Latar Belakang Studi Deskriptif Pertunjukan Makyong Cerita Putri Ratna Oleh Sinar Budaya Group Medan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Budaya dipikirkan, dilakukan, dan diciptakan oleh manusia, yang berdasar kepada tuntunan Tuhan Yang Maha Kuasa. Budaya manusia ini mencakup aspek-aspek seperti: sistem religi, bahasa, organisasi sosial, teknologi, pendidikan, ekonomi, dan kesenian. Kesemuanya ini terbentuk dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu: ide atau gagasan, kegiatan atau aktivitas, dan benda-benda atau artefak. Contoh konkrit kebudayaan ini, pada masyarakat Melayu terdapat sistem kosmologi tentang alam yang diekspresikan dalam konsep kembali ke alam, atau belajar ke alam. Orang Melayu juga memiliki sistem teknologinya seperti panggunaan okik alat menyongket kain, teknologi membuat perahu, membuat rumah, sistem perbintangan, dan lain-lain. Begitu juga dengan kesenian seperti ronggeng, hadrah, rodat, dabus, senandung, gubang, mendu, jikei, makyong, dan lainnya. Semua ini memberikan identitas khas kepada kebudayaan Melayu. Agak berbeda jika dibandingkan dengan etnik-etnik lain di Nusantara, yang biasanya menentukan kelompok etniknya berdasarkan keturunan atau hubungan darah, maka etnik Melayu atau masyarakat Melayu menentukan etniknya berdasarkan budaya. Siapa pun boleh masuk Melayu, dengan syarat mengikuti kebudayaan Melayu. Dengan demikian Melayu ini bisa difahami dalam arti khusus sebagai etnik, rumpun Melayu, wangsa Melayu, dan juga ras Universitas Sumatera Utara Melayu. Kalau dipandang secara rasial, maka orang Melayu tersebar di kawasan Asia Tenggara, Pasifik, sampai ke Madagaskar dan Afrika bahagian Selatan. Dengan demikian ras Melayu ini memiliki kekuatan besar baik dalam kuantitas maupun kualitas sosiobudayanya. Kebudayaan ras Melayu ini dalam kajian keilmuan lazim disebut sebagai Melayu-Polinesia atau Melayu- Austronesia lihat Haziyah Hussein 2008. Indonesia dalam konteks ini dipandang sebagai bahagian dari Dunia Melayu atau Alam Melayu-Polinesia, bersama Malaysia, Thailand, Singapura, Brunai Darussalam, Filipina, dan beberapa diaspora Melayu di Asia Tenggara. Masyarakat Melayu yang terbesar adalah di Indonesia. Dengan keadaan yang seperti ini dapat dilihat bagaimana identitas kebudayaan Melayu. Salah satu di antaranya adalah melalui kesenian. Kesenian ini sendiri ada yang berupa seni pertunjukan musik, tari, dan teter—juga seni rupa, arsitektur, dan lain-lainnya. Di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara, saat ini, banyak terdapat bentuk kesenian. Mulai dari kesenian tradisional hingga kesenian yang dianggap modern atau yang telah mengalami kontak budaya dari luar negeri. Beberapa kesenian tradisional yang hingga pada saat ini telah mengalami kepunahan dan tidak dapat dilestarikan lagi yang karena kurangnya perhatian dari masyarakat pemiliknya dan dari pihak pemerintah yang terkait. Salah satu bentuk kesenian yang ada pada kebudayaan Melayu di daerah Sumatera Utara khususnya di Medan yakni kesenian tradisional yang yang dinamakan kesenian teater makyong. 1 1 Penulisan kata ini dengan huruf miring atau italuic hanya dimunculkan dan diterapkan pada saat pemunculan pertama ini saja, yang mengindikasikan ini adalah istilah yang dipakai dalam bahasa Melayu. Untuk pemunculan istilah atau terminologi kata ini berikutnya baik di Bab I ini atau bab-bab berikut tidak ditulis miring, untuk mengefektifkan penulisan. Skripsi ini bertema tentang makyong pada Sinar Budaya Group Medan, tentu saja akan muncul terus menerus istilah ini di semua tempat di dalam skripsi ini. Dalam tulisan-tulisan berbahasa Melayu atau Indonesia, kata makyong ini ada yang ditulis terpisah yaitu Mak Yong atau mak yong, dan ada pula yang ditulis menyatu yaitu makyong. Ini menggambarkan bahwa istilah tersebut belum dibakukan. Dalam skripsi ini penulis memilih menggunakan penulisan makyong. Sebutan makyong berasal dari kata Mak Hyang Dewi Padi yang berasal dari Kerajaan Melayu Universitas Sumatera Utara Patani Thailand Selatan pada abad ke-15 Masehi. Lalu makyong menyebar ke Kelantan dan Pahang Malaysia kemudian masuk ke Indonesia melalui Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat Luckman Sinar 1990. Makyong 2 teater adalah seni tradisional masyarakat Melayu yang pertunjukannya menggabungkan berbagai unsur-unsur ritual persembahan menghadap rebab, sandiwara, tari, musik dengan vokal atau instrumental. Tokoh utama pria dan wanita keduanya dibawakan oleh penari wanita dan menggunakan topeng. Pada masa awal perkembangannya diperkirakan di masa Budha, pertunjukan makyong diadakan sebagai pertunjukan untuk acara doa ucapan syukur saat masa panen, acara pernikahan, perayaan ulang tahun raja, upacara penyelamatan yang digunakan dalam pertunjukan main puteri 3 1. Raja Muda Lembek, yang merupakan upacara penyembuhan penyakit secara tradisional. Peran dalam teater makyong dilaksanakan oleh pemeran yang berjumlah antara 8 hingga 25 orang tergantung cerita yang dipersembahkan. Dalam pertunjukan makyong diperankan oleh wanita dan jika ada peran pria maka yang berperan tersebut harus menggunakan topeng atau setidaknya mengecat wajahnya. Beberapa tokoh-tokoh dalam teater makyong di antaranya adalah seperti daftar berikut ini. 2. Putri Ratna, 3. Raja Jemala Indra, 2 Parafrase tulisan ini dikutip dari laman web yang http:id.wikipedia.orgwikiMak_Yong ,, yang diunduh pada 3 Maret 2010. 3 Perrtunjukan boneka yang diisi roh yang dipandu oleh dukun bomoh. Dalam kebudayaan Melayu pada umumnya, unsure seni pertunjukan yang berkaitan dengan dunia gaib di antaranya adalah main puteri seperti diuraikan di ats. Di beberapa negeri Melayu, seperti di Perak dan Perlis terdapat upacara pengobatan secara spiritual dengan melibatkan jembalang makhluk halus, pada genre seni ulik mayang. Di Riau upacara pengobatan seperti ini disebut dengan belian. Sementara di kawasan Serdang dan Bedagai terdapat seni gebuk, untuk mengobati penyakit akibat gangguan makhluk halus. Universitas Sumatera Utara 4. Awang Pengasuh, 5. Awang Muda, 6. Mak Inang, 7. Gergasi Raksasa, 8. Dayang-dayang, dan 9. Prajurit-prajurit. Pertunjukan makyong biasanya diiringi alat-alat musik seperti sepasang gendang; tawak- tawak yang kini umumnya digantikan dengan talempong; serunai sebagai pengganti rebab, juga ditambah kesi simbal kecil; sepasang canang; breng-breng gong China; dua pasang batang bambu, dan gendang gedombak semacam darbukeh dari Arab. Terjadinya variasi instrumentasi ini diakibatkan penyesuaian dengan perkembangan waktu. Beberapa lagu-lagu dalam makyong diantaranya; Lagu Menghadap Rebab, Lagu Memberi Arahan, Lagu Berjalan, Lagu Mengulit, Lagu Bersedih, Lagu Khusus, Lagu Sedayong Pakyong. Makyong juga diiringi dengan tari-tarian yang mendukung plot cerita seperti: Tari Menghadap Rebab, Pakyong Berjalan, Tari Inai, dan lain-lain. Ben Pasaribu 1984:1. Persembahan makyong diawali dengan ritual pembuka salam dan doa dari pawang dimana hal ini dilaksanakan dengan tujuan agar acara pertunjukan dari awal hingga akhir pertunjukan dapat berlangsung dengan baik. Setelah pawang membacakan mantra ritual lalu musik pembuka dimulai para penari dan tokoh-tokoh dalam cerita masuk ke panggung bersamaan dengan pemain rebab lalu adegan cerita pun dimulai. Di Kota Medan terdapat salah satu group kesenian yang masih tetap melestarikan pertunjukan makyong hingga saat ini. Grup tersebut adalah Sinar Budaya Group. Penulis memilih grup kesenian ini sebagai objek penelitian karena kuantitas, kualitas, dan totalitasnya Universitas Sumatera Utara mementaskan pertunjukan makyong. Sinar Budaya Group beralamatkan di Jalan Abdullah Lubis No.4742 Medan yang dibentuk pada tahun 1998 oleh Tengku Luckman Sinar, S.H; 4 Sinar Budaya Group SBG ini pada tahun 1994 sampai 1998 lebih sering disebut MABMI Cultural Group atau Lembaga Kesenian MABMI. Drs. Fadlin, dan seniman-seniman lainnya yang tergabung dalam Sinar Budaya Group . Terbentuknya Sinar Budaya Group diawali keprihatinan Tengku Luckman Sinar atas semakin hilangnya jati diri kesenian Melayu dengan masuknya pengaruh modernisasi dari negara-negara maju. Sehingga dengan terbentuknya Sinar Budaya Group ini diharapkan dapat memelihara dan menumbuhkan jati diri kesenian Melayu, dan dengan demikian Sinar Budaya Group dapat menjadi wadah apresiasi dan kreativitas peminat seni budaya Melayu khususnya dan seni budaya Indonesia umumnya. 5 4 Pada tahun 1998 ini, beliau belum lagi menjadi Sultan Serdang. Saat itu jabatan Sultan Serdang dipegang dan dikendalikan oleh Tuanku Abu Nawar Sinar. Selain sebagai sultan beliau juga menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupatehn Deli Serdang. Selepas Tuanku Abu Nawar Sinar meninggal dunia tahun 2003, maka berdasarkan kerapatan adat Serdang, pemegang tampuk kekuasaan Kesultanan Serdang adalah Tuanku Luckman SInar Basharshah II, S.H. Kemudian pada hari Jumat 4 januari 2011 yang baru lalu, Tuanku Luckman Sinar Bashasrshah II meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Kuala Lumpur Malaysia. Beliau dimakamkan di Perbaungan dekat dengan makam ayahandanya Tuanku Sulaiman Syariful Alamsyah. Berdasarkan kerapatan adat Kerajaan Serdang maka terpilihlah Tuanku Drs. Ahmad Thala’a menjadi Sultan Serdang. 5 MABMI merupakan singkatan dari Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia. Ini adalah lembaga formal yang mewadahi budaya dan adat Melayu Sumatera Utara. Pendiri MABMI di antaranya adalah Raja Syahnan dan Tengku Amin Ridwan. Beberapa dekade, lembaga ini dipimpin oleh Tengku Amin Ridwan, yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Kemudian dipimpin selama satu periode tahun 1999 sampai 2004. Kemudian dipimpin oleh H. Syamsul Arifin, S.E., mantan bupati Kabupaten Langkat. Kini adalah gubernur Sumatera Utara. Namun ia sedang menjalani hukuman akibat skandal korupsi semasa menjabat bupati Langkat, yang diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Ada juga beberapa pejabat di Sumatera Utara ini yang mengalami kasus yang sama dengan Syamsul Arifin, seperti mantan Walikota Medan Drs. Abdillah, mantan Wakil Walikota Medan Dr. Ramli, M.M. dan lain-lainnya. Semua ini adalah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, sebagai tekad bangsa Indonesia dalam memberantas korupsi. Bedanya di masa Lembaga Kesenian Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia ini, mereka merupakan gabungan dari Sri Indera Ratu di bawah pimpinan Dra. Tengku Sitta Syaritsah, juga Lia Grup di bawah pimpinan Encik Dahlia Abu Kasim Sinar, dan Tengku Luckman sendiri. Mereka ini adalah keluarga besar Universitas Sumatera Utara Serdang dan Deli. Namun sejak 1998, Tengku Luckman Sinar mendirikan sendiri Sinar Budaya Grup, akibat dari pergesekan internal di Lembaga Kesenian MABMI. Kelompok seni SBG ini adalah grup kesenian yang melakukan beberapa kegiatan seni, yang didukung oleh para seniman dengan bidang-bidang keahlian dan kekhususan sebagai berikut ini. 1. Ahli pantun Melayu, 2. Pemain debus Aceh, 3. Pemain teater tradisional Melayu makyong, 4. Pemain pertunjukan silat Melayu, 5. Pemain musik kompang atau hadrah, 6. Pemain band yang memainkan genre musik tradisional Melayu, Batak, Mandailing, Simalungun, Nias, Karo , Jawa, dan lain-lain, serta 7. Penari pria dan wanita yang menarikan tari-tarian Melayu, Batak, Karo, Nias, Simalungun, Mandailing, Aceh, Padang, Jawa, Bali, China Muslim serta tari kreasi baru kontemporer. Personil Sinar Budaya Group berjumlah sekitar 40 orang yang terdiri dari pimpinan, pemusik, penari, artis, dan petugas. Pada saat pertunjukan, Sinar Budaya Group menampilkan kesenian berdurasi selama 2 jam non-stop. Sinar Budaya Group juga menyelenggarakan pertunjukan kesenian untuk acara pesta perkawinan dan acara tari massal. Adapun menurut penjelasan para informan, berbagai pertunjukan kesenian yang ditampilkan oleh Sinar Budaya Group terdiri dari genre-genre sebagai berikut. 1. Teater tradisional Melayu Makyong teater tradisional Melayu, 2. Tari Inai, Universitas Sumatera Utara 3. Tari Indonesia Bersatu Indonesia in Unity, 4. Tari Zapin Serdang, 5. Tari Rampoe Aceh, 6. Tari Debus, 7. Tari Tor-Tor Hatasopisik, 8. Tari Iyolah Molek, 9. Tari Piring Sumatera Barat, 10. Tari Lenggok Jakarta Betawi, 11. Tari Jaranan Jawa, 12. Tari Kipas Sulawesi, 13. Tari Zapin Ya Salam Kalimantan, 14. Tari Bambu Maluku, 15. Tari Payembrame Bali, 16. Tari Joget Pahang Malaysia, 17. Tari Gulayim Tiongkok Islam dari Sinjiang, 18. Tari Gorokinaka India, dan 19. Pasukan Adat Kesultanan Adat Tombak Berambu, dan lain-lain. Dari tahun 1998 sampai 2003, pemimpin Sinar Budaya Grup adalah Tengku Luckman Sinar, dengan wakilnya Drs. Fadlin, sekretaris Drs. Muhammad Takari, M.Hum., bendahara Tengku Syahruwardi, Performing Art Manager Syainul Irwan, disertai beberapa penari dan pemusik, yang sifatnya ada yang tetap dan ada pula yang cabutan. Di masa mereka ini berbagai pergelaran pertunjukan dilakukan baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Di antaranya adalah sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara 1. The OPEC International Culture Festival di Caracas Venezuela, tanggal 11 -17 September 2000, 2. Festival Gendang Nusantara I sd XIII di Melaka, Malaysia Tahun 1997 – 2009, 3. Festival “Persatuan dan Kesenian Melayu – Polenesia” di Kuala Lumpur, Tahun 2002, 4. Festival tari Melayu Nusantara I – IV di Palembang , Tahun 2002 – 2005, 5. Festival Kraton Nusantara I – IV di Cirebon, Yogyakarta dan Solo, Tahun 2002 – 2006, Kemudian tahun 2003 dan seterusnya, tampuk kepemimpinan Sinar Budaya Group dipegang oleh Tengku Mira Sinar dan telah membawa SBG ke berbagai event di dalam dan di luar negeri, seperti ke Qatar, Portugal, Malaysia, Singapura, dan lain-lain. Penghargaan-penghargaan yang pernah diterima oleh Sinar Budaya Group adalah pada event-event seni berikut ini. 1. The OPEC International Cultural Festival di Caracas Venezuela pada tanggal 11-17 September 2000, 2. Festival Gendang Nusantara – I sd XIII di Melaka, Malaysia pada tahun 1997 sd 2009, 3. Festival “Persuratab dan Kesenian Melayu-Polenesia” di Kuala Lumpur, pada tahun 2002, 4. Festival tari Melayu Nusantara I-IV di Palembang, tahun 2002-2005. 5. Festival Keraton I-IV, di Cirebon, Yogyakarta dan Solo, pada tahun 2002- 2006, 6. Festival Budaya Melayu se-Dunia di Pekan Baru – Riau , pada Tahun 2003, Universitas Sumatera Utara 7. Festival Budaya Melayu Dunia Islam di Melaka - Malaysia, tahun 2002- 2006, 8. Malam Budaya Indonesia di Songkla-Thailand , tahun 2000, 9. Moslem Consumer Showcase in Singapore, pada tahun 2000, 10. Indonesian Night In Mumbay and New Delhi, pada tahun 2003, 11. Global Village Expo in Dubai, pada tahun 2005, 12. Indonesian Art’s Performance in Doha-Qatar, pada tahun 2005, 13. Bintan Art’s Festival, Tanjung Pinang-Bintan Island, pada tahun 2005, 14. Indonesian Art’s Performance in Doha-Qatar pada tahun 2006, 15. Indonesian Cultural and Culinary Show in Sana’a – Yaman, 2006, 16. Indonesian Art’s Performance in Portugal, pada tahun 2008, 17. Indoensian Cultural Night in France, pada tahun 2008, dan 18. Sumatera Utara Night in Thailand, pada tahun 2010. Sinar Budaya Group juga memiliki pakar-pakar sejarah yang menjadi dosen di Universitas Sumatera Utara yang mana telah mengadakan pertunjukan kesenian dan juga menyertai berbagai seminar mengenai kebudayaan dibeberapa provinsi di Indonesia seperti, Riau, Aceh, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jakarta, Yogyakarta dan juga dibeberapa negara seperti: Malaysia, Singapura, Thailand, India, Eropa, Venezuela, Dubai, Qatar, dan Yaman. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SBG aktif dalam memperkenalkan dan memungsikan seni Melayu dan Sumatera Utara dalam lingkup dalam negeri maupun luar negeri, termasuk makyong yang menjadi tumpuan kajian dalam skripsi ini. Pertunjukan makyong pada saat ini masih dianggap fenomenal dan tetap dilestarikan namun beberapa unsur-unsur seperti pakem-pakemnya sudah tidak dipertahankan lagi karena Universitas Sumatera Utara pertunjukan yang tadinya biasa berlangsung selama berjam-jam bahkan semalaman suntuk, namun sekarang dalam pementasan pertunjukan Makyong cukup dipentaskan selama berdurasi sekitar 1,5 jam dan dapat disesuaikan dengan kondisi keadaan. Bahasa dalam dialog dan lelucon pun pada pertunjukan makyong, kini sudah diubah dan disesuaikan dengan dialek Melayu sekarang. Sejarah keberadaan teater makyong di Sumatera Utara 6 6 Sumber data tertulis dari Ibu Tengku Mira Rozanna Sinar, S.Sos, 2011. Beliau lebih suka diberi pertanyaan dan menjawab secara tertulis tentang apa saja yang berkaitan dengan Sinar Budaya Group dan pengalaman dirinya dalam berkesenian. , tepatnya di Istana Kota Galuh Kesultanan Serdang, merupakan “buah tangan” dari perjalanan Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah Sultan Serdang ke V ketika melawat ke Perlis dan Kedah pada Tahun 1898. Ketika itu Tengku Mahmud dari Regent Kedah menghadiahkan seperangkat peralatan musik Makyong lengkap dengan para pemainnya. Sejak tahun 1945, makyong sudah jarang dipentaskan. Namun pada tahun 1970, Tengku Luckman Sinar Basarsyah-II, SH Sultan Serdang ke VIII mengangkat kembali pertunjukan Makyong dan diberi nuansa baru sesuai zaman sekarang, seperti penggarapan ide cerita baru. Dan untuk pertama kalinya pertunjukan Makyong kembali dipentaskan pada Pekan Budaya Melayu di Medan pada tahun 1989 yang dibawakan oleh Sinar Budaya Group Kesultanan Serdang. Lalu pada tahun 2003 Sinar Budaya Group mengadakan pementasan keliling makyong pada Kongres Kebudayaan Indonesia di Padang Panjang. Pada acara Pekan Produk Budaya Kreatif Indoensia pada 25-28 Juni tahun 2009 yang dibuka oleh Presiden Republik Indonesia di Jakarta Convention Center, Sinar Budaya Group juga turut mementaskan makyong pada acara tersebut. Makyong yang dipentaskan tersebut berjudul Putri Ratna yang disadur oleh Tengku Luckman Sinar Basarsyah II, SH. Universitas Sumatera Utara Makyong yang berjudul Putri Ratna berkisah tentang kaul nazar 7 7 Kaul atau nazar adalah suatu janji manusia kepada Penguasa Tuhan semesta alam. Nazar ini biasa dilakukan untuk mencapai sesuatu, atau menyelesaikan sesuatu. Misalnya seseorang yang bertahun-tahun sakit dan tidak sembuh-sembuh, sudah lelah berusaha mengobatinya. Akhirnya ia bernazar kepad Tuhan, bahwa kalau sembuh ia akan mendirikan rumah yatim dan mengasuh anak yatim. Atau sepasang suami dan isteri yang telah opuluhan tahun menikah tetapi tidak dikaruniai anak. Maka mereka bernazar, apabila memperoleh anak, laki-laki atau perempuan, mereka akan mendirikan mushala di kampungnya. Banyak lagi nazar-nazar yang lain. Intinya adalah janji untuk melaksanakan sesuatu apabila dikaruniai sesuatu. dari ayah Raja Muda Lembek yang tidak dilaksanakan oleh Raja Muda Lembek untuk pergi bertapa ke Gunung Burma. Akibat dari perbuatan Raja Muda Lembek tersebut maka Raja Muda Lembek menjadi sakit lumpuh. Lalu Awang Pengasuh yang telah diusir Raja Muda Lembek mengingatkan kembali Sang Raja Muda Lembek agar melaksanakan kaul nazar ayah dari Raja Muda Lembek dilaksanakan agar Raja Muda Lembek bisa sembuh. Akhirnya Raja Muda Lembek melaksanakan kaul nazar tersebut dan sembuhlah Raja Muda Lembek. Ketika Raja Muda Lembek pergi bertapa, kepengurusan kerajaan dititipkan kepada Putri Ratna yang merupakan adik Raja Muda Lembek. Selama Putri Ratna memegang kepemimpinan, kerajaan Putri Ratna selalu diganggu oleh Gergasi raksasa. Lalu Putri Ratna diselamatkan oleh Raja Jemala Indra sahabat Raja Muda Lembek dari gangguan gergasi, dan berlanjut menjalin cinta antara Putri Ratna dan Raja Jemala Indra dan diakhiri pernikahan mereka. Yang menarik di dalam pertunjukan teater makyong oleh Sinar Budaya Grup Medan ini terdapat plot cerita, musik iringan yang khas, dan tari-tarian. Sebahagian ada yang benar-benar tradisi dan sebahagian ada yang merupakan garapan baru. Ada juga genre tarian dan nyanyian dalam teater ini yang mereka masukkan dan menjadi ciri khas dalam konteks ini. Misalnya dengan masukknya lagu Zapin Serdang, yang berakar dari tradisi zapin di Serdang, khususnya lagu Selabat Laila. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian, secara keilmuan, pertunjukan teater yang di dalamnya terdapat musik dan tari sangat menarik untuk didekati dengan disiplin ilmu etnomusikologi, sebagai latar belakang ilmu penulis selama ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Alan P. Merriam tentang etnomusikologi sebagai berikut. Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl 1956:26-39 that it is possible to characterize German and American schools of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound . 8 Dari kutipan paragraf di atas, menurut Merriam para pakar etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembahagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu musikologi dan etnologi. Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya--seorang sarjana menulis secara teknis 8 Silahkan lihat lebih jauh Alan P. Merriam, op. cit. 1964. h. 3-4. Buku ini menjadi “bacaan wajib dan mendasar” bagi para pelajar etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayaan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Universitas Sumatera Utara tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Pada saat yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori- teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas. Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik aliran-aliran etnomusiko-logi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik. Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin dasar yaitu etnologi dan musikologi, walau terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya. Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan uraian dan pemikiran di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu kajian ilmiah tentang Makyong dan menuangkan kedalam tulisan yang berjudul Studi Deskriptif Pertunjukan Makyong Cerita Putri Ratna oleh Sinar Budaya Group Medan.

1.2 Pokok Permasalahan