Teori Konsep dan Teori yang Digunakan .1 Konsep

a Deksriptif, berasal dari deskripsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005:258, deskripsi berarti pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci sedangkan deskriptif berarti besifat deskripsi. b Menurut Murgianto 1996:156, pertunjukan adalah sebuah komunikasi yang dilakukan satu orang atau lebih, pengirim pesan marasa bertanggung jawab pada seseorang atau lebih penerima pesan, dan kepada sebuah tradisi yang mereka pahami bersama melalui seperangkat tingkah laku yang khas. c Menurut penjelasan Tengku Mira Rozanna Sinar wawancara Oktober 2010 , makyong yang berjudul Putri Ratna adalah merupakan bentuk seni pertunjukan teater tradisional masyarakat Melayu yang disadur dari karya Tengku Luckman Sinar Basarsyah II, SH dimana pertunjukan tersebut berdurasi sekitar 1,5 jam yang diiringi dengan musik, lagu, tarian tradisonal Melayu. d Sinar Budaya Group merupakan sanggar seni yang didirikan oleh Tengku Luckman Sinar Basarsah II, SH dan Drs. Fadlin pada tahun 1998, yang bertujuan untuk melestarikan seni budaya Melayu khususnya dan seni budaya Indonesia umumnya. Dengan melihat definisi di atas, penulis memberi kesimpulan tentang konsep atau hal yang akan menjadi bingkai permasalahan penelitian, yaitu tulisan yang mampu memaparkan dan menggambarkan secara jelas dan terperinci tentang pertunjukan makyong yang berjudul Putri Ratna dari saat latihan hingga selesai pementasan.

1.4.2 Teori

Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkap konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Teori merupakan alat yang terpenting dari suatu Universitas Sumatera Utara pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan Koentjaraningrat 1973:10. Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Maka penulis menggunakan teori analisis pertunjukan oleh Edi Sedyawati 1981:48-66 yang mengemukakan bahwa suatu analisis pertunjukan sebaiknya selalu dikaitkan dengan kondisi lingkungan dimana seni pertunjukan tersebut dilaksanakan atau di dukung masyarakatnya, pergeseran-pergeseran yang terdapat didalam pertunjukan, dan kemungkinan yang muncul dari interaksi setiap orang penyaji dan penyaji, penyaji dan penonton di antara variabel-variabel wilayah yang berbeda. Untuk mendeskripsikan pertunjukan menggunakan teori Milton Siger dalam Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia 1996:164-165 juga menjelaskan bahwa pertunjukan selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini. 1. Waktu pertunjukan yang terbatas, 2. Awal dan akhir, 3. Acara kegiatan yang terorganisir, 4. Sekelompok pemain, 5. Sekelompok penonton, 6. Tempat pertunjukan, dan 7. Kesempatan untuk mempertunjukannya. Untuk mendukung teori analisis pertunjukan, maka penulis juga menggunakan teori fungsionalisme, dalam kaitannya mengkaji sejauh apa fungsi makyong dalam masyarakat Universitas Sumatera Utara Melayu, khususnya di Serdang dan lebih luas Sumatera Utara. Bagaimana makyong ini berfungsi dalam masyarakat Melayu tersebut. Menurut Lorimer et al., teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan pada ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi- institusi dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran dan pasar terwujud. Sebagai contoh, pada masyarakat yang kompleks seperti Amerika Serikat, agama dan keluarga mendukung nilai-nilai yang difungsikan untuk mendukung kegiatan politik demokrasi dan ekonomi pasar. Dalam masyarakat yang lebih sederhana, masyarakat tribal, partisipasi dalam upacara keagamaan berfungsi untuk mendukung solidaritas sosial di antara kelompok-kelompok manusia yang berhubungan kekerabatannya. Meskipun teori ini menjadi dasar bagi para penulis Eropa bada ke-19, khususnya Emile Durkheim, fungsionalisme secara nyata berkembang sebagai sebuah teori yang mengagumkan sejak dipergunakan oleh Talcott Parsons dan Robert Merton tahun 1950-an. Teori ini sangat berpengaruh kepada para pakar sosiologi Anglo-Amerika dalam dekad 1970- an. Bronislaw Malinowski dan A. R. Radcliffe-Brown, mengembangkan teori ini di bidang antropologi, dengan memusatkan perhatian pada masayarakat bukan Barat. Sejak dekad 1970- an, teori fungsionalisme dipergunakan pula untuk mengkaji dinamika konflik sosial Lorimer et al. 1991-112-113. Untuk melihat fungsi pertunjukan makyong penulis menggunakan teori fungsionalisme yang dikemukakan oleh Merriam 1964-219-226 yang memberikan contoh fungsi musik ke dalam 10 kategori, yaitu fungsi : 1 pengungkapan emosional, Universitas Sumatera Utara 2 penghayat estetis, 3 hiburan, 4 komunikasi, 5 perlambangan, 6 reaksi jasmani, 7 berkaitan dengan norma-norma social, 8 pengesahan lembaga sosial, 9 kesinambungan kebudayaan, dan 10 pengintegrasian masyarakat. Untuk mendeskripsikan struktur musik baik melodi maupun ritme yang dihasilkan ensambel makyong ini, penulis mempergunakan teori weighted scale yaitu teori yang lazim digunakan untuk menganalisis melodi seperti yang ditawarkan oleh William P. Malm 1977 yang terdiri dari delapan unsur, yaitu sebagai berikut. 1. Tangga nada, 2. Wilayah nada ambitus, 3. Nada dasar tone center, 4. Jumlah nada-nada, 5. Distribusi interval, 6. Formula melodi, 7. Pola-pola kadensa, dan 8. Kontur. Universitas Sumatera Utara Demikian kira-kira gambaran umum teori yang akan penulis gunakan nantinya dalam mendeskripsikan pertunjukan makyong cerita Putri Ratna oleh Sinar Budaya Group Medan. Termasuk konteks sosiobudaya dalam masyarakat pendukungnya, seperti yang ditawarkan oleh para ahli teori dalam bidang seni pertunjukan dan etnpmusikologi.

1.5 Metode Penelitian