PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Roscoe) TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, TOTAL FENOL DAN KARAKTERISTIK SENSORIS PADA TELUR ASIN

(1)

commit to user

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Roscoe) TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, TOTAL FENOL DAN

KARAKTERISTIK SENSORIS PADA TELUR ASIN

SKRIPSI

Diajukan Kepada :

Jurusan/ Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh :

II SRI IRIA PUTRI H1408505

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user


(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, terima kasih ya Allah, rasanya ungkapan itu yang pertama kali terbesit dalam benak penulis. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Penambahan Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale Roscoe) Terhadap Aktivitas Antioksidan, Total Fenol Dan Karakteristik Sensoris Pada Telur Asin”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa untuk mencapai gelar Sarjana Stratum Satu (S-1) pada program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Ir. Kawiji, MP selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, selaku Pembimbing Utama Skripsi. Terima kasih atas semua nasihat, kesabaran dan semangat yang bapak berikan kepada penulis, sehingga penulis dapat sampai pada titik ini. Terima kasih Pak.

3. Ibu Esti Widowati, S. Si,MP selaku Pembimbing Pendamping Skripsi. Saran,

bimbingan, arahan, kegigihan dan semangat serta dukungan dari ibu begitu besar untuk penulis dan menjadikan penulis yang semula tidak tahu menjadi tahu. Ibu membuat penulis untuk belajar berusaha dan tidak menyerah untuk menghadapi sesuatu. Terima Kasih Bu Esti.

4. Ibu Ir. M.A.M. Andriani, MS selaku Dosen Penguji. Ibu merupakan salah satu contoh dan teladan yang baik. Akan berbeda hasilnya skripsi penulis seandainya bukan Ibu yang menguji. Terima kasih Bu Andri.

5. R. Baskara Katri Anandito, STP, MP selaku pembimbing Akademik. Bapak

merupakan pembimbing yang mampu menjadi teman bagi anak bimbing bapak.


(4)

commit to user

iv

6. Ibu Sri Liswardani, STP, Pak Slameta, Pak Giyo, Pak Joko, terima kasih banyak atas segala bantuannya selama penelitian dan pelaksanaan seminar. 7. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama masa perkuliahan penulis.

8. Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tuaku. Kerja keras, doa dan kasih sayang mama dan papa membuatku merasa bangga dan membuatku merasa lebih mudah dalam hidup ini.

9. Untuk adikku Anditya Pepsana Putra dan Ella Miyana, kalian membuatku lebih berfikir dewasa dan semangat dalam hidupku. Aku selalu menyayangi kalian.

10. Teman-teman satu jurusan, satu angkatan, Ihda, Wati, Ratih, Fitri, Badrus, Topek, Mitha’06, Wuri’06, trima kasih teman atas dukungan kalian untuk penulis selalu tetap belajar dan berusaha. Semangaaaat....

11. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini dan memberi dukungan, doa serta semangat bagi penulis untuk terus berjuang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Mei 2011


(5)

commit to user

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

RINGKASAN ... x

SUMMARY ... xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 4

1. Telur ... 4

2. Telur Asin ... 6

3. Penggaraman... 8

4. Jahe (Zingiber officinale Roscoe) ... 11

5. Antioksidan... 15

6. Fenol... 20

B. Hipotesis... 22

III.METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

B. Bahan dan Alat ... 23

1. Bahan ... 23


(6)

commit to user

vi

C. Tahapan Penelitian ... 24

1. Preparasi Bahan ... 24

2. Pembuatan Ekstrak Jahe Emprit ... 24

3. Pembuatan Adonan Pengasinan... 24

4. Pembuatan Telur Asin ... 25

5. Metode Analisis... 26

D. Rancangan Penelitian dan Analisis Data... 26

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Aktivitas Antioksidan Telur Asin ... 28

B. Total Fenol Telur Asin ... 30

C. Karakteristik Sensoris Telur Asin ... 32

1. Warna ... 32

2. Aroma ... 35

3. Rasa ... 36

4. Tekstur ... 38

5. Overall ... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 40

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(7)

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Kandungan Gizi Telur Segar dan Telur Asin... 5

2.2 Mutu Telur Asin Menurut SNI 01- 4277-1996... 8

2.3 Kandungan Gizi Jahe... 14

2.4 Standar Mutu Secara Umum pada Jahe Menurut SNI 01-7087-2005……… 15 2.5 Standar Mutu Secara Khusus pada Jahe Menurut SNI 01-7087-2005... 15 3.1 Metode Analisis... 26

4.1 Aktivitas Antioksidan pada Telur Asin... 29

4.2 Total Fenol pada Telur Asin... 30

4.3 Karakteristik Sensoris Telur Asin pada Parameter Warna... 33

4.4 Karakteristik Sensoris Telur Asin pada Parameter Aroma... 35

4.5 Karakteristik Sensoris Telur Asin pada Parameter Rasa... 37

4.6 Karakteristik Sensoris Telur Asin pada Parameter Tekstur... 38

4.7 Karakteristik Sensoris Telur Asin pada Parameter

Overall...


(8)

commit to user

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Penampang telur secara umum... 6

2.2 Tanaman Jahe dan Daun Jahe... 11

2.3 Jahe Merah, Jahe Emprit, Jahe Gajah ... 13

2.4 Rimpang Jahe... 13

2.5 Rumus Bangun Gingerol... 19

2.6 Rumus Bangun Shogaol... 20

3.1 Pembuatan Telur Asin Rebus... 25

4.1 Perbedaan warna pada telur asin dengan penambahan

ekstrak jahe...


(9)

commit to user

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Metode Analisis... 48

a. Analisis Antioksidan... 48

b. Analisis Total Fenol... 48

2 Hasil Analisis Kimia Pada Telur Asin... 49

a. Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan Pada Telur Asin.... 49

b. Hasil Analisis Total Fenol Pada Telur Asin... 50

3 Hasil Analisis SPSS Pada Telur Asin... 51

a. Hasil Analisis SPSS Aktivitas Antioksidan... 51

b. Hasil Analisis SPSS Total Fenol... 51

c. Hasil Analisis SPSS Karakteristik Sensoris... 52


(10)

commit to user

x

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Roscoe) TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, TOTAL FENOL DAN

KARAKTERISTIK SENSORIS PADA TELUR ASIN

II SRI IRIA PUTRI H 1408505

RINGKASAN

Telur asin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan telur. Akan tetapi, saat ini telur asin kurang disukai oleh konsumen karena kurangnya inovasi dalam pembuatan telur asin yang tidak mengikuti selera konsumen yang mudah berubah. Dengan adanya penambahan ekstrak jahe mampu memberikan inovasi rasa yang diharapkan dapat diterima oleh konsumen. Ekstrak jahe sudah diketahui mengandung komponen bioaktif seperti gingerol dan shogaol yang mempunyai aktivitas antioksidan, sehingga selain dapat memberikan inovasi rasa juga dapat memberikan kandungan antioksidan pada telur asin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak jahe pada telur asin terhadap aktivitas antioksidan, total fenol, karakteristik sensoris dan untuk mengetahui konsentrasi penambahan ekstrak jahe yang disukai konsumen. Ekstrak jahe yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak jahe emprit. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi penambahan ekstrak jahe (0%, 25%, 50%, 75%) dengan 3 kali ulangan analisis. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan

perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada tingkat

α = 0,05. Data dianalisis dengan SPSS 14.0 for windows.

Hasil analisis menggunakan metode DPPH untuk analisis aktivitas antioksidan dan metode Follin-Ciacaltue untuk analisis total fenol menunjukkan bahwa telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% memiliki aktivitas antioksidan (28,72%) dan total fenol (0,082%) serta karakteristik sensoris yang paling disukai oleh konsumen. Sedangkan telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe juga menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dan total fenol karena adanya antioksidan alami pada telur.


(11)

commit to user

xi

THE INFLUENCE OF GINGER EXTRACT (Zingiber officinale Roscoe) TO THE ANTIOXIDANT ACTIVITY, TOTAL PHENOL AND SENSORY

CHARACTERISTIC OF SALTED EGG II SRI IRIA PUTRI

H 1408505

SUMMARY

Salted egg is a method of preservation. However, nowadays salted egg has been left by consumers because there was less innovation in making salted egg which not follow consumers preference of taste that is easily change. By adding ginger extract, there is a new innovation of taste that will be preferred by the consumers. Ginger extract contains of bioactive component such as gingerol and shogaol which have antioxidant activity, so ginger extract gives a new innovation of taste and also gives antioxidant substance to salted egg.

The objective of this research were to observe the influence of ginger extract to antioxidant activity, total phenol and sensory characteristic and also to observe the concentration of ginger extract which was accepted by the consumers. Extract of Emprit ginger was used in this research. This research used Completely Randomized Design (CRD) with one factor, the concentration of ginger extract (0%, 25%, 50% and 75%) with three times repetition of analysis. The result was analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) and continued by Duncan Multiple Range Test (DMRT) in level α = 0,05. Data was analyzed by SPSS 14.0 for windows.

The result used DPPH method to antioxidant activity analysis and Follin-Ciacaltue method to total phenol analysis showed that salted egg which was added by ginger extract 75% had antioxidant activity (28,72%) and total phenol (0,082%) which the level and sensory characteristic was the most preferred by consumers. Whereas, salted egg without ginger extract also showed antioxidant activity and total phenol because egg has natural antioxidant.


(12)

commit to user I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telur merupakan sumber protein hewani yang memiliki rasa lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, vitamin dan mineral (besi, fosfor, kalsium dan vitamin B kompleks) (Astawan, 2009). Kandungan gizi tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya yaitu asam amino esensial berupa fosfoprotein yang dibutuhkan tubuh manusia untuk pertumbuhan (Pentadi, 2009). Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami maupun kerusakan akibat serangan mikroba melalui pori – pori telur (Pudjiatmoko, 2008). Oleh karena itu, usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur, salah satunya yaitu dengan cara pengasinan.

Telur asin merupakan salah satu cara untuk mengawetkan telur. Telur yang biasa diasinkan adalah telur itik karena memiliki pori-pori yang besar dan bau amis yang tajam (Gsianturi, 2003). Umur simpan telur yang diasinkan dapat mencapai 3 minggu (Suprapti, 2008). Keunggulan dari pengasinan telur yaitu dapat memperpanjang umur simpan, menambah cita rasa, meningkatkan nilai ekonomis, meningkatkan selera konsumen, serta mencegah masuknya mikroba pada telur (Soeparno, 1994 dan Harry, 2004). Namun, saat ini telur asin kurang disukai oleh konsumen, hal ini karena kualitas telur asin yang dihasilkan tidak mengikuti selera konsumen yang mudah berubah, kurangnya inovasi pengolahan maupun rasa pada telur asin dan adanya pesaing usaha telur asin yang semakin banyak, serta adanya sentra industri lain yang semakin banyak bergerak dalam pengolahan pangan.

Telur asin dengan kandungan antioksidan adalah salah satu inovasi pengolahan untuk meningkatkan selera konsumen pada produk telur asin. Menurut Wijayakusuma (2004), untuk melindungi tubuh dari radikal bebas maka asupan antioksidan pada tubuh menjadi penting. Antioksidan alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan merupakan sumber antioksidan yang paling mudah ditemukan. Jahe merupakan salah satu


(13)

commit to user

sumber antioksidan alami, selain itu jahe juga mengandung antimikroba yang memiliki kemampuan mengawetkan bahan pangan (Uhl, 2000).

Komponen antioksidan yang utama pada jahe emprit adalah gingerol yang bersifat antikoagulan, yaitu mencegah stroke dan serangan jantung. Gingerol juga dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dan menghambat pertumbuhan sel kanker (pemberian ekstrak jahe sebanyak 100mg/kg berat badan) (Septiana, 2002), mampu meningkatkan aktivitas sel darah putih dalam melisis sel tumor dan sel yang terinfeksi virus (Septiana dan Zakaria, 2002).

Riset terakhir tahun 2005 oleh Zulaekah dan Widiyaningsih, penelitian mengenai telur asin dengan penambahan antioksidan dari daun teh menunjukkan bahwa daun teh dapat memperpanjang umur simpan telur dan memperkecil kehilangan berat, karena pori-pori pada telur akan tertutup oleh tanin pada larutan daun teh yang akan menyamak kulit telur sehingga mengurangi penguapan air pada telur. Selain itu, daun teh juga akan memberikan warna coklat muda pada kulit telur dan aroma telur asin yang lebih disukai. Kelemahan dari penggunaan larutan daun teh yaitu tidak dapat memberikan rasa pada telur asin dan kurang efektif jika dilakukan sebelum pengasinan karena dapat menghambat proses pengasinan.

Berdasarkan uraian kandungan antioksidan pada jahe, pemilihan jahe emprit dalam pembuatan telur asin bertujuan untuk penganekaragaman pangan dan memberikan kandungan antioksidan yang berasal dari jahe pada telur asin yang baik untuk kesehatan. Selain itu, penambahan ekstrak jahe pada pembuatan telur asin dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sentra industri telur asin yang saat ini mulai ditinggalkan konsumen.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian pengaruh penambahan ekstrak jahe pada pembuatan telur asin mengenai aktivitas antioksidan, total fenol dan karakteristik sensoris telur asin terutama aroma jahe yang dapat mengurangi bau amis pada telur dan rasa jahe yang dapat memberi inovasi rasa pada telur asin.


(14)

commit to user 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut

1. Bagaimana pengaruh penggunaan ekstrak jahe terhadap aktivitas

antioksidan dan total fenol pada telur asin?

2. Bagaimana pengaruh penggunaan ekstrak jahe terhadap karakteristik sensoris telur asin yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan overall? 3. Berapa konsentrasi penambahan ekstrak jahe yang disukai konsumen?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui pengaruh penambahan ekstrak jahe terhadap aktivitas

antioksidan dan total fenol pada telur asin.

2. Mengetahui pengaruh penambahan ekstrak jahe terhadap karakteristik sensoris telur asin yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan overall. 3. Mengetahui konsentrasi penambahan ekstrak jahe yang disukai konsumen.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah

1. Memberikan cara lain pengolahan telur asin yang menghasilkan produk yang mengandung antioksidan.

2. Memberikan informasi aktivitas antioksidan, total fenol dan karakteristik sensoris telur asin dengan penambahan ekstrak jahe.

3. Meningkatkan nilai ekonomis telur asin dan daya guna jahe.

1.5 Hipotesis

Penambahan ekstrak jahe pada pembuatan telur asin akan mempengaruhi aktivitas antioksidan dan total fenol telur asin yang dihasilkan dengan konsentrasi 0%, 25%, 50% dan 75% pada adonan pasta pembalut telur asin, serta dapat mempengaruhi karakteristik sensoris terutama rasa


(15)

commit to user

(akan timbul rasa jahe akibat penambahan ekstrak jahe), pada aroma (dapat mengurangi bau amis pada telur asin karena aroma harum jahe yang dihasilkan oleh minyak atsirinya).

Konsentrasi 0% digunakan sebagai kontrol karena pada perlakuan ini tidak ada penambahan ekstrak jahe. Pada penambahan ekstrak jahe 25% dipilih sebagai konsentrasi awal karena pada konsentrasi ini rasa jahe mulai sedikit terasa. Penambahan ekstrak jahe pada konsentrasi 75% merupakan batas terakhir penambahan ekstrak jahe, karena apabila penambahan mencapai 100% atau lebih dikhawatirkan akan mempengaruhi ciri khas dari telur asin.


(16)

commit to user LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Telur

Telur merupakan produk peternakan yang mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh manusia. Berdasarkan kandungan gizinya telur dapat dikategorikan sebagai bahan makanan bergizi tinggi. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani disamping daging ikan dan susu yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik anak-anak pada masa pertumbuhan, ibu hamil dan menyusui, serta mereka yang sedang dalam proses penyembuhan. Selain itu telur juga mengandung vitamin A dan B, lemak serta mineral (Suprapti, 2008).

Telur memiliki kelemahan yaitu mudah rusak selama penyimpanan yang disebabkan adanya mikroba yang mengkontaminasi telur. Makin lama penyimpanan telur maka makin menurunkan kualitas telur yang diakibatkan keluarnya gas karbondioksida (CO2) pada telur

(Astawan, 2005). Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan umur simpan telur adalah dengan cara pengawetan. Dengan metode ini, telur dapat disimpan lebih lama, dapat meningkatkan selera konsumen, dapat mencegah keluarnya gas karbondioksida CO2 pada telur dan dapat mencegah masuknya mikroba

pada telur. Pengawetan telur yang paling mudah dan umum dilakukan oleh masyarakat adalah dengan pengasinan atau pembuatan telur asin. Telur yang biasa diasinkan adalah telur itik (Muslim,1992).

Kualitas telur ditentukan oleh kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, serta posisi kuning telur) dan kualitas bagian luar telur (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit telur). Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu di ruang terbuka. Kerusakan telur meliputi kerusakan dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam


(17)

commit to user

telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya. Kerusakan-kerusakan telur terutama dapat disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit telur (Sukendra, 1976 dan Koswara, 1991). Mutu telur dapat dinilai secara candling yaitu dengan meletakkan telur dalam sorotan sinar yang kuat sehingga memungkinkan menemukan keretakan pada kulit telur, ukuran serta gerakan kuning telur, ukuran kantong udara, bintik-bintik darah dan daging, kerusakan oleh mikroba dan pertumbuhan embrio (Buckle et al, 1985).

Sebagai bahan makanan, telur memiliki beberapa kelebihan yaitu mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh, rasanya enak, mudah dicerna, serta dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan. Telur itik memiliki protein lebih banyak terdapat pada bagian kuning telur 17 %, sedangkan bagian putihnya 11 %. Protein telur terdiri dari ovalbumin (putih telur) dan ovavitelin (kuning telur) (Astawan, 2009). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 mengenai kandungan gizi telur segar dan telur asin.

Tabel 2.1. Kandungan gizi telur segar dan telur asin

Komposisi Telur ayam Telur itik segar Telur itik asin

Kalori (kal) 162 189 195

Protein (g) 12,8 13,1 13,6

Lemak (g) 11,5 14,3 13,6

Karbohidrat (g) 0,7 0,8 1,4

Kalsium (mg) 54 56 120

Fosfor (mg) 1 80 175 157

Besi (mg) 2,7 2,8 1,8

Vit. A (IU) 900 1230 841

Vit. B (mg) 0,10 0,18 0,28

Air (gr) 74 70,8 66,5

Sumber : Astawan, 2009.

Menurut Suprapti (2008), telur secara umum terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (±11% dari berat total telur), putih telur (±57% dari berat total telur), dan kuning telur (±32% dari berat total telur). Adapun bagian-bagian telur secara rinci dapat dilihat pada gambar 2.1


(18)

commit to user

Gambar 2.1 Penampang telur secara umum Keterangan gambar

1. Kulit luar (shell) dengan lapisan tipis di bagian luar (mucus).

2. Selaput tipis yang menempel pada shell selaput tipis lain yang melekat pada putih telur (membrane).

3. Lapisan putih telur (egg white) pada 2 tempat, dekat dengan kulit (3a) dan yang dekat dengan kuning telur (3b) kondisinya lebih encer. 4. Lapisan putih telur kental (diapit 2 lapisan putih telur encer ). 5. Kuning telur (yolk).

6. Titik benih (lembaga) atau germ spot. 7. Tali pengikat kulit telur (chalazeae). 8. Rongga udara (air space).

9. Lapisan luar kuning telur (vitellin)

Telur itik memiliki bau amis yang tajam sehingga penggunaan telur itik dalam berbagai makanan tidak seluas telur ayam. Selain baunya yang lebih amis, telur itik juga memiliki pori-pori kulit yang lebih besar, sehingga sangat baik untuk diolah menjadi telur asin. Ciri lain dari telur itik memiliki bobot dan ukuran rata-rata lebih besar dibanding telur ayam dan warna kulit telurnya agak biru muda (Gsianturi, 2003).

2.1.2 Telur Asin

Menurut Astawan (2009), telur asin (baik yang masih mentah maupun sudah direbus) mempunyai daya awet yang tinggi, sehingga


(19)

commit to user

dapat disimpan pada suhu kamar. Penilaian terhadap mutu telur asin dapat dilakukan dengan menggunakan parameter berikut

· Telur asin stabil sifatnya, artinya dapat disimpan lama ± 3 minggu tanpa mengalami kerusakan. Semakin banyak garam yang digunakan dan semakin lama waktu pengasinan, telur akan semakin awet dan asin.

· Aroma dan rasanya enak. Telur asin yang baik bebas dari rasa amis, bau busuk, serta rasa dan bau lainnya yang tidak diharapkan.

· Telur asin yang baik hanya mengandung minyak di bagian tepi kuning

telur.

· Letak kuning telur yang dikehendaki adalah di tengah-tengah. Apabila bergeser, kemungkinan penyebabnya adalah telur segar yang digunakan sudah rusak.

Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara diasinkan. Telur yang telah diasinkan tersebut, selanjutnya dapat dibiarkan/disimpan dalam keadaan mentah ataupun matang (direbus). Dalam keadaan mentah, telur dapat disimpan selama ± 2 minggu, sedangkan dalam keadaan matang, telur asin dapat disimpan selama ± 3 minggu (Suprapti, 2002).

Proses pembuatan telur asin dapat dilakukan dengan beberapa cara. Namun, kebanyakan pembuat telur asin lebih memilih dengan cara direndam atau dibalut dalam adonan garam dicampur dengan serbuk bata merah dan abu gosok (Sahroni, 2003). Cara tersebut bertujuan untuk membuat telur itik menjadi telur yang terasa asin. Tetapi, ada juga yang mencoba membuat telur asin dengan ditambahkan rasa jahe, rasa jeruk, bahkan rasa cabai kedalam adonan pasta pengasinannya, sehingga rasa telur tersebut tidak hanya asin, melainkan berpadu dengan rasa lain yang telah ditambahkan kedalam adonan pasta pengasinan tersebut (Effie, 2006).

Telur segar memiliki mutu protein lebih baik daripada telur asin yang proteinnya sudah agak menurun. Garam telah mendenaturasi


(20)

commit to user

protein telur, sehingga penyerapannya di dalam tubuh tidak semudah penyerapan protein telur segar. Perbedaan ini dapat diamati dari konsistensi bagian kuning pada telur asin lebih keras daripada bagian kuning telur segar (Astawan, 2005).

Standar mutu telur asin berdasakan SNI 01- 4277-1996 (Badan Standarisasi Nasional, 1996) dapat dilihat tabel 2.2.

Tabel 2.2. Mutu telur asin menurut SNI 01- 4277-1996

Jenis uji Satuan Persyaratan

Keadaan :

a. Bau - Normal

b. Warna - Normal

c. Kenampakan - Normal

Garam b/b % 2,0

Cemaran mikroba

a. Salmonella Koloni/25 g Negatif

b. Stapylococcus aurous

Koloni/ g Negatif

Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 1996

Menurut Sarwono, dkk (1985) dan Astawan (2009), ada beberapa keunggulan telur asin yang dapat diperoleh dari pembuatan telur asin yaitu:

· Telur yang diasinkan bersifat stabil, dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan selama ± 3 minggu.

· Dengan pengasinan rasa amis telur akan berkurang, tidak berbau busuk, dan rasanya enak.

2.1.3 Penggaraman

Menurut Harry (2004), proses pengolahan telur asin dapat dibuat dengan cara merendam dalam larutan garam jenuh atau menggunakan adonan pasta pengasinan. Adonan pengasinan merupakan campuran antara garam, serbuk bata merah dan abu gosok. Pembuatan telur asin dengan cara merendam dalam larutan garam jenuh sangat mudah dan praktis tetapi tekstur yang dihasilkan kurang bagus. Cara pembuatan telur asin dengan menggunakan adonan pasta pengasinan akan menghasilkan


(21)

commit to user

telur asin yang jauh lebih bagus mutunya, warna lebih menarik, serta cita rasa lebih enak, tetapi prosesnya lebih rumit. Garam dalam pembuatan telur asin berfungsi sebagai pencipta rasa.

Pembuatan telur asin dengan cara perendaman dengan larutan garam jenuh lebih efisien dan lebih singkat waktu yang dibutuhkan untuk proses pengasinan telur, yaitu 7-10 hari. Pembuatan telur asin dengan pembalutan adonan pengasinan (garam, serbuk batu bata dan abu gosok) memerlukan waktu yang lebih lama, yaitu 14-30 hari (Sarwono, 2009 dan Saputra, 2000). Untuk rasa telur asin, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua cara tersebut. Akan tetapi untuk warna dan tekstur sangat berbeda nyata. Warna dan tekstur yang lebih menarik terdapat pada pembuatan telur asin dengan cara pembalutan dengan adonan pasta pengasinan. Sedangkan pada pembuatan telur asin dengan perendaman garam jenuh, akan dihasilkan putih telur yang berlubang-lubang/keropos dan warna kuning telur yang tidak cerah (Kastaman dkk, 2005).

Penggaraman yang cocok untuk pembuatan telur asin yaitu telur itik. Proses penggaraman pada telur itik ini sangat cocok dilakukan karena bau telur itik yang sangat amis sebagai ciri aroma dari telur asin dan memiliki pori – pori yang lebih besar sehingga mudah menyerap garam pada saat pemeraman. Selain itu, telur itik memiliki ukuran yang lebih besar daripada telur ayam serta memiliki warna biru muda yang semakin menarik untuk membuat ciri dari telur asin (Apriadjie, 2009).

Kombinasi perlakuan dalam pembuatan telur asin yang baik saat ini adalah dengan penggaraman dan penambahan ekstrak daun teh. Apabila telur asin matang dapat bertahan selama ± 3 minggu, sedangkan penambahan ekstrak teh dalam adonan pengasinan dapat meningkatkan ketahanan telur asin sampai 6 minggu. Penggunaan ekstrak daun teh ini bertujuan supaya zat tanin dalam daun teh dapat menutupi pori – pori kulit telur serta memberikan warna coklat muda yang menarik dan bau telur asin yang lebih disukai (Syamsinan dan Soekarta, 1982; Fardiaz,


(22)

commit to user

1992; Makfoeld, 1992). Pengawetan telur dengan menggunakan ekstrak daun teh disertai dengan pengasinan dapat memperkecil kehilangan berat dan meningkatkan cita rasa. Hal ini dimungkinkan karena ekstrak daun teh mengandung tanin. Tanin dari bahan nabati dapat menyamak kulit telur sehingga dapat mengurangi penguapan air pada telur. Penggunaan ekstrak daun teh dilakukan setelah proses pengasinan supaya proses pengasinan tidak terhambat dan kulit telur akan menjadi lebih terlindungi oleh tanin setelah perendaman (Zulaekah dan Widiyaningsih, 2005).

Garam pada kosentrasi tinggi (10-12%) dapat digunakan sebagai pengawet dalam telur asin. Kadar air bahan yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba pada bahan pangan yang diawetkan dengan garam menurun dan jaringan sel mikroba mengalami plasmolisis sehingga kadar airnya tidak cukup untuk pertumbuhan mikroba. Fungsi garam sebagai pengawet ialah sebagai antiseptik dan untuk mengikat sejumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba. Efek pengawetan garam karena sifat osmotiknya yang tinggi, kemampuan mengikat air, dan mengakibatkan denaturasi protein (Soeparno,1994).

Berkurangnya kadar air pada telur asin yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba menyebabkan telur menjadi lebih awet. Garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes ke pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur. Garam NaCl mula-mula akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion klor (Cl-). Ion klor inilah yang bersifat toksik berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur. Semakin lama telur dibungkus dengan adonan pasta pengasinan, semakin banyak garam yang masuk ke dalamnya, sehingga telur menjadi awet dan asin (Harry, 2004). Menurut Soeparno (1994), meskipun garam tidak dapat membunuh semua jenis mikroba, tetapi pada umumnya kebanyakan mikroba yang menyebabkan pembusukan dapat dikontrol dengan baik. Hal ini disebabkan karena garam bersifat mengikat air dalam bahan.


(23)

commit to user

Sejumlah mikroba terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam tertentu dan dapat tumbuh pada konsentrasi larutan garam yang berbeda.

2.1.4 Jahe (Zingiber officinale Roscoe)

Jahe tumbuh tegak dengan tinggi 30–60 cm, daun tanaman jahe berupa daun tunggal, berbentuk lanset dan berujung runcing. Mahkota bunga berwarna ungu, berbentuk corong dengan panjang 2 – 2,5 cm. Sedangkan buah berbentuk bulat panjang berwarna cokelat dengan biji berwarna hitam. Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) varietas, yaitu jahe besar (jahe gajah), jahe kecil (jahe emprit), dan jahe merah (jahe sunti). Jahe merah dan jahe kecil banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Sedangkan jahe besar dimanfaatkan sebagai bumbu masak (Matondang, 2005). Gambar tanaman dan bentuk daun jahe dapat dilihat pada gambar 2.2.

a. b.

Gambar 2.2. Tanaman Jahe (a) dan Daun Jahe (b)

Menurut Hendradi dkk (2000), tanaman jahe dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Monocotyledonae

Ordo : Zingeberales

Family : Zingeberaceae

Genus : Zingiber


(24)

commit to user

Jahe (Zingiber officinale Roscoe) merupakan rempah – rempah yang sangat penting dalam kehidupan sehari – hari, terutama untuk kesehatan. Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe termasuk suku temu-temuan (Zingiberaceae). Selain jahe, temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) termasuk dalam suku temu-temuan (Muhlisah, 1999).

Menurut Paimin dan Murhananto (2003), jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu:

a. Jahe putih besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak (gambar 2.3). Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari dua jenis jahe lainnya. Jenis jahe ini baik dikonsumsi saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.

b. Jahe putih kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit (gambar 2.3). Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar daripada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk obat – obatan. c. Jahe merah (gambar 2.3). Rimpangnya bewarna merah dan lebih

kecil daripada jahe putih kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil putih sehingga cocok untuk ramuan obat.

a. b. c.


(25)

commit to user

Bagian terpenting yang memiliki nilai ekonomis pada tanaman jahe adalah akar tongkatnya yang lebih dikenal dengan sebutan “rimpang”. Jika rimpang tersebut dipotong, nampak warna daging rimpang yang bervariasi, mulai putih kekuningan, kuning, atau jingga tergantung pada klonnya. Pada umunya rasa jahe pedas karena mengandung senyawa shogaol. Sedangkan aroma jahe disebabkan oleh adanya minyak atsiri yang umunya berwarna kuning dan sedikit kental (Santoso, 1994). Gambar rimpang jahe untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Rimpang Jahe

Secara tradisional ekstrak jahe digunakan antara lain sebagai obat sakit kepala, obat batuk, muntah-muntah, masuk angin, untuk mengobati gangguan pada saluran pencernaan, stimulansia, rematik, menghilangkan rasa sakit, obat antimual dan mabuk perjalanan, karminatif (mengeluarkan gas dari perut) dan sebagai obat luar untuk mengobati gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta memar (Sugiman, 2000). Secara alamiah ekstrak jahe mampu menghambat proliferasi sel kanker. Selain itu, jahe diduga berkhasiat untuk mencegah penyakit jantung (Darwis dkk, 1991). Komponen yang terkandung dalam rimpang jahe ini sangat banyak kegunaannya. Terutama sebagai rempah, bahan baku minuman ringan (ginger ale), industri farmasi dan obat tradisional, industri parfum, industri kosmetika, serta bahan penyedap (flavoring agents) (Paimin, dkk, 1991).

Jahe emprit (Zingiber officinale var Rubrum) merupakan salah satu jenis jahe yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, rempah-rempah, penyedap makanan dan minuman (Santoso,


(26)

commit to user

1994). Hal ini dikarenakan rimpang jahe emprit berserat lembut, beraroma tajam, dan terasa pedas meskipun ukuran rimpang kecil. Jahe emprit berbentuk agak pipih mempunyai daun berselang-seling teratur, warna permukaan daun atas berwarna hijau muda jika dibandingkan dengan bagian bawahnya. Rimpang jahe emprit mengandung 58% pati, 8% protein, 3-5% oleoresin dan 1,5-3,5% minyak atsiri (Sari dkk, 2006).

Jahe memiliki beberapa kandungan gizi yang bermanfaat untuk kesehatan. Kandungan gizi jahe dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Kandungan gizi jahe

No Unsur Gizi Kadar per 100 g Bahan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 13. 14. Minyak essensial Campuran lain Abu Protein Zat pati Lemak Fosfolipid Sterol Serat Oleoresin Vitamin Air Mineral 0,8% 10-16% 6,5% 12,3% 45,25% 4,5% Sedikit 0,53% 10,3% 7,3% 44,15% 10,5% -

Sumber : Ravindran and Babu, 2005.

Standar mutu jahe secara umum dan khusus berdasakan SNI 01-7087-2005 (Badan Standarisasi Nasional, 2005) dapat dilihat tabel 2.4. Tabel 2.4. Standar mutu secara umum pada jahe menurut SNI

01-7087-2005.

No Jenis uji Persyaratan

1, 2. Kesegaran jahe Rimpang bertunas Segar Tidak ada

3. Kenampakan irisan melintang Cerah

4. Bentuk rimpang Utuh

5. Serangga hidup dan hama lain Tidak ada


(27)

commit to user

Tabel 2.5. Standar mutu secara khusus pada jahe menurut SNI 01-7087-2005

Jenis uji Satuan Persyaratan

Rimpang yang terkelupas kulitnya (R/jml R), Maks

% 5

Rimpang busuk (R/jml R) % 0

Kadar abu, maks % 5

Kadar ekstrak yang larut dalam air, maks % 15,6

Kadar ekstrak yang larut dalam etanol min. % 4,3

Benda asing, maks % 2

Kadar minyak atsiri, min % 1,5

Kadar timbal, maks mg/kg 1

Kadar arsen mg/kg Negatif

Kadar tembaga mg/kg 30

Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2005.

Minyak atsiri dan oleoresin pada jahe menyebabkan sifat khas jahe. Aroma jahe disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresin menyebabkan rasa pedas. Komposisi kimiawi rimpang jahe menentukan aroma dan rasa pedas jahe. Faktor yang mempengaruhi komposisi kimiawi rimpang jahe ialah jenis, keadaan tanah pada saat jahe ditanam, cara budidaya, umur rimpang jahe saat dipanen, serta perlakuan terhadap hasil rimpang pascapanen (Guenther, 1952, Ravindran and Babu, 2005 ).

2.1.5 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat, mencegah terjadinya reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit ataupun penuaan dini dengan cara mendonorkan satu atau lebih atom hidrogen pada suatu radikal bebas (Lautan,1997 dan Winarsi, 2007). Penggunaan senyawa antioksidan juga antiradikal saat ini semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, serta gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan dengan kemampuan antioksidan untuk bekerja sebagai inhibitor (penghambat) reaksi oksidasi oleh radikal bebas yang menjadi salah satu pencetus penyakit-penyakit diatas (Tahir dkk, 2003).


(28)

commit to user

Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan

alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan

penggunaannya secara luas diseluruh dunia untuk digunakan dalam

makanan adalah Butylated Hidroxyanisol (BHA), Butylated

Hidroxytoluene (BHT), Tert-Butylated Hidroxyquinon (TBHQ) dan tokoferol (Buck, 1991).

Senyawa antioksidan yang terdapat dalam tubuh kita misalnya enzim Superoksida Dismutase (SOD), gluthatione, dan katalase. Antioksidan juga dapat diperoleh dari asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E dan betakaroten serta senyawa fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran seperti buah tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya (Frei.,1994 and Trevor , 1995).

Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu pertama golongan zat gizi (vitamin A dan karotenoid, vitamin E, vitamin C, vitamin B2, seng (Zn),

tembaga (Cu), selenium (Se) dan protein) dan yang kedua terdapat sebagai golongan nonzat gizi (senyawa fenol misalnya tirosol, hidroksitirol, vanilin, asam vanilat, timol, karpakrol, gingerol dan zingeron) (Agustinisari, 1998).

Menurut Kikuzaki and Nakatani (1993), jahe memiliki sifat antioksidan dan antikanker. Beberapa komponen utama dalam jahe seperti gingerol, shogaol dan gingerone memiliki aktivitas antioksidan. Komponen pembawa rasa pedas pada jahe yaitu gingerol, paradol, shogaol, dan zingerone memiliki aktivitas antiinflamasi yang

menunjukkan pencegahan timbulnya kanker pada percobaan


(29)

commit to user

bersifat antitumor yang dapat menahan pertumbuhan sel kanker pada tubuh manusia.

Inflamasi adalah timbulnya suatu reaksi dari jaringan terhadap adanya suatu penyakit. Inflamasi dapat terjadi bermula dari adanya kerusakan jaringan. Inflamasi akut ditandai dengan keluarnya leukosit dari sirkulasi perifer ke ruang ekstraseluler. Sel leukosit tersebut berfungsi dalam proses fagositosis agen penyebab inflamasi dan dalam proses tersebut akan dihasilkan radikal bebas. Kondisi ini lebih memperparah kerusakan sel akibat radikal bebas, termasuk terjadinya inflamasi. Mekanisme ekstrak jahe dapat mengatasi inflamasi sebagai antiinflamasi yaitu senyawa fenolik yang terdapat dalam ekstrak jahe seperti gingerol, zingeron dan shogaol, yang bersifat antioksidan menangkap radikal bebas yang jumlahnya meningkat dalam kondisi stres dengan cara memberikan atom hidrogennya. Dengan demikian pemberian ekstrak jahe setelah stres dapat mengurangi radikal bebas yang muncul dalam jumlah sangat tinggi, selanjutnya berdampak pada pengurangan kerusakan sel akibat radikal bebas, termasuk inflamasi yang sedang terjadi pada ginjal (Wresdiyati dkk, 2003).

Beberapa macam penyakit yang disebabkan oleh oksidan seperti kanker dan katarak dapat dihambat oleh antioksidan. Efek yang membahayakan dari oksidan berasal dari spesies oksigen reaktif (ROS) seperti radikal bebas yang dapat berasal dari polusi, debu maupun diproduksi secara kontinyu dari metabolisme tubuh. Saat ini, banyak dipadukan produk pangan yang memadukan fungsi nutrisi dan kesehatan, yang sering disebut pangan fungsional. Pangan fungsional dapat memberikan keuntungan terhadap kesehatan karena dapat mencegah atau mengobati penyakit. Salah satu contoh pangan fungsional adalah ekstrak jahe yang mengandung senyawa fenol yang mempengaruhi aktivitas antioksidan (Septiana dkk, 2002).

Ekstrak jahe dapat menghambat timbulnya sel kanker dan untuk mencegah penyakit jantung. Antioksidan pada jahe akan menghambat


(30)

commit to user

reaksi oksidasi sehingga dapat digunakan untuk mencegah penyakit kardiovaskular (penyumbatan pembuluh darah/aterosklerosis). Pencegahan aterosklerosis dapat dilakukan dengan penghambatan oksidasi lemak menggunakan antioksidan pada jahe. Ekstrak jahe dapat pula menghambat akumulasi kolesterol (Septiana, 2002).

Secara teoritis, senyawa radikal didalam tubuh dapat dihilangkan bila terdapat antioksidan. Namun demikian, penghilangan senyawa radikal ini tidak pernah mencapai 100%. Senyawa radikal yang masih ada secara perlahan tetapi pasti akan merusak sel – sel jaringan tubuh, sehingga terjadi proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Pada kondisi demikian, fungsi dan struktur jaringan tubuh menjadi berubah. Reaksi – reaksi yang melibatkan senyawa radikal telah diketahui berasal dari berbagai macam kondisi dan penyakit degeneratif. Oleh karena itu penting sekali untuk meningkatkan kadar antioksidan didalam tubuh, dan hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi antioksidan alami (Raharjo, 2005).

Gingerol (gambar 2.5) merupakan komponen yang memiliki potensi antioksidan paling besar, sekaligus komponen yang berpengaruh dalam rasa pedas jahe selain shogaol. Gingerol labil terhadap perubahan suhu selama proses pengolahan maupun penyimpanan. Rasio antara gingerol dan shogaol dalam jahe segar sekitar 7:1, dan rasio ini tidak akan berubah setelah dipanaskan pada suhu 400C dalam fase berair. Akan tetapi, ketika jahe diuapkan atau dipanaskan/dikeringkan selama 10 jam atau lebih dari suhu 400C rasio akan berubah menjadi 1:1 (Zakaria dan Rajab, 1999).

Gingerol berbau harum khas jahe, berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah, misalnya karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil muda. Rasanya yang tajam merangsang nafsu makan, memperkuat otot usus, membantu mengeluarkan gas usus serta membantu fungsi jantung. Jahe juga dipakai untuk meningkatkan pembersihan tubuh melalui keringat. Gingerol pada jahe bersifat


(31)

commit to user

antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi mencegah tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke, dan serangan jantung. Gingerol juga diduga membantu menurunkan kadar kolesterol (Echo, 2009). Rumus bangun gingerol dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Rumus Bangun Gingerol

Shogaol (gambar 2.6) merupakan senyawa pedas pada jahe yang memiliki sruktur kimia mirip dengan gingerol. Berbeda dengan gingerol, shogaol dapat dihasilkan bila jahe dipanaskan atau dimasak. Kandungan shogaol pada jahe lebih sedikit dibandingkan dengan gingerol (suhu < 400C), akan tetapi shogaol memiliki sifat pedas lebih kuat daripada gingerol. Jahe segar hanya mengandung sedikit shogaol, hal ini dikarenakan shogaol dapat terbentuk bila terjadi proses dehidrasi selama proses maupun penyimpanan jahe (Connell and Sutherland, 1968, Septiana, 2001). Rumus bangun shogaol dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Rumus Bangun Shogaol

2.1.6 Fenol

Senyawa fenol adalah suatu senyawa yang memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil yang berfungsi sebagai antioksidan. Senyawa flavonoid pada jahe seperti gingerol dan shogaol merupakan senyawa fenolik. Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai


(32)

commit to user

antioksidan karena kemampuannya dalam menstabilkan radikal bebas, yaitu dengan memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal bebas, sedangkan radikal yang berasal dari antioksidan senyawa fenol ini lebih stabil daripada radikal bebasnya (Nabet, 1996).

Tanaman dari famili zingiberaceae, seperti jahe, kunyit, kunyit putih dan temulawak memiliki senyawa antioksidan, salah satunya yaitu senyawa fenolik. Kunyit dan temulawak memiliki kurkumin sebagai senyawa fenolik antioksidannya. Kurkumin pada kunyit dan temulawak memiliki sifat yang tahan terhadap suhu tinggi. Sedangkan, senyawa bioaktif yang dikandung oleh jahe (misalnya gingerol atau minyak atsirinya) merupakan senyawa thermolabil, sehingga tidak tahan terhadap pengolahan dengan suhu tinggi, akan tetapi dalam larutan berair, gingerol dapat bertahan sampai suhu 1000C (Septiana dkk, 2006).

Gingerol dan shogaol merupakan komponen antioksodan fenolik pada jahe karena mengandung cincin benzen yang mengandung gugus hidroksil. Fenol menghambat oksidasi lipid dengan menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas. Fenol, baik dalam keadaan solid maupun liquid memiliki titik lebur rendah (410C). Fenol sedikit larut dalam air, kelarutan fenol dalam air bervariasi antara suhu 0-650C. Sebaliknya fenol sangat larut dalam pelarut organik. Fungsi utama fenol adalah sebagai desenfektan dan antioksidan (Chen et al, 1996).

Jahe merupakan sebuah bahan alami yang banyak mengandung komponen phenolic aktif seperti gingerol dan shogaol yang memiliki efek antioksidan dan antikanker, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya penelitian tentang pencegahan munculnya sel tumor. Jahe mampu menghambat munculnya sel tumor untuk mengobati kanker. Pemberian ekstrak jahe sebanyak 100 mg/kg berat badan mampu menangkal efek buruk virus yang menginfeksi sel tumor. Oleh karena itu, jahe memiliki efek antikanker dengan cara mencegah pengaktifan sel tumor dan menghalangi efek buruk virus yang menginfeksi sel (Ramadhan, 2009).


(33)

commit to user

Gouvindarajan (1982) menyatakan komponen fenol dalam ekstrak jahe seperti gingerol dan shogaol selain memberikan rasa pedas khas jahe, juga berperan sebagai antioksidan alami. Antioksidan pada jahe adalah antioksidan alami, dimana antioksidan alami ini telah lama diketahui menguntungkan untuk digunakan dalam bahan pangan karena lebih aman dalam penggunaannya bila dibanding dengan antioksidan sintetik. Antioksidan alami digunakan sebagai suplemen dalam bentuk makanan ataupun untuk pengawet bahan pangan (Halliwel et al, 1995 dalam Kusuma 2006).

Mekanisme reaksi antioksidan senyawa fenolik terjadi melalui pemberian atom hidrogen dari gugus hidroksil kepada radikal, sementara turunan radikal antioksidan yang terbentuk cukup stabil dicegah dari reaksi berikutnya, maka radikal antioksidan tidak akan bekerja sebagai suatu inisiator bagi reaksi berikutnya. Kestabilan dari radikal antioksidan tersebut juga terjadi melalui pemberian elektron tidak berpasangan pada cincin aromatik (Zakaria dkk, 2000).


(34)

commit to user 2.2 Kerangka Berpikir

Telur asin

Pengawetan dengan metode penggaraman

Memperpanjang daya simpan dan meningkatkan nilai

ekonomi telur

Indonesia kaya akan rempah – rempah

Jahe merupakan salah satu jenis rempah - rempah sebagai

sumber antioksidan alami

Belum dimanfaatkan secara optimal (hanya untuk bahan obat – obatan dan bumbu

masak)

Ekstrak jahe mengandung antioksidan yang merupakan bahan pangan fungsional

Penambahan ekstrak jahe pada telur asin dapat memberikan rasa jahe, mengurangi

bau amis pada telur asin dan dapat memperpanjang daya simpan telur asin

Dikaji pengaruh penambahan ekstrak jahe terhadap kualitas sensori, aktivitas antioksidan dan total fenol pada telur asin


(35)

commit to user

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian

dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai April 2011.

3.2 Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Bahan untuk pembuatan telur asin yaitu telur itik yang bermutu baik yang didapatkan di pengusaha telur, bubuk batu bata merah dan abu gosok didapatkan dari pembuat batu bata di desa Trunuh Jogonalan Klaten, garam (garam dapur) didapatkan di Pasar Gede Klaten, jahe emprit didapatkan di Pasar Gede Klaten, dan air bersih (air PAM).

b. Bahan yang digunakan untuk analisis telur asin antara lain:

1. Analisis aktivitas antioksidan : DPPH (Diphenyl picrylhydrazyl) 0,1 mM, methanol p.a dan aquades.

2. Analisis total fenol : Na2CO3 alkali, Follin ciocalteu

p.a. fenol murni dan aquades, 2. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Alat yang dibutuhkan dalam pembuatan telur asin antara lain ember plastik sebagai wadah dalam pemeraman maupun untuk perendaman telur, panci sebagai wadah untuk merebus telur, kompor atau alat pemanas, alat pengaduk, kain pembersih, timbangan, alat penyaring dan stoples sebagai wadah telur.


(36)

commit to user

b. Alat yang digunakan untuk analisis antara lain

Analisis sensoris menggunakan seperangkat alat uji sensoris. Analisis antioksidan dan total fenol menggunakan spektrofotometer UV-vis 1240 (Shimadzu Jepang), shaker, vortex (Heidolph reax control), timbangan analitik (Adventure Dhalis), alat gelas (pyrex) antara lain Erlenmeyer 250 ml, gelas beker, tabung reaksi, pipet volume 1 ml, pipet volume 5 ml.

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan dalam beberapa tahapan (modifikasi Zulaekah dan Widiyaningsih, 2005), yaitu:

1. Preparasi Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur itik dipilih yang bermutu baik (tidak retak atau kulit pecah) dan dipilih telur dengan ukuran yang sama. Mula-mula telur dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran pada telur.

2. Pembuatan Ekstrak Jahe Emprit

Jahe yang akan diekstrak sebelumnya dibersihkan dan dicuci. Jahe selanjutnya dipotong kecil-kecil dan diekstrak dengan cara homogenisasi menggunakan blender dengan menggunakan air panas (suhu > 400C) kemudian disaring sehingga ekstrak jahe dapat terbentuk (Zakaria dkk, 2000). Konsentrasi ekstrak jahe yang dibuat adalah 0%, 25%, 50%, 75% (b/b). Cara pembuatan ekstrak jahe pada konsentrasi 25% yaitu 250 gram jahe/1000 gram air.

3. Pembuatan Adonan Pengasinan

Bahan dalam pembuatan adonan pengasinan ini adalah bubuk batu bata, abu gosok yang dicampur dengan garam dengan perbandingan batu bata : abu gosok : garam yaitu 2 : 1 : 1 (b/b). Adonan pengasinan kemudian dicampur ekstrak jahe dengan presentasi yaitu 0%, 25%, 50%, 75%, kemudian diaduk sampai tercampur dan terbentuk adonan pasta pengasinan. Perbandingan antara adonan pengasinan dan ekstrak jahe yaitu


(37)

commit to user

2 : 1 (b/v) yaitu untuk 300 gram adonan pengasinan dibutuhkan 150 ml ekstrak jahe.

4. Pembuatan Telur Asin (modifikasi Zulaekah dan Widiyaningsih, 2005), yaitu:

Telur yang telah dilakukan preparasi, dibalut dengan adonan pasta pengasinan secara merata pada permukaan telur dengan tebal kira – kira 1,5 cm, kemudian disimpan atau dipemeram dalam ember plastik selama 14 hari dan ditutup dengan jerami. Telur kemudian direbus selama 30 menit setelah dicuci dengan air sampai adonan pasta pengasinan pembalut

telur hilang. Untuk lebih mengetahui cara pembuatan telur asin rebus ini

dapat dilihat pada gambar 3.1 mengenai diagram alir pembuatan telur asin rebus.

Gambar 3.1. Pembuatan Telur Asin Rebus

Adonan pengasinan (bubuk batu bata : abu gosok : garam) 2 : 1: 1 (b/b) (300 g)

9

Penambahan ekstrak jahe

konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75% (b/b) (150 ml)

Pemilihan, pencucian, dan pembersihan telur dari kotoran

Pengadukan

Pembalutan dengan adonan pasta pengasinan

Penyimpanan dalam ember plastik selama 14 hari dan ditutup dengan jerami

Adonan pasta pengasinan Telur itik (10 butir)

Pembersihan adonan pasta pengasinan pembalut telur Perebusan telur selama 30 menit dimulai

sebelum air mendidih Telur asin rebus


(38)

commit to user 3.4 Metode Analisis

Tabel 3.1. Metode Analisis

No Macam Uji Metode

1. Aktivitas Antioksidan DPPH (Subagio and Morita, 2001)

2. Total Fenol Follin-Ciocalteu (Waterhouse, 2002)

3. Sensoris Kesukaan (Kartika dkk, 1988; Setyaningsih

dkk, 2008)

3.5 Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) yang terdiri dari satu faktor, yaitu perbedaan konsentrasi penambahan ekstrak jahe (0%, 25%, 50%, 75%) dengan 3 kali ulangan analisis. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA) dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikansi α = 0,05. Data dianalisis dengan SPSS 14.0 for windows.


(39)

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Telur asin merupakan salah satu metode pengawetan telur dengan cara penggaraman. Penggaraman telur dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan perendaman dalam larutan garam jenuh dan pembalutan telur dengan adonan pengasinan. Proses pemeraman dalam proses penggaraman dilakukan selama 15-30 hari. Pemeraman bertujuan supaya garam dalam adonan pengasinan dapat masuk kedalam telur melalui pori-pori telur. Semakin lama pemeraman maka semakin asin dan awet telur yang dihasilkan. Garam dalam pembuatan telur asin dapat menjadikan telur lebih awet, karena garam akan masuk pada telur dan bereaksi dengan albumin pada putih telur yang bersifat larut air dan terkoagulasi karena pemanasan. Garam akan masuk kedalam telur dengan proses osmosis melalui membran semipermiabel sehingga dicapai keadaan yang isotonis (Winarno, 2002). Garam akan terionisasi menjadi Na+ (natrium) dan Cl- (klorida). Ion klorida inilah yang akan berperan dalam proses pengawetan telur karena garam akan mengikat air yang terdapat pada telur sebagai media pertumbuhan mikroba, sehingga pertumbuhan mikroba dapat terhambat (Buckle et al, 1985 dan Soeparno, 1994).

Secara umum telur asin yang disukai oleh konsumen, yaitu masir pada teksturnya dan terdapat minyak dibagian tepi kuning telur, hal tersebut dikarenakan garam akan masuk melewati albumin putih telur dan selanjutnya akan menuju kuning telur. Garam akan berikatan dengan lipoprotein kuning telur, sehingga lipoprotein kuning telur rusak dan minyak pada kuning telur keluar. Selain itu warna telur asin yang disukai yaitu kuning kemerah-merahan pada kuning telurnya (Winarti, 2004). Penambahan ekstrak jahe dalam pembuatan telur asin ini mampu memenuhi kriteria telur asin yang disukai oleh konsumen, selain itu dengan adanya penambahan ekstrak jahe tersebut juga dapat memberikan terobosan baru pada telur asin dengan rasa jahe dan sebagai telur asin yang mengandung antioksidan. Jahe selain sebagai sumber antioksidan yang berasal dari gingerol dan shogaol, jahe juga dapat berperan sebagai antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang berasal dari


(40)

commit to user

senyawa fenol jahe. Perlakuan penambahan ekstrak jahe yang digunakan yaitu telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe, penambahan jahe 25%, 50% dan 75%. Analisis yang diamati yaitu aktivitas antioksidan, total fenol dan karakteristik sensoris yang meliputi parameter warna, aroma, rasa, tekstur dan overall.

4.1 Aktivitas Antioksidan Telur Asin

Antioksidan adalah senyawa yang mampu memberikan satu atau lebih atom hidrogen pada suatu radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat dihambat (Suhartono dan Aflanie 2002). Mekanisme aktivitas antioksidan menghambat reaksi oksidasi dengan bertindak sebagai donor hidrogen atau penangkap radikal bebas yang menghasilkan senyawa yang lebih stabil (Sing, 2007).

Salah satu sumber antioksidan yang paling mudah ditemukan yaitu antioksidan alami yang banyak terdapat pada tumbuhan dan buah-buahan. Jahe merupakan salah satu sumber antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan yang mudah dijumpai. Antioksidan alami sangat dibutuhkan oleh tubuh karena tubuh manusia tidak mempunyai simpanan antioksidan dalam jumlah yang memadai sehingga antioksidan alami diharapkan dapat memenuhi antioksidan dalam tubuh manusia (Sunarni, 2005). Antioksidan alami dibutuhkan sebagai alternatif yang sangat dibutuhkan oleh tubuh mengingat adanya antioksidan sintetik yang sampai saat ini belum diketahui efek sampingnya (Rohdiana, 2001).

Mekanisme penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH Radical Scavenging Ability (1,1 Diphenyl -2- picrylhydrazyl). Metode DPPH dipilih karena memiliki kelebihan yaitu sederhana dan efektif untuk evaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alami (Hartati dan Ersam, 2006). Besarnya aktivitas antioksidan ditunjukkan dengan semakin besarnya penurunan intensitas warna ungu pada larutan (Hanani dkk, 2005). Prinsip metode DPPH adalah pengukuran penangkapan radikal bebas dalam pelarut organik polar seperti etanol atau metanol pada suhu kamar oleh suatu senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan yang mampu memberikan


(41)

commit to user

elektronnya pada elektron yang tidak berpasangan (Pokorny et al, 2001). Hasil pengujian aktivitas antioksidan pada telur asin dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Aktivitas antioksidan pada telur asin

Perlakuan Aktivitas antioksidan (*)

Telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe 1,585 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% 6,294 b

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 50% 18,089 c

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% 28,718 d

Keterangan :

* Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf α 0,05.

Berdasarkan hasil analisis statistik dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa setiap penambahan ekstrak jahe dalam pembuatan telur asin menunjukkan beda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh penambahan ekstrak jahe pada pembuatan telur asin seperti yang ditampilkan pada tabel 4.1 memberikan hasil yang beda nyata pada aktivitas antioksidan pada masing-masing sampel. Sampel tanpa penambahan ekstrak jahe memiliki aktivitas antioksidan paling rendah (1,585%), hal ini dimungkinkan karena pada sampel ini tidak ada penambahan antioksidan dari bahan lain (ekstrak jahe) dibandingkan dengan sampel-sampel yang diberikan penambahan ekstrak jahe, akan tetapi telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe masih memiliki senyawa antioksidan alami yang berasal dari telur yang berupa karoten. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antioksidan pada sampel naik secara berurutan mulai dari sampel tanpa penambahan ekstrak jahe sampai sampel dengan penambahan ekstrak jahe 75% (1,585%, 6,294%, 18,089% dan 28,718%), sehingga semakin tinggi konsentrasi ekstrak jahe yang diberikan, semakin besar pula aktivitas antioksidan yang diperoleh. Pada penambahan ekstrak jahe pada telur asin yang lebih dari 75%, tidak menutup kemungkinan untuk memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi, tetapi belum diketahui batasan konsentrasi penambahan ekstrak jahe yang menghasilkan aktivitas antioksidan yang tertinggi pada pembuatan telur asin. Hal tersebut ditunjukkan pada penambahan ekstrak jahe 75% dengan aktivitas antioksidan


(42)

commit to user

sebesar 28,718% dibandingkan telur asin tanpa penambahan jahe yang memiliki aktivitas antioksidan lebih rendah 1,585%.

Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak jahe berpotensi sebagai bahan alami yang mampu memberikan antioksidan pada bahan pangan yang ditunjukkan semakin meningkatnya aktivitas antioksidan pada konsentrasi yang lebih tinggi. Kemampuan antioksidan pada ekstrak jahe berperan dalam peningkatan aktivitas antioksidan pada sampel. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak jahe nilai absorbansi yang ditunjukkan semakin kecil, hal ini menunjukkan antiradikal sampel semakin tinggi.

4.2 Total Fenol Telur Asin

Senyawa fenol pada bahan alam memberikan kontribusi yang kuat terhadap aktivitas antioksidan, karena 81% kapasitas antioksidan dari bahan alam pangan tersebut berasal dari senyawa-senyawa fenol (Coseteng and Lee, 1987). Menurut Matsuda and Jitoe (1995), rimpang jahe kaya akan senyawa fenolik dan beberapa senyawa turunan fenol antara lain gingerol, shogaol, dan senyawa-senyawa turunannya. Hasil pengujian total fenol pada telur asin dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Total fenol pada telur asin

Perlakuan Total fenol (*)

Telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe 0,024 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% 0,034 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 50% 0,054 b

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% 0,082 c

Keterangan :

* Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf α 0,05.

Menurut Sukardi (2002) menyebutkan bahwa senyawa fenol dapat berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya meniadakan radikal-radikal bebas dan radikal-radikal peroksida sehingga efektif dalam menghambat oksidasi lipida. Senyawa fenol sedikit larut air yaitu antara suhu 0-650C dan sangat larut dalam pelarut organik (Chen et al, 1996)

Pengujian total fenol dalam pembuatan telur asin dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan total fenol pada telur asin yang mampu


(43)

commit to user

terserap pada telur asin dengan adanya penambahan ekstrak jahe dalam pembuatannya. Senyawa fenol yang ada dalam jahe akan masuk melalui pori-pori telur sehingga telur dapat mengandung senyawa fenol. Pengujian total fenol pada penelitian ini dilakukan karena di dalam jahe terkandung senyawa fenol seperti gingerol, shogaol, borneol, sineol, zingerone (Ikhsan, 2009). Selain untuk menguji total fenol telur asin dengan penambahan ekstrak jahe, pengujian ini juga dilakukan untuk menguji telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe sehingga dari hasil yang diperoleh akan diketahui pengaruh penambahan jahe terhadap kandungan fenol telur asin.

Hasil analisis pada telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe dan telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% data tidak beda nyata. Hal tersebut dapat terjadi karena penambahan ekstrak jahe yang terlalu sedikit dibandingkan dengan perlakuan-perlakuan yang lain sehingga ekstrak jahe yang mengandung senyawa fenol yang masuk pada telur melalui pori-pori telur pada saat pembalutan menggunakan adonan garam tidak maksimal atau sedikit. Senyawa fenol pada ekstrak jahe 25% kurang berpengaruh karena pada telur sudah terdapat antioksidan alami yang berupa karoten yang termasuk dalam golongan vitamin, sehingga konsentrasi ekstrak jahe yang terlalu kecil pada saat ditambahkan kurang memiliki hubungan sinergisme dengan karoten pada telur, sehingga hasil yang diperoleh tidak menunjukkan perbedaan.

Namun, pada penambahan ekstrak jahe 50% dan 75% menunjukkan beda nyata, hal tesebut sesuai dengan semakin banyaknya konsentrasi penambahan ekstrak jahe. Semakin banyak konsentrasi penambahan ekstrak jahe yang ditambahkan kandungan fenol yang terdapat pada telur asin juga semakin tinggi sehingga hubungan sinergisme pada kedua senyawa (karetonoid dan fenol) mampu meningkatkan total fenol pada telur asin yang memiliki fungsi sebagai antioksidan. Kandungan fenol diperkirakan mempunyai hubungan sinergisme dengan karoten pada telur, sehingga dalam kandungan antioksidan telur asin semakin bertambah pada konsentrasi ekstrak jahe yang semakin tinggi. Menurut Ketaren (1989) beberapa senyawa


(44)

commit to user

antioksidan jika dicampur dapat mempengaruhi kinerjanya dengan efek sinergi. Sinergi yaitu senyawa yang memiliki senyawa antioksidan tetapi dapat memperbesar efek dari antioksidan.

Berdasarkan tabel 4.2, semakin tinggi konsentrasi ekstrak jahe yang diberikan maka kandungan fenol telur asin juga semakin besar. Kadar fenol meningkat sesuai dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak jahe yang diberikan. Hasil yang diperoleh pada kontrol atau sampel tanpa penambahan ekstrak jahe menunjukkan kadar fenol yang paling rendah (0,024%). Kadar fenol yang rendah pada telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe dimungkinkan karena pada telur asin tidak ada penambahan senyawa fenol pada bahan pembuatan dibandingkan dengan telur asin dengan penambahan ektrak jahe. Kadar fenol yang tinggi yaitu dengan penambahan ekstrak jahe 75% (0,082%) diperkirakan dapat mempengaruhi rasa pada telur asin yaitu rasa pedas pada telur asin. Hal tersebut dikarenakan senyawa fenol merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai antioksidan, dan antioksidan pada jahe juga terdapat pada senyawa shogaol jahe yang memberikan rasa pedas pada jahe

4.3 Karakteristik Sensoris Telur Asin

Uji sensoris pada suatu produk sangat penting, terutama pada produk makanan karena berkaitan dengan penerimaan konsumen terhadap produk makanan yang akan diberikan. Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk telur asin yang dalam pembuatannya dilakukan variasi perlakuan yaitu penambahan ekstrak jahe dengan uji sensoris menggunakan metode kesukaan.

1. Warna

Selain untuk selera, warna dalam suatu produk khususnya pada produk makanan memegang peranan penting dalam daya terima konsumen. Apabila suatu produk makanan memiliki warna yang menarik dapat meningkatkan selera konsumen untuk mencoba makanan tersebut.


(45)

commit to user

Fennema (1985) dan Setyaningsih dkk (2008) menambahkan bahwa, warna menjadi atribut kualitas yang paling penting, walaupun suatu produk pangan bernilai gizi tinggi, rasa enak dan tekstur baik, namun apabila warna yang ditampilkan kurang menarik akan menyebabkan produk pangan tersebut kurang diminati oleh konsumen. Pengujian dengan indera penglihat masih sangat menentukan dalam pengujian sensoris warna pada produk pangan. Hasil uji sensoris tingkat kesukaan untuk parameter warna pada telur asin dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Karakteristik sensoris telur asin pada parameter warna

Perlakuan Tingkat Kesukaan (*)

Telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe 4,800 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% 4,514 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 50% 4,771 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% 6,143 b

Keterangan :

* Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf α 0,05.

* Skor 1 = sangat tidak suka, skor 2 = tidak suka, skor 3 = kurang suka, skor 4 = netral, skor 5 = agak suka, skor 6 = suka, skor 7 = sangat suka.

Hasil uji kesukaan pada parameter warna telur asin (tabel 4.3), warna yang paling disukai panelis yaitu pada telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% (6,143) yang hasil tersebut berbeda nyata dengan telur asin dengan perlakuan penambahan jahe 25% (4,514) dan 50% (4,771), serta telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe (4,800). Pada telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% peningkatan skor kesukaan panelis terhadap warna telur asin mengalami peningkatan. Warna yang disukai oleh panelis pada telur asin yaitu putih pada bagian putih telur dan kuning kemerah-merahan pada bagian kuning telurnya. Semakin tinggi tingkat penambahan konsentrasi ekstrak jahe ternyata warna semakin disukai oleh konsumen.

Pada beberapa perlakuan penambahan ekstrak jahe tidak mengalami perbedaan terhadap parameter warna yaitu tanpa penambahan ekstrak jahe, telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% dan 50% memberikan penilaian yang tidak berbeda nyata, hal tersebut dikarenakan penambahan ekstrak apapun yang mampu memberikan rasa pada telur asin


(46)

commit to user

yang dicampurkan pada adonan garamnya hanya akan mempengaruhi rasa pada telur asin, tetapi tidak mempengaruhi warna baik putih maupun kuning telurnya (Winarti, 2004). Akan tetapi pada konsentrasi penambahan ekstrak jahe yang paling tinggi yaitu 75% pada telur asin memberikan warna yang menarik pada telur asin, terutama pada warna kuning telur asin. Gambar perbedaan warna telur asin dengan berbagai variasi penambahan ekstrak jahe dan telur asin tanpa penambahan ekstrak dapat dilihat pada gambar 4.1

a. b.

c. d.

Gambar 4.1. Perbedaan warna pada telur asin dengan penambahan ekstrak jahe: a. Telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe, b. Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25%, c. Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 50%, d. Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75%.


(47)

commit to user 2. Aroma

Aroma adalah bau yang dapat diamati dengan indera pembau. Pengujian bau atau aroma adalah salah satu pengujian yang penting karena dapat memberikan hasil penilaian terhadap daya terima produk tersebut (Kartika dkk, 1988 dan Setyaningsih dkk, 2008). Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe akan memberikan aroma yang semakin khas dan digemari karena fungsi kesehatannya. Selain itu, aroma juga dapat digunakan sebagai indikator terjadinya kerusakan pada produk pangan pada telur asin karena telur asin yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi akan berbau sangat menyengat/busuk. Bau menyengat pada telur dapat dikarenakan telur yang sudah retak terkontaminasi oleh mikroba sehingga menimbulkan gas amonia. Telur dengan penyimpanan yang terlalu lama juga dapat menimbulkan bau busuk yang disebabkan adanya mikroba yang terdapat didalam telur maupun akibat pencucian telur yang kurang bersih sehingga mikroba dapat masuk melalui pori-pori telur yang menyebabkan

pembusukkan pada telur sehingga menimbulkan bau busuk

(Trihendrokesowo dkk, 1989 ; Muchtadi, 1997).

Aroma memiliki fungsi yang penting dalan produk pangan, karena sebelum mengkonsumsi biasanya terlebih dahulu aroma makanan tercium oleh indera hidung, apabila aroma pada produk terlalu menyengat atau terkesan hambar akan membuat konsumen tidak tertarik untuk mengkonsumsi. Hasil uji sensoris tingkat kesukaan untuk parameter aroma pada telur asin dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Karakteristik sensoris telur asin pada parameter aroma

Perlakuan Tingkat Kesukaan (*)

Telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe 4,771 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% 4,800 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 50% 4,914 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% 5,543 b

Keterangan :

* Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf α 0,05.

* Skor 1 = sangat tidak suka, skor 2 = tidak suka, skor 3 = kurang suka, skor 4 = netral, skor 5 = agak suka, skor 6 = suka, skor 7 = sangat suka.


(48)

commit to user

Aroma yang paling disukai oleh panelis adalah telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% karena terdapat aroma jahe. Pada kosentrasi penambahan jahe ini berbeda nyata dengan pembuatan telur asin dengan perlakuan-perlakuan pembuatan telur asin yang lain. Pada ketiga perlakuan telur asin yang lain, yaitu tanpa penambahan ekstrak jahe, penambahan ekstrak jahe 25% dan penambahan ekstrak jahe 50% tidak berbeda. Perbedaan pada kedua perlakuan, yaitu penambahan jahe 25% dan 50% dikarenakan pada konsentrasi tersebut jahe belum dapat menutupi aroma khas telur asin, sehingga perlakuan tersebut tidak berpengaruh pada aroma telur. Penambahan ekstrak jahe untuk atribut aroma untuk menutupi aroma telur asin yang amis, sehingga dengan adanya penambahan ekstrak jahe tersebut mampu mengurangi bau amis pada telur asin yang kurang disukai oleh konsumen. Pada telur tanpa penambahan ekstrak jahe jelas tidak akan berpengaruh pada aroma karena pada perlakuan ini tidak ada penambahan ekstrak jahe yang mampu mempengaruhi aroma telur.

Nilai yang ditunjukkan pada masing-masing perlakuan

menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi penambahan ekstrak jahe, maka aroma yang ditimbulkan semakin disukai (secara berurutan dari penambahan ekstrak jahe 0% sampai 75% nilai yang ditunjukkan 4,771, 4,800, 4,914 dan 5,543). Aroma pada telur asin yang disukai ditimbulkan adanya penambahan ekstrak jahe pada telur asin yang dapat mengurangi bau amis pada telur asin karena aroma jahe yang khas.

3. Rasa

Rasa merupakan salah satu faktor penting dalam produk pangan. Rasa telur asin umumnya terasa asin, sesuai dengan tingkat pemberian garam dalam pembuatan telur asin. Adanya penambahan ekstrak jahe dalam pembuatan telur asin dapat memberikan inovasi rasa pada telur asin yang biasanya hanya terasa asin. Hasil analisis uji sensoris untuk parameter rasa terdapat pada tabel 4.5.


(1)

commit to user

2. Aroma

Aroma adalah bau yang dapat diamati dengan indera pembau. Pengujian bau atau aroma adalah salah satu pengujian yang penting karena dapat memberikan hasil penilaian terhadap daya terima produk tersebut

(Kartika dkk, 1988 dan Setyaningsih dkk, 2008). Telur asin dengan

penambahan ekstrak jahe akan memberikan aroma yang semakin khas dan digemari karena fungsi kesehatannya. Selain itu, aroma juga dapat digunakan sebagai indikator terjadinya kerusakan pada produk pangan pada telur asin karena telur asin yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi akan berbau sangat menyengat/busuk. Bau menyengat pada telur dapat dikarenakan telur yang sudah retak terkontaminasi oleh mikroba sehingga menimbulkan gas amonia. Telur dengan penyimpanan yang terlalu lama juga dapat menimbulkan bau busuk yang disebabkan adanya mikroba yang terdapat didalam telur maupun akibat pencucian telur yang kurang bersih sehingga mikroba dapat masuk melalui pori-pori telur yang menyebabkan

pembusukkan pada telur sehingga menimbulkan bau busuk

(Trihendrokesowo dkk, 1989 ; Muchtadi, 1997).

Aroma memiliki fungsi yang penting dalan produk pangan, karena sebelum mengkonsumsi biasanya terlebih dahulu aroma makanan tercium oleh indera hidung, apabila aroma pada produk terlalu menyengat atau terkesan hambar akan membuat konsumen tidak tertarik untuk mengkonsumsi. Hasil uji sensoris tingkat kesukaan untuk parameter aroma pada telur asin dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Karakteristik sensoris telur asin pada parameter aroma

Perlakuan Tingkat Kesukaan (*)

Telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe 4,771 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% 4,800 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 50% 4,914 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% 5,543 b

Keterangan :

* Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf α 0,05. * Skor 1 = sangat tidak suka, skor 2 = tidak suka, skor 3 = kurang suka, skor 4 = netral,


(2)

commit to user

Aroma yang paling disukai oleh panelis adalah telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% karena terdapat aroma jahe. Pada kosentrasi penambahan jahe ini berbeda nyata dengan pembuatan telur asin dengan perlakuan-perlakuan pembuatan telur asin yang lain. Pada ketiga perlakuan telur asin yang lain, yaitu tanpa penambahan ekstrak jahe, penambahan ekstrak jahe 25% dan penambahan ekstrak jahe 50% tidak berbeda. Perbedaan pada kedua perlakuan, yaitu penambahan jahe 25% dan 50% dikarenakan pada konsentrasi tersebut jahe belum dapat menutupi aroma khas telur asin, sehingga perlakuan tersebut tidak berpengaruh pada aroma telur. Penambahan ekstrak jahe untuk atribut aroma untuk menutupi aroma telur asin yang amis, sehingga dengan adanya penambahan ekstrak jahe tersebut mampu mengurangi bau amis pada telur asin yang kurang disukai oleh konsumen. Pada telur tanpa penambahan ekstrak jahe jelas tidak akan berpengaruh pada aroma karena pada perlakuan ini tidak ada penambahan ekstrak jahe yang mampu mempengaruhi aroma telur.

Nilai yang ditunjukkan pada masing-masing perlakuan

menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi penambahan ekstrak jahe, maka aroma yang ditimbulkan semakin disukai (secara berurutan dari penambahan ekstrak jahe 0% sampai 75% nilai yang ditunjukkan 4,771, 4,800, 4,914 dan 5,543). Aroma pada telur asin yang disukai ditimbulkan adanya penambahan ekstrak jahe pada telur asin yang dapat mengurangi bau amis pada telur asin karena aroma jahe yang khas.

3. Rasa

Rasa merupakan salah satu faktor penting dalam produk pangan. Rasa telur asin umumnya terasa asin, sesuai dengan tingkat pemberian garam dalam pembuatan telur asin. Adanya penambahan ekstrak jahe dalam pembuatan telur asin dapat memberikan inovasi rasa pada telur asin yang biasanya hanya terasa asin. Hasil analisis uji sensoris untuk parameter rasa terdapat pada tabel 4.5.


(3)

commit to user

Tabel 4.5. Karakteristik sensoris telur asin pada parameter rasa

Perlakuan Tingkat Kesukaan (*)

Telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe 4,829 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% 5,057 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 50% 4,914 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% 6,286 b

Keterangan :

* Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf α 0,05. * Skor 1 = sangat tidak suka, skor 2 = tidak suka, skor 3 = kurang suka, skor 4 = netral,

skor 5 = agak suka, skor 6 = suka, skor 7 = sangat suka.

Hasil uji sensoris (tabel 4.5) menunjukkan bahwa telur asin yang

disukai oleh panelis dari atribut rasa yaitu telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% (6,286). Pada telur asin ini berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan telur asin yang lain. Pada telur asin tersebut paling disukai karena terdapat rasa jahe yang dapat memberikan rasa lain yaitu rasa pedas yang ditimbulkan oleh senyawa shogaol dari jahe pada telur asin sehingga lebih disukai oleh panelis. Shogaol timbul karena dalam ekstraksi jahe digunakan air panas (pada suhu >400C).

Pada telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe, telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% dan 50% (4,829, 5,057, dan 4,914) tidak mengalami beda nyata. Hal tersebut dapat disebabkan karena rasa jahe pada telur asin kurang kuat karena rasa asin telur yang lebih tinggi daripada konsentrasi ekstrak jahe yang ditambahkan. Pada telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% hanya terasa after taste ekstrak jahe, akan tetapi pada penambahan ekstrak jahe 50% rasa jahe sudah terasa. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan pengekstrakan jahe melalui perlakuan yang lain (misalnya dengan perebusan jahe terlebih dahulu) sehingga rasa pedas yang ditimbulkan senyawa shogaol yang

dapat muncul pada suhu diatas 400C pada jahe lebih dapat terasa pada telur

asin, kecuali itu juga dapat dilakukan penambahan pemberian ekstrak jahe dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Untuk konsumen yang tidak menyukai rasa jahe dapat mengkonsumsi telur asin dengan penambahan ekstrak jahe dengan konsentrasi penambahan 25% karena pada telur asin tersebut rasa jahe belum terasa, hanya terdapat after taste jahe yang terasa.


(4)

commit to user

4. Tekstur

Tekstur suatu produk pangan merupakan salah satu faktor penentu terhadap tingkat kesukaan konsumen. Tekstur makanan dapat dievaluasi dengan beberapa cara, yaitu uji mekanik yang diukur dengan

menggunakan Lloyd Universal Testing Machine dan dengan analisis secara

penginderaan. Analisis secara penginderaan menggunakan alat indera manusia sebagai alat analisis (Wijayanti 2007). Data hasil analisis sensoris untuk tekstur telur asin dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6. Karakteristik sensoris telur asin pada parameter tekstur

Perlakuan Tingkat Kesukaan (*)

Telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe 4,829 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% 4,857 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 50% 5,343 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% 5,086 a

Keterangan :

* Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf α 0,05. * Skor 1 = sangat tidak suka, skor 2 = tidak suka, skor 3 = kurang suka, skor 4 = netral,

skor 5 = agak suka, skor 6 = suka, skor 7 = sangat suka.

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa secara garis besar penambahan ekstrak jahe tidak memberikan perbedaan nyata pada tekstur telur asin yang dihasilkan terhadap tingkat kesukaan panelis. Sampel dengan penambahan ekstrak jahe 50% paling disukai dengan tampilan angka tertinggi (5,343) diantara sampel yang lain. Fluktuatif yang dihasilkan menunjukkan bahwa ekstrak jahe yang diberikan pada sampel tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tekstur telur asin, hal tersebut dikarenakan penambahan ekstrak jahe tidak berpengaruh pada tekstur telur asin.

5. Overall

Kesukaan dan penerimaan konsumen terhadap suatu bahan mungkin tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, akan tetapi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor sehingga menimbulkan penerimaan yang

utuh. Parameter overall ini hampir sama dengan kenampakan suatu produk


(5)

commit to user

konsumen. Karakteristik hasil sensoris overall pada telur asin dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Karakteristik sensoris telur asin pada parameter overall

Perlakuan Tingkat Kesukaan (*)

Telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe 4,857 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 25% 4,886 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 50% 5,200 a

Telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% 6,200 b

Keterangan :

* Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf α 0,05. * Skor 1 = sangat tidak suka, skor 2 = tidak suka, skor 3 = kurang suka, skor 4 = netral,

skor 5 = agak suka, skor 6 = suka, skor 7 = sangat suka.

Berdasarkan hasil uji pada parameter overall (tabel 4.7) terlihat bahwa pada telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% merupakan sampel yang paling disukai oleh panelis. Hasil tersebut menunjukkan adanya beda nyata dengan perlakuan-perlakuan yang lain. Parameter

overall menunjukkan bahwa panelis kurang menyukai sampel tanpa

penambahan ekstrak jahe. Panelis lebih menyukai sampel dengan penambahan ekstrak jahe dan tingkat kesukaan tertinggi pada telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75%.

Pada telur asin tanpa penambahan ekstrak jahe, penambahan ekstrak jahe 25% dan penambahan ekstrak jahe 75% tidak mengalami beda nyata sesuai dengan penilaian panelis (4,857, 4,886 dan 5,200). Penambahan ekstrak jahe tersebut tidak mempengaruhi telur asin secara keseluruhan yang ditunjukkan dengan nilai yang meningkat secara tidak signifikan kecuali pada telur asin dengan penambahan ekstrak jahe 75% (6,200).


(6)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian Pengaruh

Penambahan Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale Roscoe) Terhadap Aktivitas

Antioksidan, Total Fenol dan Karakteristik Sensoris Pada Telur Asin ini adalah:

1. Penambahan ekstrak jahe pada pembuatan telur asin mampu meningkatkan

aktivitas antioksidan dan total fenol. Aktivitas antioksidan tertinggi ditunjukkan pada penambahan ekstrak jahe 75% sebesar 28,718% dibandingkan telur asin tanpa penambahan jahe yang memiliki aktivitas antioksidan lebih rendah 1,585%

2. Penambahan ekstrak jahe dengan konsentrasi sebesar 75% berpengaruh

nyata terhadap warna, rasa, aroma dan overall pada uji sensoris telur asin 3. Dari hasil penelitian, konsentrasi ekstrak jahe yang ditambahkan yang

paling disukai oleh panelis yaitu pada konsentrasi 75%

5.2 Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh aktivitas antioksidan

pada telur asin dari jenis jahe yang berbeda, yaitu jenis jahe gajah dan jahe merah, karena dapat dimungkinkan setiap jenis jahe memiliki kandungan antioksidan yang berbeda dan rasa yang berbeda

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai konsentrasi penambahan

ekstrak jahe pada konsentrasi diatas 50% sampai dengan 75%

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang umur simpan produk telur asin

yang dibuat dengan penambahan ekstrak jahe, yang biasanya tanpa penambahan jahe umur simpan telur asin hanya bertahan ± 3 minggu

4. Perlu dilakukan penelitian mengenai optimasi penambahan ekstrak jahe


Dokumen yang terkait

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

4 99 95

Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

7 103 91

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

32 249 106

Formulasi Sediaan Gel dan Krim dari Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe)”.

24 174 112

Pengaruh Pemberian Ekstrak Metanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma dan Otot Gastroknemius Mencit Sebelum Latihan Fisik Maksimal

1 39 73

Aktivitas antioksidan ekstrak dikhlorometana dan air jahe (Zingiber officinale roscoe) pada asam linoleat

0 14 6

Aktivitas antioksidan ekstrak dikhlorometana dan air jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada asam linoleat

0 4 6

Aktivitas antimikroba ekstrak jahe (Zingiber officinale Roscoe) terhadap beberapa bakteri patogen

2 21 103

AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE (Zingiber officinale Roscoe) DAN JAHE MERAH (Zingiber AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE (Zingiber officinale Roscoe) DAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe var. rubrum) TERHADAP SEL KANK

1 2 16

PENDAHULUAN AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE (Zingiber officinale Roscoe) DAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe var. rubrum) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D.

0 1 17