INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DI KAB
Laporan Antara
ENGINEERING CONSULTANT
Jl. Cir endeu I ndah I I / 31 Ciput at , Telp. ( 021) 7409377 – Jakar t a 15419
ATA PENGANTAR
Dokumen ini merupakan Laporan Antara pekerjaan inventarisasi sumber daya mineral di Kabupaten Buol melalui foto satelit. Dengan demikian maka kegiatan inventarisasi ini telah dilakukan melalui pada pendekatan regional (regional appraisal) dengan bantuan foto satelit sebagai media utamanya.
Laporan ini disusun secara sistematik dalam 6 (enam) bab, diawali dari Bab I yang berisi pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan Bab II yang menjelaskan kondisi umum dan kondisi geologi daerah pekerjaan, diikuti oleh Bab III membahas sumber daya alam dan bencana alam geologi, Bab IV membahas hasil identifikasi potensi sumber daya alam dan bencana alam geologi, Bab V membahas prospek pemanfaatan dan pengembangan potensi sumber daya alam di Kabupaten Buol, dan diakhiri dengan Bab VI yang berisi kesimpulan dan saran.
Kami sangat berharap bahwa laporan ini dapat memberikan manfaat, menambah dan memperkaya wawasan, sikap kritis, kreatif, serta sikap bijak dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan potensi sumber daya alam dan bencana alam geologi. Kami sadar bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan masukan yang membangun tentunya sangat kami butuhkan. Akhirnya, kepada semua pihak yang telah ikut membantu penyelesaian laporan ini, kami ucapkan terima kasih.
P.T. Sarana Multi Daya
AFTAR TABEL
Tabel 3.1 Beberapa metoda eksplorasi …………………………........
24 Tabel 3.2
Penggolongan batubara menurut mutu............................. 27 Tabel 3.3
29 Tabel 3.4
Kriteria batuan induk berdasarkan TOC............................
30 Tabel 4.1
Tipe-tipe kerogen………………………………....……........
Sebaran contoh batuan di Kabupaten Buol....................... 50 Tabel 4.2
57 Tabel 4.3
Contoh sedimen sungai unsur Cu di atas harga ambang.
57 Tabel 4.4
Contoh sedimen sungai unsur Pb di atas harga ambang..
58 Tabel 4.5
Contoh sedimen sungai unsur Zn di atas harga ambang..
58 Tabel 4.6. Contoh sedimen sungai unsur Ni di atas harga ambang...
Contoh sedimen sungai unsur Co di atas harga ambang..
59 Tabel 4.7
60 Tabel 4.8
Contoh sedimen sungai unsur Mn di atas harga ambang.
60 Tabel 4.9
Contoh sedimen sungai unsur Ag di atas harga ambang..
61 Tabel 4.10 Contoh sedimen sungai unsur Fe di atas harga ambang..
Contoh sedimen sungai unsur Li di atas harga ambang...
61 Tabel 4.11 Contoh sedimen sungai unsur Cr di atas harga ambang..
62 Tabel 4.12 Contoh sedimen sungai unsur K di atas harga ambang...
62 Tabel 4.13 Endapan non-logam serta lokasi keterdapatannya...........
63 Tabel 4.14 Analisis kimia batugamping............................................... 65 Tabel 4.15 Analisis kandungan batubara............................................
69
AFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta indeks lokasi pekerjaan........................................
6 Gambar 2.1
11 Gambar 2.2
Kerangka struktur regional Pulau Sulawesi…….……..
12 Gambar 2.3
Elemen struktur utama Pulau Sulawesi........................
13 Gambar 2.4
Provinsi Tektonik Sulawesi ……………………….........
Peta Geologi Kabupaten Buol dirangkum dari Peta Geologi bersistem lembar Tolitoli dan Tilamuta ..........
16 Gambar 3.1
Endapan chromit berupa perlapisan dengan kandungan plagioklas tinggi.........................................
20 Gambar 3.2
Tipe endapan layered mafic intrusi sebagai proses syngenetik ...................................................................
21 Gambar 3.3
Pengisian oleh mineral berat membentuk struktur vein........................................ ......................................
21 Gambar 3.4
25 Gambar 3.5
Bagan alir perencanaan eksplorasi .............................
28 Gambar 3.6
Konsep batuan induk dalam sistem petroleum............
32 Gambar 3.7
Perangkap-perangkap minyak bumi ............................
32 Gambar 3.8
Model-model perangkap struktur .................................
Model-model perangkap stratigrafi............................... 33 Gambar 3.9
Model-model perangkap kombinasi struktur dan stratigrafi....................................................................... 33
Gambar 3.10 Sumber panas dan reservoir panas.............................
34 Gambar 3.11 Urutan operasi survei eksplorasi migas.......................
38 Gambar 3.12 Alur penyelidikan dan pengembangan panas bumi.....
39 Gambar 3.13 Skematik gelombang pasang tinggi akibat tsunami.....
41 Gambar 3.14 Sebaran gunungapi di Indonesia.................................. 43 Gambar 3.15 Gunungapi dan bahaya-bahaya akibat letusannya......
43 Gambar 4.1
Peta lokasi pengamatan dan pengambilan contoh di Kabupaten Buol...................................................
48 Gambar 4.2
Peta potensi sumber daya mineral dan energi di Kabupaten Buol............................................................
49 Gambar 4.3
51 Gambar 4.4
Kekar yang telah mengalami pengisian.......................
Contoh batuan yang mengalami proses mineralisasi (BL-02, BL-03, BL-04, dan BL-12 )...............................
52 Gambar 4.5
Singkapan BL-02 dan BL-03 memprlihatkan batuan gunungapi yang telah terubah hidrotermal dan dipotong oleh jaringan urat-urat tipis kalsit dan kuarsa........................................................................... 53
Gambar 4.6 Mikrofoto sayatan tipis contoh batuan BL-02 dan BL-
03 dari kaki Gunung Paleleh memperlihatkan ubahan klorit pada fenokris plagioklas dan horblende (kiri), urat kalsit memotong plagioklas (tengah) dan penggantian hornblende oleh epidot............................
Gambar 4.7
Aktivitas penambangan emas rakyat di Daerah Paleleh ........................................................................
54 Gambar 4.8
56 Gambar 4.9
Penyebaran beberapa unsur di Kabupaten Buol.........
Singkapan batugamping terumbu BL-06 memperlihatkan struktur masif bewarna putih – krem
berkadar CaCO 3 tinggi yang baik untuk industri semen........................................................................... 64 Gambar 4.10 Singkapan batugamping dipinggir jalan dekat kota
Buol merperlihatkan struktur berlapis dengan penyusun utama bioklastik packstone – wackestone disekitar terumbu..........................................................
64 Gambar 4.11 Foto singkapan batulempung lokasi BL-13 dan BL-14.
67 Gambar 4.12 Singkapan Batubara BL-08 berada di dasar Sungai Kecil di Desa Lamadong-1 berada di atas lapisan batugamping................................................................. 69
Gambar 4.13 Foto singkapan dan sampel lokasi BL-08……………..
70 Gambar 4.14 Cekungan Minahasa serta penyebarannya..................
71 Gambar 4.15 Mata air panas pada lokasi BL-10................................ 72 Gambar 4.16 Peta potensi bencana alam geologi di Kabupaten
Buol.............................................................................. 75 Gambar 5.1
Sketsa penentuan batas lokasi daerah penambangan yang berdekatan dengan bangunan sungai ................
90
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi sumber daya alam merupakan sumber daya yang bersifat tak terbarukan, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, dan pengelolaannya dikuasai oleh negara. Penguasaan oleh negara dilaksanakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada pelaksanaannya, pengelolaan sumber daya alam ini dilakukan untuk dapat dimanfaatkan yang sebesar-besarnya demi meningkatkan kemakmuran masyarakatnya, secara efisien, transparan, berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, potensi sumber daya alam, baik itu sumber daya mineral maupun sumber daya energi seperti minyakbumi dan panas bumi yang terdapat di suatu daerah, memerlukan penanganan yang khusus.
Masalah yang terjadi di Kabupaten Buol, yaitu belum diketahuinya dengan pasti pola keterdapatan potensi sumber daya alam tersebut. Sumber daya alam tersebut mungkin saja memiliki nilai ekonomis dan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan tersebut maka perlu dilakukan kajian yang menyeluruh berbagai potensi sumber daya alam yang mungkin terdapat di Kabupaten Buol.
Namun demikian, selain potensi sumber daya alam, pengaruh dari kondisi/tatanan geologi daerah setempat seringkali juga mengakibatkan adanya potensi terjadinya proses yang bersifat penghancuran (destruktif), yaitu berupa bencana alam, yang dapat mengakibatkan terjadinya korban yang berarti. Meskipun potensi bahaya yang mengakibatkan bencana alam tidak dapat ditolak dan dihindari, namun diperlukan usaha-usaha khusus untuk dapat meminimalkan atau bahkan menghindari dampak yang ditimbulkannya.
Berkenaan dengan hal tersebut, kegiatan inventarisasi potensi sumber daya dan bencana alam yang ada di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, ini dilaksanakan dengan media utama yaitu melaui pendekatan regional (regional appraisal) dengan bantuan foto satelit, sehingga diharapkan Pemda setempat dapat memanfaatkan data potensi sumber daya dan bencana alam tersebut untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi masyarakatnya.
1.2 Lingkup dan Tujuan
Lingkup pekerjaan ini dititikberatkan pada inventarisasi potensi sumber daya alam, baik sumber daya mineral maupun sumber daya energi, dan potensi bencana alam geologi di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah melalui pendekatan reginal (regional appraisal) dengan bantuan foto satelit.
Adapun tujuan dari pekerjaan ini, meliputi : • Melakukan inventarisasi potensi sumber daya mineral • Melakukan inventarisasi potensi sumber daya energi • Mendeliniasi potensi bencana alam geologi • Menyusun basis data seluruh potensi tersebut di atas dalam suatu
peta berskala 1 : 250.000.
1.3 Sasaran dan Manfaat yang Diharapkan
Sasaran pekerjaan ini, antara lain : • Terbentuknya basis data awal (preliminary) potensi sumber daya alam baik sumber daya mineral maupun energi secara akurat, informatif, dan sistematis
• Terbentuknya basis data awal (preliminary) potensi potensi bencana alam geologi.
Beberapa manfaat yang dapat diharapkan dari inventarisasi ini, antara lain yaitu :
• Ketersediaan data secara akurat, informatif, dan sistematis mengenai
potensi sumber daya alam yang ada di Kabupaten Buol • Pemda setempat diharapkan dapat mengetahui potensi sumber daya
alam dan memanfaatkannya sebagai dasar dalam kegiatan peningkatan perekonomian dan pendapatan daerah.
• Pemda setempat diharapkan dapat mengambil kebijakan-kebijakan
penting berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam maupun berkaitan dengan potensi bencana alamnya.
• Masyarakat setempat diharapkan dapat memanfaatkan dan menikmati karunia Tuhan Yang Maha Esa berupa potensi sumber daya alam dan dapat dapat meminimalkan atau bahkan menghindari dampak potensi bencana alam yang terdapat di daerahnya.
1.4 Metodologi Pekerjaan
Untuk mencapai hasil yang diharapkan, pekerjaan inventarisasi ini dilakukan dengan beberapa tahapan, antara lain :
1.4.1 Pengumpulan, studi dan evaluasi data sekunder
Tahapan ini meliputi pengumpulan data-data hasil inventarisasi yang telah dilakukan sebelumnya, baik yang berkaitan dengan potensi sumber daya alam maupun potensi bencana alam geologi. Data-data tersebut selanjutnya dianalisis dan dikaji secara detail dalam rangka penyusunan rencana pekerjaan inventarisasi yang akan dilakukan saat ini dan penyusunan laporan pendahuluan.
1.4.2 Pengadaan Peta dan Citra Satelit
Beberapa peta dan citra satelit yang diperlukan sebagai data dasar antara lain adalah peta rupabumi skala 1: 50.000 yang dibuat oleh Bakosurtanal, peta geologi lembar Tilamuta dan Tolitoli (skala 1 : 250 000) yang dibuat oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), peta topografi (skala 1 : 250 000) yang dibuat oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, citra landsat 6 band dan citra radar.
Peta dan citra satelit ini digunakan sebagai bahan dasar utama dalam pelaksanaan pekerjaan inventarisasi ini. Hasil dari analisis citra ini juga digunakan sebagai dasar untuk perencanaan kegiatan pengecekan lapangan (ground check).
1.4.3 Pengecekan lapangan (ground check)
Pengecekan lapangan didasarkan pada hasil interpretasi citra satelit, peta topografi, dan peta geologi. Pengecekan lapangan dilakukan terutama pada beberapa lokasi yang diindikasikan memiliki potensi terdapatnya sumber daya mineral dan energi, serta potensi bencana alam geologi. Dalam pelaksanaannya, pengecekan lapangan dilakukan dengan menggunakan metode GPS tracking, dimana semua data geologi yang dijumpai di lapangan ditentukan lokasi keterdapannya, yang kemudian dimasukkan ke dalam peta dasar (base map) dan dibuat basis datanya, sehingga mudah untuk dilakukan pengecekan ulang apabila diperlukan.
Selain itu, dalam pengecekan lapangan juga dilakukan pengambilan contoh batuan (sampling) untuk kemudian dilakukan pengujian di laboratorium. Pengambilan contoh batuan galian logam dilakukan pada daerah yang memungkinkan terjadinya alterasi dan mineralisasi, berupa singkapan batuan segar (rock chip/RC). Pengambilan contoh batuan galian non logam juga dilakukan, terutama batugamping, andesit, batupasir, dan batulempung. Batubara, sebagai salah satu bahan baku energi, juga merupakan target utama dalam pengecekan lapangan ini.
1.4.4 Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium dilakukan terhadap beberapa contoh batuan yang terpilih sesuai dengan kepertingannya. Dari hasil analisis laboratorium, akan Analisis laboratorium dilakukan terhadap beberapa contoh batuan yang terpilih sesuai dengan kepertingannya. Dari hasil analisis laboratorium, akan
• Analisis kimia contoh batuan dalam usaha mengetahui kandungan unsur-unsur kimia logam dan non logam utama. • Analisis petrografis (secara mikroskopis) contoh batuan dilakukan untuk mengetahui komposisi mineralogi dan genesa/asal mula pembentukannya.
Untuk analisis laboratorium, contoh batuan yang mengandung bahan galian non logam, dilakukan analisis mutu dan kadar dari setiap bahan galian yang dianggap perlu. Selain itu juga, pengujian contoh batuan yang mengandung bahan galian non logam hanya dilakukan pada contoh batuan yang diperkirakan memiliki jumlah cadangan yang berarti.
Analisis kimia pada pengujian laboratorium ini dilakukan dengan menggunakan fasilitas laboratorium yang terdapat di PSDG (Pusat Sumber Daya Geologi), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Laboratorium Endapan Mineral dan Laboratorium Sedimentologi dan Sumber Daya Energi Migas, Departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung.
1.4.5 Analisis dan Evaluasi Data
Analisis data dilakukan dengan memadukan data sekunder dan data primer guna menyusun basis data awal (preliminary) potensi sumber daya alam baik sumber daya mineral maupun energi dan potensi bencana alam geologi secara akurat, informatif, dan sistematis.
1.5 Lokasi Daerah Pekerjaan
Lokasi pekerjaan inventarisasi ini meliputi seluruh Kabupaten Buol, Propinsi Sulawesi Tengah. Secara geografis terletak pada 1 °22’ Lintang Utara (LU) sampai 3 °48’ Lintang Selatan (LS) dan 120°50’ sampai 122°12’ Bujur Timur
(BT), berbatasan langsung dengan Laut Sulawesi di sebelah utara, Propinsi Gorontalo di sebelah timur, Kabupaten Parigi Moutoung di sebelah selatan, dan Kabupaten Tolitoli di sebelah barat (Gambar 1.1). Kabupaten ini memiliki
luas wilayah sekitar 3.507 km 2 .
Gambar 1.1 Peta indeks lokasi daerah pekerjaan.
1.6 Sistematika Laporan
Laporan ini merupakan laporan antara yang disusun setelah pengecekan lapangan dan sebagian analisis laboratorium telah selesai dilakukan. Laporan disusun secara sistematik dalam 5 bab, diawali oleh Bab I yang berisi pendahuluan, kemudian diikuti oleh Bab II yang menjelaskan kondisi umum daerah pekerjaan, Bab III tentang sumber daya alam dan bencana alam geologi, Bab IV membahas identifikasi potensi sumber daya alam dan bencana alam geologi, Bab V mengenai prospek pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam Kabupaten Buol, dan Bab VI yang berisi kesimpulan dan saran.
KONDISI UMUM
Dalam bab ini akan diuraikan kondisi umum Kabupaten Buol dan kondisi geologi yang dikaitkan dengan keterdapatan berbagai potensi sumber daya alam dan potensi bencana alam geologi.
2.1 KONDISI UMUM KABUPATEN BUOL
Uraian tentang kondisi umum Kabupaten Buol meliputi pembahasan kondisi fisik, kesampaian daerah, iklim, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
2.1.1 Kondisi Fisik
Kabupaten Buol termasuk daerah yang beriklim tropis dan sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan. Pemukiman dan pusat pemerintahan kabupaten terletak di sepanjang pantai utara Pulau Sulawesi. Di kabupaten ini juga terdapat beberapa potensi pariwisata yang belum dikembangkan, seperti terdapatnya air terjun, pantai yang indah, dan terdapatnya sumber mataair panas.
Sarana perhubungan darat dan laut sangat terbatas. Kondisi fisik jalan raya di Kabupaten Buol, terutama yang berada di bagian pantai utara, telah mengalami kerusakan yang parah di beberapa bagian, bahkan sering sekali menjadi berita besar di berbagai media (berdasarkan Buku Profil Daerah Kabupaten dan Kota, Jilid 4). Hal serupa juga terjadi pada jalan yang menuju Propinsi Gorontalo. Pada route ini terdapat empat jembatan yang terputus yaitu di Desa Kuala Besar, Oyak, Lintindu, dan Lumoto, Kecamatan Paleleh.
Permukaan kerikil yang menutupi jalan juga mendominasi hampir seluruh jalan di Kabupaten Buol. Ruas jalan Buol sepanjang 429 kilometer terdiri dari 184 kilometer jalan negara dan 245 kilometer jalan kabupaten. Dari panjang Permukaan kerikil yang menutupi jalan juga mendominasi hampir seluruh jalan di Kabupaten Buol. Ruas jalan Buol sepanjang 429 kilometer terdiri dari 184 kilometer jalan negara dan 245 kilometer jalan kabupaten. Dari panjang
Selain jalan darat, terdapat jalur laut Kabupaten Buol dengan Pelabuhan Regional Leok yang biasa digunakan sebagai sandar kapal jurusan Tolitoli maupun Gorontalo. Namun, yang menjadi permasalahan, jadwal sandar kapal cukup terbatas. Dalam seminggu, hanya hari Senin, Kamis, dan Minggu kapal datang bersandar. Pembukaan akses melalui transportasi laut skala nasional dan internasional dilakukan dengan membangun Pelabuhan Lokodidi. Sementara itu, jalur perjalanan udara dapat dilakukan melalui Lapangan Terbang Pogogul di Kecamatan Momunu. Inilah satu-satu fasilitas transportasi udara kebanggaan masyarakat Buol. Meskipun demikian, jadwal kedatangan dan keberangkatan pesawat juga masih tergantung cuaca.
Selain itu, fasilitas listrik dan sarana telekomunikasi juga masih sangat minim. Listrik yang berkapasitas 2.690 kW hanya mampu berfungsi selama 12 jam dan beroperasi mulai saat magrib hingga menjelang matahari terbit. Kebutuhan listrik siang hari di perkantoran disuplai dengan mesin diesel milik sendiri. Sarana telekomunikasi di Kota Buol berupa dua kantor pos dan telepon dengan 1.000 satuan sambungan telepon. Saluran telepon itu relatif baru dan terpasang mulai Tahun 2001.
2.1.2 Kesampaian Daerah
Jarak antara Kota Kabupaten Buol dengan Kota Palu tidak kurang dari 573 kilometer. Untuk sampai ke Kabupaten Buol bisa ditempuh dengan menggunakan pesawat, kapal, dan perjalanan darat. Dari Ibukota Propinsi Sulawesi Tengah yaitu Kota Palu, Kota Buol dapat dicapai dengan pesawat, namum karena jadwal penerbangan hanya terjadi satu kali penerbangan dalam seminggu, seringkali alternatif lain digunakan, yaitu dengan menggunakan kapal air yang menyusuri pantai utara Sulawesi, dan perjalanan darat. Perjalanan dengan menggunakan kapal air pun hanya Jarak antara Kota Kabupaten Buol dengan Kota Palu tidak kurang dari 573 kilometer. Untuk sampai ke Kabupaten Buol bisa ditempuh dengan menggunakan pesawat, kapal, dan perjalanan darat. Dari Ibukota Propinsi Sulawesi Tengah yaitu Kota Palu, Kota Buol dapat dicapai dengan pesawat, namum karena jadwal penerbangan hanya terjadi satu kali penerbangan dalam seminggu, seringkali alternatif lain digunakan, yaitu dengan menggunakan kapal air yang menyusuri pantai utara Sulawesi, dan perjalanan darat. Perjalanan dengan menggunakan kapal air pun hanya
2.1.3 Kondisi Iklim
Kondisi geografis Kabupaten Buol yang dilalui oleh garis katulistiwa mengakibatkan Kabupaten Buol beriklim tropis. Akan tetapi berbeda dengan Pulau Jawa dan Pulau Bali serta sebagian Pulau Sumatra, karena musim hujan di Kabupaten Buol terjadi antara Bulan April dan Bulan Oktober, sedangkan musim kemarau antara terjadi pada Bulan Oktober hingga Bulan April. Rata-rata curah hujan berkisar antara 800 – 3000 mm per tahun, dan ini merupakan curah hujan terendah di seluruh Indonesia.
Temperatur udara di Kabupaten Buol berkisar antara 25º C – 31º C untuk dataran pantai hingga tingkat kelembaban 71% – 76%. Malam semakin dingin dengan adanya hembusan angin laut. Sedangkan di daerah pegunungan, suhu udara dapat mencapai 16º C - 22º C, khususnya di waktu malam, suhu udara dapat lebih rendah lagi.
2.1.4 Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Penduduk asli Kabupaten Buol didiami oleh Suku Buol. Selain itu, terdapat masyarakat pendatang dari suku-suku lain seperti Suku Bugis, Suku Jawa, Suku Sunda, Suku Bali, dan lain-lain. Sebagian dari mereka datang ke Kabupaten Buol dengan tujuan untuk mencari nafkah dari hasil pertanian. Mereka ini umumnya dikenal dengan masyarakat transmigran dan bekerja dengan mengusahakan hasil pertanian yang tersebar di beberapa lokasi di Kabupaten Buol. Mereka umumnya datang dari Pulau Jawa dan Bali. Sedangkan para penduduk lainnya umumnya datang ke Kabupaten Buol untuk melakukan perniagaan.
Tanah di Kabupaten Buol sangat cocok untuk ditanami tanaman pangan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang kedele, dan kacang hijau, yang menjadi sumber mata pencaharian tidak kurang dari
57 % penduduknya. Bila melihat penduduk yang bekerja dalam lapangan usaha pertanian secara keseluruhan, kegiatan ini menjadi sumber pendapatan ekonomi serta mata pencarian utama yang menyerap tidak kurang 73 persen penduduk. Pertanian merupakan kontributor utama kegiatan ekonomi Kabupaten Buol. Nilai ekonomi yang dihasilkan sebesar Rp. 215,6 miliar atau sekitar 57,9 persen dari total kegiatan ekonomi pada tahun 2001. Sedangkan, untuk informasi nilai ekonomi terbaru belum diperolah data pasti (berdasarkan Buku Profil Daerah Kabupaten dan Kota, Jilid 4).
Dari beberapa komoditas pertanian yang dihasilkan Kabupaten Buol, kelapa sawit menjadi komoditas unggulan. Tanaman ini menurut hasil pengujian salah-satu pabrik minyak goreng di Surabaya, menghasilkan minyak goreng kualitas tinggi. Kandungan asam lemaknya kurang dari 3 %. Lokasi perkebunan kelapa sawit terletak di Kecamatan Bunobogu, Bokat, dan Biau. Dari areal seluruhnya 12.493,07 hektar, terdapat 9.982,31 hektar lahan tanaman menghasilkan kelapa sawit. Perusahaan kelapa sawit swasta yang beroperasi sejak 1994 ini menampung 3.282 tenaga kerja. Selain menyediakan lapangan usaha, pengolahan perkebunan kelapa sawit ini memberikan pemasukan bagi kas kabuaten.
2.2 KONDISI GEOLOGI
2.2.1 Kerangka Tektonik Regional
Secara geologi Pulau Sulawesi dan daerah sekelilingnya merupakan suatu area yang kompleks. Kompleksitas daerah ini disebabkan oleh adanya pertemuan antara tiga lempeng litosfer yaitu Lempeng Australia yang bergerak ke arah utara, Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat dan Lempeng Eurasia yang bergerak ke arah tenggara (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Kerangka struktur regional Pulau Sulawesi (Darman dan Sidi, 200)
Wilayah ini mewakili suatu pusat dari triple junction akibat konvergensi lempeng (Simandjuntak, 1992 dalam Darman dan Sidi 2000). Konvergensi ini menyebabkan peningkatan intensitas pembentukan struktur, dari semua tipe struktur pada semua skala, termasuk subduksi dan zona tumbukan, sesar dan lipatan. Saat ini hampir seluruh struktur terjadi pada umur Neogen dan beberapa struktur pada umur pra-Neogen masih aktif atau tereaktivasi. Struktur-struktur utama Pulau Sulawesi antara lain Palung Minahasa, Sistem Sesar Palu-Koro, Anjakan Batui, Anjakan Poso dan Sesar Walanae (Darman dan Sidi, 2000), seperti tampak dalam Gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2 Elemen struktur utama Pulau Sulawesi (Darman dan Sidi, 2000).
Berdasarkan asosiasi litologi dan perkembangan tektoniknya, Sulawesi dapat dibagi menjadi 5 provinsi tektonik (Darman dan Sidi, 2000) seperti terlihat dalam Gambar 2.3, yaitu :
1. Busur Volkanik Tersier Sulawesi bagian Barat
2. Busur Volkanik Kuarter Minahasa-Sangihe
3. Busur Metamorfik Kapur-Paleogen Sulawesi Tengah
4. Busur Ofiolit Kapur Sulawesi Timur
5. Mikrokontinen Paleozoikum Banggai-Sula
Gambar 2.3 Provinsi Tektonik Sulawesi (Darman dan Sidi, 2000)
Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, terletak pada provinsi tektonik Busur Volkanik Sulawesi Barat, daerah ini memanjang dari lengan selatan Sulawesi sambai ke lengan utara. Secara umum busur ini terdiri dari batuan plutonik- volkanik berumur Paleogen sampai Kuarter dengan batuan sedimen dan metamorf berumur Mesozoik-Tersier.
2.2.2 Geologi Kabupaten Buol
Wilayah Kabupaten Buol, tercakup oleh dua lembar Peta Geologi bersistem yang dikeluarkan Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi (P3G), yaitu lembar Tolitoli (Ratman, 1976) dan lembar Tilamuta (Bachri dkk., 1994). Sketsa peta geologi Kabupaten Buol yang ditampilkan berikut merupakan kompilasi dari dua lembar peta tersebut (Gambar 2.4). Pembahasan mengenai stratigrafi dan struktur geologi Kabupaten Buol selanjutnya, akan didasarkan pada peta geologi ini.
Stratigrafi
Batuan yang menyusun stratigrafi Kabupaten Buol dari tua ke muda dapat diuraikan sebagai berikut : • Kompleks Metamorfosis (km) dan Daerah Terutama Sekis Hijau (kmg)
Kompleks metamorfosis terdiri dari sekis biotit-kuarsa, sekis biotit-felspar, sekis granit-epidot, sekis klorit, sekis talkum, gneiss mika, gneiss mika- granit, gneiss mika felspar dan gneiss muskovit dengan sisipan kuarsit. Satuan km ditemukan didaerah sekitar Bukit Malino, G. Luante dan Bukit Suampa, sedangkan satuan kmg ditemukan pada lembah sungai di tepi lereng G. Solusuipande.
• Batuan Gunung Api (Ttv) Terdiri dari lava bantal dan aglomerat dengan susunan bersifat andesitik sampai basalt, diabas yang terkersikkan dan spilit. Umumnya terprofilitkan dan termetamorfosis lemah, berwarna hijau muda atau hijau gelap. Sebagian diabas dan spilitnya bertekstur ofit, porfir dan amigdaloid. Bagian bawah dari satuan ini di sepanjang Sungai Buol terdiri dari aliran lava berselingan dengan rijang. Satuan ini diperkirakan menjari dengan Formasi Tinombo. Umur dari satuaan ini diperkirakan Kapur Atas sampai Oligosen Bawah.
• Formasi Tinombo (Tts). Terdiri dari filit, batu sabak, batu sabak bersifat filit, batu pasir kwarsa, batulanau, kwarsit, pualam, batu tanduk, serpih merah dan rijang merah, serta batuan gunung api. Satuan ini diperkirakan diendapkan pada lingkungan laut dalam. Kadar (1974) menentukan umur formasi ini Eosen sampai Oligosen Bawah berdasarkan fosil Nummulites. Satuan ini di beberapa tempat seperti pada Sungai Aerterang dan Sungai Lakea diterobos oleh Satuan Terobosan Granit (gr).
• Formasi Dolokapa (Tmd) Terdiri dari Batupasir wacke, batulanau, batulumpur, konglomerat, tuf, tuf lapili, aglomerat, breksi gunung api dan lava bersusunan andesit sampai basalt. Batupasir wacke warna abu, setempat gampingan, berlapis baik, dan dijumpai struktur konvolut laminasi. Tuf dan tuf lapili berwarna putih
sampai abu-abu muda dan abu-abu kecoklatan, kompak dan setempat berlapis buruk. Sedang aglomerat berwarna abu-abu, tersusun oleh kepingan batu andesitan hingga basalt, dengan masa dasar tersusun oleh tuf, terpilah buruk, kemas tertutup dan kompak. Breksi berwarna abu-abu dan abu-abu gelap tersusun oleh kepingan batuan andesit sampai basalt, fragmen berukuran 2-8 cm, bentuk menyudut sampai menyudut tanggung, pemilahan buruk, kemas tertutup umumnya kompak. Lava umumnya berwarna abu-abu sampai abu-abu tua, bersifat andesitan hingga basalt, tekstur afanitik, masif dan kompak. Berdasarkan analisil mikrofosil dan kedudukan stratigrafinya yang menindih secara tak selaras Formasi Tinombo yang berumur Eosen, maka Formasi Dolokapa diperkirakan berumur Miosen Tengah hingga awal Miosen Akhir. Adapun lingkungan pengendapannya adalah inner sublitoral. Tebal formasi secara keseluruhan diperkirakan sekitar 2000 m. Satuan ini diterobos oleh satuan terobosan Diorit Boliohotu (Tmbo) yang berupa batuan intrusi diorit dan granodiorit.
• Breksi Wobudu (Tpwv) Satuan ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Dolokapa. Satuan ini terdiri dari breksi gunung api, aglomerat, tuf, tuf lapili, lava andesitan dan basalt. Breksi gunung api berwarna abu-abu tersusun oleh fragmen batuan andesit dan basalt yang berukuran kerikil sampai bongkah, menyudut tanggung hingga membulat tanggung mempunyai susunan dan kenampakan fisik yang sama dengan breksi gunung api. Tuf dan tuf lapili berwarna kuning dan kuning kecoklatan, terkekarkan, umumnya lunak dan berlapis. Sedangkan lava umumnya berwarna abu- abu sampai abu-abu tua, masif, bertekstur porfiro-afanitik dan bersusunan andesit hingga basalt. Berdasarkan posisi stratigrafinya satuan ini diperkirakan berumur Pliosen Awal.
• Formasi Lokodidi (TQls) Terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir, batupasir konglomeratan, batupasir tufan, tuf pasiran, batulempung dan serpih hitam. Konglomerat berwarna coklat, fragmennya terdiri dari batugamping, andesit, kuarsa • Formasi Lokodidi (TQls) Terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir, batupasir konglomeratan, batupasir tufan, tuf pasiran, batulempung dan serpih hitam. Konglomerat berwarna coklat, fragmennya terdiri dari batugamping, andesit, kuarsa
Gambar 2.4 Peta Geologi Kabupaten Buol, dirangkum dari Peta Geologi bersistem lembar Tolitoli (Ratman, 1976) dan Tilamuta (Bachri dkk., 1994).
• Molasa Celebes Sarasin dan Sarasin (Qts) Terdiri dari konglomerat, batupasir kuarsa, greywacke, batulempung, serpih, napal, dan batugamping koral. Mengeras lemah dengan kemiringan antara 0° sampai 10°. Konglomerat mengandung komponen dari batuan yang lebih tua terutama batuan gunungapi, diperkirakan diendapkan pada lingkungan laut. Dari analisis mikrofosil, umur dari satuan ini diperkirakan Miosen Akhir sampai Pliosen (Kadar, 1979 dalam Ratman, 1976).
• Batugamping Koral (Ql) Terdiri dari batugamping koral, breksi koral dengan cangkang moluska dan napal, sebagian pejal. Terbentuk pada lingkungan neritik dan litoral. Di daerah Sabang dan Buol, satuan ini membentuk morfologi perbukitan rendah dengan topografi karst. Berdasarkan analisis mikrofosil, umur satuan ini diperkirakan tidak lebih tua dari Pliosen (Koperberg, 1928 dalam Bachri dkk., 1994).
• Endapan Danau dan Sungai (Qs) Terdiri dari kerikil dan batupasir kurang terekatkan, lempung dan lapisan tipis sisa tanaman. Umumnya mengeras lemah, diendapkan pada lingkungan danau dan setempat mungkin daratan. Singkapan kecil ditemukan di sepanjang Sungai Buol dengan tebal sekitar 6 m, hampir datar dan tertutupi aluvium.
• Aluvium dan Endapan Pantai (Qal) Terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur, terbentuk dalam lingkungan sungai, delta dan pantai.
Struktur Geologi
Struktur geologi yang utama di daerah ini adalah struktur sesar, berupa sesar normal, sesar naik dan sesar mendatar. Sesar normal yang terdapat pada Gunung Boliohuto menunjukkan pola memancar. Sedangkan sesar mendatar pada umumnya bersifat menganan, tetapi ada juga sebagian yang mengiri. Sesar tersebut memotong batuan yang berumur tua (Formasi Tinombo/Tmd) hingga batuan yang berumur muda (Satuan Molasa Celebes). Sesar naik Struktur geologi yang utama di daerah ini adalah struktur sesar, berupa sesar normal, sesar naik dan sesar mendatar. Sesar normal yang terdapat pada Gunung Boliohuto menunjukkan pola memancar. Sedangkan sesar mendatar pada umumnya bersifat menganan, tetapi ada juga sebagian yang mengiri. Sesar tersebut memotong batuan yang berumur tua (Formasi Tinombo/Tmd) hingga batuan yang berumur muda (Satuan Molasa Celebes). Sesar naik
Struktur lipatan hanya terdapat setempat terutama pada Formasi Dolokapa dan Formasi Lokodidi, dengan sumbu lipatan secara umum berarah barat- timur.
SUMBER DAYA ALAM DAN BENCANA ALAM GEOLOGI
3.1 Sumber Daya Mineral
3.1.1 Pengertian dan Definisi
Sumber daya mineral adalah suatu objek atau gejala geologi dimana terjadi konsentrasi unsur-unsur atau mineral tertentu yang mempunyai nilai ekonomi. Keterdapatannya biasanya merupakan suatu tubuh geologi berupa batuan atau agregat dari beberapa mineral yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam atau senyawa lainnya. Unsur-unsur logam atau senyawa tersebut dapat diekstraksi secara ekonomis. Secara umum (populer) sumber daya mineral sering disebut juga sebagai cebakan mineral (mineral deposit), dan dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) golongan, yaitu :
1. Cebakan mineral logam atau cebakan bijih.
2. Cebakan mineral non-logam.
Cebakan mineral logam atau cebakan bijih, adalah cebakan yang di dalamnya terkandung unsur-unsur/mineral logam, seperti emas, besi, tembaga, timah, mangan, dan lain-lain, serta dapat diambil/diekstraksi yang umumnya memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sedangkan cebakan mineral non-logam terdiri dari cebakan mineral yang tidak mengandung unsur logam. Yang termasuk cebakan mineral non-logam antara lain gamping, kuarsa, bentonit, zeolit, granit, marmet, dan lain-lain.
3.1.2 Jenis dan Tipe Endapan Mineral
Jenis dan tipe endapan mineral berhubungan erat dengan cara atau proses pembentukan mineral dan dipengaruhi oleh waktu pembentukannya. Berdasarkan proses pembentukannya, jenis dan tipe endapan mineral terdiri dari :
• Endapan hasil proses kimia • Endapan hasil proses mekanik • Endapan hasil pengaruh meteorit
Sedangkan berdasarkan waktu pembentukannya, jenis dan tipe endapan mineral terdiri dari : • Syngenetic, dibentuk pada waktu yang bersamaan dengan pembentukan
batuan yang mengelilinginya. Sebagai contoh adalah proses diferensiasi magma yang menghasilkan jenis batuan dan mineral tertentu. Yang termasuk jenis ini adalah Volcanic Massive Sulphide (VMS), Sedimentary Massive Sulphide (Sedex), Magmatic-Layered Mafic Intrusion (Gambar
3.1 dan 3.2), dan Placer. • Epigenetic, terbentuk setelah terjadinya konsolidasi batuan yang
mengelilinginya, sehingga sifat endapannya berupa hasil terobosan baik dari arah atas (supergene), dari bawah (hypogene), maupun dari samping (lateral secretation). Contoh jenis ini adalah endapan porphyry, skarn, vein (Gambar 3.3), dan mississippi valey.
• Kemungkinan kombinasi, waktu pembentukan endapan dapat merupakan kombinasi dari syngenetic dan epigenetic.
Gambar 3.1 Endapan chromit berupa perlapisan dengan kandungan plagioklas tinggi.
Gambar 3.2 Tipe endapan layered mafic intrusion sebagai proses syngenetik.
Gambar 3.3 Pengisian oleh mineral berat membentuk struktur vein.
3.1.3 Konsep Eksplorasi Mineral
Eksplorasi adalah merupakan aktivitas pencaharian dan penambahan cadangan dari mulai perencanaan sampai pada tingkat produksi. Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa eksplorasi adalah kegiatan yang meliputi aktivitas pelacakan suatu prospek endapan mineral yang selanjutnya dilakukan pembuktian dari suatu prospek, sehingga menjadi sebuah cadangan mineral.
Eksplorasi cebakan mineral selalu dilakukan bertahap. Setiap tahapan pekerjaan akan bersifat memperkecil daerah prospek dan akan meningkatkan kemungkinan diketemukannya cebakan mineral. Semakin tinggi tahapan pekerjaan maka semakin besar biaya yang akan dikeluarkan dan semakin besar pula tingkat keberhasilan pekerjaan. Namun demikian apabila pada tahapan tertentu tidak menunjukan kemungkinan terdapatnya prospek yang baik, maka dapat dilakukan pemberhentian kegiatan pekerjaan.
Secara umum, tahapan eksplorasi mineral terdiri dari : • Tahap perencanaan eksplorasi, yaitu berupa formulasi objek dan
penyusunan model geologi. Kegiatan ini meliputi penentuan jenis objek eksplorasi mineral sehingga dapat diketahui jenis dan tipe mineral yang akan dieksplorasi. Setelah itu, dilakukan pembuatan model geologi yang cocok dengan objek pekerjaan, terutama terkait dengan bagaimana genesa pembentukan mineral tersebut.
• Tahap pemilihan daerah dan pembuatan model eksplorasi. Pemilihan daerah ini dilakukan setelah objek dan model geologi ditentukan. Pemilihan diprioritaskan terutama pada daerah yang cocok dengan genesa endapan mineral tersebut.
• Tahap studi kesampaian daerah, yaitu meliputi kegiatan penentuan
sarana transportasi ke lokasi objek eksplorasi dan penyampaian logistik sebagai penunjang sarana kegiatan eksplorasi.
• Tahap studi keekonomian. Studi ini sangat penting karena terkait dengan nilai tambah dari endapan mineral apabila endapan tersebut akan dieksploitasi.
• Tahap survei tinjau (reconnaisance), yaitu identifikasi daerah-daerah
potensi didasarkan atas pengkajian studi regional (regional appraisal), pemetaan geologi regional, metoda lintas udara serta metoda tidak langsung, pemeriksaan lapangan pendahuluan, termasuk penalaran dan ekstrapolasi geologi. Tujuannya adalah mengidentifikasikan area yang termineralisasikan yang layak untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Perkiraan mengenai kuantitas hanya boleh dilakukan jika tersedia data yang memadai dan jika suatu analogi dengan cebakan yang telah diketahui dan mempunyai karakteristik geologi yang serupa.
• Tahap prospeksi (prospecting), yaitu proses sistematik dalam pencarian suatu cebakan mineral dengan melakukan penyempitan daerah yang akan dieksplorasi dan dianggap sebagai daerah yang memiliki potensi mineral yang menjanjikan. Metoda yang digunakan pada tahapan ini antara lain identifikasi singkapan, pemetaan geologi dan studi geokimia serta geofisika. Selain itu juga, dapat dilakukan paritan, pemboran, dan pengambilan contoh batuan yang akan digunakan pada tahap eksplorasi lebih lanjut. Pada tahap ini dilakukan pula penafsiran kuantitas cebakan mineral berdasarkan studi geologi regional, geokimia, dan geofisika.
• Tahap eksplorasi umum (general exploration), meliputi pembuatan outline pendahuluan suatu cebakan yang sudah teridentifikasi. Metoda yang digunakan antara lain pemetaan permukaan, pengambilan contoh dengan jarak yang jarang, pembuatan paritan dan pemboran untuk evaluasi pendahuluan kuantitas dan kualitas mineral (termasuk pengujian pada skala laboratorium jika diperlukan), dan interpolasi didasarkan atas metoda penyelidikan tidak langsung. Maksud tahapan ini adalah mengetahui gejala-gejala utama dari suatu cebakan, yang memberikan suatu petunjuk yang masuk akal mengenai kesinambungan dan memberikan perkiraan pendahuluan mengenai ukuran, bentuk, struktur, dan kadar. Derajat keakuratannya seharusnya cukup untuk mengambil • Tahap eksplorasi umum (general exploration), meliputi pembuatan outline pendahuluan suatu cebakan yang sudah teridentifikasi. Metoda yang digunakan antara lain pemetaan permukaan, pengambilan contoh dengan jarak yang jarang, pembuatan paritan dan pemboran untuk evaluasi pendahuluan kuantitas dan kualitas mineral (termasuk pengujian pada skala laboratorium jika diperlukan), dan interpolasi didasarkan atas metoda penyelidikan tidak langsung. Maksud tahapan ini adalah mengetahui gejala-gejala utama dari suatu cebakan, yang memberikan suatu petunjuk yang masuk akal mengenai kesinambungan dan memberikan perkiraan pendahuluan mengenai ukuran, bentuk, struktur, dan kadar. Derajat keakuratannya seharusnya cukup untuk mengambil
• Tahap eksplorasi rinci (detailed exploration), yaitu meliputi pendelineasian
3 (tiga) dimensi yang rinci dari suatu cebakan yang telah diketahui dengan melakukan pencontohan detil, seperti dari singkapan, paritan, lubang bor, sumuran (shaft) dan terowongan (tunnel). Kisi pencontohan adalah sedemikian ketatnya sehingga ukuran, bentuk, struktur, kadar, dan karakteristik cebakan lainnya yang relevan dapat dimantapkan dengan derajat keakuratan yang tinggi. Uji pemrosesan (processing tests) menyangkut contoh besar (bulk samples) boleh jadi diperlukan. Suatu keputusan apakah suatu studi kelayakan dapat dilakukan dapat diambil berdasarkan informasi yang diperoleh dari eksplorasi rinci.
Beberapa metoda eksplorasi yang biasa digunakan pada setiap tahapan seperti terlihat di Tabel 3.1. Sedangkan bagan alir perencanaan eksplorasi mineral ditampilkan pada Gambar 3.4.
Tabel 3.1 Beberapa metoda eksplorasi.
TAHAPAN METODA JENIS/ENDAPAN PETUNJUK
MINERAL
GEOLOGI
Citra landsat, sintesis Tektonik, fisiografi, Pendahuluan
regional
Semua jenis
stratigrafi Praktis semua
petunjuk geologi Aeromagnetik Base metals Petrologi-mineralogi
Foto udara
Semua jenis
Survey Tinjau Pemetaan geologi
Semua jenis
Stratigrafi, struktur
Pengukuran
Jenis syngenetic antara
Stratigrafi, litologi penampang stratigrafi
lain batubara
Stream sampling,
Base metals mas, heavy
Geomorfologi,
sedimentologi Survey/Pemetaan
pendulangan
mine-rals, timah, intan
Semua petunjuk
geologi Pendulangan Heavy minerals Geomorfologi,
geologi
sedimentologi Prospek umum
Survey gravitasi
Petrolologi dan struktur geologi
Survey seismic
Synogenetic, batubara,
Stratigrafi dan
non-logam
struktur geologi
Survey magnetik
Logam dasar tertentu
Petrologi-mineralogi
Rock sampling
Semuanya Petrologi-mineralogi Semua petunjuk
Prospeksi rinci Pemetaan geologi
Semua jenis
geologi
Paritan dan sumuran
Hampir semua jenis
Praktis semua
petunjuk geologi Survey geolistrik
cebakan
Terutama logam dasar,
Survey seismik
Cebakan singenetik,
Stratigrafi-litologi,
geologi struktur Eksplorasi
batubara
Pendahuluan Survey magnetik rinci
Base metal tertentu
Petrologi-mineralogi
Soil sampling
Petrologi-mineralogi,
Logam dasar
(geokimia)
geomorfologi
Rock sampling
Semua jenis endapan
Petrologi-mineralogi
(geokimia) Rock sampling
Logam dasar dan lain-
(studi ubahan)
Stratigrafi-litologi, Eksplorasi rinci
Core-logging
Semua jenis, metoda
(geologi), geofísical
sesuai dengan jenis
geologi struktur
DAERAH EKSPLORASI YANG DIAJUKAN
KONSEP EKSPLORASI MODEL EKSPLORASI STRATEGI EKSPLORASI Petunjuk Geologi TEKNOLOGI SPLORASI Pentahapan Pemilihan tepat-guna
ORGANISASI EKSPLORASI
Personnel
Contracting Operations Control Scheduling
PENGANGGARAN Untuk tiap tahap
Gambar 3.4 Bagan alir perencanaan eksplorasi.
3.2 Sumber Daya Energi
3.2.1 Pengertian dan Definisi
Sumberdaya energi yang dimaksud di sini adalah sumberdaya alam yang dapat menghasilkan energi. Sumberdaya energi yang dibahas meliputi batubara, minyak dan gas bumi, serta energi panasbumi (geothermal).
Batubara (coal) merupakan salah satu sumber daya energi hidrokarbon padat yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan dalam lingkungan yang bebas oksigen dan telah mengalami pengaruh suhu serta tekanan tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama. Sedangkan, minyak dan gas bumi (migas) atau petroleum didefinisikan sebagai cairan hidrokarbon alami berwarna kuning sampai hitam, mudah terbakar dan ditemukan di bawah permukaan bumi. Definisi lain dari petroleum adalah campuran organik hidrokarbonan yang terbentuk dari atom karbon dan hidrogen. Adapun, panasbumi (geothermal) didefinisikan sebagai energi panas yang didapatkan dari titik atau area panas yang ada di bawah permukaan bumi.
3.2.2 Batubara
Proses pembentukan batubara secara spesifik disebut sebagai coalification. Proses ini juga dapat diartikan sebagai proses pengeluaran berangsur-
angsur zat pembakar (O 2 ) dalam bentuk karbondioksida (CO 2 ) dan air (H 2 O) hingga akhirnya menyebabkan konsentrasi karbon tetap (fixed carbon). Oleh sebab itu proses ini disebut juga karbonifikasi. Dengan demikian, bahan batubara mulai dari yang terbentuk paling awal yaitu lignit hingga produk paling akhir yaitu antrasit mengandung kadar air (kelembaban) yang semakin kecil. Dari kandungan air sebesar lebih dari 60% dalam gambut menyusut menjadi 30 – 45% dalam batubara lignit, 10 – 25% dalam batubara sub- bituminous, 5 – 10% dalam batubara bituminous dan 1 – 3% kandungan air dalam antrasit. Seiring dengan kenaikan kadar air akan terdapat kenaikan nilai panas (nilai kalori) dari sebesar 2.000 – 3.000 kkal/kg untuk lignit angsur zat pembakar (O 2 ) dalam bentuk karbondioksida (CO 2 ) dan air (H 2 O) hingga akhirnya menyebabkan konsentrasi karbon tetap (fixed carbon). Oleh sebab itu proses ini disebut juga karbonifikasi. Dengan demikian, bahan batubara mulai dari yang terbentuk paling awal yaitu lignit hingga produk paling akhir yaitu antrasit mengandung kadar air (kelembaban) yang semakin kecil. Dari kandungan air sebesar lebih dari 60% dalam gambut menyusut menjadi 30 – 45% dalam batubara lignit, 10 – 25% dalam batubara sub- bituminous, 5 – 10% dalam batubara bituminous dan 1 – 3% kandungan air dalam antrasit. Seiring dengan kenaikan kadar air akan terdapat kenaikan nilai panas (nilai kalori) dari sebesar 2.000 – 3.000 kkal/kg untuk lignit
Klasifikasi batubara menurut mutu dan tingkatannya (rank) secara umum dapat diuraikan seperti tabel berikut ini.
Tabel 3.2 Penggolongan batubara menurut mutu. Jenis Golongan Batas Karbon Tetap dan Nilai Kalori
Sifat Fisik Karbon tetap kering, 98% atau
Meta Antrasit lebih, zat terbang kering, 2% atau kurang Karbon tetap kering, 92% zat
Antrasit terbang kering, 8% atau kurang Antrasit
dan lebih dari 2% Karbon tetap kering, 80% atau
Semi Antrasit lebih,dan kurang dari 92%,zat Tidak terbang kering, 14% atau kurang menggumpal lebih dari 8% Karbon tetap kering, 78% atau
b.b.bituminous lebih, dan kurang dari 86%,zat dengan zat terbang kering, 22% atau kurang
terbang rendah
dan lebih dari 14% Karbon tetap kering, 69% atau
b.b.bituminous dengan zat
lebih, dan kurang dari 78%, zat
terbang sedang terbang kering, 31%atau kurang dan lebih dari 22%
b.b.bituminous Karbon tetap kering, kurang dari Bituminus
dengan zat 69%, zat terbang kering,lebih terbang tinggi A
daru 31%, lembab BTU lebih dari 14.000.
b.b.bituminous Lembah BTU, 13.000 atau lebih dengan zat
dan kurang dari 14.000
terbang tinggi B. b.b.bituminous
Lembah BTU 11.000 atau lebih Menggumpal atau dengan zat
tidak melapuk terbang tinggi C
dan kurang dari 13.000
Batubara Sub- Lembab BTU, 11.000 atau lebih Melapuk atau bituminous A
dan kurang dari lebih 13.000 tidak menggumpal
Sub- Batubara Sub- Lembab BTU, 9.500 atau lebih Bituminous
bituminous B
dan kurang dari lebih 11.000
Batubara Sub- Lembab BTU, 8.300 atau lebih bituminous C
dan kurang dari lebih 11.000
Terkonsolidasi Lignit
Lignit
Lembab BTU, kurang dari 8.300
Batubara
Lembab BTU kurang dari 8.300
Tak terkonsolidasi
3.2.3 Sistem Petroleum (Petroleum System)
Sistem petroleum diartikan sebagai sistem alamiah yang mencakup batuan induk aktif serta segala sesuatu yang berhubungan dengan minyak dan gas bumi yang menyangkut semua proses dan unsur geologi pada pengadaan akumulasi hidrokarbon (Magoon dan Dow, 1994). Syarat dari keberadaan migas di suatu daerah adalah adanya suatu sistem petroleum yang lengkap dan hubungan yang sempurna antar sub-sistem yang ada di dalamnya (Gambar 3.5).
Demaison dan Huizinga (1991) membagi sistem petroleum atas dua sub- sistem utama, yaitu : • Sub-Sistem Pembentukan (Generative Sub-System)
Subsistem yang berhubungan dengan pembentukan hidrokarbon dalam jangka waktu tertentu. Sub-sistem ini pada dasarnya dikontrol oleh proses kimiawi, terdiri dari transformasi biokimia dari sisa-sisa organisme ke dalam kerogen pada waktu pengendapan batuan induk, dan energi kinetik termokimia yang mengontrol transformasi kerogen menjadi hidrokarbon. Sub-sistem ini menyangkut batuan induk, unsur organik (kerogen) dan proses pembentukannya menjadi minyak bumi.
Gambar 3.5. Konsep batuan induk dalam sistem petroleum.
Batuan induk merupakan batuan tempat pembentukan unsur organik menjadi minyak bumi. Syarat untuk menjadi batuan induk adalah kandungan organik yang cukup besar yang dinyatakan dalam TOC (total organic content). Batuan yang dapat menjadi batuan induk meliputi dua jenis yaitu serpih hitam (black shale) dan batuan karbonat. Pada umumnya batuan induk ini diendapkan pada lingkungan reduktif atau
lingkungan dengan sirkulasi O 2 terbatas, lingkungan ini disebut cekungan
euksinit. Pada lingkungan darat lingkungan ini dapat berupa lingkungan lacustrine (danau) sedangkan pada lingkungan laut dapat berupa suatu paparan karbonat.
Kriteria batuan induk sehingga dapat menghasilkan hidrokarbon menyangkut 5 (lima) hal, yaitu :
a. Kuantitas dari unsur organik yang dinyatakan dengan TOC. Berikut adalah tabulasi kriteria batuan induk berdasarkan TOC (Tabel 3.3).
Tabel 3.3 Kriteria batuan induk berdasarkan TOC.
%TOC Grade
Very Poor
Oil Shale / Coal
b. Tipe dari unsur organik. Unsur organik pada batuan induk harus merupakan tipe yang dapat menghasilkan hidrokarbon. Tipe unsur organik memiliki peranan penting dalam menentukan jenis hidrokarbon yang akan dihasilkan (gas atau minyak bumi). Berikut adalah tabulasi tipe-tipe kerogen atau unsur organik yang ada beserta asal dan kemungkinan jenis hidrokarbon yang akan dihasilkan (Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Tipe-tipe kerogen.
c. Kematangan (maturity) unsur organik Kematangan kerogen ditandai dengan perubahan fisik dari kerogen yaitu perubahan warna dari kerogen dan meningkatnya pantulan vitrinit (vitrinite reflectance). Perubahan ini disebabkan oleh proses naiknya temperatur seiring dengan waktu akibat proses penguburan (burial). Kematangan kerogen juga dapat diketahui dengan suatu simulasi yang disebut rock eval pyrolisis dimana batuan induk disimulasikan seperti saat sedang terjadi pembentukan hidrokarbon yaitu dengan dipanaskan.