pertama, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
Lau, Geok Then and Sook Han Lee, 1999, Consumers Trust in a Brand and The Link to Brand Loyalty, Journal of Market Focused Management, Vol. 4.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(6)
Mangkunegara, 2002, Perilaku Konsumen, Penerbit PT Refika Aditama, Bandung.
Purwanto, BM, 2003. Does Gender Moderate the Effect of Role Stress on Salesperson's Internal States and Performance ? An Application of Multigroup Structural Equation Modeling [MSEM], Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Buletin Ekonomi FE UPN "Veteran" Yogyakarta. 6 (8) : 1-20
Riana, Gede, 2008, Pengaruh Trust In a Brand Terhadap Brand Loyalty Pada Konsumen Air Minum Aqua Di Kota Denpasar, Buletin Studi Ekonomi, Vol. 13, No.2.
Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, Cetakan Kelima, Penerbit CV Alphabeta, Bandung.
Swastha, Basu dan Ibnu Sukotjo, 2002, Pengantar Bisnis Modern, Edisi Ketiga, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Tabachnick B.G. and Fidel, L.S., 1996, Using Multivariate Statistics, Third Edition, Harper Collins College Publisher, New York.
Tandjung, 2004, Marketing Management : Pendekatan Pada Nilai – Nilai Pelanggan, Cetakan Keempat, Bayumedia Publishing, Malang.
Tjahyadi, Rully, 2006, Brand Trust Dalam Konteks Loyalitas Merek : Peran Karakteristik Merek, Karakteristik Perusahaan, dan Karakteristik Hubungan Pelanggan-Merek, Jurnal Manajemen, Vol. 6, No. 1.
Tjiptono, Fandy, 1997, Strategi Pemasaran, CV Andi Offset, Yogyakarta. , 2000, Perspektif Manajemen dan Pemasaran Kontemporer,
CV Andi Offset, Yogyakarta.
, 2008, Pemasaran Strategik, Edisi Pertama, CV Andi Offset, Yogyakarta.
Majalah Marketing 2008 s/d 2010 http://kalbe.co.id