PENINGKATAN KEMAMPUAN MATEMATIKA PENJUMLAHAN PENGURANGAN MENGGUNAKAN PERMAINAN DAKON PADA ANAK KELOMPOK B TK PAMARDI SIWI MUJA-MUJU.

(1)

 

PENINGKATAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

PENJUMLAHAN PENGURANGAN MENGGUNAKAN PERMAINAN DAKON PADA ANAK KELOMPOK B TK PAMARDI SIWI MUJA-MUJU

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Sri Harnani NIM 11111244036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

 

MOTTO

Sesungguhnya matematika bukanlah ilmu yang menakutkan, jika peletakan pengetahuan dasar matematika yang diberikan kepada anak di usia dini dengan penyampaian yang gembira, konkret dan memperhatikan aspek-aspek psikologis,

cara kerja otak, gaya belajar dan kepribadian anak anak maka anak akan dengan mudah memahami matematika pada level berikutnya.


(6)

 

PERSEMBAHAN

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, skripsi ini kupersembahkan untuk : 1. Allah AWT

2. Orang Tua tercinta


(7)

 

vii 

PENINGKATAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

PENJUMLAHAN PENGURANGAN MENGGUNAKAN PERMAINAN DAKON PADA ANAK KELOMPOK B TK PAMARDI SIWI MUJA-MUJU

Oleh Sri Harnani NIM 11111244036

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan matematika penjumlahan dan pengurangan. Peningkatan kemampuan matematika penjumlahan dan pengurangan pada penelitian ini adalah menggunakan media berupa dakon yang dilaksanakan pada kelompok B TK Pamardi Siwi Muja-Muju. Kemampuan matematika yang diteliti adalah penjumlahan dan pengurangan bilangan 1 sampai 20.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas kolaboratif yang dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat pertemuan. Subjek penelitian siswa kelompok B TK Pamardi Siwi Muja-Muju berjumlah 16 anak yang terdiri dari 10 anak laki-laki dan 6 anak perempuan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan berupa LKA dan lembar observasi. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif.

Hasil Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan kemampuan matematika penjumlahan pengurangan. Peningkatan kemampuan penjumlahan adalah ketika anak menyebutkan hasil penjumlahan dari biji yang ada dilumbung lumbung satu dan dua, sedangkan peningkatan kemampuan pengurangan adalah saat anak mengambil biji dilumbung dua dan disikan pada sawah-sawah untuk permainan selanjutnya. Hasil skor rata-rata dari penilaian observasi dan portofolio siklus I ke siklus II pada kemampuan penjumlahan meningkat, skornya adalah 94,22, sedangkan skor rata-rata dari penilaian observasi dan portofolio untuk kemampuan pengurangan diperoleh skor 94,30. Permainan dakon dapat meningkatkan kemampuan penjumlahan pengurangan bilangan 1-20 anak kelompok B TK Pamardi Siwi Muja-Muju


(8)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahuwata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penelitian skripsi yang berjudul “Peningkatkan Kemampuan Matematika Penjumlahan Pengurangan Menggunakan Permainan Dakon pada Kelompok B TK Pamardi Siwi Muja- Muju, Umbulharjo, Yogyakarta” terselesaikan dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari adanya bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan belajar menjadi mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Dekan FIP UNY yang telah memberi izin untuk penelitian.

3. Ketua Program Studi PG-PAUD yang telah memberikan izin penelitian. 4. Bapak Dr. Slamet Suyanto, M.Ed dan Ibu Nur Hayati, M.Pd., selaku Dosen

Pembimbing Skripsi yang telah membimbing, membantu, dan memberikan arahan serta masukan yang sangat membangun, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan beserta staff pegawai yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama belajar di UNY dan memberikan bantuan selama penyusunan skipsi ini.

6. Ibu Enggar Esthi Kadaryati S.Pd dan Ibu C. Nur Endah Suryani, S.Pd selaku Kepala Sekolah dan guru kelas TK Pamardi Siwi Muja-Muju yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian serta bantuan selama proses penelitian. Serta anak-anak kelompok B yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

7. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan doa yang tak pernah bisa terbalaskan.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Definisi Operasional ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun ... 11


(11)

xi

C. Kemampuan Matematika Anak Usia Dini ... 16

D. Fungsi Matematika Anak Usia Dini ... 19

E. Hakikat Operasi Bilangan ... 21

F. Pengertian Penjumlahan ... 25

G. Pengertian Pengurangan ... 26

H. Pengertian Dakon ... 28

I. Kerangka Pikir ... 32

J. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 36

B. Tahap Penelitian ... 36

C. Setting Penelitian ... 39

D. Subyek Penelitian ... 40

E. Prosedur Penelitian ... 40

F. Jadwal Penelitian ... 41

G. Teknik Pengumpulan Data ... 41

H. Instrumen Pengumpulan Data ... 42

I. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 43

J. Teknik Analisis Data ... 45

K. Indikator Keberhasilan ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 47

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 47

C. Deskripsi Data Kemampuan Penjumlahan Pengurangan Anak .. 47

1. Pelaksanaan Pra Tindakan ... ... 48

2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I ... 50

3. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus II ... 64

4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 83


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

LAMPIRAN ... 95  

                                       


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 43 Tabel 2. Rubrik Penilaian Kemampuan Penjumlahan Pengurangan ... 44 Tabel 3. Kemampuan Penjumlahan Pengurangan

pada Pra tindakan ... 48 Tabel 4. Kemampuan Penjumlahan Pengurangan pada Pra tindakan

ke Siklus I ... 62 Tabel 5. Kemampuan Penjumlahan Pengurangan pada Pra tindakan

ke Siklus II ... 77 Tabel 6. Kemampuan Penjumlahan Pengurangan pada Pra tindakan


(14)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Aturan Saat Penjumlahan ... 10

Gambar 2. Aturan Saat Pengurangan ... 10

Gambar 3. Kerangka Pikir ... 35

Gambar 4. Model Spiral PTK Kemis & Taggart ... 41

Gambar 5. Pelaksanaan Penelitian Siklus I ketika guru memberikan contoh cara bermain dakon ... 61

Gambar 6. Pelaksanaan Penelitian Siklus I ketika anak bermain dakon secara klasikal ... 62

Gambar 7. Pelaksanaan Penelitian Siklus I ketika guru menanyakan hasil penjumlahan dan pengurangan ... 62

Gambar 8. Pelaksanaan Penelitian Siklus II ketika anak bermain Anak bermain dakon dengan penambahan lumbung... 76

Gambar 9. Pelaksanaan Penelitian Siklus II ketika anak melakukan penjumlahan yaitu menghitung biji ... 77

Gambar 10. Pelaksanaan Penelitian Siklus II ketika anak menghitung Biji yang diperoleh untuk pengurangan ... 77

Gambar 11. Grafik rekapitulasi kemampuan penjumlahan pengurangan Pra tindakan, Siklus I, Siklus II.. ... 79


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 96

Lampiran 2. Surat Keterangan Validasi Instrumen Penelitian ... 99

Lampiran 3. Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 101

Lampiran 4. Instrumen Penelitian ... 103

Lampiran 5. Rencana Kegiatan Harian ... 118

Lampiran 6. Daftar Rekapitulasi Penilaian Tindakan ... 135


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Anak Usia Dini berdasarkan definisi dari National Association of Young Children (NAEYC) (dalam Clara 2014) adalah pendidikan untuk anak yang berada pada rentang usia 0 sampai 8 tahun. Pendidikan anak usia dini mempunyai tujuan mengembangkan seluruh potensi anak supaya dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh. Dalam hal ini peran orang tua dan guru sangat diperlukan karena tugas mereka adalah mengarahkan anak-anak untuk menjadi generasi unggul dengan potensi yang dimiliki. Potensi tersebut tidak dapat berkembang dengan sendirinya tetapi memerlukan bantuan orang dewasa.

Anak usia dini mempunyai karakteristik yang unik, terlahir dengan potensi yang berbeda-beda memiliki kelebihan, bakat, dan minat sendiri, misalkan ada anak yang berbakat menyanyi, menari, bahasa, olahraga dan matematika (Clara: 2014). Karakteristik tersebut berbeda dengan anak usia diatasnya sehingga dalam pendidikan perlu untuk di khususkan (Slamet Suyanto, 2005: 1), terlebih dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap keseluruhan proses mempelajari matematika di tahun berikutnya. Seorang anak dengan pengetahuan yang kuat akan dengan mudah memahami matematika selanjutnya. Apabila konsep dasar matematika tidak diletakkan secara matang dan anak mendapat kesan yang buruk ketika mengenal pertama kali pembelajaran matematika maka tahap berikutnya akan menjadi masa yang sulit dan penuh perjuangan dalam pembelajarannya.


(17)

    2

Anggapan pembelajaran matematika sekarang ini dalam Ariesandi (2007: 9) adalah anak-anak bisa dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa, sehingga anak-anak diibaratkan sebagai kertas kosong, yaitu bukan bagaimana anak bisa memahami suatu materi tetapi bagaimana materi yang diajarkan dapat selesai atau tidak. Hal tersebut disebabkan beban kurikulum di negara kita menjadikan guru cenderung mengejar target akibatnya patokan yang digunakan bukan penugasan suatu materi kepada murid tetapi berpatokan pada selesai dan tidaknya materi yang diajarkan. Anggapan selanjutnya berdasarkan pada tokoh behaviourisme Skinner, yaitu matematika adalah suatu pelajaran yang banyak mengandung resiko kesalahan, apabila ingin menguasai matematika dengan matang diperlukan latihan soal yang cukup untuk memperkuat pemahaman dan penalarannya (Ariesandi, 2007: 10).

Matematika pada anak usia dini penyampaiannya dengan cara yang bergembira, kongkret dan memperhatikan aspek psikologis, cara kerja otak, gaya belajar dan kepribadian anak (Ariesandi, 2007: 8). Mengenalkan matematika pada anak pertama kali adalah memberikan kesan yang mudah, menyenangkan, dan konsep berikutnya menjadi sesuatu yang ringan. Pada kenyataan dilapangan guru sering kali mengajarkan matematika dengan memberikan soal dipapan tulis contohnya adalah 2+3=..., Piaget berpendapat bahwa anak-anak tidak bisa diajari secara langsung bahwa 2+3=5, sebelum anak memahami konsep bilangan dan operasi bilangan, sehingga terlebih dahulu anak perlu dilatih memahami bahasa simbol yang disebut sebagai abstraksi sederhana yang dikenal dengan istilah abstraksi empiris melalui tahap-tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, abstrak


(18)

a(Slamet Suyanto, 2005: 156). Sehingga tujuan pembelajaran matematika yaitu anak belajar berfikir logis dan matematis (logico-mathematical learning) dengan cara yang menyenangkan dan tidak rumit, sesuai dengan pendapat Piaget dalam Slamet Suyanto (2005).

Pembelajaran matematika pada anak usia TK adalah penjumlahan dan pengurangan. Sekarang ini kemampuan penjumlahan dan pengurangan (berhitung) menjadi kebutuhan bagi setiap orang tua yang memiliki anak usia TK. Penyebab berhitung menjadi kebutuhan salah satunya adalah ketika memasuki SD adanya tes menghitung. Sehingga mendorong guru untuk memberikan pembelajaran matematika khususnya dalam penjumlahan dan pengurangan dengan cara instan yang artinya sekedar mengajarkan saja belum memberikan pemahaman. Cara guru membelajarkan penjumlahan pengurangan dengan instan tersebut tidak sesuai dengan teori belajar kognitif Piaget yang dibentuk dengan tujuan mengkonstruksi prinsip belajar secara ilmiah yang bisa diterapkan dalam situasi kelas yang produktif dan menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman dari lingkungannya, yaitu dalam proses berfikir sebagai aktivitas gradual fungsi intelektual dari kongkret menuju abstrak. Ini berarti guru hendaknya banyak memberikan rangsangan supaya anak berinteraksi dengan lingkungan secara aktif dan memberikan pemahaman dalam berhitung menggunakan benda-benda kongkret sebelum ke abstrak (Suyadi, 2010: 186).

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan dikelompok B TK Pamardi Siwi Muja-Muju, telah ditemukan masalah yaitu anak mengalami kesulitan mengerjakan LKA tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan. Kesulitan


(19)

    4

tersebut dikarenakan LKA yang digunakan tidak disertai dengan gambar-gambar tetapi langsung pada angka, soal yang dikerjakan langsung ditulis dipapan tulis. Sehingga menyebabkan sebagian besar anak tidak bisa mengerjakan, hal tersebut terlihat banyak diantara mereka meminta bantuan kepada guru. Apabila hal tersebut terjadi selanjutnya guru menuliskan jawaban dipapan tulis sehingga anak tinggal mencontoh jawaban tersebut. Selain itu kesulitan lainnya adalah saat menghitung yang hasilnya lebih dari sepuluh, anak kesulitan bagaimana menghitungnya dikarenakan belum tersedianya media berupa benda kongkret yang bisa anak gunakan dalam menghitung mengerjakan tugas LKA tersebut.

Hasil wawancara dengan wali kelas kelompok B TK Pamardi Siwi Muja-Muju pada tanggal 19 Maret 2015 tentang bagaimana dalam mengenalkan penjumlahan dan pengurangan, guru mengatakan dalam pembelajaran mereka jarang menggunakan media berupa benda-benda konkret. Dalam mengembangkan kemampuan kognitif khususnya kemampuan penjumlahan dan pengurangan, yaitu dengan penjelasan guru dan pemberian contoh dipapan tulis, kemudian meminta kepada anak untuk mengerjakan soal dipapan tulis dan mengerjakannya dibuku tulis. Ketika anak-anak mengerjakan, mereka sering sekali tinggal mencontoh jawaban yang guru tuliskan. Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa anak kesulitan ketika mengerjakan, dikarenakan kurang menariknya LKA yang digunakan seta kemampuan anak tentang konsep operasi bilangan khususnya dalam penjumlahan dan pengurangan tergolong rendah.

Bukti lainnya adalah saat peneliti mengadakan test pada pra tindakan yang dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2015, anak-anak kelompok B TK Pamardi


(20)

Siwi Muja-Muju mengalami kesulitan dalam mengerjakan penjumlahan dan pengurangan yang dimulai dari bilangan 1 sampai dengan 20, pada tes pra tindakan ini penilaian yang dilakukan adalah dengan observasi dan portofolio. Berikut adalah hasil dari tes pra tindakan tersebut, untuk hasil rata-rata penilaian observasi dan penilaian portofolio pada kemampuan penjumlahan mendapat skor 50,79 sedangkan untuk kemampuan pengurangan skornya adalah 38,28. Skor kemampuan penjumlahan dan pengurangan anak yang diperoleh tergolong rendah dikarenakan anak kesulitan menghitung menggunakan media jari baik dalam penjumlahan dan pengurangan. Selain itu media berupa benda-benda konkret yang dapat digunakan untuk menghitung dalam pembelajaran matematika penjumlahan dan pengurangan belum tersedia. Hal tersebut disebabkan kemungkinan kurangnya kreatifitas guru dalam menciptakan atau mengadakan alat peraga atau media yang menunjang pembelajaran penjumlahan dan pengurangan.

Berdasarkan masalah yang sedang dihadapi oleh kelompok B TK Pamardi Siwi Muja-Muju Yogyakarta maka peneliti mencoba untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan judul “Peningkatan Kemampuan Matematika Penjumlahan Pengurangan Menggunakan Permainan Dakon”. Kemudian dengan adanya penelitian ini diharapkan dengan masalah yang dihadapi di kelas B di TK Pamardi Siwi Muja-Muju dapat diselesaikan dengan menggunakan permainan tradisional yaitu dakon, yang selama ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Dengan menggunakan dakon ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan anak dalam penjumlahan dan pengurangan, karena dalam dakon ini terdapat


(21)

biji-    6

biji, sawah, lumbung yang bisa digunakan sebagai media benda kongkret untuk menghitung, dalam dakon juga terdapat permainan yang bisa digunakan dalam pembelajaran matematika khususnya penjumlahan dan pengurangan. Pembelajaran matematika yang akan dilaksanakan melalui permainan dakon ini akan menyenangkan karena bermain secara tidak langsung anak-anak dapat belajar konsep penjumlahan dan pengurangan. Tidak hanya untuk media pembelajaran saja, pembelajaran menggunakan dakon dapat mengenalkan kekayaan indonesia yaitu salah satunya adalah jenis permainan tradisional yang sekarang ini jarang dimainkan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas maka akan melakukan pembatasan masalah, supaya peneliti lebih fokus. Adapun lingkup masalah yang akan dibahas adalah dengan adanya tuntutan dari orang tua kepada guru untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang berhitung. Masalah yang dihadapi antara lain :

1. Kemampuan anak dalam penjumlahan tergolong rendah berdasarkan data yang diperoleh dikarenakan belum adanya media yang bisa digunakan.

2. Kemampuan anak dalam pengurangan tergolong rendah berdasarkan data yang diperoleh dikarenakam tidak tersedianya media yang digunakan untuk berhitung.


(22)

3. Kurangnya kreatifitas guru dalam menciptakan alat peraga atau media, sumber belajar sebagai penunjang pembelajaran matematika penjumlahan dan pengurangan.

4. Anak mudah bosan atau kurang berminat dikarenakan pembelajaran yang dilaksanakan sering menggunakan LKA, anak tidak memahami soal yang guru tuliskan dipapan tulis.

5. Sebagian besar anak belum memahami dalam menjumlahkan dan mengurangkan bilangan 10 sampai dengan 20 dikarenakan mereka sering meminta bantuan guru dalam mengerjakan, atau guru menuliskan jawaban dipapan tulis sehingga anak tinggal mencontoh.

6. Anak kurang mendapat kesempatan belajar tentang penjumlahan dan pengurangan menggunakan media benda kongkret yang ada disekitar lingkungan sekolah melalui permainan dakon.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka permasalahan hanya dibatasi pada:

1. Kemampuan anak dalam penjumlahan tergolong rendah berdasarkan data yang diperoleh dikarenakan belum adanya media yang bisa digunakan.

2. Kemampuan anak dalam pengurangan tergolong rendah berdasarkan data yang diperoleh dikarenakam tidak tersedianya media yang digunakan untuk berhitung.


(23)

    8 D. Rumusan Masalah

Bagaimana meningkatkan kemampuan matematika penjumlahan dan pengurangan menggunakan dakon pada anak kelompok B TK Pamardi Siwi Muja-Muju?

E. Tujuan Penelitian

Untuk meningkatkan kemampuan matematika dalam penjumlahan dan pengurangan menggunakan permainan dakon pada anak kelompok B TK Pamardi Siwi Muja Muju

F. Manfaat Penelitian

Manfaat melakukan penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagi pendidik

a. Meningkatkan kreatifitas pendidik dalam menciptakan kegiatan pada proses pembelajaran.

b. Mendorong pendidik untuk dapat mengembangkan rencana pembelajaran yang lebih menarik bagi anak.

2. Bagi peserta didik

a. Kemampuan Matematika Penjumlahan Pengurangan anak dapat meningkat melalui kegiatan bermain dakon

b. Mendorong anak mandiri dalam melakukan kegiatan pembelajaran tersebut.


(24)

3. Bagi lembaga pendidikan

a. Dapat menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran

b. Meningkatkan dukungan terhadap pendidik dalam penggunaan media pembelajaran yang dibutuhkan anak

4. Bagi peneliti

a. Sebagai penerapan ilmu yang telah didapatkan di perguruan tinggi.

b. Meningkatkan kreatifitas peneliti untuk menggunakan media lain yang lebih menarik untuk aspek keterampilan motorik halus.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Penjumlahan dan Pengurangan

a. Penjumlahan 1-20 adalah menyebutkan hasil dari penggabungan dua benda atau angka. Jadi yang dimaksudkan adalah ketika bermain dakon, apabila selesai dalam bermain maka selanjutnya pemain menyebutkan hasil penjumlahan dari lumbung satu dan lumbung dua, hasil maksimal penjumlahan adalah 21.

b. Pengurangan 1-20 adalah menyebutkan hasil dari pemisahan dua benda atau angka. Jadi yang dimaksudkan adalah setelah selesai dalam permainan hasil biji seluruhnya yang didapatkan dihitung selanjutnya akan dikurangkan untuk mengisi sawah-sawah yang kosong sesuai dengan arahan dari guru dan teman kemudian anak wajib untuk menyebutkan hasil pengurangan tersebut.


(25)

    10 2. Permainan Dakon

Permainan dakon dalam penelitian ini adalah permainan dilakukan oleh dua anak duduk saling berhadapan. Setiap pemain mempunyai tujuh lubang kecil yang bernama sawah, satu lubang besar yang bernama lumbung dalam permainan dakon pada penelitian ini divariasi dengan menambahkan satu lumbung menggunakan kardus kecil. Setiap lubang sawah masing-masing diisi dengan tiga biji dakon. Aturan penjumlahan adalah perolehan biji pada lumbung satu dipindahkan pada lumbung dua dengan cara menambahkan biji tersebut. Aturan pengurangan setelah menghitung semua hasil lumbung kemudian diisikan pada sawah, dengan mengurangkan biji tersebut dan menyebutkan hasilnya. Berikut adalah gambar aturan saat penjumlahan dan pengurangan.

  Gambar.1. Aturan saat penjumlahan


(26)

BAB II KAJIAN TEORI A. Perkembangan Kognitif Anak Usia 5- 6 Tahun.

Teori perkembangan kognitif Piaget berhasil mengintegrasikan elemen-elemen psikologi, biologi, filosofi, dan logika dalam memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan, salah satunya pengetahuan tersebut dibangun melalui kegiatan pembelajaran Suyadi (2010: 97). Piaget menyatakan bahwa anak usia dini memperoleh pengetahuan melalui eksplorasi, manipulasi, dan konstruksi. Selain itu karakteristik aktivitas anak berdasarkan pada tendensi biologis, tendensi tersebut mencakup tiga hal yaitu asimilasi, akomodasi, dan organisasi.

Secara sederhana Piaget merinci tahap-tahap perkembangan kognitif pada anak usia dini melalui tiga tahap, yaitu tahap sensori motor, pra-operasional, dan tahap operasional. William Crane berpendapat pada tahap sensori motor anak-anak memperoleh pengetahuan murni dari gerak dan indera secara konkret, pada tahap pra-operasional ditandai anak mampu memecahkan masalah dengan cara memikirkannya terlebih dahulu melalui kesan mental, dan pada tahap operasional ini ditandai anak mampu berpikir logis untuk memecahkan masalah dan pada tahap ini memerlukan objek konkret dalam belajar, sehingga perkembangan kognitif pada anak usia 5-6 tahun berada pada tahap operasional (Yudi: 2007). Tahap operasional dicirikan dengan anak dapat mengembangkan operasi-operasi logis yang dapat dimengerti dalam dua arah, sebagai contoh indikator atau hasil capaian perkembangan kognitif pada tahap operasional dalam matematika operasi logis tersebut adalah mengenal 6 warna, mengenal bentuk geometri, memahami


(27)

  12 

dimensi dan hubungan, memahami perbedaan ukuran, percampuran warna, mengenal bilangan, serta dapat menghitung sederhana misalnya dalam penjumlahan dan pengurangan Suyadi (2010: 91).

Ahmad Susanto (2012: 69) berpendapat bahwa pada tahap operasional ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa–apa yang terlihat nyata atau konkret, anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis jadi anak usia 5-6 tahun yang baik belajar secara natural yaitu belajar secara nyata dengan melihat, mendengar, merasakan dan melakukan sendiri. Pengalaman ini yang sangat membantu anak dalam belajar memahami matematika.

Hurlock (1996) dalam Ahmad Susanto (2012: 49) berpendapat bahwa, agar anak paham mengenai konsep yang diajarkan hendaknya menggunakan bahasa dan contoh dari kehidupan sehari-hari, dengan demikian konsep-konsep menjadi konkret dan realistis yaitu dengan memberikan pemahaman melalui contoh konkret, peragaan langsung, dan dikemas melalui bermain. Menggunakan cara seperti ini secara tidak langsung anak dapat menerima apa yang diajarkan. Hal tersebut disebabkan karena anak dapat memanipulasi objek ketika diberikan pemahaman matematika penjumlahan pengurangan menggunakan benda konkret.

Pengertian perkembangan kognitif menurut Ahmad Susanto (2012: 47) adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses ini berhubungan dengan tingkat kecerdasan yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama ditunjukan dengan ide-ide dan belajar, dengan demikan


(28)

melalui perkembangan kognitif fungsi berpikir dapat digunakan secara cepat dan tepat untuk mengatasi suatu masalah. Perkembangan kognitif dimaksudkan supaya anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca inderanya sehingga pengetahuan yang didapatkan membantu anak dalam kehidupan yang selanjutnya.

Perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun menurut Kurikulum (2009: 45), khususnya matematika standar perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:

1) menyebut dan membilang 1 sampai dengan 20 2) Mengenal lambang bilangan

3) Menghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan 4) Membuat urutan bilangan dengan benda-benda

5) Membedakan dan membuat dua kumpulan benda yang sama jumlahnya, tidak sama, lebih sedikit, lebih banyak

6) Menyebutkan hasil penjumlahan dan pengurangan dengan benda konkret, permainan yang bisa membuat anak antusias dan tidak mudah bosan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun berada pada tahap operasional yaitu anak mampu memecahkan masalah menggunakan simbol serta benda konkret dalam belajar, belajar yang dimaksudkan tersebut adalah secara natural yaitu belajar dengan melihat, mendengar, merasakan serta melakukan sendiri sehingga anak mampu mengkomunikasikan hubungan matematis secara sederhana terutama dalam penjumlahan dan pengurangan.


(29)

  14  B. Teori Belajar Kognitif Anak Usia Dini

Teori belajar kognitif dibentuk bertujuan membangun prinsip-prinsip belajar yang dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk menghasilkan kelas yang efektif dan produktif. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas diri dan lingkungannya. Teori belajar kognitif yang dapat berpengaruh dalam pembelajaran matematika menurut Suyadi (2010: 186-194) yaitu :

1. Teori Belajar Gestalt dari Wertheirmer

Max Wertheirmer (1880-1943) meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Teori ini mengatakan bahwa tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar lebih meningkatkan belajar seseorang daripada hukuman dan ganjaran.

2. Teori Belajar Cognitive-Field dari Lewin

Kurt Lewin mengembangkan suatu teori belajar Cognitive Field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antara kekuatan, baik yang dari dalam diri individu maupun dari luar.

3. Teori Belajar Cognitive Development dari Piaget

Piaget adalah salah seorang tokoh yang disebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme yang dikenal sebagai psikolog development. Piaget memandang proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Keberhasilan belajar anak yang sesuai dengan tahap


(30)

perkembangan kognitif Piaget antara lain: peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan, bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru, tetapi tidak asing.

4. Teori David Ausubel

Belajar bermakna menurut teori David Ausubel mengandung arti bahwa belajar yang disertai dengan pengertian akan terjadi apabila informasi yang baru diterima peserta didik mempunyai kaitan erat dengan konsep yang sudah ada atau diterima sebelumnya dan tersimpan dalam struktur kognitif. Namun, informasi baru dapat saja diterima atau dipelajari siswa tanpa menghubungkannya dengan konsep atau pengetahuan yang sudah ada.

5. Discovey Learning dari Jerome Burner

Discovey Learning (belajar penemuan secara bebas) adalah anak mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Hal ini memberikan arti bahwa pada tingkat permulaan, pengajaran hendaknya diberikan melalui cara-cara yang bermakna dan makin meningkat ke arah abstrak. Bruner mengemukakan pengembangan program pengajaran yang lebih efektif dengan mengkoordinasikan metode penyajian bahan, dengan anak dapat mempelajari bahan itu sesuai dengan tingkat kemajuannya (sensori-konkret-abstrak).


(31)

  16 

Berdasarkan uraian tentang teori belajar kognitif di atas, dapat dipahami bahwa yang menjadi dasar dalam penelitian menggunakan teori belajar Cognitive Development dari Piaget. Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari konkret menuju abstrak. Keberhasilan dalam belajar matematika penjumlahan pengurangan adalah anak diberi kesempatan untuk melakukan aktivitas langsung dengan benda konkret saat menghitung dan memberikan banyak rangsangan supaya anak belajar secara aktif dengan lingkungan sekitar dengan mencari dan menemukan berbagai hal yang bervariasi tetapi tidak asing bagi anak. Misalnya adalah permainan dakon, pada permainan dakon ini anak diberi kesempatan untuk belajar secara aktif dengan lingkungan yang ada disekitar anak.

C. Kemampuan Matematika Anak Usia Dini

Kemampuan matematika pada anak usia dini adalah kemampuan menghitung, memahami korespondensi satu-satu, dan kemampuan membandingkan, semua tergantung pada pengalaman anak memanipulasi objek (Ahmad Susanto, 2012: 49). Kemampuan menghitung atau operasi bilangan tersebut yang sangat dasar adalah penjumlahan dan pengurangan. Maka dari itu, kemampuan operasi bilangan yang perlu diperkenalkan terlebih dahulu adalah penjumlahan dan pengurangan, sebab untuk anak usia dini bisa menambah dan mengurangkan itu sudah baik. Penjumlahan dan pengurangan ini dapat diperkenalkan setelah anak memahami bilangan dan angka (Sudaryanti: 2006). Selain itu, Liebeck (1900) menganjurkan dalam mengajarkan matematika dini


(32)

dengan memperhatikan prosedur mengajar pengalaman, bahasa, gambar, dan symbol (Fedriyenti, 2012: 2).

Sumarmo (dalam Novia Rizkyana, 2013: 13) berpendapat bahwa secara umum indikator matematika anak usia dini meliputi mengenal, memahami, menerapkan konsep, prosedur, dan ide matematika. Dalam belajar matematika yang paling utama adalah memahamkan dengan mengenalkan terlebih dahulu kepada anak tentang operasi bilangan sederhana yaitu penjumlahan dan pengurangan sesuai dengan prinsip belajar anak, dengan demikian anak akan paham dan mengerti. Selanjutnya memberi kesempatan terhadap anak untuk menerapkan atau praktek secara langsung bagaimana prosedur atau cara menghitung yang harus dia lakukan dalam mengerjakan operasi bilangan sederhana penjumlahan dan pengurangan.

Gardner (1999) berpendapat bahwa setiap anak pada dasarnya dianugerahi kecerdasan matematika logis, sedangkan definisi tentang kecerdasan matematika logis tersebut sebagai kemampuan penalaran ilmiah, perhitungan secara matematis, berpikir logika, penalaran induktif atau deduktif, dan ketajaman pola-pola abstrak serta hubungan-hubungan (Esha, 2013: 12). Kecerdasan matematika

logis dapat diartikan juga sebagai kemampuan menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai solusinya. Anak dengan

kemampuan ini akan senang dengan rumus dan pola-pola abstrak. Tidak hanya

pada bilangan matematika, tetapi juga meningkat pada kegiatan yang bersifat


(33)

  18 

Kecerdasan matematika anak usia dini membantu anak sejak dini dengan

kehidupan atau lingkungan sekitar anak, sehingga secara alami anak memperoleh

kemampuan yang bertahap bahkan sampai bertahun-tahun. Pengetahuan dasar

setiap anak memiliki perkembangan dan tahapan yang berbeda-beda. Belajar

matematika dini yang baik adalah terjadi secara alami seperti anak bermain.

Permainan dalam belajar matematika adalah kegiatan belajar konsep matematika melalui aktivitas bermain dalam kehidupan sehari-hari.

Sujiono (2009: 11) berpendapat bahwa ciri-ciri perkembangan konsep matematika anak usia dini diantaranya adalah penguasaan konsep menjumlah dan mengurangkan, atau pemahaman konsep menghitung, membedakan angka dengan menunjuk simbol atau lambang bilangan. Penguasaan konsep dalam menjumlah dan mengurangkan merupakan dasar dimana anak sudah dapat menggunakan konsep bilangan atau angka dengan penggunaan media benda konkret. Penggunaan media permainan juga disesuaikan dengan perkembangan anak yaitu berupa benda yang bisa digunakan dalam pembelajaran supaya berlangsung secara teratur, lancar, efektif, efisien, sehingga tujuan belajar dapat tercapai dan memberikan kesenangan bagi anak (Eliyawati, 2005: 62).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa matematika pada anak usia dini adalah penguasaan konsep menjumlahkan dan mengurangkan, atau pemahaman konsep menghitung, membedakan angka dengan menunjuk simbol atau lambang bilangan serta kemampuan dalam mengaplikasikan konsep- konsep matematika yaitu; mengenal konsep bilangan, pola dan hubungan, geometri, pengukuran, pengumpulan data, memecahkan masalah yang


(34)

diwujudkan dalam ilmu pengetahuan sehingga selanjutnya anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran matematika pada tingkat selanjutnya.

D. Fungsi Matematika Anak Usia

Skemp (1986) (dalam Tombokan 2014) mengemukakan fungsi matematika yaitu sebagai bahasa simbol. Simbol-simbol matematika mempunyai fungsi-fungsi tertentu, dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Beberapa fungsi simbol matematika antara lain: komunikasi, merekam pengetahuan, komunikasi konsep-konsep baru, membuat klasifikasi ganda, menjelaskan, membuat kegiatan reflektif, membantu menunjukan struktur, membuat manipulasi rutin secara otomatis, mengingat kembali informasi dan pengertian, dan membuat kegiatan mental lebih aktif.

Fungsi-fungsi simbol saling terkait antara satu dengan yang lain. Misalnya merekam pengetahuan berhubungan dengan komunikasi, menjelaskan sesuatu pada orang lain adalah komunikasi khusus, dan merefleksikan adalah komunikasi dengan diri sendiri. Berikut penjelasan dari masing-masing fungsi tersebut : a. Berkomunikasi

Konsep matematika adalah objek mental murni. Sebuah konsep dikatakan abstrak karena konsep tidak dapat dilihat dan didengar secara fisik. Fungsi komunikasi yang utama menyampaikan arti secara lisan, tulisan, atau isyarat. Sebagai contoh adalah “lima, five, 5, V ini semua menunjukan bilangan yang sama.


(35)

  20 

Merekam adalah satu kegiatan komunikasi khusus yang biasanya memiliki tujuan. Merekam pengetahuan yaitu untuk dilihat atau dibaca orang lain dalam waktu dekat atau dalam waktu jangka panjang. Komunikasi tulisan atau dengan simbol tanpa ada kesempatan kedua untuk memberikan penjelasan yang dituliskan, dengan komunikasi tulisan, penerima secara permanen merekam, mengadakan revisi, dan mengecek kembali apa yang dibacanya. Matematikawan suka berkomunikasi menggunakan simbol-simbol, seperti lainnya (+, -).

c. Membuat Klasifikasi Ganda Secara Langsung

Fungsi matematika sebagai klasifikasi ganda secara langsung adalah berikut ini, banyak simbol yang menunjukan bilangan 10. Banyak simbol yang ditambahkan dengan cara membuat klasifikasi simbol. Contoh : 10 = 9+1, 5+5, 4+6, 7+3, 20-10, 22-12, dan lain sebagainya.

d. Fungsi menjelaskan

Fungsi menjelaskan merupakan bentuk komunikasi matematika dengan maksud membantu anak agar lebih mengerti apa yang sebelumnya belum dimengerti

e. Fungsi Membuat Kegiatan Reflektif

Kegiatan Reflektif adalah kegiatan menyadari konsep sendiri, keterkaitan antar konsep, dan manipulasi konsep dengan berbagai cara. Anak dapat menggunakan simbol-simbol dalam berpikir verbal, yaitu siswa mengadakan komunikasi dengan diri sendiri. Berpikir sambil berbicara dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Dalam berpikir visual, anak membayangkan apa yang ada di pikirannya.


(36)

f. Fungsi Mengulang Informasi dan Pengertian

Simbol matematika berfungsi untuk mengulangi informasi dan pengertian matematika. Fungsi pengulangan sangat berguna untuk memunculkan kembali konsep konsep matematika yang ada dalam ingatan jangka panjang. Selanjutnya matematika adalah bahasa simbol. Berbagai fungsi simbol matematika sangat membantu anak belajar matematika. Simbol dalam matematika itu berlaku internasional, simbol dalam pengerjaan matematika penjumlahan ( +  ), pengurangan ( - ).

Bedasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi matematika untuk anak usia dini adalah supaya anak mengetahui dasar-dasar berhitung agar anak lebih siap ke jenjang yang selanjutnya anak dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini dengan melakukan pengamatan terhadap benda-benda konkret, gambar-gambar atau angka-angka yang terdapat di sekitar mereka. Selain itu, anak mampu menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung. Matematika ini juga membantu anak memiliki ketelitian, konsentrasi, abstraksi dan pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan sesuatu peristiwa terjadi di sekitarnya.

E. Hakikat Operasi Bilangan

Simbol-simbol yang menyatakan bilangan disebut angka. Angka-angka lebih bersifat abstrak jika dibandingkan dengan jumlah obyek (benda konkret)


(37)

  22 

yang digunakan. Dalam memahamkan bilangan kepada anak yang kita gunakan adalah konkret (Tombokan Rantukahu, Selpius Kandau, 2014: 50). Misalkan bilangan “5” dengan menyediakan sebuah benda sejumlah lima kemudian anak hitung dan menunjukan seperti apa lambang bilangan lima tersebut. Selain itu anak dapat belajar bilangan tersebut dari pengalamannya mungkin dengan melihat nomor rumah, angka pada jam, angka pada uang dan masih banyak lagi.

Apabila anak dihadapkan dengan tiga buah pensil maka jumlah pensil dapat dihitung dengan cara memasang satu-satu. Akan tetapi yang dipikirannya adalah “3” sebagai bilangan yang bukan mewakili dari tiga benda apa saja. Anak kecil berpikir bukan dengan bilangan abstrak “lima”, dan dengan konsep bilangan yang dihubungkan dengan pengalamannya, dalam hal ini “lima pensil”. Bagi beberapa anak, pengertian bilangan lima dikaitkan dengan pengalamannya, berbeda dengan anak lainnya, dan ada banyak pertanyaan yang menyatakan bilangan lima yang berbeda dengan satu dan lainnya.

Pengetahuan dasar bilangan merupakan dasar dari semua kegiatan operasi bilangan, anak melalui pengalamannya dapat mengerjakan operasi bilangan yaitu penjumlahan dan pengurangan Tombokan Rantukahu, Selpius Kandau (2014: 56). Pengetahuan dasar tersebut dengan pendekatan dan pemahaman tentang nilai tempat, sifat matematika lainnya yang akan digunakan dalam operasi bilangan akan membantu anak untuk mengembangkan konsep operasi bilangan yang lebih luas. Sebagai contoh, ketika anak akan menjumlahkan dua bilangan 6 dan 2 untuk mendapatkan bilangan yang ketiga, setelah diadakan operasi penjumlahan, hasilnya adalah 8. Sementara itu jika angka 6 dikurangi dengan bilangan 2


(38)

hasilnya akan lain yaitu 4. Model setiap operasi bilangan perlu diberikan guru sehingga anak mengetahui bahwa suatu operasi bilangan dapat digunakan dengan cara-cara yang berbeda sesuai situasi.

Operasi bilangan diperkenalkan kepada anak setelah anak memahami betul bilangan dan angka. Menurut Slamet Suyanto (2005: 63), matematika bukan pelajaran ingatan melainkan mengembangkan kemampuan berpikir. Apabila anak sudah mengenal dan memahami operasi bilangan maka anak telah berpikir logis dan matematis, meski dengan cara yang sangat sederhana. Oleh karena itu operasi bilangan khususnya penjumlahan dan pengurangan hendaknya dikenalkan kepada anak dengan cara yang menyenangkan, menggunakan berbagai media benda konkret atau dengan permainan sesuai dengan kemampuan anak.

Ahmad Susanto (2011: 62) menyebutkan bahwa kemampuan anak yang perlu dikembangkan diantaranya adalah menghitung benda, menghitung himpunan dengan nilai bilangan benda, memberi nilai bilangan pada suatu bilangan himpunan benda, dan yang terakhir adalah menyelesaikan atau mengerjakan operasi penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan konsep dari konkret ke abstrak. Selanjutnya dibahas juga tentang konsep berhitung pada anak TK diantaranya disebutkan tentang penjumlahan dan pengurangan dua hal ini yang perlu diperkenalkan pada anak usia TK, mengenalkannya dengan benda konkret, manipulasi permainan atau dengan permainan.

Reys (2002: 98) mengemukakan bahwa dalam mengadakan operasi bilangan pada anak dibutuhkan beberapa prasyarat tertentu yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah paparan tentang syarat utama operasi bilangan sebagai berikut:


(39)

  24 

1) Keterampilan membilang: Anak diharapkan mampu menggunakan keterampilan membilang dalam operasi bilangan bulat

2) Pengalaman konkret: Anak Usia Dini menurut Piaget berada dalam tahap perkembangan intelektual operasi konkret. Oleh sebab itu pengalamam konkret sangat dibutuhkan dalam mengadakan operasi bilangan bulat. Dari pengalaman anak dalam kehidupan sehari-hari dengan objek fisik, anak dengan sendirinya dapat mengembangkan pengertian tentang operasi bilangan. Pengalaman konkret dapat menjembatani pikiran anak dari yang konkret menuju ke abstrak.

3) Kemampuan Bahasa: Kemampuan bahasa ini mempengaruhi belajar matematika dan biasanya belum menggunakan bahasa matematika. Bahasa yang digunakan kemudian diarahkan pada bahasa matematika atau bahasa simbol. Selanjutnya anak perlu untuk mengkomunikasikan apa yang dilihatnya dan yang dipikirkan sementara mereka memanipulasi objek konkret menuju pada operasi bilangan dengan menggunakan simbol.

Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan mengoperasikan bilangan pada anak akan terwujud ketika anak sudah memahami angka atau bilangan. Pemahaman angka atau bilangan dimulai dari lingkungan sekitar anak dan diperlukan pembelajaran yang melibatkan anak aktif berinteraksi dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran operasi bilangan, guru harus memperhatikan pengalaman anak, objek-objek konkret, bahasa informal kemudian formal. Hal ini penjumlahan pengurangan merupakan operasi bilangan


(40)

yang sangat dasar, sehingga perlu diperkenalkan dengan cara yang menyenangkan kepada anak-anak.

F. Pengertian Penjumlahan

Dalam Sudaryanti (2006: 18), prasyarat penjumlahan yaitu anak sudah memahami makna penjumlahan sederhana, pengertian penjumlahan adalah menggabungkan dua atau lebih kelompok benda. Dalam menjumlahkan sebaiknya menggunakan benda konkret yang ada disekitar lingkungan anak, misalkan: kelereng, sedotan, permen, dan lain-lain. Menggunakan benda konkret ini akan memudahkan anak berhitung dan memahami konsep penjumlahan baik penjumlahan dibawah lima atau di atas sepuluh.

Tombokan Rantukahu, Selpius Kandau, (2014: 85) berpendapat penjumlahan merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sebaiknya penjumlahan harus dikenalkan sebelum masuk ke SD. Hal ini dilakukan karena setelah mereka masuk SD dan melanjutkan sekolahnya, masalah menyangkut penjumlahan bertambah kompleks, akan tetapi konsep penjumlahan akan tetap sama. Konsep penjumlahan harus dikembangkan dari pengalaman nyata. Dengan cara ini, mereka akan memanipulasi objek-objek dan menggunakan bahasanya yang akan diasosiasikan dengan simbol penjumlahan. Setelah anak-anak berpengalaman dengan objek-objek konkret menyangkut kegiatan bahasa tidak formal maka simbol penjumlahan formal (+) dapat diperkenalkan.


(41)

  26 

Mochtar A Karim, dkk (1996: 65) berpendapat bahwa penjumlahan adalah menggabungkan dua buah benda atau menggabungkan dua angka. Dalam menjumlahkan tersebut dapat dibalik yaitu anak mencari objek-objek yang digabungkan untuk dijumlahkan. Latihan ini dimulai dahulu dengan bilangan-bilangan kurang dari 6. Contoh anak menghitung, 5=....+.... dengan menggunakan bahan konkret berupa kelereng. Masih dengan pendapat Mochtar A. Karim, dkk setelah pembelajaran penjumlahan menggunakan benda konkret kemudian anak diperkenalkan dengan berbagai model penjumlahan. Salah satu model adalah model batang Dienes. Model lainnya adalah biji-bijian, garis bilangan, timbangan bilangan, dan barisan petak.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penjumlahan adalah kemampuan seseorang menyebutkan hasil dari penggabungan dua benda atau penggabungan dua angka, ini dapat dilakukan dengan menggunakan benda konkret yang bisa anak temukan dilingkungan sekitar sebagai media belajar anak. Selanjutnya konsep penjumlahan dikembangkan dari pengalaman nyata kemudian menggunakan simbol penjumlahan formal yaitu “+ “.

G. Pengertian Pengurangan

Faisal (2015: 2) berpendapat bahwa dalam pengoperasian pengurangan bilangan bulat sering menggunakan tanda minus (-). Pengurangan adalah hal dasar yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak mempelajari bagian ini sebagai tahap bagian awal untuk menuju tahap selanjutnya yang lebih kompleks. Konsep dasar pengurangan sangat penting sehingga dalam mengajarkan konsep


(42)

ini dengan metode yang sederhana akan sangat membantu untuk memahami dan melakukan pengurangan dengan sangat cepat. Sebagai contoh apabila kita mengambil kartu pertama kemudian kartu yang sudah ada di ambil lagi itu yang dinamakan pengurangan.

Dalam pengurangan seperti halnya penjumlahan, pengurangan juga harus diperkenalkan dengan pengalaman konkret, model kegiatan yang menggunakan objek-objek dapat dimanipulasi dan penggunaan bahasa informal baru beralih ke bahasa formal. Apabila pengurangan telah dimengerti. Proses pengurangan dimulai dari pengalaman konkret sampai pada simbol matematika pengurangan yaitu (-).

Pengurangan menurut rumus hitung (2014: 2) adalah mengambil sejumlah angka dari angka tertentu. Misalnya kita punya 5 apel kemudian diambil 3 buah maka apa yang dilakukan disebut dengan pengurangan. Contoh lain ada 5 buah keju dimeja kemudian 1 dimakan habis oleh tikus sehingga sisa 4. Jadi dalam pengurangan terdapat istilah Subtrahend, Minuend, Difference, sebagai contoh pada bilangan 5-3=2, 5 adalah subtrahend, 3 adalah minuend, dan sisanya angka 2 tersebut difference.

Menurut Subarinah (2006: 30) pengurangan adalah pengambilan kelompok baru, pada anak usia dini konsep pengurangan yang dikenalkan adalah pengambilan. Pada dasar dalam mengajarkan konsep pengurangan tersebut adalah apabila anak memberikan suatu barang terhadap temannya atau mengambil satu dari gabungan benda atau angka. Cara pengenalan konsep tersebut sama halnya


(43)

  28 

dengan penjumlahan yaitu penggunaan benda konkret dan dilakukan melalui bermain supaya senang dan tidak mudah bosan.

Berdasarkan hal yang telah dipaparkan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengurangan anak usia dini adalah mampu menyebutkan hasil pemisahan dua buah benda atau pemisahan dua buah angka, sama halnya dengan penjumlahan pengenalan konsep pengurangan juga menggunakan benda konkret proses tersebut kemudian mengenalkan simbol matematika pengurangan yaitu “-“ dan dalam pembelajarannya dengan suasana bermain yang menyenangkan.

H. Pengertian Permainan Dakon

Sukirman (2008: 128) berpendapat bahwa, kata dakon berasal dari kata dhaku dan mendapat akhiran an. Dhaku berarti mengaku bahwa sesuatu itu miliknya. Pada mulanya Dakon adalah permainan anak petani. Namun dalam perkembangan selanjutnya ternyata dakon sudah menjamur ke semua kalangan. Pemain dakon berjumlah dua orang dan murni dilakukan anak-anak. Permainan ini bersifat mendidik cara hidup berumah tangga yang baik harus berhemat, ulet dan teliti.

Pada prinsipnya ada lubang untuk sawah dan ada lubang untuk lumbung. Lubang untuk lumbung terletak di ujung kanan dan kiri. Sedangkan lubang untuk sawah terdiri dari dua baris, masing-masing baris sejumlah 5,7,9 atau 11, dan terletak diantara dua lumbung. Lubang untuk sawah lebih kecil daripada lubang untuk lumbung. Sedangkan untuk isiannya dapat digunakan benik (buah baju), kecik (biji sawo), klungsu (biji asam), kerikil, dan lain sebagainya. Jumlah isian


(44)

ini tergantung dari jumlah-jumlah lubang sawahnya. Dakon bersawah tujuh maka isinya sebanyak 7x7x2=98 biji. Bila bersawah sembilan maka isiannya 9x9x2=162 biji. Bila jumlah sawah sebelas lubang maka diperlukan isian sebanyak 11x11x2=242 biji.

Sukirman (2008: 131-132) berpendapat bahwa dalam permaian dakon terdapat istilah Andhok, ngacang, bera. Berikut adalah penjelasannya :

a. Andhok

Terdapat dua macam andhok yaitu : gotongan atau pikulan dan bedhilan. Apabila pemain A jatuh andhok pada sawah sendiri, sedang sawah musuh yang yang terletak lurus di depannya maka semua isi itu di ambil alih oleh pemain A kemudian dimasukan dalam lumbung, seperti itu yang disebut dengan bedhilan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan gotongan atau pikulan adalah apabila terjadi pada sawah musuh, sedang sawah kiri dan kanannya andhok berisi, maka semua diambil semua kemudian dimasukan dalam lumbung.

b. Ngacang

Apabila mulai lagi permainan dan ternyata jumlah biji tidak bisa sembilan semua, ada yang kurang dan ada yang lebih dari sembilan maka yang kurang dari sembilan ditempatkan pada sawah dekat lumbung dan itu yang disebut dengan kacangan. Ini berarti menanam kacang, dan ini berfungsi sebagai lumbung kecil. Dalam hal seperti ini maka diisi oleh yang memiliki, tidak diisi oleh lawan dan tidak dapat dibedhil ataupun dipikul. Kacangan tidak mungkin dua sawah, tentu hanya satu tempat.


(45)

  30  c. Bera

Bila mulai lagi dan ternyata kekurangan jumlah biji melebihi sembilan, misal 12 biji maka terdapat satu sawah kosong. Tujuh sawah berisi masing-masing sembilan biji, sebuah sawah dekat dengan lumbung berisi tiga biji, dan terdapat satu sawah kosong maka sawah kosong tersebut dengan bera, dan yang berisi tiga biji disebut dengan kacangan atau menanam kacang. Sawah bera tidak diisi oleh pemiliknya (tidak ditanami) dan juga tidak diisi oleh lawan. Apabila lawan lupa sehingga mengisi sawah bera tadi, maka sawah bera berubah menjadi tidak bera, berarti menjadi sawah hidup.

Aisyah (2004: 24) berpendapat bahwa pengertian permainan dakon adalah permainan tradisional yang menggunakan bidang panjang dengan tujuh cekungan pada masing – masing sisi dan dua cekungan yang lebih besar dibagian tengah ujung kiri dan kanan yang disebut sebagai lumbung. Cekungan pada sisi diisi dengan biji-bijan (bisa biji sirsak atau biji sawo) atau batu kerikil. Selain itu ada pula biji dakon yang berasal dari cangkang kerang laut berbentuk bulat agak oval atau tiruan berbahan plastik berbentuk. Masing-masing cekungan diisi dengan dua belas biji. Permainan ini dilakukan oleh dua orang yang masing-masing mempunyai lumbung. Permainan dakon kemenangan dihitung berdasarkan banyak jumlah biji pada lumbung masing-masing. Kunci permainan ini terletak pada pilihan jumlah biji pada cekungan yang akan dimainkan. Pemain yang sering berjalan atau ,mengambil biji dari cekungan berarti ia sering mengisi lumbungnya.

Ariadi Wijaya berpendapat bahwa permainan dakon atau congklak adalah permainan yang dilakukan secara berpasangan dengan setiap pemain akan


(46)

memiliki satu lubang penampung dan beberapa lubang kecil. Ada tiga versi permainan dakon, yaitu dengan 10 lubang, 12 lubang dan 16 lubang. Untuk dakon yang 10 lubang maka akan digunakan 32 biji yang akan dibagikan secara adil pada semua lubang kecil yaitu 4 biji pada setiap lubang kecil. Untuk dakon 12 lubang maka akan digunakan 50 biji yang akan dibagikan secara adil pada lubang kecil yaitu 5 biji pada lubang kecil. Sementara itu, dakon 16 lubang maka ada 98 biji yang dibagikan rata pada lubang kecil yaitu masing-masing 7 biji. Prinsip dalam mengisi ini dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika yaitu menghitung penjumlahan, pengurangan.

Tarmizi (2014: 12), berpendapat bahwa permainan dakon adalah salah satu permainan tradisional yang diambil dalam bahasa jawa, jika dalam bahasa indonesia disebut congklak. Tarmizi menjelaskan bahwa congklak adalah papan dan biji yang digunakan untuk permainan. Permainan ini dilakukan oleh dua orang, biasanya dimainkan oleh anak perempuan tetapi tidak menutup kemungkinan anak laki-laki juga ikut bermain. Alat yang digunakan berbentuk seperti perahu dengan panjang 75 cm dan lebar 15 cm. Pada kedua ujung lubang ini disebut dengan induk yang sering disebut dengan lumbung. Setiap deret berjumlah tujuh lubang, dan diisi dengan kecik sejumlah tujuh.

Dakon menurut Ahmad Sobari (2011) adalah permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai nama di indonesia. Biasanya dalam permainan sejenis cangkang kerang yang digunakan dalam permainan dakon dan jika tidak ada bisa menggantinya dengan biji lainnya. Permainan dakon menggunakan papan congklak dan biji sejumlah 98. Pada papan 16 lubang, 14 lubang kecil dan 2


(47)

  32 

lubang lebih besar yang dinamakan lumbung. Setiap lumbung diisi dengan tujuh biji. Cara bermainnya adalah dua orang duduk saling berhadapan kemudian mereka bermain secara bergantian. Salah seorang yang memulai bebas dalam memilih lubang mana yang akan dia jalankan pertama kali ke arah kanan, bila biji habis dilubang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil dan melanjutkan untuk mengisi. Apabila jatuhnya pada lubang besar (lumbung) maka dia wajib untuk berhenti, bila berhenti pada lubang kecil miliknya dan dihadapannya ada biji maka dia dapat mengambil biji tersebut, bila berhenti pada lubang kecil yang kosong maka dia berhenti. Permainan selesai bila sudah tidak ada lagi biji pada lubang kecil, dan pemenang ditentukan siapa yang mendapatkan paling banyak biji.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permainan dakon yang dilakukan pada penelitian ini adalah permainan dilakukan dua orang saling berhadapan, mengisikan biji pada sawah masing-masing tiga, permainan dilakukan bergantian, setiap pemain mempunyai dua lumbung kemudian saat selesai bermain wajib memindahkan hasil biji pada lumbung satu ke lumbung dua, pemenang ditentukan dari banyak biji yang di dapatkan selama bermain, pengurangan dilakukan mengisikan biji dalam sawah dari seluruh hasil biji dilumbung dua.

I. Kerangka Pikir

Kemampuan matematika adalah kemampuan menghitung bilangan, pola berpikir logis, dan ilmiah (Suyadi, 2010: 155). Anak usia dini memiliki


(48)

karakteristik yang berbeda-beda dan tidak dapat disamakan antara anak satu dengan anak yang lain dalam proses pembelajaran. Perlu ada stimulasi yang diberikan pendidik untuk merangsang kemampuan belajar anak. Dunia anak masih identik dengan bermain. Menurut Irawati (dalam Yuliana, 2009: 135) bermain merupakan kebutuhan anak, maka salah satu cara menstimulsi belajar anak yakni melalui bermain.

Stimulasi yang diberikan untuk kemampuan matematika dapat melalui bermain menggunakan media permainan dakon. Penggunaan permainan dakon dapat melatih kemampuan berhitung dalam penjumlahan pengurangan. Melalui permainan dakon anak mampu melakukan penalaran baik yang terjadi secara spontan maupun percobaan, dan mampu melatih anak untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungan sekitar menggunakan inderanya. Kegiatan ini tergolong sederhana dan mudah untuk dilakukan karena dakon adalah salah satu permainan tradisional yang sederhana. Belajar penjumlahan pengurangan dengan permainan dakon dapat membantu anak dalam meningkatkan kemampuan matematika penjumlahan pengurangan. Permainan dakon memungkinkan terjadinya karena koordinasi semua indera dalam belajar dengan melakukan praktek langsung. Dalam permainan dakon terdapat benda konkret berupa biji yang dijadikan media untuk menghitung, dan dilakukan dengan permainan yang menjadikan anak tidak mudah bosan.

Permainan dakon dalam matematika penjumlahan pengurangan ini mempunyai peranan yaitu dapat membentuk jaringan otak karena pengalaman di usia dini dengan praktek langsung. Selain itu kemampuan ini yang menentukan


(49)

  34 

cepat tidaknya terhadap masalah yang sedang dihadapi, dan mampu mempengaruhi penyesuaian diri terhadap lingkungan baru dengan menggunakan fikiran yang sesuai dengan tujuan. Permainan dakon dapat merangsang aspek perkembangan anak yang lain meliputi: 1) perkembangan motorik, melalui bermain dakon dapat melatih motorik jari-jari tangan anak ketika anak mengambil dan menggenggam biji dakon; 2) perkembangan emosi, melalui bermain dakon dapat membantu anak untuk bersabar (tidak terburu-buru) dan mengatur strategi dalam menentukan langkah sawah mana yang akan dijalankan, mau menerima kekalahan dan tidak sombong ketika menang; 3) perkembangan nilai agama moral, dengan bermain dakon melatih anak untuk tidak curang dan jujur dalam permainan.

Siswa di Taman Kanak-kanak Pamardi Siwi kelompok B, sebagian besar masih mengalami kesulitan berhitung terutama dalam penjumlahan pengurangan. Kondisi ini terlihat hasil observasi dan skor yang diperoleh dalam indikator penjumlahan dan pengurangan rendah. Masalah yang dihadapi tersebut harus diselesaikan dengan salah satu alternatifnya adalah melalui variasi permainan dakon yang dijadikan media benda konkret untuk pembelajaran matematika penjumlahan dan pengurangan. Pelaksanaan tindakan perbaikan pertama kemampuan anak sudah mulai meningkat akan tetapi belum optimal, masih perlu perbaikan selanjutnya. Tindakan penelitian berikutnya dengan merubah metode yang digunakan terjadi peningkatan sesuai dengan yang diharapkan.

Pada gambar bagan kerangka pikir yang memperlihatkan kondisi sebelum penelitian dilakukan, penelitian pada siklus I dan penelitian pada siklus


(50)

II. Setiap siklus saling berhubungan antara kondisi awal, siklus I, dan siklus II. Berikut bagan kerangka pikir penelitian

Gambar 3. Kerangka Pikir J. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir tersebut menghasilkan hipotesis sebagai berikut “kemampuan matematika penjumlahan dan pengurangan anak kelompok B dapat ditingkatkan menggunakan permainan dakon”.

  Terjadi peningkatan sesuai dengan harapan Kondisi awal

‐ Anak kesulitan mengerjakan penjumlahan dan pengurangan karena belum dipahamkan

‐ Media pembelajaran matematika belum tersedia

‐ Dakon belum pernah

dilakukan untuk meningkatkan pemahaman penjumlahan dan pengurangan Melakukan perbaikan dengan PTK SIKLUS I - Penjelasan variasi permainan

dakon sesuai aturan

- Bermain dakon secara klasikal - Mengerjakan test LKA siklus I Kondisi sudah mulai meningkat akan tetapi masih perlu perbaikan karena belum optimal SIKLUS II

- Bermain dakon dan mengerjakan LKA pendampingan secara individu

- Mengerjakan test dengan perbaikan LKA siklus II


(51)

  36 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas tersebut dapat dilakukan secara individu dan kolaboratif. Dalam penelitian ini Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan adalah secara kolaboratif yaitu dilakukan antara guru kelas dan peneliti sebagai observer. Menurut Suroso (2009: 30), Penelitian Tindakan Kelas (PTK) mendefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih professional, dalam penelitian ini dilakukannya perbaikan permasalahan yang ada dikelas yaitu dengan suatu metode tertentu. Dalam penelitian ini permasalahan yang ada dikelas kurangnya kemampuan anak dalam penjumlahan dan pengurangan, dan meningkatkannya dengan metode salah satunya menggunakan media dakon.

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Penelitian tindakan kelas kolaborasi yang dilakukan bekerjasama antara pendidik dengan peneliti, penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan permasalahan pembelajaran dalam kelas guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

B. Tahap Penelitian

Penelitian tindakan kelas memerlukan tahapan yang dilakukan yaitu Perencanaan (planning), Tindakan (acting), Pengamatan (observing), dan Refleksi (reflecting). Keempat komponen tersebut menunjukkan sebuah kegiatan yang


(52)

berkelanjutan serta berulang dan sering disebut sebagai siklus. Model Kemmis dan Mc Taggart siklus adalah putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi (Wijaya & Dedi, 2011: 20-21).

Berdasarkan komponen dalam penelitian tersebut, berikut adalah paparan dari empat komponen (Sukayati: 2012):

1. Tahap perencanaan

Tahap perencanaan ini mencakup tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau mengubah perilaku dan sikap yang diinginkan peneliti sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi. Tahap perencanaan ini menjelaskan tentang mengapa harus menggunakan permainan dakon, bagaimana menggunakan permainan dakon bisa meningkatkan kemampuan penjumlahan pengurangan, kapan dilakukan kegiatan permainan dakon, siapa sasaran yang dalam penelitian, dimana dilakukan penelitan. Penelitian tindakan kelas, dalam penelitian ini dilakukan kolaborasi antara peneliti dengan guru kelas. Sehingga, yang melakukan tindakan adalah guru kelas. Peneliti memberikan penjelasan kepada guru kelas terkait tindakan yang dilakukan dikelas. Hal ini dilakukan supaya penelitian tindakan yang dilakukan dapat berhasil. Rancangan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

a. Menyusun perangkat pembelajaran berupa Rancangan Kegiatan Harian (RKH) tentang kegiatan yang dilakukan dengan tema tanah airku sub-tema kekayaan indonesia dan tema alam semesta sub-tema benda-benda langit.

b. Peneliti menyiapkan alat berupa lembar evaluasi, Lembar Kerja Anak (LKA) serta keperluan lain yang dibutuhkan saat penelitian berlangsung.


(53)

  38

c. Menyiapkan media dakon yang digunakan dalam kegiatan yang di rencanakan.

d. Mempersiapkan alat untuk mendokumentasikan kegiatan pembelajaran yang berupa kamera

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dan dalam pelaksanaannya bersifat fleksibel. Penelitian dilakukan dengan kolaborasi bersama guru kelas, sehingga peneliti bekerjasama dalam melakukan pengamatan kegiatan pembelajaran tentang kemampuan penjumlahan dan pengurangan. Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan Rencana Kegiatan Harian (RKH) yang telah dibuat sebelumnya. Kegiatan penelitian dimulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir dilakukan secara berurutan.

Tindakan dilakukan pada kegiatan inti, guru memberi contoh cara bermain dakon sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Setelah itu, anak-anak bermain kelompok secara klasikal. Selanjutnya, kegiatan yang dilakukan secara individual dengan pendampingan juga dilakukan secara individu dan bergantian. Dengan demikian, diharapkan dalam satu hari semua aspek dan tujuan dalam penelitian dapat diamati dan terlaksana lancar.

3. Tahap Pengamatan/observasi

Tujuan pengamatan atau observasi adalah mengetahui kemampuan anak dalam penjumlahan pengurangan selama proses pembelajaran Tahap pengamatan atau observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan


(54)

lembar observasi yang telah dibuat. Selain itu juga menggunakan metode dokumentasi dengan mengambil foto ketika anak-anak melakukan kegiatan. 4. Tahap Refleksi

Tahap refleksi dilakukan pada akhir setiap siklus untuk mengetahui sejauh mana tindakan yang telah diberikan sesuai dengan harapan peneliti dan untuk mengetahui perlu tidaknya siklus selanjutnya. Tahap refleksi pada tahap ini, peneliti dan guru mencari kelebihan dan kekurangan selama proses pembelajaran. bertujuan untuk menyusun rencana perbaikan karena tindakan yang sudah dilakukan belum mencapai tujuan yang diharapkan. Data hasil refleksi selanjutnya digunakan peneliti sebagai acuan perencanaan tindakan siklus berikutnya, dengan tujuan untuk melakukan perbaikan disiklus I. Tahap perencanaan sebelumnya telah ditemukan adanya kekurangan maka peneliti perlu untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan pembelajaran untuk siklus berikutnya. Perbaikan tersebut dimulai dari media, metode dan Lembar Kerja Anak (LKA) yang digunakan dalam pembelajaran pada pelaksanakan siklus berikutnya.

C. Setting Penelitian 1. Tempat penelitian

Penelitian tindakan kelas pada penelitian ini akan dilaksanakan di Kelompok B TK Pamardi Siwi Muja-Muju yang berada di Dusun Suroharjo, Muja-Muju, Umbulharjo, Yogyakarta.


(55)

  40 2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan April-Mei 2015 pada Semester Genap Tahun Ajaran 2014-2015.

3. Setting penelitian

Setting penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah setting ruang kelas. Setting ruang kelas tempat duduk dibuat 3 kelompok yang akan memudahkan dalam melakukan kegiatan. Pemilihan setting tempat duduk di dalam kelas untuk memudahkan dalam mengkondisikan dan mengobservasi anak sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika penjumlahan pengurangan melalui permainan dakon dapat dilaksanakan di dalam kelas dengan setting tempat duduk dibuat kelompok dalam ruang kelas.

D. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek penelitiannya adalah siswa-siswi kelompok B berjumlah 16 anak yang terdiri dari 10 anak laki-laki dan 6 anak perempuan di TK Pamardi Siwi Muja-Muju, Umbulharjo, Yogyakarta.

E. Prosedur Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian yang di ungkapkan oleh Kemmis dan Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin (dalam Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama, 2011). Model ini


(56)

dapat mencakup beberapa siklus, dan dalam satu siklus terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Adapun gambaran pelaksanaan model tersebut adalah sebagai berikut :

Gambar 4. Penelitian Tindakan Model Spiral Kemmis & Taggart.

F. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua siklus, dimulai pada tanggal 10 April dan berakhir pada tanggal 25 April 2015.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi.

Observasi merupakan proses pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti dengan melihat atau mengamati proses atau situasi penelitian (Wijaya

Keterangan:

1. Plan (Perencanaan) 2. Action (Tindakan) &

Observe (Pengamatan) 3. Reflect (Refleksi) 1. Revised Plan

(perencanaan kembali) 2. Action (Tindakan) &

Observe (Pengamatan) 3. Reflect (Pengamatan)


(57)

  42

Kusumah & Dedi Dwitagama, 2011: 23). Observasi atau pengamatan dilaksanakan pada:

a. Saat kegiatan pembelajaran sebelum adanya tindakan untuk mengetahui kemampuan awal penjumlahan dan pengurangan anak.

b. Saat proses pembelajaran setelah ada tindakan untuk mengetahui perubahan-perubahan kemampuan anak dalam penjumlahan pengurangan.

c. Saat akhir pembelajaran untuk mengetahui kemampuan anak dalam penjumlahan dan pengurangan setelah dilakukan beberapa tindakan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi ini merupakan alat bantu penilaian observasi dan merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data. Dokumentasi pada penilaian ini adalah Lembar Kerja Anak (LKA) berupa gambar-gambar dakon.

H. Instrumen Pengumpulan data

Pengumpulan data sangat penting dalam penilitian guna untuk memperoleh data. Menurut Sugiono (2005: 63), terdapat beberapa cara untuk pengumpulan data antara lain observasi, wawancara, dokumentasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi atau pengamatan dan dokumentasi. Observasi adalah dasar semua pengetahuan. Sedangkan observasi menurut Wina Sanjaya (2010: 86) adalah merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti.


(58)

Observasi atau pengamatan dilakukan terhadap perkembangan pemahaman matematika anak dalam pengoperasian bilangan khususnya dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan angka. Pengamatan dilakukan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan dengan memberikan skor jika hal yang di amati muncul. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya seseorang (Sugiono, 2008: 329). Dokumentasi dalam penelitian ini berupa LKA pembelajaran, mengenai pengoprasian bilangan hasil kerja anak. Dokumentasi yang berupa LKA ini merupakan penialain secara portofolio, yaitu penilaian yang berdasar pada kumpulan hasil kerja anak, menggambarkan seberapa jauh mana kemampuan anak berkembang (Kurikulum TK dan RA Depdiknas, 2009: 10). Portofolio digunakan sebagai bahan evaluasi dan juga digunakan sebagai bukti dari hasil kerja anak untuk kemampuan penjumlahan dan pengurangan.

I. Kisi–Kisi Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dapat diartikan sebagai alat bantu dalam mengumpulkan data supaya pekerjaan lebih mudah

Tabel.1. Kisi-kisi instrumen penelitian

Aspek Indikator Instrumen

Menyebutkan hasil dari Penjumlahan

(penggabungan dua benda atau angka) dan Pengurangan (pemisahan 2 benda atau angka)

Anak dapat menyebutkan hasil penjumlahan dan memahami aturan. Permainan dakon

Lembar Observasi LKA

Anak dapat menyebutkan

hasil pengurangan dan memahami aturan permainan dakon

Lembar Observasi LKA


(59)

  44

Tabel.2. Rubrik Penilaian penjumlahan dan pengurangan melalui permainan dakon teknik observasi

No Keterangan Skor

1 Apabila anak dapat menyebutkan hasil penjumlahan dan pengurangan secara benar, dan bermain dakon secara urut dan sesuai dengan aturan.

4

2 Apabila anak dapat menyebutkan hasil penjumlahan dan pengurangan secara benar, tetapi belum urut dalam aturan bermain dakon.

3

3 Apabila anak tidak mampu menyebutkan hasil penjumlahan dan pengurangan tetapi bisa bermain dengan urut dan belum sesuai dengan aturan permainan dakon

2

4 Apabila anak tidak mampu menyebutkan hasil

penjumlahan dan pengurangan dan tidak bisa bermain dengan urut dan sesuai aturan permainan dakon.

1

Penilaian portofolio didapat berdasarkan hasil Lembar Kerja Anak (LKA) setelah anak selesai mengerjakan LKA tersebut. Pengerjaan LKA tersebut setelah anak paham tentang aturan permainan dakon, maka selanjutnya anak diminta untuk mengerjakan Lembar Kerja Anak dan menghitungnya menggunakan media dakon. Untuk memperjelas penilaian portofolio maka penilaian yang dilakukan dilengkapi dengan dokumentasi yang bertujuan untuk merekam kegiatan yang telah dilakukan.

Penilaian dalam LKA ini adalah penilaian yang dilakukan berdasar hasil dari lembar kerja yang telah anak kerjakan. LKA penjumlahan dan pengurangan masing-masing jumlah soalnya ada 8. Jadi penilaian didapatkan berdasarkan berapa soal yang bisa anak jawab dengan benar. Jadi penilaiannya adalah sebagai berikut apabila anak bisa menjawab 8 soal maka nilaianya adalah 8, jika dapat menjawab 7 maka nilainya adalah 7, jika dapat menjawab 6 soal maka nilainya 6, jika dapat menjawab 5 soal nilainya 5, jika dapat menjawab 4 soal nilainya 4, jika


(60)

menjawab 3 soal maka nilainya 3, jika dapat menjawab 2 soal nilaianya 2,dan jika dapat menjawab 1 soal nilainya adalah 1

.

J. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul berupa hasil pengamatan, dokumen portofilo atau LKA yang telah diisi anak. Menurut Wina Sanjaya (2009: 106), analisis data adalah suatu proses mengolah dan menginterpretasikan data yang bertujuan untuk mendudukan berbagai informasi sesuai dengan fungsinya sehingga memiliki makna.

Analisis data dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu: mereduksi data merupakan kegiatan menyeleksi data sesuai dengan fokus permasalahan. Pada tahap ini peneliti menggunakan semua instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data untuk dikelompokkan sesuai dengan masalah. Ini memungkinkan peneliti untuk membuang data yang tidak diperlukan. Data yang diperoleh kemudian dideskribsikan supaya data yang telah dikumpul menjadi bermakna. Bentuk deskribsi data tersebut berupa naratif, grafik, dan dalam bentuk tabel. Tahap terakhir membuat kesimpulan dari data yang telah di deskribsikan. Tahap menganalisis dan menginterpretasikan data merupakan tahap yang paling penting karena hal ini untuk memberikan makna dari data yang telah dikumpulan. Hasil tersebut merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskribtif kualitatif serta kuantitatif. Penghitungan data kuantitatif adalah dengan


(61)

  46

menghitung rata-rata perkembangan anak berdasarkan skor yang diperoleh dari lembar observasi dan hasil dari lembar kerja anak yang telah disusun sebelumnya. Rata–rata yang diperoleh dapat diketahui skor perkembangan kemampuan pengoperasian bilangan anak. Adapun cara menghitung hasil skor untuk mengetahui ketuntasan belajar data dianalisa dengan menggunakan statistik deskribtif sederhana dengan rumus sebagai berikut (Acep Yoni (2010: 176):

Skor

Selanjutnya hasil skor penilaian secara observasi dan penilaian portofolio atau LKA yang didapatkan tersebut dirata-rata kemudian mendapatkan skor untuk kemampuan penjumlahan dan pengurangan. Kemudian data tersebut diinterpretasikan kedalam empat tingkatan, yaitu :

76-100 : sangat baik 51-75 : baik 26-50 : cukup baik 0-25 : belum baik

K. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah meningkatnya kemampuan anak dalam penjumlahan dan pengurangan. Peningkatan kemampuan anak dalam penjumlahan dan pengurangan dapat dilihat melalui rata-rata skor yang didapat apabila semua anak kelompok B mampu mencapai skor yaitu 80 atau dalam kriteria sangat baik.


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di TK Pamardi Siwi Muja-Muju, Yogyakarta yang beralamatkan di Suroharjo, UH II/635, Muja-Muja-Muju, Umbulharjo, Yogyakarta. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada pukul 07.30-10.00 WIB. Sarana dan pra-sarana yang dimiliki cukup baik terdiri dari 2 ruang kelas, 1 kamar mandi, ruang kantor, 1 ruang tamu, serta halaman untuk bermain anak. Pendidik berjumlah 4 orang. Penelitian di lakukan pada kelompok B.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dikelompok B dengan jumlah siswa 16, yang terdiri dari 6 perempuan dan 10 laki-laki. Model pembelajaran dalam kelas menggunakan metode klasikal. Sehingga tempat duduk anak disetting seperti huruf U supaya guru lebih mudah dalam mengawasi setiap anak. Setiap hari senin posisi duduk anak-anak bergeser satu tempat searah dengan jarum jam, jadi mereka bergeser setiap seminggu sekali.

C. Deskripsi Data Kemampuan Penjumlahan dan Pengurangan Anak 1. Pelaksanaan kondisi pra tindakan

Sebelum di adakan PTK, peneliti melakukan test pra tindakan guna menguatkan data yang diperoleh saat observasi. Test pra tindakan tersebut menggunakan penilaian observasi dan portofolio atau LKA kemudian skor yang diperoleh dari penilaian tersebut dirata-rata. Penilaian saat observasi, peneliti


(63)

48

mengajukan pertanyaan secara lisan kepada anak-anak. Gambar dibawah ini merupakan penilaian yang dilakukan secara observasi pada pra tindakan yaitu anak diminta untuk maju kedepan dan menjawab pertanyaan secara lisan dari peneliti tentang penjumlahan dan pengurangan.

Berdasarkan penilaian pada pra tindakan yang telah dilakukan maka diperoleh data tentang kondisi awal tentang kemampuan anak dalam penjumlahan dan pengurangan adalah sebagai berikut:

Tabel.3.Rata-rata kemampuan penjumlahan dan pengurangan 1-20 pada pra tindakan

Kemampuan Anak Skor yang diperoleh

Penjumlahan 50,79 Pengurangan 38,28

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kondisi awal kemampuan anak dalam penjumlahan dan pengurangan masih kurang, hal tersebut dikarenakan kurang pengoptimalan dalam penggunaan media dan ketika pembelajaran matematika penjumlahan dan pengurangan belum disertai gambar atau benda kongkret, dalam penyampaiannya terlihat abstrak. Hasil penilaian observasi terlihat hampir semua anak kesulitan dalam menghitung, ketika peneliti memberikan pertanyaan lisan kepada anak tentang penjumlahan bilangan 10-20 mereka terlihat kebingungan dalam menghitung menggunakan media jari mereka.

Sementara pada pengurangan sebagian anak masih bingung tentang pengurangan, sebagian besar masih menjawab salah dan berfikir jika pengurangan sama dengan penjumlahan. Sedangkan pada penilaian portofolio sebelum dikenai tindakan pada penjumlahan sebagian besar anak sudah paham dalam mengerjakan LKA berupa gambar-gambar tersebut akan tetapi masih ada beberapa yang salah


(64)

dalam mengerjakan dikarenakan LKA yang digunakan berupa gambar-gambar yang sangat kecil dan tidak menarik. Sedangkan pada pengurangan pada penilaian LKA menunjukan bahwa anak kurang paham tentang konsep pengurangan. Hasil jawaban LKA yang dikerjakan anak kebanyakan adalah penjumlahan bukan pengurangan. Rata-rata skor yang diperoleh pada penjumlahan adalah 50,79, sedangkan pengurangan 38,28. Keadaan seperti ini yang menjadi landasan peneliti untuk meningkatkan kemampuan matematika penjumlahan dan pengurangan melalui permainan dakon.

2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I

Penelitian ini terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam proses pembelajaran yakni 4 kali pertemuan. Siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 12 April 2015, 14 April 2015, 17 April 2015, dan 18 April 2015. Pelaksanaan 2 siklus tersebut dengan tahapan perencanaan (planning), pelaksanaan dan pengamatan (Acting and Observing), dan refleksi (reflecting). Sedangkan untuk siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 22 April 2015, 23 April 2015, 24 April 2015, dan 25 April 2105. Berikut adalah penjabaran penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan di kelompok B Pamardi Siwi Muja-Muju.

a. Tahapan Perencanaan (Planning)

Pada tahapan ini, peneliti melakukan persiapan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Adapun tahap perencanaan siklus I meliputi kegiatan sebagai berikut:


(65)

50

Peneliti memberikan penjelasan kepada guru mengenai penelitian yang akan dilakukan. Hal ini dilakukan supaya guru memiliki pemahaman yang sama dengan peneliti terkait tindakan yang akan dilakukan, dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaborasi. Dengan demikian diharapkan dalam penelitian akan berjalan dengan baik sebagaimana mestinya.

2.Membuat Rencana Kegiatan Harian (RKH)

Pembuatan RKH dilakukan bersama guru dengan pedoman kurikulum yang sekolah digunakan, hal ini dilakukan supaya tidak terjadi perbedaan. Pembuatan RKH dilakukan sehari sebelum penelitian dilakukan, dengan memilih indikator dalam penelitian dan disesuaikan dengan tema.

3.Menyiapkan media pembelajaran dan sumber belajar yang diperlukan

Peneliti bersama guru mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam proses pelaksanaan penelitian. Persiapan media tersebut antara lain mempersiapkan papan dakon berserta biji yang digunakan untuk anak bermain, mempersiapkan LKA yang digunakan dalam penilaian portofolio.

4.Menyiapkan alat dokumentasi

Peneliti menyiapkan alat dokumentasi yang berupa kamera. Penggunaan kamera dalam penelitian bertujuan supaya hasil data yang diperoleh dapat diperkuat dengan adanya foto yang diperoleh dari hasil alat dokumentasi.

5.Menyiapkan lembar penilaian observasi untuk mencatat perkembangan kemampuan matematika penjumlahan pengurangan menggunakan dakon

Sebelum tindakan dilakukan peneliti mempersiapkan lembar observasi yang digunakan untuk penilaian, yang berfungsi mencatatat perkembangan


(66)

kemampuan matematika penjumlahan pengurangan anak menggunakan permainan dakon.

b. Tahapan Pelaksanaan (Acting)

1) Pelaksanaan Tindakan Siklus I Pertemuan 1

Pertemuan pertama siklus I dilaksanakan pada hari Senin, 12 April 2015 dari pukul 07.30-10.30 WIB. Jumlah siswa yang mengikuti kegiatan pada siklus I pertemuan yang pertama yaitu 16 anak, Kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman matematika penjumlahan dan pengurangan menggunakan dakon menjadi bagian dengan kegiatan yang lain. Tujuannya supaya semua aspek perkembangan anak dapat secara utuh dikembangkan dengan optimal. Peneliti bersama guru berkolaborasi dalam melangsungkan proses pembelajaran. Guru bertugas menyampaikan pembelajaran berdasarkan RKH yang telah dibuat sebelumnya, selanjutnya guru menjelaskan kepada anak tentang cara bermain dan peraturan dalam permainan dakon tersebut. Sedangkan peneliti bertugas mengamati, dan menilai perkembangan pemahaman matematika penjumlahan pengurangan dengan dakon tidak lupa peneliti juga mendokumentasikan saat kegiatan berlangsung. Penilaian pertemuan pertama adalah lembar observasi. Berikut gambaran pelaksanaan siklus I pertemuan pada pertama pelaksanaan pembelajaran matematika penjumlahan dan pengurangan menggunakan permainan dakon.

a. Kegiatan Awal (±30 Menit)

Bel berbunyi tepat pukul 07.30 WIB dan semua anak langsung berbaris rapi di halaman sekolah karena kegiatan rutin setiap hari senin adalah upacara


(67)

52

bendera. Kegiatan upacara bendera diikuti semua warga yang ada disekolah. Upacara selesai pada pukul 07.50, kemudian anak antri menunggu bergiliran untuk masuk kelas masing. Setelah itu anak duduk pada kursi masing-masing dan dilanjutkan dengan berdoa. Selesai berdoa anak-anak bernyanyi tamanku dan aku anak TK. Kemudian guru melakukan apersepsi yaitu dengan bercakap-cakap tentang kekayaan kebudayaan diindonesia. Guru menjelaskan tentang kebudayaan indonesia, indonesia kaya akan budaya karena indonesia mempunyai banyak macam pakaian adat, rumah adat, bahasa daerah, dan permainan tradisional. Kemudian guru menjelaskan bahwa hari ini akan belajar tentang permainan dakon.

b. Kegiatan Inti (±60 Menit)

Kegiatan inti dimulai dengan guru menunjukan media permainan dakon. Pertama, guru menjelaskan tentang alat dakon tersebut, lubang yang kecil bernama sawah, yang besar namanya lumbung, dan biji kecil nanti akan dimasukan pada sawah. Guru menjelaskan tentang bagaimana cara bermainnya, yaitu setiap lubang dakon diisi dengan tiga biji, dan setiap pemain mempunyai lumbung dua, selain lumbung yang ada pada papan dakon guru akan menambahkan kardus kecil untuk lumbung dua. Guru memberi contoh bagaimana cara bermain dan aturan yang harus mereka taati. Selanjutnya anak antri untuk mengambil papan dakon, anak berlatih bermain dakon sendiri tanpa ada lawan terlebih dahulu. Ketika waktu istirahat tiba anak-anak membereskan peralatan dakon dan bergegas untuk istirahat.


(68)

c. Kegiatan Akhir (±30 Menit)

Pada kegiatan akhir guru meminta anak untuk maju ke depan kelas dan bercerita kepada teman tentang pengalamannya bermain dakon tadi. Karena hari berikutnya pembelajarannya menggunakan dakon. Sebelum pulang guru melakukan refleksi tentang kegiatan hari ini, setelah selesai guru menyampaikan pesan-pesan berdoa pulang.

2) Pelaksanaan Tindakan Siklus I Pertemuan 2

Pertemuan kedua siklus I dilaksanakan pada hari Selasa, 14 April 2015. Jumlah siswa yang mengikuti proses pembelajaran pada pertemuan kedua siklus I ada 16 anak. Tidak ada anak yang absen pada hari tersebut. Penilaian pertemuan kedua adalah lembar observasi. Berikut gambaran kegiatan penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan.

a. Kegiatan Awal (±30 Menit)

Setelah bel berbunyi anak-anak bergegas masuk ke dalam kelas dan duduk pada tempat masing-masing. Guru membuka pembelajaran dengan salam kemudian berdoa sebelum kegiatan. dilanjutkan dengan bernyanyi good

morning. Sebelum kegiatan inti dimulai guru mengajak anak-anak untuk

senam si tompi, guru meminta anak untuk berdiri kemudian guru memainkan musik dan memberikan contoh gerakan anak-anak mengikutinya, selanjutnya anak bergerak sendiri tanpa contoh.

b. Kegiatan Inti (±60 Menit)

Kegiatan inti dimulai dengan guru menanyakan kepada anak hari ini akan belajar tentang apa, serentak anak menjawab bermain dakon. Guru


(1)

 

145

 

Tabel Hasil wawancara

No Hari, Tanggal Observasi Hasil Wawancara

1 19 Maret 2015 Wawancara ini dilakukan ketika peneliti selesai melakukan observasi. Wawancara dilakukan kepada wali kelas kelompok B yaitu ibu YN. Berikut gambaran tentang hasil wawancara yang dilakukan:

Pertanyaan pertama yang peneliti tanyakan adalah dalam satu minggu berapa kali guru dalam mengenalkan operasi bilangan khususnya penjumlahan dan pengurangan, jawaban guru adalah dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan dalam satu minggu biasa 2-3x akan tetapi tidak menentu juga tergantung dengan indikator yang ada pada minggu tersebut. Hal itu dikarenakan indikator tidak dibuat mendadak tetapi sudah ada dari dulu. Jika pada minggu tersebut tidak ada indikator tentang mengenal lambang bilangan selanjutnya guru memberikan PR untuk dikerjakan dirumah tentang penjumlahan dan pengurangan. selanjutnya peneliti mengajukan pertanyaan bagaimana selama ini guru mengenalkan, mengajarkan matematika kepada anak, guru menjelaskan bahwa selama ini yang dilakukan dalam pembelajaran dikelas tentang penjumlahan dan pengurangan yang sering digunakan adalah LKA, karena guru menganggap itu adalah praktis dan tidak terlalu merepotkan guru, kadang-kadang guru memberikan soal dipapan tulis, bahkan memberikan PR kepada anak untuk dikerjakan dirumah dengan tujuan supaya mereka lebih paham. Pertanyaan berikutnya dari peneliti adalah sudah


(2)

 

146

 

pernahkan dalam pembelajaran khususnya matematika penjumlahan pengurangan tersebut menggunakan permainan atau dilakukan dengan bermain, penjelasan dari guru untuk jawaban pertanyaan tersebut adalah selama ini disekolah mereka jarang sekali menggunakan permainan ketika pembelajaran, karena guru terbebani dan tidak mau repot, halaman sekloah tidak luas, kalau dengan permainan atau bermain diluar kelas akan mengganggu kelas A dan guru takut anak akan keteruskan dalam bermain. Oleh sebab itu permainan dan bermain jarang mereka gunakan disekolah.

   


(3)

 

147

LAMPIRAN 7.


(4)

 

148

Foto kegiatan pra tindakan penilaian observasi

Foto kegiatan pra tindakan penilaian portofolio


(5)

 

149

Foto pelaksanaan siklus I ketika anak bermain dakon secara bergantian

Foto pelaksanaan siklus I ketika guru menyakan hasil penjumlahan dan pengurangan kepada anak

Foto pelaksanaan siklus II saat anak menghitung hasil penjumlahan lumbung 1 dan lumbung 2


(6)

 

150

Foto pelaksanaan siklus II pendampingan guru secara individu ketika bermain dakon dengan menambah lumbung

Foto pelaksanaan siklus II pendampingan guru secara individu ketika melakukan pengurangan


Dokumen yang terkait

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DALAM PENJUMLAHAN MELALUI PERMAINAN DAKON PADA ANAK HIPERAKTIF KELAS III DI SLB

0 5 48

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERHITUNG PERMULAAN MELALUI PERMAINAN DAKON DI KELOMPOK B Pengembangan Kemampuan Berhitung Permulaan Melalui Permainan Dakon Di Kelompok B TK Mojorejo 1 Kec. Karangmalang Kab. Sragen Tahun 2014/2015.

0 2 15

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERHITUNG PERMULAAN MELALUI PERMAINAN DAKON DI KELOMPOK B Pengembangan Kemampuan Berhitung Permulaan Melalui Permainan Dakon Di Kelompok B TK Mojorejo 1 Kec. Karangmalang Kab. Sragen Tahun 2014/2015.

0 1 17

UPAYA PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERHITUNG MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL DAKON KELOMPOK B DI TK Upaya Pengembangan Kemampuan Berhitung Melalui Permainan Tradisional Dakon Kelompok B Di TK Aisyiyah Kaliwuluh Kebakkramat Karanganyar Tahun Ajaran 2012/2

0 0 13

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI PERMAINAN DAKON PADA KELOMPOK B Mengembangkan Kemampuan Berhitung Anak Melalui Permainan Dakon Pada Kelompok B Tk Gilirejo I Kecamatan Miri Kabupaten Sragen Tahun 2013/2014.

0 0 13

PENDAHULUAN Mengembangkan Kemampuan Berhitung Anak Melalui Permainan Dakon Pada Kelompok B Tk Gilirejo I Kecamatan Miri Kabupaten Sragen Tahun 2013/2014.

0 1 4

PENINGKATAN KEMAMPUAN SAINS MELALUI PERMAINAN PENCAMPURAN WARNA PADA ANAK KELOMPOK B Peningkatan Kemampuan Sains Melalui Permainan Pencampuran Warna Pada Anak Kelompok B TK ABA I Gedung Sierad Klaten.

0 2 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MOSAIK PADA ANAK KELOMPOK B DI TK PAMARDISIWI MUJA-MUJU YOGYAKARTA.

0 1 111

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL BENTUK GEOMETRI MELALUI PERMAINAN DAKON GEOMETRI PADA ANAK KELOMPOK A di TK ARUM PUSPITA TRIHARJO BANTUL.

3 49 193

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MENGGUNAKAN PERMAINAN KARTU KATA PADA ANAK KELOMPOK B TK MASYITHOH NGASEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA.

0 0 168