ANALISA SISTEM DRAINASE DENGAN MENGGUNAKAN POLDER (STUDI KASUS SALURAN PRIMER ASRI KEDUNGSUKO KECAMATAN SUKOMORO KABUPATEN NGANJUK).

(1)

ANALISA SISTEM DRAINASE DENGAN MENGGUNAKAN

POLDER (STUDI KASUS SALURAN PRIMER ASRI

KEDUNGSUKO KECAMATAN SUKOMORO

KABUPATEN NGANJUK)

TUGAS AKHIR

Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Oleh :

MUHAMAD MIFTAHUL HUDA 1053010022

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

JAWATIMUR

2014


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

ANALISA SISTEM DRAINASE DENGAN MENGGUNAKAN

POLDER (STUDI KASUS SALURAN PRIMER ASRI

KEDUNGSUKO KECAMATAN SUKOMORO KABUPATEN

NGANJUK)

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil FTSP UPN “Veteran” Jawa Timur

Pada tanggal 18 Juli 2014

Mengetahui

Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur

Ir. NANIEK RATNI JULIARDI AR., M. Kes, NIP. 19590729 198603 2001

Dosen Pembimbing : Pembimbing Utama

IWAN WAHJUDIJANTO, ST., MT. NPT. 3 7102 99 0168 1

Pembimbing Pendamping

NOVIE HANDAJANI, ST., MT. NPT. 3 6711 95 0037 1

Tim Penguji : Penguji I

Dr. Ir. MINARNI NUR TRILITA, MT. NIP. 19690208 199403 2 00 1

Penguji II

Ir. SITI ZAINAB, MT. NIP. 19600105 199303 2001

Penguji III


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehinggga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini dengan judul “ANALISA SISTEM DRAINASE DENGAN MENGGUNAKAN POLDER (STUDI KASUS SALURAN PRIMER

ASRI KEDUNGSUKO KECAMATAN SUKOMORO KABUPATEN

NGANJUK)”.

Penyusunan tugas akhir ini dilakukan guna melengkapi tugas akademik dan memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan strata 1 (S1) di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” JawaTimur.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis berusaha semaksimal mungkin menerapkan ilmu yang penulis dapatkan dibangku perkuliahan dan buku-buku literatur yang sesuai dengan judul tugas akhir ini. Disamping itu penulis juga menerapkan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh dosen pembimbing, namun sebagai manusia biasa dengan keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari setiap pembaca akan penulis terima demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Dengan tersusunnya tugas akhir ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, semangat, arahan serta berbagai macam bantuan baik berupa moral maupun spiritual, terutama kepada :


(4)

1. Ibu Ir. Naniek Ratni Juliardi AR., M. Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” JawaTimur.

2. Bapak Ibnu Solichin, ST, MT selaku Kepala Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Unisersitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. Hendrata Wibisana, MT selaku Dosen Wali, terima kasih atas bimbingan dan saran-sarannya.

4. Bapak Iwan Wahjudijanto, ST, MT selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa memberi arahan dan masukan serta motivasi kepada penulis selama pembuatan tugas akhir ini.

5. Ibu Novie Handajani, ST, MT selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih atas bimbingan, arahan, nasihat, serta motivasi yang diberikan demi terselesaikannya tugas akhir ini.

6. Ibu Dr. Ir. Minarni Nur Trilita, MT yang telah berkenan memberikan bimbingan dan dorongan moril selama pengerjaan tugas akhir.

7. Para Dosen dan Staff pengajar Program Studi Teknik Sipil UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan yang amat berguna.

8. Mas Yayan yang telah membantu dan memberikan semangat selama pengerjaan tugas akhir.

9. Kedua orang tuaku, kakakku, saudaraku semua yang telah banyak memberikan dukungan lahir dan batin, materil serta spirituil sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.


(5)

10. Segenap keluarga besar Teknik Sipil semua angkatan dan khususnya angkatan 2010 terima kasih atas dorongan semangat serta bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Sebagai akhir kata penulis harapkan agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surabaya, Agustus 2014


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rurumusan Masalah ... 2

1.3 Maksud dan Tujuan ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Lokasi Studi ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum ... 4

2.1.1 Sistem Drainase ... 4

2.1.2 Sistem Polder ... 4

2.2 Analisa Hidrologi... 6

2.2.1 Curah Hujan ... 7

2.2.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan Rencana ... 11

2.2.3 Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi ... 15


(7)

2.2.5 Analisa Debit Banjir Rencana ... 20

2.2.6 Analisa Kapasitas Sungai ... 24

2.3 Sistem Pengendalian Banjir ... 26

` 2.3.1 Jaringan Drainase ... 26

2.3.2 Kolam Retensi ... 26

2.3.3 Pompa ... 29

2.3.4 Analisa Kebutuhan Lebar Pintu Air ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Analisa dan Pengolahan Data ... 32

3.1.1 Permasalahan ... 32

3.1.2 Pengumpulan Data ... 32

3.1.3 Analisa Pengolahan Data ... 33

3.1.4 Cek Kondisi Muka Air ... 33

3.1.5 Perencanaan Konstruksi ... 33

3.2 Bagan Alir Penelitian ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinjauan Umum ... 35

4.2 Analisa Hidrologi... 35

4.2.1 Penentuan Luas Pengaruh Stasiun Hujan ... 37

4.2.2 Analisis Curah Hujan... 38

4.2.3 Analisis Curah Hujan Area ... 42

4.2.4 Analisa Distribusi Frekuensi Hujan ... 43

4.2.5 Pengujian Keselarasan Sebaran ... 47


(8)

4.2.5.2 Uji Sebaran Dengan Chi Kuadrat ... 48

4.2.6 Analisa Hujan Efektif ... 49

4.2.6.1 Koefisien Pengaliran Tata Guna Lahan ... 49

4.2.6.2 Distribusi Hujan Efektif ... 50

4.2.7 Perhitungan Debit Banjir Metode Nakayasu ... 51

4.2.8 Intensitas Curah Hujan ... 59

4.2.9 Waktu Konsentrasi Dan Perhitungan Debit Banjir Metode Rasional... 76

4.3 Analisa Hidrolika ... 82

4.3.1 Analisa Kapasitas Sungai Kondisi Eksisting ... 82

4.3.2 Analisa Kapasitas Sungai Kondisi Eksisting Dengan Debit Banjir ... 87

4.3.3 Analisa Rencana Saluran Dengan Sistem Polder ... 90

4.3.3.1 Analisa Kapasitas Kolam Retensi Dan Kebutuhan Pompa ... 90

4.3.3.2 Analisa Kebutuhan Lebar Pintu Air ... 142

4.3.3.3 Normalisasi Sungai ... 144

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 151

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel :

2.1 Penggunaan Metode Berdasarkan Jaring-jaring Pos Penakar Hujan.... 7

2.2 Penggunaan Metode Berdasarkan Luas DAS ... 8

2.3 Penggunaan Metode Berdasarkan Topografi DAS ... 8

2.4 Persyaratan Pemilihan Distribusi Frekuensi ... 12

2.5 Nilai K Distribusi Log Pearson Type III ... 14

2.6 Nilai Kekasaran Manning (n) ... 25

4.1 Prosentase Luas Daerah Pengaruh Stasiun Hujan DAS Kedungsuko .. 37

4.2 Curah Hujan Maksimum Berdasarkan Stasiun Tunglur ... 39

4.3 Curah Hujan Maksimum Berdasarkan Stasiun Jati ... 40

4.4 Curah Hujan Maksimum Berdasarkan Stasiun Paluombo ... 41

4.5 Curah Hujan Maksimum Thiessen Poligon ... 42

4.6 Perhitungan Penentuan Distribusi ... 43

4.7 Perhitungan Distribusi Log Pearson Type III ... 45

4.8 Perhitungan Curah Hujan DAS Kedungsuko untuk Beberapa Periode 46 4.9 Hasil Perhitungan Log Pearson Type III ... 46

4.10 Uji Keselarasan Sebaran Dengan Smirnov – Kolmogorov ... 47

4.11 Uji Keselarasan Sebaran Dengan Chi Kuadrat ... 48

4.12 Koefisien Pengaliran DAS Kedungsuko ... 49

4.13 Distribusi Hujan Jam-jaman ... 50

4.14 Perhitungan Distribusi Hujan Efektif ... 51


(10)

4.16 Perhitungan Hidrograf Nakayasu DAS Kedungsuko Periode 2 Tahun 53 4.17 Perhitungan Hidrograf Nakayasu DAS Kedungsuko Periode 5 Tahun 54 4.18 Perhitungan Hidrograf Nakayasu DAS Kedungsuko Periode 10 Tahun 55 4.19 Perhitungan Hidrograf Nakayasu DAS Kedungsuko Periode 25 Tahun 56 4.20 Perhitungan Hidrograf Nakayasu DAS Kedungsuko Periode 50 Tahun 57

4.21 Hidrograf Banjir Rencana DAS Kedungsuko ... 58

4.22 Kedalaman Curah Hujan Menitan Dalam Kurun Waktu 11 Tahun ... 60

4.23 Perhitungan Harga Tiap Suku untuk Perhitungan Tetapan-tetapan dalam Rumus IntensitasCurah Hujan untuk Periode Ulang 2 tahun ... 61

4.24 Perhitungan Harga Tiap Suku untuk Perhitungan Tetapan-tetapan dalam Rumus IntensitasCurah Hujan untuk Periode Ulang 5 tahun ... 64

4.25 Perhitungan Harga Tiap Suku untuk Perhitungan Tetapan-tetapan dalam Rumus IntensitasCurah Hujan untuk Periode Ulang 10 tahun ... 67

4.26 Perhitungan Harga Tiap Suku untuk Perhitungan Tetapan-tetapan dalam Rumus IntensitasCurah Hujan untuk Periode Ulang 25 tahun ... 70

4.27 Perhitungan Harga Tiap Suku untuk Perhitungan Tetapan-tetapan dalam Rumus IntensitasCurah Hujan untuk Periode Ulang 50 tahun ... 73

4.28 Perhitungan Waktu Konsentrasi ... 77

4.29 Perhitungan Intensitas Hujan dan Debit Periode Ulang 2 Tahun ... 80

4.30 Perhitungan Intensitas Hujan dan Debit Periode Ulang 5 Tahun ... 80

4.31 Perhitungan Intensitas Hujan dan Debit Periode Ulang 10 Tahun ... 81

4.32 Perhitungan Intensitas Hujan dan Debit Periode Ulang 25 Tahun ... 81

4.33 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 50% Periode Ulang 2 tahun ... 92


(11)

4.35 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 50% Periode Ulang 10 tahun ... 94 4.36 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 50% Periode Ulang 25 tahun ... 95 4.37 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 2 Tahun ... 97 4.38 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 5 Tahun ... 98 4.39 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 10 Tahun .... 99 4.40 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 25 Tahun .... 100 4.41 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 60% Periode Ulang 2 tahun ... 106 4.42 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 60% Periode Ulang 5 tahun ... 107 4.43 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 60% Periode Ulang 10 tahun .... 108 4.44 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 60% Periode Ulang 25 tahun .... 109 4.45 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 2 Tahun ... 111 4.46 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 5 Tahun ... 112 4.47 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 10 Tahun .... 113 4.48 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 25 Tahun .... 114 4.49 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 70% Periode Ulang 2 tahun ... 118 4.50 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 70% Periode Ulang 5 tahun ... 119 4.51 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 70% Periode Ulang 10 tahun .... 120 4.52 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 70% Periode Ulang 25 tahun .... 121 4.53 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 2 Tahun ... 123 4.54 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 5 Tahun ... 124 4.55 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 10 Tahun .... 125 4.56 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 25 Tahun .... 126 4.57 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 80% Periode Ulang 2 tahun ... 130 4.58 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 80% Periode Ulang 5 tahun ... 131


(12)

4.59 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 80% Periode Ulang 10 tahun .... 132 4.60 Kumulatif Volume Aliran Masuk Qin 80% Periode Ulang 25 tahun .... 133 4.61 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 2 Tahun ... 135 4.62 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 5 Tahun ... 136 4.63 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 10 Tahun .... 137 4.64 Analisa Volume Kolam Retensi Dan Keperluan Pompa Q 25 Tahun .... 138 4.65 Volume Kolam Retensi Dengan Beberapa Alternatif ... 141


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar :

1.1 Lokasi Studi Kecamatan Sukomoro ... 3

1.2 Letak Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 3

2.1 Sistem polder dengan pompa dan kolam di samping badan saluran/ sungai ... 5

2.2 Sistem polder dengan pompa dan kolam di dalam badan saluran/ sungai ... 5

2.3 Sistem polder dengan pompa dan kolam tipe storage memanjang ... 6

2.4 Metode Rata-rata Aljabar ... 9

2.5 Polygon Thiessen ... 10

2.6 Metode Isohyet ... 11

2.7 Hidrograf Satuan Nakayasu ... 23

2.8 Kolam Retensi Tipe di Samping Badan Sungai ... 27

2.9 Kolam Retensi di Dalam Badan Sungai ... 28

2.10 Kolam Retensi Tipe Storage Memanjang ... 28

2.11 Tipe Pintu Pengambilan ... 31

3.1 Bagan Alir Penelitian ... 34

4.1 Wilayah DAS Yang Dikaji ... 36

4.2 DAS Kedungsuko dengan Metode Thiessen Polygon ... 38

4.3 Tata Guna Lahan Untuk Koefisien Pengaliran DAS Kedungsuko... 50

4.4 Grafik Hidrograf Banjir Rencana ... 59


(14)

4.6 Tampilan Windows Skema Geometri Data Saluran Primer Asri

Kedungsuko ... 83

4.7 Tampilan Masukan Penampang Saluran Primer Asri Kedungsuko Pada Sta. 112,5 ... 84

4.8 Tampilan Windows Steady Flow Data ... 84

4.9 Steady Flow Analysis ... 85

4.10 Kapasitas Penampang Sta. 39 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 85

4.11 Profile Memanjang Plot Kapasitas Penampang Saluran Primer Asri Kedungsuko Kondisi Eksisting ... 86

4.12 Tampilan Windows Steady Flow Data ... 87

4.13 Profile Memanjang Plot Kapasitas Penampang Saluran Primer Asri Kedungsuko Dengan Q Rencana ... 88

4.14 Kapasitas Penampang Sta. 39 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 89

4.15 Kapasitas Penampang Sta. 76 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 89

4.16 Desain Rencana kolam Retensi ... 90

4.17 Skema Geometri Data Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 101

4.18 Skema Input Debit Alternatif 1 Periode Ulang 25 Tahun ... 102

4.19 Tampilan Windows Steady Flow Data ... 102

4.20 Profile Memanjang Plot Kapasitas Penampang Saluran Primer Asri Kedungsuko Dengan Menggunakan Alternatif 1 ... 103

4.21 Kapasitas Penampang Sta. 39 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 104

4.22 Kapasitas Penampang Sta. 76 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 105

4.23 Profile Memanjang Plot Kapasitas Penampang Saluran Primer Asri Kedungsuko Dengan Menggunakan Alternatif 2 ... 115


(15)

4.24 Kapasitas Penampang Sta. 39 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 116

4.25 Kapasitas Penampang Sta. 76 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 117

4.26 Profile Memanjang Plot Kapasitas Penampang Saluran Primer Asri Kedungsuko Dengan Menggunakan Alternatif 3 ... 127

4.27 Kapasitas Penampang Sta. 39 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 128

4.28 Kapasitas Penampang Sta. 76 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 129

4.29 Profile Memanjang Plot Kapasitas Penampang Saluran Primer Asri Kedungsuko Dengan Menggunakan Alternatif 4 ... 139

4.30 Kapasitas Penampang Sta. 39 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 140

4.31 Kapasitas Penampang Sta. 76 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 141

4.32 Desain Rencana Pintu Air... 142

4.33 Lebar Total bangunan Pintu ... 143

4.34 Kapasitas Penampang Sta. 39 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 148

4.35 Kapasitas Penampang Sta. 93 Saluran Primer Asri Kedungsuko ... 149

4.36 Profile Memanjang Plot Kapasitas Penampang Saluran Primer Asri Kedungsuko Dengan Alternatif 80% Dan Normalisasi ... 150


(16)

ANALISA SISTEM DRAINASE DENGAN MENGGUNAKAN

POLDER (STUDI KASUS SALURAN PRIMER ASRI

KEDUNGSUKO KECAMATAN SUKOMORO KABUPATEN

NGANJUK)

Oleh :

Muhamad Miftahul Huda NPM : 1053010022

ABSTRAK

Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk merupakan daerah langganan banjir, selain diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi, banjir juga diakibatkan oleh kapasitas daya tampung saluran drainase yang kurang maksimal terutama pada Saluran Primer Asri Kedungsuko. Panjang Saluran Primer Asri Kedungsuko ± 11,25 km dan mempunyai luas DAS 82,59 km2. Setelah dilakukan analisa dengan program HEC-RAS dapat diketahui kondisi muka air banjir pada Saluran Primer Asri Kedungsuko kondisi eksisting terjadi luberan atau banjir. Sebagai contoh pada stasiun 39 tinggi muka air 1,5 m melebihi elevasi tanggul eksisting. sedangkan tinggi muka air pada Stasiun 76 adalah 1,8 m melebihi dari elevasi tanggul eksisting. Maka direncanakan sistem drainase sistem polder menggunakan alternatif 4 yaitu dengan debit Qin yang masuk ke kolam retensi sebesar 80%. Kolam retensi direncanakan dengan ukuran 625 m x 400 m dengan kedalaman 3 m sebanyak 2 buah pada Sta. 91 dan Sta. 50, dan kebutuhan pompa dengan kapasitas 0,5 m3/dt dengan jumlah 6 buah yang terletak pada tiap kolam retensi, sehingga mampu menampung air banjir sebanyak 717836,11 m3 pada tiap kolam tampungan. Dimensi pintu direncanakan tinggi = 2 m dan lebar 1,5 m dengan jumlah 2 pintu, yang berfungsi sebagai pintu banjir.. Serta normalisasi pada Sta. 9 sampai Sta. 43 dengan perhitungan Q = 23,9 m³/dt, b = 4 m, I = 0,0007, A = 17,16 m2, h = 2,6 m, V = 1,39 m/dt, P = 11,35 m, z = 1 : 1, pada Sta. 49 sampai Sta. 79 dengan perhitungan Q = 22,35 m³/dt, b = 4 m, I = 0,0012, A = 13,64 m2, h = 2,2 m, V = 1,68 m/dt, P = 10,22 m, z = 1 : 1, dan pada Sta. 90 sampai Sta. 112,5 dengan perhitungan Q = 20,1 m³/dt, b = 4 m, I = 0,0015, A = 11,21 m2, h = 1,95 m, V = 1,74 m/dt, P = 9,37 m, z = 1 : 1.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini begitu banyak permasalahan lingkungan yang terjadi, diantaranya adalah banjir. Kini banjir sudah umum terjadi di kawasan pedesaan dan perkotaan. Persoalan ini diakibatkan karena berbagai hal, salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian dalam mengelola sistem drainase.

Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani persoalan kelebihan air, baik kelebihan air yang berada di atas permukaan tanah maupun air yang berada di bawah permukaan tanah. Kelebihan air dapat disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi atau akibat dari durasi hujan yang lama. Secara umum drainase didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan ( Wesli, 2008:1-1). Drainase terdiri dari berbagai macam, antara lain drainase sistem gravitasi, drainase sistem sub surface, dan drainase dengan sistem polder.

Polder adalah daerah yang dibatasi dengan baik, dimana air yang berasal dari luar kawasan tidak boleh masuk, hanya air hujan (dan kadang-kadang air rembesan) pada kawasan itu sendiri yang dikumpulkan.

Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk merupakan daerah langganan banjir, selain diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi, banjir juga diakibatkan oleh kapasitas daya tampung saluran drainase yang kurang maksimal terutama pada Saluran Primer Asri Kedungsuko.


(18)

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dapat ditulis berkenaan dengan banjir yang terjadi di daerah Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk adalah sebagai berikut :

1. Berapa besar kemampuan penampang Saluran Primer Asri Kedungsuko pada kondisi eksisting?

2. Bagaimana rencana penampang saluran serta bangunan pelengkap pada sistem drainasenya (sistem polder)?

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui besar debit yang terjadi pada Saluran Primer Asri Kedungsuko. 2. Melakukan perencanaan, penataan/pengaturan sistem drainase dan sistem

polder pada Saluran Primer Asri Kedungsuko.

1.4. Batasan Masalah

Dengan adanya permasalahan di atas, maka ruang lingkup pembahasan dalam laporan tugas akhir ini adalah :.

1. Tidak membahas tentang jenis -jenis kerusakan yang terjadi akibat banjir. 2. Tidak menghitung stabilitas tanggul pada kolam retensi.

3. Tidak menghitung daya dukung tanah untuk stabilitas tanggul.

4. Penelitian hanya merencanakan saluran drainase, sistem polder ( sistem pompa, kolam retensi dan pintu air ).


(19)

1.5. Lokasi Studi

Lokasi studi berada di Kecamatan Sukomoro Kabupaten Nganjuk.

Gambar 1.1. Lokasi Studi Kecamatan Sukomoro


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

2.1.1. Sistem Drainase

Drainase berasal dari bahasa Inggris, drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil, drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan maupun rembesan, sehingga fungsi kawasan atau lahan tidak terganggu oleh genangan air. Drainase juga dapat diartikan sebagai sanitasi. Jadi, drainase tidak hanya menyangkut air tanah. Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga dapat difungsikan secara optimal ( Suripin, 2003:7-8).

2.1.2. Sistem Polder

Sistem polder adalah suatu teknologi penanganan banjir dan air laut pasang dengan sarana fisik seperti saluran drainase, kolam retensi, tanggul, pintu air serta pompa air yang harus dikelola secara satu kesatuan tanpa terpisahkan. Fungsi utama polder adalah sebagai pengendali muka air didalam sistem polder tersebut. Untuk kepentingan pemukiman, muka air didalam sistem dikendalikan supaya tidak terjadi banjir atau genangan.

Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan air alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada buangannya (dengan penguras atau pompa) untuk mengendalikan aliran di luar.


(21)

Alternatif tipe polder antara lain :

a) Sistem polder dengan pompa dan kolam di samping badan saluran/ sungai.

Gambar 2.1 Sistem polder dengan pompa dan kolam di samping badan saluran/ sungai.

b) Sistem polder dengan pompa dan kolam di dalam badan saluran/ sungai.

Gambar 2.2 Sistem polder dengan pompa dan kolam di dalam badan saluran/ sungai


(22)

c) Sistem polder dengan pompa dan kolam tipe storage memanjang

Gambar 2.3 Sistem polder dengan pompa dan kolam tipe storage memanjang

2.2. Analisa Hidrologi

Analisa hidrologi merupakan salah satu bagian analisa awal dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik dimana informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam analisa hidrologi merupakan masukan penting dalam analisa selanjutnya.

Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi. Keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan dan ditafsirkan dengan menggunakan prosedur tertentu, metode statistik dapat digunakan untuk melaksanakan penggunaan prosedur tersebut. (Soewarno, 1995).

Adapun langkah-langkah dalam analisis hidrologi adalah sebagai berikut : a) Menentukan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan hujan kawasan.

b) Menganalisis distribusi curah hujan dengan periode ulang T tahun. c) Menganalisis frekuensi curah hujan.


(23)

d) Menghitung debi di atas pada peri banjir.

2.2.1. Curah Hujan Data hujan yang terjadi hanya pada satu te bervariasi terhadap temp hujan belum dapat mengg hujan kawasan yang di penakar hujan yang ada d

Ada tiga macam kawasan: (1) rata-rata mempertimbangkan tiga

a) Jaring-jaring pos pe b) Luas DAS.

c) Topografi DAS a) Jaring-jaring pos pen

Tabel 2.1 Penggunaa Jumlah pos penaka Jumlah pos penaka Pos penakar hujan t

ebit banjir rencana berdasarkan besarnya curah eriode ulang T tahun untuk menentukan banguna

ng diperoleh dari alat penakar hujan merupaka u tempat atau titik saja (point rainfall). Menging

pat (space), maka untuk kawasan yang luas, s nggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam ha

diperoleh dari harga rata-rata curah hujan b a di dalam dan/atau di sekitar kawasan tersebut m cara yang umum dipakai dalam menghitung ta aljabar, (2) poligon Thiessen, dan (3) i ga faktor berikut (Suripin, 2003):

pos penakar hujan dalam DAS.

penakar hujan

unaan Metode Berdasarkan Jaring-jaring Pos Pena kar hujan cukup Metode isohyet, thiessen rata aljabar dapat dipakai. kar hujan terbatas Metode thiessen atau rata an tunggal Metode hujan titik

urah hujan rencana gunan pengendali

upakan hujan yang ingat hujan sangat , satu alat penakar hal ini diperlukan n beberapa stasiun but.(Suripin, 2004) ung hujan rata- rata

) isohyet, dengan

enakar Hujan sen atau rata-kai.


(24)

b) Luas DAS

Tabel 2.2 Penggunaa DAS besar (> 5000 km DAS sedang (500 s DAS kecil (< 500

c) Topografi DAS Tabel 2.3 Penggunaa

Berbukit dan tidak b Dataran

Pegunungan

a. Metode rata-rat Curah hujan dida

mean) dari penakaran pa a) Daerah tersebut b b) Penempatan alat ukur c) Variasi curah huj Rumus :

R = 1/n ( R1+R2+ Dengan :

R = Curah hujan m n = Jumlah stasiun pe

unaan metode berdasarkan luas DAS 5000 km2) Metode isohyet

500 s/d 5000 km2) Metode Thiessen

km2) Metode rata-rata aljabar

unaan Metode Berdasarkan Topografi DAS dak beraturan Metode isohyet

Metode Thiessen

Metode rata-rata aljabar

rata Aljabar

didapatkan dengan mengambil rata-rata hitung n pada penakar hujan areal tersebut. Cara ini diguna but berada pada daerah yang datar

at ukur tersebar merata

hujan sedikit dari harga tengahnya

2+...+Rn) ………..………

n maksimum rata-rata (mm) siun pengamatan

r

r

hitung (arithematic

digunakan apabila :


(25)

R1 = Curah hujan pada stasiun pengamatan satu (mm) R2 = Curah hujan pada stasiun pengamatan dua (mm) Rn = Curah hujan pada stasiun pengamatan n (mm)

Gambar 2.4 Metode Rata-rata Aljabar b. Metode Poligon Thiessen

Metode ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang (weighted mean). Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar terdekat. Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang satu dengan yang lainnya adalah linier dan bahwa sembarang pos dianggap dapat mewakili kawasan terdekat. Dengan demikian tiap stasiun penakar (Rn) akan terletak pada suatu wilayah poligon tertutup (An).

Perbandingan luas poligon untuk setiap stasiun yang besarnya An /A.

Thiessen memberi rumusan sebagai berikut:

n n n A A A R A R A R A R + + + + + + = ... * ... * * 2 1 2 2 1 1

……….…. (2.2)

R2

R3

Rn

R1


(26)

Dengan :

R : Curah hujan daerah rata-rata

R1, R2, ..., Rn : Curah hujan ditiap titik pos Curah hujan

A1, A2, ..., An : Luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos curah hujan

n : Jumlah pos curah hujan

Gambar 2.5 Polygon Thiessen

c. Metode Isohyet

Pada metode ini, dengan data curah hujan yang ada dibuat garis-garis yang merupakan daerah yang mempunyai curah hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat Gambar 2.3. Kemudian luas bagian di antara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan harganya rata-ratanya dihitung sebagai rata-rata timbang dari nilai kontur, kemudian dikalikan dengan masing-masing luasnya. Hasilnya dijumlahkan dan dibangi dengan luas total daerah maka akan didapat curah hujan areal yang dicari. Metode ini ini digunakan dengan ketentuan :

a) Dapat digunakan pada daerah datar maupun pegunungan b) Jumlah stasiun pengamatan harus banyak

c) Bermanfaat untuk hujan yang sangat singkat Rumus

Sta.1

Sta.6

Sta.2

Sta.3

Sta.5 Sta.4

A1 A2

A3

A4

A5 A6


(27)

= + + + ⋯ ++ ⋯ + … … … (2.3) Dengan :

R = Curah hujan rata-rata (mm)

R1, R2, ..., Rn = Curah hujan stasiun 1, 2,..., n (mm)

A1, A2, ….. , An = Luas bagian yang dibatasi oleh isohyet-isohyet (Km2)

Gambar 2.6 Metode Isohyet 2.2.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan Rencana

Hujan rencana adalah curah hujan terbesar tahunan yang dengan peluang tertentu mungkin terjadi di suatu daerah. Untuk menghitung curah hujan rencana dapat menggunakan beberapa metode tergantung luasan area dan kondisi kawasan tersebut.

Perhitungannya dimulai dari curah hujan rencana yang dikonversi menjadi curah hujan jam-jaman kemudian dikali karakteristik daerah aliran sungai yang dikenal dengan nama hidrograf satuan atau hidrograf satuan sintetis. Sedangkan curah hujan rencana yang dalam hal ini adalah curah hujan harian diperoleh dari data curah hujan harian maksimum tahunan diolah dengan metode analisis frekuensi. Analisis frekuensi data curah hujan rencana dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa distribusi probabilitas yang banyak digunakan dalam hidrologi, yaitu :

An Rn


(28)

Distribusi Log Pearson III dan Distribusi Normal. Persyaratan pemakaian distribusi tersebut didasarkan pada nilai Koefisien Skewness dan Koefisien Kurtosis, seperti persyaratan yang tercantum pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Persyaratan Pemilihan Distribusi Frekuensi

Distribusi Frekwensi

Parameter Data Statistik Koefisien Skewness

(Cs)

Koefisien Kurtosis (Ck)

Distribusi Normal -0.015 ≤ Cs ≤ 0.05 2.7 ≤ Ck ≤ 3.3

Log Pearson type III Bebas* 1.5 Cs2 + 3

Sumber : Hidrologi Sri Harto BR ; Hidrologi Jilid 1 Soewarno

*) Bila tidak ada yang mendekati parameter Gumbel dan Distribusi Normal, Tersedia Tabel -3 ≤ Cs ≤ 3

a. Distribusi Log Pearson III

Persamaan dari Distribusi Log Pearson III adalah :

Log XT = Log X + K. Slog x ………. (2.4)

Dengan :

XT = Curah hujan dengan kala ulang t tahun

Log X = Harga rata-rata Slog x = Standart deviasi

K = Koefisien, yang harganya tergantung pada nilai kepencengan (Cs) dan return periode (T)

Distribusi ini mempunyai 3 parameter, yaitu : α = Parameter skala


(29)

γ = Parameter lokasi

Untuk menghitung variabel acak x dengan periode ulang tertentu, digunakan rumus berikut :

y K

e

x

T

=

µ y + σ ……… (2.5)

Dengan :

µy = Nilai rata-rata dari logaritma sampel data variabel x (ln x)

σy = Nilai simpangan baku dari logaritma sampel data variabel x (ln x) K = Faktor frekuensi Distribusi Pearson III

b. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. Distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut :

P(X) =

(!"#

$

- ∞

≤ x ≤∞ ….………. (2.6) P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)

X = variabel acak kontinu

%

= rata-rata nilai X

&

= simpangan baku dari nilai X

Analisa kurva normal cukup menggunakan parameter statistik

%

dan

&

.

Bentuk kurvanya simetris terhadap X =

%

,

dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X, serta mendekati (berasimut) sumbu datar X dan dimulai dari X =

%

+ 3

&

dan X =

%

- 3

&

Nilai mean = median = modus. Nilai X mempunyai batas - ∞≤ X ≤ +∞


(30)

Tabel 2.5 Nilai K Distr

Cs

1.0101

99 3 -0.667 2.8 -0.714 2.6 -0.769 2.4 -0.832 2.2 -0.905 2 -0.990 1.8 -1.087 1.6 -1.197 1.4 -1.138 1.2 -1.449 1 -1.588 0.8 -1.733 0.6 -1.880 0.4 -2.029 0.2 -2.178 0 -2.236 -0.2 -2.472 -0.4 -2.615 -0.6 -2.755 -0.8 -2.891 -1 -3.022 -1.2 -2.149 -1.4 -2.271 -1.6 -2.388 -1.8 -3.499 -2 -3.605 -2.2 -3.705 -2.4 -3.800 -2.6 -3.889 -2.8 -3.973 -3 -7.051

istribusi Log Pearson Type III

Periode Ulang ( Tahun )

1.25 2 5 10 25

Peluang ( % )

80 50 20 10 4

-0.636 -0.396 0.420 1.180 2.278 -0.666 -0.384 0.460 1.210 2.275 -0.696 -0.368 0.499 1.238 2.267 -0.725 -0.351 0.537 1.262 2.256 -0.752 -0.330 0.574 1.284 2.240 -0.777 -0.307 0.609 1.302 2.219 -0.799 -0.282 0.643 1.318 2.193 -0.817 -0.254 0.675 1.329 2.163 -0.832 -0.225 0.705 1.337 2.128 -0.844 -0.195 0.732 1.340 2.087 -0.852 -0.164 0.758 1.340 2.043 -0.856 -0.132 0.780 1.336 1.993 -0.857 -0.099 0.800 1.328 1.939 -0.855 -0.066 0.816 1.317 1.880 -0.850 -0.033 0.830 1.301 1.818 -0.842 0.000 0.842 1.282 1.751 -0.830 0.033 0.850 1.258 1.680 -0.816 0.066 0.855 1.231 1.606 -0.800 0.099 0.857 1.200 1.528 -0.780 0.132 0.856 1.166 1.448 -0.758 0.164 0.852 1.128 1.366 -0.732 0.195 0.844 1.086 1.282 -0.705 0.225 0.832 1.041 1.198 -0.675 0.254 0.817 0.994 1.116 -0.643 0.282 0.799 0.945 1.035 -0.609 0.307 0.777 0.895 0.959 -0.574 0.330 0.752 0.844 0.888 -0.537 0.351 0.725 0.795 0.823 -0.490 0.368 0.696 0.747 0.764 -0.469 0.384 0.666 0.702 0.712 -0.420 0.396 0.636 0.660 0.666

50 100

2 1

3.152 4.051 3.114 3.973 3.071 3.889 3.023 3.800 2.970 3.705 2.192 3.605 2.848 3.499 2.780 3.388 2.706 3.271 2.626 3.149 2.542 3.022 2.453 2.891 2.359 2.755 2.261 2.615 2.159 2.472 2.051 2.326 1.945 2.178 1.834 2.029 1.720 1.880 1.606 1.733 1.492 1.588 1.379 1.449 1.270 1.318 1.166 1.197 1.069 1.087 0.980 0.990 0.900 0.905 0.830 0.832 0.768 0.769 0.714 0.714 0.666 0.667


(31)

2.2.3. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi

Untuk menentukan kecocokan (the goodness of fit test) distribusi frekuensi dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut diperlukan pengujian parameter. Pengujian parameter dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu Chi- Kuadrat ataupun dengan Smirnov-Kolmogorov. Umumnya pengujian dilaksanakan dengan cara menggambarkan data pada kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut merupakan garis lurus, atau dengan membandingkan kurva frekuensi dari data pengamatan terhadap kurva frekuensi teoritisnya (Soewarno, 1995).

a. Uji Chi Kuadrat (Chi-Square Test)

Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah di pilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang di analisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2, oleh karena itu disebut dengan uji Chi-Square. Parameter X2dapat dihitung dengan rumus :

(

)

G −

1 =

i i

2 i i 2

E E O =

Xh ……… (2.7)

Dengan :

X h2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung G = Jumlah sub-kelompok

Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-i

Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i Prosedur uji Chi-Square adalah :


(32)

2. Kelompokkan data menjadi G sub-grup, tiap-tiap sub grup minimal 4 data pengamatan,

3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap sub-grup,

4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei.

5. Pada tiap sub-grup hitung nilai (Oi - Ei)2 dan

Ei Ei

Oi )2

( −

6. Jumlah Seluruh G sub-grup nilai

Ei Ei

Oi )2

( −

untuk menentukan nilai

chi-kuadrat,

7. Tentukan derajad kebebasan dk = G – R – 1 (nilai R= 2 untuk distribusi normal dan binomial).

b. Uji Smirnov-Kolomogorov

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Uji ini diperoleh dengan memplot data dan probabilitas dari data yang bersangkutan, serta hasil perhitungan empiris dalam bentuk grafis. Dari kedua hasil pengeplotan, dapat diketahui penyimpangan terbesar. Penyimpangan tersebut kemudian dibandingkan dengan penyimpangan kritis yang diijinkan.

2.2.4. Intensitas Curah Hujan

Intesitas curah hujan adalah tinggi curah hujan yang terjadi per satuan waktu. Data yang digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan adalah curah hujan jangka pendek yang dinyatakan dalam intensitas per jam yang disebut intensitas curah hujan (mm/jam). Besarnya intensitas curah hujan itu berbeda-beda yang


(33)

disebabkan oleh lamanya curah hujan atau frekuensi kejadiannya. Untuk mengestimasi intensitas curah hujan, dalam perencanaan ini biasanya digunakan salah satu dari rumus di bawah ini :

1. Metode Talbot

Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbot pada tahun 1881 yang dijabarkan sebagai berikut:

' =) + * … … … (2.8)( Dimana nilai a dan b didapatkan dengan cara sebagai berikut (Metode Least Square)

( =,'-/,' . − ,'.. ,'. … … … (2.9).. ,' . − ,'-.. ,'. * =,'/,' . − ,'.. ,'. … … … (2.10)-.. ,'. − /,'-. Dengan :

I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam) t = Lamanya curah hujan (menit) a,b = Tetapan

N = Banyaknya data 2. Metode Sherman

Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman pada tahun 1905 yang dijabarkan seperti berikut :

' =) … … … (2.11)( Dimana nilai a dan n dapat diperoleh dengan persamaan di bawah ini (Metode Least Square)


(34)

log ( =,log '.. ,(log )) . − ,log ' . log ).. ,log )./,(log )) . − ,log ).. ,log ). … … … (2.12) 6 =,log '.. ,log ). − /,log ' . log )./,(log )) . − ,log ).. ,log ). … … … (2.13) Dengan :

I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam) t = Lamanya curah hujan (menit) a,b = Tetapan

N = Banyaknya data 3. Metode Ishiguro

Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro pada tahun 1953 yang dijabarkan sebagai berikut:

' = (

√) + * … … … (2.14) Dimana nilai a dan b dapat diperoleh dengan persamaan di bawah ini (metode Least Square).

( =8'. √)9. ,' . − 8' . √)9. ,'./,' . − ,'.. ,'. … … … (2.15) * =8'. √)9. ,' . − ,' .. ,'./,' . − ,'.. ,'. … … … (2.16) Dengan :

I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam) t = Lamanya curah hujan (menit) a,b = Tetapan


(35)

Dari ketiga rumus diatas hasilnya dapat ditabelkan, kemudian dipilih salah satu persamaan yang mempunyai deviasi paling rendah. Kemudian dipakai sebagai rumus intensitas curah hujan yang dapat ditampilkan sebagai persamaan kurva durasi intensitas curah hujan.

4. Metode Mononobe

Metode ini diperkenalkan oleh Dr. Mononobe yang dijabarkan sebagai berikut, dengan Rumus :

I =

= >> ?@>

$

……….

………. (2.17) Dengan :

I = Intensitas Hujan dalam t jam (mm/jam) R24 = Curah hujan efektif selama 1 hari

tc = Waktu Konsentrasi (jam)

Lamanya hujan pada perumusan diatas dinyatakan sama dengan waktu konsentrasi ( tc ), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik terjauh. Dengan memperhitungkan kemiringan daerah aliran dan kemiringan sungai, maka : tc = t0 + td ………..…….………. (2.18)

untuk mencari harga t0 bisa dengan rumus sebagai berikut :

t0 =

A

x 3,28 x L x

E

√F

$

menit ……… (2.19) dan

td = GH


(36)

Dengan :

tc = waktu Konsentrasi ( jam ),

t0 = waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir di permukaan

hingga mencapai intake (menit ),

td = waktu yang diperlukan air untuk mengalir disepanjang channel flowting ( menit ),

n = angka kekasaran Manning, S = kemiringan lahan,

L = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m), Ls = panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m), V = kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik).

2.2.5. Analisa Debit Banjir Rencana

Dalam perhitungan debit banjir rencana perlu dihitung terlebih dahulu nilai koefisien pengaliran yang besarnya tergantung pada peruntukan lahannya (tata guna lahan). Tata guna lahan yang digunakan didasarkan pada tata guna lahan kondisi eksisting sesuai kenyataan yang ada dan didasarkan tata guna lahan rencana tahun 2011-2031 yang diperoleh dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Nganjuk. Metode yang biasa digunakan untuk menghitung debit banjir rencana pada suatu ruas sungai atau saluran ada beberapa metode, diantaranya:

1. Metode Rasional

Metode rasional dapat menggambarkan hubungan antara debit dengan besarnya curah hujan untuk DPS dengan luas sampai 500 Ha, dan merupakan metode


(37)

yang paling tua untuk menaksir debit puncak banjir berdasarkan data curah hujan. Debit banjir yang dihitung berdasarkan parameter hujan dan karakteristik DPS. Rumus :

Q =

A,I

C. I. A

……… (2.21)

Dengan :

Q = Debit banjir (m3/dt) C = Coefisien tata guna lahan I = Intensitas hujan (mm/jam) A = Luas Daerah Pengaliran (ha)

2. Metode Nakayasu

Dalam perhitungan debit banjir menggunakan Metode Nakayasu digunakan untuk menghitung besarnya debit yang mengalir di Sungai utama bagian atas atau hulu sebelum masuk di daerah studi.

a) Metode Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu

Debit rencana dihitung dengan menggunakan pendekatan Hidrograf satuan sintetis Nakayasu. Nakayasu menurunkan rumus hidrograf satuan sintetik berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian pada beberapa sungai di Jepang. Besarnya nilai debit puncak hidrograf satuan dihitung dengan rumus :

(

p 0,3

)

0 0,3T 6 , 3

* *

T R A C Qp

+

= ……….……… (2.22)

Dengan :

Qp = Debit puncak banjir (m3/det)


(38)

A = Luas daerah aliran sungai (km2) R0 = Hujan satuan (mm)

Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) T 0.3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak

sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam)

Nakayasu membagi bentuk hidrograf satuan dalam dua bagian, yaitu lengkung naik dan lengkung turun. Pada bagian lengkung naik, besarnya nilai hidrograf satuan dihitung dengan persamaan :

4 , 2 .       = Tp t Qp Qa

………. (2.23)

Dengan :

Qa = Limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3 /detik).

Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) Pada bagian lengkung turun yang terdiri dari tiga bagian, hitungan limpasan permukaannya adalah:

1. Untuk Qd > 0,30.Qp, 0,3 T Tp t Qp.0,30 Qd − =

2. Untuk 0,30.Qp > Qd > 0,302 Qp,

3 , 0 3 , 0 T . 5 , 1 ) T . 5 , 0 Tp t ( 3 , 0 . Qp Qd + − =

3. Untuk 0,302 Qp > Qd,

3 , 0 3 , 0 T . 2 ) T 5 , 1 Tp t ( 3 , 0 . Qp Qd + − = Dengan :


(39)

Qp = debit punc

t = satuan w Menurut Nakayas dan dihitung dengan pers

tr tg

Tp= +0,8. Dengan :

tg = Waktu kons tr = Satuan w Waktu konsentras Jika L < 15 km : Jika L > 15 km : Waktu yang dipe menjadi 30% dari debit p koefisien yang bergantun

Ga Debit

t puncak (m3/det) uan waktu (jam)

yasu, waktu naik hidrograf bergantung dari wa n persamaan :

………

ktu konsentrasi (jam)

n waktu hujan ( diambil 1 jam )

ntrasi dipengaruhi oleh panjang sungai utama (L) : tg =0,21.L0,70

: tg=0,4+0,058.L

iperlukan oleh penurunan debit, dari debit punc it puncak hidrograf satuan dihitung T0,3 = α.tg

tung pada karakteristik DAS.

Gambar 2.7 Hidrograf Satuan Nakayasu

waktu konsentrasi,

……… (2.24)

(L) :

ncak sampai debit dimana α adalah


(40)

2.2.6. Analisa Kapasitas Sungai

Perhitungan kapasitas sungai dari lokasi yang ditinjau menggunakan rumus Manning sebagai berikut :

O = × Q / × /A× ……….. (2.25)

Dengan :

Q = Kapasitas debit (m3/s)

n = Koefisien kekasaran Manning

6STUVWXS = Y∑ [U6U A/ \

U"

[ ]

/A

R = Radius hidrolik (m) R = P/A S = Kemiringan dasar saluran

A = Luas penampang basah (m2) Atrapesium = (B + zh)h


(41)

Tabel 2.6 Nilai Kekasaran Manning (n) No Tipe Saluran dan Jenis Bahan

Harga n

Minimum Normal Maksimum

1 Beton

Gorong-gorong lurus dan

bebas dari kotoran 0.001 0.011 0.013

Gorong-gorong dengan lengkungan dan sedikit kotoran gangguan

0.011 0.013 0.014

Beton di poles 0.011 0.012 0.014

Saluran Pembuang dengan

Bak Kontrol 0.013 0.015 0.017

2 Tanah Lurus dan Seragam

Bersih Baru 0.016 0.018 0.020

Bersih telah melapuk 0.018 0.022 0.025

Berkerikil 0.022 0.025 0.030

Berumput pendek, sedikit

tanaman pengganggu 0.022 0.027 0.033

3 Saluran Alam

Bersih lurus 0.025 0.030 0.033

Bersih berkelok-kelok 0.033 0.040 0.045

Banyak tanaman pengganggu 0.050 0.070 0.080

Dataran banjir berumput

pendek-tinggi 0.025 0.030 0.035

Saluran di belukar 0.035 0.050 0.070


(42)

2.3. Sistem Pengendalian Banjir

Dalam upaya pengendalian banjir dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menggunakan sistem polder. Sistem polder terdiri dari jaringan drainase, kolam retensi, tanggul dan stasiun pompa. Keempat elemen sistem polder harus direncanakan secara integral, sehingga dapat bekerja secara optimal. 2.3.1. Jaringan Drainase

Sistem jaringan drainase merupakan bagian dari infrastruktur pada suatu kawasan, drainase masuk pada kelompok infrastruktur air pada pengelompokan infrastruktur wilayah, selain itu ada kelompok jalan, kelompok sarana transportasi, kelompok pengelolaan limbah, kelompok bangunan kota, kelompok energi dan kelompok telekomunikasi ( Suripin, 2004 ).

2.3.2. Kolam Retensi

Drainase sistem polder menggunakan pompa dengan kolam retensi, dapat digunakan apabila debit banjir yang masuk lebih besar daripada kapasitas pompa banjir. Kolam retensi berfungsi untuk menampung kelebihan debit banjir dan mengendalikan muka air di dalam daerah tangkapan sistem polder pada saat terjadi banjir atau hujan lokal.

Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman.


(43)

Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan penyalur air; Pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan mentreatment limbah sebelum dibuang; dan pendukung waduk/bendungan, kolam retensi dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk. karena jauh lebih mudah dan murah menjernihkan air di kolam retensi yang kecil sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan menguras/menjernihkan air waduk itu sendiri. Kolam retensi memiliki berbagai tipe, seperti:

1. Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Gambar 2.8 Kolam Retensi Tipe di Samping Badan Sungai

Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet, bangunan pelimpah samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi, ambang rendah di depan pintu outlet, saringan sampah dan kolam penangkap sedimen. Kolam retensi jenis ini cocok diterapkan apabila tersedia lahan yang luas untuk kolam retensi sehingga kapasitasnya bisa optimal. Keunggulan dari tipe ini adalah tidak mengganggu sistem aliran yang ada, mudah dalam pelaksanaan dan pemeliharaan.


(44)

2. Kolam retensi di dalam badan sungai

Gambar 2.9 Kolam Retensi di Dalam Badan Sungai

Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling, pintu outlet, bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila lahan untuk kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitas kolam yang terbatas, harus menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan sulit dan pemeliharaan yang mahal

3. Kolam retensi tipe storage memanjang


(45)

Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang lebar dan dalam serta cek dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan tidak tersedia sehingga harus mengoptimalkan saluran drainase yang ada. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitasnya terbatas, menunggu aliran air yang ada dan pelaksanaannya lebih sulit.

Kolam pengatur berfungsi sebagai pemotong puncak debit banjir, dengan demikian kolam yang tidak luas pun dapat mengendalikan banjir secara efektif. Dalam perencanaan pengendalian banjir, penentuan dimensi dari masing-masing komponen sistem pengendalian banjir harus ditelaah dari segi teknis, ekonomis maupun sosial dalam rangka perencanaan persungaian secara keseluruhan

(Sosrodarsono dan Tominaga, 1985).

Perhitungan kapasitas kolam dimaksudkan untuk menentukan batasan maksimum yang dapat ditampung oleh kolam penampungan. Volume air hujan yang terjadi dihitung dengan metode hidrograf satuan Snyder.

2.3.3. Pompa

Pompa adalah alat yang digunakan menaikkan air ke elevasi yang lebih tinggi. Sebuah kurva pompa menggambarkan hubungan antara aliran rata-rata pompa dan kondisi node di inlet dan outlet.

Pompa air drainase umumnya beroperasi pada saat banjir, dan tinggi tekanan serta debitnya berubah-ubah sepanjang waktu. Terdapat berbagai jenis pompa tergantung dari konstruksinya, kapasitas dan spesifikasinya. Untuk pompa drainase umumnya digunakan jenis pompa turbin seperti pompa aliran aksial (axial flow) dimana tinggi pompa terutama ditimbulkan oleh gaya sudu pada air, jenis pompa ini


(46)

banyak digunakan untuk debit yang cukup besar dengan ketinggian rendah (head kecil). Selain pompa aliran aksial (axial flow) juga pompa aliran semi aksial (mixed flow) dimana tinggi pompa sebagian ditentukan oleh gaya dorong putaran sudu-sudu, pompa ini banyak digunakan untuk debit yang cukup besar dengan ketinggian sedang (head sedang), termasuk dalam tipe ini adalah pompa ulir (screw pumps). Untuk pompa dengan kapasitas debit yang cukup besar dengan ketinggian besar (head besar), tinggi pompa terutama ditimbulkan oleh gaya dorong sentrifugal putaran sudu-sudu (impeller) pompa ini termasuk tipe pompa centrifugal.

2.3.4. Analisa Kebutuhan Lebar Pintu Air a) Lebar Efektif Pintu

Dengan rumus (Kriteria Perencanaan 02, 1986) :

Q = μ b ad2. g. z

………..…. (2.26)

Dengan :

Q = Debit banjir (m3/dtk)

µ = koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan kehilangan tinggi energi, µ = 0,80

b = lebar bukaan, m a = tinggi bukaan, m

g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8) z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m


(47)

Gambar 2.11 Tipe Pintu Pengambilan 2. Lebar Total Bangunan Pintu :

Br = N * br + Σt + Σb ………(2.27) Dengan :

Br = Lebar Total Bangunan Pintu N = Jumlah Pintu

bp = Lebar Tiap Pintu Σt = Lebar Pilar Σb = Lebar Abutmen (Kriteria Perencanaan 02, 1986)


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Analisa dan Pengolahan Data

Langkah-langkah penulis dalam menganalisis dan mengolah data dari awal perencanaan sampai selesai sesuai dengan bagan alir adalah sebagai berikut.

3.1.1. Permasalahan

Bencana banjir yang sering terjadi di Kecamatan Sukomoro disebabkan oleh banyak hal, selain diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi, banjir juga diakibatkan oleh kapasitas daya tampung saluran drainase yang kurang maksimal terutama pada saluran primer asri Kedungsuko.

3.1.2. Pengumpulan Data

Untuk perencanaan selanjutnya dibutuhkan data-data yang berkaitan, diantaranya data hidrologi, data hidrolika, peta yang berisikan tentang topografi, jaringan drainase dll.

Data sekunder adalah data yang didapatkan dengan menghubungi instansi-instansi ataupun institusi-institusi yang terkait dengan rencana proyek.

Data-data sekunder yang diperlukan adalah : a) Data curah hujan


(49)

3.1.3. Analisa Pengolahan Data

Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan, untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data-data tersebut. Data tersebut digunakan untuk menganalisa berbagai hal, antara lain :

a) Analisa Hidrologi b) Analisa Intensitas Hujan c) Analisa Debit Banjir

d) Analisa Kebutuhan Kolam retensi, Kebutuhan Pompa dan Kebutuhan Lebar Pintu.

3.1.4. Cek Kondisi Muka Air

Dari hasil analisa diatas, maka dapat dilakukan pengecekan kondisi muka air pada kondisi existing Saluran Primer Asri Kedungsuko dengan bantuan program Hec-Ras 4.0, jika terjadi banjir maka akan direncanakan perbaikan saluran.

3.1.5. Perencanaan Konstruksi

Dari hasil analisa diatas, maka dapat direncanakan hal berikut : a) Perencanaan kolam retensi (sistem polder)

b) Perencanaan sistem drainase pada saluran primer asri kedungsuko atau normalisasi.

3.2. Bagan Alir Penelitian

Berdasarkan studi pustaka yang sudah dibahas sebelumnya, maka untuk memudahkan dalam pembahasan dan analisa dibuat suatu diagram alir, seperti pada gambar 3.1.


(50)

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian Ya

Ya

Selesai Tidak Banjir ?

Banjir ? Tidak

Mulai

Data sekunder :

1. Peta topografi Kecamatan Sukomoro 2. Data curah hujan dan pos stasiun hujan

Analisa Curah hujan rata – rata : - Metode Theissen Pholygon

Analisa Hujan rencana : - Distribusi Log person III

Analisa Debit rencana : - Metode Nakayasu - Metode Rasional

Cek muka air kondisi existing dengan program Hec-Ras 4.0

Perbaikan Saluran : 1. Perencanaan Sistem Polder 2. Normalisasi Sungai/Saluran


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tinjauan Umum

Analisa merupakan pengolahan data sehingga didapat kesimpulan yang nantinya dijadikan acuan dalam perencanaan. Dalam Tugas Akhir ini analisa dan perencanaan terdiri dari analisa hidrologi, analisa hidrolika, perencanaan kolam tampungan (kolam retensi) dan pintu air pada Saluran Primer Asri Kedungsuko. 4.2. Analisa Hidrologi

Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik dimana informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam analisa hidrologi merupakan masukan penting dalam analisa selanjutnya.

Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi dan juga untuk menentukan besarnya debit banjir rencana pada suatu perencanaan bangunan air di lokasi DAS Kedungsuko. Data untuk penentuan debit banjir rencana pada tugas akhir ini adalah data curah hujan, dimana curah hujan merupakan salah satu dari beberapa data yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana.


(52)

(53)

4.2.1. Penentuan Luas Pengaruh Stasiun Hujan

Adapun jumlah stasiun hujan yang masuk di lokasi DAS Kedungsuko berjumlah tiga buah stasiun hujan yaitu Sta. Tunglur (No. Sta 12), Sta. Jati (No. Sta 13) dan Sta. Paluombo (No. Sta. 14). Penentuan luas pengaruh stasiun hujan dengan Metode Thiesen Polygon karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi syarat. Dari tiga stasiun tersebut masing-masing dihubungkan untuk memperoleh luas daerah pengaruh dari tiap stasiun. Di mana masing-masing stasiun mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun.

Wi =

Luas DAS Kedungsuko = 82,59 Km2

Koefisien daerah pengaruh stasiun hujan Tunglur = ,

,

= 0,51

Koefisien daerah pengaruh stasiun hujan Jati = ,

,

= 0,25

Koefisien daerah pengaruh stasiun hujan Paluombo = ,

,

= 0,24

Perhitungan luas daerah pengaruh stasiun hujan Daerah Aliran Sungai Kedungsuko diatas ditabelkan pada Tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Prosentase Luas Daerah Pengaruh Stasiun Hujan DAS Kedungsuko No Stasiun curah

Hujan

Luas Daerah Pengaruh Koefisien Curah

(Km2) Hujan Daerah ( % )

1 Tunglur 41.87 0.51

2 Jati 21.02 0.25

3 Paluombo 19.70 0.24

Jumlah 82.59


(54)

Gambar 4.2 DAS Kedungsuko dengan Metode Thiessen Polygon

4.2.2. Analisis Curah Hujan

Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kualitas dan kuantitas cukup memadai. Data hujan yang digunakan direncanakan selama 11 tahun sejak Tahun 2003 hingga Tahun 2013. Data hujan harian maksimum masing-masing stasiun ditampilkan pada Tabel 4.2 s/d Tabel 4.4. Data curah hujan harian maksimum ini didapat dari curah hujan harian dalam satu tahun yang terbesar di ketiga stasiun tersebut.

Keterangan :

A1 = Luasan DAS akibat pengaruh Stasiun Tunglur yaitu sebesar 41,87 Km2 A2 = Luasan DAS akibat pengaruh Stasiun

Jati yaitu sebesar 21,02 Km2

A2 = Luasan DAS akibat pengaruh Stasiun Paluombo yaitu sebesar 19,70 Km2


(55)

Tabel 4.2 Curah Hujan Maksimum Berdasarkan Stasiun Tunglur

No Tanggal Kejadian Tinggi Hujan di Stasiun (mm) (Aa/Atot)*RA (Ab/Atot)*RB (Ac/Atot)*RC

Rata-rata Thiesen Polygon

Tunglur Jati Paluombo (mm) (mm) (mm) (mm)

1 12 Mei 2003 97 80 9 49.18 20.36 2.15 71.68

2 26 Januari 2004 60 7 18 30.42 1.78 4.29 36.49

3 14 Pebruari 2005 98 65 70 49.68 16.54 16.70 82.92

4 23 Desember 2006 98 85 70 49.68 21.63 16.70 88.01

5 30 Maret 2007 72 67 89 36.50 17.05 21.23 74.78

6 12 Desember 2008 78 46 36 39.54 11.71 8.59 59.84

7 31 Januari 2009 92 0 87 46.64 0.00 20.75 67.39

8 26 Pebruari 2010 76 40 53 38.53 10.18 12.64 61.35

9 24-April-11 76 20 42 38.53 5.09 10.02 53.64

10 8 Januari 2012 95 37 65 48.16 9.42 15.50 73.08

11 6 Juni 2013 115 22 147 58.30 5.60 35.06 98.96


(56)

Tabel 4.3 Curah Hujan Maksimum Berdasarkan Stasiun Jati

No Tanggal Kejadian Tinggi Hujan di Stasiun (mm) (Aa/Atot)*RA (Ab/Atot)*RB (Ac/Atot)*RC

Rata-rata Thiesen Polygon

Tunglur Jati Paluombo (mm) (mm) (mm) (mm)

1 1 Pebruari 2003 0 91 42 0.00 23.16 10.02 33.18

2 24 Pebruari 2004 53 87 91 26.87 22.14 21.71 70.72

3 15-April-05 29 125 41 14.70 31.81 9.78 56.30

4 20-April-06 11 122 12 5.58 31.05 2.86 39.49

5 12-April-07 45 87 26 22.81 22.14 6.20 51.16

6 30 Maret 2008 75 75 75 38.02 19.09 17.89 75.00

7 20 Nopember 2009 0 17 7 0.00 4.33 1.67 6.00

8 10 Maret 2010 0 125 84 0.00 31.81 20.04 51.85

9 21 Desember 2011 0 98 56 0.00 24.94 13.36 38.30

10 1 Januari 2012 32 99 89 16.22 25.20 21.23 62.65

11 10 Maret 2013 27 83 41 13.69 21.12 9.78 44.59


(57)

Tabel 4.4 Curah Hujan Maksimum Berdasarkan Stasiun Paluombo

No Tanggal Kejadian Tinggi Hujan di Stasiun (mm) (Aa/Atot)*RA (Ab/Atot)*RB (Ac/Atot)*RC

Rata-rata Thiesen Polygon

Tunglur Jati Paluombo (mm) (mm) (mm) (mm)

1 24 Mei 2003 0 17 67 0.00 4.33 15.98 20.31

2 24 Pebruari 2004 53 87 91 26.87 22.14 21.71 70.72

3 14 Pebruari 2005 98 56 70 49.68 14.25 16.70 80.63

4 23 Desember 2006 98 85 70 49.68 21.63 16.70 88.01

5 30 Maret 2007 72 67 89 36.50 17.05 21.23 74.78

6 30 Maret 2008 75 75 75 38.02 19.09 17.89 75.00

7 31 Januari 2009 92 0 87 46.64 0.00 20.75 67.39

8 10 Maret 2010 0 125 84 0.00 31.81 20.04 51.85

9 2 Mei 2011 47 68 60 23.83 17.31 14.31 55.45

10 1 Januari 2012 32 99 89 16.22 25.20 21.23 62.65

11 6 Juni 2013 115 22 149 58.30 5.60 35.54 99.44


(58)

4.2.3. Analisis Curah Hujan Area

Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui curah hujan rata-rata yang terjadi pada daerah tangkapan (catchment area) tersebut, yaitu dengan menganalisis data curah hujan maksimum yang didapat dari tiga stasiun penakar hujan yaitu Sta Tunglur, Sta Jati dan Sta Paluombo. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah Metode Thiessen Poligon seperti Persamaan 2.2.

mm

R 71,68

70 , 19 02 , 21 87 , 41 9 70 , 19 80 02 , 21 97 87 , 41 = + + × + × + × =

Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut : Tabel 4.5 Curah Hujan Maksimum Thiessen Poligon

No. Tanggal

Kejadian Tahun

Tinggi Hujan di Stasiun Rata-rata Thiesen Polygon Tunglur (A) Jati (B) Paluombo

( C ) (mm)

1 12 Mei 2003 97 80 9 71.68

2 24 Pebruari 2004 53 87 91 70.72

3 14 Pebruari 2005 98 65 70 82.92

4 23 Desember 2006 98 85 70 88.01

5 30 Maret 2007 72 67 89 74.78

6 30 Maret 2008 75 75 75 75.00

7 31 Januari 2009 92 0 87 67.39

8 26 Pebruari 2010 76 40 53 61.35

9 2 Mei 2011 47 68 60 55.45

10 8 Januari 2012 95 37 65 73.08

11 6 Juni 2013 115 22 149 99.44

∑ R 819.83

Ṝ 74.53


(59)

4.2.4. Analisa Distribusi Frekuensi Hujan

Setelah mendapatkan hujan kawasan dari beberapa stasiun yang berpengaruh di daerah aliran sungai, selanjutnya dianalisis secara statistik untuk mendapatkan pola sebaran yang sesuai dengan sebaran curah hujan rata-rata yang ada.

Untuk menentukan distribusi frekuensi yang akan digunakan dalam menganalisis data, diperlukan pendekatan dengan parameter-parameter statistik. Seperti pada Tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6 Perhitungan Penentuan Distribusi

No. R (x) (x- ) (x- )

2

(x- )3 (x- )4

(mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

1 71.68 -2.85 8.11 -23.08 65.71

2 70.72 -3.81 14.54 -55.42 211.30

3 82.92 8.39 70.43 591.09 4960.64

4 88.01 13.48 181.78 2450.86 33043.86

5 74.78 0.25 0.06 0.02 0.00

6 75.00 0.47 0.22 0.10 0.05

7 67.39 -7.14 50.95 -363.63 2595.43

8 61.35 -13.18 173.67 -2288.76 30162.51

9 55.45 -19.08 364.22 -6950.86 132653.40

10 73.08 -1.45 2.10 -3.03 4.39

11 99.44 24.91 620.53 15457.73 385059.17

∑ 819.83 1486.60 8815.01 588756.45

Sumber : Hasil Perhitungan

Rata-rata (Ṝ ) = ∑

= ,

= 74,53

Standar Deviasi (Sx) = ∑ ( Ṝ)

!


(60)

Koefisien Skewness (Cs) = ∑ ( Ṝ)

$

( )( )(%&)$

= ' ,

' ' ( , )$

= 0,59

Koefisien Kurtosis (Ck) =

! ∑ ( Ṝ)(

( )( )( )(%&)(

=

! ' ".

' ' ' ( , )( = 4,48 Koefisien Variasi (Cv) = %

'

=

,

,

=

0,16

Dari hasil perhitungan statistik hujan DAS Kedungsuko, dapat dilihat bahwa harga Cs = 0,59 dan Ck = 4,48 menunjukkan ciri-ciri dari sebaran distribusi Log Pearson Type III.


(61)

Tabel 4.7 Perhitungan Distribusi Log Pearson Type III No. Tanggal

Kejadian Tahun

R Log

R

(Log R-Log Rrata)2

(Log R-Log Rrata)3

(mm) (mm) (mm) (mm)

1 12 Mei 2003 71.68 1.86 0.0001 0.0000

2 24 Pebruari 2004 70.72 1.85 0.0003 0.0000

3 14 Pebruari 2005 82.92 1.92 0.0027 0.0001

4 23 Desember 2006 88.01 1.94 0.0060 0.0005

5 30 Maret 2007 74.78 1.87 0.0000 0.0000

6 30 Maret 2008 75.00 1.88 0.0001 0.0000

7 31 Januari 2009 67.39 1.83 0.0015 -0.0001

8 26 Pebruari 2010 61.35 1.79 0.0063 -0.0005

9 2 Mei 2011 55.45 1.74 0.0152 -0.0019

10 8 Januari 2012 73.08 1.86 0.0000 0.0000

11 6 Juni 2013 99.44 2.00 0.0170 0.0022

Jumlah 819.83 20.54 0.0492 0.0004

Rata-rata 74.53 1.87 0.0045 0.0000

Sumber : Hasil Perhitungan

Rata-rata (Ṝ ) = ∑

= ,

= 74,53

Standar Deviasi (Sx) = ∑ ( Ṝ)

!

= ,

= 0,07

Koefisien Skewness (Cs) = ∑ ( Ṝ)

$

( )( )(%&)$

= ' ,


(62)

Tabel 4.8 Perhitungan Curah Hujan DAS Kedungsuko Untuk Beberapa Periode

R K Log R R

(mm) (mm) (mm) (mm)

2 -0.024 1.8655 73.367

5 0.837 1.9259 84.309

10 1.296 1.9580 90.791

25 1.798 1.9933 98.459

50 2.129 2.0164 103.860

100 2.427 2.0374 108.987

Sumber : Hasil Perhitungan

Perhitungan Nilai k dari interpolasi antara nilai k dari Cs = 0,1 dan Cs = 0,2 Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Log Pearson Type III

Uraian Simbol Nilai

Log Rerata Curah Hujan Log (Xr) 1.867

Standart Deviasi S1 0.070

Koef Skewness Cs 0.135

Koefisien G (Log Pearson Type III)

G1,01 -2.185

G1,25 -2.824

G2 -0.024

G5 0.837

G10 1.296

G25 1.798

G50 2.129

Curah Hujan Rencana (mm)

R1,01 51.746

R1,25 46.678

R2 73.367

R5 84.309

R10 90.791

R25 98.459

R50 103.860


(63)

4.2.5. Pengujian Keselarasan Sebaran 4.2.5.1. Uji Sebaran Smirnov – Kolmogorov

Uji keselarasan Smirnov – Kolmogorov, sering juga uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujian tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Hasil perhitungan uji keselarasan sebaran dengan Smirnov – Kolmogorov untuk Metode Log Pearson Tipe III dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Uji Keselarasan Sebaran Dengan Smirnov – Kolmogorov

No. R (mm) Log R Sn(x) k Pr Px Sn(x)-Px

1 61.35 1.788 0.083 -1.13 1.062 -0.062 0.145

2 55.45 1.744 0.167 -1.76 1.019 -0.019 0.186

3 67.39 1.829 0.250 -0.55 0.467 0.533 0.283

4 70.72 1.850 0.333 -0.25 0.424 0.576 0.243

5 71.68 1.855 0.417 -0.17 0.515 0.485 0.068

6 73.08 1.864 0.500 -0.05 0.503 0.497 0.003

7 74.78 1.874 0.583 0.09 0.459 0.541 0.042

8 82.92 1.919 0.667 0.73 0.236 0.764 0.098

9 75.00 1.875 0.750 0.11 0.358 0.642 0.108

10 88.01 1.945 0.833 1.10 0.142 0.858 0.025

11 99.44 1.998 0.917 1.86 -0.023 1.023 0.106

D max 0.283

Sumber : Hasil Perhitungan

Dcrhitung = 0,283

Dari tabel Nilai Kritis untuk uji smirnov kolmogorof, dengan n = 11 untuk α = 5% ; Dcr = 0,391

untuk α = 1% ; Dcr = 0,284


(64)

4.2.5.2. Uji Sebaran Dengan Chi Kuadrat

Uji Chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis Untuk menguji keselarasan sebaran Metode Log Pearson Tipe III, digunakan Uji Sebaran Chi Kuadrat (Chi Square Test) (Soewarno, 1995). Digunakan Persamaan 2.7 sebagai berkut :

G = 1 + 3,322 Log n

G = 1 + 3,322 Log 11 G = 4,45 diambil 4

DK= K - (P-1) DK = 4 – (2-1) = 1

Ej

=

*

Ej =

= 2,75

Tabel 4.11 Uji Keselarasan Sebaran Dengan Chi Kuadrat Kelas Batas Kelas (Ej) (Oj) (Oj-Ej)2/Ej

1 0,000 - 46.678 2.75 1 1.114

2 46.678 - 63.101 2.75 2 0.205

3 63.101 - 76.846 2.75 4 0.568

4 76.846 - 84.309 2.75 1 1.114

5 84.309 - 0.000 2.75 3 0.023

S 11 3.023

Sumber : Hasil Perhitungan

Dari Tabel Uji Keselarasan dengan α = 5 % dan Dk = 1, diperoleh X2cr = 3,841 dan X2 hasil hitungan = 3,023 maka X2 < X2cr (3,023 < 3,841), sehingga metode Log Person III memenuhi syarat untuk digunakan.


(65)

4.2.6. Analisa Hujan Efektif

4.2.6.1. Koefisien Pengaliran Tata Guna Lahan

Koefisien pengaliran (runoff coefficient) adalah perbandingan antara jumlah air hujan yang mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah (surface run-off) dengan jumlah air hujan yang jatuh dari atmosfir (hujan total yang terjadi). Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan dikemudian hari. Koefisien pengaliran mempunyai nilai antara, dan sebaiknya nilai pengaliran untuk analisis dipergunakan nilai terbesar atau nilai maksimum. Perhitungan koefisien pengaliran DAS Kedungsuko dapat dilihat pada tabel 4.12 sebagai berikut :

Tabel 4.12 Koefisien Pengaliran DAS Kedungsuko No Penggunaan

Lahan

Koefisien DAS KEDUNGSUKO

Pengaliran

(C) Luas ( Km² ) Bobot C*Bobot

1 Industri 0.80 0.153 0.002 0.001

2 Pemukiman 0.70 5.051 0.061 0.043

3 Pendidikan 0.80 0.208 0.003 0.002

4 Makam 0.50 0.229 0.003 0.001

5 Sawah 0.50 17.98 0.218 0.109

6 Perkebunan 0.50 13.196 0.160 0.080

7 Hutan 0.70 28.085 0.340 0.238

8 Semak belukar/

tanah kosong 0.60 17.692 0.214 0.129

Luas Total 82.590

Koefisien Pengaliran ( C ) 0.60


(66)

Gambar 4.3 Tata Guna Lahan Untuk Koefisien Pengaliran DAS Kedungsuko

4.2.6.2. Distribusi Hujan Efektif

Hasil perhitungan hujan efektif jam-jaman dapat dilihat pada tabel 4.13 dan tabel 4.14 sebagai berikut.

Tabel 4.13 Distribusi Hujan Jam-jaman

T ( jam ) t ( jam ) Rt %

4 1 0.630 0.630

4 2 0.397 0.164

4 3 0.303 0.115

4 4 0.250 0.091

1

PEMUKIMAN

PERKEBUNAN

HUTAN PERSAWAHAN

SEMAK BELUKAR / TANAH KOSONG


(67)

Sumber : Hasil Perhitungan

4.2.7. Perhitungan Debit Banjir Metode Nakayasu

Parameter-parameter daerah aliran saluran primer asri kedungsuko untuk perhitungan debit banjir dihitung sebagai berikut :

Luas DAS Kedungsuko ( A ) = 82,59 km2

Panjang sungai ( L ) = 18,20 km , maka : Tg = 0,4 + ( 0,058 x L )

= 0,4 + ( 0,058 x 18,20 ) = 1,455 jam

karena waktu hujan ( Tr ) 0 < Tr < 1 , maka diasumsikan Tr = 0,80 x Tg Tr = 0,80 x Tg

= 0,80 x 1,45 = 1,164 jam

Koefisien pembanding diambil α = 2, karena daerah pengalirannya biasa. T 0,3 = α x Tg

= 2 x 1,164 = 2,911 jam

Tabel 4.14 Perhitungan Distribusi Hujan Efektif

R Koef. R Distribusi Hujan Efektif

Periode Rencana Pengaliran Efektif

R1 R2 R3 R4

Ulang Eksisting

( R ) ( C - eks ) Reff ( R24 ) 0.630 0.164 0.115 0.091

2 73.367 0.60 44.238 27.868 7.244 5.081 4.045

5 84.309 0.60 50.836 32.025 8.324 5.839 4.648

10 90.791 0.60 54.744 34.487 8.964 6.288 5.006

25 98.459 0.60 59.368 37.400 9.721 6.819 5.429


(68)

Tp = Tg + ( 0,8 x Tr ) = 1,455 + ( 0,8 x 1,164 ) = 2,387 jam

Qmaks = ( 1/3,6 ) x ( A x Ro / ( 0,3 x Tp + T 0,3 )) = ( 1/3,6 ) x ( 82,59 x 1 / ( 0,3 x 2,387 + 2,911)) = 6,325 m3 /dt

Untuk lengkung naik = t ≤ Tp t ≤ 3,656 Untuk lengkung turun I = Tp ≤ t ≤ Tp + T0,3

2,387 ≤ t ≤ 2,387 + 2,911 2,387 jam ≤ t ≤ 5,298 jam

Untuk lengkung turun II = Tp + T0,3 ≤ t ≤ Tp + T0,3 + 1,5 x T0,3 5,298 ≤ t ≤ 2,387 + 2,911+ 1,5 x 2,911 5,298 jam ≤ t ≤ 9,665 jam

Untuk lengkung turun III = t ≥ Tp + T0,3 + 1,5 x T0,3 t ≥ 9,665 jam

Tabel 4.15 Persamaan Lengkung Hidrograf Nakayasu

No Karakteristik Notasi Persamaan

1 Lengkung Naik Q do Qp . (t/Tp)^ 2.4

2 Lengkung Turun Tahap 1 Q d1 Qp . 0.3 ^ ((t-Tp)/T0.3) 3 Lengkung Turun Tahap 2 Q d2 Qp . 0.3 ^ ((t - Tp + 0.5T0.3)/(1.5.T0.3)) 4 Lengkung Turun Tahap 3 Q d3 Qp . 0.3^ ((t-Tp + 1.5T0.3)/(2 . T0.3))


(69)

Tabel 4.16 Perhitungan Hidrograf Nakayasu DAS Kedungsuko Periode 2 Tahun

T Qt R1 R2 R3 R4 Q

(jam) (m3/dt) 27.868 7.244 5.081 4.045 (m3/dtk)

0.00 0 0 0

1.00 0.7837 21.841 0 21.841

2.00 4.1366 115.279 29.963 0 145.243

2.387 6.3249 176.264 45.815 32.138 0 254.217

3.00 4.9087 136.796 35.556 24.942 19.856 217.151 4.00 3.2460 90.460 23.513 16.493 13.130 143.597 5.00 2.1465 59.819 15.548 10.907 8.683 94.957 6.00 1.5636 43.576 11.326 7.945 6.325 69.172

7.00 1.1868 33.075 8.597 6.031 4.801 52.503

8.00 0.9008 25.105 6.525 4.577 3.644 39.851

9.00 0.6838 19.055 4.953 3.474 2.766 30.248

10.00 0.5311 14.801 3.847 2.699 2.148 23.496

11.00 0.4319 12.036 3.128 2.195 1.747 19.106

12.00 0.3512 9.788 2.544 1.785 1.421 15.537

13.00 0.2856 7.959 2.069 1.451 1.155 12.635

14.00 0.2323 6.472 1.682 1.180 0.939 10.274

15.00 0.1889 5.263 1.368 0.960 0.764 8.355

16.00 0.1536 4.280 1.112 0.780 0.621 6.794

17.00 0.1249 3.481 0.905 0.635 0.505 5.525

18.00 0.1016 2.830 0.736 0.516 0.411 4.493

19.00 0.0826 2.302 0.598 0.420 0.334 3.654

20.00 0.0672 1.872 0.486 0.341 0.272 2.971

21.00 0.0546 1.522 0.396 0.278 0.221 2.416

22.00 0.0444 1.238 0.322 0.226 0.180 1.965

23.00 0.0361 1.006 0.262 0.184 0.146 1.598

24.00 0.0294 0.818 0.213 0.149 0.119 1.299


(70)

Tabel 4.17 Perhitungan Hidrograf Nakayasu DAS Kedungsuko Periode 5 Tahun

T Qt R1 R2 R3 R4 Q

(jam) (m3/dt) 32.025 8.324 5.839 4.648 (m3/dtk)

0.00 0 0 0

1.00 0.7837 25.099 0 25.099

2.00 4.1366 132.473 34.432 0 166.905

2.387 6.3249 202.553 52.648 36.931 0 292.132

3.00 4.9087 157.199 40.859 28.662 22.82 249.538 4.00 3.2460 103.952 27.019 18.953 15.09 165.014 5.00 2.1465 68.741 17.867 12.533 9.98 109.120

6.00 1.5636 50.075 13.016 9.130 7.27 79.489

7.00 1.1868 38.008 9.879 6.930 5.52 60.334

8.00 0.9008 28.849 7.498 5.260 4.19 45.795

9.00 0.6838 21.897 5.692 3.992 3.18 34.760

10.00 0.5311 17.009 4.421 3.101 2.47 27.000

11.00 0.4319 13.832 3.595 2.522 2.01 21.956

12.00 0.3512 11.248 2.923 2.051 1.63 17.855

13.00 0.2856 9.146 2.377 1.668 1.33 14.519

14.00 0.2323 7.438 1.933 1.356 1.08 11.807

15.00 0.1889 6.048 1.572 1.103 0.88 9.601

16.00 0.1536 4.918 1.278 0.897 0.71 7.808

17.00 0.1249 4.000 1.040 0.729 0.58 6.349

18.00 0.1016 3.252 0.845 0.593 0.47 5.163

19.00 0.0826 2.645 0.687 0.482 0.38 4.198

20.00 0.0672 2.151 0.559 0.392 0.31 3.414

21.00 0.0546 1.749 0.455 0.319 0.25 2.776

22.00 0.0444 1.422 0.370 0.259 0.21 2.258

23.00 0.0361 1.157 0.301 0.211 0.17 1.836

24.00 0.0294 0.94051 0.244 0.171 0.14 1.493


(71)

Tabel 4.18 Perhitungan Hidrograf Nakayasu DAS Kedungsuko Periode 10 Tahun

T Qt R1 R2 R3 R4 Q

(jam) (m3/dt) 34.487 8.964 6.288 5.006 (m3/dtk)

0.00 0 0 0

1.00 0.7837 27.028 0 27.028

2.00 4.1366 142.657 37.080 0 179.736

2.387 6.3249 218.125 56.695 39.770 0 314.591

3.00 4.9087 169.284 44.001 30.865 24.572 268.722 4.00 3.2460 111.944 29.097 20.411 16.249 177.700 5.00 2.1465 74.026 19.241 13.497 10.745 117.509 6.00 1.5636 53.925 14.016 9.832 7.827 85.600 7.00 1.1868 40.930 10.639 7.463 5.941 64.972

8.00 0.9008 31.067 8.075 5.664 4.509 49.316

9.00 0.6838 23.581 6.129 4.299 3.423 37.432

10.00 0.5311 18.317 4.761 3.340 2.659 29.076

11.00 0.4319 14.895 3.871 2.716 2.162 23.644

12.00 0.3512 12.112 3.148 2.208 1.758 19.227

13.00 0.2856 9.850 2.560 1.796 1.430 15.635

14.00 0.2323 8.010 2.082 1.460 1.163 12.714

15.00 0.1889 6.513 1.693 1.188 0.945 10.339

16.00 0.1536 5.297 1.377 0.966 0.769 8.408

17.00 0.1249 4.307 1.120 0.785 0.625 6.837

18.00 0.1016 3.503 0.910 0.639 0.508 5.560

19.00 0.0826 2.848 0.740 0.519 0.413 4.521

20.00 0.0672 2.316 0.602 0.422 0.336 3.677

21.00 0.0546 1.883 0.490 0.343 0.273 2.990

22.00 0.0444 1.532 0.398 0.279 0.222 2.431

23.00 0.0361 1.245 0.324 0.227 0.181 1.977

24.00 0.0294 1.013 0.263 0.185 0.147 1.608


(72)

Tabel 4.19 Perhitungan Hidrograf Nakayasu DAS Kedungsuko Periode 25 Tahun

T Qt R1 R2 R3 R4 Q

(jam) (m3/dt) 37.400 9.721 6.819 5.429 (m3/dtk)

0.00 0 0 0

1.00 0.7837 29.311 0 29.311

2.00 4.1366 154.706 40.211 0 194.917

2.387 6.3249 236.548 61.484 43.129 0 341.161

3.00 4.9087 183.582 47.717 33.472 26.647 291.419 4.00 3.2460 121.399 31.554 22.134 17.621 192.708 5.00 2.1465 80.278 20.866 14.637 11.652 127.434 6.00 1.5636 58.479 15.200 10.662 8.488 92.830 7.00 1.1868 44.387 11.537 8.093 6.443 70.460

8.00 0.9008 33.691 8.757 6.143 4.890 53.481

9.00 0.6838 25.572 6.647 4.663 3.712 40.593

10.00 0.5311 19.864 5.163 3.622 2.883 31.532

11.00 0.4319 16.153 4.198 2.945 2.345 25.641

12.00 0.3512 13.135 3.414 2.395 1.907 20.851

13.00 0.2856 10.682 2.776 1.948 1.550 16.956

14.00 0.2323 8.686 2.258 1.584 1.261 13.788

15.00 0.1889 7.063 1.836 1.288 1.025 11.213

16.00 0.1536 5.744 1.493 1.047 0.834 9.118

17.00 0.1249 4.671 1.214 0.852 0.678 7.415

18.00 0.1016 3.798 0.987 0.693 0.551 6.029

19.00 0.0826 3.089 0.803 0.563 0.448 4.903

20.00 0.0672 2.512 0.653 0.458 0.365 3.987

21.00 0.0546 2.043 0.531 0.372 0.296 3.242

22.00 0.0444 1.661 0.432 0.303 0.241 2.637

23.00 0.0361 1.351 0.351 0.246 0.196 2.144

24.00 0.0294 1.098 0.285 0.200 0.159 1.744


(1)

148

=

. . (1,195). 0.0015½

=

1,74 m/dt Q = A . V

= 11,21 . 1,74

= 20,51 m3/dt ( mendekati 20,1 m3/dt )

Dari perhitungan perencanaan normalisasi tersebut di atas, dilakukan pengecekan ulang dengan program HEC-RAS sehingga diperoleh kondisi yang sesuai dan kondisi muka air tidak meluber dan mampu ditampung oleh penampang saluran. Kondisi muka air tersebut dapat dilihat pada gambar 4.34 - 4.36 dibawah ini.


(2)

149 Gambar 4.35 Kapasitas Penampang Sta. 93 Saluran Primer Asri Kedungsuko


(3)

150

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

44 46 48 50 52 54 56 58 60 62

Sukomoro 30 Plan: P rofil A liran + K olam Retensi 7/21/2014

Main Channel Distance (m)

E le v a tio n ( m ) Lege nd

EG Q 2 5 T H EG Q 1 0 T H EG Q 5 T H EG Q 2 T H WS Q 25 T H Crit Q 25 T H WS Q 10 T H WS Q 5 T H WS Q 2 T H Crit Q 10 T H

Crit Q 5 T H Crit Q 2 T H G ro und

LO B RO B

Kedungsuko S1


(4)

151 BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil perencanaan sistem drainase dengan menggunakan polder dengan bantuan program HEC-RAS 4.0, maka usaha pendekatan dan pemecahan permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dengan menggunakan program HEC-RAS 4.0 dapat diketahui besar kapasitas penampang dengan cara coba-coba dengan debit sebesar 2,3 m3/dt, dan kondisi muka air banjir pada Saluran Primer Asri Kedungsuko kondisi eksisting terjadi luberan atau banjir pada kala ulang 25 tahun. Sebagai contoh pada stasiun 39 tinggi muka air 1,5 m melebihi elevasi tanggul eksisting. sedangkan tinggi muka air pada Stasiun 76 adalah 1,8 m melebihi dari elevasi tanggul eksisting.

2. Sistem polder direncanakan menggunakan alternatif 4 yaitu dengan debit Qin yang masuk ke kolam retensi sebesar 80%. Kolam retensi direncanakan dengan ukuran 625 m x 400 m dengan kedalaman 3 m sebanyak 2 buah pada Sta. 91 dan Sta. 50, dan kebutuhan pompa dengan kapasitas 0,5 m3/dt dengan jumlah 6 buah yang terletak pada tiap kolam retensi. sehingga mampu menampung air banjir sebanyak 717836,11 m3 pada tiap kolam tampungan. Dimensi pintu direncanakan tinggi = 2 m dan lebar 1,5 m dengan jumlah 2 pintu, yang berfungsi sebagai pintu banjir.

3. Dengan adanya sistem polder yang direncanakaan dengan alternative 4 Qin yang masuk kolam retensi yang masuk sebesar 80%, ternyata mampu menurunkan


(5)

152

muka air dari debit banjir rencana kondisi eksisting dengan banjir rencana setinggi 0,8 m dari tanggul eksisting.

4. Perlu dilakukan normalisasi pada Sta. 9 sampai Sta. 43, Sta. 49 sampai Sta. 79, dan Sta. 90 sampai Sta. 112,5.

a) Hasil normalisasi pada Sta. 9 sampai Sta. 43 dengan perhitungan Q = 23,9 m³/dt, b = 4 m, I = 0,0007, A = 17,16 m2, h = 2,6 m, V = 1,39 m/dt, P = 11,35 m, z = 1 : 1.

b) Hasil normalisasi pada Sta. 49 sampai Sta. 79 dengan perhitungan Q = 22,35 m³/dt, b = 4 m, I = 0,0012, A = 13,64 m2, h = 2,2 m, V = 1,68 m/dt, P = 10,22 m, z = 1 : 1.

c) Hasil normalisasi pada Sta. 90 sampai Sta. 112,5 dengan perhitungan Q = 20,1 m³/dt, b = 4 m, I = 0,0015, A = 11,21 m2, h = 1,95 m, V = 1,74 m/dt, P = 9,37 m, z = 1 : 1.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya. 2010. Tata Cara Pembuatan

Kolam Retensi dan Polder, Jakarta

DPU Dirjen. Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan KP-02

DPU Dirjen. Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan KP-04

Ir. Joesron Lubis M.Eng, Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, DPU, Badan Penerbit PU, 1987

Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 1. Nova. Bandung

Sosrodarsono, S., dan Tominaga, M. 1985. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. PT Pradnya Paramita, Jakarta

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi. Yogyakarta Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta