4.1.9 Target atau sasaran
Target atau sasaran adalah subjek yang akan mendapatkan rangsangan atau stimulasi dalam mencapai tujuan. Target Kelompok Bermain Pelangi Bangsa
adalah anak usia 1 sampai 4 tahun.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Implementasi Pendidikan Karakter
4.2.1.1 Kegiatan Terprogram
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang diusahakan dan direncanakan untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai karaktermoralakhlak kepada
peserta didik sehingga mereka dapat mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan dan melakukan kebaikan sebagai anggota masyarakat, warga negara yang
nasionalis, religius, produktif dan kreatif. Pelaksanaan nilai-nilai karakter bagi anak usia dini pada Kelompok Bermain Pelangi Bangsa dilakukan melalui
kegiatan yang terprogram dan pembiasaan. Kegiatan terprogram dilaksanakan di dalam kelas, sedangkan pembiasaan dilakukan mulai dari masuk sekolah sampai
pulang sekolah. Kegiatan terprogram mengacu pada RKH atau RPPH yang dibuat oleh
pendidik. Berdasarkan kajian RPPH Kelompok Bermain Pelangi Bangsa, kegiatan pembelajaran memiliki 4 pijakan, yaitu pijakan lingkungan, pijakan sebelum
main, pijakan saat main, dan pijakan setelah main. RPPH juga dilengkapi dengan rencana evaluasi tentang nilai-nilai yang telah dicapai peserta didik.
Menurut Bu T Kelompok Bermain Pelangi Bangsa telah membuat RPPH sebagai pedoman pembelajaran. Berikut penuturan Bu T tentang pembuatan
RPPH RKH, RKM, RKT pada kode pertanyaan G9: “Iya.”G9
Hal ini berbeda dengan hasil observasi selama pembelajaranbersama Bu L,
implementasi pendidikan karakter dilakukan tanpa melihat RPPH dan tanpa menentukan nilai-nilai yang akan diajarkan. Hal ini disebabkan keterbatasan Bu L
dalam membuat RPPH dan keterbatasan waktu untuk membuatnya. Jadi pembelajaran selama satu tahun ini tidak menggunakan RPPH, tetapi dilakukan
hanya dengan memperkirakan nilai dan kegiatan yang cocok untuk usia satu sampai empat tahun.
Tanggal 26 Maret 2016 pada saat bersilaturahim ke Kelompok Bermain Pelangi Bangsa, Bu R mengatakan bahwa Bu L selama satu tahun ini tidak
menggunakan RPPH atau RKH dalam pemberian materi kepada anak-anak. Hal ini kembali dikuatkan ketika sedang duduk santai bersama pendidik yang lain,
mereka mengatakan bahwa Bu L tidak menggunakan RPPH atau RKH, alasannya tidak diketahui. Padahal secara kualifikasi Bu L sudah sarjana strata satu, dan
banyak mengikuti kegiatan pelatihan yang diadakan PKG ataupun pihak kecamatan.
Data pelatihan ini tidak sesuai dengan perbincangan antara Bu T dengan Bu R tentang Bu L jarang mengukuti pelatihan, melainkan Bu T yang
mewakilikannya.
Penerapan nilai-nilai karakter dilakukan dengan cara: a.
Menggali pemahaman anak tiap-tiap nilai karakter. Kegiatan ini dilakukan dengan melalui metode bercerita dan dialog maupun praktek langsung. Selain
itu, penerapan di kelas dilakukan dengan menggunakan pendekatan sentra. Pendekatan sentra menekankan tiga jenis bermain yang dapat menggali potensi
peserta didik, yaitu bermain sensorimotor, bermain peran, dan bermain konstruktif. Berikut ini penuturan Bu T:
“metodene brati kan pake sentra. Brati metode-metode brati ya kaya bermain, seperti bermain, kemudian metode praktek langsung, gitu yak.
Intinya praktek langsung.”G10
Berdasarkan dokumentasi RPPH atau RKH yang dibuat oleh Bu T menggunakan metode bercerita, tebak-tebakan, dialog, dongeng, dan praktek
langsung serta menggunakan pendekatan sentra. Sentra yang digunakan Kelompok Bermain Pelangi Bangsa adalah sentra persiapan, sentra seni, sentra
bermain peran, sentra balok, sentra IMTAQ, dan sentra bahan alam dan sains. Hal ini sesuai dengan obserrvasi dilapangan. Bu L menerapkan pendidikan karakter di
kelas dengan berbagai metode, diantaranya adalah bermain, dialog, tebak-tebakan, praktek langsung dan masih banyak lagi.
b. Membangun penghayatan anak dengan melibatkan emosinya untuk menyadari
pentingnya menerapkan nilai karakter bertanggungjawab. Proses ini dibangun melalui pertanyaan terbuka atau melalui pengamatan terhadap situasi dan
kondisi yang ada di sekitar lembaga Pendidikan Anak Usia Dini. Berdasarkan kajian RPPH atau RKH yang dibuat Bu T, bagian pijakan
setelah main selalu ada kegiatan berdiskusi mengenai permaian yang telah
dilakukan dan diskusi bila ada perilaku peserta didik yang kurang tepat.Diskusi ini menjadikan peserta didik lebih aktif dan dapat mengembangkan analisis peserta
didik. Berdasarkan observasi, Bu L setelah bermain selalu menanyakan kepada
peserta didik tentang permainan yang tadi dilakukan bersama. Misalnya permainan meniup balon. Bu L memberikan umpan pertanyaan kepada anak
mengapa balon bisa mengembang, jika peserta didik kebingungan maka Bu L akan memberikan bantuan berupa umpan jawaban. Selain itu juga Bu L selalu
mengajarkan pemb iasaan di dalam kelas, diantaranya berdo‟a sebelum memulai
pembelajaran, saling sapa, berdoa akan makan dan masuk toilet, cuci tangan ketika selesai pembelajaran dan masih banyak lagi.
c. Mengajak anak untuk bersama-sama melakukan nilai-nilai karakter yang
diceritakan. Karakter anak ketika baru masuk sekolah belum dapat melakukan tugasnya sendiri, seperti melepas sepatu sendiri, cuci tangan sendiri, dan
makan sendiri. Ketika menghadapi hal ini, pendidik membantu peserta didik untuk melaksanakan tugasnya. Seperti yang diungkapkan Bu Retna dalam
point K17 tentang karakter peserta didik yang belum dapat melakukan tugasnya sendiri, yaitu
“Biasanya dibantu dulu dan ditunggoni dulu. Biasanyakan yang namanya anak nggih, kita walikke sek, dimasukkan kedalam sepatunya yang paling
penting. kok kita bisa, tangannya, pokoknya diajari gurunya dulu,... iya, cuci tangan didampingi. Kalau sekarangkan sudah terbiasa lari sendiri.
Biasanya kalau masih baru gurunya inisiatif pakai kereta gitu, tapi karena sekarang anak-anak sudah
bisa jadi mereka sendiri.”K17 Berdasarkan observasi, peserta didik sekarang sudah dapat melakukan
tugasnya sendiri, tetapi untuk cuci tangan dan cuci kaki setelah main di luar dan
peserta didik dalam keadaan amat kotor maka pendidik membantunya untuk membersihkan badan, jika dibutuhkan peserta didik ganti baju. Karena setiap
sekolah mereka membawa satu baju ganti untuk berjaga-jaga terjadi suatu hal. Nilai-nilai yang diajarkan adalah sopan santun, antre, berbicaranya tidak
berrteriak, melepas sepatu sendiri dan menaruh sepatu di tempatnya. Hal ini sesuai dengan penuturan Bu R berikut ini:
“...Seperti sopan santun yang jelas, budaya antri, gantian, terus bicaranya supaya tidak teriak-teriak itu bagaimana, terus buang sampah di, pokoknya
seperti buang sampah ditempatnya, kalaupun kadang-kadang namanya anak ya kan, terus kamar mandi sudah saya bedakan laki-laki dan
perempuan, bentuknya juga saya bedakan seperti itu loh, terus sepatu yang jelas. Melapas sepatu ketika masuk rumah, dan mereka sudah tau kalau
masuk itu harus dilepas, melepas dan menaruh sepatu sendiri seperti
itu....”K10 Selain itu, setiap kali mau memulai dan mengakhiri pembelajaran, peserta
didik bersama pendidik berdo‟a dan saling menyapa. Hal ini menandakan jika penanaman nilai-nilai karakte dilakukan dari mulai pembelajaran sampai pulang
sekolah. d.
Ketercapaian tahapan perkembangan anak didik. Guru dapat memberikan penguatan dan pujian serta sentuhan kasih sayang terhadap apa yang
direfleksikan anak. Berdasarkan observasi di Kelompok Bermain Pelangi Bangsa, Bu L selalu
memberi pujian kepada peserta didiknya ketika mereka mampu membuat sesuatu, contohnya kipas, sate sosis dan yang lain. Selain itu Bu L juga memberikan
rayuan kepada peserta didik agar mengikuti pembelajaran dengan serius. Contohnya ketika Keisya tidak mau mengikuti pembelajaran membuat sate sosis
maka Bu L memberikan rayuan “Keisya kalau tidak mau memperhatikan, tidak
dapat s osis lho”. Begitu pula ketika Rasyid dan Novandri hanya bermain sendiri.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Bu T saat wawancara tanggal 11 Maret 2016 point G16, cara menangani anak yang kurang aktif yaitu:
“Dengan memberikan reward. Biasanya anak yang berhasil diberikan reward, anak yang kurang aktif nanti kan di, kaya dirayu, trus diberi
motivasi.”G16
4.2.1.2 Persiapan Pembelajaran