PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA.

(1)

PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Budi Lestari NIM 11104241019

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Budi Lestari NIM 11104241019

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar

(QS. Al-Baqarah: 153)

Jika kita memiliki keinginan untuk memulai, kita juga harus mempunyai keberanian dan keinginan untuk menyelesaikan, bukan hanya untuk mengakhiri.


(7)

PERSEMBAHAN

Sebagai ungkapan rasa syukur serta terima kasih, karya ini dengan setulus hati saya persembahkan untuk :

1. Bapak dan Ibuku tercinta

2. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan 3. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta 4. Agama, Nusa dan Bangsa


(8)

PENYESUAIAN DIRI PADA WANITA REHABILITASI SOSIAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA GODEAN YOGYAKARTA

Oleh Budi Lestari NIM 11104241019

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Subjek penelitian ini berjumlah 36 wanita rehabilitasi sosial, dengan pengambilan subyek keseluruhan atau populasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan menggunakan skala. Instrumen yang digunakan adalah skala penyesuaian diri. Validasi instrumen dilakukan menggunakan validasi konstruk berupa expert judgement, sedangkan reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach untuk skala penyesuaian diri sebesar 0,627 yang menunjukkan reliabilitas tinggi. Teknik analisis data yang digunakan yakni dengan statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita secara keseluruhan berada pada kategori sedang yaitu dengan presentase 53%, wanita rehabilitasi sosial mampu menyesuaikan diri di panti tetapi belum secara maksimal. 1) Pada aspek fisik berada pada kategori sedang yaitu sejumlah 17 orang (47%), wanita rehabilitasi

sosial dengan bukti mereka bisa menerima kondisi badan dengan baik. 2) Pada aspek psikologis berada pada kategori sedang yaitu sejumlah 15 orang

(42%), wanita rehabilitasi sosial mampu mengelola emosional tetapi belum secara maksimal. 3) Pada aspek sosial berada pada kategori sedang yaitu sejumlah 17 orang (47%), wanita rehabilitasi sosial mampu menjalin hubungan baik dengan masyarakat, keluarga dan teman dengan baik tapi belum secara maksimal.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan limpahan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Penyesuaian Diri pada Wanita Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta”.

Sebagai ungkapan syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas dukungan dan kerja sama yang baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memfasilitasi dan memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY yang telah memfasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani masa studi.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah melancarkan proses penyusunan skripsi.

4. Ibu Eva Imania Eliasa, M. Pd sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama proses penyusunan skripsi.

5. Bapak Jarwadi dan Ibu Tumini orangtuaku tercinta untuk semua do’a, kasih sayang, didikannya, dukungannya yang diberikan, serta keluarga besarku yang selalu memotivasiku.

6. Ibu titin dan Ibu Sri Rohimi sebagai pembimbing selama penelitian di Panti Sosial Karya Wanita yang telah banyak membantu selama proses penelitian.


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Hal

A. HALAMAN JUDUL ... i

B. HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

C. SURAT PERNYATAAN ... iii

D. HALAMAN PENGESAHAN ... iv

E. HALAMAN MOTTO ... v

F. HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

G. ABSTRAK ... vii

H. KATA PENGANTAR ... viii

I. DAFTAR ISI ... xi

J. DAFTAR TABEL ... xii

K. DAFTAR GAMBAR ... xiii

L. DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian………. .... 11

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian Diri ... 13

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 15

3. Ciri Penyesuaian Diri... 27

4. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri... ... 32

5. Proses Penyesuaian Diri ... 35

B. Rehabilitasi Sosial 1. Pengertian Rehabilitasi Sosial ... 40


(12)

2. Pola Layanan Rehabilitasi ... 41

3. Langkah-Langkah Rehabilitasi... ... 45

4. Program-Program Rehabilitasi Sosial ... 49

C. Kajian tentang Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) 1. Pengertian Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) ... 53

2. Sistem Pelayanan ... 54

D. Penyesuaian Diri pada Wanita Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial Karya Wanita ... 60

E. Pertanyaan Penelitian ... 62

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 64

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 64

C. Variabel Penelitian ... 65

D. Populasi Penelitian ... 65

E. Teknik Pengumpulan Data ... 66

F. Definisi Operasional ... 67

G. Instrumen Penelitian ... 68

H. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas ... 74

2. Uji Reliabilitas ... 76

I. Teknik Analisis Data ... 77

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ... 79

B. Deskripsi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Wanita di Panti Sosial Karya Wanita ... 80

C. Deskripsi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Wanita di Panti Sosial Karya Wanita pada Aspek Fisik ... 82


(13)

1. Deskripsi Aspek Fisik dalam Hal Sistem Utama Tubuh pada

Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita ... 85

2. Deskripsi Aspek Fisik dalam Hal Kesehatan Fisik pada Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita ... 87

D. Deskripsi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Wanita di Panti Sosial Karya Wanita pada Aspek Psikologis ... 89

1. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional ... 91

2. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Kemantapan Suasana Kehidupan Kebersamaan dengan Orang Lain... 94

3. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Kemampuan untuk Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan ... 96

4. Deskripsi Aspek Psikologis dalam Hal Sikap dan Perasaan terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri ... 98

E. Deskripsi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Sosial ... 100

1. Deskripsi Aspek Sosial dalam Hal Kemampuan Hubungan dengan Masyarakat di Sekitar Tempat Tinggal ... 102

2. Deskripsi Aspek Sosial dalam Hal Kemampuan Hubungan dengan Keluarga... 105

3. Deskripsi Aspek Sosial dalam Hal Kemampuan Hubungan dengan Teman di Panti ... 107

F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 109

G. Hal Lain yang Ditemukan ... 116

H. Keterbatasan Penelitian ... 117

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 120


(14)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1 Skor Skala Penyesuaian Diri... 73

Tabel 2 Kisi-Kisi Penyesuaian Diri ... 73

Tabel 3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ……….... 76

Tabel 4 Standar Kriteria Kategorisasi Penyesuaian Diri ... 77

Tabel 5 Data Subyek Penelitian …….... 78

Tabel 6 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri ….……. 79

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Wanita di PSKW... 80 Tabel 8 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Fisik ………... 81 Tabel 9 Deskripsi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Fisik ... 82 Tabel 10 Deskripsi Penilaian Aspek Fisik dalam Hal Sistetm Utama Tubuh pada Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita………... 83 Tabel 11 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Sistem Utama Tubuh ... 84 Tabel 12 Deskripsi Penilaian Aspek Fisik dalam Hal Kesehatan Fisik pada Wanita Rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita………... 85 Tabel 13 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Hal Kesehatan Fisik ………... 86 Tabel 14 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Psikologis………...……….. 87 Tabel 15 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Psikologis……….. 88

Tabel 16 Distribusi Penilaian Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional……….. 89

Tabel 17 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional……….. 90


(15)

Tabel 18 Deskripsi Penilaian Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana

Kehidupan Kebersamaan dengan Orang Lain………. 92

Tabel 19 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Kebersamaan dengan Orang Lain..

93

Tabel 20 Deskripsi Penilaian Aspek Psikologis dalam Kemampuan untuk

Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan……….. 94

Tabel 21 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemampuan untuk Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan..

95

Tabel 22 Deskripsi Penilaian Aspek Psikologis dalam Sikap dan Perasaan

terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri………. 96

Tabel 23 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Sikap dan Perasaan terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri…... 97 Tabel 24 Deskripsi Penilaian Tingkat Kemampuan Penysuaian Diri pada

Aspek Sosial……… 98

Tabel 25 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian

Diri pada Aspek Sosial……… 99

Tabel 26 Deskripsi Penilaian Aspek Sosial dalam Kemampuan Hubungan

dengan Masyarakat di Sekitar Tempat Tinggal………... 101

Tabel 27 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri dalam Kemampuan Hubungan dengan Masyarakat di Sekitar Tempat Tinggal………

102

Tabel 28 Deskripsi Penilaian Aspek Sosial pada Kemampuan Hubungan

dengan Keluarga……….. 103

Tabel 29 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada Kemampuan

Hubungan dengan Keluarga………. 104

Tabel 30 Deskripsi Penilaian Aspek Sosial pada Kemampuan Hubungan

dengan Teman di Panti……… 105

Tabel 31 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada Kemampuan


(16)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan

Penyesuaian Diri pada Wanita di Panti Sosial Karya Wanita... 80 Gambar 2 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan

Penyesuaian Diri pada Aspek Fisik Wanita di Panti Sosial Karya Wanita ...

83

Gambar 3 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Hal Sistem Utama Tubuh ………....

85 Gambar 4 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Fisik dalam Hal

Kesehatan Fisik ... 87 Gambar 5 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan

Penyesuaian Diri pada Aspek Psikologis Wanita di Panti Sosial

Karya Wanita ………..

89

Gambar 6 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional Wanita

Rehabilitasi ….………

91

Gambar 7 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemantapan Suasana Kehidupan Emosional Wanita Rehabilitasi ...

93

Gambar 8 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Kemampuan untuk Santai, Gembira, dan Menyatakan Kejengkelan Wanita Rehabilitasi………

96

Gambar 9 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Psikologis dalam Sikap dan Perasaan terhadap Kemampuan dan Kenyataan Diri Sendiri ...

98

Gambar 10 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri pada Aspek Sosial Wanita di Panti Sosial Karya Wanita ………...

100

Gambar 11 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Tingkat Kemampuan Hubungan dengan Masyarakat di Sekitar Tempat Tinggal…….

102 Gambar 12 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada

Kemampuan Hubungan dengan Keluarga………... 105

Gambar 13 Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Sosial pada Kemampuan Hubungan dengan Teman di Panti……….


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Skala Penyesuaian Diri ... 124

Lampiran 2. Lembar Penilaian Expert Judgement ... 130

Lampiran 3. Instrumen Penelitian Skala Penyesuaian Diri ... 131

Lampiran 4. Rekap Data Penyesuaian Diri Wanita Rehabilitasi Sosial... 137

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penyesuaian Diri ... 152

Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas ... 156

Lampiran 7. Hasil Analisis Deskriptif Skala Penyesuaian Diri ... 157


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wanita dalam filosofi jawa secara ontologis dimaknai sebagai “perempuan”, yaitu per-empu-an suatu figur mulia yang menjelaskan peranan sebagai guru kebudayaan dan berfungsi menjalankan proses edukasi bagi generasi masa mendatang. Pada dasarnya seorang wanita yang memiliki ilmu yang tinggi, maka akan mendidik anak-anaknya dengan baik juga, sehingga kualitas pendidikan anak tergantung pada didikan dari orang tuanya. Berdasarkan kenyataan di lapangan mengenai kedudukan wanita yang semakin bergeser karena seiring dengan perkembangan zaman yang tidak bisa ditahan. Pergeseran tersebut dapat digambarkan misalnya dengan adanya kasus-kasus kejahatan terhadap wanita, penyiksaan terhadap wanita, dan sebagainya. Hal-hal tersebut akan menimbulkan dampak kondisi psikologis pada wanita terganggu dan mengalami penurunan.

Kasus kekerasan terhadap perempuan banyak terjadi. Data dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) selama 2009 hingga akhir 2014 tercatat ada 1.204 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari jumlah itu kasus kekerasan terhadap istri (KTI) sebanyak 835 kasus, kekerasan dalam pacaran (KDP) 133 kasus, perkosaan 133 kasus, pelecehan seksual 69 kasus, kekerasan dalam keluarga 35 kasus, dan trafficking (penjualan perempuan) 5 kasus (sumber: Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK) DIY: 2014).


(19)

Kecenderungan permasalahan terhadap wanita membawa dampak berat secara keseluruhan, sehingga permasalahan tidak dapat dibiarkan begitu saja. Sebaiknya upaya penanganan secara terpadu dengan orientasi utama diarahkan khususnya pada kondisi korban yang mengalami trauma berat. Salah satu upaya untuk mereduksi resiko hal tersebut maka sebaiknya dilakukan rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi para wanita. Rehabilitas sendiri sesuai dengan UU Kesos No.11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, khususnya pada pasal 7 ayat 1. Pada ayat 1 disebutkan bahwa :

Rehabilitas sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan

mengembangkan kemampaun seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan wajar”.

Menurut Sri Rohimi pekerja sosial, di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW), (wawancara 17 Juni 2015) bahwa pelaksanaan kegiatan rehabilitasi serta pelayanan klien para pekerja sosial bekerja sama dengan karyawan serta pengurus Panti Sosial Karya Wanita (PSKW). Pelayanan bimbingan keterampilan kerja terhadap wanita sebagai salah satu upaya agar semua komponen yang ada di dalam PSKW saling bekerja sama satu sama lainnya.

Bimbingan keterampilan di PSKW (Panti Sosial Karya Wanita) terdiri dari empat jenis keterampilan, yaitu keterampilan menjahit, keterampilan olah pangan atau keterampilan tata boga, keterampilan tata rias dan salon, dan keterampilan membatik. Pada bimbingan fisik, mental dan sosial meliputi pemeliharaan kesehatan, olahraga, sarana dan prasarana kebersihan, bimbingan keagamaan, bimbingan kedisiplinan, bimbingan budi pekerti, dinamika kelompok, bimbingan kewirausahaan, bimbingan bahasa (jawa dan


(20)

inggris), bimbingan kesehatan mental, bimbingan seni budaya (musik, tari dan krawitan) dan muatan lokal. Dalam bimbingan pendampingan pekerja sosial dan psikologis meliputi, konseling, terapi individu dan kelompok, pendampingan asrama (wawancara, 17 Juni 2015).

Adapun proses perekrutan yang dilakukan oleh panti yaitu biasanya atas rujukan dari kepala desa, datang sendiri, dan mendapatkan informasi dari masyarakat. Jumlah wanita yang tinggal di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) ada 50 orang, mereka wajib tinggal di asrama yang telah disediakan oleh panti selama 1 tahun, yang dimana setiap harinya wajib mengikuti jadwal-jadwal yang sudah ditentukan oleh panti. Mulai bangun pagi diwajibkan ikut apel pagi; lalu setelah apel masuk kelas masing-masing untuk kegiatan keterampilan sampai siang yang dimana setiap individu memilih satu dari empat keterampilan yang diminati; ketika siang hari dimanfaatkan untuk istirahat dan dilanjutkan jam empat sore untuk melakukan bimbingan fisik, mental dan sosial. Setelah mereka mahir dalam bidang keterampilannya setiap individu memiliki kesempatan berupa magang selama satu bulan, magang tersebut bisa di rumah makan, salon, serta ikut menjai karyawan menjahit dan batik (wawancara, 17 Juni 2015).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap Sri Rohimi, pekerja sosial Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) untuk penyesuaian dirinya kebanyakan pada awal masuk asrama 90% penghuni panti belum siap untuk lingkungan baru, bahkan ada beberapa yang sampai meminta pulang atau bahkan hampir menangis setiap hari. Hal itu terjadi karena mereka merasa asing dengan


(21)

lingkungan barunya dan merasa bahwa kegiatan di panti membuat dirinya menjadi terbebani dengan aturan-aturan yang ada di panti yang menurut mereka sangat berat, sedangkan selama ini mereka hidup diluar luar panti yang tidak ada aturan-aturan (bebas). Tetapi seiring waktu berjalan dan bimbingan para pekerja sosial yang selalu memantau perkembangan setiap individu maka mereka menjadi terbiasa dengan tinggal panti sosial tersebut.

Proses penyesuaian diri yang tidak mudah, dikarenakan didalam kehidupannya manusia terus diharapkan pada pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup individu. Individu diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru terutama pada wanita rehabilitasi sosial, yang dapat mengembangkan sikap-sikap sosial dan nilai-nilai di masyarakat dengan perkembangan-perkembangan baru. Dalam hal ini diperkuat oleh pendapat Schneiders dalam Desmita (2009: 192) menyebutkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal. Individu menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangan dan mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian diri ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau taggungjawab,


(22)

dongkol, kecewa atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Dalam kehidupan wanita korban kekerasan seksual perlu adanya penyesuaian terhadap lingkungan, dan penyesuaian diri setelah mampu maka diharapkan dapat menempatkan dirinya dengan baik.

Sebaliknya kegagalan penyesuaian diri ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialami, sebagai akibat adanya permasalahan antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Permasalahan ini menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian berwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk bisa mampu diterima dilingkungan masyarakat individu harus melakukan penyesuaian diri. Dalam hal ini diperkuat oleh pendapat Enung (2008: 24) bahwa setiap individu dalam masyarakat terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain. Pada proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan jumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian persoalan dalam hidupnya. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat disekitar tempat tinggal, keluarga, dan masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini para wanita yang rehabilitasi dan masyarakat sama-sama memberikan dukungan satu sama lain, agar tercapainya sebuah hubungan dengan lingkungan yang harmonis.

Menurut (Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, TT:16) Panti sosial merupakan salah satu lembaga sosial, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, dimana pendirinya dimaksudkan untuk


(23)

meningkatkan kesejahteraan sosial. Menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia no.50/HUK/2004, panti sosial adalah :

“Lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan sosial kearah kehidupan normatif secara fisik, mental, dan sosial”.

Dalam hal ini diperkuat oleh pendapat Moh.Surya (1985: 12) bahwa dalam memperoleh kelangsungan hidupnya, setiap individu harus berjuang untuk memenuhi kebutuhannya. Atas dasar prinsip homeostatis (keseimbangan), maka jika setiap kali terjadi ada kekurangan dalam diri individu maka timbullah apa yang disebut kebutuhan, jadi kebutuhan itu timbul sebagai akibat adanya kekurangan dalam diri individu. Kebutuhan ini kemudian menimbulkan adanya motif atau dorongan yang menyebabkan individu bertingkah laku untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan individu. Selain mendapat tantangan dari dalam dirinya yang berupa kebutuhan, individu pun mendapat tantangan dari luar dirinya yaitu lingkungan. Dalam lingkungan terdapat sumber-sumber yang dapat memenuhi kebutuhan, tetapi dalam lingkungan pun terdapat norma-norma yang mengatur kemungkinan-kemungkinannya. Individu harus dapat memenuhi tantangan lingkungan dengan sebaik-baiknya. Berhasil tidaknya dalam menghadapi tantangan ini, akan berpengaruh kepada keberhasilan memperoleh kelangsungan hidup.

Menurut hasil wawancara kepada Titin salah satu pekerja sosial, di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW), (wawancara 6 Juni 2015) permasalahan yang


(24)

terjadi pada wanita dilakukan upaya penanganan secara terpadu dengan orientasi utama diarahkan khususnya pada kondisi korban yang mengalami trauma berat, salah satunya melalui proses rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi wanita korban tindak kekerasan. Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) memberikan pelayanan terhadap masyarakat sosial untuk membantu memulihkan sikap, perilaku psikologis dan fungsi sosial bagi wanita. Aktivitas sosial lebih menunjuk pada tatanan hubungan antara individu-individu dalam aktifitas sosial. Kondisi kesenjangan sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologi para wanita sosial dalam masyarakat, sehingga mereka dapat lebih berdaya dalam melanjutkan hidup yang lebih baik dari pada sebelumnya. Tujuan dari Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) adalah sebagai upaya rehabilitasi dan juga sebagai tindakan preventif bagi mereka agar tidak melakukan penyimpangan sosial di masyarakat.

Kemantapan dalam suasana menjalin kebersamaan bersama teman panti dan menyalurkan dorongan emosional pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) masih banyak yang kurang, hal tersebut terbukti ketika awal masuk asrama mereka banyak yang menangis, merasa takut, bahkan ada yang menolak masuk ke lingkungan baru karena tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Pendapat lain yang dipaparkan oleh Gilmore dalam Desmita (2009:195) yakni berdasarkan psikologis yang dimana aspek-aspek dalam penyesuaian diri adalah 1) kematangan emosi, ditandai dengan banyaknya para wanita rehabilitasi sosial banyak yang menangis ketika baru masuk panti sosial tersebut, 2) kematangan intelektual,


(25)

3) kematangan sosial 4) aspek fisik, dan 5) aspek psikologis. Mampu menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik, frustasi-frustasi, dan masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku simtomatik. Harapan para wanita rehabilitasi masuk ke panti sosial yakni agar dapat mengambil hal positifnya tanpa harus menjadikan beban, sehingga dapat menyelesaikan konflik yang di alaminya dengan baik.

Pembahasan tentang peran lembaga sosial untuk mencegah serta menanggulangi permasalahan sosial telah menjadi topik yang menarik di masyarakat. Pembahasan ini menjadi hal yang menarik bagi para peneliti untuk melakukan penelitian, salah satunya yaitu penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Ari Yoga Pamungkas, 2014) yang berjudul “Rehabilitasi sosial klien reguler Panti Sosial Karya Wanita” penelitian ini memfokuskan pada bentuk pelayanan dan bantuan sosial yang ditujukan untuk membatu pengembalian harga diri klien dan kepercayaan diri klien sehingga mampu menjalankan fungsi sosial secara wajar dalam tindak lanjut klien di masyarakat.

Berdasarkan data hasil observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 29 Oktober 2015, diketahui terdapat 4 wanita rehabilitasi yang kurang semangat mengikuti kegiatan pembinaan, padahal kegiatan tersebut sangat menyenangkan. Peneliti menanyakan langsung kepada salah satu pengurus panti mengenai hal tersebut, ternyata hal tersebut sering dijumpai dikarenakan para wanita rehabilitasi terkadang sering teringat masa lalunya sehingga tidak


(26)

maksimal mengikuti kegiatan pembinaan di panti. Berdasarkan data hasil wawancara kepada salah satu pengurus panti juga menambahkan bahwa bukan hanya 4 wanita itu saja yang seperti itu, akan tetapi yang lainnya juga terkadang seperti itu ketika mereka mengingat masa lalunya.

Dari berbagai fenomena yang terjadi terhadap wanita rehabilitasi sosial, membuat penulis tertarik untuk mengkajinya. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh para wanita yang mendapatkan rehabilitasi di panti tersebut dominan mereka mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai di luar panti. Peneliti menyimpulkan bahwa keadaan psikologis wanita yang ada di panti tersebut saat ini masih memerlukan penyesuaian diri dari kehidupan di luar lingkungan panti hingga masuk dan tinggal di panti. Keadaan di panti sosial mendukung untuk perbaikan perilaku dan kebiasaan mereka, sehingga pengurus panti akan mengusahaakan yang terbaik untuk perkembangan mereka terutama psikologisnya. Peneliti memfokuskan pada penelitian yang dibuat yakni mengenai bagaimana tingkat penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW).

B. Identifikasi Masalah

Memperhatikan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, maka perlu diidentifikasikan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

1. Kasus kekerasan terhadap perempuan masih banyak terjadi, baik kekerasan terhadap istri, kekerasan dalam pacaran, pemerkosaan, pelecehan seksual, penjualan perempuan, dan kekerasan dalam keluarga.


(27)

2. Kondisi wanita yang direhabilitasi sosial banyak yang terlecehkan secara fisik maupun psikologis, sehingga mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial.

3. Para penghuni panti dominan belum siap untuk melakukan penyesuaian diri pada awal masuk asrama di lingkungan baru, bahkan ada beberapa yang meminta pulang dan menangis setiap hari.

4. Sulitnya menyesuaikan diri dengan pengalaman yang menyebabkan permasalahan-permasalahan psikologis seperti permasalahan stres, cemas yang pada akhirnya mengganggu kondisi wanita rehabilitasi sosial.

5. Penyesuaian diri wanita rehabilitasi sosial di PSKW banyak mengalami kegagalan.

6. Belum banyak eksplorasi secara deskriptif mengenai penyesuaian diri ditinjau dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial pada wanita rehabilitasi sosial dipanti sosial Karya Wanita Yogyakarta (PSKW).

C. Batasan Masalah

Untuk lebih mengarahkan penelitian ini pada permasalahan pokok sebagaimana telah diuraikan di atas serta untuk menjelaskan ruang lingkup masalahnya, maka peneliti membatasi penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Belum banyak eksplorasi secara deskriptif mengenai penyesuaian diri

ditinjau dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial pada wanita rehabilitasi sosial dipanti sosial Karya Wanita Yogyakarta (PSKW).


(28)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian batasan masalah, penulis secara lebih tegas merumuskan permasalahan yang akan diteliti, yaitu bagaimana tingkat penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta ditinjau dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian yang ingin dicapai yaitu, untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan dilakukan baik secara praktis maupun teoritis yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan untuk memahami fenomena terkait penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial di Panti Sosial Karya Wanita Yogyakarta diteliti pada aspek fisik, aspek psikologis, dan aspek sosial.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Tim Pengurus Panti Sosial Karya Wanita

Penelitian ini diharapkan mampu mendeteksi subyek yang membutuhkan peningkatan pembianaan atau rehabilitasi khusus


(29)

dengan kondisi penyesuaian diri yang rendah. Selain itu, diharapkan pada tim pengurus panti agar mampu merancang pelatihan-pelatihan khususnya untuk menghadapi permasalahan penyesuaian diri.

b. Bagi Subyek Penelitian

Diharapkan dari hasil penelitian ini mampu meningkatkan pelayanan dan latihan keterampilan untuk subyek agar mampu menyesuaikan diri dan mempersiapkan diri dengan tepat untuk menghadapi kehidupan yang lebih baik.

c. Bagi Dosen dan Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber data acuan untuk mengembangkan teknik bimbingan untuk memberikan alternatif mereduksi wanita rehabilitasi yang memiliki kemampuan penyesuaian diri yang rendah. Selain itu, dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk pengembangan materi bimbingan konseling pribadi, sosial, karir, dan belajar di bidang non-formal.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan model untuk mengembangkan lebih lanjut penelitian mengenai penyesuaian diri pada wanita rehabilitasi sosial dalam aspek fisik, aspek psikologis, dan aspek sosial. Selain itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi temuan dasar untuk melakukan treathment terhadap wanita rawan sosial yang mengalami penyesuaian diri.


(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penyesuaian Diri

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Menurut A.A.Schneiders (dalam Moh. Surya, 1985: 13) penyesuaian diri telah tercakup hal-hal (1) penyesuaian diri sebagai adaptasi, (2) penyesuaian diri sebagai konformitas (kesamaan), (3) penyesuaian diri dan variasi individu, (4) penyesuaian diri sebagai ketuntasan (mastery). Keberhasilan penyesuaian diri ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggung jawab, dongkol, kecewa atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Pada dasarnya proses penyesuaian diri terhadap lingkungan itu memang tidak mudah. Dalam kehidupan setiap individu perlu adanya penyesuaian terhadap lingkungan, dan penyesuaian individu diharapkan mampu dalam menempatkan dirinya.

Pendapat lain menurut Calhoun dan Acocella (dalam Sobur,2003: 526) menyebutkan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai interaksi Anda yang kontinu dengan diri Anda sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia Anda. Menurut Desmita (2009:191) menyebutkan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri menyangkut


(31)

aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya.

Menurut Kartini Kartono (2002: 56) mengemukakan bahwa penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis. Pendapat menurut Schneiders dalam Desmita (2009: 192) menyebutkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal.

Menguatkan pendapat di atas, menurut Gunarsa (dalam Alex Sobur,2003: 523) menyebutkan bahwa penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia. Begitu pentingnya hal ini sampai-sampai dalam berbagai literatur, kita kerap menjumpai ungkapan-ungkapan seperti “hidup manusia sejak lahir sampai mati tidak lain adalah penyesuaian diri”. Dalam lapangan psikologis klinis pun, sering kita temui berbagai pernyataan para ahli yang menyyebutkan bahwa “ kelainan-kelainan pribadi tidak laian adalah kelainan-kelainan-kelainan-kelainan penyesuaian diri” karena itu tidak heran bila untuk menunjukkan kelainan-kelainan


(32)

kepribadian seseorang, sering dikemukakan istilah “maladjustment” yang artinya “tidak ada penyesuaian” atau “tidak mampu menyesuaikan diri”.

Pada dasarnya maladjustment terjadi pada semua individu. Namun, pada beberapa orang, maladjustment itu demikian keras dan menetap sehingga “menghancurkan” atau mengganggu kehidupan yang efektif. Macam penyesuaian diri mungkin saja berbeda-beda dalam sifat dan caranya. Ada sebagian orang menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial tempat ia bisa hidup dengan sukses, sebagianlain tidak sanggup melakukan penyesuaian diri tersebut, boleh terjadi mereka mempunyai kebiasaan yang tidak serasi untuk berperilaku sedemikian rupa, sehingga menghambat penyesuaian diri dan sosial kurang menolong.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut peneliti penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya, untuk mempertemukan tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Menurut Moh. Surya (1985:16) penentu-penentu penyesuaian diri identik dengan faktor yang menentukan perkembangan kepribadian. Penentu-penentu tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Kondisi jasmani, yang meliputi pembawaan, susunan jasmaniah, sistem syaraf, kelenjar, otot, dan kesehatan.


(33)

b. Perkembangan dan kematangan, terutama kematangan intelektual, sosial, moral dan emosional.

c. Penentu psikologis yang meliputi pengalaman, belajar, pembiasaan, determinasi diri, frustasi, dan konflik.

d. Kondisi lingkungan terutama rumah, keluarga dan sekolah. e. Penentu kultural (budaya) dan agama.

Menurut Moh. Surya (1985: 17) yang dimaksud dengan penentu (deretminan) disini adalah tiap faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri yaitu :

1. Kondisi penentu jasmani

Beberapa ciri kepribadian mempunyai hubungan dengan susuan jasmani yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor pembawaan. Dalam beberapa hal, kecenderungan salah suai dapat dipindahkan secara genetis terutama dengan perantaraan temperamen. Temperamen, sebagai diposisi yang diwariskan dan aspek perkembangannya secara intrinsic berkaitan erat dengan susunan tubuh. Sebagai komponen primer kepribadian, temperamen menentukan karakteristik ini yang berkenaan dengan penyesuaian diri. Jadi, secara tidak langsung pembawaan merupakan kondisi dan penentu penyesuaian diri.

Disamping itu dalam kepribadian terdapat faktor lain yang mempunyai kaitan dengan susunan tubuh, yang dipengaruhi oleh pembawaan, tetapi hubunganya dengan penyesuaian diri lebih jauh dibandingkan denga temperamen.. faktor-faktor tersebut adalah


(34)

intelegensi dan imajinasi yang berperan secara tidak langsung dalam penyesuaian diri. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem syaraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri.

Penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya. Gangguan penyakit yang kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan pada diri sendiri, peranan rendah diri, ketergantungan, peranan ingin dikasihi dan lain-lain.

2. Perkembangan, kematangan dan penyesuaian diri

Perkembangan dan kematangan mempunyai hubungan yang erat dengan proses penyesuaian diri, dalam arti bahwa pencapaian penyesuaian diri itu akan banyak tergantung dari tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapai. Sesuai dengan hokum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara individu yang satu dengan lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dapat dikatakan bahwa pola penyesuaian diri dan kesehatan mental senantiasa akan bervariasi sesuai denga tingkat perkembangan dan kematangan yang


(35)

dicapainya. Kegagalan dalam perkembangan juga akan mempengaruhi proses penyesuaian diri.

3. Penentu psikologis terhadap penyesuaian diri

Banyak sekali faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri. Diantaranya adalah faktor pengalaman, belajar, kebutuhan-kebutuhan psikologis, determinasi diri, frustasi, konflik, dan iklim psikologis. Meskipun sebenarnya agar sulit untuk memisahkan satu faktor dengan lainnya akan tetapi dalam bahagia ini akan dibahas beberapa dari faktor-faktor tersebut serta hubungannya dengan penyesuaian diri.

4. Lingkungan sebagai penentu penyesuaian diri a. Pengaruh rumah dan keluarga

Faktor-faktor yang menkondisikan penyesuaiaan diri, tidak ada satupun faktor yang lebih penting daripada faktor rumah dan keluarga karena keluarga merupakan satuan kelompok sosial yang paling kecil. Terdapat karakteristik kehidupan keluarga yang mempengaruhi penyesuaian diri, karakter tersebut adalah :

1) Susunan keluarga, yaitu besar kecil keluarga, siapa yang lebih berkuasa, jumlah anak, perbandingan anak perempuan dan anak laki-laki dan lain-lain.

2) Peran-peran sosial dalam keluarga yaitu setiap peranan sosial yang dimainkan oleh setiap anggota keluarga. Peranan sosial


(36)

dipengaruhi oleh sikap dan harapan orang tua terhadap anaknya, faktor umur, jenis kelamin.

3) Keanggotaan kelompok, yaitu sejauh mana para anggota keluarga merasakan sebagai bagian dari kelompok.

4) Kohesi keluarga, yaitu kekuatan perpautan antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain.

b. Penentu kebudayaan terhadap penyesuaian diri

Faktor kebudayaan (kultural) mempunyai pengaruh terhadap pembentukan watak dan tingkah laku individu yang diperoleh melalui medium pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Proses penyesuaian diri dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan kemudian masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan. Lingkungan kebudayaan dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian diri.

c. Agama dan penyesuaian diri

Sebagaimana halnya kebudayaan, agamapun memegang peranan yang penting sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri. Agama merupakan sumber nilai, kepercayaan, dan pola-pola tingkah laku yang akan memeberikan tuntunan bagi arti, tujuaan dan kestabilan hidup umat manusia.

Pengalaman mempengaruhi penyesuaian diri, akan tetapi tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri. Banyak


(37)

pengalaman sehari-hari yang sedikit sekali hubungannya dengan penyesuaian diri. Ada pengalaman-pengalaman tertentu yang secara fundamental mempunyai arti bagi penyesuaian diri. Pengalaman tersebut dapat berupa pengalaman yang menyenangkan atau pengalaman trauma. Pengalaman trauma cenderung akan menimbulkan penyesuaian yang kurang baik atau mungkin salah suai.

Pendapat lain menurut Lazarus (dalam Daca Aruna Yuda Trimingga,2008: 34) menguraikan faktor-faktor penyesuaian diri, yaitu : a. Faktor Stres

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal dalam penyesuaian diri terbagi menjadi dua tuntutan, yaitu :

1). Tuntutan Fisik 2). Tuntutan Sosial c. Faktor Internal

Faktor Internal dalam penyesuaian diri terbagi menjadi dua kebutuhan, yaitu :

1). Kebutuhan jaringan dan pendorong 2). Motif Sosial


(38)

Menurut Enung dalam Nofiana (2010: 17) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain :

a. Faktor Fisiologis. Struktur jasmani merupakan kondisi yang primer dari tingkah laku yang penting bagi proses penyesuaian diri

b. Faktor Psikologis. Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain pengalaman, aktualisasi diri, frustasi, depresi.

Menurut Mahmud dalam Alex Sobur (2003: 531) mekanisme penyesuaian adalah berbagai kebiasaan yang biasa dipakai orang untuk memuaskan motif-motifnya. Termasuk disini ialah mekanisme pemecahan masalah secara realistis dan mekanisme yang lebih bersifat primitif berupa sikap agresif melawan hal-hal yang merintangi. Berbagai mekanisme seperti itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang abnormal atau tidaklah merupakan simtom-simtom abnormalitas. Berikut ini adalah mekanisme reaksi tipikal pada penyesuaian diri yang dialami oleh orang-orang bila berupaya menanggulani banyak kekecewaan hidup, yaitu :

1) Rasionalisasi (Rationalization)

Ini terjadi bila seorang individu berupaya member penjelasan yang menyenangkan (rasional)-tapi tidak usah benar- penjelasan untuk perilaku yang khusus dan sering tidak diinginkan. Sebenarnya, orang yang berupaya memberikan perilaku yang dirasakannya tidak dikehendaki secara sadar atau bawah sadar terlibat dalam rasionalisasi.


(39)

2) Kopensasi (compensation)

Pada konsep kopensasi ketika membicarakan suatu situasi saat orang-orang dengan perasaan ketidakcukupan-sesungguhnya atau dibayangkan-berusaha sendiri dengan upaya tambahan guna mengatasi perasaan-perasaan tidak nyaman.

c. Negativisme (negativism)

Negativisme adalah suatu reaksi yang dinyatakan sebagai perlawanan bawah sadar pada orang-orang pada orang lain atau objek-objek orang lain. Seorang filsuf anonim menyatakan, “seandainya kita semua mau mengaku saja bahwa kita gelisah, mungkin kita tidak akan menjadi begitu gelisah”. Orang-orang dengan kegelisahan yang khas, memang cenderung meyakini bahwa makhluk-makhluk hidup yang tidak sama merasa sama seperti mereka tetapi hanya sedikit saja dari kita yang bisa hidup tenang, terlepas dari penanpilan “luar”.

d. Kepasrahan (resignation)

Kepasrahan adalah istilah psikologi yang umumnya merujuk pada suatu tipe kekecewaan mendalam yang sangat kuat, yang ada kalanya dialami oleh individu-individu. Kondisinya mungkin berlangsung lama atau sementara. Kepasrahan dapat dinyatakan sebagai keadaan menyerah, menarik diri dari krtertiban seseorang dari keadaan khusus. e. Pelarian (flight)

Reaksi penyesuaian pada kekecewaan yang disebut pelarian, boleh jadi dikacaukan dengan kepasrahan. Namun, pelarian mencakup lebih jauh


(40)

yang lebih jauh, yaitu melarikan diri dari situasi khusu yang menyebabkan kekecewaan atau kegelisahan. Pelarian dapat mengakibatkan seseorang mengambil suatu pekerjaan baru sebagai sarana untuk melarikan diri dari pekerjaan yang sekarang, melamun, lari dari rumah, bahkan meminim obat-obatan yang melebihi dosis. f. Represi (repression)

Jika tanpa diketahui, seorang mengeluarkan pengalaman atau perasaan tertentu dari kesadarannya, beearti ia melakukan suatu reaksi penyesuaian yang disebut represi.

g. Kebodohan semu (pseudostupidity)

Dalam beberapa hal tindakan lupa, sebaliknya dari represi peristiwa-peristiwa secara tidak sadar, adalah disengaja dan digunakan sebagai alaht untuk menghindarkan tipe-tipe kegiatan tertentu. Disebut sebagai kebodohan semu. Dengan sadar berupaya member kesan menjadi pelupa.

h. Pemikiran obsesif (obsessif thinking)

Reaksi penyesuaian lain disebut pemikiran obsesif. Istilah ini dirujuk pada perilaku seseorang yang mempebesar ukuran realistis dari masalah atau situasi yang dialami.

i. Pengalihan (displacement)

Pengalihan dapat didefinisikan sebagai proses psikologis dari perasaan-perasaan terpendam yang kemudian dialihkan kearah objek-objek lain dari pada kearah sumber pokok kekecewaan. Jika suatu


(41)

situasi khusu memengaruhi perasaan keaamanan seseorang, dia dapat bereaksi dengan menyerang, baik dengan kata-kata ataupun secara fisik pada orang-orang lain.

j. Perubahan (conversion)

Istilah konversi digunakan untuk melambangkan suatu proses psikologis, dalam hal kekecewaan-kekecewaan emosional diekspresikan dalam gejala-gejala jasmani yang sakit atau tak berfungsi sebagaimana mestinya.

Menurut Fahmi dalam Alex Sobur (2003: 537) banyak faktor lain yang mempunyai pengaruh besar dalam menciptakan penyesuaian diri pada individu, antara lain adalah :

1) Pemuasan kebutuhan pokok dan kebutuhan pribadi. Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan jasmani atau fisik, seperti kebutuhan makan, minum dan beristirahat. Pemuasan kebutuhan itu termasuk hal yang mutlak perlu karena tanpa pemuasan individu akan binasa.

2) Hendaknya ada kebiasaan-kebiasaan dan keterampilan yang dapat membantu dalam pemenuhan kebutuhan yang mendesak. Tidak diragukan lagi bahwa kecakapan dan kebiasaan-kebiasaan itu terbentuk pada tahap-tahap pertama dari kehidupan individu. Oleh karena itu, dapat kita katakana bahwa penyesuaian diri itu sebenarnya adalah hasil dari semua pengalaman dan percobaan yang dilalui oleh individu, yang memengaruhi cara mempelajari berbagai jalan untuk memenuhi


(42)

kebutuhan-kebutuhannya dan bergaul dengan orang lain dalam kehidupan sosial.

3) Hendaknya dapat menerima dirinya. Pandangan orang terhadap dirinya merupakan faktor terpenting, yang mempengarihi kelakuannya. Apabila pandangan tersebut baik, penuh dengan kelegaan, hal itu akan mendorong untuk bekerja dan menyesuaikan diri dengan anggota masyarakat dan akan membawanya pada kesuksesan, yang sesuai dengan kemampuan.

4) Kelincahan. Yang dimaksud dengan kelincahan disini ialah, agar orang bereaksi terhadap perangsang-perangsang baru dengan cara yang serasi. Orang yang kaku, tidak lincah tidak dapat menerima perubahan yang terjadi atas dirinya. Oleh karena itu, penyesuaian dirinya tergantung dan hubungannya dengan orang lain goncang, apabila ia pindah kelingkungan baru, yang cara hidupnya berbeda dengan cara yang telah biasa dialaminya. Bagi orang yang lincah ia akan bereaksi terhadap lingkungan baru dengan cara yang serasi, yang menjamin penyesuaian dirinya dengan lingkungan akan mudah untuk bergaul. Ini erarti penyesuaian diri akan lebih mudah, apabila orang tersebut lincah dan sebaliknya semakin kurang lincahan seseorang, semakin kurang kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan suasana dan lingkungan yang baru.

5) Penyesuaian dan persesuaian. Sesungguhnya menyerah dianggap semacam penyesuaian dalam bentuk penyerahan terhadap lingkungan


(43)

terutama lingkungan kebudayaan sosial. Orang yang gagal dalam menyesuaikan terhadap peraturan, dianggap gagal pula dalam menyesuaikan terhadap peraturan.

Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang sangat sulit. Pertama, banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri bersumber pada diri kita sendiri. Kedua, pengaruh-pengaruh yang ikut membentuk kepribadian kita, berada diluar kita demikian pula banyak sarana untuk menyelesaikan tugas-tugas. Ketiga, usaha-usaha kita untuk memenuhi keperluan dalam tuntunan luar dari lingkungan itu harus sesuai dengan tujuan hidup kita. Maka itu, “penyesuaian diri yang baik” bisa kita rumuskan sebagai “memenuhi keperluan, hasrat dan keinginan kita, serta tuntunan wajar dari lingkungan secara semestinya dan semakin mendekatkan kita kepada tujuan dan maksud sebenarnya hidup”.

Menurut Sunarto dan Hartono (2008: 229) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, yaitu:

a. Kondisi-kondisi fisik termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya.

Kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri. Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diproleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Hal ini berarti gangguan penyakit jasmaniah akan mengganggu proses penyesuaian diri.

b. Perkembangan dan kemat angan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional.

c. Penentu psikologis, termasuk di dalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentuan diri, frustasi, dan konflik.

d. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah. e. Penentu kultural, termasuk agama.


(44)

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka penetiti menarik suatu

kesimpulan bahwa secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi

penyesuaian diri individudapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Faktor Internal. Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu, meliputi : kondisi jasmani atau fisik, emosi, kematangan intelektual, moral dan religius, sosial, serta motivasi untuk belajar.

2. Faktor Eksternal. Yaitu faktor-faktor yang berasal dari lingkungan atau dari luar diri individu, meliputi kondisi lingkungan yaitu lingkungan rumah, lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah, modelling dari orangtua.

Maka peneliti juga dapat menyimpulkan bahwa penelitian ini akan dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis, dan aspek sosial. Hal ini diperkuat oleh teori Moh.surya dan Desmita. Dalam hal ini menurut Desmita yang dimana aspek-aspek dalam penyesuaian diri yaitu psikologis, fisik, sosial dan lain-lain.

3. Ciri Penyesuaian Diri

Dalam melakukan penyesuaian yang normal, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk. Menurut Moh. Surya (1985:28) bentuk-bentuk penyesuaian yang normal antara lain :

a. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Dalam situasi ini individu secara langsung, menghadapi masalahnya dengan segala akibat-akibatnya. Yang melaksanakan segala tindakan-tindakannya sesuai dengan masalah yang dihadapinya.

b. Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan). Dalam situasi ini individu mencari mencari berbagai bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalah-masalahnya.


(45)

c. Penyelesaian masalah dengan trial and error atau coba-coba. Dalam cara ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkan diteruskan dan bila gagal tidak diteruskan.

d. Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti). Jika individu merasa gagal dalam menghadapi suatu masalah, maka ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti.

e. Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan pribadi. Dalam situasi seperti ini individu mencoba menggali

kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian

dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. f. Penyesuaian dengan belajar. Dengan belajar individu akan

banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu dalam menyelesaikan diri.

g. Penyesuaian dengan control diri. Penyesuaian diri akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan yang tepat dan control diri secara tepat pula.

h. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat. Dalam situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan perencanaan yang cermat.

Menurut Alex Sobur (2003: 527) lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri karena lingkungan merupakan kekuatan yang melingkungi individu yang dapat mempengaruhi kegiatan-kegiatanuntuk mencapai ketenangan jiwa dan raga dalam kehidupan. Hal-hal lingkungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah :

1) Lingkungan alamiah adalah alam luar dan semua yang melingkungi individu yang vital dan alami, seperti pakaian, tempai tinggal, makannan dan sebagainya.

2) Lingkungan sosial dan budaya adalah masyarakat dimana individu itu hidup, termasuk anggota-anggotanya, adat kebiasaanya dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan masing-masing individu antara satu dengan yang lain.


(46)

3) Lingkungan adalah diri (the self), tempat individu harus mampu berhubungan dengannya dan seyogiannya mempelajari bagaimana cara mengaturnya, menguasainya dan mengendalikannya keinginan serta tuntutannya apabila tuntutan dan keinginan tersebut tidak patur atau tidak masuk akal.

Apa yang dimaksud lingkungan ini mencakup¸baik hubungan fisik, yaitu alam benda-benda yang konkret, maupun lingkungan psikis yaitu jiwa raga orang-orang dalam lingkungan, ataupun lingkungan rohaniah, yaitu objektif geist, berarti berbagi keyakinan, ide, filsafat, yang terdapat dalam lingkungan individu itu, baik yang dikandung oleh orang-orang sendiri dilingkungan maupun yang tercantum dalam buku-buku atau hasil kebudayaan lain. Ada empat jenis hubungan antara individu dan lingkungan yaitu (1) individu dapat bertentangan dengan lingkungan (2) individu dapat menggunakan lingkungan (3) individu dapat berpatisipasi (ikut serta) dengan lingkungan dan (4) individu dapat menyesuaiakan diri dengan lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari, orang biasanya terus menerus menyesuaikan diri dengan cara-cara tertentu, sehingga penyesuaian tersebut merupakan suatu pola. Bisanya, seseorang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhannya dengan cara-cara yang dapat diterima oleh umum.


(47)

Menurut Gunarsa (dalam Sobur, 2003: 529) bentuk-bentuk penyesuaian diri ada dua antara lain:

a. Adaptive

Bentuk penyesuaian diri yang adaptif sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini bersifat badani, artinya perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Misalnya, berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu panas atau dirasakan terlalu panas. Adaptabilitas atau kemampuan untuk beraadaptasi, merupakan kunci kemampuan bertahan dari semua spesies tumbuhan-tumbuhan dan binatang termasuk manusia.

Pada dasarnya, pengertian luas mengenai proses penyesuaian itu terbentuk sesuai dengan hubungan individu dengan lingkungan sosialnya, yang dituntut dari individu, tidak hanya mengubah kelakuannya dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan dirinya dari dalam dan keadaan di luar, dalam lingkungan tempat ia hidup, tetapi ia juga dituntut untuk menyelesaikan diri dengan adanya orang lain dan macam-macam kegiatan mereka. Maka, orang yang ingin menjadi anggota dari suatu kelompok, ia berada dalam posisi dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kolompok itu.

b. Adjustive

Bentuk penyesuaian diri yang lain bersifat psikis, artinya penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam


(48)

lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma. Misalnya, jika kita harus pergi ke tetangga atau teman yang tengah berduka cita karena kematian salah seorang anggota keluarganya, mungkin sekali wajah kita dapat diatur sedemikian rupa, sehingga menampilkan wajah duka, sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap suasana sedih dalam keluarga tersebut.

Karena tersangkutnya kehidupan psikis dalam penyesuaian yang adjustive ini, dengan sendirinya penyesuaian ini berhubungan dengan tingkah laku. Sebagaimana kita ketahui, tingkah laku manusia sebagian besar dilator belakangi oleh hal-hal psikis ini, kecuali tingkah laku tertentu dalam bentuk gerakan-gerakan yang sudah menjadi kebiasaan atau gerakan-gerakan refleks. Maka penyesuaian diri ini adalah penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma-norma.

Menurut Enung dalam Nofiana, (2010: 17) karakteristik penyesuaian diri antara lain:

a. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yang berlebihan. Mampu mengontrol emosi dan memiliki kesabaran dalam menghadapi berbagai kejadian dalam hidup.

b. Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri yang salah. Mempunyai mekanisme pertahanan diri yang positif sehingga masalah yang dihadapi terasa ringan.


(49)

c. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi. Tidak mengalami frustasi dan gejala-gejala kelainan jiwa.

d. Memiliki pertimbangan yang rasional. Langkah apapun yang ingin ditempuh, selalu berdasarkan pemikiran yang rasional.

e. Mampu belajar dari pengalaman. Pengalaman hidup dapat menempa mentalnya menjadi lebih kuat dan tahan banting.

f. Bersikap realistik dan objektif. Melihat berbagai kejadian atau masalah didasarkan pada realita dan pemikiran objektif.

Jadi dari serangkaian pendapat para ahli di atas, peneliti menarik suatu kesimpulan bahwa individu dikatakan mampu menyesuaikan diri secara baik jika individu dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan tuntutan dari lingkungan sekitarnya, serta mampu mengatasi segala hambatan yang dihadapi. Kriteria penyesuaian diri yang baik anfara lain, adanya penampilan nyata dari individu, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, memiliki sikap sosial, dan adanya kepuasan pribadi terhadap kontak sosial yang dilakukan.

4. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik.


(50)

Menurut Fromm dan Gilmore (dalam Desmita,2009: 195) ada empat aspek kepribadian dalam penyesuaian diri yang sehat antara lain :

a. Kematangan psikologis, yang mencakup aspek-aspek : 1) Kemantapan suasana kehidupan emosional

2) Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain

3) Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan

4) Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri

b. Kematangan intelektual, yang mencakup aspek-aspek : 1) Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri

2) Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya 3) Kemampuan mengambil keputusan

4) Keterbukaan dalam mengenal lingkungan c. Kematangan sosial, yang mencakup aspek-aspek :

1) Hubungan dengan masyarakat 2) Hubungan dengan keluarga

3) Hubungan dengan lingkuan sekitar

d. Tanggung jawab, yang mencakup aspek-aspek : 1) Sikap produktif dalam mengembangkan diri

2) Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel

3) Sikap empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal 4) Kesadaran akan etika dan hidup jujur

Penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial menurut Fatimah (2006: 207-208).

a. Penyesuaian pribadi adalah kemampuan seseorang untuk menerima diri demi tercapainya hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitarnya.

b. Penyesuaian sosial, dalam kehidupan di masyarakat terjadi proses saling mempengaruhi satu sama lain yang terus-menerus dan silih berganti. Dari proses tersebut, timbul suatu pola kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan aturan, hukum, adat istiadat,


(51)

nilai, dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini dikenal dengan istilah proses penyesuaian sosial.

Menurut Schneiders (dalam Achlis Nurfuad, 2013: 21) juga mengemukakan bahwa ada dua macam bentuk penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu berdasarkan pada kontak situasional respon, yaitu :

1). Penyesuaian diri personal

Penyesuaian diri personal adalah penyesuaian diri yang diarahkan kepada

diri sendiri. Penyesuaian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Penyesuaian Diri Fisik

Dikatakan oleh Schneiders bahwa kesehatan fisik berhubungan erat dengan kesehatan emosi. Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi fisik serta dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah a) sistem utama tubuh b) kesehatan fisik.

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam kesehatan emosi dan penyesuaian diri, yaitu ; adekuasi emosi, kematangan emosi, dan kontrol emosi.

2) Penyesuaian Diri Seksual

Merupakan kapasitas yang bereaksi terhadap realitas seksual (impuls-impuls, nafsu, pikiran, konflik-konflik, frustasi, perasaan salah dan perbedaan seks). Kapasitas tersebut


(52)

memerlukan perasaan, sikap sehat yang berkenaan dengan seks, kemampuan menunda ekspresi seksual, orientasi heteroseksual yang adekuat, kontrol yang ketat dari pikiran dan perilaku, identifikasi diri yang sehat.

3) Penyesuaian Moral dan Religius

Moralitas adalah kapasitas untuk memenuhi moral kehidupan secara efektif dan bermanfaat yang dapat memberikan kontribusi ke dalam kehidupan individu.

2) Penyesuaian Diri Sosial

Dikatakan Schneiders bahwa rumah, sekolah dan masyarakat merupakan aspek khusus dari kelompok sosial. Hal ini berarti melibatkan pola-pola hubungan diantara kelompok tersebut dan saling berhubungan secara integral diantara ketiganya

Jadi dari beberapa teori, maka peneliti menarik kesimpulan bahwaa aspek-aspek penyesuaian diri yang sehat meliputi empat aspek yaitu: kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial, dan tanggung jawab, penyesuaian pribadi. Aspek-aspek tersebut kaitannya dalam penelitian ini yaitu dapat digunakan peneliti sebagai bahan atau materi untuk mengetahui bagaimana tingkat penyesuaian diri.

5. Proses Penyesuaian Diri

Menurut Moh Surya (1985: 21) menyebutkan bahwa dalam proses penyesuaian diri, belajar merupakan suatu proses modifikasi sejak


(53)

fase-fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan kematangan.

Beberapa jenis belajar yang dipengaruhi proses penyesuaian diri adalah : a. Trial and error, yaitu jika respon individu berhasil atau memuaskan,

maka cenderung akan tetap dan secara bertahap akan menjadi pola-pola kebiasaan, dan cirri-ciri kepribadian, yang kemudian akan menjadi penentu penyesuaian diri.

b. Conditioning, yaitu suatu proses belajar dimana perangsang yang berbeda dapat menimbulkan respons yang berbeda.

c. Inhibition, yaitu pola belajar dimana individu mengadakan seleksi respons-respons tertentu terhadap rangsangan-rangsangan yang diterimanya sehingga menimbulkan suatu pola tingkah laku tertentu. Dalam proses penyesuaian diri, inhibisi ini penting dalam pembentukan self-control.

d. Association, yaitu proses mempertautkan sesuatu pengertian atau konsep dalam memberikan arti sesuatu respons terhadap suatu perangsang. Dalam memberikan respon kepada suatu perangsang, individu akan memberikan arti tertentu dengan mempertautkan kepada pengalaman atau pengertiannya.

e. The law of effect, yaitu respon-respon yang akan diperkuat jika mendatangkan kepuasan, dan akan diperlemah atau ditekan jika menimbulkan kekecewaan. Law of effect ini akan mempengaruhi penyesuaian diri.


(54)

f. Rational learning, yaitu proses belajar yang menuntut adanya pemikiran yang rasional. Belajar rasional ini mempunyai peranan dalam pertumbuhan intelektual, moral dan keagamaan. Dengan belajar rational ini individu akan banyak memperoleh pengetahuan yang berguna dalam proses penyesuaian diri.

Dalam proses penyesuaian diri terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi dan untuk destruksi diri dan merusak mental. Keberhasilan atau kegagalan penyesuaian diri akan banyak ditentukan oleh kemampuan individu dalam mengarahkan dan mengendalikan dirinya.

Dalam melakukan penyesuaian yang normal, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk. Menurut Moh Surya (1985: 27) bentuk-bentuk mekanisme penyesuaian diri yang normal tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan terbentuk yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.

Jika berhasil melakukan penyesuaian diri maka ia akan merasa puas dan bahagia. Akan tetapi sebaliknya jika gagal maka ia akan merasakan kekecewaan dan ketidakpuasan. Mereka yang berhasil menyesuaikan diri, disebut adjusted person, dan yang gagal dalam melakukan penyesuaian


(55)

diri disebut maladjusted person, atau orang yang salah suai. Gejala maladjustment akan muncul dalam berbagai bentuk tingkah laku.

Menurut Moh Surya (1985: 27) bentuk-bentuk mekanisme penyesuaian diri dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu : a. Penyesuaian diri yang normal (well adjustment)

Yang tergolong “well adjusted person” (penyesuaia yang normal) ialah mereka yang tergolong berhasil dalam proses penyesuaian diri. Penyesuaian yang normal ditandai sebagai berikut :

1) Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional

2) Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme

psikologis

3) Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi

4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri 5) Mampu dalam belajar

6) Menghargai pengalamannya 7) Bersikap realistis dan obyektif b. Penyesuaian yang salah (maladjusment)

Kegagalan dalam penyesuaian yang normal dapat mengakibatkan individu menunjukkan suatu mekanisme Penyesuaian yang salah (maladjusment). Maladjustment ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistis, agresif, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi dalam gejala maladjustment yaitu :

1) Reaksi bertahan

Orang ini berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Ia, selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain :

a) Kompensasi, yaitu mencari kepuasan dalam bidang lain. Misalnya gagal dalam kuliah kemudian menjadi pedagang.

b) Sublimasi, yaitu dengan mencari tujuan pengganti, misalnya gagal dalam berpacaran kemudian menjadi juru rawat dirumah sakit.

c) Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-carinya alasan (dalih) untuk membenarkan tindakannya.

d) Represi, yaitu berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak kea lam tidak sadar. Ia berusaha melupakan pengalamannya yang kurang baik.


(56)

e) Egosentris, yaitu menjadikan dirinya sebagai pusat dari lingkungannya. Ia selalu merasa yang paling benar saja, ia ingin selalu paling penting, paling menonjol dan sebagainya.

f) Sour grapes, yaitu dengan memutar balikkan kenyataan. g) Projeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya

kepada pihak lain.

h) Introjeksi, yaitu bersikap fanatic dan pengikatan yang berlebihan kepada orang lain atau situasi tertentu.

i) Identifikasi, yaitu menempelkan dirinya kepada pihak lain yang dianggap sukses sesuai dengan keinginannya. 2) Reaksi menyerang

Dalam gejala ini orang yang salah suai menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya. Reaksi yang tampak pada tingkah laku :

a) Selalu membenarkan diri sendiri b) Mau berkuasa dalam setiap situasi c) Mau memiliki segalanya

d) Menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan e) Bersikap senang mengganggu orang lain

f) Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka g) Menunjukkan sikap menyerang dan merusak h) Keras kepala dalam perbuatannya

i) Bersikap balas dendam j) Memperkosa hak orang lain k) Marah secara sadis

3) Reaksi melarikan diri

Dalam reaksi ini orang yang salah suai akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksinya Nampak dalam tingkah laku sebagai berikut :

a) Mengganti pengalamannya berfantasi

b) Mimpi siang (mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin) c) Banyak tidur

d) Minum-minuman keras e) Bunuh diri

f) Menjadi pecandu ganja, narkotika, dan sebagainya g) Menyiksa diri

h) Negativisme

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tentang proses penyesuaian diri di atas dapat disimpulka bahwa individu dapat dikatakan berhasil melakukan penyesuaian diri apabila inidividu dapat memenuhi kebutuhan dengan


(57)

cara-cara yang wajar dan dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan dan mengganggu lingkungan yang lain.

3) Rehabilitasi Sosial

1. Pengertian Rehabilitasi Sosial

Definisi mengenai pengertian penyesuaian diri menurut beberapa tokoh yakni menurut Tarmansyah (2003: 21) rehabilitasi dilihat dari makna kata berasal dari Bahasa Inggris, artinya mengembalikan seperti semula, mengembalikan yang dimaksud adalah mengembalikan kemampuan yang pernah dimilikinya, karena suatu hal musibah ia harus kehilangan kemampuan, kemampuan yang hilang inilah yang dikembalikan seperti semula yaitu seperti kondisi sebelum terjadi musibah yang dialaminya.

Menurut Goldenson (1978: 8) rehabilitasi merupakan suatu proses yang dinamis dn holistik, berdasarkan pemikiran yang comprehensive dan kontinu terhadap tiap-tiap individu penyandang kelainan, menyangkut kebutuhan-kebutuhannya yang spesifik. Dengan demikian paling tidak rehabilitasi mencakup empat jenis yang saling berkaitan, yaitu rehabilitasi fisik/medis, rehabilitasi vokasional, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi psikologis.

Tambahan menurut Tarmansyah (2003: 107) rehabilitasi berasal dari dua kata, yaitu re- yang berarti kembali dan habilitasi yang berarti kemampuan. Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan. Namun kita sering mendengar perkataan rehabilitasi, secara umum diartikan sebagai


(58)

pembetulan, perbaikan, pengembalian, kepada suatu yang lebih baik. Sosial berarti segala sesuatu mengenai masyarakat, yang peduli terhadap lingkungan umum. Jadi pengertian rehabilitasi sosial secara umum adalah proses yang dilakukan secara terus-menerus dalam rangka pemulihan kembali orang agar bisa teratasi masalahnya, meliputi : pemulihan kembali kepercayaan diri, mandiri serta tanggung jawab pada diri, keluarga, masyarakat ataupun lingkungan sosial.

Menurut Helen Haris (1991:3) rehabilitasi sosial adalah korban dari psikososial, serta usaha untuk mengembalikan rasa harga diri, kecintaan terhadap kerja, kesadaran akan tanggung jawab terhadap masa depannya, keluarga maupun masyarakat dalam lingkungan sosial.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa rehabilitasi sosial adalah memulihkan kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

2. Pola Layanan Rehabilitasi

Pelayanan rehabilitasi adalah pelayanan yang diberikan sebagai suatu upaya membuat seseorang menyadari akan potensinya dan melengkapi orang yang bersangkutan dengan peralatan dan keterampilan, agar dia dapat memanfaatkan atau mengembangkan potensi semaksimal mungkin. a. Jenis-jenis rehabilitasi

Rehabilitasi terdiri dari tiga yang sebetulnya satu sama lainnya berkaitan erat dalam menangani suatu kasus.


(59)

a.a. Rehabilitasi medis (medical rehabilitation)

Menurut Ahmad tohamuslim dalam Tarmansyah (2003: 113) rehabilitasi medis adalah lapangan specialisasi ilmu kedokteran baru, berhubungan dengan penanganan secara menyeluruh (comprehensive management) dari pasien yang mengalami gangguan fungsi/cedera (impairment), kehilangan fungsi/cacat (disability), yang berasal dari susunan otot-tulang (musculos keletal), susunan otot syaraf (neuromuscular), suasana jantung dan paru-paru (cardiovascular and respiratory system), serta gangguan mental, sosial dan kekaryaan yang menyertai kecacatan tersebut. Ruang lingkup kegiatan rehabilitasi medis ini sama dengan kegiatan pelayanan medis lainnya yang meliputi, pemeriksaan fisik, mengadakan diagnose, pengobatan dan pencegahan, latihan penggunaan alat-alat bantu dan fungsi fisik.

a.b. Rehabilitasi karya (vocational rehabilitation)

Rehabilitasi vocational berarti bagian dari suatu proses rehabilitasi secara berkesinambungan dan terkoordinasikan yang menyangkut pengadaan pelayanan-pelayanan dibidang jabatan seperti bimbingan jabatan (vocational guidance), latihan kerja (vocational training), penempatan yang selektif (selective placement), adalah diadakan guna memungkinkan para penderita memperoleh kepastian dan mendapatkan pekerjaan yang layak.


(60)

Dari definisi tersebut diatas, maka kegiatan dalam rehabilitasi vokasional meliputi :

Pertama kegiatan evaluasi, baik medis, personal, sosial maupun vokasional, dengan melalui berbagai teknik dan oleh para ahli yang berwewenang, dan menggunakan data dari berbagai sumber yang ada. Dengan demikian seseorang yang akan diberikan pelayanan rehabilitasi vokasional ini terlebih dahulu melalui pemeriksaan, pelatihan yang seksama dari berbagai keahlian. Melalui kegiatan evaluasi dapat ditentukan criteria yang dapat mengikuti program rehabilitasi vokasional.

Kedua bimbingan vokasional, artinya bimbingan vokasional ialah membantu individu untuk mengenal dirinya, memahami dirinya dan menerima dirinya agar dapat menemukan atau memiliki pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan keadaan yang sebenarnya.

Ketiga latihan kerja, setelah dilakukan evaluasi dan pemberian informasi melalui bimbingan tentang dirinya dan lapangan pekerjaan yang sesuai untuknya. Maka diberi latihan kerja ataupun keterampilan-keterampilan kerja, agar dapat penghasilan untuk menunjang kebutuhan hidupnya.

Keempat penempatan kerja dan follow-up setelah mendapat latihan kerja dan individu sudah memiliki keterampilan bekerja, maka individu dibantu untuk mendapatkan tempat untuk bekerja baik


(61)

sebagai karyawan pemerintah maupun sebagai karyawan perusahaan/swasta, atau kembali kemasyarakat dengan berusaha menempatkan dirinya dengan baik.

a.c Rehabilitasi sosial (social rehabilitation)

rehabilitasi sosial merupakan bagian dari proses rehabilitasi penderita yang berusaha untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi semaksimal mungkin pengaruh-pengaruh negative yang disebabkan kecacatannya, sehingga penderita dapat aktif dalam kehidupan dimasyarakat. Tujuan rehabilitasi sosial adalah segala upaya untuk : 1) memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya. 2) memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi soaialnya secara wajar.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan rehabilitasi adalah pelayanan yang diberikan terhadap individu agar dapat memanfaatkan atau mengembangkan potensi semaksimal mungkin. Sehingga dalam hal ini diperkuat juga menurut teori tarmansyah yang mengatakan bahwa salah satu tujuan dari rehabilitasi sosial adalah upaya untuk memulihkan kembali rasa percaya diri, jadi dalam melakukan rehabilitasi penyesuaian diri sangat berpengaruh.


(62)

3. Langkah-Langkah Rehabilitasi

Menurut Soetomo (2008: 53) langkah-langkah pelaksanaan rehabilitasi adalah :

a. Tahap identifikasi

Masalah sosial merupakan fenomena yang selalu muncul dalam kehidupan masyarakat, perwujudannya dapat merupakan masalah lama yang mengalami perkembangan, akan tetapi dapat pula merupakan masalah baru yang muncul karena perkembangan dan perubahan kehidupan sosial, ekonomi dan kultural, masalah sosial dianggap sebagai kondisi yang tidak diinginkan oleh karena dapat membawa kerugian baik secara fisik maupun nonfisik secara individual, kelompok maupun masyarakat. Secara keseluruhan, atau dapat juga merupakan kondisi yang dianggap bertentangan dengan nilai, norma atau standar sosial.

b. Tahap diagnosis

Setelah masalah sosial teridentifikasi, maka akan mendorong munculnya respon dari masyarakat, berupa tindakan bersama untuk memecahkan masalah. Agar upaya pemecahan masalah mencapai hasil yang diharapkan, dibutuhkan pengenalan tentang sifat eskalasi dan latar belakang masalah.


(63)

c. Tahap treathment

Upaya untuk menghilangkan masalah sosial, akan tetapi dalam banyak hal juga dapat berupa usaha untuk mengurangi atau membatasi perkembangan masalah.

Menurut Tarmansyah (2003: 118) untuk mencapai tujuan maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.

a) Pemecahan

Artinya mencegah timbulnya masalah sosial penyandang cacat,baik masalah itu datang dari penyandang cacat itu sendiri,maupun masalah yang datang dari lingkungan penyandang cacat itu.

b)Tahap rehabilitasi

Rahabilitasi diberikan melalui bimbingan sosial dan Pembina mental,bimbingan keterampilan.

Bimbingan diberikan secara individu,kelompok usaha rehabilitasi ini untuk meningkatkan kesadaran individu terhadap fungsi sosialnya dan menggali potensi positif seperti bakat, minat, hobi, sehingga timbul kesadaran akan harga diri serta tanggung jawab sosial secara mantap.

Bimbingan keterampilan diberikan agar individu mampu menyadari akan ketrampilan yang dimiliki dan jenis-jenis keterampilan yang sesuai dengan bakat dan minatnya dan lebih lanjut agar individu dapat mandiri dalam hidup bermasyarakat dan berguna bagi nusa dan bangsa.


(64)

Bimbingan dan penyuluhan diberikan terhadap keluarga dan lingkungan sosial dimana penyandang cacat berada.bimbingan dan penyuluhan disini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab sosial keluarga dan lingkungan sosial,sehingga benar-benar memahami akan tujuan progam rehabilitasi dan kondisi klien sehingga mampu berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan klien.

c) Resosialisasi

Resosialisasi ini adalah segala upaya bertujuan untuk : menyiapkan pendatang agar mampu berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Resosialisasi merupakan proses penyaluran dan merupakan usaha penempatan para penyandang cacat setelah mendapat bimbingan dan penyuluhan sesuai dengan situasi dan kondisi individu yang bersangkutan.

d)Pembinaan tidak lanjut (after care)

Pembinaan tindak lanjut ini diberikan agar keberhasilan klien dalam proses rehabilitasi dan telah disalurkan dapat lebih dimantapkan, dari pembinaan tindak lanjut ini pula diketahui apakah klien dapat menyesuaikan diri dan dapat diterima dimasyarakat. Tujuannya adalah memelihara, memantapkan, dan meningkatkan kemampuan sosial ekonomi dan mengembangkan rasa tanggung jawab dan kesadaran hidup bermasyarakat.


(65)

Menurut Departemen Sosial (1988: 9) Usaha rehabilitasi sosial menurut pendekatan pelayanan sosial ini dilaksanakan melalui tiga sistem, yaitu :

1) Sistem panti

Pusat atau panti atau sasana rehabilitasi sosial dibangun dan dilengkapi dengan berbagai peralatan dan fasilitas untuk menyelenggarakan program dan kegiatan rehabilitasi sosial guna membimbing para cacat kea rah kehidupan yang produktif serta memberikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih luas untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

2) Sistem non panti yang berbasis masyarakat

Pada dasarnya konsep pelayanan rehabilitasi sosial non panti ini berorientasikan kepada masyarakat sebagai basis pelayanan (community-based social rehabilitatio) dalam arti menggunakan

masyarakat sebagai wadah atau pangkalan untuk

menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi, yang pelaksanaannya terutama dilakukan dengan bantuan tenaga sosial sukarela yang berasal dari masyarakat serta melibatkan perangkat desa, dalam koordinasi dengan lembaga masyarakat desa (LKMD).

Adapun fungsi rehabilitasi sosial non panti adalah :

2.1. Meningkatkan usaha-usaha kea rah penyelenggara pelayanan rehabilitasi sosial yang berbasis masyarakat.


(66)

2.2. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang semakin merata.

2.3. Meningkatkan integrasi para penyandang cacat. 3) Lingkungan pondok sosial

Lingkungan pondok sosial adalah usaha rehabilitasi secara komprehensif dan integratif bagi penyandang permasalahan sosial disuatu perkampungan sosial dalam rangka refungsionalisasi dan perkembangan, baik fisik, mental maupun sosial. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan untuk menumbuhkan serta meningkatkan fungsi sosial para penyandang permasalahan sosial, yang semula tidak berkesempatan untuk berkemampuan melaksanakan fungsi sosialnya sebagaimana mestinya, baik untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, keluarga dan kelayakan pergaulan dalam masyarakat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan rehabilitasi harus ada langkah-langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu, agar tercapainya hasil yang diinginkan. Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa langkah dalam melakukan rehabilitasi sosial adalah identifikasi masalah, tahap diagnosis, dan tahap treathment. 4. Program-Program Rehabilitasi Sosial

Program rehabilitasi sosial dibuat atau disusun berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam suatu rehabilitas. Dalam menyusun program yang tidak boleh dilupakan adalah mengikut sertakan individu


(1)

143

Lampiran 6

Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

VAR00001 .084 36 .200* .975 36 .562

a. Lilliefors Significance Correction


(2)

144

Lampiran 7

Hasil Analisis Deskriptif

Summary Item Statistics

Mean Minimum Maximum Range

Maximum /

Minimum Variance N of Items

Item Means 2.868 1.417 3.778 2.361 2.667 .302 63

Item Variances .622 .178 1.393 1.215 7.835 .055 63

Inter-Item

Covariances .016 -.487 .600 1.087 -1.231 .021 63

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(3)

(4)

(5)

(6)