25
BAB II GAMBARAN UMUM
PANTI ASUHAN AL-HAKIIM DI ACEH TAMIANG
1. Sejarah Aceh Tamiang
Tamiang pada masa lalu pernah terpecah dua hingga menjadi dua kerajaan yakni Kerajaan Karang dan Kerajaan Benua Tunu.Tapi kedua kerajaan itu tetap
tunduk pada negeri Karang.Dalam buku Tamiang Dalam Lintas Sejarah yang dikarang Ir Muntasir Wan Diman secara ringkas disebutkan bahwa Kerajaan
Tamiang dijadikan dua kerajaan otonom. Pada masa pemerintahan Raja Proomsyah yang kimpoi memperkarsai
dengan Puteri Mayang Mengurai anak Raja Pendekar Sri Mengkuta tahun 1558 menjadi Raja Islam kedelapan dengan pusat pemerintahan di Desa
Menanggini.Sementara itu Raja Po Geumpa Alamsyah yang kimpoi dengan Puteri Seri Merun juga anak Raja Pendekar Sri Mengkuta memerintah di Negeri Benua
sebagai Raja Muda Negeri Simpang Kiri Raja Benua Tunu. Diuraikan Muntasir bahwa Kerajaan Karang muncul setelah Tan Mudin
Syari Raja Islam Tamiang ke 10 wafat, lalu diganti kemanakannya yang bergelar “Tan Kuala” Raja Kejuruan Karang I yaitu putera dari Raja Kejuruan Tamiang
Raja Nanjo Banta Raja Tamiang.Raja Kejuruan Karang Tan Kuala memerintah 1662 -1699 merupakan pengganti turunan Suloh.
Setelah Raja Tan Kuala meninggal dunia digantikan Raja Mercu yang bergelar Raja Kejuruan Mercu yang merupakan Raja Kejuruan Karang II.Pusat
26
pemerintahan Raja Kejuruan Karang II di Pente Tinjo.Raja Kejuruan Karang II berdaulat 1699-1753 berlangsung aman dan tenteram.
Penggantinya Raja Kejuruan Banta Muda Tan egia berdaulat 1753-1800 merupakan Kerajaan Karang III. Selanjutnya Raja Karang III diganti Raja Sua
yang bergelar Raja Kejuruan Sua Raja Karang IV memerintah 1800-1845 . Raja Sua diganti Raja Achmad Banta dengan gelar Raja Ben Raja Tuanku di Karang
sebagai Raja Kejuruan Karang V yang memerintah 1845-1896 . Pada masa raja ini-lah terjadi peperangan Aceh dengan Belanda 1873-
1908 dan melalui peperangan itu, Raja Kejuruan Karang V meninggal dunia dalam tawanan Belanda.
Penggantinya adalah anak dia sendiri bernama Raja Muhammad bergelar Raja Silang sebagai Raja Kejuruan Karang ke VI.Raja Silang memerintah setelah
lepas dari tawanan Belanda sejak tahun 1901-1925.Setelah Raja Silang meninggal dunia dimakamkan di belakang Masjid Desa Tanjung Karang.Makamnya saat ini
dari pantauan Serambi terawat bersih dan sudah dipugar pihak Dinas Kebudayaan Provinsi NAD setahun lalu.
Pengganti Raja Silang adalah Tengku Muhammad Arifin sebagai Raja Kejuruan Karang ke VII yang merupakan Raja Kejuruan Karang terakhir
memerintah tahun 1925-1946. Pada masa pemerintahan Tengku Muhammad Arifin dia membangun Istana Karang yang saat ini dikuasai pihak Pertamina
Rantau karena sebelumnya keluarga Raja Kejuruan Karang telah menjualnya kepada seorang pengusaha yang bernama Azis.Tapi sekitar tahun 1999 terjadi
27
bencana alam menyemburnya gas panas akibat dari pengeboran gas yang dilakukan pihak Pertamina.
Pemilik istana Azis disebut-sebut meminta ganti rugi kepada Pertamina.Karena sudah diganti rugi oleh pihak Pertamina sehingga istana
tersebut dikuasai Pertamina.Belakangan kabarnya istana itu telah dihibahkan Pertamina kepada Pemkab Aceh Tamiang.Karenanya sekarang istana tersebut
dijadikan Kantor Perpustakaan dan Arsip Pemkab Aceh Tamiang sebagian dan sebagian lagi dijadikan Kantor Penghubung Kodim 0104 Aceh Timur. Sementara
halaman istana tersebut saat ini selalu dibuat acara seremonial keramaian masyarakat.Jika melewati Aceh Tamiang, istana tersebut bisa dilihat karena
letaknya persis sekitar 30 meter dari jalan Negara Medan-Banda Aceh yang masuk wilayah Desa Tanjung Karang Kecamatan Karang Baru.
Kini turunan Tengku Muhamad Arifin salah seorangnya yang masih hidup adalah H. Helmi Mahera Almoejahid anggota DPDMPR-RI yang berkantor di
Gedung MPR-RI Jakarta.Ibundanya Hj. Tengku Mariani adalah putri Tengku Muhammad Arifin Raja Kejuruan Karang VII. Tengku Hj. Mariani dipersunting
sebagai isteri salah seorang pelaku sejarah Aceh pada zaman DITII yang bernama Tengku H. Amir Husin Almoejahid kedua ibunda dan ayahanda H. Helmi
Mahera Almoejahid telah meninggal dunia dan saat ini H. Helmi berdomisili di Istana Kecil Kerajaan Karang VII bersama keluarga dan turunan Raja Kejuruan
Karang. Lintas sejarah mengenai Raja Karang berakhir sampai dengan Tengku
Muhammad Arifin yang menyisakan sebuah istana yang kini tak jelas siapa
28
pemiliknya.Sebab meskipun kabarnya sudah dihibahkan Pertamina, tapi berita acara serah terimanya tidak ada di daftar kepemilikan asset Pemerintahan
Kabupaten Aceh Tamiang.Karena itu bukti sejarah tentang istana Raja Silang harus segera ditelusuri pihak Pemerintahan Kabupaten Aceh Tamiang.
Kemudian lintasan Kerajaan Benua Tunu diceritakan dalam buku yang sama di karang Ir. Muntasir Wan Diman bahwa pada saat Raja Benua dikuasai
Raja Muda Po Gempa Alamsyah sebagai Raja Benua Tunu yang pertama yang diberi gelar Raja Muda Negeri Sungai Kiri Benua Tunu I yang memerintah 1558-
1588. Setelah wafat Raja Muda Po Gempa Alamsyah berturut-turut akhirnya hingga Raja Benua Tunu III yang dikenal Raja Muda Po Perum sebagai Raje
Benua Tunu terakhir yang berdaulat 1629-1669.Setelah Raja Benua Tunu III wafat, kekuasaan kembali dipegang Raja Tan Kuala yang berarti Kerajaan
Tamiang sudah tidak terpecah kembali. Belakangan setelah Benua Tunu dikuasai Raja Tan Kuala sekitar tahun
1669 datanglah Raja Po Nita bersama rombongan yang menggugat tentang silsilah bahwa beliau adalah keturunan Raja Muda Sedia Raja Islam Tamiang yang
pertama dengan bukti menunjukkan surat dan sislsilah yang lengkap.Akibatnya terjadi perang saudara antara rakyat Tanjong Karang dengan yang mengakui Raja
Tan Kuala sebagai Raja Tamiang dan rakyat di Benua Tunu mendukung Raja Penita Po Nita sebagai Raja Tamiang, sehingga perang saudara pecah dan
banyak memakan korban jiwa. Kelanjutan dari kekuasaan antara Raja Tan Kuala dengan Raja Penita
berakhir dengan campur tangannya Sultan Aceh yang pada saat itu dipimpin
29
seorang ratu yang bernama Ratu Kemalat Syah.Hasil dari intervensi ratu tersebut diputuskan negeri Tamiang dipecah menjadi dua daerah lagi. Raja Tan Kuala
sebagai raja yang berkuasa di daerah Sungai Simpang Kanan dan Raja Penita berkuasa di wilayah Sungai Simpang Kiri.
Banyak peristiwa lanjutan dari kedua kerajaan tersebut hingga masa penjajahan Belanda sampai merdeka. Belakangan Negeri Tamiang menjadi bagian
dari Wilayah Aceh Timur yang berstatus Pembantu Bupati Wilayah III yang pusat pemerintahannya Kota Kuala Simpang.Selanjutnya 11 Maret 2002 Wilayah
Tamiang disyahkan DPR-RI menjadi Kabupaten Aceh Tamiang melalui Undang- undang no 4 Tahun 2002 tentang pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang.10
2. Gambaran Umum Desa Paya Kulbi